Full Text - EJournal Stikes PPNI Bina Sehat Mojokerto

advertisement
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA
NEONATORUM DI RUANG NEONATUS RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN
Titiek Idayanti, S.ST., M.Kes
Program Studi D3 Kebidanan STIKES Dian Husada Mojokerto
ABSTRACT
LBW is not handled properly could result in problems in all organ systems including
respiratory disorders (meconium aspiration, asphyxia neonatorum. Asphyxia is a condition in
which the newborn is not breathing spontaneously immediately after birth and regularly. Study
aims to determine the relationship between low birth weight with neonatal asphyxia event in the
Neonatus Room Hospital RSUD Bangil District, in 2016. The experiment was conducted in
Januari - Februari 2016. This type of research in this study was observational, analytical
research design that is corelasional crossectional approach. The population in this study is All
neonates in the Neonauss Room Hospital RSUD Bangil District Januari – Februari 2016 a
number of 112 neonates. Samples were taken with the technique of sampling a total of 112
samples. The independent variable in this study was the incidence of LBW in hospitals dr. Isaac
Tulungagung district, while the dependent variable was the incidence of neonatal asphyxia in
hospitals RSUD Bangil District. Data were analyzed by Chi Square test using SPPS program.
The results obtained from a total of 112 deliveries majority of respondents were not experiencing
BBLN and asphyxia neonatorum, as many as 62 deliveries (55.36%). Chi Square test statistic
with a 0.05 earned significant p value 0.001 where 0.001 <0.05, so H0 is rejected and H1
accepted, meaning there is a relationship between the incidence of LBW in the incidence of
neonatal asphyxia in Hospitals RSUD Bangil in 2016. High incidence of low birth weight and
mortality due to complications such as one of asphyxia, infection, hypothermia,
hyperbilirubinaemia. Infants with low birth weight / premature deficient growth of the tools in
his body especially the lungs making it very sensitive to the impact on respiratory asphyxia.
Keywords: The Corellation, LBW, Asphyxia Neonatorum
PENDAHULUAN
BBLR yang tidak ditangani dengan baik
dapat mengakibatkan timbulnya masalah
pada semua sistem organ tubuh meliputi
gangguan
pada
pernafasan
(aspirasi
mekonium, asfiksia neonatorum), gangguan
pada sistem pencernaan (lambung kecil),
gangguan sistem perkemihan (ginjal belum
sempurna), gangguan sistem persyarafan
(respon rangsangan lambat). Selain itu bayi
berat lahir rendah dapat mengalami
gangguan mental dan fisik serta tumbuh
kembang. BBLR berkaitan dengan tingginya
angka kematian bayi dan balita, juga dapat
berdampak serius pada kualitas generasi
mendatang, yaitu akan memperlambat
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
berpengaruh pada penurunan kecerdasan
(Depkes RI, 2005).
Asfiksia neonatorum bisa menyebabkan
pendarahan
otak
dan
hidrosefalus.
Pendarahan
otak
menyebabkan
bayi
mengalami kelumpuhan tipe plastik atau
kaku. Kelumpuhan dapat mengenai dua
anggota gerak atau keempat anggota gerak.
Organ lain yang bisa terpengaruh oleh
kekurangan oksigen adalah jantung, ginjal,
hati, saluran pencernaan, paru-paru dan
sumsum tulang. Gangguan jantung dan
sistem peredaran darah umumnya ditandai
dengan penurunan tekanan darah dan gagal
jantung akibat pembendungan (Agus, 2000).
Sementara untuk AKB, data menurut
WHO 35 per 1.000 kelahiran hidup untuk
tahun 2012. dan upayanya akan lebih ringan
bila dibandingkan dengan upaya pencapaian
target MDG’s untuk penurunan AKI.
