refleksi filsafat hukum menilik orientasi keadilan sosial

advertisement
REFLEKSI FILSAFAT HUKUM
MENILIK ORIENTASI KEADILAN SOSIAL
Oleh : Effendy Hasyim, SH., M.M.*
Abstract
Reflection of the philosophy of law made in order to find out that there are
irregularities in the application of the law. The focus of his work is to systematically
reflect on the reality of the law. Based on the fact that the ideals of the law is set out
from the side of justice in the wider social reality. At least the fact of law, be at
konstruksikan through progressive legal realm with the idea that the law is for man,
not vice versa.
Keywords: philosophy of law, social justice, progressive law
A. Penelusuran Realitas
hukum dan pola antarpengaruh hukum
dan masyarakat.1
Penelusuran mengenai keadilan
tentu tidak akan terlepas dari dialektika
hukum
dalam
dimensi
sosial.
Kemandegan hukum secara langsung
akan menggeser kaidah normatif dan
nilai-nilai
kepatutan
masyarakat.
Mengambil tema refleksi mengenai
filsafat hukum mengesankan akan
adanya suatu uraian kefilsafatan yang
sedemikian
abstrak,
akan
tetapi
harapan tulisan ini pada akhirnya
memberikan manifestasi keseimbangan
penceritaan kembali terhadap titik
pertemuan antara penyelidikan filsafat
hukum mengenai konsep atau sifat
hukum, masalah tujuan atau cita-cita
Artinya positif dan
dalam menilik orientasi keadilan sosial
ditanggapi
secara
seimbang,
tidak
sekedar dengan ekspresi subyektif dan
cenderung berat sebelah. Refleksi ini
dilakukan
agar
dapat
kejanggalan-kejanggalan
mengetahui
yang
ada
dalam penerapan hukum. Misalnya
yang disebut patologi hukum, hal ini
sesuatu yang tabu sifatnya dalam
pembicaraan hukum yang positivistik.
Misalnya, aktualisasi antinomi nilainilai
dalam
hukum;
seperti
nilai
kepastian dan keadilan, individualisme
dan kolektivisme, serta kebebasan dan
ketertiban. Persoalan inilah yang selalu
menjadi
1
* Dosen dan Dekan Fakultas Hukum
Universitas Bangka Belitung
negatif
dialektika
perkembangan
S.Tasrif, Bunga Rampai Filsafat Hukum,
Abardin, Jakarta, 1986, hal 13-15.
keadilan sosial. Karena secara wajar
arti nilai jika terpenuhinya faktor atau
aktualisasi antinomi tersebut seakan
unsur utility (manfaat) dan importance
memberikan jarak yang tak mungkin
(kepentingan), dan secara subjektif
dapat
apabila
bertemu
dalam
menggapai
hukum yang berkeadilan sosial.
terpenuhinya
(kebutuhan)
Jika membahas perihal refleksi
dan
faktor
need
estimation
(perkiraan).2
filsafat hukum, secara fundamental
Dengan demikian, hasil perasan
yang sangat perlu untuk diuraikan
dari refleksi filsafat hukum nantinya
terlebih dahulu ialah perihal nilai. Nilai
akan lebih menilik orientasi nilai
disini
lebih
keadilan yang menyangkut pandangan
memahami dan mendalami hakikat
hidup manusia. Karena dalam nilai
suatu
secara
keadilan yang menyangkut pandangan
konseptual. Seyogyanya persoalan itu
hidup manusia itulah akan terpenuhi
dipahami secara komprehensif dengan
sekaligus
melakukan
pengujian,
maupun formal dari cita-cita hukum
serta pengajuan kritik dan penilaian
yang berkeadilan sosial. Oleh sebab
secara teratur dan sistematis. Idealnya
itu, nilai nilai yang akan dibahas
hukum
adalah nilai yang berkaitan dengan
dilakukan
persoalan
untuk
hukum
perenungan,
hadir
ditengah-tengah
masyarakat tidak untuk dirinya sendiri,
unsur-unsur
subtansial
nilai-nilai dasar secara objektif.
melainkan menjamin keutuhan sosial
masyarakat. Sehingga tema besar dari
B. Menyapa Hukum dengan
Filsafat
hadirnya hukum secara filsofis adalah
Filsafat
bagian dari kebutuhan dan komitmen
bersama akan nilai keadilan sosial.
hukum
merupakan
bagian penelusuran kebenaran yang
Ketika berangkat dari asumsi
tersaji dalam ruang lingkup filsafat.
keadilan sosial menjadi nilai objektif
Filsafat adalah kegiatan berpikir secara
yang harus dipenuhi, tentunya hal ini
sistematikal yang hanya dapat merasa
tidak begitu saja akan berjalan mulus
puas menerima hasil-hasil yang timbul
sesuai
cita-cita
dari kegiatan berfikir itu sendiri.
