REFLEKSI FILSAFAT HUKUM MENILIK ORIENTASI KEADILAN SOSIAL Oleh : Effendy Hasyim, SH., M.M.* Abstract Reflection of the philosophy of law made in order to find out that there are irregularities in the application of the law. The focus of his work is to systematically reflect on the reality of the law. Based on the fact that the ideals of the law is set out from the side of justice in the wider social reality. At least the fact of law, be at konstruksikan through progressive legal realm with the idea that the law is for man, not vice versa. Keywords: philosophy of law, social justice, progressive law A. Penelusuran Realitas hukum dan pola antarpengaruh hukum dan masyarakat.1 Penelusuran mengenai keadilan tentu tidak akan terlepas dari dialektika hukum dalam dimensi sosial. Kemandegan hukum secara langsung akan menggeser kaidah normatif dan nilai-nilai kepatutan masyarakat. Mengambil tema refleksi mengenai filsafat hukum mengesankan akan adanya suatu uraian kefilsafatan yang sedemikian abstrak, akan tetapi harapan tulisan ini pada akhirnya memberikan manifestasi keseimbangan penceritaan kembali terhadap titik pertemuan antara penyelidikan filsafat hukum mengenai konsep atau sifat hukum, masalah tujuan atau cita-cita Artinya positif dan dalam menilik orientasi keadilan sosial ditanggapi secara seimbang, tidak sekedar dengan ekspresi subyektif dan cenderung berat sebelah. Refleksi ini dilakukan agar dapat kejanggalan-kejanggalan mengetahui yang ada dalam penerapan hukum. Misalnya yang disebut patologi hukum, hal ini sesuatu yang tabu sifatnya dalam pembicaraan hukum yang positivistik. Misalnya, aktualisasi antinomi nilainilai dalam hukum; seperti nilai kepastian dan keadilan, individualisme dan kolektivisme, serta kebebasan dan ketertiban. Persoalan inilah yang selalu menjadi 1 * Dosen dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung negatif dialektika perkembangan S.Tasrif, Bunga Rampai Filsafat Hukum, Abardin, Jakarta, 1986, hal 13-15. keadilan sosial. Karena secara wajar arti nilai jika terpenuhinya faktor atau aktualisasi antinomi tersebut seakan unsur utility (manfaat) dan importance memberikan jarak yang tak mungkin (kepentingan), dan secara subjektif dapat apabila bertemu dalam menggapai hukum yang berkeadilan sosial. terpenuhinya (kebutuhan) Jika membahas perihal refleksi dan faktor need estimation (perkiraan).2 filsafat hukum, secara fundamental Dengan demikian, hasil perasan yang sangat perlu untuk diuraikan dari refleksi filsafat hukum nantinya terlebih dahulu ialah perihal nilai. Nilai akan lebih menilik orientasi nilai disini lebih keadilan yang menyangkut pandangan memahami dan mendalami hakikat hidup manusia. Karena dalam nilai suatu secara keadilan yang menyangkut pandangan konseptual. Seyogyanya persoalan itu hidup manusia itulah akan terpenuhi dipahami secara komprehensif dengan sekaligus melakukan pengujian, maupun formal dari cita-cita hukum serta pengajuan kritik dan penilaian yang berkeadilan sosial. Oleh sebab secara teratur dan sistematis. Idealnya itu, nilai nilai yang akan dibahas hukum adalah nilai yang berkaitan dengan dilakukan persoalan untuk hukum perenungan, hadir ditengah-tengah masyarakat tidak untuk dirinya sendiri, unsur-unsur subtansial nilai-nilai dasar secara objektif. melainkan menjamin keutuhan sosial masyarakat. Sehingga tema besar dari B. Menyapa Hukum dengan Filsafat hadirnya hukum secara filsofis adalah Filsafat bagian dari kebutuhan dan komitmen bersama akan nilai keadilan sosial. hukum merupakan bagian penelusuran kebenaran yang Ketika berangkat dari asumsi tersaji dalam ruang lingkup filsafat. keadilan sosial menjadi nilai objektif Filsafat adalah kegiatan berpikir secara yang harus dipenuhi, tentunya hal ini sistematikal yang hanya dapat merasa tidak begitu saja akan berjalan mulus puas menerima hasil-hasil yang timbul sesuai