presentasi kasus psoriasis vulgaris

advertisement
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
BAB I
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. N
Umur
: 14 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Belum menikah
Pekerjaan
: siswa kelas 3 SMP
Alamat
: Jakarta
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan : 31 mei 2012
II.
ANAMNESA
Autoanamnesa, pada tanggal 31 mei 2012.
Keluhan Utama
: Bercak berwarna kemerahan yang bersisik pada perut,
punggung, dan kedua kaki
Keluhan Tambahan : Gatal pada kulit yang terdapat bercak kemerahan.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan bercak kemerahan pada punggung, perut,
dan kedua kaki. Bercak tersebut muncul kira-kira 11 tahun yang lalu. Diatas
bercak terdapat sisik yang berwarna putih. Bercak tersebut dirasakan gatal dan
berkurang apabila pasien menggaruknya. Bercak teraba kasar dan semakin lama
semakin menebal. Keluhan tersebut dirasakan hilang timbul oleh pasien;
dirasakan hilang apabila pasien minum obat dan kembali timbul apabila pasien
mengalami stress. Bercak dikatakan sangat mengganggu aktivitas pasien.
Sebelumnya pasien pernah mendapatkan pengobatan berupa salep racikan
namun pasien tidak mengetahui isinya. Keluarga pasien tidak ada yang pernah
menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada.
III.
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
: TD
: 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu : Afebris
Kepala
: Normochepali
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Faring
: Tidak hiperemis
Tonsil
: T1-T1 tenang
Thorak
: Hemitorak kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru
Abdomen
: SD vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
: Datar, supel, nyeri tekan tidak ada
Hepar dan lien tidak teraba
IV.
Ektremitas
: Akral hangat, edema tidak ada
KGB
: Tidak terdapat pembesaran KGB
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi
: Regio abdomen, thorakalis et lumbalis
Efluoresensi
: Tampak plak eritematosa dengan ukuran bervariasi mulai dari
numularis hingga plakat, berbatas tegas, yang disertai dengan
skuama berlapis- lapis, kasar dan berwarna putih di atasnya.
Lokasi
: Ekstremitas inferior
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
Efluoresensi
2012
: Tampak bercak hiperpigmentasi yang tersebar merata dengan
ukuran bervariasi mulai dari lentikular hingga numularis.Dan
tampak beberapa plak eritematosa berukuran lentikular sampai
plakat dengan batas jelas yang tersebar merata disertai skuama
kasar diatasnya.
Lokasi
: Kuku tangan
Efluoresensi
: Tampak lekukan- lekukan miliar berbatas tegas.(pitting nail)
FOTO KLINIS
Lesi di regio abdomen
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
Lesi di daerah thorakalis
Lesi di kedua kaki
Anita & Agryti FK UKRIDA
2012
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
Lesi di abdomen
Lokasi : Kuku tangan
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Fenomena Tetesan Lilin ( hasil positif )
-
Tes Auspitz ( hasil positif )
Fenomena Tetesan Lilin ( hasil positif )
Anita & Agryti FK UKRIDA
2012
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Tes Auspitz ( hasil positif )
VI.
RESUME
Pasien laki-laki,An.N,14 tahun datang dengan keluhan bercak kemerahan
bersisik pada perut, punggung dan kaki yang muncul kira-kira 11 tahun yang
lalu. Status generalis dalam batas normal
Status Dermatologis pada Regio abdomen, Thorakalis et lumbalis.Tampak plak
eritematosa dengan
ukuran bervariasi mulai dari numularis hingga plakat,
berbatas tegas, yang disertai dengan skuama berlapis- lapis, kasar berwarna
putih di atasnya. Pada ekstermitas inferior tampak bercak hiperpigmentasi
berbatas tegas yang tersebar merata dengan ukuran bervariasi mulai dari
lentikular hingga numularis,Dan tampak beberapa plak eritematosa berukuran
lentikular sampai plakat dengan batas tegas yang tersebar merata disertai
skuama kasar berwarna putih diatasnya. Kuku tangan tampak lelukan- lekukan
miliar berbatas tegas.Pada pemeriksaan penunjang didapatkan fenomena tetesan
lilin dan test Auspitz yang hasilnya(+) .
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis Vulgaris
VIII.
DIAGNOSIS BANDING
Tidak ada
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
IX.
2012
PEMERIKSAAN ANJURAN
-
Pemeriksaan Laboratorium → darah rutin, fungsi hepar ( SGOT, SGPT ) dan
ginjal
X.
PENATALAKSANAAN
 Non Medikamentosa

Hindari faktor pencetus ( stress emosional )..

