ABSTRAK - Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

advertisement
21
POLA RESISTENSI BAKTERI AEROB PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI
TERHADAP ANTIBIOTIK DI RUANG RAWAT INAP BAGIAN BEDAH DAN
KEBIDANAN RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Andy Samuel ; Prof. DR. dr. Efrida Warganegara, M.Kes, SpMK
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
No. Telpon: 085769777556. Email: [email protected]
ABSTRAK
Resistensi bakteri terhadap antibiotik yang dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang
kurang tepat sudah menjadi masalah di berbagai rumah sakit di indonesia dan dunia. Infeksi
nosokomial yang disebabkan oleh bakteri dapat terjadi pada pasien postoperasi yang menjalani
rawat inap di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri aerob
penyebab infeksi luka operasi terhadap antibiotik di ruang Rawat Inap bagian Bedah dan
Kebidanan RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorik dengan pendekatan crosssectional. Jumlah sampel sebanyak 77 isolat dari 60 pasien yang diuji dengan 8 jenis antibiotik
yaitu Penisilin G, Ceftazidim, Cefotaksim, Amikasin, Gentamisin, Eritromisin, Ciprofloksasin,
dan Kloramfenikol. Uji sensitivitas antibiotik dilakukan dengan teknik difusi Kirby-Bauer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa isolat bakteri dari ruang rawat inap Bedah RSUD.
Abdul Moeloek sensitif terhadap Ciprofloksasin, Amikasin, Gentamisin, dan Eritromisin akan
tetapi resisten terhadap Penisilin G, Cefotaksim, dan Kloramfenikol. Juga terjadi peningkatan
resistensi pada Penisilin G, Ceftazidim, Amikasin, dan Cefotaksim. Terjadi penurunan resistensi
pada Gentamisin, Eritromisin, dan Ciprofloksasin. Isolat bakteri dari ruang rawat inap Kebidanan
sensitif terhadap Ciprofloksasin, Amikasin, Gentamisin akan tetapi resisten terhadap Penisilin G,
Eritromisin, dan Kloramfenikol. Juga terjadi peningkatan resistensi pada Ceftazidim,
Ciprofloksasin, Gentamisin, dan Cefotaksim.
Kata kunci : Bakteri aerob, Resistensi, Antibiotik, Infeksi Luka Operasi.
PENDAHULUAN
inap di rumah sakit. Infeksi luka operasi
merupakan salah satu manifestasi infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama
nosokomial yang kedua terbanyak setelah
morbiditas dan mortalitas di rumah sakit di
infeksi saluran kemih. Cara pengendalian
Indonesia dan dunia. Penyakit infeksi dapat
infeksi nosokomial adalah dengan
terjadi pada pasien postoperasi yang dirawat
meningkatkan Quality Control rumah sakit
22
yaitu dengan screening pada petugas (tenaga
(obesitas, diabetes, co-morbid, infeksi di bagian
medis, paramedis, dll), peralatan, ruangan,
tubuh yang lain, mengalami pembedahan yang
lingkungan rumah sakit dan juga pengawasan
terkontaminasi, rawat inap pre-operatif yang
mekanisme dan alur penggunaan antibiotik
panjang, menjalani operasi yang lama (>2jam),
yang efektif dengan menyediakan pola
karier flora normal seperti Escherichia coli, dan
resistensi bakteri terbaru sebagai educated-
pertahanan tubuh yang lemah), ahli bedah,
guess di rumah sakit. Terputusnya
bakteri (virulensi, jumlah bakteri, dan port
pengendalian infeksi nosokomial dapat
d’entry). Bakteri yang menyebabkan ILO
mengakibatkan peningkatan resiko terhadap
umumnya adalah bakteri yang telah resisten
kesehatan pasien.
terhadap satu maupun beberapa antibiotik.
Infeksi nosokomial yang terjadi pada infeksi
luka operasi (ILO) atau surgical site infection
(SSI) dapat dicegah salah satunya dengan
Bakteri yang telah resisten dapat bertransmisi
dari satu pasien ke pasien lainnya maupun dari
lingkungan rumah sakit itu sendiri.
pemberian antibiotik profilaksis. Yang
Menurut penelitian yang dilakukan Maliku dan
dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada
Andini di ruang rawat inap bagian bedah dan
pembedahan ialah antibiotik yang diberikan
kebidanan RSUD. Abdul Moeloek pada tahun
pada penderita yang menjalani pembedahan
2010, didapatkan Pseudomonas sp.,
sebelum adanya infeksi. ILO dapat dibagi
Staphylococcus aureus, Klebsiella sp., Proteus
dalam 3 kategori yaitu superficial meliputi kulit sp., dan Escherichia coli merupakan lima isolat
dan jaringan subkutan, deep yang meliputi fasia bakteri aerob penyebab terbanyak infeksi luka
dan otot, serta organ / space yang meliputi
operasi yang juga merupakan bakteri umum
organ dan rongga tubuh. Beberapa faktor yang
penyebab infeksi nosokomial yang terjadi di
mempermudah terjadinya ILO yaitu penderita
rumah sakit. Hasil uji kepekaan terhadap isolat
23
bakteri ini menunjukkan angka resistensi yang
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
cukup tinggi. Isolat bakteri Pseudomonas sp.
eksperimental laboratorik dengan metode difusi
resisten terhadap Ceftazidim dan Gentamisin,
cakram Kirby-Bauer (Triatmodjo, 2008).
