Contoh PTKp1 - pokjawaspai

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut memuat dua
puluh dua bab, tujuh puluh pasal, dan penjelasannya. Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa setiap pembaruan system pendidikan
nasional untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan
nasional. Visi pendidikan nasioanl di antaranya adalah (1) mengupayakan perluasan
dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh
rakyat Indonesia, (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak
bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar, (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses
pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral, (4)
meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global, (5) memperdayakan peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi
dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jika mencermati visi pendidikan tersebut, semuanya mengarah pada mutu
pendidikan yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Mutu
2
pendidikan ternyata dipengaruhi oleh banyak komponen. Menurut Syamsudin
(2006:66), ada tiga komponen utama yang saling berkaitan dan memiliki
kedudukan strategis dalam kegiatan belajar-mengajar. Ketiga komponen tersebut
adalah kurikulum, guru, dan pembelajar (siswa). Ketiga komponen itu, gurulah yang
menduduki posisi sentral sebab peranannya harus mampu menerjemahkan nilainilai yang terdapat dalam kurikulum secara optimal. Walaupun system
pembelajaran sekarang sudah tidak teacher center lagi, seorang guru harus tetap
memegang peranan yang penting dalam membimbing siswa. Bahkan, menurut
Undang-undang Guru pasal 1 ayat 1 (2006:3) guru adalah pendidik professional
dengan tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan
hal itu, seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai baik di bidang
akademik mapun pedagogik.
Seorang guru harus selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya, pengetahuan,
sikap, dan ketrampilannya secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk paradigm baru pendidikan yang menerapkan
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M) dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menegah, Departemen
pendidikan Nasional (2004:2), seorang guru harus memenuhi tiga standar
kompetensi, diantaranya: (1) kompetensi pengelolaan pembelajaran dan wawasan
kependidikan, (2) kompetensi akademik/vokasional sesuai materi pembelajaran,
(3) pengembangan profesi. Ketiga komptensi tersebut bertujuan agar guru bermutu
3
menjadikan pembelajaran bermutu juga, yang akhirnya meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia.
Untuk mencapai tiga kompetensi tersebut, sekolah harus melaksanakan pembinaan
terhadap guru baik melalui pelatihan, workshop, PKG, diskusi, dan supervisi baik
yang dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas. Hal itu harus dilakukan secara
periodik agar kompetensi dan wawasan guru, khususnya guru MTs di wilayah
Jakarta Timur meningkat setiap saat sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Pada umumnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
kompetensi dan wawasan guru saat ini, yaitu: (1) rendahnya kesadaran guru untuk
belajar, (2) kurangnya kesempatan guru mengikuti pelatihan, baik secara regional
mapun nasional, (3) kurang efektifnya MGMP/KKM.
Untuk meningkatkan kompetensi dan wawasan guru dalam pembelajaran, perlu
dilakukan penelitian tindakan sekolah dengan permasalahan di atas. Karena
berbagai keterbatasan, penelitian ini hanya difokuskan pada kegiatan supervisi
akademik khususnya teknik supervisi kelompok terhadap kompetensi guru dalam
menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sehingga penelitian tindakan
sekolah diberi judul: Upaya Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Menetapkan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Melalui Kegiatan Pelatihan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan penelitian tindakan
sekolah ini, yaitu: “Apakah melalui kegiatan pelatihan, guru dapat meningkatkan
kompetensinya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai mata
pelajarannya masing-masing?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah melalui kegiatan pelatihan, guru
dapat meningkatkan kompetensinya dalam menetapkan kriteria ketuntasan
minimal sesuai mata pelajarannya masing-masing. Hal tersebut dapat diketahui dari
data dan informasi tentang kompetensi guru dalam mengembangkan silabus
pembelajaran yang diperoleh pada setiap siklus penelitian. Masing-masing siklus
penelitian melaporkan aspek: perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi
(observing), dan refleksi (reflecting). Hasil penelitian siklus pertama menjadi acuan
dalam melaksanakan tindakan siklus kedua, sedangkan hasil penelitian siklus kedua
menjadi acuan pula bagi pelaksanaan tindakan siklus ketiga.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai upaya peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan
kriteria ketuntasan minimal melalui kegiatan pelatihan secara umum diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan kepada para guru, kepala
madrasah, pengawas pendidikan agama, instansi berwenang seperti Kantor
Departemen Agama Kota, Kantor Wilayah Departemen Agama DKI Jakarta dan
lembaga terkait lainnya, dalam melaksanakan langkah-langkah penyusunan kriteria
ketuntasan minimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja dan mutu
tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Di samping itu hasil penelitian ini
diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut
dalam bidang pendidikan khususnya dalam kegiatan penyusunan kriteria
ketuntasan minimal dan pelaksanaan pelatihan.
5
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kompetensi Guru
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan,
kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu
jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu. Menurut Nana
Syaodih (1997) kompetensi adalah performan yang mengarah kepada pencapaian
tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan.
