Untitled

advertisement
SUSUNAN PENGURUS
Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kedokteran Indonesia
Penasihat
\ Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS
Penanggungjawab
Yufi Aulia Azmi
Ketua Ad Interim
Dina Faizah
Pemimpin Redaksi
Dina Faizah
Redaktur Bagian
Felita Surya Rini
Tata Letak dan Ilustrasi
Rachel Maya
Keuangan
Denys Putra Alim
Promosi
Rifa Imaroh
Ni Nyoman Ayu Widyanti
The Journal of the Indonesian Medical Student
Association
Satu-satunya Jurnal Resmi Mahasiswa
Kedokteran Indonesia
J
urnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia (JIMKI) atau Journal of the
Indonesian
Medical
Students
Association diterbitkan oleh Badan Analisis
dan Pengembangan Ilmiah (BAPIN) Ikatan
Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia
(ISMKI) per semester. JIMKI merupakan
bagian dari Berkala Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Indonesia.
Jurnal ini merupakan jurnal resmi
mahasiswa kedokteran Indonesia yang khusus
memuat hasil karya tulis dan penelitian
mahasiswa kedokteran se-Indonesia. Sistem
redaksional yang digunakan adalah seleksi
peer-reviewer dan redaktur. Selanjutnya,
seluruh hasil karya ilmiah yang dikirim ke
alamat redaksi akan dinilai oleh mitra bestari,
yang merupakan para ahli di bidangnya
masing-masing.
JIMKI memuat artikel penelitian asli
yang berhubungan dengan dunia kedokteran
dan kesehatan masyarakat, artikel tinjauan
pustaka, serta laporan kasus. Tulisan
merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan
sesuai dengan kompetensi mahasiswa
kedokteran.
JIMKI merupakan simbol kompetensi
sekaligus sumbangsih mahasiswa kedokteran
Indonesia bagi dunia kedokteran dan
kesehatan masyarakat.
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
i
DAFTAR ISI
Susunan Pengurus ................................................................................................................................. i
Daftar Isi ................................................................................................................................................ ii
Petunjuk Penulisan ..............................................................................................................................iii
Sambutan Pimpinan Umum ...............................................................................................................vii
PENELITIAN
Studi Berbasis Komunitas dari Infeksi Virus Dengue di Jakarta, Indonesia
Aldo Ferly, Leonard Nainggolan, Beti Ernawati Dewi ........................................................................... 1
Profil Data Pasien Diabetes MelitusTipe 2 denganKomplikasiUlkusDiabetikum di
RSU Dr.Soetomo Surabaya Tahun 2012
Drestha Pratita Windriya, Ari Sutjahjo, HerminaNovida ........................................................................ 7
Korelasi Karakteristik Demografis dan Klinis Ibu Hamil dengan Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku mengenai Kontrasepsi Pascapersalinan
Frans Liwang, Felix Chikita Fredy, Farisa Anggreana, Fatma Afira, Fransisca Dewi
Kumala, Gracia Lilihata, Kanadi Sumapradja...................................................................................... 13
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Tilapia Hepsidin 1-5 (TH1-5) padaIkanMujair (Oreochromismossambicus)
sebagaiAgen Antiviral, Neuroprotektif,
danImunomodulator:SolusiMutakhirPermasalahanJapanese Encephalitis di Bali
Mahfira Ramadhania, RidoMaulana, RiyanSopiyan ........................................................................... 23
Umbilical Cord-Mesenchymal Stem Cells (UC-MSCs) danStem Cell Marker TRA-160:InteraksiSelulerSelMultipotendalamMengatasiGagalGinjalKronik
RiyanSopiyan, Haifa AurianaSagitaPutri, RidoMaulana ..................................................................... 33
Metode HLIT [sHLA-G (Soluble Human Leukocyte Antigen-G) dan LILRB1
(Leukocyte Immunoglobulin-Like Receptor B1) Immunology Test]
sebagaiTerobosanTerbaru Diagnosis DiniPreeklampsia
I Gusti Ayu Agung Pritha Dewi, Putu Austin Widyasari Wijaya, Ni MadePutriSuastari ...................... 44
LAPORAN KASUS
Ketoasidosi Diabetik pada Diabetes Melitus Tipe I
Abrianty Priandani Araminta, Antari R. Harmani, Toto Suryo Efar, Eka Nurfitri, Bambang
Tridjadja ............................................................................................................................................. 59
ii
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember
2013
PETUNJUK PENULISAN
J
urnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) adalah publikasi per
semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur.
Naskah yang diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peerreviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. JIMKI menerima
artikel penelitian asli (original article) yang berhubungan dengan dunia
kedokteran, kesehatan masyarakat, ilmu dasar kedokteran, baik penelitian klinis,
laboratorium, maupun epidemiologi, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus,
artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan, advertorial, dan editorial.
Tulisan merupakan tulisan asli, tidak plagiat, dan sesuai dengan kompetensi
mahasiswa kedokteran.
Kriteria dan sistematika artikel
1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kesehatan
masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian,
nama dan lembaga penulis, abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi,
simpulan, saran, dan referensi.
2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/tinjauan terhadap suatu
fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan, ditulis
dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
Format terdiri dari judul, nama dan lembaga penulis, abstrak,
pendahuluan, teks (bagian isi), simpulan, saran, dan referensi.
3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi
pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan
penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter umum dan dokter muda.
Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga penulis,
pendahuluan, ilustrasi kasus, pembahasan kasus, dan simpulan.
4. Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan: artikel yang bersifat
bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang menarik dalam dunia
kedokteran atau kesehatan, bisa mengangkat topik yang masih menjadi
suatu pro-kontra di dunia kedokteran, mampu memberikan nilai human
interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis dengan baik. Artikel
bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang
perlu diketahui oleh pembaca. Format penulisan seperti artikel tinjauan
pustaka.
5. Advertorial: artikel singkat mengenai obat atau kombinasi obat terbaru,
beserta penelitian, dan kesimpulannya. Format penulisan seperti artikel
tinjauan pustaka.
Petunjuk Bagi Penulis
1. JIMKI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada
jurnal lain. Tulisan tersebut adalah hak milik penulis, tidak terikat pada
lembaga manapun. Untuk menjamin hal ini, artikel yang diserahkan
dilengkapi dengan Lembar Pernyataan Orisinalitas dan Persetujuan
Publikasi dengan format terlampir.
2. Tidak ada batasan jumlah penulis.
Naskah diketik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik
dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4
dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Naskah diketik
menggunakan font Times New Roman ukuran 12. Naskah tidak diketik
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
iii
bolak-balik. Penomoran dimulai dari halaman judul diketik di tengah
bawah. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm.
Format pengetikan lain yang tidak tercakup pada poin ini, hendaknya
dibuat dengan rapi dengan memperhatikan estetika.
3. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman.