Cefotaksim, dan Penisilin G. Isolat bakteri
Klebsiella sp. resisten terhadap Ceftazidim,
Cefotaksim, Gentamisin, Ciprofloksasin, dan
Penisilin G.
Populasi menurut Notoadmodjo (2003) adalah
keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien postoperasi
yang mendapat perawatan inap di ruang Rawat
Berdasarkan penelusuran yang diperoleh pada
Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD.
ruang rawat inap bedah dan kebidanan RSUD.
Abdul Moeloek Bandar Lampung. Jumlah
Abdul Moeloek, penggunaan antibiotik pada
populasi yaitu 71 orang. Sampel menurut
pasien postoperasi sebagai terapi maupun
Notoadmodjo (2003) adalah sebagian yang
profilaksis memiliki kecenderungan
diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
peningkatan resistensi.
dianggap mewakili seluruh populasi. Besar
sampel diperoleh dengan rumus :
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
n=
mengetahui pola resistensi bakteri aerob
penyebab infeksi luka operasi terhadap
Keterangan :
antibiotik di ruang rawat inap bagian bedah dan
n = Jumlah Sampel.
kebidanan RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek
N = Jumlah Populasi.
Bandar Lampung.
d = Tingkat ketepatan.
(Notoatmojo, 2003).
METODE PENELITIAN
n=
n=
24
n = 60,29
ose, mikropipet, rak dan tabung reaksi, spiritus,
n = 60 pasien
dan penggaris.
Berdasarkan rumus diatas didapatkan sampel
representatif 60 pasien (Notoatmodjo, 2003).
1.
Bahan
a). Isolat bakteri aerob didapatkan dari pasien
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa
isolat bakteri Gram positif (Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus saprophyticus,
infeksi luka operasi di ruang Rawat Inap bagian dan Staphylococcus aureus) resisten terhadap
Bedah dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul
Penisilin G sebesar 76,92% (10/13), Ceftazidim
Moeloek Bandar Lampung.
sebesar 76,92% (10/13), Cefotaksim sebesar
53,84% (7/13), Kloramfenikol sebesar
b). Disk / Cakram Antibiotika
46,15%(6/13), Ciprofloksasin, Gentamisin,
Penicillin G, Ciprofloxacin, Cefotaxime,
Eritomisin sebesar 30,77%(4/13), dan
Ceftazidime, Amikacin, Gentamycin,
Amikasin sebesar 7,69%(1/13). Isolat bakteri
Erythromycin, Chloramphenicol,
Gram negatif (Pseudomonas sp., Klebsiella sp.,
c). Media agar Muller Hinton, untuk menguji
pola resistensi antibiotik pada isolat bakteri,
Larutan Standar Mc Farland, Nutrient Broth,
Aquades.
Proteus sp., Escherichia coli, Enterobacter sp.,
Alcaligenes sp.) resisten terhadap Penisilin G
sebesar 100% (28/28), Cefotaksim sebesar
64,28% (18/28), Gentamisin sebesar 53,57%
(15/28), Ciprofloksasin, Eritromisin sebesar
2.
Alat
50% (14/28), dan Amikasin sebesar 32,14%
Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini
(9/28). Dan dapat disimpulkan bahwa
adalah inkubator, autoklaf, labu erlenmeyer,
resistensi tertinggi pada ruang Rawat Inap
pinset, pipet hisap, cawan petri, kapas, bunsen
Bedah didapatkan pada antibiotik Penisilin G
burner, hockey stick, gelas ukur, gelas beker,
25
yaitu 92,8% dan terendah didapatkan pada
Amikasin, Gentamisin sebesar 100% dan
Amikasin yaitu sebesar 24,4%. Amikasin
resisten terhadap Penisilin G dan Eritromisin
memiliki sensitivitas yang terbaik pada uji
sebesar 100%. Isolat bakteri Enterobacter sp.
kepekaan pada isolat bakteri aerob Gram positif sensitif terhadap Amikasin sebesar 100% dan
dan Gram negatif.