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan kecakapan yang harus
dimiliki oleh seorang guru dalam menjalankan profesinya di masyarakat baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, kompetensi professional
menyiratkan adanya suatu keharusan memiliki kompetensi agar profesi itu
berfungsi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian guru dituntut untuk memahami
lebih jauh mengenai kompetensi profesional di bidang pendidikan.
Kompetensi guru harus mempunyai karakteristik tertentu. Lardirabal (1977: 6-7)
mengungkapkan bahwa kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian,
sosial, dan professional. Guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki
kompetensi tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam
melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada
khususnya. Untuk memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara
6
baik karena fungsi guru itu sendiri adalah membina dan mengembangkan
kemampuan peserta didik secara professional di dalam proses belajar mengajar.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan
fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan
oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun
pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan
atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal
yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif
maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa
(2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities
or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the
extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and
psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif,
dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh
Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill,
7
knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill,
knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”.
Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan
dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang
individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya
dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugastugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer &
Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an
individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior
performance in a job or situation”.
Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan
kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi
tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat
pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis
pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau
memprediksi
perilaku
dan
kinerja.
Dikatakan
criterion-referenced,
karena
8
kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau
buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.
Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan
intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat
intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan
bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik
dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas
(2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut
Syah
(2000:230),
“kompetensi”
adalah
kemampuan,
kecakapan,
keadaan
berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih
menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang
guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan
layak.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten
dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan
uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
9
B. Dimensi-dimensi Kompetensi Guru
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat
(1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan
kompetensi
pedagogik
adalah
“kemampuan
mengelola
pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini
dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat
dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan
interaksi atau mengelola proses
belajar mengajar,
dan
kemampuan melakukan penilaian.
a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran
Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar
mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahanbahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,
(3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media
dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk
kepentingan pengajaran. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi
10
penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan
tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4)
mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan
sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun
perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu
mengalokasikan waktu.
Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar
merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa
selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan,
menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar,
memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian
penguasaan tujuan.
b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan
program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut
adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar
sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil
keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar
dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu
diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
11
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan
tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar,
misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran,
penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di
miliki
guru
dalam
melaksanakan
proses
belajar mengajar meliputi
kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan
latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan
penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi
dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5)
melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan,
kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar
adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat
membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3)
menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan
pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat
bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan
bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8)
melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan
materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga
12
tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan
kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon
setiap perubahan perilaku siswa.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar
mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3)
menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5)
menggunakan bahasa yang komunikatif,
(6) memotivasi siswa, (7)
mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif,
(9)
menyimpulkan
pelajaran,
(10)
memberikan
umpan
balik,
(11)
melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan
sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan
tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam
pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah
menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan
struktur kognitif para siswa.
c. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan
untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang
13
telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang
menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan
untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan
menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi
yang salah akan merugikan pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi
dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang
akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga
tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan
demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian
tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil
belajar siswa.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta
didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu
memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu
mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis
hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil
penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian,
14
(9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu
menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu
menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi
kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut
hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu
mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi
program tindak lanjut hasil penilaian.
Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1)
kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3)
kemampuan melakukan penilaian.
2. Kompetensi Kepribadian
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok
seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu”
(ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan
belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)
menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
15
pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak
didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami
kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam
menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan
psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan
kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai
dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan
adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi
atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam
pengamatan
dan
pengenalan.Dalam
Undang-undang
Guru
dan
Dosen
dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta
didik”.
Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi
personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat
menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi
yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan
perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian
Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1)
pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan
16
tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4)
pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6)
memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia
terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih
khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan
mampu menilai diri pribadi.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan
personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan
beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilainilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap
hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan
teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi
personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga
menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh
siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari
indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.
3. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional
17
adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya
sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau
keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya
beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan
dengan sejawat guru lainnya.
Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup
kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan
baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori
belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu
menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4)
mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu
menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6)
mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu
melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta
didik.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan
profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan
bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang
diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan,
keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan
18
kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan
dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta
penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih
metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1)
pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian
akademik.Pengembangan
profesi
meliputi
(1)
mengikuti
informasi
perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah,
(2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan
berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun
diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis
karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan
teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya
seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan
kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.Pemahaman
wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan
pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan
menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan
umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem
yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.
Penguasaan
bahan
kajian
akademik
meliputi
(1)
memahami
struktur
pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi
19
kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan
uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1)
kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4)
pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan
4. Kompetensi Sosial
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil
mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan
interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen
kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”.
Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang
diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan
melaksanakan tanggung jawab sosial.Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk
pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi
sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk
mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang
akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru
20
harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk
menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan
kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan
dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2)
pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang
menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan
sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja
dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru
memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru,
kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator
(1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3)
interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan
(5) interaksi guru dengan masyarakat.
C. Kriteria Ketuntasan Minimal
1. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan
21
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun
besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal,
tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus
pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil
empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk
menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata
kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk
mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi
kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang
tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang
belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui criteria
ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa
satuan
pendidikan
yang
memiliki
karakteristik
yang
hampir
sama.
Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi
sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal
100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional
diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari
22
kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan
secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik,
dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan
perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh
peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus
dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam
menyikapi hasil belajar peserta didik
2. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal.
a. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar
dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan.
Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian
kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan
pengayaan;
b. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan
dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai
melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus
mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
23
c. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program
pembelajaran
yang
dilaksanakan
di
sekolah.
Evaluasi
keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan
pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD
berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan
informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan
cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana
prasarana belajar di sekolah;
d. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan
antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta
didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan
upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan
penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif
mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah
didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi
dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran.
Sedangkan
pemenuhan
pimpinan
satuan
kebutuhan
pendidikan
untuk
berupaya
mendukung
memaksimalkan
terlaksananya
proses
pembelajaran dan penilaian di sekolah;
e. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata
pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk
melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan
24
salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan
program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan
dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas
mutu pendidikan bagi masyarakat.
3. Prinsip Penetapan KKM
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa
ketentuan sebagai berikut:
a. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif
dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik
mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan
kriteria yang ditentukan;
b. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis
ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan
kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai
ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
c. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan ratarata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta
didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu
apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang
telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
25
d. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan ratarata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
e. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua
KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran,
dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
f. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal
ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun
Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus
mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan.
Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil
ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
g. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan
nilai ketuntasan minimal.
4. Langkah-Langkah Penetapan KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran.
Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
a. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan
intake peserta didik dengan skema sebagai berikut: Hasil penetapan KKM
indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;
b. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;
26
c. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
d. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
5. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal
adalah:
a. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar,
dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu
indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam
pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah
kondisi sebagai berikut:
1) guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
2) guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
bervariasi;
3) guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
4) peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
5) peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
6) peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian
tugas/pekerjaan;
27
7) waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena
memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses
pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
8) tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
didik dapat mencapai ketuntasan belajar
b. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran
pada masing-masing sekolah.
1) Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan,
laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran;
2) Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders
sekolah.
Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana
prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu
menyajikan pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah
apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau
guru tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik.
c. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang
bersangkutan.
Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat
penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes
seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII
berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
28
D. Pelatihan Guru
1. Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan
keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar
Kirkpatrick (1994) mendefinisikan pelatihan sebagai upaya meningkatkan
pengetahuan, mengubah perilaku dan mengembangkan keterampilan.
Pelatihan menurut Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (1998) berarti
mengubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya akan
menimbulkan perubahan perilaku. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang
menyangkut proses belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif
singkat dan metodenya mengutamakan praktek daripada teori.
Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek
daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan
pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu
atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan
suatu proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang mengarah
pada pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang telah ditentukan terlebih
dahulu.
2. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan secara umum adalah mengubah perilaku individu tenaga
pendidik di bidang pendidikan. Tujuan ini adalah menjadikan pendidikan
29
sebagai suatu yang bernilai di masyarakat pendidikan, menolong individu agar
mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Prinsip dari pelatihan bukanlah hanya pelajaran di
kelas, tapi merupakan kumpulan-kumpulan pengalaman di mana saja dan kapan
saja, sepanjang pelatihan dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan
kebiasaan (Tafal, 1989).
Menurut Notoatmodjo (2005), pelatihan memiliki tujuan penting untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan
program pendidikan secara keseluruhan. Tujuan umum pelatihan tenaga
pendidikan adalah meningkatkan kemampuan tenagab pendidik dalam
mengelola dan menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa-siswinya.
Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan
guru sebagai tenaga pendidik, dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dalam menyiapkan administrasi pembelajaran.
Adapun tujuan pelatihan merupakan upaya peningkatan sumberdaya manusia
termasuk sumberdaya manusia tenaga pendidikan, agar pengetahuan dan
keterampilannya meningkat. Tenaga pendidikan perlu mendapatkan pelatihan
karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pelatihan bagi
tenaga pendidik dapat berupa : a) ceramah; b) tanya jawab; c) curah pendapat;
d) simulasi dan e) praktek.
30
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil kajian teori di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini,
sebagai berikut: “Kegiatan pelatihan yang diberikan kepada guru dapat
meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan
Minimal sesuai mata pelajarannya masing-masing”.
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan (Action Research). Carr dan Kemmis dalam
McNiff (1992) mengemukakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu bentuk refleksi
alamiah yang dilakukan oleh para partisipan, guru, dan peserta didik untuk meningkatkan
aspek-aspek praktis. Gay (1996) mengemukakan bahwa tujuan penelitian tindakan adalah
untuk memecahkan masalah praktis melalui aplikasi metode ilmiah (the purpose of action
research is to solve practical problems through the application of scientific method). Hall &
Hall (1996) mengemukakan bahwa salah satu ciri penelitian tindakan adalah peneliti itu
sendiri yang bertindak sebagai aktivis (the researcher becomes an activist).