Menjaga kebersihan diri pribadi.

Hindari kebiasaan untuk menggaruk-garuk di tempat lesi.
 Medikamentosa

Obat sistemik :

Sitostatik : Metotrexat tab 2,5 mg
( diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval 12
jam dalam seminggu, maksimal total 7,5 mg)


Obat topikal :

XI
Antihistamin : Lorantadin tab.50 mg 2 x 1
Cream urea 10 % Salep, oleskan tipis
PROGNOSIS
•
Quo ad vitam
: Bonam
•
Quo ad fungsionam
: Bonam
•
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PSORIASIS VULGARIS
I. Pendahuluan
Psoriasis Vulgaris
merupakan
bagian
dari
penyakit
kulit
Dermatosis
Eritroskuamosa yaitu penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan
skuama yang meliputi psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik,
lupus eritematosus, dan dermatofitosis. Kasus psoriasis ini makin sering dijumpai.
Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan
kosmetik, terlebih mengingat perjalanan penyakit yang menahun dan residif.
Penyebabnya masih belum jelas, biasanya lebih banyak mengenai usia dewasa muda,
frekuensi pria lebih banyak daripada wanita. Insiden pada kulit orang putih lebih tinggi
daripada penduduk kulit berwarna.
Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di
Jepang 0,6%. Pada bangsa kulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, begitu
pula dengan bangsa Indian di Amerika. Lesi pada Psoriasis adalah sangat khas, sering
disebut dengan plak karena terdapat peninggian pada kulit yang berwarna merah dan
berbatas tegas. Psoriasis dapat mengenai kulit hampir pada seluruh
bagian tubuh,
umumnya meliputi lutut, siku, kulit kepala, badan, dan kuku. Di atas plak tersebut
terdapat skuama yang berlapis-lapis yang tersusun atas sel kulit yang mati. Kulit dengan
psoriasis biasanya sangat kering, sakit, dan juga gatal. 1,2
II. Definisi
Psoriasis Vulgaris merupakan penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Kobner. 1
III. Sinonim
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa. 1
IV. Epidemiologi
Kasus Psoriasis makin sering dijumpai. Insiden pada kulit orang putih lebih
tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terlebih mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif. Penyakit ini bisa terjadi pada siapa saja. Insidens
pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada
bangsa kulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, begitu pula dengan bangsa
Indian di Amerika. Insiden pada pria agak lebih banyak daripada wanita. Psoriasis
terdapat pada semua usia tetapi umumnya pada orang dewasa. 1,2
V. Etiologi
Penyebab pastinya masih belum diketahui. Mungkin kombinasi berbagai faktor
termasuk genetik dan faktor lingkungan. Pada faktor genetik, bila orang tuanya tidak
menderita psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orang
tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit
dikenal dua tipe yakni psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe
II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor
genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan
dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27
dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.1
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen
(dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.
Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.
Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada
lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans
juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans.
Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari,
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa
psoriasis merupakan penyakit autoimun karena lebih 90% kasus dapat mengalami
remisi setelah diobati dengan imunosupresif
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan
diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin, gangguan
metabolik, obat juga alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus
utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah
psoriasis gutata sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah
dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah dilakukan tonsilektomia.
Umumnya
infeksi
disebabkan
oleh
Streptococcus.
Faktor
endokrin
rupanya
mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insidens psoriasis pada waktu pubertas dan
menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa pasca
partus memburuk. Gangguan metabolisme contohnya hipokalsemia dan dialisis telah
dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif
ialah beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria dan penghentian mendadak
kortikosteroid sistemik. .2,3,4
VI. Cara Penularan ( Transmisi )
Penyakit ini tidak dapat ditularkan secara langsung melainkan dapat diturunkan
karena merupakan penyakit autoimun sehingga faktor genetik, imunologi, dan beberapa
faktor pencetus ( stres psikis, obat, gangguan metabolik, dll ) sangat berperan. 2,3
VII. Patogenesis
Psoriasis merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan aktivitas berbagai
gen yang berinteraksi dengan lingkungan, berhubungan kuat dengan alel HLA-CW-6 .
The Human Genom Project akan membantu mengidentifikasi major histocompatibility
Complex ( MHC ) dan gen non MHC yang terlibat pada psoriasis. Patogenesis psoriasis
tetap tidak diketahui tetapi beberapa penulis percaya bahwa penyakit ini merupakan
autoimun murni dan sel T mediated. Beberapa penemuan mendukung autoimun ini
seperti histokompatibiliti kompleks mayor ( MHC ) antigen, akumulasi sel T terutama
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
memori, serta adanya lapisan anti korneum dan anti keratinosit antibodi nukleus.
Beragam data yang diperoleh akhir-akhir ini pada penyelidikan psoriasis menekankan
bahwa terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel CD4 pada lesi-lesi kulit. Lesi psoriasis lama
umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.
Pada psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel
langerhans juga berperan pada imunopatogenesis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Beberapa sitokin dan reseptornya memperlihatkan peningkatan level pada
epidermis psoriasis.
Perubahan-perubahan biokimia yang ditemukan pada psoriasis meliputi :
Konsentrasi lipid yang tinggi dan peningkatan level enzim protein nuklear pada
glikolitik pathway yang menyebabkan turn over sel meningkat. Perhatian yang
sungguh-sungguh difokuskan pada level siklik nukleotida terutama AMP siklik (cAMP)
yang mengontrol epidermopoesis. Juga dilaporkan terjadinya kenaikan yang menyolok
dari level siklik GMP ( cGMP ) dalam epidermis. 4
Walaupun demikian peningkatan cGMP yang menyebabkan peningkatan
kecepatan proliferasi seluler tidak diketahui hingga saat ini. cAMP epidermis sangat
menurun selanjutnya asam arakidonik meningkat dalam epidermis. Perubahan
morfologik dan keruskan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi sel monosit dan
limfosit pada puncak papil dermis dan di dalam stratum basalis sehingga menyebabkan
pembesaran dan pemanjangan papil dermis. Sel epidermodermal bertambah luas, lipatan
di lapisan bawah stratum spinosum bertambah banyak. 4
VIII. Gejala Klinis
Pada penderita Psoriasis keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada
Psoriasis yang menjadi Eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat
predileksinya pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas
bercak-bercak eritema yang meninggi ( plak ) dengan skuama diatasnya. Eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi, dari lentikuler,
numuler atau plakat, dapat berkonfluensi. 1.2,4,5
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Pada Psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin ( Kaarsvlek phenomena ), Auspitz,
dan Kobner ( isomorfik ). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas,
sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula
pada penyakit lain, misalnya Liken Planus dan Veruka Plana Juvenilis. Pada fenomena
tetesan lilin ialah skuama dikerok, maka akan timbul garis-garis putih pada goresan
seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Sedangkan
fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh
papilomatosis yaitu dengan dikerok terus secara hati-hati sampai ke dasar skuama.
Trauma pada kulit penderita Psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan
Psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu. 2,4,5
Variasi Klinis
Pada Psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis yaitu : 1,2