Berdasarkan Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa
isolat bakteri Staphylococcus epidermidis
sensitif terhadap Amikasin sebesar 100% dan
resisten terhadap Ceftazidim sebesar 77,8%.
resisten terhadap Penisilin G sebesar 100%.
Isolat bakteri Alcaligenes sp. sensitif terhadap
Eritromisin dan Kloramfenikol sebesar 100%
dan resisten terhadap antibiotik yang lain
sebesar 100%.
isolat bakteri Staphylococcus aureus resisten
Berdasarkan Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa
100% terhadap antibiotik golongan β-laktam
isolat bakteri Gram positif resisten terhadap
(Penisilin G, Ceftazidim, dan Cefotaksim).
Penisilin G sebesar 88,89% (8/9),
Berdasarkan Tabel 7, dapat disimpulkan bahwa
isolat bakteri Pseudomonas sp. sensitif terhadap
Eritromisin sebesar 91,7% dan resisten
terhadap Penisilin G sebesar 100%. Isolat
bakteri Klebsiella sp. sensitif terhadap
Amikasin sebesar 100% dan resisten terhadap
Penisilin G sebesar 100%. Isolat bakteri
Proteus sp. sensitif terhadap Ceftazidim sebesar
75% dan resisten terhadap Penisilin G dan
Eritromisin sebesar 100%. Isolat bakteri
Escherichia coli sensitif terhadap Ceftazidim,
Kloramfenikol sebesar 55,56%(5/9),
Ceftazidim, Gentamisin sebesar 33,33% (3/9),
Cefotaksim, Ciprofloksasin, Amikasin, dan
Eritomisin sebesar 22,22%(2/9). Isolat bakteri
Gram negatif resisten terhadap Penisilin G
sebesar 100% (27/27), Eritromisin sebesar
81,48% (22/27), Kloramfenikol sebesar 55,56%
(15/27), Cefotaksim sebesar 44,44% (12/27),
Gentamisin, Ciprofloksasin sebesar 40,74%
(11/27), Ceftazidim sebesar 22,22% (6/27), dan
Amikasin sebesar 18,52% (5/27). Dan dapat
26
disimpulkan bahwa resistensi tertinggi pada
Ciprofloksasin sebesar 50%, dan Gentamisin
ruang Rawat Inap Kebidanan didapatkan pada
sebesar 75%. Tidak terjadi perubahan
antibiotik Penisilin G yaitu 97% dan terendah
resistensi pada Amikasin sebesar 0%,
didapatkan pada Amikasin yaitu sebesar 19%.
Cefotaksim sebesar 24,4%, dan Penisilin G
Amikasin memiliki sensitivitas yang terbaik
sebesar 100%.
pada uji kepekaan pada isolat bakteri aerob
Gram positif dan Gram negatif.
Berdasarkan Gambar 5, dapat disimpulkan
bahwa di ruang Rawat Inap Bedah terjadi
Berdasarkan Gambar 3, dapat disimpulkan
peningkatan resistensi isolat bakteri
bahwa di ruang Rawat Inap Bedah terjadi
Pseudomonas sp. pada antibiotik Ceftazidim
peningkatan resistensi isolat bakteri
sebesar 9,3%, Ciprofloksasin sebesar 18%,
Staphylococcus epidermidis pada antibiotik
Gentamisin sebesar 26,5%, Cefotaksim sebesar
Eritromisin sebesar 2,2%, Amikasin sebesar
37,7%, dan Amikasin sebesar 44,1%. Terjadi
4,4%, Penisilin G sebesar 17%, Cefotaksim
penurunan resistensi pada Eritromisin sebesar
sebesar 24,4%, Ceftazidim sebesar 57,8%.
91,7%. Tidak terjadi perubahan resistensi pada
Tidak terjadi perubahan resistensi pada
Penisilin G sebesar 100%.
Gentamisin dan Ciprofloksasin yaitu sebesar
33,3%.
Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan
bahwa di ruang Rawat Inap Bedah terjadi
Berdasarkan Gambar 4, dapat disimpulkan
peningkatan resistensi isolat bakteri Klebsiella
bahwa di ruang Rawat Inap Bedah terjadi
sp. pada antibiotik Ceftazidim sebesar 2,3%,
peningkatan resistensi isolat bakteri
Gentamisin sebesar 5,2%, Ciprofloksasin
Staphylococcus saprophyticus pada antibiotik
sebesar 21%, Eritromisin sebesar 21,3%, dan
Ceftazidim sebesar 25%. Terjadi penurunan
Cefotaksim sebesar 44,3%. Tidak terjadi
resistensi pada Eritromisin sebesar 25%,
27
perubahan resistensi pada Amikasin sebesar 0% Berdasarkan Gambar 9, dapat disimpulkan
dan Penisilin G sebesar 100%.