B. Desain Penelitian
Desain penelitian mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin
(McNiff, 1992), yakni: adanya perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi
(observing), dan refleksi (reflecting) yang dilakukan secara bersiklus.
32
Permasalahan
Perencanaan
Tindakan I
Pelaksanaan
Tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/
Pengumpulan Data I
Perencanaan
Tindakan II
Pelaksanaan
Tindakan II
Refleksi II
Pengamatan/
Pengumpulan Data II
Perencanaan
Tindakan III
Pelaksanaan
Tindakan III
Refleksi III
Pengamatan/
Pengumpulan Data III
Siklus I
Permasalahan
baru hasil
refleksi I
Siklus II
Permasalahan
baru hasil
refleksi II
Siklus III
Gambar 1: Disain penelitian tindakan.
C. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian adalah guru MTs Nurul Huda di wilayah Jakarta Timur. Jumlah guru
yang mengikuti kegiatan ini adalah 14 orang. Kegiatan dilaksanakan di MTs Nurul Huda,
Jalan Tipar Cakung Jakarta Timur. Penelitian berlangsung selama 3 hari, dari tanggal
3 –5 Oktober 2013.
D. Tindakan Penelitian
Karena penelitian ini merupakan penelitian tindakan, pelaksanaan ini dilakukan secara
siklus. Pelaksanaannya minimal selama dua siklus. Siklus-siklus itu merupakan
rangkaian yang saling berkelanjutan, yaitu setelah siklus pertama dilakukan akan
33
dilanjutkan oleh siklus kedua. Setiap siklus selalu terdapat langkah-langkah persiapan
tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan pemantauan tindakan, serta refleksi.
Tindakan yang dilakukan mencakup:
a. Persiapan tindakan, dengan melakukan (1) pengumpulan data kepegawaian guru
yang ditetapkan sebagai subjek penelitian, (2) mengadakan pertemuan dengan guruguru sebagai mitra penelitian untuk membahas langkah-langkah pemecahan
masalah pembelajaran dari aspek guru dan pengawas, (3) melaksanakan proses
percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru, (4) menyusun langkah-langkah
persiapan pelaksanaan tindakan persiklus.
b. Pelaksanaan tindakan, dengan melakukan (1) pemberian materi melalui kegiatan
pelatihan sekolah, (2) menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan
masalah, dan negosiasi berkaitan dengan materi yang disampaikan.
c. Pengamatan dan pemantauan tindakan, dengan melakukan (1) pengamatan
peningkatan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun kriteria ketuntasan
minimal sesuai dengan bidangnya masing-masing, (2) pemberian penilaian
sementara yang dilakukan oleh pengawas sebagai titik awal mengukur ada tidaknya
peningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun kriteria ketuntasan
minimal pembelajaran sesuai dengan bidangnya masing-masing.
d. Setelah ketiga langkah tindakan dilakukan, peneliti dan peserta pelatihan
merefleksikan atau mengkaji beberapa hal, yaitu: (1) apa yang telah dilakukan, (2)
bagaimana hasil yang dicapai, (3) apa kekuatan dan kelemahan yang ditemui, dan (4)
tindakan/perubahan apa yang akan dilakukan memasuki siklus berikutnya. Pada sesi
34
siklus pertama akan terjadi beberapa kemungkinan, yaitu: tindakan belum
memenuhi kriteria keberhasilan atau sudah memenuhi kriteria berhasil.
Tindakan siklus kedua dapat ditentukan berdasarkan hasil refleksi siklus pertama. Hal
ini tidak berbeda dengan siklus pertama, tetapi tindakan yang diberikan sebagai respon
terhadap hasil-hasil refleksi mengalami beberapa perubahan. Demikian juga tindakan
siklus ketiga dan seterusnya, merupakan daur ulang dari serangkaian kegiatan yang
telah dilakukan pada siklus sebelumnya
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Data dikumpulkan secara partisipatif (participative observation). Teknik ini merupakan
bagian dari kegiatan observasi dimana peserta dan peneliti ikut berpartisipasi
menangkap gejala alamiah yang terjadi. Observasi dilakukan baik secara sistematis
(systematic observation) yang sudah dirancang sejak awal penelitian maupun secara
tidak sistematis (nonsystematic observation) yang diperoleh tanpa sengaja.
Sedangkan instrumen yang digunakan adalah instrumen pengawasan akademik untuk
menetapkan kriteria ketuntasan minimal yang digunakan pengawas dalam kegiatan
supervisi. Instrumen terdiri dari kolom aspek yang dinilai, indikator operasional dan
penilaian.