4. Naskah harus diketik dengan memakai program Microsoft Word. Naskah
dikirim melalui email ke alamat [email protected] dengan
menyertakan biodata singkat penulis (identitas diri, riwayat pendidikan,
karya tulis sebelumnya yang dipublikasikan maupun yang tidak).
5. Penulis yang artikelnya diterima untuk dipublikasikan akan mendapat
sertifikat.
6. Naskah yang pernah disajikan dalam bentuk presentasi oral ataupun
poster pada pertemuan ilmiah nasional ataupun international dibuat
keterangan berupa catatan kaki. Jika mendapat penghargaan, beri
keterangan penghargaan tersebut.
7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila
lebih cukup diikuti dengan kata “dkk”. Nama penulis harus disertai dengan
asal fakultas dan universitas penulis. Alamat korespondensi ditulis
lengkap dengan nomor telepon dan email.
8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia.
Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul dan
nama penulis.
9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci tidak lebih dari lima kata/frasa
dan diurutkan berdasarkan abjad. Kata kunci diletakkan di bawah abstrak.
10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan
huruf miring (italic).
11. Format tabel sesuai dengan format penulisan ilmiah, yakni hanya
mengandung unsur garis horisontal. Nama tabel diletakkan di sebelah
atas rata kiri, dengan mencetak tebal kata “tabel”. Nama tabel tidak perlu
dicetak tebal. Huruf awal menggunakan huruf kapital. Ukuran tulisan
penamaan tabel adalah 11. Contoh: Tabel 1. Karakteristik Responden.
12. Gambar tidak dikotaki. Nama gambar diletakan di sebelah bawah gambar
dengan mencetak tebal kata “gambar”. Nama gambar tidak perlu dicetak
tebal. Ukuran tulisan penamaan gambar adalah 11 dan rata tengah.
Contoh: Gambar 1. Patofisiologi Infark Miokardium.
13. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai
dengan urutan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut
abjad. Contoh cara penulisan adalah sebagai berikut.
1. Artikel dalam jurnal
i. Artikel standar
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with
an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996
Jun 1;124(11):980-3.
atau
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with
an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med
1996;124:980-3.
Penulis lebih dari enam orang
Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et
al. Childhood leukemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up.
Br j Cancer 1996;73:1006-12.
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
iv
ii. Suatu organisasi sebagai penulis
The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise
stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust
1996;164:282-4.
iii. Tanpa nama penulis
Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.
iv. Artikel tidak dalam bahasa Inggris
Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar
seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen
1996;116:41-2.
v. Volum dengan suplemen
Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and
occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl
1:275-82.
vi. Edisi dengan suplemen
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological
reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.
vii. Volum dengan bagian
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in
non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem
1995;32(Pt 3):303-6.
viii. Edisi dengan bagian
Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap
laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt
1):377-8.
ix. Edisi tanpa volum
Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle
arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.
x. Tanpa edisi atau volum
Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and
the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin
Gen Surg 1993;325-33.
xi. Nomor halaman dalam angka Romawi
Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and
hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995
Apr;9(2):xi-xii.
2. Buku dan monograf lain
i. Penulis perseorangan
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses.
Edisi ke-2. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.
ii. Editor, sebagai penulis
Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly
people. New York: Churchill Livingstone; 1996.
iii. Organisasi dengan penulis
Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid
program. Washington: The Institute; 1992.
iv. Bab dalam buku
Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH,
Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis,
and management. Edisi ke-2. New York: raven Press;
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
v
1995.hal.465-78.
v. Prosiding konferensi
Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical
neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of
EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan.
Amsterdam: Elsevier; 1996.
vi. Makalah dalam konferensi
Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy
and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P,
Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the
7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10;
Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.hal.1561-5.
vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis
1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:
Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment
billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas
(TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of
Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.:
HHSIGOEI69200860.
2. Diterbitkan oleh unit pelaksana:
Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services
research: work force and education issues. Washington:
National
Academy
Press;
1995.
Contract
no.:
AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care
Policy and research.
viii. Disertasi
Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and
utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.
ix. Artikel dalam Koran
Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates
50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun
21;Sect A:3 (col. 5).
x. Materi audiovisual
HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO):
Mosby-Year book; 1995.
3. Materi elektronik
i. Artikel journal dalam format elektronik
Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg
Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24
screens].
Available
from:
URL:
HYPERLINK
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm.
ii. Monograf dalam format elektronik
CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM].
Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. Edisi
ke-2nd. Versi 2.0. San Diego: CMEA; 1995.
iii. Arsip computer
Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer
program]. Versi 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational
Systems;1993.
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
vi
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM
S
alam ilmiah bagi mahasiswa kedokteran se-Indonesia!
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dapat menerbitkan Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) kembali. JIMKI saat ini telah memasuki tahun
yang ke-6. Kini sebagai bagian dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia (BIMKES) yang
terbit online tiap semester.
Suatu kebanggaan bagi JIMKI dapat mewakili karya-karya mahasiswa kedokteran seIndonesia. Mempublikasikan tulisan merupakan hak seorang mahasiswa. Mahasiswa dapat
membagikan dan membanggakan hasil penelitiannya melalui tulisan yang dipublikasikan. Hasil
penelitian akan bermanfaat jika dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh orang lain guna membangun
tubuh pengetahuan atau mengaplikasikannya secara langsung. Namun, selain merupakan hak,
publikasi juga merupakan kewajiban seorang mahasiswa.
Sayangnya, bila kita renungkan, penelitian, jurnal, serta tulisan ilmiah lainnya – buah pikir
bangsa Indonesia – masih tergolong sedikit bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Padahal,
dengan meneliti dan menulis, kita dapat menemukan berbagai kesempatan untuk berkarya dan
berbakti kepada nusa dan bangsa melalui peran kita sebagai mahasiswa kedokteran.
Di masa mendatang, JIMKI berharap dapat meningkatkan kinerja, kualitas artikel, dan
eksistensi di kalangan mahasiswa kedokteran dan kesehatan se-Indonesia. JIMKI juga berharap
mahasiswa kedokteran dapat semakin terdorong untuk aktif meneliti, menulis, dan mempublikasikan
tulisannya. Dengan demikian, Indonesia patut berbangga memiliki dokter-dokter masa depan yang
terus belajar, berkarya, dan memberikan layanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat.
Dina Faizah
Pemimpin Redaksi dan Ketua Ad Interim Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
vii
Penelitian
STUDI BERBASIS KOMUNITAS DARI INFEKSI VIRUS
DENGUE DI JAKARTA, INDONESIA
1
2
3
Aldo Ferly, Leonard Nainggolan, Beti Ernawati Dewi
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3
Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Demam dengue adalah penyakit infeksi yang sering dijumpai di Indonesia. Ada empat
serotipe dari virus penyebab demam dengue (DENV): DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.