Berdasarkan Gambar 7, dapat disimpulkan
bahwa di ruang Rawat Inap Bedah terjadi
peningkatan resistensi isolat bakteri
Escherichia coli pada antibiotik Cefotaksim
bahwa di ruang Rawat Inap Kebidanan terjadi
peningkatan resistensi isolat bakteri
Staphylococcus epidermidis pada antibiotik
Ciprofloksasin, Cefotaksim, dan Gentamisin
sebesar 20%, juga Ceftazidim sebesar 40%.
sebesar 33,3%. Terjadi penurunan resistensi
Berdasarkan Gambar 10, dapat disimpulkan
pada Ciprofloksasin sebesar 67% dan
bahwa di ruang Rawat Inap Kebidanan terjadi
Gentamisin sebesar 100%. Tidak terjadi
peningkatan resistensi isolat bakteri
perubahan resistensi pada Ceftazidim dan
Staphylococcus aureus pada antibiotik
Amikasin sebesar 0% juga Penisilin G dan
Ciprofloksasin, Ceftazidim, dan Cefotaksim
Eritromisin sebesar 100%.
sebesar 33,3%, dan juga Gentamisin sebesar
Berdasarkan Gambar 8, dapat disimpulkan
bahwa di ruang Rawat Inap Bedah terjadi
66,7%.
Pembahasan
peningkatan resistensi isolat bakteri Proteus
Pola Resistensi Pseudomonas sp. terhadap
vulgaris pada antibiotik Cefotaksim dan
berbagai Antibiotik
Amikasin sebesar 50% dan Gentamisin sebesar
75%. Terjadi penurunan resistensi pada
Tingkat penularan infeksi yang disebabkan oleh
Ciprofloksasin sebesar 50%. Tidak terjadi
Pseudomonas sp. terjadi pada pasien dengan
perubahan resistensi pada Ceftazidim sebesar
kondisi komorbid, sistem kekebalan yang
0% juga Penisilin G dan Eritromisin sebesar
lemah, pasien yang memiliki riwayat antibiotik
100%.
broad spectrum atau kemoterapi kanker, dan
juga yang memiliki riwayat inap lama di rumah
28
sakit. Tidak adekuatnya pemberian terapi
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
inisiasi antibiotik pada pasien dengan infeksi
oleh Widya di RSCM pada tahun 2009, bahwa
Pseudomonas aeruginosa dapat meningkatkan
terjadi peningkatan resistensi pada Ceftazidim
mortalitas pasien (Karlowsky et al, 2003 ; Ohl
dan Gentamisin masing-masing sebesar 25,8%
& Pollack, 2001).
dan 36,5%. Penisilin G tidak lagi
Perubahan dalam resistensi bakteri terhadap
direkomendasikan sebagai terapi pada infeksi
suatu antibiotik dapat disebabkan oleh beberapa Pseudomonas aeruginosa karena tingkat
hal. Peningkatan resistensi dapat disebabkan
resistensinya yang mencapai 100%.
oleh : 1)penggunaan antibiotik yang terlalu
Pola Resistensi Staphylococcus epidermidis
sering, tidak rasional, tidak adekuat, dan tidak
terhadap berbagai Antibiotik
didahului oleh uji sensitivitas, 2) terapi
antibiotik yang lama, akan memudahkan
Peningkatan yang terjadi pada antibiotik
timbulnya kolonisasi bakteri yang resisten
golongan sefalosporin generasi ketiga
antibiotik akibat mekanisme selective pressure, Ceftazidim dan Cefotaksim dikarenakan
3)perawatan inap yang cukup lama juga dapat
antibiotik tersebut digunakan sebagai pilihan
mempengaruhi peningkatan resistensi karena
terapi yang paling sering pada pengobatan
resiko untuk terinfeksi strain bakteri resisten
pasien infeksi post operasi. Selain itu,
makin tinggi (Adisasmito, A.W & Tumbelaka,
perawatan inap yang cukup lama juga dapat
A.R, 2006). Sedangkan penurunan persentase
mempengaruhi peningkatan resistensi. Semakin
resistensi dapat diakibatkan oleh keberhasilan
lama seorang pasien mendapat terapi antibiotik,
pengendalian infeksi dan pembatasan
akan memudahkan timbulnya kolonisasi
penggunaan antibiotik (Harbarth SJ et al, 2007
dengan bakteri yang resisten antibiotik.
; Fraser VJ et al, 2006 ; Kollef, 2006).
Sehingga antibiotik yang semula sensitif akan
29
menjadi resisten dan bahkan dapat menjadi
Kita yang menunjukkan bahwa terjadi
ancaman bagi pasien imunokompromais
peningkatan resistensi pada antibiotik golongan
(Adisasmito, A.W & Tumbelaka, A.R, 2006).
Sefalosporin generasi ketiga.