Adapun target AKB pada MDG’s 2015
sebesar 23/1000 Kelahiran hidup. Sedangkan
penyebab kematian neonatal pada tahun
2012 antara lain karena BBLR 29%, asfiksia
27%, masalah pemberian minum 10%,
tetanus 10%, gangguan hematologi 6%,
infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty,
2009 : 1)
Menurut Dirjen Bina Gizi dan KIA
(2011: iii) tingginya angka kejadian dan
angka kematian BBLR salah satunya
diakibatkan komplikasi seperti Asfiksia,
Infeksi, Hipotermia, Hiperbilirubinemia.
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi
yang baru dilahirkan tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.
Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
rahim yang berhubungan dengan faktor–
faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, dan setelah kelahiran (Manuaba,
2002).
Asfiksia neonatorum dikategorikan
kasus kedaruratan neonatal, bahkan sangat
berisiko untuk terjadinya kematian neonatal.
Bayi dengan asfiksia memberikan masalah
kehidupan pada semua fungsi organ
tubuhnya. Harapannya bayi dilahirkan dalam
kondisi aman, tidak cacat, sehat, dan
sejahtera (Sunarto, dkk, 2010).
Diperkirakan bahwa sekitar 23%
seluruh angka kematian neonatus di seluruh
dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum,
dengan proporsi lahir mati yang lebih besar.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun
2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6,
yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab
kematian anak diseluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan
kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak
yang bertahan setelah mengalami asfiksia
saat lahir kini hidup dengan morbiditas
jangka panjang seperti cerebral palsy,
retardasi mental dan gangguan belajar.
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun
2007, tiga penyebab utama kematian
perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum
(12.0%) (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan Desember akhir tahun
2015 di Ruang Neonatus RSUD Bangil
Kabupaten Pasuruan selama bulan Desember
2015 terdapat 23 partus. Dari 23 partus
tersebut sebanyak 6 bayi (26,1%) lahir
dengan asfisksia neonatorum, dimana dari 6
bayi tersebut, 4 bayi (66,6%) lahir dengan
BBLR.
Bayi dengan BBLR/prematur kurang
sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya terutama paru-paru sehingga
sangat peka terhadap gangguan pernafasan
yang berdampak pada asfiksia (Saifudin,
2005: 167).
Asfiksia neonatorum pada umumnya
disebabkan oleh manajemen persalinan yang
buruk dan kurangnya akses ke pelayanan
obstetri. Asupan kalori dan mikronutrien
juga menyebabkan keluaran yang buruk.
Telah diketahui bahwa hampir tiga per empat
dari semua kematian neonatus dapat dicegah
apabila wanita mendapatkan nutrisi yang
cukup dan mendapatkan perawatan yang
sesuai pada saat kehamilan, kelahiran dan
periode pasca persalinan (WHO, 2005).
Salah satu faktor terpenting yang
sangat menentukan keberhasilan penurunan
angka tersebut adalah dengan cara
memberikan
pelayanan
kesehatan,
khususnya pelayanan kebidanan yang
berkualitas kepada masyarakat.
Kerjasama antara rumah sakit, instansi
kesehatan dan tenaga kesehatan baik medis
maupun paramedis sangat diperlukan dalam
memberikan pengawasan antenatal yang
cermat untuk mengurangi insiden BBLR dan
dibutuhkan pula penatalaksanaan yang tepat
pada BBLR agar tidak
menimbulkan
berbagai komplikasi yang memiliki angka
mortalitas dan morbiditas cukup tinggi
seperti halnya pada kasus asfiksia
neonatorum. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis hubungan antara berat
badan lahir rendah dengan kejadian Asfiksia
Neonatorum di Ruang Neonatus RSUD
Bangil Kabupaten Pasuruan.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analitik bertujuan
untuk menentukan hipotesis yang ada, untuk
mengetahui hubungan antara variabel pada
situasi atau sekelompok subyek. . Variabel
independen dalam penelitian ini adalah berat
badan lahir rendah di Ruang Neonatus
RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan tahun
2016
Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kejadian asfiksia neonatorum di
Ruang Neonatus RSUD Bangil Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh neonatus
yang ada di Ruang Neonatus RSUD Bangil
Kabupaten Pasuruan bulan Januari –
Februari 2016 sejumlah 112 neonatus.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian
neonatus yang ada di Ruang Neonatus
RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan bulan
Januari – Februari 2016 sejumlah 112
neonatus.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
non probability sampling dengan metode
total sampling. Jumlah sampel dalam
penelitan ini adalah 112 responden.
Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan adalah lembar observasi.
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur
Karakteristik
responden
berdasarkan umur di RSUD Bangil
Diagram 1.1 Karakteristik
responden
berdasarkan umur di RSUD Bangil
Bulan Januari – Februari 2016
Berdasarkan diagram 1.1 dari total 112
responden,
hampir
seluruhnya
dari
responden 86 (76%) berumur 20-35 tahun.
Karakteristik Responden Berdasarkan Status
Gizi
2. Karakteristik responden berdasarkan
status gizi di RSUD Bangil
Diagram 2.1 Karakteristik
responden
berdasarkan status gizi di RSUD Bangil
Pada Bulan Januari – Februari 2016
Hasil penelitian pada diagram 2.1
menunjukkan bahwa dari total 112
responden, sebagian besar dari responden 76
(68%) mempunyai status gizi baik.
responden 108 (96%) mempunyai jarak
kehamilan normal.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Kehamilan
4. Karakteristik responden berdasarkan usia
kehamilan di RSUD Bangil
Diagram 4.1
Karakteristik
responden
berdasarkan usia kehamilan di RSUD Bangil
Bulan Januari – Februari 2016
Hasil penelitian pada diagram 4.4
menunjukkan bahwa dari total 112
responden, sebagian besar dari responden 81
(72%) mempunyai usia kehamilan aterm.
Data Khusus
3. Karakteristik Responden Berdasarkan
Jarak Kehamilan
1. Karakteristik
Berat
Badan
neonatus di RSUD Bangil
Lahir
Tabel 1.1
Hasil tabulasi BBL neonatus
di RSUD Bangil Bulan Januari –
Februari 2016
No BBL Jumlah Persentase
1 BBLR
31
27,68
2 BBLN
81
72,32
Jumah
112
100
Sumber: Data Sekunder, 2016
Diagram 3.1 Karakteristik
responden
berdasarkan jarak kehamilan di RSUD
Bangil Bulan Januari – Februari 2016
Hasil penelitian pada diagram
menunjukkan bahwa dari total
responden,
hampir
seluruhnya
3.1
112
dari
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari total
112 neonatus yang ada di RUD Bangil,
sebagian besar dari responden 81 (72,32%)
mempunyai berat badan lahir normal.
2. Karakteristik asfiksia neonatorum di
Uji statistik Chi Square dengan signifikan
0,05 didapatkan p value 0,001 dimana 0,001
< 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima,
yang berarti ada hubungan antara kejadian
BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum
di RSUD Bangil bulan Januari – Februari
2016.
RSUD Bangil
Tabel 2.1
Hasil
tabulasi
kejadian
asfiksia neonatorum di RSUD Bangil
Bulan Januari – Februari 2016
No
Asfiksia
Jumlah Persentase
Neonato
rum
Asfiksia
39
34,82
Neonato
73
65,18
rum
Tidak
Asfiksia
Neonato
rum
Jumah
112
100
1
2
Sumber: Data Sekunder, 2016
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari total
112 neonatus, sebagian besar dari bayi yang
ada di RSUD Bangil 73 (65,18%) tidak
mengalami asfiksia neonatorum.
3. Hubungan BBLR dengan kejadian
asfiksia neonatorum di RSUD Bangil
Bulan Januari – Februari 2016
Asfiksia Neonatorum
BBL
Asfiksia Neonatorum
Tidak Asfiksia
Neonatorum
Total
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
BBLR
20
17.86%
11
9.82%
31
27.68%
BBLN
19
16.96%
62
55.36%
81
72.32%
Total
39
34.82%
73
65.18%
112
100%
Hubungan BBLR dengan
kejadian asfiksia neonatorum di RSUD
Tabel 3.1
Bangil Bulan Januari – Februari 2016
Dalam tabel tabulasi silang pada tabel diatas
menunjukkan bahwa dari total 112 neonatus
sebagian besar dari responden 62 (55,36%)
adalah BBLN dan tidak mengalami asfiksia
neonatorum.
