Semnas Sipendikum FH UNIKAMA

advertisement
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
KEADILAN SOSIAL DALAM HUKUM TATA KELOLA PERUSAHAAN
Wahyu Kurniawan1
Email: [email protected]
Abstract
Pancasila has two positions as a philosophy and the source of all sources
of law. Pancasila lies behind every aspect of the life of the state, nation,
and society. Corporate governance is one aspect of life that is also based
on the principle of social justice as part of this philosophy. This article
argues about social justice becoming the foundation of corporate
governance with a communitarian approach. Corporate governance
achieves social justice with the implementation of the distribution of
economic welfare to stakeholders contributing to the company's
production process. The achievement of social justice is not based on the
paradigm of the company as a working capital partnership. Companies
should be viewed as citizens who function to meet economic interests,
environmental social, in addition to financial interests.
Keywords: Pancasila, keadilan sosial, welfare economics, tata
kelola perusahaan, corporate citizenship.
Pendahuluan
Pancasila memiliki dua kedudukan yaitu sebagai falsafah dan sumber dari segala
sumber hukum. Dalam kedudukannya ini maka Pancasila menjadi pedoman perilaku
bagi seluruh elemen bangsa serta landasan bagi hukum sebagai suatu sistem.
Berdasarkan
kedudukannya
inilah
maka
Pancasila
memiliki
kekuatan
mendobrak hierarki hukum. Kedudukan Pancasila tidak saja sebagai dasar bagi
konstitusi tetapi dapat merasuk ke dalam setiap aspek kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat. Oleh karena itu, Pancasila tidak saja dimaknai dan menjadi falsafah
dalam bernegara secara luas. Setiap aspek kehidupan dalam bermasyarakat yang bersifat
mikro juga bertumpu pada Pancasila.
Wilayah hubungan privat seperti halnya tata kelola perusahaan tidak terlepas
dari konsep-konsep dasar dalam Pancasila sebagai filsafat negara. Tata kelola
perusahaan atau corporate governance juga membutuhkan landasan falsafah untuk
berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, dalam artikel
1
Penulis adalah Dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas Wijaya Putra
26
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
ini akan diuraikan mengenai pemberlakuan Pancasila dalam penata kelolaan perusahaan
yang dilandasai konstruksi teoritis keadilan sosial yang tercantum dalam Pancasila.
Artikel terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah konstruksi teoritis
Pancasila sebagai falsafah. Bagian kedua menguraikan tentang konsep dasar keadilan
sosial yang tercapat pada Pancasila. Bagian ketiga menjelaskan tentang konsep tata
kelola perusahaan serta bagian terakhir menguraikan pemberlakuan konsep keadilan
sosial pada tata kelola perusahaan yang disertai dengan konstruksi teoritis untuk
menunjang pemberlakuan konsep tersebut.
Pancasila Sebagai Falsafah
Keraguan Pancasila sebagai sebagai falsafah negara ini menghasilkan
pemaknaan bahwa Pancasila sekedar kumpulan mengenai kebaikan tanpa memenuhi
unsur untuk diklasifikasikan sebagai suatu nilai-nilai filsafat. Hal ini ditentang oleh
Yamin yang membangun proposisi melalui konstruksi Pancasila sebagai suatu sistem
falsafah dengan merujuk pada tiga sumber konseptual tentang filsafat yang berbeda
yaitu pemikiran barat yang diwakili Hegel, Ibnu Rusyid dari timur, dan Mpu Tantular
sebagai filsuf nusantara.
Proposisi pertama diawali dengan merujuk pada konsepsi filsafat menurut Hegel
bahwa nilai-nilai filsafati sebagai hasil sintesis yang lahir dari proses antitesis pikiran.2
Berdasarkan pada konsepsi ini, Yamin menilai bahwa kelima elemen dari Pancasila
yaitu peri ketuhanan, peri kerakyatan, peri kebangsaan, peri keadilan sosial, dan peri
kemanusiaan menyatu dalam satu kesatuan utuh yang terurai dalam Pembukaan UUD
1945. Dengan menjadi kesatuan ini maka Pancasila dapat diklasifikasikan sebagai suatu
sistem falsafah yang memiliki nilai-nilai filsafati dan menjadikannya sebagai suatu
sistem. Hal ini menunjukkan bahwa kelima elemen tersebut tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya dan secara secara formal telah memenuhi unsurnya sebagai
falsafah.