hukum suatu bangsa. Karena nilai
Filsafat tidak membatasi diri hanya
tersebut
pada gejala-gejala indrawi, fisikal,
dengan
akan
perspektif
berhadap
hadapan
dengan sesuatu yang tidak lunak dalam
mewujudkannya. Terlebih lagi secara
objektif, sesuatu dianggap mempunyai
2
E. Fernando M. Manullang, Menggapai
Hukum Berkeadilan, Buku Kompas, Jakarta,
2007, hal 20.
psikhikal atau kerohanian saja. Ia juga
dan
tidak
mempertanyakan
kepercayaan atau dogmatika, jika ia
“bagaimana”-nya
tidak lagi terbuka bagi argumentasi
melainkan
juga
baru dan secara kaku berpegangan
landasan dari gejala-gejala itu yang
pada pemahaman yang sekali telah
lebih dalam, ciri-ciri khas dan hakikat
diperoleh,
tidak
heran
mereka.
kefilsafatan
secara
praktikal
hanya
“mengapa”
dan
gejala-gejala
Ia
ini,
berupaya
merefleksi
hubungan teoritikal, yang di dalamnya
dipikirkan.
Filsafat
bukanlah
ketika
akan
menyebabkan kekakuan.4
gejala-gejala tersebut dimengerti atau
3
toleran.
Ada pendapat yang mengatakan
bahwa
karena
fisafat
hukum
Dalam hal itu, maka filsafat
merupakan bagian khusus dari filsafat
tidak akan pernah terlalu lekas puas
pada umumnya, maka berarti filsafat
dengan suatu jawaban. Setiap dalil
hukum hanya mempelajari hukum
filsafat harus terargumentasikan atau
secara khusus. Sehingga, hal-hal non
dibuat dapat dipahami secara rasional.
hukum menjadi tidak relevan dalam
Karena bagaimanapun filsafat adalah
pengkajian filsafat hukum. Penarikan
kegiatan berfikir, artinya dalam suatu
kesimpulan seperti ini sepertinya tidak
hubungan dialogikal dengan yang lain
begitu tepat. Filsafat hukum sebagai
ia berupaya merumuskan argumen-
suatu filsafat yang khusus mempelajari
argumen
hukum hanyalah suatu pembatasan
pengkajian.
untuk
memperoleh
Berikutnya
filsafat
akademik dan intelektual saja dalam
menurut hakikatnya bersifat terbuka
usaha studi dan bukan menunjukkan
hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.5
Sebagai filsafat, filsafat hukum
3
Arief Sidharta, Meuwissen Tentang
Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori
Hukum, dan Filsafat Hukum, Refika Aditama,
Bandung, 2007, hal 1. Lihat juga Ahmad
Azhar Basyir, Pokok-pokok Persoalan Filsafat
Hukum Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000,
hal 1. Kata filsafat atau falsafat berasal dari
kata Arab “falsafah” yang diturunkan dari kata
Yunani “philosophia” yang merupakan kata
gabungan dari kata philein yang berarti
mencintai atau philia yang berarti cinta dan
kata shopia yang berarti kebijaksanaan.
Dengan demikian, kata philosophia, filsafah,
falsafat, berarti mencintai atau cinta kepada
kebijaksanaa.
Orang
yang
mencintai
kebijaksanaan disebut philosophos yang dalam
bahasa Arab disebut “failasuf’ (jamaknya:
filasifah) dan dalam bahasa Indonesia disebut
“filosuf”.
semestinya
memiliki
sikap
penyesuaian terhadap sifat-sifat, caracara dan tujuan-tujuan dari filsafat
pada umumnya. Di
samping itu,
hukum sebagai obyek dari filsafat
hukum akan mempengaruhi filsafat
hukum.
4
Dengan
demikian
secara
Ibid.
Sugiyanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum
dalam Ilmu dan Filsafat, Mandar Maju,
Bandung, 1998, hal 18.
5
timbal balik antara filsafat hukum dan
Sementara itu pertimbangan nilai di
filsafat saling berhubungan.
balik gejala-gejala hukum, luput dari
Secara
sederhana
dapat
pengamatan ilmu hukum. Norma atau
dikatakan bahwa filsafat hukum adalah
kaidah hukum, tidak termasuk dalam
cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah
dunia kenyataan (sein), tetapi berada
laku atau etika, yang mempelajari
pada dunia nilai (sollen), sehingga
hakikat hukum. Dengan perkataan lain,
norma
filsafat hukum adalah ilmu yang
perhatian dalam dunia penyelidikan
mempelajari hukum secara filosofis.
ilmu hukum.
Jadi objek filsafat hukum adalah
hukum
Refleksi
hukum, dan objek tersebut dikaji
melandaskan
secara mendalam sampai kepada inti
hukum,
atau dasarnya, yang disebut hakikat.6
merenungkan
Pertanyaan tentang apa hakikat
hukum
itu
sekaligus
merupakan
tidak
filsafat
diri
oleh
mendapat
pada
hukum
kenyataan
karena
itu
semua
ia
masalah
fundamental dan masalah marginal
yang berkaitan dengan gejala hukum.
pertanyaan
filsafat
hukum
juga.
