1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut memuat dua puluh dua bab, tujuh puluh pasal, dan penjelasannya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa setiap pembaruan system pendidikan nasional untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasioanl di antaranya adalah (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar, (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral, (4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, (5) memperdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika mencermati visi pendidikan tersebut, semuanya mengarah pada mutu pendidikan yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Mutu 2 pendidikan ternyata dipengaruhi oleh banyak komponen. Menurut Syamsudin (2006:66), ada tiga komponen utama yang saling berkaitan dan memiliki kedudukan strategis dalam kegiatan belajar-mengajar. Ketiga komponen tersebut adalah kurikulum, guru, dan pembelajar (siswa). Ketiga komponen itu, gurulah yang menduduki posisi sentral sebab peranannya harus mampu menerjemahkan nilainilai yang terdapat dalam kurikulum secara optimal. Walaupun system pembelajaran sekarang sudah tidak teacher center lagi, seorang guru harus tetap memegang peranan yang penting dalam membimbing siswa. Bahkan, menurut Undang-undang Guru pasal 1 ayat 1 (2006:3) guru adalah pendidik professional dengan tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan hal itu, seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai baik di bidang akademik mapun pedagogik. Seorang guru harus selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya, pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk paradigm baru pendidikan yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menegah, Departemen pendidikan Nasional (2004:2), seorang guru harus memenuhi tiga standar kompetensi, diantaranya: (1) kompetensi pengelolaan pembelajaran dan wawasan kependidikan, (2) kompetensi akademik/vokasional sesuai materi pembelajaran, (3) pengembangan profesi. Ketiga komptensi tersebut bertujuan agar guru bermutu 3 menjadikan pembelajaran bermutu juga, yang akhirnya meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Untuk mencapai tiga kompetensi tersebut, sekolah harus melaksanakan pembinaan terhadap guru baik melalui pelatihan, workshop, PKG, diskusi, dan supervisi baik yang dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas. Hal itu harus dilakukan secara periodik agar kompetensi dan wawasan guru, khususnya guru MTs di wilayah Jakarta Timur meningkat setiap saat sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Pada umumnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kompetensi dan wawasan guru saat ini, yaitu: (1) rendahnya kesadaran guru untuk belajar, (2) kurangnya kesempatan guru mengikuti pelatihan, baik secara regional mapun nasional, (3) kurang efektifnya MGMP/KKM. Untuk meningkatkan kompetensi dan wawasan guru dalam pembelajaran, perlu dilakukan penelitian tindakan sekolah dengan permasalahan di atas. Karena berbagai keterbatasan, penelitian ini hanya difokuskan pada kegiatan supervisi akademik khususnya teknik supervisi kelompok terhadap kompetensi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sehingga penelitian tindakan sekolah diberi judul: Upaya Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Melalui Kegiatan Pelatihan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan penelitian tindakan sekolah ini, yaitu: “Apakah melalui kegiatan pelatihan, guru dapat meningkatkan kompetensinya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai mata pelajarannya masing-masing? 4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah melalui kegiatan pelatihan, guru dapat meningkatkan kompetensinya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai mata pelajarannya masing-masing. Hal tersebut dapat diketahui dari data dan informasi tentang kompetensi guru dalam mengembangkan silabus pembelajaran yang diperoleh pada setiap siklus penelitian. Masing-masing siklus penelitian melaporkan aspek: perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Hasil penelitian siklus pertama menjadi acuan dalam melaksanakan tindakan siklus kedua, sedangkan hasil penelitian siklus kedua menjadi acuan pula bagi pelaksanaan tindakan siklus ketiga. D. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai upaya peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal melalui kegiatan pelatihan secara umum diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan kepada para guru, kepala madrasah, pengawas pendidikan agama, instansi berwenang seperti Kantor Departemen Agama Kota, Kantor Wilayah Departemen Agama DKI Jakarta dan lembaga terkait lainnya, dalam melaksanakan langkah-langkah penyusunan kriteria ketuntasan minimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja dan mutu tugas pokok dan fungsi masing-masing. Di samping itu hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang pendidikan khususnya dalam kegiatan penyusunan kriteria ketuntasan minimal dan pelaksanaan pelatihan. 