Studi sebelumnya mendapatkan bahwa tingkat morbiditas dan insiden demam dengue berhubungan
langsung dengan strain virus yang terdapat di suatu area. Studi ini bertujuan untuk mengetahui strain
virus dengue yang paling sering ditemui di Jakarta.
Metode: Studi prospektif dilakukan dengan total 67 pasien dari komunitas dan puskesmas di Jakarta
yang mengalami demam kurang dari empat puluh delapan jam dan didiagnosis secara klinis
mengalami infeksi dengue berdasarkan standar WHO. RT-PCR dilakukan untuk mengetahui serotipe
DENV yang paling sering ditemukan pada pasien.
Hasil: Serotipe DENV yang paling sering ditemukan adalah DENV-2 (35,82%). DENV-3 adalah
serotipe yang kedua tersering (20,89%) dari total pasien terinfeksi. Dari seluruh pasien, 17,91%
mempunyai DENV-1 dan 8,95% DENV-4. Dari gejala klinisnya, 13,43% dianggap negatif dengue
setelah tes konfirmasi. Infeksi gabungan antara DENV-4 dan DENV-1 ditemukan pada 1,49% pasien.
Infeksi gabungan DENV-3 dan DENV-2 ditemukan pada 1,49% pasien.
Diskusi: Hasil studi ini menunjukkan bahwa serotipe DENV yang paling sering ditemukan di Jakarta
adalah DENV-2. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa DENV-3
adalah serotipe yang paling sering ditemukan pada pasien di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan
lokasi studi yang berbeda, yakni studi sebelumnya dilakukan di rumah sakit, sedangkan studi ini
dilakukan di komunitas dan pusat kesehatan masyarakat.
Kata kunci: serotipe, studi komunitas, virus dengue
ABSTRACT
Introduction: Dengue fever is a common infectious disease problem in Indonesia caused by dengue
virus (DENV). There are four serotypes of the virus: DENV-1, DENV-2, DENV-3, and DENV-4.
Previous study found out that morbidity rate and incidence of dengue fever is correlated directly with
strains of dengue found in an area. This study aims to find out the dengue virus serotypes which is
most common in Jakarta
Methods: A prospective study was done on a total of 67 patients from community and primary health
care center in Jakarta who was having fever for less than 48 hours and has clinical diagnosis of
dengue infection according to WHO standards. RT-PCR then will be done in order to identify the
serotype of DENV in the patients.
Results: The DENV serotype which is most often found in patients in Indonesia is DENV-2 (35,82%).
DENV-3 is the next most common serotype with 20,89% of total patients infected. From all of the
patients, 17,91% have DENV-1 and 8,95% have DENV-4. Despite the clinical symptoms, 13,43 % of
the patients are considered dengue negative after the confirmation test. Combined infection of DENV4 and DENV-1 is detected in 1,49% of the patients and combined infection of DENV-3 and DENV-2 is
also detected in 1,49% of the patients.
Discussion: The result of this study shows that the most common DENV serotype in Jakarta is
DENV-2. This result is different from previous finding that DENV-3 is the most common serotype in
Indonesian patient. This different is mainly due to the location of the study which is the community
and primary health care center in Jakarta.
Keywords: Dengue virus, Community Based study, Serotypes
1
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
milyar orang atau 70% dari orang yang
PENDAHULUAN
Demam
terkena dengue di seluruh dunia tinggal di
dengue
adalah
penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Penyakit ini memiliki manifestasi klinis berupa
demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang
disertai
dengan
leukopenia,
ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik.
(1)
Pada penyakit ini, ditemukan
perembesan plasma yang biasanya ditandai
dengan
peningkatan
hematokrit
yang
daerah ini. Indonesia, sebagai negara dengan
penduduk terbesar di daerah ini dengan 35%
warganya
paling ditakuti dari demam dengue adalah
sindrom rejatan dengue yang biasanya disertai
(1)
dengan syok.
terbanyak.
dibawa oleh nyamuk yang memiliki persebaran
paling cepat di dunia. Terjadi lonjakan insiden
demam dengue sebanyak tiga puluh kali lipat
dalam lima puluh
daerah
perkotaan,
Sebanyak
150.000
kasus
dilaporkan pada tahun 2007 dengan 25.000
kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan
Jawa Barat. Menurut laporan yang sama, 1%
dari kasus dengue ini berakibat fatal.
(3)
Menurut sebuah studi literatur yang
dilakukan
oleh
Universitas
Fakultas
Kedokteran
Diponegoro,
insiden
dan
persebaran geografis dari demam dengue
semakin
Dengue adalah penyakit virus yang
di
merupakan negara dengan kasus dengue
merupakan tanda dari penumpukan cairan di
rongga tubuh. Salah satu komplikasi yang
tinggal
meningkat
dari
tahun
ketahun.
Dimulai dari 96 kasus di Jakarta yang
merupakan kasus pertama demam dengue
yang dilaporkan di Indonesia sampai 78.960
kasus yang terjadi pada tahun 2004 dan
(4)
tersebar di seluruh Indonesia. Yang menarik
dari studi ini adalah, meskipun ditemukan
bahwa DENV-3 adalah serotipe yang dominan
pada infeksi virus dengue di Indonesia, tetapi
tahun terakhir. Selain itu, lokasi geografis
persebaran demam berdarah dengue juga
kian meluas. Setiap tahun, diperkirakan 50 juta
orang di dunia terkena infeksi virus ini dan 2,5
miliar orang memiliki risiko yang sangat tinggi
terinfeksi demam berdarah dengue sebab
tinggal di daerah yang diklasifikasikan sebagai
daerah endemik demam dengue.
(2)
Menyadari
besarnya masalah ini, Badan Kesehatan
Dunia
(WHO)
mengeluarkan
resolusi
WHA55.17 yang mendesak komitmen negaranegara untuk memerangi ancaman demam
berdarah dengue.
Sebagai
(3)
pada beberapa studi seperti yang dilakukan di
Bandung pada tahun 2000-2002 ditemukan
bahwa DENV-2 adalah serotipe yang tersering
ditemukan.
beriklim
tropis,
negara-negara di Asia Tenggara dan Pasifik
menunjukan
ada
variasi
antarwaktu dan antarletak geografis terhadap
serotipe yang dominan pada infeksi demam
dengue ini. Selain itu, penelitian lain yang
dilakukan oleh Nisalak
menunjukan
bahwa
dkk. di Thailand
didapatkan
hubungan
yang signifikan antara serotipe dengue dengan
keparahan
penyakit
dan
juga
kecepatan
transmisi dengue. Menurut studi ini, ditemukan
bahwa
negara
Ini
pada
tahun
yang
predominansi
serotipenya adalah DENV-3, insiden total virus
demam denguenya meningkat.
(5)
adalah negara yang memiliki risiko terkena
demam dengue terbesar. Menurut statistik, 1,8
2
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Keparahan penyakit demam dengue
ini
adalah
kehamilan,
keganasan,
gagal
juga berkaitan dengan serotipenya, ditemukan
jantung kongestif, daya tahan tubuh menurun,
bahwa demam berdarah dengue lebih sering
dan penyakit autoimun.
muncul pada virus dengan serotipe DENV-3
Prosedur Riset
dibandingkan dengan serotipe-serotipe lain.