Berikutnya, Yamin memberikan gambaran bahwa Pancasila sebagai falsafah
dengan menggunakan konsepsi filsafat menurut Ibnu Rusyid. Ibnu Rusyid menyatakan
bahwa nilai-nilai filsafati berasal dari dua sumber yaitu kitab suci dan hasil hikmah
2
Muhammad Yamin, (1960), Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 Jilid II, Jakarta: Jajasan
Prapantja, hal. 76
27
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
kebijaksanaan manusia.3 Pendekatan metafisika ini dengan meninjau lima elemen yang
terdapat pada Pancasila. Sila sebagai elemen pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
disalurkan oleh pengetahuan naluri kepada manusia menurut tinjauan asli atau oleh
berdasarkan kitab suci masing-masing agama. Empat sila lainnya merupakan
pengetahuan hasil dari hikmah kebijaksanaan manusia sendiri. Hal ini memberikan satu
gambaran yang menurut Yamin bahwasannya Pancasila telah memenuhi persyaratan
sebagai satu kesatuan nilai filsafat yang harmonis. Nilai ini berasal dari tradisi naluri
yang terdapat dalam kitab suci serta percikan hikmah kebijaksanaan manusia Indonesia.
Proposisi terakhir adalah dari Mpu Tantular dengan menggunakan pendekatan
sejarah yang melatar belakangi suatu eksistensi kesamaan cara pandang dan
berkehidupan di dalam keberagaman. 4 Pada fase kegemilangan Majapahit muncul
berbagai aliran-aliran pemikiran, agama, filosofi, dan kebudayaan. Untuk menghindari
adanya perpecahan kemajemukan tersebut maka digunakanlah pandangan filosofis dari
Mpu Tantular tanhana dharma mangrwa yang saat ini dikenal dengan Bhineka Tunggal
Ika. Beranjak pada proses penyatuan dari kemajemukan ini, Yamin berpandangan
Pancasila merupakan falsafah untuk mewadahi kemajemukan. Tujuannya adalah
Pancasila sebagai pemersatu kebhinekaan menjadi satu kesatuan yang terintegral
sebagaimana pernah terjadi dalam wilayah nusantara sebelumnya.
Konsep Dasar Keadilan Sosial dalam Pancasila
Pancasila adalah falsafah bangsa Indonesia, dimana kedudukan Pancasila
melingkupi setiap aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Oleh karena itu,
falsafah bangsa ini menjadi pedoman nilai bagi seluruh wilayah berkehidupan baik
secara makro maupun mikro.
Keadilan sosial merupakan salah satu asas yang tercantum dalam Pancasila.
Kedudukan asas yang bersifat abstrak ini membutuhkan penafsiran sebelum
diaplikasikan baik sebagai dasar dalam penyusunan hukum maupun perilaku. Yamin
memberikan pandangan mengenai keadilan sosial sebagai suatu kehendak keadilan
bukan saja untuk perseorangan melainkan juga bisa dirasakan oleh masyarakat. 5
3
Ibid.
Ibid, hal. 77
5
Ibid, hal. 74
4
28
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
Pemikiran ini dapat ditafsirkan bahwa perwujudan keadilan sosial sebagai pengakuan
hak pribadi yang tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara umum.
Soekarno menafsirkan bahwa keadilan sosial sebagai perwujudan masyarakat
adil dan makmur yang di dalamnya tercipta kebahagian bagi semua orang, tidak adanya
penghinaan, penindasan, dan penghisapan, serta ketersediaan kebutuhan dasar yaitu
sandang dan papan.6
Darmodiharjdo memberikan penafsiran bahwa keadilan sosial sebagai satu
bentuk keadilan yang berlaku dalam masyarakat baik dalam bentuk materiil maupun
spiritual. Setiap orang Indonesia berhak mendapatkan perlakuan adil dalam setiap aspek
kehidupan seperti hukum, sosial, politik, ekonomi, dan budaya.7
Berdasarkan tiga pemikiran di atas, terdapat tiga unsur penting dalam keadilan
sosial yaitu pengakuan hak pribadi, distribusi kesejahteraan, dan kepentingan umum.