Psoriasis Vulgaris : Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut

Vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.
Psoriasis Gutata : Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm, timbulnya
mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran
napas bagian atas sehabis influenza atau morbili. Terutama pada anak dan
dewasa muda. Selain itu, dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bakterial

maupun viral.
Psoriasis Inverse : Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah

fleksor sesuai dengan namanya.
Psoriasis Eksudativa : Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan
Psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis

akut.
Psoriasis Seboroik : Gambaran klinis Psoriasis Seboroik adalah gabungan antara
Psoriasis dan Dermatitis Seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak
berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada daerah yang lazim, juga

terdapat pada tempat seboroik.
Psoriasis Pustulosa : Terdapat 2 bentuk Psoriasis Pustulosa, yaitu bentuk
lokalisata dan bentuk generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya Psoriasis
Pustulosa Palmo-Plantar ( Barber ). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya

Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut ( von Zumbusch ).
Eritroderma Psoriatik : Disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat
atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Psoriasis tidak tampak lagi karena eritema dan skuama yang tebal dan universal.
Ada kalanya lesi Psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa
dan kulitnya lebih meninggi.
IX. Diagnosis

Gambaran klinis yang khas, yaitu makulo-papula eritema dengan batas tegas,
ditutup skuama kasar, putih mengkilat seperti perak, disertai adanya fenomena
bercak lilin dan tanda Auspitz.1,2