1. Setelah
menemukan
pasien
yang
Mengingat bahwa serotipe yang predominan di
memiliki ciri-ciri klinis demam dengue
suatu area dan waktu tertentu berubah-ubah
seperti
dan juga keparahan penyakit demam dengue
WHO, pasien diminta untuk mengisi
sangat berkaitan dengan serotipenya, maka
informed consent.
digambarkan
oleh
kriteria
studi ini sebagai usaha mendata serotipe yang
2. Data dari pasien akan diambil dan
dominan di Jakarta sangat penting sebagai
dicatat di formulir pencatatan pasien.
upaya perumusan kebijakan masyarakat yang
Darah akan diambil dari pembuluh
berkaitan dengan penyakit demam dengue
darah vena pasien.
terutama di Jakarta.
3. Darah
akan
dimasukan
kedalam
tabung EDTA, selanjutnya dilakukan
METODE
tes antigen NS-1 untuk memutuskan
Desain Penelitian
apakah pasien terinfeksi dengue atau
Studi kohort prospektif.
tidak. Pemeriksaan tes antigen NS-1
Tempat dan Waktu Penelitian
menggunakan kit Rapid Dengue Test
Penelitian
ini
dilakukan
di
pusat
keluaran Standard Diagnostic, Korea
kesehatan komunitas di wilayah Jakarta Timur
4. Apabila tes antigen tersebut positif,
dan Jakarta Pusat pada Januari 2009 sampai
pasien akan dirawat di rumah sakit
dengan Desember 2009.
dan keadaanya akan dimonitor selama
Sampel
sembilan hari. Waktu ini dipilih karena
Populasi
terjangkau
penelitian
ini
pada periode ini, risiko pasien untuk
adalah pasien berusia 14 sampai denga 85
memunculkan komplikasi hemoragik
tahun yang diketahui tidak hamil, dalam
dan syok sangat tinggi.
keadaan demam dengan diagnosis sebagai
5. Setelah
manifestasi
klinik
muncul
demam dengue, dan memiliki hasil antigen
(maksimal 48 jam), darah diambil
NS1 yang positif dan mencari perawatan di
menggunakan tabung EDTA untuk
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ataupun
mengisolasi
puskesmas di daerah Jakarta.
disentrifugasi selama lima belas menit
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
dengan kecepatan 1600 rpm. Plasma
Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien
darah akan dipisahkan sebagai bahan
berumur 14 sampai dengan 85 tahun, memiliki
dasar dari proses serotyping virus
temperatur rektum lebih tingi dari 38,0
0
C
untuk periode kurang dari 48 jam, informed
plasma.
Darah
akan
dengue.
6. RNA
virus
dalam
plasma
akan
consent dari pasien, kecurigaan klinis bahwa
diisolasi dengan menggunakan kit
pasien memiliki demam dengue, dan tes
komersial
dan
dilakukan
sesuai
antigen NS1 positif. Kriteria eksklusi penelitian
3
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
dengan
prosedur
isolasi
RNA
kit
produk Qiagen.
serotipe DENV-4, yakni hanya enam orang
atau 8,95% pasien memiliki serotipe ini.
7. Proses serotyping dari virus dengue
Penelitian
ini
juga
menemukan
bahwa
dilakukan dengan modifikasi metode
sebanyak 13,43 % dari pasien yang diduga
Lanciotti
memiliki demam berdarah dengue karena
dari
proses
Reverse
Transcriptase-Polymerase
Chain
Reaction (RT-PCR).
(6)
memiliki
gejala-gejala
klinik
sangat
mirip
dengan pasien demam berdarah dengue
8. Sisa plasma untuk kultur virus dan
ternyata tidak menderita demam berdarah
genotyping akan disimpan pada -80°
dengue. Terdapat infeksi bersamaan dari
C.
akan
DENV-1 dan DENV-4 sebanyak 1,49% serta
disimpan di dua tabung yang berbeda
infeksi bersamaan dari DENV-2 dan DENV-3
pada suhu -135° C.
juga sebanyak 1,49%.
PBMC
yang
dikoleksi
DISKUSI
Analisis Data
Penelitian
ini
menemukan
bahwa
Analisis data menggunakan program
sebagian besar virus dengue yang ditemukan
SPSS 16.0. Untuk pembuatan diagram dan pie
di kota Jakarta adalah serotipe DENV-2.
chart, menggunakan program Micorosoft Excel
Temuan
2010.
didapatkan
HASIL
sebelumnya yang dilakukan oleh Suwandono
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
pada tahun 2004.
Tabel 1. Hasil serotipe virus dengue
dapat dijelaskan dengan:
ini
berbeda
di
dengan
Jakarta
(7)
Tempat
tren
dari
yang
penelitian
Perbedaan hasil tersebut
penelitian
diperkirakan
Serotipe
Total pasien (%)
DENV-1
12 (17.91%)
memiliki
DENV-2
24 (35.82%)
terhadap hasil penelitian ini, penelitian ini
DENV-3
14 (20.89%)
dilakukan di pusat-pusat kesehatan komunitas
DENV-4
6 (8.95%)
dan puskesmas di Jakarta Timur dan Jakarta
(-)
9 (13.43%)
Pusat, berbeda dengan penelitian sebelumnya
DENV-1 dan DENV-4
1 ( 1.49%)
oleh Suwandono yang dilakukan di sepuluh
DENV-2 dan DENV-3
1 (1.49%)
rumah sakit besar di Jakarta. Pasien yang
pengaruh
yang
sangat
penting
mencari pertolongan ke pusat kesehatan
Dari penelitian ini, didapatkan bahwa
masyarakat cenderung tidak dalam kondisi
yang paling sering
klinik separah mereka yang pergi ke rumah
dijumpai di Jakarta dengan dua puluh empat
sakit. Didukung oleh penelitian sebelumnya
pasien atau 35,82% dari seluruh pasien.
yang dilakukan di Thailand, DENV-3 memiliki
Menyusul DENV-2 adalah DENV-3 dengan
asosiasi dengan keadaan klinis yang lebih
empat belas orang atau 20,89%. DENV-1
parah seperti kondisi pasien yang cenderung
dimiliki oleh darah dari 12 pasien (1,91%),
lebih parah di rumah sakit.
