TINJAUAN PUSTAKA Gejala Klinis dan Terapi Psoriasis Pustulosa Generalisata tipe von Zumbuch Reyshiani Johan,* R. Amir Hamzah** *Dokter magang, **Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Immanuel Bandung, Jawa Barat, Indonesia ABSTRAK Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbuch) adalah peradangan kulit yang khas, ditandai dengan erupsi pustula tersebar generalisata pada batang tubuh dan ekstremitas disertai gejala sistemik seperti demam, malaise, dan anoreksia. Pustula biasanya timbul di atas kulit yang eritematus, awalnya berupa bercak dengan sejumlah pustul yang kemudian menyatu membentuk gambaran danau (lake of pus). Psoriasis pustulosa generalisata merupakan salah satu bentuk varian akut psoriasis. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan peningkatan LED, leukositosis, hipoalbuminemia, hipokalsemia, peningkatan ureum, dan peningkatan kreatinin. Kultur dan pemeriksaan sediaan apus pustula tidak mendapatkan bakteri Gram positif ataupun negatif. Kata kunci: Lake of pus, psoriasis pustulosa generalisata, von Zumbuch ABSTRACT Generalized pustular psoriasis (von Zumbuch) is an inflammatory skin disease typically characterized by the spread of generalized pustular eruption on the trunk and extremities accompanied by systemic symptoms such as fever, malaise, and anorexia. Pustules usually arise on erythematous skin, initially in the form of patches which later fused to form a lake of pus. It is one of the acute variant forms of psoriasis. Laboratory tests found an increased ESR, leukocytosis, hypoalbuminemia, hypocalcemia, increased urea, and increased creatinine. Gram positive and negative bacteria were negative on culture and smear examination. Reyshiani Johan, Amir Hamzah. Clinical Symptoms and Treatment of Generalized Pustular Psoriasis type von Zumbuch. Keywords: Generalized pustular psoriasis, lake of pus, von Zumbuch PENDAHULUAN Psoriasis adalah penyakit kelainan pada kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi pergantian kulit epidermis atau proses keratinisasi yang lebih cepat dari biasanya. Penyakit ini tampak sebagai plak tebal, eritematosa, berbatas tegas, dan papul-papul yang tertutup oleh sisik seperti perak, biasanya terdapat di daerah tubuh yang mudah terkena trauma seperti lutut, siku, dan kulit kepala. Erupsi kulit ini dapat menyerang bagian tubuh manapun, kecuali selaput lendir.1-3 Psoriasis merupakan penyakit universal dengan insidens bervariasi di berbagai negara. Psoriasis sering dijumpai pada orang kulit putih, mengenai 1-3% populasi dunia.1 Di Amerika mengenai sekitar 2-3 juta penduduk atau 1% populasi, pulau Faroe Alamat korespondensi 2,8%, Denmark 2,9%, Inggris 2%, dan Cina 0,3%. Prevalensi wanita sama dengan pria. Penyakit ini dapat muncul pada segala usia, namun jarang ditemukan pada usia di bawah 10 tahun. Insidens penyakit kemudian berkurang secara perlahan dengan bertambahnya usia, walaupun juga didapatkan pada usia 57-60 tahun.1,4 Psoriasis dapat digolongkan menjadi 2 tipe berdasarkan awitan, riwayat keluarga, dan keparahan penyakit. Psoriasis tipe 1 timbul sebelum usia 40 tahun dan tipe 2 timbul setelah usia 40 tahun.1,5,6 Psoriasis diklasifikasikan menjadi tujuh berdasarkan bentuk klinis, yaitu: psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa/psoriasis fleksural, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik/seboriasis, psoriasis pustulosa, dan eritroderma psoriatik.1,3 Psoriasis pustulosa adalah salah satu bentuk klinis psoriasis yang ditandai dengan adanya erupsi pustul bersifat steril dengan dasar eritematosa.1,2 Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, yaitu