F. Teknik Analisis Data dan Kriteria Keberhasilan
Untuk memberikan penilaian tentang keberhasilan tindakan pada masing-masing siklus
penelitian, peneliti memerlukan kriteria keberhasilan. Menurut Popham (1995), kriteria
untuk mengambil keputusan dapat dikembangkan sendiri atau atas kesepakatan
bersama sesuai dengan teori-teori yang mendukung. Berdasarkan hasil kesepakatan
35
dengan peserta penelitian, kriteria keberhasilan ditetapkan sesuai dengan kriteria
penilaian kinerja guru sesuai dengan Bab VII pasal 15 ayat 2 permenpan nomor 16
tentang jabatan fungsional guru dan angka kredit, sebagaimana berikut : nilai 91 sampai
dengan 100 disebut amat baik; nilai 76 sampai dengan 90 disebut baik; nilai 61 sampai
dengan 75 disebut cukup; nilai 51 sampai dengan 60 disebut sedang; dan nilai sampai
dengan 50 disebut kurang.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Awal
Sebelum penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan, peneliti mengadakan dan
pengumpulan data dengan cara observasi dari kondisi awal kelas yang akan diberi
tindakan.
Pengetahuan awal ini perlu diketahui agar kiranya penelitian ini sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh peneliti, apakah benar kelas ini perlu diberi tindakan yang sesuai
dengan strategi pelatihan yang direncanakan.
Untuk mendapatkan data mengenai kondisi nyata pengawas melakukan langkahlangkah sebagai berikut:
1 Perencanaan.
Untuk mengetahui kondisi awal, peneliti merencanakan melakukan
pengamatan pembelajaran secara langsung. Observasi pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan untuk mengetahui strategi pelatihan yang peneliti gunakan dalam
memberi materi tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
2 Pelaksanaan.
Pelaksanaan untuk mengukur kemampuan awal guru dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 3 Oktober 2013. Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti mengawasi
kerja guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diberikan,
sehingga keakuratan dari hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
37
3 Pengamatan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa
pada kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dilakukan,
guru masih belum mengerti sepenuhnya cara menyusun Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Pada kegiatan tersebut, terlihat masih ada guru yang bertanya ke
kiri dan ke kanan kepada teman-teman yang duduk di sebelahnya.
Setelah hasil kerja penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
dikumpulkan dan peneliti melangsung mengkoreksinya, maka didapatkan hasil
yang kurang memuaskan. Dari hasil koreksi awal, masih banyak guru yang belum
mengetahui bagaimana cara menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hanya
10 % guru yang mengetahui cara penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
melalui pelatihan sejenis yang pernah diikuti.
4 Refleksi.
Dari kondisi awal yang ada tersebut maka perlu diadakan suatu tindakan
untuk mengangkat kemampuan guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) di MTs Nurul Huda Jakarta Timur.
Bertolak dari kondisi awal tersebut maka peneliti merencanakan tindakan
penelitian dengan menerapkan strategi pelatihan pada pemberian materi
penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
38
B. Deskripsi Siklus I.
1. Perencanaan.
Untuk melakukan penelitian pada siklus I ini peneliti beserta guru pengajar
merencanakan tindakan yang meliputi :
a. Membuat silabus materi pembelajaran.
b. Membuat rancangan program pengajaran. Rancangan program yang dibuat
digunakan untuk pengajaran 2 x 40 menit dengan rincian (1) apersepsi 5 menit
(2) Kegiatan inti berisi pengerjaan lembar kerja dan mengaktifkan siswa dengan
metode tanyajawab selama 50 menit (3) Penutup 5 menit (4) evaluasi 20 menit.
c. Membuat lembar kerja guru yang digunakan untuk mengaktifkan guru dalam
menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan penyusunan tahap demi
tahap yang membawa guru dalam penemuan masalah atau penyelesaian suatu
masalah.
d. Membuat alat evaluasi yang digunakan untuk mendapatkan data kemampuan
guru
dalam
menyusun
Kriteria
Ketuntasan
Minimal
(KKM),
setelah
mendapatkan tindakan dengan menggunakan strategi pelatihan.
e. Membuat solusi dan langkah untuk disampaikan pada guru berkaitan kelemahan
guru dalam menyelesaikan masalah.
2. Pelaksanaan Tindakan.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal
5 Oktober 2013, peneliti melakukan kegiatan sesuai dengan apa yang telah
39
direncanakan, dimulai dengan penjelasan pada guru tentang kegiatan yang
harus dilakukan oleh guru dalam mengikuti kegiatan.
Berdasarkan informasi yang telah didapatkan peneliti pada saat
observasi penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dilakukan oleh
guru, maka peneliti menyampaikan kelemahan dan kekurangan – kekurangan
yang dilakukan guru dalam menyelesaikan penyusunan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM).
Selanjutnya peneliti membagikan lembar kerja yang telah dirancang oleh
peneliti untuk diselesaikan guru secara keseluruhan dan peneliti berkeliling
untuk mengamati cara kerja guru serta membantu guru yang mengalami
masalah dalam menyelesaikan lembar kerja yang dibagikan.
Pada saat pelaksanaan menyelesaikan lembar kerja guru tampak
beberapa guru saling komunikasi dengan teman terdekatnya tentang cara
penyelesaian dari lembar kerja yang dibagikan. Sambil berkeliling peneliti
mencatat hambatan – hambatan yang terjadi pada saat guru mengerjakan
lembar kerja tersebut. Selain itu peneliti juga mencatat guru-guru yang aktif dan
mampu dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti.