cita-cita dari kegiatan berfikir itu sendiri. hukum suatu bangsa. Karena nilai Filsafat tidak membatasi diri hanya tersebut pada gejala-gejala indrawi, fisikal, dengan akan perspektif berhadap hadapan dengan sesuatu yang tidak lunak dalam mewujudkannya. Terlebih lagi secara objektif, sesuatu dianggap mempunyai 2 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku Kompas, Jakarta, 2007, hal 20. psikhikal atau kerohanian saja. Ia juga dan tidak mempertanyakan kepercayaan atau dogmatika, jika ia “bagaimana”-nya tidak lagi terbuka bagi argumentasi melainkan juga baru dan secara kaku berpegangan landasan dari gejala-gejala itu yang pada pemahaman yang sekali telah lebih dalam, ciri-ciri khas dan hakikat diperoleh, tidak heran mereka. kefilsafatan secara praktikal hanya “mengapa” dan gejala-gejala Ia ini, berupaya merefleksi hubungan teoritikal, yang di dalamnya dipikirkan. Filsafat bukanlah ketika akan menyebabkan kekakuan.4 gejala-gejala tersebut dimengerti atau 3 toleran. Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena fisafat hukum Dalam hal itu, maka filsafat merupakan bagian khusus dari filsafat tidak akan pernah terlalu lekas puas pada umumnya, maka berarti filsafat dengan suatu jawaban. Setiap dalil hukum hanya mempelajari hukum filsafat harus terargumentasikan atau secara khusus. Sehingga, hal-hal non dibuat dapat dipahami secara rasional. hukum menjadi tidak relevan dalam Karena bagaimanapun filsafat adalah pengkajian filsafat hukum. Penarikan kegiatan berfikir, artinya dalam suatu kesimpulan seperti ini sepertinya tidak hubungan dialogikal dengan yang lain begitu tepat. Filsafat hukum sebagai ia berupaya merumuskan argumen- suatu filsafat yang khusus mempelajari argumen hukum hanyalah suatu pembatasan pengkajian. untuk memperoleh Berikutnya filsafat akademik dan intelektual saja dalam menurut hakikatnya bersifat terbuka usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.5 Sebagai filsafat, filsafat hukum 3 Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, hal 1. Lihat juga Ahmad Azhar Basyir, Pokok-pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000, hal 1. Kata filsafat atau falsafat berasal dari kata Arab “falsafah” yang diturunkan dari kata Yunani “philosophia” yang merupakan kata gabungan dari kata philein yang berarti mencintai atau philia yang berarti cinta dan kata shopia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, kata philosophia, filsafah, falsafat, berarti mencintai atau cinta kepada kebijaksanaa. Orang yang mencintai kebijaksanaan disebut philosophos yang dalam bahasa Arab disebut “failasuf’ (jamaknya: filasifah) dan dalam bahasa Indonesia disebut “filosuf”. semestinya memiliki sikap penyesuaian terhadap sifat-sifat, caracara dan tujuan-tujuan dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. 4 Dengan demikian secara Ibid. Sugiyanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat, Mandar Maju, Bandung, 1998, hal 18. 5 timbal balik antara filsafat hukum dan Sementara itu pertimbangan nilai di filsafat saling berhubungan. balik gejala-gejala hukum, luput dari Secara sederhana dapat pengamatan ilmu hukum. Norma atau dikatakan bahwa filsafat hukum adalah kaidah hukum, tidak termasuk dalam cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah dunia kenyataan (sein), tetapi berada laku atau etika, yang mempelajari pada dunia nilai (sollen), sehingga hakikat hukum. Dengan perkataan lain, norma filsafat hukum adalah ilmu yang perhatian dalam dunia penyelidikan mempelajari hukum secara filosofis. ilmu hukum. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum Refleksi hukum, dan objek tersebut dikaji melandaskan secara mendalam sampai kepada inti hukum, atau dasarnya, yang disebut hakikat.6 merenungkan Pertanyaan tentang apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan tidak filsafat diri oleh mendapat pada hukum kenyataan karena itu semua ia masalah fundamental dan masalah marginal yang berkaitan dengan gejala hukum. pertanyaan filsafat hukum juga. Setidaknya refleksi filsafat hukum Pertanyaan tersebut mungkin saja berangkat dari bidang penyelidikan dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi secara folosofis yang pada gilirannya jawaban yang diberikan ternyata serba dapat tidak terhadap memuaskan. 7 Apeldorn, Menurut hal tersebut tidak lain menemukan penelusuran landasan (dasar-dasar) kebenaran. Maka dengan itu, ada tiga karena ilmu hukum hanya memberikan bidang jawaban yang sepihak. Ilmu hukum dalam kajian “filsafat hukum”, antara hanya melihat gejala-gejala hukum lain; sebagaimana dapat 1) Masalah mengenai konsep atau pancaindra manusia perbuatan-perbuatan kebiasaan-kebiasaan diamati oleh mengenai manusia penyelidikan ilmu hukum sifat hukum. dan Bidang penyelidikan ini mencakup masyarakat. konsep-konsep pokok lainnya yang dianggap ada hubungannya secara 6 Darji Darmodiharjo dan Arief Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal 10-11. 7 Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Ke 22 Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal 439. esensial dengan konsep tentang hukum, misalnya sumber, subyek hukum, kewajiban hukum, kaedah hukum, dan juga sanksi hukum. Bidang penyelidikan yang terutama ini lebih dikenal sebagai mazhab “keabsahan-nya” analitis, oleh karena ia bertujuan “kekuatan mengikatnya” yang untuk menganalisa dan memberi khusus, dan merupakan definisi kriterium bagi “benarnya” kepada konsep-konsep atau yang disebut di atas. Mazhab suatu kaedah hukum. Pada analitis dikemukakan oleh John umunya cita-cita hukum itu Austin, dianggap yang memiliki ciri adalah keadilan. formalisme yang metodis. Hukum Disinilah muncul pertanyaan- sebagai dianggapnya sebagai suatu pertanyaan sistem kaedah-kaedah positif, yaitu hubungan antara keadilan dan kaedah-kaedah yang efektif dalam hukum positif; peranan yang kenyataannya. Ilmu hukum hanya dimainkan bertujuan keadilan untuk menentukan pokok tentang oleh dalam prinsip perundang- adanya kaedah-kaedah ini dalam undangan, hukum yang berlaku lepas dari sebagainya. nilai-nilai etis dan pertimbangan- semacam ini sering dikenal pertimbangan sebagai ilmu hukum etis atau juga politis. mazhab mempersoalkan Demikian analitis tidak masalah-masalah pengadilan Aliran dan hukum filsafat hukum alam, aliran pikiran ini yang erat yang ada hubungannya dengan hubungannya keadaan-keadaan sosial ke dalam pendekatan secara religius atau mana metafisis-filosofis, mempunyai hukum itu faktor-faktor masuk-yaitu sosial dengan yang sejarah panjang. Filsafat hukum menentukan penciptaan hukum dan alam dimulai sejak sejak filsuf- pertumbuhannya dan akibat-akibat filsuf Yunani pertama hingga sosial zaman yang dihasilkan atau kita sekarang ini. dimaksud untuk dihasilkan oleh Filsafat ini mencapai puncak kaedah-kaedah hukum. klasiknya dalam sistem-sistem 2) Masalah tujuan atau cita-cita rasionalitas yang besar dalam hukum. Bidang abad penyelidikan memusatkan ini perhatiannya ketujuh belas dan kedelapan belas. Sesudah reaksi dari mazhab sejarah dan kepada prinsip rasional yang positivis dalam abad memberikan kesembilan belas, filsafat kepada hukum hukum alam telah mendapat pembentuk pengaruh untuk lagi dalam abad undang-undang membimbing sekarang ini. Dasar filosofisnya perkembangan sosial; dengan pertama-tama dan secara utama hubugan antara hukum yang adalah filsafat skolastik katolik “hidup” dengan hukum teoritis yang diteruskan dalam hukum dan kekuatan-kekuatan yang alam sebenarnya menjadi motif bagi kaum Thomis; dan berbagai perkembangan dari penerapan hukum sistem-sistem Kant dan Hegel. dengan alasan-alasan rasional Teori-teori mengenai hukum dalam setiap putusan.8 alam telah juga menemukan Pada dasarnya ketiga bidang dasar dalam mazhab-mazhab