psoriasis pustulosa lokalisata dan psoriasis pustulosa generalisata (PPG).2,5,9 Psoriasis pustulosa lokalisata contohnya psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber). Penyakit ini mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustula kecil, steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa disertai rasa gatal.1,3,7 PPG dapat juga dibagi berdasarkan kondisi klinis utamanya antara lain tipe von Zumbuch, impetigo herpetiformis, dan tipe anular.3,9 DEFINISI Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) tipe von Zumbuch merupakan varian psoriasis yang timbul secara akut. Khas ditandai dengan adanya erupsi pustula generalisata email: [email protected] CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016 117 TINJAUAN PUSTAKA Panel D. Lesi sepenuhnya berkembang, ditandai dengan dilatasi kapiler sepenuhnya dan peningkatan aliran darah, banyak makrofag di membran basal dan peningkatan jumlah sel T (terutama CD4+) dan sel dendritik (D) di dermis. Lesi epidermis matang dengan peningkatan (sekitar sepuluh kali lipat) hiperproliferasi keratinosit, tetapi tidak kehilangan lapisan granular dengan pemadatan di atas stratum korneum dan parakeratosis, peningkatan jumlah CD8+ sel T dan akumulasi neutrofil dalam stratum korneum (mikroabses Munro’s). disertai gejala sistemik seperti demam selama beberapa hari, malaise, dan anoreksia. Pustulanya bersifat steril dengan ukuran 2-3 mm, tersebar pada batang tubuh dan ekstremitas, termasuk kuku, telapak tangan, dan telapak kaki. Pustula biasanya timbul pada kulit yang eritematus, awalnya berupa bercak dengan sejumlah pustul yang kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran danau (lake of pus). Ada juga yang beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit tersendiri.1,3,8,10 Gambar 1. Perkembangan lesi psoriasis.1 Keterangan: Panel A. Kulit normal dari individu sehat mengandung sel Langerhans di epidermis, sel dendritik (D) dewasa, dan sel memori T (T) pada dermis. Panel B. Kulit normal dari individu yang bermanifestasi psoriasis dengan sedikit dilatasi dan peningkatan kelengkungan kapiler, sedikit peningkatan jumlah sel mononuklear dermal dan sel mast (M). Sedikit peningkatan ketebalan epidermis. Pada psoriasis plak yang kronis, intensitas perubahan tergantung pada kematangan lesi. Panel C. Zona transisi lesi yang sedang berkembang ditandai dengan peningkatan progresif dilatasi dan kelengkungan kapiler, jumlah sel mast, makrofag (MP), sel T, dan degranulasi sel mast (panah kecil). Di dalam epidermis, ada peningkatan ketebalan dengan rete ridges makin menonjol, pelebaran ruang ekstraseluler, diskeratosis sementara, pengurangan lapisan granular dan parakeratosis. Sel Langerhans (L) mulai keluar dari epidermis, sedangkan sel-sel epidermis dendritik inflamasi (I) dan CD8+ sel T(8) mulai memasuki epidermis. 118 EPIDEMIOLOGI PPG tipe von Zumbuch merupakan varian yang paling banyak dijumpai. Prevalensi psoriasis pustulosa di Jepang 7,46 kasus per 1 juta penduduk. Penyakit ini dapat mengenai semua ras. Perbandingan kejadian penyakit ini pada laki-laki dan perempuan dewasa adalah 1:1 dan pada anak-anak perbandingan kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah 3:2. Usia rata-rata kejadian penyakit ini pada dewasa yaitu pada usia 50 tahun. Pada anakanak, penyakit ini terjadi rata-rata pada usia 6-10 tahun.1,2 Tipe ini memiliki onset sangat cepat dengan angka mortalitas sampai 30%. 