PEMBAHASAN
1. Kejadian BBLR di RSUD Bangil
Hasil penelitian yang disajikan dalam
tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari total 112
neonatus yang ada di RSUD Bangil sebagian
besar dari responden 81 (72,32%)
mempunyai berat badan lahir normal.
Berat Badan lahir Rendah (BBLR)
dapat diartikan sebagai bayi yang lahir
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa kehamilan (DepKes
RI, 2009: 10). Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap berat badan lahir pada
neonatus diantaranya adalah status gizi ibu
hamil, asupan nutrisi pada ibu hamil, usia
ibu hamil, jarak kehamilan ibu yang terlalu
pendek (kurang dari 1 tahun), kebiasaan dan
gaya hidup ibu hamil, komplikasi yang
dialami ibu selama hamil, penyakit yang
menyertai kehamilan dan usia gestasi pada
saat bayi lahir (DepKes RI, 2009: 161). Hasil
penelitian didapatkan ada sebagian kecil
responden yang berumur diatas 35 tahun,
yaitu 21 (19%) responden, sehingga
dimungkinkan ada bayi baru lahir dengan
berat badan lahir rendah. Hal ini seperti
ungkapan Depkes RI (2009) yang
menjelaskan bahwa ibu hamil yang usianya
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
rentan melahirkan bayi dengan BBLR.
Menurut Pantiawati (2010) prevalensi
bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan
15% dari seluruh kelahiran dengan batasan
3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi
rendah. Secara statistic menunjukkan 90%
kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang dan angkat kematiannya 35 kali
lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram. Angka
kejadian di Indonesia sangat bervariasi
antara satu daerah dengan daerah lain. Secara
nasional berdasarkan analisis SDKI, angka
BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar
dari target yang ditetapkan pada sasaran
program perbaikan gizi menuju Indonesia
Sehat 2010 yaitu maksimal 7%.
Dengan demikian dapat disimpulkan hasil
penelitian yang diperoleh menunjukkan
bahwa jumlah BBLN lebih besar dari jumlah
BBLR. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
BBLR
merupakan
kasus
minoritas.
Terjadinya BBLR di RSUD Bangil salah
satunya dilatarbelakangi oleh status gizi ibu
yang mengandungnya, usia ibu hamil yang
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, jarak kehamilan ibu yang terlalu
pendek (< 1 tahun) kebiasaan dan gaya hidup
ibu hamil, komplikasi yang dialami ibu
selama hamil, penyakit yang menyertai
kehamilan, usia gestasi pada saat bayi lahir.
2. Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD
Bangil
Hasil penelitian yang disajikan dalam
tabel 2.1 menunjukkan bahwa sebagian
besar 73 (65,18%) dari neonatus yang ada di
RSUD Bangil tidak mengalami asfiksia
neonatorum.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan
dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan
persalinan atau segera setelah bayi lahir
(Sarwono, 2002). Menurut WHO (dalam
Depkes RI, 2004) bahwa setiap tahunnya
terdapat 120 juta bayi lahir, sebagian
kecilnya kira-kira 3% (3,6 juta) mengalami
asfiksia.
Dengan demikian dapat disimpulkan
hasil di RSUD Bangil menunjukkan bahwa
jumlah kasus bayi yang asfiksia neonatorum
merupakan kasus minoritas. Kasus bayi
dengan tidak asfiksia neonatorum lebih besar
dari
jumlah
bayi
dengan
asfiksia
neonatorum. Terjadinya kasus bayi dengan
asfiksia neonatorum dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor meliputi faktor ibu yaitu
hipoksia ibu yang sering ditemukan pada ibu
dengan keadaan gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan,
hipertensi pada penyakit preeklamsi dan
eklamsia. Sedangkan faktor lain yang dapat
menimbulkan asfiksia neonatorum yaitu
faktor plasenta, faktor fetus dan faktor
neonatus.