penyelidikan filsafat lainnya (utilitarianisme, merupakan filsafat mencari kebenaran, yang merupakan solidaritas, intuisionisme Bergson, filsafat berlainan suatu prinsip-prinsip hukum metode fundamental atau mendasar lain-lain). tersebut. Kerja filsafat merupakan hukum dan masyarakat. Bidang hukum usaha-usaha untuk menguji prinsipprinsip penyelidikan hakikat untuk fenomenologisme Husserl dan 3) Masalah pola antarpengaruh tentang ini dasar tersebut. Secara ini epistemologis ada tiga teori tentang pertanyaan- kebenaran yakni; the correspondence pertanyaan yang berhubungan theory of truth, the coherence theory of dengan asal usul historis dan truth, dan pragmatic theory of truth.9 pertumbuhan Ketiga mencakup dengan dari hukum: ini mendasarkan sosial pengertian dalam pencarian kebenaran. kita Jadi tujuan filsafat hukum dan ilmu menentukan isi variabel dari hukum berbeda dari tujuan hukum. hukum; dengan bergantungnya Hukum itu sendiri bertujuan hendak hukum dan pengaruh terhadap mencari keadilan, kepastian hukum, yang faktor-faktor teori dalam zaman ekonomi dan kesadaran hukum rakyat; dengan akibat-akibat sosial dari kaedah-kaedah hukum atau lembaga-lembaga tertentu; dengan kekuasaan 8 S.Tasrif, Bunga Rampai Filsafat Hukum…Op.,Cit, hal 13-15. 9 Teguh Prasetyo, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Cet. II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hal 16. dan ketertiban. Tujuan hukum bersifat universalitasnya, etis, yakni bersumber pada kebaikan. kehidupan secara menyeluruh, tidak Tiga teori kebenaran yang telah disebut dimuka, dapat memandang memandang hanya bagian-bagian dari diterapkan gejala kehidupan saja atau secara dalam filsafat hukum, ilmu hukum, dan partikular. Dengan demikian filsafat teknik hukum. Teori korespondensi hukum dapat menukik pada persoalan memandang bahwa suatu pernyataan lain yang relevan atau menerawang adalah benar bila sesuai atau sebanding pada keseluruhan dalam perjalanan dengan refelektifnya, tidak hanya memecahkan kenyataan yang menjadi objeknya, teori ini sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapinya. dimensi perilaku hukum dan menjadi bahan kajian sosiologi hukum dan C. antropologi hukum. Kemudian teori Pertautan Hukum Keadilan dan koherensi berpendapat bahwa suatu Asumsi yang melatarbelakangi pernyataan adalah benar apabila sesuai pembicaraan topik pada bagian ini dengan pernyataan sebelumnya, dalam ialah bahwa hukum bisa, atau, sering pengertian kali inilah yang menjadi bertentangan keadilan. Berbeda pragmatik, pertanyaan; bagaimana kaitan antara bahwa suatu pernyataan adalah benar keduannya, serta dalam kondisi mana bila berguna bagi kehidupan praktis, hukum sebagai perangkat paling khas yang sesuai dengan bahan kajian dalam teknik hukum secara praksis.10 menciptakan kita, teori ini nilai landasan bahan kajian filsafat hukum. dengan Hal dengan masyarakat menimbulkan modern tata kehidupan Teori koherensi mengantarkan masyarakat sebagaimana kebijakan dapat dipakai untuk tujuan kefilsafatan berfikir untuk secara memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh dan untuk melaksanakan keadilan sosial. Meminjam pribahasa latin, dan universal. Dengan cara berfikir berbunyi: fiat justisia et pereat mundus holistik tersebut, maka siapa saja yang (ruat coelum); yang artinya; hukum mempelajari filsafat hukum diajak yang berkeadilan harus dilaksanakan untuk berwawasan luas dan terbuka. sekalipun dunia harus kiamat Kemudian filsafat hukum dengan sifat (sekalipun juga langit runtuh 10 Ibid. karenanya).11 Pribahasa latin tersebut serta segenap masyarakat dan tidak menyiratkan suatu komitmen yang adanya keadilan akan menimbulkan sangat mewujudkan kehancuran dan kekacauan keberadaan keadilan di dalam kehidupan bersama. serta eksistensi masyarakat itu sendiri. Kehidupan yang memiliki kehendak Bahkan perbedaan sikap dan