Laporan Kasus PSORIASIS PADA PASIEN TUMOR PAYUDARA YANG DICURIGAI SEBAGAI SINDROM PARANEOPLASTIK Mirawati Setyorini, Eddy Karta, Sri Adi Sularsito, Untung Sidhi Pratomo Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK Sindrom paraneoplastik merupakan sekumpulan sindrom klinis berupa kelainan kulit akibat reaksi inflamasi yang timbul bersamaan dengan keganasan internal. Sampai saat ini belum ada kepustakaan yang memasukkan psoriasis sebagai sindrom tersebut, walaupun ada beberapa laporan menyatakan terdapat beberapa pasien kanker payudara yang mengalami erupsi psoriasi formis generalisata. Seorang perempuan berusia 64 tahun dengan tumor payudara kanan selama lebih dari 2 tahun datang dengan psoriasis generalisata yang sudah berlangsung 4 hari. Sejak 2 bulan terakhir diagnosis tumor adalah karsinoma duktal mamae stadium T4bN3M1. Pemeriksaan histopatologi lesi kulit sesuai dengan psoriasis vulgaris. Setelah pemberian kemoterapi untuk karsinoma duktal mamae dan salap kombinasi likuor karbonis detergen 3% dengan lanolin 10% untuk lesi kulit, ukuran tumor mengecil disertai dengan perbaikan lesi psoriasis. Dugaan psoriasis paraneoplastik berdasarkan psoriasis yang timbul mendadak pada pasien karsinoma duktal mamae, keduanya berjalan secara paralel, dan lesi psoriasis membaik setelah penanganan tumor dengan kemoterapi. Pemantauan selama 1 tahun tidak ditemukan kekambuhan lesi psoriasis. Tatalaksana pasien secara integratif antara penanganan karsinoma duktal mamae dengan psoriasis menghasilkan perbaikan klinis bermakna. Kata kunci: sindrom paraneoplastik, karsinoma duktal mamae, psoriasis ABSTRACT Paraneoplastic syndrome is a broad group of clinical syndromes of coexistent cutaneous inflammatory reaction and internal malignancy. Until now there is no literature that includes psoriasis as part of the syndrome, even though there are several reports on patients with breast cancer who had generalized psoriasi form eruptions. A 64-year old woman with a right breast tumor for more than 2 years came with generalized psoriasis which appeared since 4 days a go. For the last 2 months, the tumor was diagnosed as mammary ductal carcinoma grade T4bN3M1. Histopathological finding from the skin lesion confirmed psoriasis vulgaris. After having chemotherapy for the mammary ductal carcinoma and liquor carbonis detergens 3% with lanoline 10% ointment for the skin lesions, the tumor size was decreased accompanied by clinical improvement of the psoriasis lesions. Suspicion of paraneoplastic psoriasis was based on psoriatic lesions that suddenly erupted on a patient with mammary ductal carcinoma, both followed a parallel course, and the psoriatic lesions improved after treatment of the tumor with chemotherapy. After one year there was no reccurency of the psoriatic lesions. Integrative treatment which includes treatment of mammary ductal carcinoma and also psoriasis gave significant clinical improvement. Key words: paraneoplastic syndrome, mammary ductal carcinoma, psoriasis PENDAHULUAN Keganasan internal dapat menimbulkan berbagai kelainan kulit, salah satunya berupa sindrom paraneoplastik. Sindrom tersebut merupakan sekumpulan sindrom klinis berupa kelainan kulit akibat reaksi inflamasi yang timbul bersamaan dengan keganasan internal.1 Kriteria sindrom paraneoplastik ada 2, yaitu dermatosis timbul setelah ada keganasan dan dermatosis serta keganasan tersebut berjalan paralel. Maksud kriteria kedua adalah segala upaya eliminasi kanker akan menyebabkan resolusi dermatosis, sebaliknya rekurensi kanker akan menyebabkan relaps.2,3 1 Petunjuk yang membantu dalam membedakan dermatosis paraneoplastik adalah dermatosis terletak jauh dari tumor, timbul mendadak, perjalanan penyakit cepat, manifestasi klinis atipik, dan