Setidaknya refleksi filsafat hukum
Pertanyaan
tersebut
mungkin
saja
berangkat dari bidang penyelidikan
dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi
secara folosofis yang pada gilirannya
jawaban yang diberikan ternyata serba
dapat
tidak
terhadap
memuaskan.
7
Apeldorn,
Menurut
hal tersebut tidak lain
menemukan
penelusuran
landasan
(dasar-dasar)
kebenaran. Maka dengan itu, ada tiga
karena ilmu hukum hanya memberikan
bidang
jawaban yang sepihak. Ilmu hukum
dalam kajian “filsafat hukum”, antara
hanya melihat gejala-gejala hukum
lain;
sebagaimana
dapat
1) Masalah mengenai konsep atau
pancaindra
manusia
perbuatan-perbuatan
kebiasaan-kebiasaan
diamati
oleh
mengenai
manusia
penyelidikan
ilmu
hukum
sifat hukum.
dan
Bidang penyelidikan ini mencakup
masyarakat.
konsep-konsep pokok lainnya yang
dianggap ada hubungannya secara
6
Darji Darmodiharjo dan Arief Sidharta,
Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal
10-11.
7
Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cet.
Ke 22 Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal
439.
esensial dengan konsep tentang
hukum, misalnya sumber, subyek
hukum, kewajiban hukum, kaedah
hukum, dan juga sanksi hukum.
Bidang penyelidikan yang terutama
ini lebih dikenal sebagai mazhab
“keabsahan-nya”
analitis, oleh karena ia bertujuan
“kekuatan mengikatnya” yang
untuk menganalisa dan memberi
khusus,
dan
merupakan
definisi
kriterium
bagi
“benarnya”
kepada
konsep-konsep
atau
yang disebut di atas. Mazhab
suatu kaedah hukum. Pada
analitis dikemukakan oleh John
umunya cita-cita hukum itu
Austin,
dianggap
yang
memiliki
ciri
adalah
keadilan.
formalisme yang metodis. Hukum
Disinilah muncul pertanyaan-
sebagai dianggapnya sebagai suatu
pertanyaan
sistem kaedah-kaedah positif, yaitu
hubungan antara keadilan dan
kaedah-kaedah yang efektif dalam
hukum positif; peranan yang
kenyataannya. Ilmu hukum hanya
dimainkan
bertujuan
keadilan
untuk
menentukan
pokok
tentang
oleh
dalam
prinsip
perundang-
adanya kaedah-kaedah ini dalam
undangan,
hukum yang berlaku lepas dari
sebagainya.
nilai-nilai etis dan pertimbangan-
semacam ini sering dikenal
pertimbangan
sebagai ilmu hukum etis atau
juga
politis.
mazhab
mempersoalkan
Demikian
analitis
tidak
masalah-masalah
pengadilan
Aliran
dan
hukum
filsafat hukum alam, aliran
pikiran
ini
yang
erat
yang ada hubungannya dengan
hubungannya
keadaan-keadaan sosial ke dalam
pendekatan secara religius atau
mana
metafisis-filosofis, mempunyai
hukum
itu
faktor-faktor
masuk-yaitu
sosial
dengan
yang
sejarah panjang. Filsafat hukum
menentukan penciptaan hukum dan
alam dimulai sejak sejak filsuf-
pertumbuhannya dan akibat-akibat
filsuf Yunani pertama hingga
sosial
zaman
yang
dihasilkan
atau
kita
sekarang
ini.
dimaksud untuk dihasilkan oleh
Filsafat ini mencapai puncak
kaedah-kaedah hukum.
klasiknya dalam sistem-sistem
2) Masalah tujuan atau cita-cita
rasionalitas yang besar dalam
hukum.
Bidang
abad
penyelidikan
memusatkan
ini
perhatiannya
ketujuh
belas
dan
kedelapan belas. Sesudah reaksi
dari
mazhab
sejarah
dan
kepada prinsip rasional yang
positivis
dalam
abad
memberikan
kesembilan
belas,
filsafat
kepada
hukum
hukum alam telah mendapat
pembentuk
pengaruh
untuk
lagi
dalam
abad
undang-undang
membimbing
sekarang ini. Dasar filosofisnya
perkembangan sosial; dengan
pertama-tama dan secara utama
hubugan antara hukum yang
adalah filsafat skolastik katolik
“hidup” dengan hukum teoritis
yang diteruskan dalam hukum
dan kekuatan-kekuatan yang
alam
sebenarnya menjadi motif bagi
kaum
Thomis;
dan
berbagai perkembangan dari
penerapan
hukum
sistem-sistem Kant dan Hegel.
dengan alasan-alasan rasional
Teori-teori mengenai hukum
dalam setiap putusan.8
alam telah juga menemukan
Pada dasarnya ketiga bidang
dasar dalam mazhab-mazhab
penyelidikan
filsafat lainnya (utilitarianisme,
merupakan
filsafat
mencari kebenaran, yang merupakan
solidaritas,
intuisionisme
Bergson,
filsafat
berlainan
suatu
prinsip-prinsip
hukum
metode
fundamental
atau
mendasar
lain-lain).
tersebut. Kerja filsafat merupakan
hukum dan masyarakat.