Pola Resistensi Klebsiella sp. terhadap berbagai
Pola Resistensi Escherichia coli terhadap
Antibiotik
berbagai Antibiotik
Peningkatan resistensi antibiotik yang
Terjadi peningkatan resistensi yang signifikan
digunakan oleh peneliti seperti antibiotik
pada Cefotaksim. Ciproflokasin dan
golongan β-laktam (Penisilin G, Cefotaxim,
Gentamisin mengalami penurunan sifat
dan Ceftazidim), golongan aminoglikosida
resistensinya. Hal ini sesuai dengan Panduan
(Gentamisin) dapat diakibatkan oleh produksi
Penggunaan Antibiotik, Gentamisin dijadikan
enzim Extended-spectrum beta lactamase
sebagai rekomendasi terapi pada infeksi
(ESBL) pada Klebsiella sp. yang dapat
Escherichia coli. Jika dibandingkan dengan
menghidrolisis berbagai antibiotik golongan βpenelitian yang dilakukan oleh Harniza tahun
Laktam dan juga dapat berpindah antar strain
2009 di bangsal Bedah RSUPN Dr. Cipto
maupun antar spesies melalui plasmid sehingga
Mangunkusumo, resistensi Escherichia coli
penyebaran resistensi dapat terjadi secara
pada kurun waktu 2005-2006 pada Gentamisin
meluas sehingga penggunaan antibiotik standar
angka resistensinya mencapai 31%. Angka ini
pada post operasi maupun profilaksis seperti
masih tergolong relatif kecil dibanding
Cefotaxim maupun Ceftazidim perlu
resistensi Ciprofloksasin yang mencapai 62,1%
diperhatikan. Hal ini sesuai dengan penelitian
dan Amoxicilin yang mencapai 89,7%
yang dilakukan oleh Adisasmito & Tumbelaka,
(Harniza, 2009).
2006, tentang penggunaan antibiotik pada
infeksi bakteri Gram negatif di RSAB Harapan
Pada studi yang dilakukan di Canada oleh
30
Canadian Ward Surveilance Study tahun 2007,
Penekanan pada flora normal menghasilkan
pada Escherichia coli disarankan penggunaan
sebagian kekosongan yang biasanya diisi oleh
dari perpaduan antara Sefalosporin generasi
bakteri yang resisten obat yang lazim
pertama dan amoksisilin-clavulanat sebagai
digunakan. Penderita tersebut dibuat rentan
terapi karena tingkat sensitifitasnya yang
terhadap penyakit secara selektif terhadap
melebihi 90%. Akan tetapi, tidak didapatkan
superinfeksi dengan mikroorganisme yang
data mengenai resistensi mengenai resistensi
berasal dari lingkungan rumah sakit.
untuk Sefalosporin generasi pertama dan
Sehingga Penicillin G tidak disarankan untuk
amoksisilin-clavulanat di Bangsal Bedah
digunakan dalam terapi untuk Escherichia coli.
RSUD Abdul Moeloek (George GZ, 2009)
Pemberian cefepime (sefalosporin generasi
keempat) untuk terapi tunggal lebih jarang
Pada studi yang dilakukan oleh Deurink DO, et
menyebabkan resisten daripada penggunaan
al didapatkan bahwa peningkatan resistensi
antibiotik tunggal lain (Deurink et al, 2007).
Escherichia coli lebih sering disebabkan oleh
antibiotik golongan β-laktam. Hal ini dapat
Peningkatan resistensi antibiotik di ruang
diakibatkan oleh resistensi yang diperantarai
Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan
oleh plasmid yang terjadi karena dihasilkannya
RSUD Abdul Moeloek yang merupakan rumah
enzim penisilinase dan menyebabkan antibiotik sakit rujukan Provinsi Lampung secara umum
menjadi inaktif. Selain itu, kejenuhan
disebabkan oleh (1) penatalaksanaan yang
lingkungan tertentu (misalnya, rumah sakit)
tidak sesuai dengan prosedur standar misalnya
pada penisilin telah menghasilkan selective
penanganan infeksi di rumah sakit yang tidak
pressure terhadap bakteri yang sensitif
efektif terhadap prosedur aseptik, penggunaan
penisilin dan menghasilkan lebih banyak
alat-alat serta prosedur medik, dan lain-lain,
bakteri yang resisten terhadap penisilin.
(2) penggunaan antibiotik yang terus menerus
31
digunakan yang dapat mengakibatkan resistensi timbulnya resistensi terhadap antibiotik karena
antibiotik, misalnya penggunaan Ceftriakson
dapat memudahkan terjadinya kolonisasi
yang selalu digunakan untuk terapi inisial
bakteri yang didapat dari rumah sakit dan
maupun profilaksis. Ceftriakson merupakan
memungkinkan timbulnya resistensi endogen
antibiotik β-laktam yang termasuk dalam
dari bakteri (Fraser VJ et al, 2006 ; Harbarth SJ
golongan cephalosporin generasi ketiga.
et al, 2007).