Bila gambaran klinis kurang jelas, dilakukan pemeriksaan histopatologi. 1.2
X. Diagnosis Banding
Jika gambaran klininya khas, tidaklah susah untuk menegakkan
diagnosis psoriasis. Jika tidak khas maka harus dibedakan dengan
beberapa
penyakit
lain
yang
tergolong
dalam
dermatosis
eritroskuamosa. Dalam mendianosis psoriasis perlu diperhatikan
menganai ciri khas psoriasis yaitu skuama kasar, transparan serta
berlapis-lapis disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Pada stadium penyembuhan dapat ditemukan eritema yang hanya
terdapat di pinggir sehingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaanya
adalah terdapat keluhan yang sangat gatal pada dermatofitosis dan
pada pemeriksaan sediaan langsung ditemukan adanya jamur.
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriaformis. Perbedaanya
adalah pada
sifilis
terdapat riwayat
hubungan seksual dengan tersangka yang juga menderita sifilis,
pembesaran KGB menyeluruh dan tes serologic untuk sifilis positif.
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya
berminyak dan kekuning-kuningan dan tempat predileksinya pada
tempat yang seboroik.2
XI. Pengobatan
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari
pengobatan secara sistemik, pengobatan secara topical, terapi
penyinaran dengan PUVA dan pengobatan dengan cara Goeckman.
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan
dosis ekuivalen prednisone 30mg per hari. Setelah
membaik dosis diturunkan perlahan-lahan lalu diberikan
dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak
akan
menyebabkan
kekambuhan
dan
psoriasis pustulosa generalisata. 1,2
b. Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa
dapat
terjadi
digunakan
adalah
metotrexate. Obat ini bekerja dengan cara menghambat
enzim
dihidrofolat
sintesis
timidilat
reduktase,
dan
purin.
sehingga
menghambat
Obat
menunjukkan
ini
hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel
B karena adanya efek hambatan sintesis.
Indikasinya
ialah
untuk
psoriasis,
pustulosa,
psoriasis
eritroderma
karena
arthritis
dengan
psoriasis
yang
lesi
sukar
psoriasis
kulit
dan
terkontrol
dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat
kelainan hepar, ginjal, system hematopoetik, kehamilan,
penyakit infeksi aktif (misalnya TBC, Ulkus peptikum,
colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate
diberikan dengan dosis inisial 5 mg per orang dengan
psoriasis untuk melihat apakah ada gejala sensitivitas
atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak
diinginkan maka MTX diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg
dengan interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis
total
7.5mg.
Jika
tidak
ada
perbaikan
maka
dosis
dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan
dosis 3 x 5 mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain
adalah dengan pemberian MTX i.m dosis tunggal sebesr
7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
menimbulkan reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika
penyakit telah terkontrol maka dosis perlahan diturunkan
dan diganti ke pengobatan secara topical.
Setiap
2
minggu
dilakukan
pemeriksaan
hematologic, urin lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati.
Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian MTX
dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy
hepar setiap kali dosis mencapai dosis total 1,5 gram,
tetapi bila fungsi hepar abnormal maka dilakukan biopsy
hepar bila dosis total mencapai 1 gram.
Efek samping dari penggunaan MTX adalah nyeri
kepala, alopecia, saluran cerna, sumsul tulang, hepar dan
lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung,
stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat
dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal.
Depresi
sumsum
tulang
menyebabkan
timbulnya
leucopenia, trombositopenia dan kadang-kadang anemia.
Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis. 1
c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk
penyakit
Parkinson. Pada beberapa pasien Parkinson yang juga
menderita
psoriasis
menunjukkan
dan
diterapi
perbaikan.
dengan
Berdasarkan
levodopa
penelitian,
Levodopa menyembuhkan sekitar 40% pasien dengan
psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg – 3 x 250 mg. Efek
samping levodopa
adalah mual, muntah, anoreksia,
hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung.
d. Diaminodifenilsulfon
Diaminodifenilsulfon
(DDS)
digunakan
pada
pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis
2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah anemia
hemolitik, methemoglobinuria dan agranulositosis.
e. Etretinat & Asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat
vitamin
A
digunakan
bagi
psoriasis
yang
sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan
dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada
psoriasis
obat
tersebut
mengurangi
proliferasi
sel
epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Dosisnya
bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari,
jika
belum
terjadi
perbaikan
dosis
dapat
dinaikkan
menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Efek sampingnya berupa kulit
menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan
hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri
tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan
fungsi hepar, hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan
hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat
dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit
aktif
etretinat
manfaatnya
yang
serupa
utama.
dengan
Efek
sampingnya
etretinat.
dan
Kelebihannya,
waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan
dengan etretinat yang lebih dari 100 hari. 2
f. Siklosporin
Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya
menghambat
kalsineurin.
Kalsineurin
adalah
enzim
fosfatase dependent kalsium dan memgang peranan
kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu
NFATc (Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah
mengalami defosforilasi, NFATc ini mengalami translokasi
ke
dalam
nukleus
untuk
mengaktifkan
gen
yang
bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2.
Siklosporin juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara
meningkatkan
penghambat
ekspresi
kuat
TGF-ß
aktivasi
yang
limfosit
T
merupakan
oleh
IL-2.
Meningkatnya ekspresi TGF-ß diduga memegang peranan
penting pada efek imunosupresan siklosporin. 1,2
1
Efeknya
ialah
imunosupresif.
Dosisnya
1-4
mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat
dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
g. Terapi biologic