DENV-2 adalah tipe
sedangkan
serotipe
dengue
yang
Perubahan tren dari sirkulasi serotipe
paling
sedikit dimiliki oleh penduduk Jakarta adalah
(5)
virus
demam
berdarah
dengue
juga
4
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
diperkirakan memainkan faktor dalam hasil
klinis pasien dengue, diperlukan penelitian
penelitian ini. Sesuai dengan hasil yang
lebih lanjut yang mengaitkan antara keempat
ditemukan oleh Nisalaka,
(5)
ditemukan bahwa
serotipe virus dengan manifestasi klinisnya.
serotipe virus dengue yang terdapat pada
Selain itu, melihat bahwa hasil dari RT-PCR
suatu
daerah
tidaklah
konstan,
menunjukan bahwa 13,43% pasien dinyatakan
berubah-ubah.
Menurut
negatif virus dengue, diperlukan evaluasi lebih
Nisalaka, banyak faktor yang mempengaruhi
lanjut tentang metode diagnsosis klinis pasien
perubahan serotipe yang dominan pada suatu
dengue
penelitian antara lain musim, densitas vektor,
kemampuan
perubahan temperatur, tingkat infeksi pada
berdarah dengue.
melainkan
tertentu
selalu
suatu populasi tertentu, serta
kelompok
(herdimmunity)
dan
tujuan
diagnosis
meningkatkan
pasien
demam
kekebalan
kerentanan
(succeptibility).
Waktu
dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan
pengambilan
juga
HT. Demam Berdarah Dengue. In: Sudoyo
dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
cukup besar dalam menyebabkan perbedaan
Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
hasil yang didapat dari penelitian ini dengan
Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna Publishing;
penelitian
2009. p. 2773-9.
sebelumnya.
sampel
Penelitian
yang
dilakukan oleh Suwandono ini dilakukan pada
saat wabah besar melanda seluruh Indonesia
pada awal 2004.
(7)
Sedangkan, penelitian ini
dilakukan pada tahun 2009 yang mungkin
2. Gubler
DJ.
Dengue
and
Dengue
Hemorrhagic Fever. Clin Microbiol Rev.
1998 July 1, 1998;11(3):480-96.
3. Dengue:
Guidelines
for
telah terjadi perubahan serotipe yang dominan
Treatment,
Prevention
pada pasien dengue di Indonesia.
geneva: WHO Press; 2009.
Diagnosis,
and
Control.
4. Setiati T, Wagenaar J, Kruif M. Changing
Epidemiology of Dengue Hemorrhagic
SIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa
serotipe virus dengue yang paling sering di
Fever
in Indonesia. Dengue
Bulletin.
2006;30:1-14.
5. Nisalaka,
Endy
T,
Nimmannitya
S,
pusat-pusat kesehatan komunitas dan pusat
Kalayanarooj S, Thisayakorn U, Scott RM,
kesehatan masyarakat di Jakarta adalah
et al. Serotype-Specific Dengue Virus
DENV-2.
Circulation
and
Dengue
Disease
in
Bangkok, Thailand from 1973 to 1999. Am
SARAN
J Trop Med Hyg. 2003 February 1,
Mengingat bahwa DENV-2 adalah
2003;68(2):191-202.
serotipe virus dengue yang paling sering
6. Lanciotti R, Calisher C, Gubler D, Chang
ditemukan di pusat kesehatan komunitas dan
G, Vorndam V. Rapid Detection and
pusat kesehatan masyarakat di Jakarta dan
Typing of Dengue Virus from Clinical
belum ada studi yang mengaitkan antara
Samples by Using Reverse Transcriptase-
serotipe virus dengue dengan manifestasi
5
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Polymerase Chain Reaction. JClinMicro.
fever and dengue haemorrhagic fever in
1991 2-12-1991;30(3):545-51.
Jakarta,
7. Suwandono A, Kosasih H, Nurhayati,
Indonesia,
Tropical
Four
2006;100(9):855-62.
virus
serotypes
found
2004.
Transactions of the Royal Society of
Kusriastuti R, Harun S, Ma’roef C, et al.
dengue
during
Medicine
and
Hygiene.
circulating during an outbreak of dengue
6
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Penelitian
PROFIL DATA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN KOMPLIKASI ULKUS DIABETIKUM DI RSU
DR.SOETOMO SURABAYA TAHUN 2012
1
2
2
Drestha Pratita Windriya, Ari Sutjahjo, Hermina Novida
1
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Airlangga–RSU
Dr.Soetomo
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
WHO mencatat terdapat 120 juta penderita DM pada tahun 1996 dan jumlahnya akan
meningkat dua kali lipatnya pada tahun 2025. Pasien dengan DM memiliki peluang lima kali
lebih besar terkena gangren. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan distribusi data
pasien DM tipe 2 (DMT 2) dengan komplikasi ulkus maupun gangren diabetikum. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintangberdasarkan data dari Dokumen
Medik Kesehatan (DMK) pasien. Dari 101 pasien yang diteliti, 61% pasien berjenis kelamin
wanita dan rentang usia pasien terbanyak adalah 51-60 tahun. Lima puluh persen pasien telah
menderita DMT2 selama 1-5 tahun. Pada pemeriksaan radiologis,gambaran terbanyak yang
didapat adalah ulkus saja tanpa kelainan (32%) dan gangren (27%).Sebanyak 28% pasien
datang dengan kadar gula darah acak (GDA) 201-300 mg/dL. Dari 30% pasien yang melakukan
pemeriksaan kultur nanah, Staphylococcus sp. merupakan kuman terbanyak yang ditemukan
(25%). Perawatan 25% pasien DMT 2 dengan ulkus diketahui membutuhkan waktu selama 610 hari dengan 70% pasien dipulangkan karena kondisinya yang membaik, meski beberapa
diantaranya harus dilakukan tindakan amputasi.
Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, komplikasi, ulkus diabetikum, profil pasien
ABSTRACT
WHOreported that there were120millionpeople suffered from diabetesin 1996andthe number
willincreasedouble
of
itby
2025.
Diabetes
patienthavefivetimes
greaterchanceof
developinggangrene. This study was conductedto determine thedataprofile of patients who
suffer from diabetes mellitustype 2 (DMT 2) withdiabetic ulcersorgangrenecomplications. This is
adescriptivecross-sectional studythat takesthe datafrom themedical record. The sample
waspatientswithDMT2diabeticulcer complications.61% of 101 patientsare female and theage
range of most patients is about 51-60 years. 50% of patientshave sufferedDMT2for 1-5years.
Based onradiologicalexaminations, 32% pictures showulcerwithoutabnormalitiesand 27% show
gangrene.Patients have variety levels of random blood sugar, mostpatients haverandom blood
sugarrange of201-300mg/dL when they came to the emergency room. From 30% of
patientswhodo pusculture, Staphylococcussp.is the mostgermsfoundin the amount of25%.
Treatment of 25% DMT2patients withulcerstakes as long as6-10dayswith70% of
patientsdischargeddue to his conditionimproved, although some of themhave tobe
takenamputation.
Keywords: diabetes mellitus type 2, complication, ulcers, patient profile
PENDAHULUAN
jumlahnya akan meningkat dua kali lipatnya
Diabetes melitus (DM) merupakan
penyakit gangguan metabolisme karbohidrat
kronik yang disebabkan oleh faktor genetik
(1)
atau lingkungan.