kebencian kuat untuk menyajikan seperangkat terhadap teks keadilan berdasarkan cita-cita mengakibatkan sikap yang tidak adil. tinggi untuk orang lain tidak boleh hukum suatu bangsa. Lebih dari itu Apabila ditinjau dalam konteks untuk meletakkan fondasi konseptual yang lebih luas, pemikiran mengenai keadilan keadilan selalu dipaksa untuk itu berkembang dengan berdaptasi dengan struktur sosial dan pendekatan yang berbeda-beda, karena karakteristik problem sosialnya. Untuk perbincangan tentang keadilan yang alasan inilah, hukum sangat dinamis tertuang dalam banyak literatur itu, dalam mewujudkan keadilan sebagai tidak mungkin tanpa melibatkan tema- hasil tema moral, politik, dan teori hukum akhir dari nilai yang diperjuangkan. yang ada. Oleh sebab itu menjelaskan Dialektika hukum dan keadilan adalah permasalahan lama akan tetapi selalu menarik pertalian mengenai keadilan secara tunggal hampir sulit untuk dilakukan.12 antar Namun pada garis besarnya keduanya. Meskipun secara aktual, perdebatan mengenai keadilan terbagi setiap kali kita dihadapkan dengan atas dua arus pemikiran, yang pertama sikap kritis adalah terhadap hukum dan keadilan metafisik, keadilan, namun tidak dapat disangkal diungkapkan oleh Plato, kemudian bahwa dimensi kehidupan bersama tetap keadilan rasional yang memerlukan hukum dan keadilan itu. diwakili oleh Aristoteles. Keadilan Pada selalu yang rasional pada dasarnya mencoba memerlukan keadilan, kebenaran dan menjawab prihal keadilan dengan cara hukum, karena hal itu merupakan nilai menjelaskannya dan kebutuhan azasi bagi masyarakat Sementara keadilan yang metafisik, manusia mempercayai dasarnya yang manusia beradab. Keadilan adalah milik dan untuk semua orang secara eksistensi ilmiah. keadilan sebagai sebuah kualitas atau suatu fungsi di atas dan di luar makhluk 11 Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian, Membangun Hukum Indonesia, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008, hal 87. 12 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum…Op.,Cit, hal 96. hidup, dan oleh sebab itu tidak dapat Mengetengahkan tentang sifat dipahami menurut kesadaran manusia relatifitas berakal.13 sebagaimana Pemetaan dua arus pemikiran hukum dan keadilan dikemukakan Kusumohamidjojo, bahwa oleh oleh keadilan tadi, dalam kaitannya dengan karena hukum adalah kenyataan yang transformasi Marx melekat pada manusia yang terus mengenai pemetaan kelas sosial. Marx menerus berubah, maka kaidah-kaidah memandang masyarakat sebagai suatu normatif yang menjadi muatan hukum keseluruhan yang antagonistis. Dalam selalu bersifat relatif, dengan akibat pandangan marx watak dasar yang bahwa ketertiban umum serta benang antagonistis merah sosial ini Karl ditentukan oleh keadilan harus selalu bersifat hubungan konflik antar kelas-kelas dihasilkannya sosial kepentingan- relatif, sehingga terus-menerus menjadi kepentingannya saling bertentangan objek kontemplasi, justru untuk terus dan menempatkannya dalam konteks yang yang tak dapat diuraikan karena perbedaan kedudukan mereka di dalam juga yang kontemporer.15 tatanan ekonomi.14 Pertentangan kelas Sifat relativitas keadilan yang yang kemudian menimbulkan konflik diungkapkan di atas, merupakan ragam sosial merupakan bagian penjelasan dalam marx mengenai dinamika keadilan konseptual terhadap nilai keadilan. pada zaman itu. Bagaimana kelas Jhon Rawls misalnya,16 teori keadilan pekerja dalam masyarakat kapitalis sosial bertujuan memberikan dasar- modern; tidak pernah diperhitungkan dasar pada taraf kelas sosial yang sama, masyarakat bangsa pluralistik modern. sehingga Berbeda dari masyarakat tradisional, kedudukan mereka pemberian bagi makna kerja terkucilkan dari kelas sosial di atasnya. mereka berpendapat Oleh modern tak karena itulah ketimpangan sama terelakkan sosial masyarakat menjadi keadilan ini dapat dilihat dengan masyarakat rasionalisasi kepentingan dan anutan nilai hidup yang dilakukan oleh marx. berbeda-beda, 13 15 Ibid. A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial “Buku Teks Sosiologi Hukum Ke I”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988, hal 146. 