Hak pribadi ini sebagai hak-hak yang melekat pada setiap subyek hukum. Jenis dari hak
pribadi termasuk di dalamnya hak yang bersifat materiil maupun immateriil yang
berasal dari hak asasi manusia. Pada keadilan sosial diupayakan distribusi kesejahteraan
atas hak pribadi secara merata. Meskipun keadilan sosial menjamin hak pribadi tetapi
dibatasi dengan kepentingan umum.
Konsep Tata Kelola Perusahaan
Tata kelola perusahaan dibagi menjadi dua yaitu tata kelola perusahaan sebagai
suatu sistem dan tata kelola sebagai suatu pendekatan model pengelolaan.8
Tata kelola perusahaan sebagai suatu sistem ditunjukan dengan adanya sistem
mengenai (i) pengelolaan; dan (ii) pengawasan terhadap pengelolaan.9 Di dalam hukum
perusahaan dikenal dua sistem yaitu one-tier board system dan two tier board system.
Pada one-tier board system adanya tiga karakter utama. Pertama, pengelola dan
pengawas dalam satu dewan. Kedua, organ dalam perusahaan hanya RUPS dan Dewan
Direksi. Ketiga, auditor memiliki peran yang signifikan karena pengawasan internal
yang sangat minim. Hal ini berbeda dengan two-tier board system dengan karakteristik
6
Candra Irawan, (2013), Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia, Bandung: Penerbit Mandar
Maju, hal. 144
7
Christian Siregar, (2014), Pancasila, Keadilan Sosial, dan Persatuan Indonesia, Humaniora Vol. 5 No.
1, pp. 107-112
8
Wahyu Kurniawan, (2011), Corporate Governance dalam Aspek Hukum Perusahaan, Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, hal. 22-40
9
Ibid.
29
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
sebagai berikut. Pertama, adanya tiga organ dalam perusahaan yaitu RUPS, Dewan
Komisaris, dan Direksi. Kedua, terdapat pemisahan yang tegas dan formal antara
pengelola dengan pengawas pada dua organ yang berbeda.
Konsep tata kelola perusahaan sebagai suatu model pengelolaan dibagi menjadi
dua yaitu pendekatan kontraktarian atau shareholder approach dan pendekatan
komunitarian atau stakeholder approach.
Pendekatan
kontraktarian
menitikberatkan
model
pengelolaan
untuk
kepentingan investor. Inti dari pendekatan ini adalah perusahaan sebagai asosiasi modal
yang dibentuk untuk mencapai keuntungan pribadi dari investor itu sendiri.
10
Kepentingan investor sebagai pihak utama dan menjadi prioritas utama dalam tata
kelola perusahaan. Dalam konteks implementasi tata kelola perusahaan maka
pengelolaan perusahaan menekankan kepentingan investor untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya.
Hal ini berbeda dengan pendekatan komunitarian yang menilai bahwa investor
bukan satu-satunya pihak yang menjadi prioritas dalam pengelolaan perusahaan. Pada
perusahaan, terdapat berbagai pihak yang terlibat seperti buruh, konsumen, kreditor,
masyarakat, dan perusahaan itu sendiri sebagai entitas hukum. Berdasarkan pendekatan
ini maka pengelolaan perusahaan diarahkan untuk memenuhi kepentingan dari berbagai
pihak yang terlibat dan berhubungan dengan perusahaan.
Keadilan Sosial dalam Hukum Tata Kelola Perusahaan
Implementasi falsafah Pancasila khususnya keadilan sosial dalam tata kelola
perusahaan ini dalam konteks model pengelolaan lebih tepat menggunakan pendekatan
komunitarian. Pendekatan ini sebagai landasan hubungan antara perusahaan dengan
sumber daya yang berkontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Guna membangun model pengelolaan perusahaan yang berkeadilan sosial
tersebut maka dibangun suatu konsep berdasarkan teori yang tepat. Adapun teori-teori
tersebut adalah teori kesejateraan ekonomi atau welfare economics dalam membangun
konstruksi distribusi hak. Sedangkan teori corporate citizenship dan team production
sebagai dasar dalam menjelaskan kedudukan perusahaan dalam sistem kemasyarakatan.