Bidang
hukum
usaha-usaha untuk menguji prinsipprinsip
penyelidikan
hakikat
untuk
fenomenologisme Husserl dan
3) Masalah pola antarpengaruh
tentang
ini
dasar
tersebut.
Secara
ini
epistemologis ada tiga teori tentang
pertanyaan-
kebenaran yakni; the correspondence
pertanyaan yang berhubungan
theory of truth, the coherence theory of
dengan asal usul historis dan
truth, dan pragmatic theory of truth.9
pertumbuhan
Ketiga
mencakup
dengan
dari
hukum:
ini
mendasarkan
sosial
pengertian dalam pencarian kebenaran.
kita
Jadi tujuan filsafat hukum dan ilmu
menentukan isi variabel dari
hukum berbeda dari tujuan hukum.
hukum; dengan bergantungnya
Hukum itu sendiri bertujuan hendak
hukum dan pengaruh terhadap
mencari keadilan, kepastian hukum,
yang
faktor-faktor
teori
dalam
zaman
ekonomi dan kesadaran hukum
rakyat; dengan akibat-akibat
sosial
dari
kaedah-kaedah
hukum atau lembaga-lembaga
tertentu;
dengan
kekuasaan
8
S.Tasrif,
Bunga
Rampai
Filsafat
Hukum…Op.,Cit, hal 13-15.
9
Teguh Prasetyo, Ilmu Hukum dan Filsafat
Hukum, Cet. II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2007, hal 16.
dan ketertiban. Tujuan hukum bersifat
universalitasnya,
etis, yakni bersumber pada kebaikan.
kehidupan secara menyeluruh, tidak
Tiga teori kebenaran yang telah
disebut
dimuka,
dapat
memandang
memandang hanya bagian-bagian dari
diterapkan
gejala kehidupan saja atau secara
dalam filsafat hukum, ilmu hukum, dan
partikular. Dengan demikian filsafat
teknik hukum. Teori korespondensi
hukum dapat menukik pada persoalan
memandang bahwa suatu pernyataan
lain yang relevan atau menerawang
adalah benar bila sesuai atau sebanding
pada keseluruhan dalam perjalanan
dengan
refelektifnya, tidak hanya memecahkan
kenyataan
yang
menjadi
objeknya, teori ini sesuai dengan
masalah-masalah yang dihadapinya.
dimensi perilaku hukum dan menjadi
bahan kajian sosiologi hukum dan
C.
antropologi hukum. Kemudian teori
Pertautan
Hukum
Keadilan
dan
koherensi berpendapat bahwa suatu
Asumsi yang melatarbelakangi
pernyataan adalah benar apabila sesuai
pembicaraan topik pada bagian ini
dengan pernyataan sebelumnya, dalam
ialah bahwa hukum bisa, atau, sering
pengertian
kali
inilah
yang
menjadi
bertentangan
keadilan.
Berbeda
pragmatik,
pertanyaan; bagaimana kaitan antara
bahwa suatu pernyataan adalah benar
keduannya, serta dalam kondisi mana
bila berguna bagi kehidupan praktis,
hukum sebagai perangkat paling khas
yang sesuai dengan bahan kajian
dalam
teknik hukum secara praksis.10
menciptakan
kita,
teori
ini
nilai
landasan bahan kajian filsafat hukum.
dengan
Hal
dengan
masyarakat
menimbulkan
modern
tata
kehidupan
Teori koherensi mengantarkan
masyarakat
sebagaimana
kebijakan dapat dipakai untuk tujuan
kefilsafatan
berfikir
untuk
secara
memiliki
karakteristik yang bersifat menyeluruh
dan
untuk
melaksanakan
keadilan sosial.
Meminjam
pribahasa
latin,
dan universal. Dengan cara berfikir
berbunyi: fiat justisia et pereat mundus
holistik tersebut, maka siapa saja yang
(ruat coelum); yang artinya; hukum
mempelajari filsafat hukum diajak
yang berkeadilan harus dilaksanakan
untuk berwawasan luas dan terbuka.
sekalipun
dunia
harus
kiamat
Kemudian filsafat hukum dengan sifat
(sekalipun
juga
langit
runtuh
10
Ibid.
karenanya).11 Pribahasa latin tersebut
serta segenap masyarakat dan tidak
menyiratkan suatu komitmen yang
adanya keadilan akan menimbulkan
sangat
mewujudkan
kehancuran dan kekacauan keberadaan
keadilan di dalam kehidupan bersama.
serta eksistensi masyarakat itu sendiri.