WHO mencatat terdapat
120 juta penderita DM pada tahun 1996 dan
pada tahun 2025.
DM memiliki progresivitas yang terusmenerus
hingga
dapat
berbagai
komplikasi
bila
menyebabkan
tidak
ditangani
dengan baik.Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah komplikasi pada mata, ginjal, dan
7
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
ekstremitas
bawah.
Pasien
dengan
DM
METODE
memiliki risiko 25 kali lebih besar mengalami
Penelitian ini merupakan penelitian
kebutaan, 17 kali lebih mudah untuk terkena
deskriptif dengan desain potong lintang. Data
gagal ginjal, dan lima kali lebih besar
sekunder diambil berdasarkan teknik total
(2)
sampling terhadap pasien DMT 2 dengan
peluangnya untuk terkena gangren.
Studi
yang
Pradana
komplikasi ulkus diabetikum yang dirawat inap
Soewondo, Sidartawan Soegondo dkk. tahun
di RSU Dr.Soetomo Surabaya antara tanggal
2008 di 18 titik di Indonesia menemukan
1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2012.
bahwa
mengalami
Pengambilan data sekunder dilakukan di
komplikasi dengan prevalensi sebagai berikut:
Bagian Rekam Medik Pusat RSU Dr.Soetomo
retinopati 42% (760/1785), nefropati 7,3%
Surabaya dalam waktu yang telah disepakati
(131/1785),
dan
sebelumnya.
(1133/1785).
Komplikasi
57,8%
dilakukan
penderita
DM
neuropati
63,5%
mikrovaskular
Penelitian ini mendapatkan Dokumen
didapatkan 27,6% (493/1785) dan komplikasi
Medik Kesehatan (DMK) sebanyak 135 buah,
makrovaskularnya
(302/1785),
tetapi 34 DMK (25%) tereksklusi dengan
sedangkan sisanya mengalami komplikasi
rincian sebagai berikut: 21 DMK (15%) tidak
16%
(3)
akhir yang parah.
ditemukan
Data penelitian menunjukkan bahwa
dan
13
DMK
(10%)
bukan
merupakan DMK pasien DM tipe 2 dengan
penanganan yang dilakukan dapat berupa
komplikasi
debridement(7,9% kasus), amputasi (39,5%
demikian, penelitian ini menggunakan 101
(1)
kasus), atau nekrotomi (52,6% kasus).
Data
ulkus
diabetikum.
Dengan
DMK (75%).
RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2003
Pengolahan data dilakukan dengan
menyebutkan angka amputasi pada penderita
cara tabulasi data dengan variabel jenis
DM sebesar 25% dan angka kematiannya
kelamin pasien, usia pasien, lama menderita
sebesar 16%. Nasib pasien pascaamputasi
DMT 2, gambaran radiologis, kadar GDA saat
pun tidak begitu baik, 14,3% akan meninggal
MRS, gambaran pola kuman melalui kultur
dunia setelah satu tahun diamputasi dan 37%
pus, lama perawatan, dan status pasien saat
meninggal dunia setelah 3 tahun tindakan
kunjungan rumah sakit (KRS) yang kemudian
(4)
amputasi.
disajikan dalam bentuk diagram.
Data di atas menunjukkan bahwa
HASIL PENELITIAN
angka komplikasi DM terhadap ekstremitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bawah masih terhitung tinggi. Oleh karena itu,
pasien DMT 2 dengan komplikasi ulkus
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
diabetikum pada tahun 2012 di RSU Dr.
distribusi dan profil data pasien Diabetes
Soetomo
Melitus Tipe 2 (DMT 2) yang mengalami
berjumlah 62 pasien (61%) dan 39 pasien
komplikasi
lainnya adalah pria (29%).
pada
ekstremitas
bawah,
khususnya ulkus diabetikum.
dengan
jenis
kelamin
wanita
Gambar 1 sampai dengan Gambar 4
di bawah ini memaparkan distribusi usia
pasien DMT 2 dengan komplikasi ulkus
diabetikum, lama pasien menderita DMT 2,
8
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
gambaran radiologi ulkus diabetikum, dan
Gambar 4. Distribusi GDA pasien saat MRS
distribusi glukosa darah acak (GDA) pasien
saat masuk rumah sakit (MRS).
Pada penelitian ini didapatkan 30
pasien (30%) dengan hasil kultur nanah
7% 8%
18%
30%
37%
≤ 40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun
≥ 71 tahun
selama MRS, sedangkan sisanya 71 pasien
(70%) tidak melakukan kultur nanah.Dari 30
pasien yang dikultur, didapatkan 33 hasil
kultur nanah dengan rincian seperti Gambar 5
di bawah.
9% 12%
Gambar 1.Kelompok usia pasien DMT 2
dengan komplikasi ulkus diabetikum
3%
3%
3%
12%
6%
14%
13%
12%
18%
6-10 tahun
Enterobiius sp.
Escherichia sp.
Klebsiella sp.
3%
1-5 tahun
17%
Citrobacter sp.
Enterobacter sp.
25%
< 1 tahun
Acinetobacter sp.
Gambar 5.Pola kuman pada nanah
50%
> 10 tahun
Perawatan pasien DMT 2 dengan
Tidak ada
data
komplikasi ulkus diabetikum memakan waktu
yang berbeda-beda. Pasien yang dirawat
Gambar 2.Lama pasien menderita DM tipe 2
kurang dari 5 hari selama tahun 2012
berjumlah
1% 1%
8%
11%
32%
10%
27%
10%
Tidak ada kelainan
Gangren
Osteomyelitis
Destruksi
Soft tissue swelling
Deformitas
Deformitas+Fraktur
Tidak ada data
30
pasien
(30%).
Perawatan
selama 6-10 hari pada 36 pasien (35%).
Pasien
dengan
berjumlah
25
perawatan
pasien
(25%).
11-15
hari
Sedangkan
pasien dengan perawatan 16-20 hari terdiri
dari 4 pasien (4%) dan pasien dengan
perawatan lebih lama dari 20 hari sebanyak 5
pasien (5%). Sedangkan, 1 pasien lainnya
(1%) tidak didapatkan datanya mengenai
Gambar 3.Gambaran radiologi ulkus
1%
≤100 mg/dL
9%
18%
101-200 mg/dL
20%
24%
28%
201-300 mg/dL
lama perawatan di rumah sakit.
Pada DMK yang diambil, didapatkan
data pasien yang dipulangkan sebanyak 71
pasien (70%), pasien pulang paksa sebanyak
13 pasien (13%), dan pasien meninggal dunia
301-400 mg/dL
sejumlah 16 pasien (16%). Satu pasien (1%)
>400 mg/dL
tidak didapatkan data status saat keluar
Tidak ada data
rumah sakit (KRS).