Obat biologic merupakan obat yang baru dengan
efeknya
memblok
langkah
molecular
spesifik
yang
penting paa pathogenesis psoriasis. Contoh obatnya
adalah alefaseb, efalizumab dan TNF-α-antagonist.
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat
ter, yang efeknya adalah anti radang. Menurut asalnya
preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:
 Fosil, misalnya iktiol.
 Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
 Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis
detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang
efektif untuk psoriasis, yang cukup efektif ialah yang
berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih
efektif
daripada
kemungkinan
ter
berasal
memberikan
dari
iritasi
kayu,
juga
sebaliknya
besar.
Pada
psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter
yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis
yang
menahun
kemungkinan
timbulnya
iritasi
kecil.
Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu,
karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan
terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi
penderita karena berbau kurang sedap dan berwarna
coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens
tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%,
dimulai dengan konsentrasi
rendah, jika tidak ada
perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif,
maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %.
Sebagai vehikulum harus digunakan salap karena salap
mempunyai daya penetrasi terbaik.1
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi
hasil
yag
baik.
Potensi dan vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada
skalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat
lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan
genitalia eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan
potensi kuat pada muka dapat memberik efek samping di
antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa
strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas
digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat
bergantung
pada
lama
penyakit.
Jika
telah
terjadi
perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.
c. Ditranol (Atralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah
mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan
biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim.
Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1
d. Pengobatan dengan Penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek
menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran
secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika
berlebihan
akan
memperberat
psoriasis.
Karena
itu
digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A
yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau
bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai
pengobatan cara Goeckerman.
Dapat juga digunakan UVB
untuk
pengobatan
psoriasis tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma.
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan
salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan
sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB
pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian
dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai
15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali.
Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI
(Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik dicapai
pada 73,3% kasus terutama tipe plak.
e. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya
berupa salep atau krim 50 mg/g. Perbaikan setelah satu
minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada
salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 –
20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat,
dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut
akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.1
f. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal,
efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda
differensiasi
keratinosit
dan
menghambat
petanda
proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.
Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi
0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid
topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat
penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya
ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada
30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.
g. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit.
Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan
bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar
vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien
dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif.
Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
3. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan
terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen
diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran.
Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu.
Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu,
setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau
dijarangkan
untuk
mencegah
rekuren.
PUVA
juga
dapat
digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.
Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama
kemungkinan akan terjadi kanker kulit.
4. Pengobatan Cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan
kombinasi ter berasal dari batubara dan sinar ultraviolet.
Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan sinar
tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal ter yang
bersifat
fotosensitif.
Lama
pengobatan
4
–
6
minggu,
penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB
lebih efektif daripada UVA. 1
XII. Prognosis
Meskipun Psoriasis tidak menyababkan kematian, tetapi bersifat kronis dan
residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S,
editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008.h.189-196.
Anita & Agryti FK UKRIDA
PRESENTASI KASUS PSORIASIS VULGARIS
2012
2. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, et all. Penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-2.
Surabaya: Pusat penerbitan dan pencetakan Unair; 2011.h.131-6.
3. Siregar RS. Psoriasis. Altlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 1996. h. 94-103.
4. Hartadi. Psoriasis. Dalam: Hartadi, editor. Dermatosis Non Bakterial. Semarang:
Balai Penerbit UNDIP; 1992. h. 26-40.
5. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2009.h.53-61.
Anita & Agryti FK UKRIDA
Download