11 ETIOLOGI Psoriasis pustulosa generalisata mempunyai beberapa faktor risiko, yaitu pemakaian atau penghentian kortikosteroid sistemik mendadak pada penderita yang mempunyai riwayat psoriasis, obat-obatan seperti antimalaria, salisilat, iodine, penisilin, β-blocker, INF-α, dan lithium.1-3,10,11 Obat topikal yang dapat menjadi pencetus adalah yang bersifat iritan kuat seperti tar, antralin, dan kortikosteroid.1-3,11,12 Faktor pencetus lain adalah kehamilan, sinar matahari, alkohol, merokok, hipokalsemia sekunder akibat hipoparatiroidisme, stres emosional, infeksi bakteri dan virus, serta idiopatik.1,3,8,9 PATOGENESIS Awalnya, psoriasis dianggap sebagai kelainan kulit akibat gangguan hiperproliferasi keratinosit disertai diferensiasi abnormal epidermis.1,2,13 Sel target pada psoriasis terdiri dari beberapa sel, terutama keratinosit. Secara histopatologik ada 3 faktor patogenik utama, yaitu diferensiasi abnormalitas keratinosit, hiperproliferasi keratinosit, dan infiltrasi komponen sel radang.5 Terlihat siklus sel yang memendek sekitar 1,5 hari pada proliferasi keratinosit. Fase maturasi dan pelepasan keratinosit memerlukan waktu hanya sekitar 4 hari, sehingga keratinosit sel basal dapat memperbanyak diri 10 kali lebih cepat dibandingkan orang normal.6 Telah diketahui adanya hubungan bermakna antara HLA (human leukocyte antigen) dengan psoriasis. Psoriasis pustulosa berhubungan dengan psoriasis tipe 2 dan HLA-B27.1,6 Analisis HLA spesifik dalam populasi mendapatkan bahwa kerentanan terhadap psoriasis terletak pada ujung distal kromosom 17 dan disebut sebagai psoriasis susceptibility (Psor) gene.5,6 Pertahanan sistem imun di kulit, secara normal diperankan oleh limfosit-T. Sel T yang teraktivasi akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 menghasilkan berbagai jenis sitokin yang mampu merangsang berbagai sel di dekatnya, kemudian mensekresi sitokin tambahan yang mengakibatkan timbal balik positif dalam mempertahankan keadaan peradangan menahun. 1 Proinflamatori atau sitokin sel T helper-1 (IL-1, IL-2, IFNγ, TNFα) mendominasi respons psoriatik sel T. Selain itu, keratinosit yang teraktivasi juga akan melepaskan kemokin dan berbagai macam growth factor yang akan menstimulasi neutrofil, perubahan vaskuler, dan hiperplasia keratinosit.1 Peningkatan kemotaksis PMN dan leukosit lebih banyak terdapat pada psoriasis pustulosa dibandingkan psoriasis vulgaris. Adanya faktor pencetus, menyebabkan migrasi PMN dari pembuluh darah ke epidermis dan mempengaruhi keratinosit untuk melepaskan sitokin. Adanya mutasi pada gen yang mengkode anti-inflamatori sitokin, IL-36 reseptor antagonis, berkaitan dengan psoriasis pustulosa generalisata yang diturunkan secara autosomal resesif.1,2 KLASIFIKASI Psoriasis pustulosa generalisata dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan ada CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016 TINJAUAN PUSTAKA tidaknya riwayat psoriasis, yaitu: 1. Kelompok pertama, terdapat riwayat psoriasis lama dengan onset dini. Psoriasis pustulosa sering dipicu oleh beberapa agen provokatif eksternal.8,10 2. Kelompok kedua, riwayat psoriasis sebelumnya bentuk atipikal pada keadaan onset relatif lambat. Faktor pencetus biasanya tidak ada.8,10 3. Kelompok ketiga, psoriasis pustulosa muncul tanpa riwayat psoriasis sebelumnya.8,10 GEJALA KLINIS Manifestasi klinis PPG tipe von Zumbuch dimulai dengan kulit menjadi merah,1 disertai rasa terbakar1,10 dan adanya gejala konstitusi seperti demam, menggigil, malaise, sefalgia, artralgia, anoreksia, dan nausea.1,10,15,17 Beberapa jam kemudian timbul kelompok pustula superfisial bersifat steril dengan diameter 1-2 mm sampai 2-3 mm. Daerah yang paling sering terkena adalah batang tubuh, ekstremitas,1 daerah flexural,16 dan anogenital.10 Wajah biasanya jarang terkena.1,15 Pustula