9
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
DISKUSI
(27%). Osteomielitis didapatkan sebesar 10%,
Pada penelitian ini didapatkan lebih
banyak
pasien
wanita,
yaitu
62
pasien
(61%),sedangkan pasien priasebanyak 39
pasien
(39%).
Hal
ini
sejalan
sama banyak dengan destruksi, dan lebih
sedikit dari kejadian pembengkakan jaringan
lunak sebesar 11%.
dengan
Pada 29 pasien (28%) didapatkan
penelitian olehSugiyanto dkk. di RS DR.
GDA 201-300 mg/dL saat MRS, dengan
Kariadi Semarang yang mendapatkan pasien
diketahui batas bawah DM adalah GDA 200
pria sebanyak 42% dan wanita sebanyak
mg/dL. Kejadian ulkus diabetikum dengan
58%. Eva Decroli di RSUP Dr. M. Djamil
GDA 301-400mg/dL sebanyak 24 pasien
Padang mencatat sebanyak 71% pasien
(24%) dan GDA>400 mg/dL saat MRS
(1)
adalah pria dan sisanya adalah wanita.
Tercatat rentang usia 51-60 tahun
sebanyak 18 pasien (18%), lebih sedikit dari
pasien dengan rentang GDA 201-300 mg/dL.
adalah rentang usia terbanyak penderita ulkus
Agung
diabetikum
diabetes
sebanyak
38
pasien
(37%),
Pranoto
dalam
dan
tulisan
polineuropati
metabolik
disusul rentang usia 41-50 tahun sebanyak
menyebutkan
tiga puluh pasien (30%). Pada penelitian yang
berkaitan
telah dilakukan oleh Eva Decroli di RSUP Dr.
darah. Dalam penelitian ini didapatkan hal
M.
rata-rata
yang sedikit berbeda mungkin karena banyak
pasien berusia 55,2±9,5 tahun. Nogren WR
pasien yang minum obat antidiabetes, tetapi
dkk. dalam Journal of Vascular Surgery
tidak teratur sehingga saat GDA diperiksa
menyebutkan
prevalensi komplikasi kaki
terdapat GDA yang tidak terlalu tinggi padahal
diabetik meningkat 3% pada penderita DM
sebelumnya mungkin dia sempat memiliki
usia di atas 40 tahun dan meningkat 6% pada
GDA yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
Djamil
Padang,
usia di atas 60 tahun.
didapatkan
(5)
bahwa
mengenai
dengan
kejadian
buruknya
neuropati
kontrol
gula
dibutuhkan data HbA1c dari pasien, tetapi di
Sebelum terkena ulkus diabetikum,
RSU Dr.Soetomo Surabaya, pemeriksaan
51 pasien (50%) pada penelitian ini telah
HbA1c belum menjadi pemeriksaan yang rutin
menderita
dilakukan.
DMT
2
selama
1-5
tahun.
Beberapa penelitian menyebutkan lama DM
Komplikasi yang terjadi pada pasien
≥10 tahun akan meningkatkan risiko,tetapi
dapat diperparah dengan kejadian infeksi
pada penelitian ini hanya didapatkan pasien
yang disebabkan kulit yang tidak intak, infeksi
dengan DM ≥10 tahun sebanyak 31 pasien
nosokomial
(31%).
sebagainya. Pada 30 pasien (30%) dengan
yang
banyak
terjadi,
dan
Klasifikasi ulkus diabetikum di RSU
hasil kultur, didapatkan kuman terbanyak
Dr.Soetomo jarang menggunakan klasifikasi
pada nanah adalah Staphylococcus sp. (25%)
Wagner maupun klasifikasi Texas sehingga
dan
peneliti mengelompokkan ulkus diabetikum
Acinetobacter
berdasarkan gambaran radiologi ulkus. Pada
Klebsiella sp., yaitu masing-masing sebesar
33 pasien (32%) tidak didapatkan kelainan
12%. Infeksi pada umumnya disebabkan oleh
radiologis atau hanya dijumpai ulkus saja,
kuman di sekitar kulit. Jika drainase tidak
sedangkan gangren dijumpai pada 27 pasien
baik, akan berkembang selulitis yang dapat
Pseudomonas
sp.,
sp.
(18%),
Escherichia
disusul
sp.,
dan
10
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
menyebabkan
sepsis
dan
menginfeksi
diderita.Kemungkinan
besar
akibat
(6)
sepsis,tetapi ada juga yang disebabkan oleh
Kuman aerob penyebab dalam waktu cepat
komplikasi selain ulkus diabetikum. Jumlah
akan menginfeksi aliran darah dan juga dapat
lebih banyak ditemukan di rumah sakit yang
menyebabkan bakteremia yang kemudian
sama pada pasien rawat inap periode tahun
tendon, tulang, dan sendi di bawahnya.
(7)
dapat menyebabkan kematian.
2003-2007, yaitu sebanyak 21,9%.
Penelitian mengenai profil klinis dan
laboratoris
pada
pasien
serupa
pernah
(8)
Dalam penelitian ini tercatat tujuh
kasus
yang
mendapat
perlakuan
bedah
dilakukan di rumah sakit yang sama oleh
berupa amputasi dan sembilan orang lainnya
Ivone Wulansari. Tercatat kuman penginfeksi
telah diamputasi sebelum MRS tahun 2012 di
terbanyak
sp.,
RSU Dr.Soetomo. Di Amerika Serikat, angka
Streptococcus sp., Klebsiella sp., Proteus sp.,
amputasi pada DM adalah 6 dari 1000 kasus
adalah
Pseudomonas
(8)
dan Staphylococcus sp.
(10)
Penelitian lain yang
tiap tahunnya.
dikerjakan oleh Nanang Fitra di RSUP H.
menyelesaikan
masalah.
Adam Malik Medan, 25% dari kejadian infeksi
menambahkan
bahwa
disebabkan oleh Enterobacter aerogenes,
meninggal dunia satu tahun pascaamputasi
14%
coli.
dan 37% meninggal dunia 3 tahun pasca
Perbedaan ini mungkin disebabkan cuaca
tindakan amputasi. Hal ini disebabkan kualitas
yang berbeda di daerah sehingga kuman
hidup yang menurun karena keterbatasan
yang banyak tumbuh juga berbeda. Selain itu,
aktivitas
penelitian oleh Nanang Fitria dilakukan pada
semangat
pasien
disebabkan
rawat
oleh
jalan
Escherichia
sehingga
hal
ini
Tindakan amputasi tidak
sehingga
hidup
Waspadji
14,3%
terjadi
yang
pasien
penurunan
akhirnya
mempercepat kematian pasien.