14 pluralistik secara bahkan dengan mungkin Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil, Grassindo, Jakarta, 1999, hal 222. 16 Bur Susanto, Keadilan Sosial “Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hal 19-20. bertentangan. pengaturan Bagaimanapun masyarakat realisasi hukum itu berwujud lahiriah, pluralistik tanpa mempertanyakan terlebih dahulu modern itu tidak boleh didasarkan atas itikad moralnya. Maka nilai keadilan di suatu anutan nilai hidup tertentu, sini mempunyai aspek empiris juga, di melainkan harus-lah dikendalikan oleh samping aspek idealnya. Maksudnya prinsip adalah diaktualisasikan secara konkret yang menjamin mengekspresikan dan kepentingan menurut ukuran manfaatnya.18 bersama. Prinsip itu adalah keadilan sosial. Memang dapat dipahami bahwa cukup sulit untuk dapat mewujudkan Konsep rawls, ialah keadilan suatu menurut upaya untuk kesesuaian antara idealitas dengan realitas. Bahwa paradoks antara mentesiskan paham liberalisme dan idealitas hukum dengan realitas sosial sosialisme. Sehingga secara konseptual yang banyak terjadi dalam masyarakat rawls menjelaskan keadilan sebagai kita dewasa ini menilik pertalian fairness, yang mengandung asas-asas, hukum “bahwa orang-orang yang merdeka dan disorientasi. rasional untuk memiliki kausa yang positif bila dapat kepentingan- diwujudkan dengan benar. Disinilah hendaknya nilai keadilan berfungsi menentukan memperoleh suatu kedudukan yang secara nyata, dinamika hukum dalam sama pada saat akan memulainya dan realitas itu merupakan syarat yang fundamental konsekuensinya hukum harus dilihat bagi dari ruang sosial yang lebih luas. yang berkehendak mengembangkan kepentingannya mereka untuk memasuki dan keadilan mengalami Walaupun keduanya sosial, dan sebagai perhimpuan yang mereka hendaki.17 Namun secara umum, unsurunsur formal dari keadilan E. Keadilan Progresif sebagai Fokus Perenungan yang Seperti apa yang telah di bahas dikatakan oleh rawls pada dasarnya harus memenuhi nilai unsur hak dan pada unsur manfaat. Dengan nilai keadilan refleksi filsafat hukum pada akhirnya yang demikian, yang dikaitkan dengan memberikan manifestasi keseimbangan unsur manfaat-ditambah penceritaan kembali terhadap titik bahwa dalam diskursus hukum, perihal pertemuan antara penyelidikan filsafat hak dan bagian sebelumnya, bahwa hukum mengenai konsep atau sifat 17 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum…Op.,Cit, hal 99. 18 Ibid. hukum, masalah tujuan atau cita-cita keniscayaan hukum dan pola antarpengaruh hukum keadilan. Hanya kemudian prevensi dan masyarakat. Artinya positif dan nilai kebenaran akan sangat tergantung negatif dalam menilik orientasi nilai sekali terhadap faktor kepentingan dan keadilan kebutuhan. sosial seimbang, ditanggapi secara sekedar dengan tidak menuju jalan Fakta terang tersebut memperlihatkan betapa sulitnya dalam ekspresi subyektif dan cenderung berat menentukan sebelah. merupakan sasaran utama dari hukum, Refleksi dilakukan filsafat agar dapat kejanggalan-kejanggalan dalam penerapan kerjanya ialah hukum maka sikap penegakan adil. Keadilan hukum haruslah mengetahui diarahkan, antara lain agar tercapai yang ada keadilan, baik bagi individu maupun Fokus keadilan bagi masyarakat, yang dikenal secara dengan hukum. refleksi istilah keadilan sosial. sistematikal tentang “kenyataan” dari Keadilan mestilah merupakan faktor hukum. penting Kenyataan dipikirkan hukum sebagai harus bagi adanya justifikasi realisasi terhadap suatu penegakan hukum, (perwujudan) dari ide-hukum (cita- karena penegakan hukum merupakan hukum).19 Dalil yang dikatakan oleh