Peneliti memerintahkan pada guru yang telah mampu memecahkan masalah
yang masih menjadi masalah pada sebagian besar guru , untuk dijelaskan pada
temannya cara memecahkan masalah tersebut. Pada akhir pengajaran yaitu 20
40
menit terakhir dari pembelajaran peneliti memberikan evaluasi yang harus
diselesaikan oleh seluruh guru secara individual.
3. Hasil Pengamatan.
Setelah lembar kerja yang mengarahkan
guru untuk penyusunan
penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dibagikan maka tampak guru
antusias dalam mengerjakan lembar kerja tersebut.
Pada pengerjaan lembar kerja yang dibagikan ini tak terlihat adanya guru
yang melihat ke kiri atau ke kanan ataupun aktivitas lainnya, semuanya asyik
dalam mengerjakan lembar kerja yang dibagikan.
`Pada pelaksanaan pengerjaan lembar kerja tersebut tampak adanya guru
yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan bertanya pada teman
terdekatnya, namun ada pula guru yang mengalami hambatan dalam
mengerjakan lembar kerja tersebut langsung bertanya kepada peneliti.
Dari hasil evaluasi yang diberikan setelah dikoreksi oleh peneliti didapatkan
hasil sebagai berikut :
Dari 14 guru yang ada , 6 guru mendapatkan nilai kurang dari 50 , sedang 8 guru
telah mendapatkan nilai diatas batas tuntas, hal ini berarti 57,14 % guru telah
mampu menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan benar.
41
4. Refleksi.
Dengan melihat titiklemah yang terjadi pada sebagian guru berkenaan
konsep penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) , maka perlu diadakan
penjelasan yang mendasar pada guru yang mengalami hambatan dengan
memanfaatkan teman yang telah memahami konsep penyusunan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) tersebut untuk menjelaskannya.
Selanjutnya, peneliti mendata guru yang punya kemampuan lebih dan mampu
untuk menyampaikan materi yang dikuasainya kepada temannya. Perlunya
dibentuk kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 4 guru untuk
berkolaborasi dalam belajar dan dipimpin oleh guru yang punya kemampuan
lebih dan mampu menyampaikan materi yang dikuasainya.
C. Deskripsi Siklus II.
a. Perencanaan.
Pada perencanaan siklus II ini peneliti merencanakan tindakan sebagai berikut :
1) Membuat kelompok kecil yang terdiri dari 4 guru dan masing – masing
kelompok dipimpin oleh guru yang dipilih dari guru yang punya kemampuan
lebih dan mampu memimpin.
2) Membuat rancangan pembelajaran untuk kelompok kecil yang dipergunakan bagi
pengajaran selama 90 menit.
3) Membuat 2 lembar kerja yang dipergunakan untuk diskusi kelompok
42
4) Merencanakan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan
guru.
b. Pelaksanaan Tindakan.
Seperti yang telah direncanakan maka peneliti melaksanaan tindakan siklus
II pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober. Tindakan di siklus II ini diawali penjelasan
kepada guru tentang prosedur yang akan dilaksanakan pada pembelajaran untuk
kelompok kecil.
Peneliti membagi kelompok yang terdiri dari 4 guru dan menentukan ketua
dari masing – masing kelompok tersebut, selanjutnya guru berkumpul menurut
kelompok masing – masing.
Setelah siswa telah berkumpul dengan kelompoknya maka peneliti
membagikan lembar kerja untuk didiskusikan bersama dari masing – masing
kelompok, pada saat guru mulai berdiskusi peneliti berkeliling untuk mencatat
kesalahan – kesalahan yang dilakukan kelompok untuk dibimbing serta mencatat
guru-guru yang pasif agar bisa diajak aktif oleh kelompoknya.
Setelah waktu yang ditentukan pada lembar kerja habis maka peneliti
meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan
kelompok lain diminta menanggapi apa yang telah dipresentasikan, pada
kesempatan ini peneliti memandu jalannya diskusi dan bersama – sama guru
merumuskan jawaban.
43
Pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober 2013 pada guru diberikan evaluasi tentang
penguasaan materi penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam waktu 1
jam pelajaran atau 40 menit.
c. Hasil Pengamatan
Pada pelaksanaan siklus II ini tampak sekali bahwa guru sangat antusias
dalam mengerjakan tugas kelompok, semua guru terlihat aktif bersama
kelompoknya dalam menyelesaikan lembar kerja yang diberikan peneliti.
Pada saat diskusi pembahasan materi yang diberikan satu kelompok untuk
ditanggapi oleh kelompok lain, kadang terlihat perbedaan pola berfikir dari masing
– masing individu dalam menyampaikan ide pemecahan masalah yang diberikan.
Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan setelah dikoreksi didapatkan hasil
yang sesuai dengan kriteria pencapaian hasil yang diharapkan karena dari 14 guru
yang ada semuanya mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal, sehingga
prosentasi guru yang telah mampu menyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) adalah 100 %.
d. Refleksi
Dari hasil evaluasi yang diberikan selama 1 jam pelajaran atau 40 menit
tenyata 14 orang guru telah mampu mendapatkan nilai di atas batas kriteria namun
masih terlihat kesalahan yang dibuat oleh guru dikarenakan faktor kekurangtelitian
guru dalam bekerja. Akan tetapi, keaktifan dari guru secara keseluruhan telah sesuai
44
yang diharapkan oleh peneliti dibuktikan dalam mengerjakan lembar kerja secara
kelompok ini 100% telah aktif melakukan pembahasan lembar kerja yang diberikan.