Kehidupan yang memiliki kehendak
Bahkan perbedaan sikap dan kebencian
kuat untuk menyajikan seperangkat
terhadap
teks keadilan berdasarkan cita-cita
mengakibatkan sikap yang tidak adil.
tinggi
untuk
orang
lain
tidak
boleh
hukum suatu bangsa. Lebih dari itu
Apabila ditinjau dalam konteks
untuk meletakkan fondasi konseptual
yang lebih luas, pemikiran mengenai
keadilan
keadilan
selalu
dipaksa
untuk
itu
berkembang
dengan
berdaptasi dengan struktur sosial dan
pendekatan yang berbeda-beda, karena
karakteristik problem sosialnya. Untuk
perbincangan tentang keadilan yang
alasan inilah, hukum sangat dinamis
tertuang dalam banyak literatur itu,
dalam mewujudkan keadilan sebagai
tidak mungkin tanpa melibatkan tema-
hasil
tema moral, politik, dan teori hukum
akhir
dari
nilai
yang
diperjuangkan.
yang ada. Oleh sebab itu menjelaskan
Dialektika hukum dan keadilan
adalah permasalahan lama akan tetapi
selalu
menarik
pertalian
mengenai
keadilan
secara
tunggal
hampir sulit untuk dilakukan.12
antar
Namun pada garis besarnya
keduanya. Meskipun secara aktual,
perdebatan mengenai keadilan terbagi
setiap kali kita dihadapkan dengan
atas dua arus pemikiran, yang pertama
sikap kritis
adalah
terhadap
hukum
dan
keadilan
metafisik,
keadilan, namun tidak dapat disangkal
diungkapkan oleh Plato, kemudian
bahwa
dimensi
kehidupan
bersama
tetap
keadilan
rasional
yang
memerlukan hukum dan keadilan itu.
diwakili oleh Aristoteles. Keadilan
Pada
selalu
yang rasional pada dasarnya mencoba
memerlukan keadilan, kebenaran dan
menjawab prihal keadilan dengan cara
hukum, karena hal itu merupakan nilai
menjelaskannya
dan kebutuhan azasi bagi masyarakat
Sementara keadilan yang metafisik,
manusia
mempercayai
dasarnya
yang
manusia
beradab.
Keadilan
adalah milik dan untuk semua orang
secara
eksistensi
ilmiah.
keadilan
sebagai sebuah kualitas atau suatu
fungsi di atas dan di luar makhluk
11
Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian,
Membangun Hukum Indonesia, Kreasi Total
Media, Yogyakarta, 2008, hal 87.
12
E. Fernando M. Manullang, Menggapai
Hukum…Op.,Cit, hal 96.
hidup, dan oleh sebab itu tidak dapat
Mengetengahkan tentang sifat
dipahami menurut kesadaran manusia
relatifitas
berakal.13
sebagaimana
Pemetaan dua arus pemikiran
hukum
dan
keadilan
dikemukakan
Kusumohamidjojo,
bahwa
oleh
oleh
keadilan tadi, dalam kaitannya dengan
karena hukum adalah kenyataan yang
transformasi
Marx
melekat pada manusia yang terus
mengenai pemetaan kelas sosial. Marx
menerus berubah, maka kaidah-kaidah
memandang masyarakat sebagai suatu
normatif yang menjadi muatan hukum
keseluruhan yang antagonistis. Dalam
selalu bersifat relatif, dengan akibat
pandangan marx watak dasar yang
bahwa ketertiban umum serta benang
antagonistis
merah
sosial
ini
Karl
ditentukan
oleh
keadilan
harus
selalu
bersifat
hubungan konflik antar kelas-kelas
dihasilkannya
sosial
kepentingan-
relatif, sehingga terus-menerus menjadi
kepentingannya saling bertentangan
objek kontemplasi, justru untuk terus
dan
menempatkannya dalam konteks yang
yang
tak
dapat
diuraikan
karena
perbedaan kedudukan mereka di dalam
juga
yang
kontemporer.15
tatanan ekonomi.14 Pertentangan kelas
Sifat relativitas keadilan yang
yang kemudian menimbulkan konflik
diungkapkan di atas, merupakan ragam
sosial merupakan bagian penjelasan
dalam
marx mengenai dinamika keadilan
konseptual terhadap nilai keadilan.
pada zaman itu. Bagaimana kelas
Jhon Rawls misalnya,16 teori keadilan
pekerja dalam masyarakat kapitalis
sosial bertujuan memberikan dasar-
modern; tidak pernah diperhitungkan
dasar
pada taraf kelas sosial yang sama,
masyarakat bangsa pluralistik modern.
sehingga
Berbeda dari masyarakat tradisional,
kedudukan
mereka
pemberian
bagi
makna
kerja
terkucilkan dari kelas sosial di atasnya.
mereka
berpendapat
Oleh
modern
tak
karena
itulah
ketimpangan
sama
terelakkan
sosial
masyarakat
menjadi
keadilan ini dapat dilihat dengan
masyarakat
rasionalisasi
kepentingan dan anutan nilai hidup
yang
dilakukan
oleh
marx.
berbeda-beda,
13
15
Ibid.
A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto,
Hukum dan Perkembangan Sosial “Buku Teks
Sosiologi Hukum Ke I”, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1988, hal 146.