dapat terjadi pada mukosa bukal, lidah, dan di bawah kuku yang menyebabkan pelepasan kuku. Pustula-pustula ini dalam waktu singkat bersatu membentuk lake of pus yang kemudian kering dan mengelupas dengan kulit eritem ringan.15,17 Pustula pada kuku dapat menghasilkan onikodistrofi dan defluvium unguium.15 Artritis sering menyertai penyakit ini baik akut maupun kronis, terjadi pada sepertiga kasus. Episode pustul akan terjadi dalam harian atau minggu, Gambar 2. Kelainan kulit pada psoriasis pustulosa generalisata.1 CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016 sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan. Telogen effluvium dapat terjadi dalam 2-3 bulan. Remisi psoriasis pustulosa ditandai dengan hilangnya gejala sistemik kemudian menjadi eritroderma atau lesi psoriasis vulgaris.1,3,5,13,14 DIAGNOSIS Diagnosis PPG tipe von Zumbuch terutama ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada pasien psoriasis pustulosa generalisata dapat ditemukan adanya peningkatan LED,10 leukositosis (leukosit dapat mencapai 20.000/mm3), hipoalbuminemia, hipokalsemi, peningkatan ureum dan kreatinin, serta kultur dan pemeriksaan sediaan apus pustula.3,15 Pada pemeriksaan sediaan apus pustula tidak didapatkan bakteri Gram positif ataupun Gram negatif.1,3,7,10 Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis pustulosa stadium awal, terdapat inflamasi di daerah dermis dengan dilatasi kapiler, infiltrat PMN dan sel mononuklear di perivaskuler disertai edema epidermal.19 Fase berikutnya terjadi migrasi sel-sel PMN dari bagian papila dermis ke epidermis dan beragregasi. Dapat ditemukan adanya kojog’s spongiform pustules,15,19 yaitu akumulasi neutrofil di bawah stratum korneum dan pembengkakan atau perusakan keratinosit yang dapat ditemui pada lesi kulit psoriasis. Perubahan histopatologi pada psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis ataupun dermis adalah sebagai berikut: hiperkera- Gambar 3. Histologi psoriasis pustulosa generalisata, tampak spongiform pustul dan infiltrasi limphohistiositik.1 tosis (penebalan lapisan stratum korneum), parakeratosis (terdapatnya inti pada stratum korneum), akantosis (penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete ridge epidermis), granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk Munro microabses19 di bawah stratum korneum, peningkatan mitosis pada stratum basalis, edema pada dermis disertai infiltrasi selsel PMN, limfosit, monosit dan neutrofil, pemanjangan dan pembesaran papilla dermis.1,6,14,18 DIAGNOSIS BANDING Salah satu diagnosis banding PPG adalah subcorneal pustular dermatosa (SCPD). SCPD adalah kelainan kulit kronik berulang, ditandai dengan pembentukan pustula steril subkorneal yang mengandung neutrofil dengan penyebab yang tidak diketahui.20 Pustula-pustula tersebut terutama mengenai batang tubuh, aksila, leher, lipatan payudara, dan lipatan inguinal. Lesi primer timbul dalam beberapa jam sebagai pustula yang lunak dengan diameter beberapa milimeter, pada permukaan kulit yang normal atau sedikit eritem. Pustula dapat diskret ataupun membentuk kelompok dan pola anular, sirsinar, ataupun serpiginosa.3 Gatal dan iritasi merupakan gambaran yang bervariasi tapi tidak menonjol. Demam dan gejala sistemik lainnya tidak ada. Pada psoriasis pustulosa generalisata tanpa riwayat psoriasis plak, dinding pustula lebih tipis dan gambaran klinisnya hampir sama dengan SCPD.20 PENATALAKSANAAN Umum 1. Penjelasan mengenai penyakit kepada pasien dan rencana tatalaksana. 