Penggunaan antibiotik golongan cephalosporin
Peningkatan resistensi antibiotik dapat diatasi
generasi ketiga yang sering dan irrasional di
dengan De-eskalasi penggunaan antibiotik yaitu
masyarakat memicu bakteri untuk
penggunaan antibiotik spektrum luas untuk
menghasilkan enzim β-laktamase. Hal ini
terapi inisial dilanjutkan dengan penggunaan
terjadi karena mekanisme selective pressure
antibiotik dengan spektrum yang lebih sempit.
yaitu antibiotik dapat membunuh bakteri yang
Selain itu, penggunaan kombinasi antibiotik
sensitif namun tidak dapat membunuh bakteri
dari kelas yang berbeda serta antibiotic cycling
yang dapat melawan aktivitas antibiotik.
juga merupakan upaya pencegahan munculnya
Kemampuan bakteri yang dapat melawan
resistensi (Hoffken & Niederman, 2002 ;
aktivitas terhadap antibiotik golongan β-laktam
Bonten et al, 2005)
terjadi karena adanya produksi enzim extended
Penurunan resistensi antibiotik disebabkan
spectrum β-laktamase (ESBL). Hal ini dapat
karena adanya keberhasilan pengendalian
memicu peningkatan resistensi antibiotik
infeksi dan pembatasan penggunaan antibiotik
golongan β-laktam yang lain. Transmisi ESBL
(Fraser VJ et al, 2006 ; Kollef, 2006)
juga dapat terjadi akibat penggunaan yang
sering pada pasien yang berasal dari rumah
sakit di daerah lain. Selain itu lamanya
perawatan di rumah sakit juga merupakan
KESIMPULAN
32
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Eritromisin, dan Kloramfenikol tetapi sensitif
maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang
terhadap Ciprofloksasin, Amikasin,
diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama,
Gentamisin. Pola resistensi isolat bakteri aerob
Isolat bakteri aerob penyebab infeksi luka
sesuai urutan sebagai berikut Penisilin G,
operasi di ruang Rawat Inap bagian Bedah
Eritromisin, Kloramfenikol, Cefotaxim,
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Gentamisin, Ciprofloksasin, Ceftazidim, dan
resisten terhadap Penisilin G, Cefotaxim, dan
Amikasin. Terjadi peningkatan resistensi pada
Kloramfenikol tetapi sensitif terhadap
Cefotaxim dan Gentamisin.
Ciprofloksasin, Amikasin, Gentamisin, dan
Eritromisin. Pola resistensi isolat bakteri aerob DAFTAR RUJUKAN
sesuai urutan sebagai berikut Penisilin G,
Cefotaxim, Gentamisin, Kloramfenikol,
Ceftazidim, Ciprofloksasin, Eritromisin, dan
Amikasin. Terjadi peningkatan resistensi pada
Cefotaxim, Amikasin, Ceftazidim, dan
Penisilin G. Dan terjadi penurunan resistensi
atau dapat dikatakan peningkatan sensitivitas
pada Ciprofloksasin, Eritromisin, dan
Gentamisin.
Kedua, Isolat bakteri aerob penyebab infeksi
luka operasi di ruang Rawat Inap bagian
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung resisten terhadap Penisilin G,
Adisasmito AW & Tumbelaka AR. 2006.
Penggunaan antibiotik khususnya pada
infeksi bakteri Gram negatif di ICU Anak
RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, 8(2) :
127-134. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Andini, Sari. 2010. Pola Resistensi Isolat
Bakteri Pada Luka Post Operasi Seksio
Sesarea di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung (Skripsi). Lampung :
Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Billater M. 2006. Bacterial Resistance.
Pharmacotherapy Self-Assessment
Program; 4 : 169-189. Diakses pada
tanggal 11 Februari 2012.
http://www.accp.com/p4b4m2samples.pd
f
Bonang, Gerard dan Koeswardono, Enggar S
dkk. 2002. Mikrobiologi Kedokteran
untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta :
Gramedia.
33
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Jameson
J.L, Karper DL., Longo D,L., et al
(editor). 2008. Harrison’s Priciples of
Internal Medicine. Ed. 17. USA :
McGrawHills.
Dr. Moewardi Surakarta. (Skripsi).
Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman
pengendalian infeksi nosokomial di
rumah sakit. Jakarta : Dir. Jen. Pelayanan
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen
Medik Spesialistik.