D. Deskripsi Antar Siklus.
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga
pelaksanaan tindakan pada siklus II maka dapat digambarkan seperti dibawah :
No
Prosentase yang dicapai
Indikator
1
Kemampuan dalam
menyusun KKM
2
Kemampuan
mengerjakan
kerja
3
lembar
Keaktifan dalam
pembahasan lembar kerja
Awal
Siklus I
Siklus II
10 %
57,14 %
100 %
57,14 %
100 %
100 %
E. Pembahasan
Dari tabel antar siklus di atas tampak adanya hasil dari masing – masing indikator
yang harus dikuasai guru setelah diberi tindakan mengalami peningkatan yang sangat
luar biasa.
Pada siklus I peneliti cenderung membantu dalam bentuk teoretis, guru pengamat
pasif, karena hampir semua guru belum menetapkan kriteria ketuntasan minimal, bagi
guru yang telah membuat kriteria ketuntasan minimal cenderung dibuat apa adanya
yang terkadang mencontoh dari guru di sekolah lain. Sedangkan pada siklus II peneliti
45
dan guru benar-benar ikut bersama berlatih menetapkan kriteria ketuntasan minimal.
Guru diminta untuk lebih aktif dan serius (bukan asal jadi). Setiap selesai proses
pembelajaran, masing-masing kelompok guru mempresentasikan hasil kerjanya dan
kelompok guru yang lain mengkritisi serta memberi masukan terhadap hasil kerja guru
tersebut.
Setelah melalui proses refleksi, sebagian besar guru telah berhasil meningkatkan
kompetensinya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai dengan mata
pelajaran yang diampu. Guru dengan teliti dan cekatan memilih memilih cara
menetapkan kriteria ketuntasan minimal dan menghitung angka-angka dari mulai
menetap kriteria ketuntasan minimal masing-masing indikator pencapai sampai
dengan menetap kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran. Secara umum, pencapaian
keberhasilan guru pada siklus keduanya telah mencapai nilai 85 atau baik.
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian tindakan ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
empat kegiatan, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing)
dan refleksi (reflecting). Pada siklus pertama, kegiatan pelatihan diberikan dalam bentuk
pemberian informasi teoritis tentang cara menetapkan kriteria ketuntasan minimal.
Hasil dari kegiatan siklus pertama masih belum dapat dikatakan berhasil, hal ini
disebabkan peroleh rata-rata sekor para guru masih di bawah 50 atau kurang. Pada
siklus kedua, kegiatan pelatihan ditindaklanjuti dengan memberikan bantuan praktis, di
mana peneliti dan peserta secara bersama-sama menetapkan kriteria ketuntasan
minimal. Pada siklus kedua, hasil menetapkan kriteria ketuntasan minimal mata
pelajaran yang disusun oleh guru meningkat tajam, hal ini dibuktikan dengan peroleh
rata-rata sekor para guru sebesar 85 atau baik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan
minimal. Pada siklus pertama sekor rata-rata kompetensi guru adalah 25 atau kurang,
kemudian meningkat menjadi 85 atau baik. Artinya kegiatan pelatihan memberikan
dampak positif terhadap peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan kriteria
ketuntasan minimal.
47
B. Saran
Saran penelitian antara lain: (1) dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal, guru
sebagai administrator hendaknya selalu menggunakan pedoman menetapkan kriteria
ketuntasan minimal yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; (2) diharapkan guru
mendiskusikan hal-hal yang masih dirasakan menjadi ganjalan kepada berbagai pihak,
misalnya kepala sekolah dan teman sejawat; (3) guru hendaknya mempersiapkan dan
memperbaiki kriteria ketuntasan minimal sebelum awal tahun pelajaran baru di mulai
setiap tahunnya, (4) pembuat kebijakan (decision makers), seperti kepala sekolah dan
kepala dinas pendidikan di daerah, hendaknya memberi kesempatan yang seluasluasnya kepada guru mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan guru dalam
menetapkan kriteria ketuntasan minimal, (5) pengawas disarankan untuk menggunakan
supervisi akademik dalam bentuk kegiatan pelatihan dalam melaksanakan tugasnya,
terbukti dengan penggunaan kegiatan pelatihan dapat meningkatkan kompetensi guru
khususnya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai dengan mata
pelajaran masing-masing.
48
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan.
Bandung: Alfabeta
BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta : BSNP.
Depdiknas. 1997. Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Revitalisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Jakarta : Program
Pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. 2004. Supervisi Akademik; Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Kepala
Sekolah; Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2008. Pedoman Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research)
Peningkatan Kompetensi Supervisi Pengawas Sekolah SMA / SMK. Jakarta : Dirjen
PMPTK.