14
pluralistik
secara
bahkan
dengan
mungkin
Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban
Yang Adil, Grassindo, Jakarta, 1999, hal 222.
16
Bur Susanto, Keadilan Sosial “Pandangan
Deontologis Rawls dan Habermas”, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hal 19-20.
bertentangan.
pengaturan
Bagaimanapun
masyarakat
realisasi hukum itu berwujud lahiriah,
pluralistik
tanpa mempertanyakan terlebih dahulu
modern itu tidak boleh didasarkan atas
itikad moralnya. Maka nilai keadilan di
suatu anutan nilai hidup tertentu,
sini mempunyai aspek empiris juga, di
melainkan harus-lah dikendalikan oleh
samping aspek idealnya. Maksudnya
prinsip
adalah diaktualisasikan secara konkret
yang
menjamin
mengekspresikan
dan
kepentingan
menurut ukuran manfaatnya.18
bersama. Prinsip itu adalah keadilan
sosial.
Memang dapat dipahami bahwa
cukup sulit untuk dapat mewujudkan
Konsep
rawls,
ialah
keadilan
suatu
menurut
upaya
untuk
kesesuaian antara idealitas dengan
realitas.
Bahwa
paradoks
antara
mentesiskan paham liberalisme dan
idealitas hukum dengan realitas sosial
sosialisme. Sehingga secara konseptual
yang banyak terjadi dalam masyarakat
rawls menjelaskan keadilan sebagai
kita dewasa ini menilik pertalian
fairness, yang mengandung asas-asas,
hukum
“bahwa orang-orang yang merdeka dan
disorientasi.
rasional
untuk
memiliki kausa yang positif bila dapat
kepentingan-
diwujudkan dengan benar. Disinilah
hendaknya
nilai keadilan berfungsi menentukan
memperoleh suatu kedudukan yang
secara nyata, dinamika hukum dalam
sama pada saat akan memulainya dan
realitas
itu merupakan syarat yang fundamental
konsekuensinya hukum harus dilihat
bagi
dari ruang sosial yang lebih luas.
yang
berkehendak
mengembangkan
kepentingannya
mereka
untuk
memasuki
dan
keadilan
mengalami
Walaupun
keduanya
sosial,
dan
sebagai
perhimpuan yang mereka hendaki.17
Namun secara umum, unsurunsur
formal
dari
keadilan
E. Keadilan Progresif sebagai
Fokus Perenungan
yang
Seperti apa yang telah di bahas
dikatakan oleh rawls pada dasarnya
harus memenuhi nilai unsur hak dan
pada
unsur manfaat. Dengan nilai keadilan
refleksi filsafat hukum pada akhirnya
yang demikian, yang dikaitkan dengan
memberikan manifestasi keseimbangan
unsur
manfaat-ditambah
penceritaan kembali terhadap titik
bahwa dalam diskursus hukum, perihal
pertemuan antara penyelidikan filsafat
hak
dan
bagian
sebelumnya,
bahwa
hukum mengenai konsep atau sifat
17
E. Fernando M. Manullang, Menggapai
Hukum…Op.,Cit, hal 99.
18
Ibid.
hukum, masalah tujuan atau cita-cita
keniscayaan
hukum dan pola antarpengaruh hukum
keadilan. Hanya kemudian prevensi
dan masyarakat. Artinya positif dan
nilai kebenaran akan sangat tergantung
negatif dalam menilik orientasi nilai
sekali terhadap faktor kepentingan dan
keadilan
kebutuhan.
sosial
seimbang,
ditanggapi
secara
sekedar
dengan
tidak
menuju
jalan
Fakta
terang
tersebut
memperlihatkan betapa sulitnya dalam
ekspresi subyektif dan cenderung berat
menentukan
sebelah.
merupakan sasaran utama dari hukum,
Refleksi
dilakukan
filsafat
agar
dapat
kejanggalan-kejanggalan
dalam
penerapan
kerjanya
ialah
hukum
maka
sikap
penegakan
adil.
Keadilan
hukum
haruslah
mengetahui
diarahkan, antara lain agar tercapai
yang
ada
keadilan, baik bagi individu maupun
Fokus
keadilan bagi masyarakat, yang dikenal
secara
dengan
hukum.
refleksi
istilah
keadilan
sosial.
sistematikal tentang “kenyataan” dari
Keadilan mestilah merupakan faktor
hukum.
penting
Kenyataan
dipikirkan
hukum
sebagai
harus
bagi
adanya
justifikasi
realisasi
terhadap suatu penegakan hukum,
(perwujudan) dari ide-hukum (cita-
karena penegakan hukum merupakan
hukum).19 Dalil yang dikatakan oleh
perwujudan “kenyataan hukum” yaitu;
Gustav
cita-cita hukum bangsa.