5 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kompetensi Guru Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu. Menurut Nana Syaodih (1997) kompetensi adalah performan yang mengarah kepada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam menjalankan profesinya di masyarakat baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, kompetensi professional menyiratkan adanya suatu keharusan memiliki kompetensi agar profesi itu berfungsi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian guru dituntut untuk memahami lebih jauh mengenai kompetensi profesional di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus mempunyai karakteristik tertentu. Lardirabal (1977: 6-7) mengungkapkan bahwa kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian, sosial, dan professional. Guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada khususnya. Untuk memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara 6 baik karena fungsi guru itu sendiri adalah membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara professional di dalam proses belajar mengajar. Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman. Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, 7 knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugastugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena 8 kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. 9 B. Dimensi-dimensi Kompetensi Guru Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 1. Kompetensi Pedagogik Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahanbahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi 10 penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu. Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan. b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. 11 Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa. Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga 12 tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa. c. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang 13 telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran, (2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, 14 (9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian. Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian. 2. Kompetensi Kepribadian Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi 15 pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah). Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan 16 tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilainilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan. 3. Kompetensi Profesional Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional 17 adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan 18 kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1) pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah. Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi 19 kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan 4. Kompetensi Sosial Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru 20 harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat. C. Kriteria Ketuntasan Minimal 1. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan 21 peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui criteria ketuntasan minimal. Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari 22 kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik 2. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal. a. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan; b. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan; 23 c. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana prasarana belajar di sekolah; d. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pemenuhan pimpinan satuan kebutuhan pendidikan untuk berupaya mendukung memaksimalkan terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah; e. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan 24 salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat. 3. Prinsip Penetapan KKM Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan; b. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi c. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan ratarata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut; 25 d. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan ratarata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut; e. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik; f. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara; g. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal. 4. Langkah-Langkah Penetapan KKM Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut: a. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut: Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran; b. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian; 26 c. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan; d. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik. 5. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah: a. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut: 1) guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik; 2) guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi; 3) guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang diajarkan; 4) peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi; 5) peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep; 6) peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan; 27 7) waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan; 8) tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar b. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah. 1) Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran; 2) Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah. Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik. c. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang bersangkutan. Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya. 28 D. Pelatihan Guru 1. Pengertian Pelatihan Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar Kirkpatrick (1994) mendefinisikan pelatihan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan, mengubah perilaku dan mengembangkan keterampilan. Pelatihan menurut Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (1998) berarti mengubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan praktek daripada teori. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang telah ditentukan terlebih dahulu. 2. Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan secara umum adalah mengubah perilaku individu tenaga pendidik di bidang pendidikan. Tujuan ini adalah menjadikan pendidikan 29 sebagai suatu yang bernilai di masyarakat pendidikan, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Prinsip dari pelatihan bukanlah hanya pelajaran di kelas, tapi merupakan kumpulan-kumpulan pengalaman di mana saja dan kapan saja, sepanjang pelatihan dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan kebiasaan (Tafal, 1989). Menurut Notoatmodjo (2005), pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program pendidikan secara keseluruhan. Tujuan umum pelatihan tenaga pendidikan adalah meningkatkan kemampuan tenagab pendidik dalam mengelola dan menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa-siswinya. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan guru sebagai tenaga pendidik, dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam menyiapkan administrasi pembelajaran. Adapun tujuan pelatihan merupakan upaya peningkatan sumberdaya manusia termasuk sumberdaya manusia tenaga pendidikan, agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat. Tenaga pendidikan perlu mendapatkan pelatihan karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pelatihan bagi tenaga pendidik dapat berupa : a) ceramah; b) tanya jawab; c) curah pendapat; d) simulasi dan e) praktek. 30 E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil kajian teori di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini, sebagai berikut: “Kegiatan pelatihan yang diberikan kepada guru dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal sesuai mata pelajarannya masing-masing”. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan (Action Research). Carr dan Kemmis dalam McNiff (1992) mengemukakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu bentuk refleksi alamiah yang dilakukan oleh para partisipan, guru, dan peserta didik untuk meningkatkan aspek-aspek praktis. Gay (1996) mengemukakan bahwa tujuan penelitian tindakan adalah untuk memecahkan masalah praktis melalui aplikasi metode ilmiah (the purpose of action research is to solve practical problems through the application of scientific method). Hall & Hall (1996) mengemukakan bahwa salah satu ciri penelitian tindakan adalah peneliti itu sendiri yang bertindak sebagai aktivis (the researcher becomes an activist). B. Desain Penelitian Desain penelitian mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin (McNiff, 1992), yakni: adanya perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting) yang dilakukan secara bersiklus. 32 Permasalahan Perencanaan Tindakan I Pelaksanaan Tindakan I Refleksi I Pengamatan/ Pengumpulan Data I Perencanaan Tindakan II Pelaksanaan Tindakan II Refleksi II Pengamatan/ Pengumpulan Data II Perencanaan Tindakan III Pelaksanaan Tindakan III Refleksi III Pengamatan/ Pengumpulan Data III Siklus I Permasalahan baru hasil refleksi I Siklus II Permasalahan baru hasil refleksi II Siklus III Gambar 1: Disain penelitian tindakan. C. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian Subjek penelitian adalah guru MTs Nurul Huda di wilayah Jakarta Timur. Jumlah guru yang mengikuti kegiatan ini adalah 14 orang. Kegiatan dilaksanakan di MTs Nurul Huda, Jalan Tipar Cakung Jakarta Timur. Penelitian berlangsung selama 3 hari, dari tanggal 3 –5 Oktober 2013. D. Tindakan Penelitian Karena penelitian ini merupakan penelitian tindakan, pelaksanaan ini dilakukan secara siklus. Pelaksanaannya minimal selama dua siklus. Siklus-siklus itu merupakan rangkaian yang saling berkelanjutan, yaitu setelah siklus pertama dilakukan akan 33 dilanjutkan oleh siklus kedua. Setiap siklus selalu terdapat langkah-langkah persiapan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan pemantauan tindakan, serta refleksi. Tindakan yang dilakukan mencakup: a. Persiapan tindakan, dengan melakukan (1) pengumpulan data kepegawaian guru yang ditetapkan sebagai subjek penelitian, (2) mengadakan pertemuan dengan guruguru sebagai mitra penelitian untuk membahas langkah-langkah pemecahan masalah pembelajaran dari aspek guru dan pengawas, (3) melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru, (4) menyusun langkah-langkah persiapan pelaksanaan tindakan persiklus. b. Pelaksanaan tindakan, dengan melakukan (1) pemberian materi melalui kegiatan pelatihan sekolah, (2) menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi berkaitan dengan materi yang disampaikan. c. Pengamatan dan pemantauan tindakan, dengan melakukan (1) pengamatan peningkatan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun kriteria ketuntasan minimal sesuai dengan bidangnya masing-masing, (2) pemberian penilaian sementara yang dilakukan oleh pengawas sebagai titik awal mengukur ada tidaknya peningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun kriteria ketuntasan minimal pembelajaran sesuai dengan bidangnya masing-masing. d. Setelah ketiga langkah tindakan dilakukan, peneliti dan peserta pelatihan merefleksikan atau mengkaji beberapa hal, yaitu: (1) apa yang telah dilakukan, (2) bagaimana hasil yang dicapai, (3) apa kekuatan dan kelemahan yang ditemui, dan (4) tindakan/perubahan apa yang akan dilakukan memasuki siklus berikutnya. Pada sesi 34 siklus pertama akan terjadi beberapa kemungkinan, yaitu: tindakan belum memenuhi kriteria keberhasilan atau sudah memenuhi kriteria berhasil. Tindakan siklus kedua dapat ditentukan berdasarkan hasil refleksi siklus pertama. Hal ini tidak berbeda dengan siklus pertama, tetapi tindakan yang diberikan sebagai respon terhadap hasil-hasil refleksi mengalami beberapa perubahan. Demikian juga tindakan siklus ketiga dan seterusnya, merupakan daur ulang dari serangkaian kegiatan yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Data dikumpulkan secara partisipatif (participative observation). Teknik ini merupakan bagian dari kegiatan observasi dimana peserta dan peneliti ikut berpartisipasi menangkap gejala alamiah yang terjadi. Observasi dilakukan baik secara sistematis (systematic observation) yang sudah dirancang sejak awal penelitian maupun secara tidak sistematis (nonsystematic observation) yang diperoleh tanpa sengaja. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah instrumen pengawasan akademik untuk menetapkan kriteria ketuntasan minimal yang digunakan pengawas dalam kegiatan supervisi. Instrumen terdiri dari kolom aspek yang dinilai, indikator operasional dan penilaian. F. Teknik Analisis Data dan Kriteria Keberhasilan Untuk memberikan penilaian tentang keberhasilan tindakan pada masing-masing siklus penelitian, peneliti memerlukan kriteria keberhasilan. Menurut Popham (1995), kriteria untuk mengambil keputusan dapat dikembangkan sendiri atau atas kesepakatan bersama sesuai dengan teori-teori yang mendukung. Berdasarkan hasil kesepakatan 35 dengan peserta penelitian, kriteria keberhasilan ditetapkan sesuai dengan kriteria penilaian kinerja guru sesuai dengan Bab VII pasal 15 ayat 2 permenpan nomor 16 tentang jabatan fungsional guru dan angka kredit, sebagaimana berikut : nilai 91 sampai dengan 100 disebut amat baik; nilai 76 sampai dengan 90 disebut baik; nilai 61 sampai dengan 75 disebut cukup; nilai 51 sampai dengan 60 disebut sedang; dan nilai sampai dengan 50 disebut kurang. 