lesi kulit tampak lebih parah.1,2 Dermatosis tersebut dapat membantu mengarahkan pada suatu keganasan tertentu dan dapat pula mendahului diagnosis keganasan beberapa bulan hingga tahun-tahun sebelumnya.4 Kewaspadaan adanya dermatosis paraneoplastik berpeluang untuk membantu diagnosis dini dan pengobatan keganasan internal, pemantauan rekurensi kanker, serta penelitian lanjutan patobiologi kanker.1 Patogenesis sindrom ini masih belum jelas, namun kelainan yang timbul kemungkinan bergantung pada produksi dan perusakan hormon atau faktor pertumbuhan tumor. Selain itu sindrom tersebut dapat timbul akibat respons imunologik pejamu yang diinduksi tumor, misalnya akibat reaksi silang antara antigen tumor dengan kulit, sehingga akhirnya menyebabkan perubahan kulit.1 Berdasarkan klinikopatologi, klasifikasi dermatosis paraneoplastik oleh Chung dkk. (2006) dibagi menjadi kelainan papuloskuamosa (proliferatif epidermal), interface dermatitide, eritema reaktif, dermatosis neutrofilik, kelainan proliferatif dermal, kelainan endapan, dan dermatosis lainnya.1 Beberapa sindrom paraneoplastik membaik dengan pemberian kortikosteroid sistemik ataupun topikal. Namun sebagian besar kasus baru akan mengalami resolusi bermakna, bila dilakukan eradikasi kanker yang mendasarinya. 4 Beberapa laporan menyatakan terdapat beberapa pasien kanker payudara yang mengalami erupsi psoriasiformis generalisata yang tidak ditemukan hubungan dengan riwayat psoriasis sebelumnya maupun penggunaan obat. Namun sampai saat ini, belum ada kepustakaan yang memasukkan psoriasis sebagai bagian dari sindrom paraneoplastik.5 KASUS Seorang perempuan berusia 64 tahun datang dengan keluhan bercak-bercak merah bersisik pada hampir seluruh badan sejak 4 hari. Sembilan hari sebelumnya terdapat demam tinggi disertai mual, muntah, dan badan lemah. Keadaan kesehatan pasien membaik setelah mendapat beberapa obat dari dokter umum, namun sejak 6 hari sebelum datang timbul bercak-bercak merah kecil yang sedikit gatal dan panas pada punggung. Kemudian sejak 4 hari sebelum datang, bercak melebar disertai sisik dan bercak baru juga timbul pada kedua tungkai, kedua lengan, dan dada. Pasien berobat kembali ke dokter umum dan diberikan salap, namun tidak ada perbaikan. Sebelumnya pasien telah didiagnosis menderita karsinoma duktus mamae invasif pada payudara kanan dalam stadium T4bN3M1 dengan metastasis tulang oleh Departemen Bedah Onkologi RSCM (rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), dan telah diobati dengan radiasi paliatif. Saat ini pasien tinggal di panti sosial dan sebelumnya bekerja sebagai petani. Riwayat penyakit kulit serupa, demam berulang, maupun berat badan menurun tidak ditemukan. Pasien tidak pernah alergi obat sebelumnya dan sudah pernah memakai obat demam dan tablet putih sebelumnya, tanpa masalah. Pada keluarga pasien tidak didapatkan penyakit keganasan maupun penyakit kulit serupa. Secara umum, pemeriksaan klinis dalam batas normal, namun didapatkan pembesaran beberapa kelenjar getah bening di aksila dan supraklavikula dekstra, berdiameter 0,5-2 cm, kenyal, mudah digerakkan, tanpa nyeri. Didapatkan tumor soliter pada regio mamae dekstra, ukuran 2x8x10 cm3, eritematosa-hiperpigmentasi, konsistensi keras, dapat digerakkan, tanpa nyeri, dan tanpa disertai retraksi papila mamae. Selain itu generalisata didapatkan papul dan plak eritematosa multipel, ukuran lentikular sampai plakat, tersebar diskret dan berkelompok, beberapa dengan skuama putih tebal. Purpura multipel berukuran miliar sampai lentikular yang tersebar diskret, terutama di kedua tungkai, juga ditemukan. (Gambar 1) B A C D Gambar 1. Pasien pertama kali datang dengan papul dan plak eritematosa multipel, ukuran lentikular sampai plakat, tersebar generalisata, beberapa dengan skuama putih tebal, dan purpura multipel berukuran miliar sampai lentikular, terutama di kedua tungkai. (A,C,D) Pada mamae dekstra terdapat tumor soliter, ukuran 2x8x10 cm3, eritematosa-hiperpigmentasi, konsistensi keras.