II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesehatan ternak Suatu hewan ternak dapat dikatakan sehat apabila semua organ dan sistem organ serta status faali tubuhnya berjalan normal sesuai keadaan tertentu. Ternak yang sehat dapat dipilih dengan melakukan penilaian melalui pandangan dari samping, belakang dan depan ternak tersebut. Status faali ternak dapaat diamati dengan cara pengamatan pada organ-organ dalam seperti detak jantung dan pernafasan ketika ternak dalam keadaan tenang atau istirahat serta dalam kurun waktu tertentu (Wahyu, 2001). Ciri-ciri ayam kampung yang sehat yaitu bentuk tubuh besar, kokoh, mata bersinar terang. Gerakan tubuh lincah dan cukup gesit. Bulu-bulu disekitar kloaka bersih dan kering, mengkilap dan cerah, serta muka, jengger dan pial berwarna merah segar. Pembedahan organ dalam (visceral) tidak menunjukkan adanya gangguan dari penyakit, baik dari virus maupun mikrobia (Hidayah, 2008). Deteksi penyakit hewan secara dini merupakan bagian terpenting dalam upaya untuk mengantisipasi masuknya bakteri dan virus penyebab timbulnya penyakit. Pendeteksian penyakit yang dilakukan secara dini terbukti cukup efektif dalam mencegah timbulnya bibit penyakit yang merugikan ternak dan peternak. Hasil yang didapatkan dari deteksi penyakit secara dini pada akhirnya dapat digunakan sebagai acuan dalam perawatan ternak dari bibit penyakit yang menyerang (Retno, 2010). Ternak unggas yang terserang penyakit cacing menunjukkan gejala berupa anemia, kurus, bulu kusam dan adanya rahang yang bengkak. Pemeriksaan feses juga dapat dilakukan melalui beberapa macam metode seperti metode sentrifugasi dan metode natif. Metode yang tepat untuk menangani atau mencegah terjangkitnya penyakit cacingan pada ternak unggas salah satunya adalah dengan pemberian vitamin B kompleks dan antiparasit (Sundaryani, 2007). 3 4 Parasit yang sering menyerang ternak unggas adalah cacing Ascaridia galli yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit ascaridiosis. Cacing jenis ini memiliki ukuran yang cukup besar dan termasuk dalam kelas nematoda. Cacing ini memiliki ciri fisik yang semitransparan, berukuran cukup besar dan berwarna putih kekuningan sehingga sukar ditemukan dalam organ pencernaan ayam jika pengamatan tidak teliti (Sonjaya, 2010). B. Pemberian vitamin dan antiparasit Cacing saluran pencernaan merupakan salah satu jenis penyakit yang sering dijumpai dalam usaha peternakan, kejadian ini dapat menurunkan laju pertumbuhan dan kesehatan ternak, sebab sebagian zat makanan di dalam tubuhnya juga dikonsumsi oleh cacing hingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Keadaan ini dapat pula menyebabkan ternak menjadi lebih sensitif terhadap berbagai penyakit yang mematikan. Langkah pengobatan yang biasa dilakukan adalah dengan memberi obat cacing sesuai petunjuk pada kemasan. Biasanya obat cacing yang diperuntukan bagi ternak secara umum dapat membunuh segala jenis cacing. Sementara itu, upaya pencegahan yang paling utama adalah menjaga kebersihan kandang (Basri et al., 2012). Penyakit parasit biasanya tidak mengakibatkan kematian hewan ternak, namun menyebabkan kerugian berupa penurunan kondisi badan dan penurunan daya produktivitas yang cukup tinggi. Salah satu penyakit parasit yang sangat merugikan adalah penyakit nematoda gastrointestinal yaitu sekelompok cacing nematoda yang menginfeksi saluran pencernaan ternak ruminansia sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, babi, dan mamalia lainnya. Infeksi nematoda dapat menyebabkan penurunan produksi ternak berupa turunnya bobot badan, turunnya produksi susu pada ternak yang menyusui, terhambatnya pertumbuhan dan turunnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit terutama pada ternak-ternak muda. Program pencegahan dan pengendalian nematodiasis pada ternak perlu dilakukan demi meningkatkan kesehatan dan produktivitas ternak, salah satu cara dengan pemberian obat 5 cacing/antelmintika. Obat cacing digunakan untuk membasmi atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh (Andriyanti, 2015). Salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi dan sangat merugikan adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing. Kerugian utama akibat penyakit parasit adalah penurunan berat badan, terlambatnya pertumbuhan, menurunnya daya tahan tubuh sapi terhadap penyakit lain dan gangguan metabolisme. Anti parasit yang banyak digunakan pada saat ini yaitu albendazole. Data efektifitas albendazole terhadap infestasi parasit cacing pada pedet belum banyak ditemukan. Penyakit parasit yang menyerang sapi dan bersifat zoonosis salah satunya adalah yang disebabkan oleh infeksi cacing (Iskandar, 2013). Hasil penelitian menunjukan, sapi-sapi yang diberi vitamin B kompleks saja pertambahan bobot badannya 0,67 Kg/ekor/hari, sedangkan sapi yang diberi vitamin B Kompleks dan obat cacing pertambahan bobot badannya adalah 1,20 Kg/ekor/hari. Sementara sapi yang tidak diberi vitamin B kompleks maupun obat cacing (hanya diberi pakan rumput lapangan seperti biasanya petani memberi makan) pertumbuhan bobot badannya 0,58 kg/ekor/hari. Pengkajian menggunakan uji beda nyata terkecil ternyata pemberian vitamin B kompleks ditambah obat cacing memiliki pengaruh yang sangat nyata bila dibandingkan dengan perlakuan petani, tanpa vitamin B komplek maupun obat cacing. Pemberian vitamin B kompleks dan obat cacing juga memiliki tingkat pengaruh yang sangat signifikan terhadap perlakuan pemberian vitamin B kompleks saja. Manajemen kesehatan dengan pemberian vitamin B kompleks dan obat cacing berpengaruh terhadap pendapatan petani secara sangat signifikan dibandingkan dengan tanpa vitamin B kompleks dan obat cacing maupun dengan pemberian vitamin B kompleks saja pada pemeliharan sapi potong Brahman (Susilo et al., 2012). Penggunaan obat obat cacing ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah harga serta jenis obat cacing apa yang tepat untuk cacing yang menginfeksi ternak tersebut, misalnya obat cacing yang efektif untuk cacing gelang (nematoda) belum tentu untuk cacing daun (trematoda). 6 Berkaitan dengan itu selain harga yang mahal beberapa obat cacing komersial yang penggunaannya tidak tepat terbukti menyebabkan resistensi, beberapa residu kimiawi dari komponen obat cacing yang bersifat toksik. Peternakan sapi residu kimia bisa terdapat pada daging apabila pemberiannya dalam waktu singkat sebelum dipotong, residu tersebut berbahaya terhadap kesehatan manusia apabila daging tersebut dikonsumsi (Dwinata et al., 2002). C. Vaksinasi Pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan cara menginaktifkan atau melemahkan organisme (ateunasi) Cara yang sederhana dari ateunasi termasuk pemanasan organisme sampai tepat di bawah titk kematian panasnya atau memaparkan organisme pada bahan kimia penginaktif ke batas konsentrasi subletal seperti penggunaan formalin atau formaldehida. Kemampuan vaksin aktif untuk menimbulkan kekebalan tubuh lebih tinggi dibanding dengan vaksin inaktif karena virus akan berkembang biak didalam tubuh dan merangsang terbentuknya kekebalan secara cepat, sementara kekuatan vaksin in aktif merangsang terbentuknya antibodi tergantung pada tergantung pada antigenik (sel-sel virus) yang terkandung dalam dosis vaksin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada persiapan vaksinasi yaitu kondisi ayam yang akan divaksin sehat, jika terindikasi ayam sakit maka jadwal vaksinasi hendaknya ditunda dan segera menangani gejala yang timbul, setelah thawing vaksin hendaknya tidak dimasukkan ke dalam marina cooler yang suhunya 2-80 C karena bisa menurunkan potensi vaksin (Tizard, 2002). Anak ayam umur 2-16 minggu (mendekati dewasa kelamin) rawan terhadap penyakit Marek's. Walaupun dapat juga menyerang unggas lain seperti puyuh, kalkun dan lain-lain, namun vaksinasi pasda unggas tersebut tidak lumrah. Ayam dan Kalkun dapat diimunisasi terhadap NCD (Newcastle Disease). Vaksin aktif dengan virus lemah dianjurkan melalui berbagai cara., seperti melalui air minum, tetes mata, tetes hidung atau semprot. Vaksin inaktif dianjurkan untuk pullet melalui vaksinasi injeksi intramuscular atau subkutan (Jacob et al., 2006). 