perwujudan “kenyataan hukum” yaitu; Gustav cita-cita hukum bangsa. Radbruch; menjabarkan bahwa ide-hukum ia dikemas Dalam praktek hukum di melalui tiga aspek, yakni kepastian Indonesia, seringkali para penegak hukum, kemanfaatan dan keadilan. hukum telah menjalankan tugasnya pertautan antara ketiganya itu sangat sesuai dengan aturan main yang ada, dinamis. dapat dalam artian aturan main yang formal. ditentukan asas mana yang harus Terhadap kasus tindak pidana korupsi diutamakan, karena yang paling bisa misalnya, sesuai hukum yang berlaku, menentukan ialah kekusaan kehendak jaksa sudah melakukan penyelidikan, dari undang-undang: penyidikan positivitas dari hukum pada akhirnya pengadilan. tergantung pada keputusannya. menjalankan fungsinya untuk membela Menurutnya; pembuat tidak Akan tetapi dibalik kenyataan itu, 19 nilai kebenaran ialah Arief Sidharta, Meuwissen Pengembangan..Op.,Cit, hal 19. suatu Tentang dan dan Pengacara mempertahankan tersangka. Dan mendengar kedua sehingga penuntutan ke sudah hak-hak hakim sudah belah pihak, dikeluarkanlah putusan pengadilan. Semua aturan hukum yang Rahardjo20 yaitu; paradigma hukum relevan sudah dipertimbangkan dan progresif yang mana lahir sebagai diterapkan. Serta semua formalitas dan oposisi tata cara yuridis sudah diikuti. postivisme hukum. Persoalannya, terhadap penegakan demikian masih mengapa Gagasan terhadap ini paham kemudian yang mencuat kepermukaan dan menjadi banyak kajian yang sangat menarik ditelaah masyarakat yang tidak puas, dan masih lebih lanjut. Apa yang digagas oleh saja Prof. Tjip ini menawarkan perspektif, dikatakan hukum keilmuan saja bahwa penegakan hukum di Indonesia ditenggarai sangat spirit, rendah dan sudah mencapai titik nadir. “kelumpuhan hukum di Indonesia”. Inilah Progresif berasal dari kata progress masalahnya, yakni tidak dan terpenuhinya nilai keadilan, terutama yang keadilan hendaknya masyarakat. Mimbar pengadilan telah terisolasi dengan cara berarti baru mengatasi kemajuan. mampu perkembangan Hukum mengikuti zaman, mampu pemahaman makna kepastian hukum menjawab perubahan zaman dengan saja, tanpa mau membuka diri dan segala dasar di dalamnya, serta mampu menggali nilai-nilai keadilan yang ada melayani di masyarakat. dengan menyandarkan pada aspek Sampailah kita pada pembicaraan bahwa refleksi filsafat hukum penegak hukum itu sendiri.21 Dilihat dari kemunculannya, bagaimana hukum progresif bukanlah sesuatu mencapai keadilan subtantif, pada yang kebetulan, bukan sesuatu yang kenyataanya makna keadilan saat ini lahir tanpa sebab, dan juga bukan telah terkikis oleh paradigma yang sesuatu yang jatuh dari langit. Hukum sangat sisi progresif adalah bagian dari proses keadilan pada ejaan pasal-perpasal pencarian kebenaran yang tidak pernah dalam berhenti. Hukum progresif yang dapat kaku, yaitu masyarakat moralitas dari sumber daya manusia hukum yang memfokuskan diri pada cita-cita kepentingan hanya melihat mewujudkan keadilan prosedural. Apa yang akan penulis 20 ketengahkan sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru, berangkat dari pemahaman gagasan brillian Satjipto Gagasan dimaksud pertama kali dilontarkan pada tahun 2002 lewat sebuah artikel yang ditulis di Harian Kompas dengan judul “Indonesia Butuhkan Penegakan Hukum Progresif”, Kompas, 15 juni 2002. 