2. Rawat inap 3. Tirah baring 4. Hindari faktor pencetus 5. Keseimbangan cairan dan elektrolit.1-4,17 119 TINJAUAN PUSTAKA Gambar 4. Algoritma diagnosis dan terapi psoriasis.1 Topikal 1. Preparat Ter Preparat ter yang berasal dari batubara, seperti liantral dan liquor carbonis detergens. Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dari konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dapat dinaikkan.1,7,21 Kasus yang mengalami penyembuhan dengan preparat ter ini berjumlah sampai 60%.7,21 2. Kortikosteroid Kortikosteroid topikal memberikan hasil baik. Harus dipilih golongan kortikosteroid yang poten. Kortikosteroid topikal memiliki cara kerja antiinflamasi, imunosupresif, antiproliferatif, dan vasokonstriksi.1,2,11,22 Jika lesi hanya sedikit dapat diberikan suntikan triamsinolon asetonid intralesi seminggu sekali 3. Ditranol (antralin) Obat ini termasuk efektif sebagai antiproliferatif dan antiinflamasi. Konsentrasi 120 yang digunakan biasanya 0,2 – 0,8% dalam pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian hanya 1/4-1/2 jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1,7,21 4. Calcipotriol Calcipotriol adalah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/gram dengan efek antiproliferasi. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salep betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4-20% penderita berupa iritasi, rasa terbakar dan tersengat, eritem dan skuamasi yang akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.1,7,21 5. Tazaroten Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topikal. Efeknya menghambat proliferasi, normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel dan krim konsentrasi 0,05-0,1%. Efek sampingnya berupa iritasi, rasa terbakar, gatal, eritem, dan fotosensitif.1,7,21 6. Emolien Emolien diberikan pada masa penyembuhan untuk mencegah kekeringan kulit dan melembutkan permukaan kulit.1-3,7,10 Fototerapi Menggunakan sinar UVA secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen yang disebut PUVA. Sinar UVB dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Pengobatan cara Goeckerman menggunakan kombinasi ter berasal dari batu bara dan sinar ultraviolet.1,3,10,21 Sistemik Obat sitostatika yang biasa digunakan ialah metotreksat, asitretin, siklosporin, siklofosfamid, dan retinoid.1,23 Indikasi CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016 TINJAUAN PUSTAKA pemberian obat sitostatika ialah psoriasis vulgaris luas, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi kulit, eritroderma karena psoriasis, dan psoriasis yang sulit terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasi pemberian sitostatika ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif, ulkus peptikum, kolitis ulseratif, dan psikosis.1,7 1. Metotreksat Metotreksat merupakan obat paling efektif untuk psoriasis pustulosa ataupun artritis.1,24 Metotreksat adalah suatu antagonis asam folat yang bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang akan mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat yang berperan dalam sintesis DNA. Metotreksat bekerja menghambat sintesis DNA pada fase(S).24-26 Metotreksat dapat diberikan secara oral dosis tunggal atau dosis terbagi setiap minggu, intramuskuler atau intravena.24 Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal.25 Untuk PPG, metotreksat diberikan dengan dosis 10 sampai dengan 25 mg setiap minggu. Untuk pemberian oral dengan dosis terbagi diberikan 2,5 mg - 5 mg dengan interval 12 jam sebanyak 3 kali setiap minggu.1,24 Sebelum pemberian metotreksat sebaiknya dilakukan dulu beberapa pemeriksaan evaluasi, terdiri dari pemeriksaan hitung jenis, platelet, tes fungsi ginjal dan fungsi hati. Laboratorium darah rutin dan fungsi hati diperiksa