Radbruch;
menjabarkan
bahwa
ide-hukum
ia
dikemas
Dalam
praktek
hukum
di
melalui tiga aspek, yakni kepastian
Indonesia, seringkali para penegak
hukum, kemanfaatan dan keadilan.
hukum telah menjalankan tugasnya
pertautan antara ketiganya itu sangat
sesuai dengan aturan main yang ada,
dinamis.
dapat
dalam artian aturan main yang formal.
ditentukan asas mana yang harus
Terhadap kasus tindak pidana korupsi
diutamakan, karena yang paling bisa
misalnya, sesuai hukum yang berlaku,
menentukan ialah kekusaan kehendak
jaksa sudah melakukan penyelidikan,
dari
undang-undang:
penyidikan
positivitas dari hukum pada akhirnya
pengadilan.
tergantung pada keputusannya.
menjalankan fungsinya untuk membela
Menurutnya;
pembuat
tidak
Akan tetapi dibalik kenyataan
itu,
19
nilai
kebenaran
ialah
Arief Sidharta, Meuwissen
Pengembangan..Op.,Cit, hal 19.
suatu
Tentang
dan
dan
Pengacara
mempertahankan
tersangka.
Dan
mendengar
kedua
sehingga
penuntutan
ke
sudah
hak-hak
hakim
sudah
belah
pihak,
dikeluarkanlah
putusan
pengadilan. Semua aturan hukum yang
Rahardjo20 yaitu; paradigma hukum
relevan sudah dipertimbangkan dan
progresif yang mana lahir sebagai
diterapkan. Serta semua formalitas dan
oposisi
tata cara yuridis sudah diikuti.
postivisme hukum.
Persoalannya,
terhadap
penegakan
demikian
masih
mengapa
Gagasan
terhadap
ini
paham
kemudian
yang
mencuat kepermukaan dan menjadi
banyak
kajian yang sangat menarik ditelaah
masyarakat yang tidak puas, dan masih
lebih lanjut. Apa yang digagas oleh
saja
Prof. Tjip ini menawarkan perspektif,
dikatakan
hukum
keilmuan
saja
bahwa
penegakan
hukum di Indonesia ditenggarai sangat
spirit,
rendah dan sudah mencapai titik nadir.
“kelumpuhan hukum di Indonesia”.
Inilah
Progresif berasal dari kata progress
masalahnya,
yakni
tidak
dan
terpenuhinya nilai keadilan, terutama
yang
keadilan
hendaknya
masyarakat.
Mimbar
pengadilan telah terisolasi
dengan
cara
berarti
baru
mengatasi
kemajuan.
mampu
perkembangan
Hukum
mengikuti
zaman,
mampu
pemahaman makna kepastian hukum
menjawab perubahan zaman dengan
saja, tanpa mau membuka diri dan
segala dasar di dalamnya, serta mampu
menggali nilai-nilai keadilan yang ada
melayani
di masyarakat.
dengan menyandarkan pada aspek
Sampailah
kita
pada
pembicaraan bahwa refleksi filsafat
hukum
penegak hukum itu sendiri.21
Dilihat dari kemunculannya,
bagaimana
hukum progresif bukanlah sesuatu
mencapai keadilan subtantif, pada
yang kebetulan, bukan sesuatu yang
kenyataanya makna keadilan saat ini
lahir tanpa sebab, dan juga bukan
telah terkikis oleh paradigma yang
sesuatu yang jatuh dari langit. Hukum
sangat
sisi
progresif adalah bagian dari proses
keadilan pada ejaan pasal-perpasal
pencarian kebenaran yang tidak pernah
dalam
berhenti. Hukum progresif yang dapat
kaku,
yaitu
masyarakat
moralitas dari sumber daya manusia
hukum yang memfokuskan diri pada
cita-cita
kepentingan
hanya
melihat
mewujudkan
keadilan
prosedural. Apa yang akan penulis
20
ketengahkan
sebenarnya
bukanlah
sesuatu hal yang baru, berangkat dari
pemahaman gagasan brillian Satjipto
Gagasan dimaksud pertama kali dilontarkan
pada tahun 2002 lewat sebuah artikel yang
ditulis di Harian Kompas dengan judul
“Indonesia Butuhkan Penegakan Hukum
Progresif”, Kompas, 15 juni 2002.
21
Satjipto
Rahardjo,
Membedah
Hukum..Op.,Cit, hal ix.
dipandang
sebagai
sedang
analitis-positivistik. Sekalian dengan
mencari jati diri–bertolak dari realitas
ciri pembebasan itu, keadilan progresif
empirik tentang bekerjanya hukum di
lebih mengutamakan “tujuan” daripada
masyarakat, berupa ketidakpuasan dan
“prosedur”.
keprihatinan
kualitas
yang
terhadap
penegakan
kinerja
hukum
dan
dalam
Kemudian
yang
kedua,
didasarkan pada “logika kepatutan
dan
tidak
setting Indonesia akhir abad ke-20.
sosial”
Dalam proses pencariannya itu, Prof.
berdasarkan pada logika peraturan.