7 Vaksinasi adalah suatu tindakan dimana hewan dengan sengaja dimasuki agen penyakit (disebut antigen) yang telah dilemahkan dengan tujuan untuk merangsang pembentukan daya tahan atau daya kebal tubuh terhadap suatu penyakit tertentu dan aman untuk tidak menimbulkan penyakit. Agen tersebut biasanya substansi biologis yang terdiri dari sejumlah jasad renik dari jenis penyakit yang diupayakan untuk dicegah agar tidak menyerang. Adanya kegagalan pada saat vaksinasi, paramedis harus segera menghubungi dokter hewan untuk melakukan analisis kegagalan vaksinasi. Dokter hewan akan menentukan apakah vaksinasi ulang perlu dilakukan. Vaksin adalah suatu produk biologi yang berisi sejumlah besar jasad renik yang diketahui sebagai penyebab penyakit. Daya kerja vaksin adalah spesifik, oleh karena itu setiap macam penyakit harus dipergunakan vaksin yang berbeda. Vaksin aktif (virus hidup) berarti virus dalam vaksin tersebut dalam keadaan hidup tetapi telah dikendalikan, yang akan tumbuh dan berkembang biak di tubuh induk semang. Vaksin inaktif adalah agen penyakit yang dikandung oleh vaksin dalam keadaan mati (Jahja dan Retno, 2010). Vaksin adalah suatu produk yang mengandung sejumlah oranisme (bibit penyakit tertentu yang menimbulkan kekebalan tubuh khusus terhadap penyakit tertentu. Vaksin dapat mengandung mikroorganisme yang telah mati (killed-virus) atau masih hidup (live –virus). Kemampuan live –virus untuk menumbuhkan daya tahan tubuh lebih tinggi dibandingkan killed-virus karena virus tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dalam tubuh unggas. Kekuatan killed-virus untuk merangsang produsi antibodi unggas tergantung pada unit antigenik (sel-sel virus yang terkandung di dalam dosis vaksin (Suprijatna et al., 2005). Vaksin inaktif dapat bersifat tunggal (satu penyakit), tetapi dapat juga merupakan kombinasi dari beberapa penyakit yang diberikan melalui suntikan secara intramuskular atau subkutan. Beberapa keuntungan penggunaan vaksin inaktif adalah penyimpanannya yang lebih mudah dibandingkan dengan vaksin aktif. Vaksin inaktif tidak dipengaruhi oleh antibodi asal induk sehingga dapat digunakan untuk Day Old Chicken (DOC). Kekurangan vaksin inaktif adalah 8 biaya produksi yang mahal dan dapat menimbulkan infeksi pada vaksinator jika terkena suntikan secara tidak sengaja (Rangga, 2000). D. Pengambilan sampel darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah merupakan cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh darah. Darah terdiri dari unsur plasma seperti air 91-92%, protein, glukosa, enzim, hormon dan unsur seluler (Nurcahyo, 2002). Darah merupakan cairan yang terdiri atas dua bagian yaitu sel darah dan plasma. Waktu sehat volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Darah berfungsi sebagai sistem transpor dari tubuh, menghantarkan oksigen ke jaringan, melindungi tubuh terhadap serangan bakteri, pembentukan jaringan, menyegarkan cairan jaringan (Astuti et al., 2005). Pengambilan darah (venesectio) merupakan salah satu hal yang terpenting dari kegiatan peternakan. Tujuan pengambilan darah ternak yaitu untuk mengetahui tingkat kadar suatu zat yang terkandung dalam darah ternak tersebut. Pengambilan sampel darah ternak juga digunakan untuk mengidentifikasi suatu penyakit yang menyerang atau diderita ternak tersebut (Sonjaya, 2010). Hemoglobin mempunyai derivat yang terdiri dari oksihemoglobin yang merupakan penggabungan antara hemoglobin dengan oksigen. Hemoglobin tereduksi disebut juga ferohemoglobin merupakan molekul yang telah melepaskan oksigen methemoglobin disebut juga dengan ferihemoglobin. Molekul ini didapat dari oksidasi oksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi, karboksihemoglobin terjadi apabila darah dicampur dengan gas CO sehingga Hb akan mengikat CO menjadi HbCo (Walungi, 2000). 9 Terpotong atau rusaknya pembuluh darah seekor hewan, pertama-tama akan ditandai terjadinya penyempitan bagian yang terluka. Hal ini terjadi karena kontraksi miogenik dari otot polos sebagai suatu spasme lokal. Reflek saraf simpatik yang merangsang serabut-serabut andregenik yang menginerversi otot polos dari dinding pembuluh lokal. Kontraksi otot ini menyempitkan pembuluh darah guna mengurangi arus darah yang keluar (Frandson, 2003).