(B) 2 Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia ringan (Hb 12,4 mg/dL), eritrosit (4,48 juta/uL), leukopenia (3.400/uL) trombosit (166.103/uL), fungsi hati dan ginjal normal (SGOT (21 U/L), SGPT (9 U/L), Ureum (23 mg/dL), Kreatinin (0,8 mg/dL), gula darah sewaktu (103 mg/dL). Diagnosis banding awal pasien ini adalah psoriasis paraneoplastik, Sweet’s syndrome, parapsoriasis, dan erupsi obat alergik. Biopsi kulit dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Terapi awal diberikan mebhidrolin napadisilat oral dan obat topikal salap lanolin 10%. Setelah pengobatan selama 2 minggu, terjadi perbaikan subyektif dan klinis. Bercak merah dan sisik berkurang serta gatal menghilang. Selain itu, luas lesi, jumlah lesi, dan skuama berkurang, namun masih terdapat lesi baru berupa papul dan plak eritematosa multipel, berukuran lentikular. Pada pemeriksaan histopatologi lesi kulit ditemukan parakeratosis, akantosis ringan, mikroabses Munro, pustul spongioformis Kogoj, pembuluh darah papila dermis dilatasi dan berkelok, ekstravasasi eritrosit, serta infiltrasi sel radang kronik, terutama limfosit. Gambaran tersebut memberi kesan sesuai dengan psoriasis vulgaris (Gambar 2). A A Gambar 2. Pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan HE pembesaran 100X dan 400X didapatkan parakeratosis, akantosis ringan, mikroabses Munro (B), pustul spongioformis Kogoj (C), pembuluh darah papila dermis berdilatasi dan berkelok, ekstravasasi eritrosit, dan infiltrasi sel radang kronik terutama limfosit. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, diagnosis ditegakkan sebagai psoriasis paraneoplastik. Pengobatan selanjutnya diberikan obat topikal salap kombinasi liquor karbonis detergen 3% dan lanolin 10% disertai kemoterapi sesuai kebijakan Departemen Bedah Onkologi RSCM. Pasien telah menjalani 5 siklus kemoterapi dengan capecitabine. Selain itu juga menggunakan obat topikal yang diberikan. Perbaikan klinis bermakna, ukuran tumor pada payudara kanan mengecil menjadi berukuran 2x7x9 cm3, sewarna kulit dan hiperpigmentasi, eritema minimal, serta rasa panas menghilang. Pada kulit hanya terdapat lesi hiperpigmentasi multipel, ukuran miliar sampai plakat, batas difus dan tegas, beberapa dengan skuama putih minimal (Gambar 3). Pemantauan selama 1 tahun tidak ditemukan kekambuhan lesi psoriasis. A C B D Gambar 3. Keadaan pasien setelah menjalani pengobatan kemoterapi dan topikal, didapatkan lesi hiperpigmentasi multipel, ukuran miliar sampai plakat, batas difus dan tegas, beberapa dengan skuama putih minimal.(A,C,D) Tumor payudara kanan mengecil 2x7x9 cm, sewarna kulit dan hiperpigmentasi, disertai eritema minimal. (B) DISKUSI Diagnosis psoriasis paraneoplastik pada kasus ini berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kriteria sindrom paraneoplastik terpenuhi, yaitu psoriasis timbul setelah ada karsinoma duktus mamae dan keduanya berjalan paralel karena terbukti terdapat perbaikan erupsi kulit seiring dengan pemberian kemoterapi. Lesi psoriasis yang timbul berupa papul dan plak eritematosa multipel berukuran lentikular sampai plakat yang disertai skuama tebal pada hampir seluruh tubuh. Lesi tersebut timbul mendadak, perjalanan penyakitnya cepat, tanpa ada riwayat psoriasis sebelumnya. Berdasarkan data tersebut, kasus ini mengarah pada sindrom paraneoplastik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan gambaran khas yang mengarah pada psoriasis vulgaris. Mikroabses Munro dan pustul spongioformis Kogoj merupakan lesi khas untuk psoriasis. Pustul