3. Hubungan BBLR dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD Bangil
Hasil penelitian yang disajikan dalam
tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari total 112
neonatus sebagian besar 62 (55,36%)adalah
BBLN dan tidak mengalami asfiksia
neonatorum.
Uji statistik Chi Square dengan
signifikan 0,05 didapatkan p value 0,001
dimana 0,001 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan
H1 diterima, yang berarti ada hubungan
antara BBLR dengan kejadian asfiksia
neonatorum di RSUD Bangil.
Menurut Dirjen Bina Gizi dan KIA
(2011: iii) tingginya angka kejadian dan
angka kematian BBLR salah satunya
diakibatkan komplikasi seperti Asfiksia,
Infeksi, Hipotermia, Hiperbilirubinemia.
Bayi dengan BBLR/prematur kurang
sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya terutama paru-paru sehingga
sangat peka terhadap gangguan pernafasan
yang berdampak pada asfiksia (Saifudin,
2005: 167).
Berat badan lahir rendah akan
menimbulkan komplikasi medis yang lebih
berpengaruh terhadap morbiditas dan
mortalitas janin yang dilahirkan, hal ini
disebabkan oleh kekurangan surfaktan,
pertumbuhan dan pengembangan paru yang
belum sempurna, otot pernapasan yang
masih lemah dan tulang iga yang mudah
melengkung, perdarahan intraventikuler :
50% bayi prematur menderita perdarahan
intraventikuler. Hal ini disebabkan oleh
karena bayi prematur sering menderita
apneu, afiksia berat dan sindroma gangguan
pernapasan (Dedy, 2008).
Teori tersebut sesuai dengan fakta di
RSUD Bangil dimana sebagian besar dari
neonatus mempunyai berat badan lahir
normal, sehingga dengan berat badan lahir
normal tersebut menyebabkan neonatus tidak
mengalami asfiksia neonatorum. Namun
demikian juga ada sebagian kecil kejadian
asfiksia neonatorum di RSUD Bangil, hal
tersebut dikarenakan ada juga sebagian kecil
responden yang lahir dengan BBLR dimana
bayi dengan BBLR/prematur kurang
sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya terutama paru-paru sehingga
sangat peka terhadap gangguan pernafasan
yang berdampak pada asfiksia.
SIMPULAN
1. Berat badan lahir sesuai dengan tabel 1.1
didapatkan dari total 112 neonatus yang
ada di RSUD Bangil sebagian besar dari
responden 81 (72,32%) mempunyai berat
badan lahir normal.
2. Asfiksia neonatorum sesuai dengan tabel
2.1 didapatkan dari total 112 neonatus,
sebagian besar 73 (65,18%) neonatus
yang ada di RSUD Bangil tidak
mengalami asfiksia neonatorum.
3. Berdasarkan uji statistik Chi Square
dengan signifikan 0,05 didapatkan p
value 0,001 dimana 0,001 < 0,05
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima,
yang berarti ada hubungan antara BBLR
dengan kejadian asfiksia neonatorum di
RSUD Bangil.
SARAN
1. Bagi Tempat Penelitian
Disarankan hendaknya meningkatkan
kemampuan dalam pengawasan dan
pelayanan antenatal serta penanganan
neonatus dengan komplikasi dengan cara
memberikan pelatihan yang berkelanjutan
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan ada kerjasama dengan Dinas
Kesehatan
untuk
menyelenggarakan
berbagai kegiatan penyuluhan kepada ibu
hamil dan sosialisasi kepada tenaga
kesehatan tentang pengawasan antenatal
paripurna dan teratur sehingga angka
kejadian BBLR dan asfiksia neonatorum
dapat berkurang. Kegiatan penyuluhan
dapat dilaksanakan secara rutin setiap
tahun disesuaikan dengan kesepakatan
antara instansi pendidikan dengan Dinas
Kesehatan.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
tambahan informasi dan wawasan bagi
tenaga kesehatan yang berkaitan dengan
BBLR dan Asfiksia Neonatorum sehingga
dapat memberikan pengawasan dan
penatalaksanaan
yang
tepat
serta
pengurangan kejadian BBLR dan asfiksia
neonatorum dapat lebih ditekan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
tambahan
informasi
bagi
peneliti
selanjutnya dalam mengadakan penelitian
lebih lanjut yang berkaitan dengan berat
badan lahir rendah dan asfiksia
neonatorum. Selain itu juga diharapkan
penelitian selanjutnya dapat meneliti datadata pendukung terhadap hubungan
kejadian
BBLR
dengan
asfiksia
neonatorum dengan mengambil data
primer, sehingga faktor yang berpengaruh
terhadap keduanya dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2011. Pentingnya Tangis Pertama