36 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Awal Sebelum penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan, peneliti mengadakan dan pengumpulan data dengan cara observasi dari kondisi awal kelas yang akan diberi tindakan. Pengetahuan awal ini perlu diketahui agar kiranya penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti, apakah benar kelas ini perlu diberi tindakan yang sesuai dengan strategi pelatihan yang direncanakan. Untuk mendapatkan data mengenai kondisi nyata pengawas melakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1 Perencanaan. Untuk mengetahui kondisi awal, peneliti merencanakan melakukan pengamatan pembelajaran secara langsung. Observasi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui strategi pelatihan yang peneliti gunakan dalam memberi materi tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 2 Pelaksanaan. Pelaksanaan untuk mengukur kemampuan awal guru dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 Oktober 2013. Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti mengawasi kerja guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diberikan, sehingga keakuratan dari hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. 37 3 Pengamatan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa pada kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dilakukan, guru masih belum mengerti sepenuhnya cara menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pada kegiatan tersebut, terlihat masih ada guru yang bertanya ke kiri dan ke kanan kepada teman-teman yang duduk di sebelahnya. Setelah hasil kerja penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dikumpulkan dan peneliti melangsung mengkoreksinya, maka didapatkan hasil yang kurang memuaskan. Dari hasil koreksi awal, masih banyak guru yang belum mengetahui bagaimana cara menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hanya 10 % guru yang mengetahui cara penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) melalui pelatihan sejenis yang pernah diikuti. 4 Refleksi. Dari kondisi awal yang ada tersebut maka perlu diadakan suatu tindakan untuk mengangkat kemampuan guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di MTs Nurul Huda Jakarta Timur. Bertolak dari kondisi awal tersebut maka peneliti merencanakan tindakan penelitian dengan menerapkan strategi pelatihan pada pemberian materi penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 38 B. Deskripsi Siklus I. 1. Perencanaan. Untuk melakukan penelitian pada siklus I ini peneliti beserta guru pengajar merencanakan tindakan yang meliputi : a. Membuat silabus materi pembelajaran. b. Membuat rancangan program pengajaran. Rancangan program yang dibuat digunakan untuk pengajaran 2 x 40 menit dengan rincian (1) apersepsi 5 menit (2) Kegiatan inti berisi pengerjaan lembar kerja dan mengaktifkan siswa dengan metode tanyajawab selama 50 menit (3) Penutup 5 menit (4) evaluasi 20 menit. c. Membuat lembar kerja guru yang digunakan untuk mengaktifkan guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan penyusunan tahap demi tahap yang membawa guru dalam penemuan masalah atau penyelesaian suatu masalah. d. Membuat alat evaluasi yang digunakan untuk mendapatkan data kemampuan guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), setelah mendapatkan tindakan dengan menggunakan strategi pelatihan. e. Membuat solusi dan langkah untuk disampaikan pada guru berkaitan kelemahan guru dalam menyelesaikan masalah. 2. Pelaksanaan Tindakan. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober 2013, peneliti melakukan kegiatan sesuai dengan apa yang telah 39 direncanakan, dimulai dengan penjelasan pada guru tentang kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan informasi yang telah didapatkan peneliti pada saat observasi penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dilakukan oleh guru, maka peneliti menyampaikan kelemahan dan kekurangan – kekurangan yang dilakukan guru dalam menyelesaikan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Selanjutnya peneliti membagikan lembar kerja yang telah dirancang oleh peneliti untuk diselesaikan guru secara keseluruhan dan peneliti berkeliling untuk mengamati cara kerja guru serta membantu guru yang mengalami masalah dalam menyelesaikan lembar kerja yang dibagikan. Pada saat pelaksanaan menyelesaikan lembar kerja guru tampak beberapa guru saling komunikasi dengan teman terdekatnya tentang cara penyelesaian dari lembar kerja yang dibagikan. Sambil berkeliling peneliti mencatat hambatan – hambatan yang terjadi pada saat guru mengerjakan lembar kerja tersebut. Selain itu peneliti juga mencatat guru-guru yang aktif dan mampu dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti. Peneliti memerintahkan pada guru yang telah mampu memecahkan masalah yang masih menjadi masalah pada sebagian besar guru , untuk dijelaskan pada temannya cara memecahkan masalah tersebut. Pada akhir pengajaran yaitu 20 40 menit terakhir dari pembelajaran peneliti memberikan evaluasi yang harus diselesaikan oleh seluruh guru secara individual. 