spongioformis Kogoj terbentuk akibat eksositosis neutrofil yang beragregasi pada bagian paling atas stratum spinosum. Sedangkan mikroabses Munro merupakan akumulasi neutrofil dan inti piknotik neutrofil pada stratum korneum.6,7 Selain itu juga ditemukan parakeratosis, akantosis ringan, pembuluh 3 darah papila dermis berdilatasi dan berkelok, ekstravasasi eritrosit, serta infiltrasi sel radang kronik. Gambaran tersebut sesuai dengan psoriasis vulgaris. Beberapa laporan menyatakan terdapat beberapa pasien kanker payudara yang mengalami erupsi psoriasiformis generalisata tanpa ada riwayat psoriasis sebelumnya maupun penggunaan obat. Psoriasin (S100A7) merupakan bagian protein S100 yang diekspresikan berlebihan pada keratinosit psoriasis. Gen S100A7 dapat dipakai sebagai petanda atau indikator prognosis buruk pada karsinoma duktal. Namun sampai saat ini belum ada kepustakaan yang memasukkan psoriasis sebagai bagian dari sindrom paraneoplastik.5 Penanganan kanker payudara merupakan penatalaksanaan yang penting bagi pasien. Kemoterapi yang diberikan bertujuan untuk terapi paliatif karena telah didapatkan metastasis tulang, sehingga prognosis penyakit pasien sudah buruk. Secara klinis terdapat perbaikan kanker payudara pada pasien, yaitu ukuran tumor mengecil, eritema jauh berkurang, serta keluhan panas pada tumor juga tidak dirasakan lagi. Kemoterapi tersebut disertai pemberian obat topikal salap kombinasi likuor karbonis detergen 3% dan lanolin 10% dengan antihistamin oral yang memberikan hasil sangat baik pada erupsi psoriasiformis. Data tersebut menunjukkan adanya hubungan erat antara keganasan payudara yang diderita pasien dengan erupsi psoriasiformis. Namun kemoterapi yang diberikan juga dapat memperbaiki lesi psoriasis tersebut. Prognosis penyakit pasien buruk karena kanker payudara tersebut telah bermetastasis pada tulang, sehingga terapi yang diberikan hanya bersifat paliatif. Psoriasis paraneoplastik tidak membahayakan jiwa pasien, namun dapat terjadi rekurensi dan menjadi sulit ditangani bila kanker terus progresif. Walaupun psoriasis belum dimasukkan sebagai sindrom paraneoplastik, namun kasus ini diharapkan menambah kewaspadaan terhadap suatu bentuk keganasan. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Chung VQ, Moschella SL, Zembowicz A, Liu V. Clinical and pathological findings of paraneoplastic dermatoses. J Am Acad Dermatol 2006; 54: 745-62. Gregoriou S, Korfitis C, Alestas T, Christofidou E, Koumantaki E. Should novel psoriasiform eruptions be considered a paraneoplastic sign of invasion in patients with breast cancer?J Eur Acad Dermatol Venereol 2007; 21(2): 285-6. McLean DI, Lui H. Paraneoplastic syndromes. Dalam: Arndt KA, LeBoit PE, Robinson JK, Wintroub BU, editor. Cutaneous medicine and surgery. Philadelphia: WB Saunders;1996. h.1843-50. McLean DI, Haynes HA. Cutaneous manifestations of internal malignant disease: cutaneous paraneoplastic syndromes. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SL, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill; 2003. h.1783-96. Milionis HJ, Elisaf MS. Psoriasiform lesions as paraneoplastic manifestation in Hodgkin’s disease. Annals of Oncology 1998; 9: 449-52. Mobini N, Toussaint S, Kamino H. Non infectious erythematous, papular, squamous disease. Dalam: Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL, Murphy GF, editor. Lever’s Histopathology of the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. h. 183-91. Weedon D. Tissue reaction patterns. Dalam: Skin pathology. Edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone; 2002.h.76-84. Alamat penulis: Departemen IK. Kulit dan Kelamin FKUI/RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat Telp/Fax: 021 31935383 Email: [email protected] 4