Bayi. generasikita.web.id.11/11/2011
11.21 AM.
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 111.
Bobak, Irene.
2004.
Keperawatan
Maternitas. Jakarta : EGC.
Dedy, dkk. 2008. Hubungan BBLR Dengan
Asfiksia
Neonatorum.
gtcommunitys.blogspot.com.
23/11/2011. 14.01.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2009. Manajamen Bayi Berat Lahir
Rendah Untuk Bidan Dan Perawat.
Jakarta:
DepKes
RI.
Hal:
10,13,14,20.
Departemen RI. 2005. BBLR dan
Penatalaksanaannya.
Jakarta:
Depkes RI.
_________. 2007. Profil Kesehatan di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
_________.
2008.
Pencegahan
dan
Penataksanaan Asfiksia Neonatorum.
Jakarta: Depkes RI.
_________. 2009. Buku Kesehatan Ibu Dan
Anak. Jakarta: DepKes RI. Hal: 25.
_________. 2009. Manajamen Bayi Berat
Lahir Rendah Untuk Bidan Dan
Perawat. Jakarta: DepKes RI. Hal:
10,13,14,20.
Dirjen Bina Gizi. 2011. Kejadian BBLR di
Indonesia.
Gizi.KIA.depkes.go.id,
12/11/2011. 09.18 AM.
Hidayat, Alimul, A.
2003.
Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik
Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika. Hal: 43, 50, 67, 68, 81, 121.
_________.
2007.
Metode Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika. Hal: 43,
50, 67, 68, 81, 121.
_________. 2008. Praktikum Ketrampilan
Dasar Praktek Klinik. Jakarta :
Salemba Medika. Hal: 166.
Manuaba, IBG. 2002. Buku Ajar Patologi
Obstetri – Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Mohctar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri
jilid 1. Jakrta : EGC
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.
Bogor: Ghalia. Hal: 124, 126.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metode
Penelitian Kesehatan.
Jakarta:
Rineka Cipta.
________.
2005.
Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hal: 69, 142, 145.
________. 2010.
Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hal: 103, 124, 130.
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Surabaya: Salemba
Medika. Hal: 59, 91, 94, 111.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan
Nasional
Pelayanan
Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal: 381.
_________. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal: 753-757, 763764.
Saifuddin, AB. 2002. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
________.
2003.
Panduan
Praktek
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
________. 2005. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Santrock, J. W.. 2002. Perkembangan Masa
Hidup. Jakarta : Erlangga.
Setiawan dan Saryono. 2010. Metodologi
Penelitian Kebidanan. Yogyakarta :
Nuha Medika. Hal : 54.
Silalahi, Amin. 2003. Metodologi dan Studi
Kasus, cetakan pertama. Jakarta: CV.
Citramedia.
Sugiyono. 2008.
Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R & D.
Bandung: Alfabeta. Hal: 38-39, 80.
Sunarto, dkk. 2010. Hubungan Antara
Hipertensi,
Proteinuria
Ibu
Preeklampsia Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum Di RSU dr.
Harjono S. Ponorogo. Jurnal
Peneltian Suara Forikes. Vol. I. No.
4. Oktober 2010.
Wijaya. 2009. Hubungan antara umur
kehamilan ibu pada saat bayi lahir
dengan kejadian asfiksia di Rumah
Sakit Umum Provinsi Sulawesi
Tenggara. Karya Tulis Ilmiah. Tidak
Diterbitkan.
Download