3. Hasil Pengamatan. Setelah lembar kerja yang mengarahkan guru untuk penyusunan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dibagikan maka tampak guru antusias dalam mengerjakan lembar kerja tersebut. Pada pengerjaan lembar kerja yang dibagikan ini tak terlihat adanya guru yang melihat ke kiri atau ke kanan ataupun aktivitas lainnya, semuanya asyik dalam mengerjakan lembar kerja yang dibagikan. `Pada pelaksanaan pengerjaan lembar kerja tersebut tampak adanya guru yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan bertanya pada teman terdekatnya, namun ada pula guru yang mengalami hambatan dalam mengerjakan lembar kerja tersebut langsung bertanya kepada peneliti. Dari hasil evaluasi yang diberikan setelah dikoreksi oleh peneliti didapatkan hasil sebagai berikut : Dari 14 guru yang ada , 6 guru mendapatkan nilai kurang dari 50 , sedang 8 guru telah mendapatkan nilai diatas batas tuntas, hal ini berarti 57,14 % guru telah mampu menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan benar. 41 4. Refleksi. Dengan melihat titiklemah yang terjadi pada sebagian guru berkenaan konsep penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) , maka perlu diadakan penjelasan yang mendasar pada guru yang mengalami hambatan dengan memanfaatkan teman yang telah memahami konsep penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) tersebut untuk menjelaskannya. Selanjutnya, peneliti mendata guru yang punya kemampuan lebih dan mampu untuk menyampaikan materi yang dikuasainya kepada temannya. Perlunya dibentuk kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 4 guru untuk berkolaborasi dalam belajar dan dipimpin oleh guru yang punya kemampuan lebih dan mampu menyampaikan materi yang dikuasainya. C. Deskripsi Siklus II. a. Perencanaan. Pada perencanaan siklus II ini peneliti merencanakan tindakan sebagai berikut : 1) Membuat kelompok kecil yang terdiri dari 4 guru dan masing – masing kelompok dipimpin oleh guru yang dipilih dari guru yang punya kemampuan lebih dan mampu memimpin. 2) Membuat rancangan pembelajaran untuk kelompok kecil yang dipergunakan bagi pengajaran selama 90 menit. 3) Membuat 2 lembar kerja yang dipergunakan untuk diskusi kelompok 42 4) Merencanakan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan guru. b. Pelaksanaan Tindakan. Seperti yang telah direncanakan maka peneliti melaksanaan tindakan siklus II pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober. Tindakan di siklus II ini diawali penjelasan kepada guru tentang prosedur yang akan dilaksanakan pada pembelajaran untuk kelompok kecil. Peneliti membagi kelompok yang terdiri dari 4 guru dan menentukan ketua dari masing – masing kelompok tersebut, selanjutnya guru berkumpul menurut kelompok masing – masing. Setelah siswa telah berkumpul dengan kelompoknya maka peneliti membagikan lembar kerja untuk didiskusikan bersama dari masing – masing kelompok, pada saat guru mulai berdiskusi peneliti berkeliling untuk mencatat kesalahan – kesalahan yang dilakukan kelompok untuk dibimbing serta mencatat guru-guru yang pasif agar bisa diajak aktif oleh kelompoknya. Setelah waktu yang ditentukan pada lembar kerja habis maka peneliti meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok lain diminta menanggapi apa yang telah dipresentasikan, pada kesempatan ini peneliti memandu jalannya diskusi dan bersama – sama guru merumuskan jawaban. 43 Pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober 2013 pada guru diberikan evaluasi tentang penguasaan materi penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam waktu 1 jam pelajaran atau 40 menit. c. Hasil Pengamatan Pada pelaksanaan siklus II ini tampak sekali bahwa guru sangat antusias dalam mengerjakan tugas kelompok, semua guru terlihat aktif bersama kelompoknya dalam menyelesaikan lembar kerja yang diberikan peneliti. Pada saat diskusi pembahasan materi yang diberikan satu kelompok untuk ditanggapi oleh kelompok lain, kadang terlihat perbedaan pola berfikir dari masing – masing individu dalam menyampaikan ide pemecahan masalah yang diberikan. Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan setelah dikoreksi didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria pencapaian hasil yang diharapkan karena dari 14 guru yang ada semuanya mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal, sehingga prosentasi guru yang telah mampu menyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 100 %. d. Refleksi Dari hasil evaluasi yang diberikan selama 1 jam pelajaran atau 40 menit tenyata 14 orang guru telah mampu mendapatkan nilai di atas batas kriteria namun masih terlihat kesalahan yang dibuat oleh guru dikarenakan faktor kekurangtelitian guru dalam bekerja. Akan tetapi, keaktifan dari guru secara keseluruhan telah sesuai 44 yang diharapkan oleh peneliti dibuktikan dalam mengerjakan lembar kerja secara kelompok ini 100% telah aktif melakukan pembahasan lembar kerja yang diberikan. D. Deskripsi Antar Siklus. Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga pelaksanaan tindakan pada siklus II maka dapat digambarkan seperti dibawah : No Prosentase yang dicapai Indikator 1 Kemampuan dalam menyusun KKM 2 Kemampuan mengerjakan kerja 3 lembar Keaktifan dalam pembahasan lembar kerja Awal Siklus I Siklus II 10 % 57,14 % 100 % 57,14 % 100 % 100 % E. Pembahasan Dari tabel antar siklus di atas tampak adanya hasil dari masing – masing indikator yang harus dikuasai guru setelah diberi tindakan mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. Pada siklus I peneliti cenderung membantu dalam bentuk teoretis, guru pengamat pasif, karena hampir semua guru belum menetapkan kriteria ketuntasan minimal, bagi guru yang telah membuat kriteria ketuntasan minimal cenderung dibuat apa adanya yang terkadang mencontoh dari guru di sekolah lain. Sedangkan pada siklus II peneliti 45 dan guru benar-benar ikut bersama berlatih menetapkan kriteria ketuntasan minimal. Guru diminta untuk lebih aktif dan serius (bukan asal jadi). Setiap selesai proses pembelajaran, masing-masing kelompok guru mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok guru yang lain mengkritisi serta memberi masukan terhadap hasil kerja guru tersebut. Setelah melalui proses refleksi, sebagian besar guru telah berhasil meningkatkan kompetensinya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Guru dengan teliti dan cekatan memilih memilih cara menetapkan kriteria ketuntasan minimal dan menghitung angka-angka dari mulai menetap kriteria ketuntasan minimal masing-masing indikator pencapai sampai dengan menetap kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran. Secara umum, pencapaian keberhasilan guru pada siklus keduanya telah mencapai nilai 85 atau baik. 46 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian tindakan ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Pada siklus pertama, kegiatan pelatihan diberikan dalam bentuk pemberian informasi teoritis tentang cara menetapkan kriteria ketuntasan minimal. Hasil dari kegiatan siklus pertama masih belum dapat dikatakan berhasil, hal ini disebabkan peroleh rata-rata sekor para guru masih di bawah 50 atau kurang. Pada siklus kedua, kegiatan pelatihan ditindaklanjuti dengan memberikan bantuan praktis, di mana peneliti dan peserta secara bersama-sama menetapkan kriteria ketuntasan minimal. Pada siklus kedua, hasil menetapkan kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran yang disusun oleh guru meningkat tajam, hal ini dibuktikan dengan peroleh rata-rata sekor para guru sebesar 85 atau baik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal. Pada siklus pertama sekor rata-rata kompetensi guru adalah 25 atau kurang, kemudian meningkat menjadi 85 atau baik. Artinya kegiatan pelatihan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal. 47 B. Saran Saran penelitian antara lain: (1) dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal, guru sebagai administrator hendaknya selalu menggunakan pedoman menetapkan kriteria ketuntasan minimal yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; (2) diharapkan guru mendiskusikan hal-hal yang masih dirasakan menjadi ganjalan kepada berbagai pihak, misalnya kepala sekolah dan teman sejawat; (3) guru hendaknya mempersiapkan dan memperbaiki kriteria ketuntasan minimal sebelum awal tahun pelajaran baru di mulai setiap tahunnya, (4) pembuat kebijakan (decision makers), seperti kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan di daerah, hendaknya memberi kesempatan yang seluasluasnya kepada guru mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal, (5) pengawas disarankan untuk menggunakan supervisi akademik dalam bentuk kegiatan pelatihan dalam melaksanakan tugasnya, terbukti dengan penggunaan kegiatan pelatihan dapat meningkatkan kompetensi guru khususnya dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. 48 DAFTAR PUSTAKA Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta : BSNP. Depdiknas. 1997. Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2003. Revitalisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Jakarta : Program Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. 2004. Supervisi Akademik; Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Kepala Sekolah; Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2008. Pedoman Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research) Peningkatan Kompetensi Supervisi Pengawas Sekolah SMA / SMK. Jakarta : Dirjen PMPTK. Djamarah, SB. Zain, A. 1996. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Harahap, Baharuddin. 1983. Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan olehGuru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya Kirk Patrick, DL. 1994. Evaluating Training Program, San Fransisco: Barret-Publishers, Inc. Lockwood, D. 1994. Desain Pelatihan Efektif Bagi Supervisor dan Manajemen Madya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Notoatmodjo, S. 1989. Dasar-dasar Pendidikan dan Pelatihan, Jakarta: BPKM UI. Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Makmun, Abin Syamsudin. 2005. Psikologi Kependidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Muhaimin 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 49 Mulyasa, E., 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Panitia Pelaksana Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 10 Jawa Barat. (2009). Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), Pengawas. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sagala, H. Syaiful. 2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta. Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, H. Nana. 2009. Penelitian Tindakan Kepengawasan, Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah. Jakarta : Binamitra Publishing. Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka. Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya Tafal, Z. dan Poerbonegoro, S. 1989. Pengantar Pendidikan Kesehatan, Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 50 UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM MENETAPKAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL MELALUI KEGIATAN PELATIHAN PADA MADRASAH TSANAWIYAH NURUL HUDA JAKARTA TIMUR LAPORAN HASIL PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH Oleh: Idrus Alwi Pengawas Pendidikan Jakarta Timur Kementerian Agama Republik Indonesia Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Timur 2013 51 LEMBAR PENGESAHAN Laporan penelitian tindakan sekolah dengan judul: Upaya Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal Melalui Pelatihan pada Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Jakarta Timur telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 15 Desember 2013 untuk diajukan kepada Tim Penilai Penetapan Angka Kredit Jabatan Pengawas Pendidikan Agama Penulis/Peneliti Idrus Alwi, M.Pd. NIP. NIP. 196812221989031002 Mengetahui/Mengesahkan: Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Timur Ketua Kelompok Kerja (Pokjawas) Jakarta Timur Drs.H. Ahmadi, MM Drs. Idrus Alwi, M.Pd NIP. 195808131981021003 NIP. 196812221989031002 52 KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis mempersembahkan puji syukur kepada Allah swt, karena atas anugerah-Nya yang selalu menyertai penulis dalam usaha merencanakan, melaksanakan dan menyusun laporan penelitian ini. Penulisan laporan penelitian tindakan sekolah ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan kompetensi guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) melalui teknik pelatihan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Ibu Syaibatul Aslamiyah selaku kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. 2. Bapak/Ibu guru yang telah menunjukkan sikap kerjasama yang baik dengan penulis dalam proses penelitian ini dari mulai tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaporan. 3. Bapak Drs.H. Ahmadi, MM sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jakarta Timur dan Bapak Drs. Idrus Alwi selaku Ketua Kelompok Kerja Pengawas Wilayah Jakarta Timur yang telah meneliti dan mengesahkan laporan hasil penelitian ini. Sulit kiranya bagi penulis untuk membalas segala bentuk perhatian dan bantuan yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah swt membalas budi baik yang telah diberikan. Jakarta, Desember 2013 Penulis Idrus Alwi, M.Pd 53 DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Bab I : Pendahuluan A. B. C. D. Bab II : III : IV : 1 3 4 4 Kompetensi Guru………………………………………………………………… Dimensi-Dimensi Kompetensi Guru ………………………………… Kriteria ketuntasan Minimal …………………………………………… Pelatihan Guru ………………………………………………………………… Hipotesis Penelitian ……………………………………………………… 5 9 20 27 30 Metodologi Penelitian A. B. C. D. E. F. Bab .……………………………………………………... ……………………………………………………… ..…………………………………………………….. ……………………………………………………… Landasan Teori Dan Hipotesis A. B. C. D. E. Bab Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Jenis Penelitian ………………………………………………………………… Disain Penelitian ………………………………………………………………… Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………… Tindakan Penelitian ……………………………………………………… Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……………………… Teknik Analisis Data Dan Kriteria keberhasilan …………… 31 31 32 32 34 34 Hasil Penelitian A. B. C. D. E. Deskripsi Awal …………………………………………………………………… Deskripsi Siklus I ………………………………………….……………………… Deskripsi Siklus II …………………………………………………………… Deskripsi Antar Siklus ………………………………………………………… Pembahasan ………………………………………………………………………. 36 36 38 38 38 54 Bab V : Simpulan Dan Saran A. Simpulan …………………………………………………………………………… 39 B. Saran …………………………………………………………………………… 40 Daftar Pustaka Lampiran