21 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum..Op.,Cit, hal ix. dipandang sebagai sedang analitis-positivistik. Sekalian dengan mencari jati diri–bertolak dari realitas ciri pembebasan itu, keadilan progresif empirik tentang bekerjanya hukum di lebih mengutamakan “tujuan” daripada masyarakat, berupa ketidakpuasan dan “prosedur”. keprihatinan kualitas yang terhadap penegakan kinerja hukum dan dalam Kemudian yang kedua, didasarkan pada “logika kepatutan dan tidak setting Indonesia akhir abad ke-20. sosial” Dalam proses pencariannya itu, Prof. berdasarkan pada logika peraturan. Tjip kemudian berkesimpulan bahwa Sehingga dalam hal salah menurunnya progresif dapat menjunjung tinggi kinerja dan kualitas penegak hukum di moralitas. Hati nurani ditempatkan Indonesia adalah dominasi paradigma sebagai positivisme dengan sifat formalitasnya sekaligus yang melekat.22 perjuangan itu. Dan yang ketiga, paling satu penyebab Dalam kaitannya dengan utama keadilan pendorong pengendali keadilan bertumpu tengah-tengah kemampuan penegakan ini penggerak, mencari alternatif nilai keadilan di rapuhnya semata-mata aktivitas progresif pada banyak kualitas sumberdaya dan manusia hukum Indonesia saat ini, sebagai penegak hukumnya. Faktor modalitas catatan akhir penulis menuju keadilan menjadi amat penting, seperti: empati, progresif yang pada aktualisasinya “kejujuran dan keberanian”. Faktor- selalu percaya diri dengan prinsip- faktor itulah yang harus dikedepankan prinsip kebenaran. Keadilan progresif daripada akan selalu mencerminkan diri pada peraturan kenyataan Dalam kualitas yang demikian itu, hukum Setidaknya keadilan di masyarakat. progresif ini sekedar secara menjalankan mekanistis-linier. maka keadilan progresif akan selalu secara konseptual harus berdiri atas gelisah tiga varian pokok, yaitu; pertama, pembebasan. menempatkan diri sebagai kekuatan dilakukan, “pembebasan” yaitu membebaskan diri hakikat dari keadilan progresif; yaitu dari tipe, cara berpikir, asas dan teori mencari kebenaran hakiki. hukum yang legalistik-dogmatis, melakukan Ibid. hlm 10-11, Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, hlm 22-25. Pencarian oleh Refleksi dilakukan 22 pencarian agar karena kejanggalan-kejanggalan dalam penerapan terus memang filsafat dapat dan hukum mengetahui yang hukum. ada Fokus kerjanya ialah refleksi secara sistematikal tentang “kenyataan” dari hukum. Kenyataan yang berbasis citacita hukum adalah berangkat dari sisi keadilan pada realitas sosial yang lebih luas. Setidaknya kenyataan hukum, dapat di konstruksikan melalui ranah hukum progresif dengan gagasan bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Apabila kita berpegangan pada keyakinan bahwa manusia itu adalah untuk hukum, maka manusia itu akan selalu diusahakan, mungkin juga dipaksakan, untuk bisa masuk ke dalam skema-skema yang telah dibuat oleh hukum. Sehingga tak heran ketika manusia itu untuk hukum, keluarannya mesti keadilan prosedural. Berbeda ketika hukum adalah untuk manusia, ia membentuk skema hukum berdasarkan kebutuhan dan hanya untuk melayani kepentingan manusia, disitulah terdapat keadilan progresif. Keadilan yang mana dapat menjawab stagnasi supremasi hukum kita saat ini. Referensi A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial “Buku Teks Sosiologi Hukum Ke I”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988. Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian, Membangun Hukum Indonesia, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008. Ahmad Azhar Basyir, Pokok-pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000. Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007. Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil, Grassindo, Jakarta, 1999. Bur Susanto, Keadilan Sosial “Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Darji Darmodiharjo dan Arief Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995. E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku Kompas, Jakarta, 2007. Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003. ______________, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI PRESS, Jakarta, 2006. ______________, Membedah Hukum Progresif, Cet II, Buku Kompas, Jakarta, 2007. ______________, Biarkan Hukum Mengalir, Buku Kompas, Jakarta, 2007. S.Tasrif, Bunga Rampai Filsafat Hukum, Abardin, Jakarta, 1986. Soerjono Soekanto, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1988.