Djamarah, SB. Zain, A. 1996. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Harahap, Baharuddin. 1983. Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan olehGuru, Kepala
Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya
Kirk Patrick, DL. 1994. Evaluating Training Program, San Fransisco: Barret-Publishers, Inc.
Lockwood, D. 1994. Desain Pelatihan Efektif Bagi Supervisor dan Manajemen Madya,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Notoatmodjo, S. 1989. Dasar-dasar Pendidikan dan Pelatihan, Jakarta: BPKM UI.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Makmun, Abin Syamsudin. 2005. Psikologi Kependidikan, Perangkat Sistem Pengajaran
Modul. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Muhaimin 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
49
Mulyasa, E., 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Panitia Pelaksana Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 10 Jawa Barat. (2009).
Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), Pengawas. Bandung :
Universitas Pendidikan Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sagala, H. Syaiful. 2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, H. Nana. 2009. Penelitian Tindakan Kepengawasan, Konsep dan Aplikasinya bagi
Pengawas Sekolah. Jakarta : Binamitra Publishing.
Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama
Universitas Terbuka.
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan
Bhakti Winaya
Tafal, Z. dan Poerbonegoro, S. 1989. Pengantar Pendidikan Kesehatan, Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
50
UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU
DALAM MENETAPKAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL
MELALUI KEGIATAN PELATIHAN PADA MADRASAH
TSANAWIYAH NURUL HUDA JAKARTA TIMUR
LAPORAN HASIL PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH
Oleh:
Idrus Alwi
Pengawas Pendidikan Jakarta Timur
Kementerian Agama Republik Indonesia
Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Timur
2013
51
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian tindakan sekolah dengan judul:
Upaya Peningkatan Kompetensi Guru
Dalam Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal Melalui Pelatihan
pada Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Jakarta Timur
telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 15 Desember 2013
untuk diajukan kepada Tim Penilai Penetapan Angka Kredit Jabatan
Pengawas Pendidikan Agama
Penulis/Peneliti
Idrus Alwi, M.Pd.
NIP. NIP. 196812221989031002
Mengetahui/Mengesahkan:
Kepala Kantor Kementerian Agama
Kota Jakarta Timur
Ketua Kelompok Kerja (Pokjawas)
Jakarta Timur
Drs.H. Ahmadi, MM
Drs. Idrus Alwi, M.Pd
NIP. 195808131981021003
NIP. 196812221989031002
52
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mempersembahkan puji syukur kepada Allah swt, karena atas
anugerah-Nya yang selalu menyertai penulis dalam usaha merencanakan, melaksanakan
dan menyusun laporan penelitian ini.
Penulisan laporan penelitian tindakan sekolah ini dimaksudkan untuk mengetahui
peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
melalui teknik pelatihan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada:
1. Ibu Syaibatul Aslamiyah selaku kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Jakarta
Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian
ini.
2. Bapak/Ibu guru yang telah menunjukkan sikap kerjasama yang baik dengan penulis
dalam proses penelitian ini dari mulai tahap perencanaan sampai dengan tahap
pelaporan.
3. Bapak Drs.H. Ahmadi, MM sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jakarta
Timur dan Bapak Drs. Idrus Alwi selaku Ketua Kelompok Kerja Pengawas Wilayah
Jakarta Timur yang telah meneliti dan mengesahkan laporan hasil penelitian ini.
Sulit kiranya bagi penulis untuk membalas segala bentuk perhatian dan bantuan yang
diberikan kepada penulis. Semoga Allah swt membalas budi baik yang telah diberikan.
Jakarta, Desember 2013
Penulis
Idrus Alwi, M.Pd
53
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab
I
:
Pendahuluan
A.
B.
C.
D.
Bab
II
:
III
:
IV
:
1
3
4
4
Kompetensi Guru…………………………………………………………………
Dimensi-Dimensi Kompetensi Guru …………………………………
Kriteria ketuntasan Minimal ……………………………………………
Pelatihan Guru …………………………………………………………………
Hipotesis Penelitian
………………………………………………………
5
9
20
27
30
Metodologi Penelitian
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Bab
.……………………………………………………...
………………………………………………………
..……………………………………………………..
………………………………………………………
Landasan Teori Dan Hipotesis
A.
B.
C.
D.
E.
Bab
Latar Belakang Masalah
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Jenis Penelitian …………………………………………………………………
Disain Penelitian …………………………………………………………………
Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………
Tindakan Penelitian
………………………………………………………
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
………………………
Teknik Analisis Data Dan Kriteria keberhasilan
……………
31
31
32
32
34
34
Hasil Penelitian
A.
B.
C.
D.
E.
Deskripsi Awal ……………………………………………………………………
Deskripsi Siklus I ………………………………………….………………………
Deskripsi Siklus II ……………………………………………………………
Deskripsi Antar Siklus …………………………………………………………
Pembahasan ……………………………………………………………………….
36
36
38
38
38
54
Bab
V
:
Simpulan Dan Saran
A. Simpulan …………………………………………………………………………… 39
B. Saran
…………………………………………………………………………… 40
Daftar Pustaka
Lampiran
Download