seminggu kemudian.24 Timbulnya leukopeni dan trombositopeni menunjukan adanya disfungsi sumsum tulang belakang dan merupakan tanda overdosis metotreksat.24,26 Bila jumlah leukosit kurang dari 3.500/mm3, metotreksat harus dihentikan.7,25 Obat dapat diberikan kembali dengan dosis lebih rendah setelah 2-3 minggu masa istirahat bila nilai laboratorium membaik.26 Untuk mencegah mielosupresi dapat diberikan dahulu dosis inisial, umumnya dengan dosis 1 sampai 10 mg, satu minggu kemudian dilakukan pemeriksaan hematologik dan hati.24,25 Efek samping lainnya diantaranya ialah nyeri kepala, alopesia, dan gangguan saluran cerna. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Pada hati dapat terjadi fibrosis dan sirosis.7,25 Secara umum respons terapi metotreksat terhadap psoriasis terjadi sekitar 1-4 minggu.26 2. Asitretin Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Cara kerjanya mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi dan kulit normal. Efek sampingnya sangat banyak, antara lain kulit menipis, selaput lendir pada mata, hidung, mulut kering, peningkatan lipid darah, gangguan fungsi hati, hiperostosis dan teratogenik.1,7 3. Siklosporin Siklosporin berefek imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.1,7 KOMPLIKASI Menurut observasi dan follow up oleh Ryan dan Baker (1968) terhadap 104 orang pasien PPG, 2/3 berlanjut menjadi eritroderma, 1/3 mengalami poliartritis dan 5 orang mengalami komplikasi berupa hipokalsemia.27 Hipokalsemia mungkin berhubungan dengan hipoparatiroidisme dan dapat menyebabkan tetani, delirium, serta kejang. Komplikasi lain yang dapat terjadi di antaranya infeksi sekunder bakteri, hipoalbumineamia sekunder karena kehilangan protein plasma ke jaringan, malabsorpsi, malnutrisi, renal tubular nekrosis akut akibat oliguria.8,10-12 Komplikasi yang mengancam jiwa disebabkan oleh cardiorespiratory failure dan acute respiratory distress syndrome.12,13 Komplikasi akibat pengobatan adalah toksisitas dan kerusakan hati.10 PROGNOSIS PPG bersifat kronis dan residif. Pada pasien lebih tua, PPG dapat mengancam jiwa sampai dengan angka mortalitas 25%. Mortalitas ini dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri atau karena komplikasi dan efek samping pengobatan. Kematian sering disebabkan oleh cardiorespiratory failure selama tahap eritrodermik akut atau infeksi respiratori akut karena psoriasis pustular yang tidak terkontrol.1,3,14 Pasien dengan riwayat psoriasis vulgaris kronis cenderung memiliki prognosis lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang memiliki riwayat psoriasis atipik. Pada anakanak, selama infeksi sekunder yang serius dapat dihindari, PPG memiliki prognosis baik.12,13 SIMPULAN Diagnosis PPG tipe von Zumbuch dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk mencari faktor predisposisi atau pencetus, pemeriksaan fisik pada lesi, didukung pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan sediaan apus pustul dengan pewarnaan Gram, pemeriksaan histopatologi. Harus dilakukan evaluasi kemungkinan komplikasi akibat penyakitnya sendiri atau akibat pengobatan. Pemahaman cara diagnosis PPG tipe von Zumbuch sangat penting agar dapat memberikan penanganan yang optimal dan maksimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill 2. Odom RB, James WD, Berger TG. Psoriasis. In: James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrews’ diseases of the skin clinical dermatology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2006. 3. Amin S, Maibach HI. Pustular psoriasis: Generalized and localized. In: Roenigk HH, Maibach HI, editors. Psoriasis. 3rd ed. New York: Marcel Dekker Inc; 1998. p.13-7. 