Tjip kemudian berkesimpulan bahwa
Sehingga dalam hal
salah
menurunnya
progresif dapat menjunjung tinggi
kinerja dan kualitas penegak hukum di
moralitas. Hati nurani ditempatkan
Indonesia adalah dominasi paradigma
sebagai
positivisme dengan sifat formalitasnya
sekaligus
yang melekat.22
perjuangan itu. Dan yang ketiga, paling
satu
penyebab
Dalam
kaitannya
dengan
utama
keadilan
pendorong
pengendali
keadilan
bertumpu
tengah-tengah
kemampuan
penegakan
ini
penggerak,
mencari alternatif nilai keadilan di
rapuhnya
semata-mata
aktivitas
progresif
pada
banyak
kualitas
sumberdaya
dan
manusia
hukum Indonesia saat ini, sebagai
penegak hukumnya. Faktor modalitas
catatan akhir penulis menuju keadilan
menjadi amat penting, seperti: empati,
progresif yang pada aktualisasinya
“kejujuran dan keberanian”. Faktor-
selalu percaya diri dengan prinsip-
faktor itulah yang harus dikedepankan
prinsip kebenaran. Keadilan progresif
daripada
akan selalu mencerminkan diri pada
peraturan
kenyataan
Dalam kualitas yang demikian itu,
hukum
Setidaknya
keadilan
di
masyarakat.
progresif
ini
sekedar
secara
menjalankan
mekanistis-linier.
maka keadilan progresif akan selalu
secara konseptual harus berdiri atas
gelisah
tiga varian pokok, yaitu; pertama,
pembebasan.
menempatkan diri sebagai kekuatan
dilakukan,
“pembebasan” yaitu membebaskan diri
hakikat dari keadilan progresif; yaitu
dari tipe, cara berpikir, asas dan teori
mencari kebenaran hakiki.
hukum
yang
legalistik-dogmatis,
melakukan
Ibid. hlm 10-11, Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi
lain dari Hukum di Indonesia, Kompas,
Jakarta, 2003, hlm 22-25.
Pencarian
oleh
Refleksi
dilakukan
22
pencarian
agar
karena
kejanggalan-kejanggalan
dalam
penerapan
terus
memang
filsafat
dapat
dan
hukum
mengetahui
yang
hukum.
ada
Fokus
kerjanya
ialah
refleksi
secara
sistematikal tentang “kenyataan” dari
hukum. Kenyataan yang berbasis citacita hukum adalah berangkat dari sisi
keadilan pada realitas sosial yang lebih
luas. Setidaknya kenyataan hukum,
dapat di konstruksikan melalui ranah
hukum
progresif
dengan
gagasan
bahwa hukum adalah untuk manusia,
bukan
sebaliknya.
Apabila
kita
berpegangan pada keyakinan bahwa
manusia itu adalah untuk hukum, maka
manusia itu akan selalu diusahakan,
mungkin juga dipaksakan, untuk bisa
masuk ke dalam skema-skema yang
telah dibuat oleh hukum. Sehingga tak
heran ketika manusia itu untuk hukum,
keluarannya mesti keadilan prosedural.
Berbeda ketika hukum adalah untuk
manusia, ia membentuk skema hukum
berdasarkan kebutuhan
dan hanya
untuk melayani kepentingan manusia,
disitulah terdapat keadilan progresif.
Keadilan yang mana dapat menjawab
stagnasi supremasi hukum kita saat ini.
Referensi
A.A.G.
Peters
dan
Koesriani
Siswosoebroto, Hukum dan
Perkembangan Sosial “Buku
Teks Sosiologi Hukum Ke I”,
Pustaka
Sinar
Harapan,
Jakarta, 1988.
Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin
Malian, Membangun Hukum
Indonesia,
Kreasi
Total
Media, Yogyakarta, 2008.
Ahmad Azhar Basyir, Pokok-pokok
Persoalan Filsafat Hukum
Islam, UII Press, Yogyakarta,
2000.
Arief Sidharta, Meuwissen Tentang
Pengembangan Hukum, Ilmu
Hukum, Teori Hukum, dan
Filsafat
Hukum,
Refika
Aditama, Bandung, 2007.
Budiono
Kusumohamidjojo,
Ketertiban
Yang
Adil,
Grassindo, Jakarta, 1999.
Bur
Susanto,
Keadilan
Sosial
“Pandangan
Deontologis
Rawls
dan
Habermas”,
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005.
Darji Darmodiharjo dan Arief Sidharta,
Pokok-pokok Filsafat Hukum
Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta,
1995.
E.
Fernando
M.
Manullang,
Menggapai
Hukum
Berkeadilan, Buku Kompas,
Jakarta, 2007.
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi lain dari
Hukum
di
Indonesia,
Kompas, Jakarta, 2003.
______________, Hukum Dalam
Jagat
Ketertiban,
UKI
PRESS, Jakarta, 2006.
______________, Membedah Hukum
Progresif, Cet II, Buku
Kompas, Jakarta, 2007.
______________, Biarkan Hukum
Mengalir, Buku Kompas,
Jakarta, 2007.
S.Tasrif, Bunga Rampai Filsafat
Hukum, Abardin, Jakarta,
1986.
Soerjono
Soekanto,
Pendekatan
Sosiologi Terhadap Hukum,
Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Download