A, et al. 2005. Jawetz, Melnicks &
Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran. Ed. Djojosugito MA. 2004. Pengaruh infeksi
1. Jakarta : Salemba Medika.
nosokomial pasca bedah orthopaedi,
dalam Majalah Orhtopaedi Indonesia,
Burke JP. 2008. Infection control new problem
23(1) : 13-24
for patient safety. New English Journal
Medicine.
Dorland, WA. 2002. Antibiotik. Kamus
Kedokteran : 120. Ed. 29. Jakarta : EGC.
Chambers, Henry F. 2006. Beta-Laktam
Antibiotics & Other Inhibitors of Cell
Farr BM. 2004. Prevention and control of
Wall Synthesis. In : Katzung, Bertram G,
hospital acquired infections, In :
et al. Basic and Clinical Pharmacology,
Goldman L., Ausiello D., editors, Cecil
754-773. 10th ed. New York : McGraw
Textbook of Medicine, 2 : 1744-1748. Ed.
Hills.
22nd. Pennsylvania : W. B. Saunders
Company.
Clinical and Laboratory Standards Institute
(CLSI). 2006. Performance Standards for Fraser VJ, Kollef MH. 2006. Antibiotic
Antimicrobial Susceptibility Testing;
resistance in the intensive care unit. Ann
Sixteenth Informational Supplement,
Intern Med, 134 : 298-314.
26(3) : M100-S16.
George GZ. 2009. Prevalence of antimicrobialDe Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.
resistant patogens in Canadian Hospitals :
Editor R. Sjamsuhidajat. Jakarta : EGC.
Results from the CANWARD 2007
study. Can J Infect Dis Med Microbiol, :
Deurink DO, Lestari ES, Hadi U, et al. 2007.
20 :Suppl A : 9A-20A.
Determinantys carriage of resistant
Echerichia coli in the Indonesian
Hadi U. 2006. Resistensi Antibiotik. Buku
population inside and outside hospitals.
Ajar Ilmu Penyakit Dalam : 1725-1728.
Journal of Antimicrobial Chemotheraphy,
Ed. IV Jilid III. Jakarta.
66 : 377-384.
Harbarth SJ, Pittlet D. 2007. The intensive care
Darmadi. 2008. Infeksi nosokomial,
unit : part a. HAI epidemiology, risk
problematika dan pengendaliannya.
factors, surveillance, engineering and
Jakarta : Salemba Medika.
administrative infection control practices,
and impact. In: Jarvir WR (editor).
Daryanti, Heni Kris. 2008. Faktor-faktor yang
Bennet and brachman’s hospital infection
mempengaruhi Kepatuhan Perawat
: 375-393. Ed. 5th. Philadelphia :
Dalam Penerapan Protap Perawatan Luka
Lippincot Williams and Wilkins.
Post Operasi di Ruang Cendana RSUD
34
Harniza, Y. 2009. Pola Resistensi Bakteri yang Kumar V., R. Cotran, S. Robbins, editors et al,
Diisolasi dari Bangsal Bedah Rumah
2002. Basic Pathology, Ed. 6th.
Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
Mangunkusumo pada tahun 2003-2006
(Skripsi). Jakarta : Fakultas Kedokteran Madigan M. T., J. Martinko, J. Parker, et al.
Universitas Indonesia.
2003, Brock Biology of Microorganisms,
Ed. 10th. New York : Pearson Education,
Himatusujanah. 2008. Hubungan Tingkat
Inc.
Kepatuhan Pelaksanaan Protab Perawatan
Luka dengan Kejadian Infeksi Luka Post Maliku, Palupi. 2010. Pola Resistensi Isolat
Operasi Sectio Cesarea (SC) di Ruang
Bakteri Pada Luka Post Operasi di
Mawari Rumah Sakit DR. Moewardi
Bagian Rawat Inap Bedah RSUD Dr. H.
Surakarta (Skripsi). Surakarta :
Abdul Moeloek Bandar Lampung
Universitas Muhammadiyah.
(Skripsi). Lampung : Fakultas
Istiantoro, Yati H dan Gan, Vincent HS. 2007.
Kedokteran Universitas Lampung.
Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik
Betalaktam lainnya. Dalam: Ganiswarna, Mims C, Playfair J, Roitt I, et al. 2004.
Sulistia G, editor. Farmakologi dan
Medical microbiology, : 474-511. Ed. 3rd.
Terapi, : 664-693. Ed. 5. Jakarta : Bagian
London : Mosby International.
Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Mycek, 2006. Farmakologi Ulasan
Bergambar, : 304-329. Jakarta : Widya
Jawetz E., J. Melnick, E. Adelberg, editors et
Medika.
al, 2005. Medical Microbiology, 21th ed.,
Connecticut : Appleton & Lange.
Notoadmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar
Karlowsky JA, Draghi DC, Jones ME,
Metode Penelitian Klinis. Jakarta : PT
Thornsberry C, Friedland IR, Sahm DF et
Rineka Cipta.
al. 2003. Surveillance for Antimicrobial
Susceptibility among Clinical Isolats of
Ohl C. A., M. Pollack, 2001. Infections due to
Pseudomonas aeruginosa and
Pseudomonas species and related
Acinetobacter baumannii from
organisms. In : Braunwald E, A. Fauci,
Hospitalized Patients in the United States,
D. Kasper, S. Hauser, D. Longo, J.
1998 to 2001 : 1681-1688.
Jameson, editors, Harrison’s Principles
of Internal Medicine, 1 : 9533-9969. Ed.
Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi
15th. New York : McGraw-Hills.
Dasar dan Klinik; : 709-719. Ed. 4. Alih
bahasa : Staf Dosen Farmakologi
Petri, William A., Jr. 2006. Penicillins,
Fakultas Kedokteran Universitas
Cephalosporins, and Other Beta-Lactam
Sriwijaya. Jakarta : EGC.
Antibiotics. In : Hardman JG, et al (eds).
Goodman & Gillman’s pharmacological
Kollef MH. 2006. Time to get serious about
basics of therapeutics. 11th ed. New
infection prevention in the ICU. Chest :
York : McGraw Hills.
130 : 1293-1296
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu
Kebidanan. Ed. 3. Jakarta : Yayasan
35
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a
Bagian Kebidanan Kandungan FKUI.
Raihana, Nadia. 2011. Profil Kultur dan Uji
Sensitifitas Bakteri Aerob dari Infeksi
Luka Operasi Laparatomi di Bangsal
Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
(Skripsi). Padang : Universitas Andalas
Tilton R. C., A. Balows, D. Hohnadel, R. Reiss,
editors, et al. 2002. Clinical Laboratory
Medicine, : 532-562. Book 1. Misssouri :
Mosby Year Book, Inc.
Triatmodjo, Pudjarwoto. 2008. Infeksi bakteri
enteropatogen pada balita penderita
bakteri di Jawa Barat dan pola
resistensinya terhadap beberapa
Reksoprawiro, S. 2005. Penggunaan antibiotik
antibiotik. Jakarta : Badan Penelitian dan
profilaksis pada pembedahan. Surabaya :
Pengembangan Kesehatan RI. Diakses
Departemen Ilmu Bedah/RSUD Dr.
tanggal 7 Juni 2012.
Soetomo Fakultas Kedokteran
http://www.scribd.com/doc/8574959/Cdk
Universitas Airlangga.
-109-Diare-Dan-Lingkungan
Rizal. 2006. Pola kuman dan kepekaannya di
Rumah Sakit dr. Oen Solo Baru
Kabupaten Sukoharjo. Diakses pada
tanggal 11 Februari 2012.
http://www.docstoc.com/docs/46610781/
Pola-Kuman-dan-Kepekaannya-diRumah-Sakit-dr-Oen
Vandepitte, J., Verhaegen, J., Engbaek, K.,
Rohner, P., Piot, P., Heuck, C., et al.
2010. Prosedur Laboratorium Dasar
Untuk Bakteriologi Klinis . Ed. 2. Jakarta
: EGC.
Wahyono, Hendro. 2002. Kebijaksanaan dan
Pelaksanaan Mutu Mikrobiologi di
Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Dr.
Kariadi. Semarang : Universitas
Diponegoro.
Scheld W. M., Mandell G. L., 2004.
Introduction to microbial disease. In :
Goldman L., D. Ausiello, editors, Cecil
Textbook of Medicine, 2 : 1728-1729. Ed.
22nd. Pennsylvania : W. B. Saunders
Wahyudi, Harry Utama. 2006. Infeksi
Company.
Nosokomial. Diakses pada tanggal 9
Februari 2012. http://.wordpress.com
Setiabudi, Rianto. 2005. Pengajar
Antimikroba. Dalam : Ganiswarna,
Widya A. 2009. Pola resistensi bakteri yang
Sulistia G, editor. Farmakologi dan
diisolasi dari bangsal bedah rumah sakit
Terapi, : 585-595. Ed. 4. Jakarta : Bagian
umum pusat nasional cipto
Farmakologi Fakultas Kedokteran
mangunkusumo (RSUPNCM) pada tahun
Universitas Indonesia.
2003-2006. (Skripsi). Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Steven K. Alexander, Dennis Strere, Mary Jane
Niles et al. 2004. Laboratory Exercises in World Health Organization (WHO), 2003.
Organismal and Molecular
Basic Laboratory Procedures in Clinical
Microbiology. USA : McGraw Hills.
Bacteriology. Ed. 2nd. Geneva : The
Foundation.
Soeparman, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam.
Ed. 2 Jilid 3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Download