10
A. A. Berle Jr., (1932), For Whom Corporate Managers are Trustee?, Harvard Law Review Vol. XLV
No. 7 pp. 1145-1163, hal. 1160
30
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
Teori kesejahteraan ekonomi atau welfare economics yang dicetus oleh Steven
Shavell mempunyai kesamaan dengan konsepsi tentang keadilan sosial.11 Ide pertama
dari ekonomi kesejahteraan diindikasikan dengan kesejahteraan dari setiap individu.
Kesejahteraan ini bukan semata-mata dalam hal yang dapat ditinjau secara materi tetapi
termasuk juga dalam bentuk kepuasan batiniah. Kedua, bila mana kesejahteraan
individu ini dapat dicapai secara merata maka secara otomatis kesejahteraan masyarakat
akan tercapai.
Merujuk pada konsepsi kesejahteraan ekonomi tersebut, perusahaan berperan
dalam mendistribusikan kesejahteraan kepada para seluruh konstituen baik pemodal
maupun pemangku kepentingan yang berhubungan dengan perusahaan. Semakin besar
nilai yang didistribusikan semakin besar pula nilai kesejahteraan bagi para pemangku
kepentingan.
Keadilan sosial yang dinilai berdasarkan kesejahteraan ekonomi dalam wilayah
tata kelola perusahaan ini tidak berpijak pada paradigma perusahaan sebagai
persekutuan modal seperti yang ditegaskan dalam UU No. 40/2007 tentang Perseroan
Terbatas.12 Konsep bahwa perusahaan sebagai persekutuan modal penting dalam taraf
pembentukan perusahaan untuk membedakan karakteristik perusahaan dengan bentuk
badan hukum lainnya khususnya yayasan yang mengedepankan aspek sosial dan
koperasi sebagai badan hukum dengan maksud dan tujuan untuk mengkoordinir dan
memberikan manfaat kepada anggotanya.
Konsep persekutuan modal mengalami degradasi saat perusahaan telah
menjalankan aktivitasnya. Paradigma persekutuan modal sudah beralih menjadi
perusahaan sebagai warga negara atau corporate citizenship dan perusahaan sebagai
suatu tim produksi atau team production.
Perusahaan sebagai warga negara atau corporate citizenship adalah paradigma
dimana perusahaan sebagai subyek hukum. Teori ini memandang bahwa pengelolaan
perusahaan untuk memenuhi kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup di
11
Steven Shavell, (2004), Foundations of Economic Analysis of Law, Massachusetts: The Belknap Press
of Harvard University Press, hal. 595-598
12
Lihat definisi perseroan terbatas yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 UU No. 40/2007 tentang Perseroan
Terbatas sebagai berikut:
“Perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
31
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
samping tujuan finansial berupa pencapaian profit 13 dan membangun keseimbangan
antara hak dan kewajiban yang melekat pada status hukum dan sosial perusahaan dalam
masyarakat.14 Status sosial sebagai bagian dari masyarakat ini secara legal diatur dalam
tata aturan hukum secara sistematis. Pada status sebagai subyek hukum inilah maka
perusahaan sebagai badan hukum memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab
berdasarkan hakikatnya dalam melaksanaan kegiatannya.15
Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
mempunyai
hubungan
interdependen dan saling mempengaruhi dengan seluruh bagian masyarakat.
16
Hubungan interdependen tersebut adalah hubungan yang terkait satu dengan lainnya
dan perusahaan sebagai sentral dari hubungan tersebut. Pada hubungan ini melibatkan
berbagai banyak pihak ini dapat menimbulkan konflik kepentingan di antara pihak yang
terlibat tersebut. Konflik yang berpotensi muncul adalah antara pemodal dengan
pemangku kepentingan. Untuk menghindari konflik kepentingan tersebut maka
pengelolaan perusahaan perlu mengubah paradigma perusahaan bukan sebagai
persekutuan modal tetapi sebagai satu tim yang bekerja sama dalam menghasilkan
produk atau team production.