4. Korneilli T, Lowe NJ, Yamauchi PS. Psoriasis: Immunopathogenesis and evolving immunomodulators and systemic therapies. US experiences. Br J Dermatol. 2004; 151(1): 5. Kerkhof PCM. Pathogenesis. In: Peter Van de Kerkhof, editor. Textbook of psoriasis. Oxford: Blackwell Publishing; 1999. p.79. 6. Ferrandiz C, Pujol RM, Gracia-Palos V, Bordas X. Psoriasis of early and late onset: A clinical and epidemiologic study from Spain. J Am Acad Dermatol. 2002; 46: 867-73. 7. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. In: Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.189-95. Companies Inc; 2012. p.197-231. p.193-201. 3-15. CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016 121 TINJAUAN PUSTAKA 8. Weedon D. Pustular psoriasis. Weedon’s Skin Pathology. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2010. p.81-3. 9. Wilke WS, Sayers ME. Pustular psoriasis. In: Camisa C, Helm TN, Pathy AL, Sayers ME, Wilke WS, editors. Psoriasis. 1st ed. Massachusetts: Blackwell Scientific Publ; 1994. p.67. 10. Griffith CEM, Camp RDR HI, Baker J. Psoriasis. In: Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffith C, editors. Rook’s textbook of dermatology. 7th ed. Massachussets: Blackwell Publishing; 2004. p.351-69. 11. Pfohler C, Motler CSL, Vogt T. Psoriasis vulgaris and psoriasis pustulosa – epidemiology, quality of life, comorbidities and treatment. Curr Rheumatol Rev. 2013; 9(1): 2-7(6). 12. Ricotti C. Pustular psoriasis [Internet]. 2013. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1108220-overview#a30. 13. Samra TA, Constantin JM, Amarger S, Mansard S, Souteyrand P, Bazin JE. Generalized pustular psoriasis complication by acute respiratory distress syndrome. US experiences. Br J Dermatol. 2004; 150(2). 14. Trozak DJ. Histologic grading system for psoriasis vulgaris. Int J Dermatol. 1994; 33: 380-1. 15. Taylor CR. Psoriasis pustular [Internet]. 2015 Nov 5. Available from: http://www.emedicine.com/DERM/topic366.htm. 16. Camisa C, Helm TN, Pathy AL, Sayers ME, Wilke WS. Psoriasis. 1st ed. Massachusetts: Blackwell Scientific Publ; 1994. p.69-71. 17. Gibson LE, Perry HO. Papulosquamous eruptions and exfoliative dermatitis. In: Moschella SL, Huerley HJ, editors. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1992. p.614-7. 18. Hunter J, Savin J, Dahl M, et. al. Clinical Dermatology. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publ; 2003. 19. Berbis P. Pustular psoriasis. In: Dubertret L, editor. Psoriasis. Brescia: ISED; 1994. p.228-31. 20. Trautinger F, Honigsmann H. Subcorneal pustular dermatosis (Sneddon Wilkinson disease). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Co. Inc; 2012. p383-6. 21. Burkhart CN, Katz KA. Other topical medications. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Co. Inc; 2012. p.2697-707. 22. Valencia IC, Kerdel FA. Topical corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Co. Inc; 2012. p.2659-65. 23. Piamphongsant T. Practical dermatology 2002. Bangkok: Year Book Publisher’s; 2002. p.126-32. 24. Roenigk HH. Methotrexate. In: Dubertret L, editor. Psoriasis. Brescia: ISED; 1994. p.162-6. 25. High WA, Fitzpatrick JE. Cytotoxic and antimetabolic agents. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Co. Inc; 2012. p.2735-59. 26. Callen JP, Kulp-Shorten CL. Methotrexate. In: Wolverton SE, Wilkin JK, editors. Systemic drugs for skin disease. Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1991. p.152-63. 27. Baker H, Ryan TJ. Generalized pustular psoriasis. US experiences. Br J Dermatol. 1968; 80(12): 771-93. 122 CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016