Teori team production melihat perusahaan mempunyai tiga unsur dasar yaitu: (i)
menggunakan banyak sumberdaya yang dipergunakan; (ii) sumberdaya tersebut untuk
menghasilkan satu produk; (iii) sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi
tidak dimiliki oleh satu pihak saja.17 Tiga unsur tersebut sangat konkrit sekali dimana
perusahaan membutuhkan berbagai sumberdaya untuk menghasilkan produknya.
Sumberdaya tersebut antara lain modal, hutang, tenaga, bahan baku, keahlian, dan lain
sebagainya. Berbagai macam sumberdaya itu sendiri tidak dimiliki oleh satu pihak saja.
Berbagai pihak turut berkontribusi dan masing-masing mempunyai hak dan
kewajibannya.
Kesemua hubungan ditata berdasarkan hukum. Hukum menjadi pedoman
mengenai distribusi hak dan kewajiban antara perusahaan dengan para konstituennya
13
A. J. Vogl, (2003), Does It Pay To Be Good?, Across The Board pp. 17-23
Trevor Goddard, (2005), Corporate Citizenship: Creating Social Capacity in Developing Countries,
Development in Practice Vol. 15 No. 3&4 pp. 433-438, hal. 434
15
Ian B. Lee, (2009), Citizenship and The Corporation, Law & Social Inquiry Vo. 34 No. 1 pp. 129-168,
hal. 133
16
Chris Marsden dan Jorg Andriof, (1998), Towards an Understanding of Corporate Citizenship and
How to Influence it, Citizenship Studies Vol. 2 No. 2 pp. 329-352, hal. 331
17
Margaret M. Blair dan Lynn A. Stout, 1(999), A Team Production Theory of Corporate Law, Virginia
Law Review Vol. 85 No. 2. pp. 248-328, hal. 265
14
32
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
baik pemodal maupun para pemangku kepentingan. Peranan hukum untuk
meminimalisir potensi kesewenangan yang dilakukan oleh internal perusahaan yang
dapat merugikan pemangku kepentingan.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari artikel ini adalah sebagai berikut. Pertama,
Pancasila sebagai falsafah berkehidupan bukan saja menjadi landasan dalam bernegara
tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan secara mikro termasuk pada tata kelola
perusahaan. Kedua, keadilan sosial sebagai salah satu asas dalam Pancasila perlu
diwujudkan dengan distribusi kesejahteraan secara ekonomis berdasarkan kontribusi
dari masing-masing konstituen perusahaan. Ketiga, untuk mencapai ekonomi
kesejahteraan tersebut perlu adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan
perusahaan. Perusahaan tidak lagi dapat dipandang sebagai persekutuan modal yang
menjadikan kepentingan pemodal sebagai tujuan utama tata kelola perusahaan. Para
pemangku kepentingan lainnya yang juga berkontribusi dalam menghasilan produk
perusahaan juga mendapatkan atensi atas kegiatan penata kelolaan perusahaan.
Daftar Pustaka
Berle Jr., A.A., (1932). For Whom Corporate Managers are Trustee?, Harvard Law
Review Vol. XLV No. 7
Blair, Margaret M. dan Lynn A. Stout, (1999), A Team Production Theory of Corporate
Law, Virginia Law Review Vol. 85 No. 2.
Goddard, Trevor, (2005), Corporate Citizenship: Creating Social Capacity in
Developing Countries, Development in Practice Vol. 15 No. 3&4
Irawan, Candra, (2013), Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia, Penerbit
Mandar Maju
Lee, Ian B., (2009), Citizenship and The Corporation, Law & Social Inquiry Vo. 34 No.
1
Marsden, Chris, dan Jorg Andriof, (1998), Towards an Understanding of Corporate
Citizenship and How to Influence it, Citizenship Studies Vol. 2 No. 2
Shavell, Steven, (2004), Foundations of Economic Analysis of Law, The Belknap Press
of Harvard University Press, Massachusetts
Siregar, Christian, (2014), Pancasila, Keadilan Sosial, dan Persatuan Indonesia,
Humaniora Vol. 5 No. 1, pp. 107-112
33
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
Yamin, Muhammad, (1960), Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 Jilid II,
Jakarta: Jajasan Prapantja
Wahyu, (2011), Corporate Governance dalam Aspek Hukum Perusahaan, Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti
Vogl, A. J., (2003), Does It Pay To Be Good, Across The Board pp.
34
Download