S.
dapat
(7)
menyingkirkan kemungkinan kejadian infeksi
Dari penelitian ini, masih diperlukan
nosokomial. Selain itu, kedalaman ulkus rata-
suatu studi prospektif. Selain itu, diperlukan
rata pasien juga berpengaruh. Bakteri aerob
pemeriksaan tambahan yang lebih lengkap
gram positif seperti Staphylococcus sp. sering
seperti HBA1c, klasifikasi ulkus secara klinis,
didapatkan pada ulkus superfisial, begitu juga
ABI, kultur nanah, dan lain-lain.
dengan Pseudomonas sp., terlebih jika telah
menggunakan antibiotik.
(9)
SIMPULAN
Perawatan pasien DM tipe 2 dengan
Jumlah pasien wanita pada DMT 2
komplikasi ulkus diabetikum memakan waktu
dengan
yang berbeda-beda. Sebanyak 36 pasien
didapatkan lebih banyak dari pria, yaitu
(35%) dirawat selama 6-10 hari dan tiga puluh
sebesar 61%, sedangkan usia terbanyak
pasien (30%) dirawat kurang dari lima hari.
pasien adalah 51-60 tahun. Pada penelitian
Kondisi pasien saat keluar rumah sakit (KRS)
ini didapatkan 50% pasien telah menderita
pun berbeda-beda, tetapi 71 pasien (70%)
DMT 2 sebelumnya selama 1-5 tahun dan
dari
28% pasien datang ke rumah sakit dengan
keseluruhan
dipulangkan
karena
pasien
kondisi
statusnya
yang
komplikasi
ulkus
diabetikum
telah
kadar GDA terbanyak dalam rentang 201-300
membaik. Pasien meninggal dunia sebanyak
mg/dL. Dari hasil pemeriksaan radiologis,
16 pasien (16%) sering karena penyakit yang
kelainan yang terbanyak didapatkan adalah
11
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
32% pasien mengalami ulkus saja tanpa
the Indonesian Medical Association, Jil.
kelainan lain disusul pasien gangren sebesar
19, No. 4, November 2010
27%. Pemeriksaan kultur kuman dilakukan
4. Waspadji, S, 2009.‘Kaki Diabetes’, dalam
pada 30% pasien dan didapatkan kuman
Sudoyo, AW, et al. Buku Ajar Ilmu
yang paling banyak menginfeksi ulkus adalah
Penyakit Dalam. Jakarta Pusat, jil. 3, ed.
Staphylococcus
5, hal. 1961-1966
sp.
yaitu
sebesar
25%,
disusul Pseudomonas sp.Perawatan ulkus
5. Nogren WR, Hiatt JA Dormandy. ‘Inter
diabetikum di RS cenderung membutuhkan
Society Consensus for theManagement of
waktu 6-10 hari bagi kebanyakan pasien,
Peripheral Arterial Disease’. Journal of
yaitu 25% dari keseluruhan pasien. Prognosis
VascularSurgery, 2007;45
70%
pasien
dengan
komplikasi
ulkus
6. Parlindungan L, Zein U, et al. 2002. Pola
diabetikum adalah baik, meskipun terdapat
Kuman Bakteri Anaerob dan Resistensi
beberapa kasus yang harus diamputasi.
Antibiotik pada Gangren Diabetik
7. Fitra, N. 2008. Pola Kuman Aerob dan
DAFTAR PUSTAKA
Sensitifitas
pada
Gangren
1. Decroli, E, Karimi, J, et al. ‘Profil Ulkus
Diambil:
14
Mei
Diabetik.
2012
di
Diabetik pada Penderita Rawat inap di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
Bagian
6789/6312/1/09E00134.pdf
Penyakit
Dalam
RSUP
Dr
M.Djamil Padang’. Majalah Kedokteran
8. Wulandari, TI. 2010. ‘Profil Klinis dan
Indonesia, Jilid 58, Nomor: 1, Januari
Laboratoris
2008
Pasien Rawat Inap’.
2. Permana, H. 2008. Komplikasi kronik dan
Penyakit
Diambil:
Penyerta
14
Mei
pada
Diabetesi
2012,
dari
Penderita
Kaki
Diabetik
9. Sutjahyo A, Poerwadi T, et al. ‘Neuropati
Diabetic, Klasifikasi, Patogenesis dan
Terapi’ dalam Tjokroprawiro A, Sukahatya
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
M Soewanto edt, Simposium Nasional
content/uploads/2009/09/kompilasi_kronik
Perkembangan Mutakhir
_dan_penyakit_penyerta_pada_diabetesi.
Metabolisme Surabaya, 2000, 310-22
pdf
3. Soewondo, P, Soegondo, S, et al. ‘The
10. Foster
DW.
Diabetes
Endokrinologi
Mellitus
in
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson
DiabCare Asia 2008 study – Outcomes on
JD,Martin
Control and Complications of Type 2
Principles of Internal Medicine, McGraw
Diabetic Patients in Indonesia’. Journal of
Hill, New York, 2001, 1979-99.
JB,Fauci
A
eds:
Harrison
12
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Penelitian
KORELASI KARAKTERISTIK DEMOGRAFIS DAN KLINIS
IBU HAMIL DENGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PERILAKU MENGENAI KONTRASEPSI
PASCAPERSALINAN
Frans Liwang, Felix Chikita Fredy, Farisa Anggreana, Fatma Afira,
Fransisca Dewi Kumala, Gracia Lilihata, Kanadi Sumapradja
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Meski kebijakan kontrasepsi pascapersalinan telah diimplementasikan, angka kematian ibu di
Indonesia masih tinggi. Hal tersebut sangat berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku
(PSP) masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan angka penggunaan kontrasepsi
melalui identifikasi tingkat PSP ibu hamil serta karakteristik demografis dan klinis yang
mempengaruhinya.Dilakukan penelitian potong lintang pada 106 ibu hamil peserta pemeriksaan
antenatal di Puskesmas Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Dari seluruh responden (n=106,
median=26 tahun), 74,5% adalah ibu rumah tangga, 56,6% berpendidikan sedang, 55,7% memiliki
pendapatan di atas UMR Jakarta Timur. Sebanyak 62,3% responden adalah multigravida (median
usia kehamilan 28 minggu) dan 52,8% belum pernah menggunakan kontrasepsi. Dari aspek PSP,
korelasi terkuat ditemukan antara pengetahuan dengan perilaku. Mayoritas responden memiliki
tingkat pengetahuan kurang, sikap baik, dan perilaku sedang. Riwayat kontrasepsi, usia ibu, dan usia
kehamilan tidak berkorelasi kuat dengan PSP terhadap kontrasepsi pascapersalinan. Tingkat
pengetahuan dan perilaku ibu multigravida lebih baik dari primigravida. Secara keseluruhan, tidak
terdapat korelasi kuat antara karakteristik demografis dengan PSP. Kekuatan korelasi antara usia dan
gravida dengan pengetahuan, pendapatan dengan sikap, dan riwayat kontrasepsi dengan perilaku
lemah. Selain itu, kekuatan korelasi karakteristik demografis dan klinis lainnya, masing-masing
terhadap PSP, sangat lemah.
Kata kunci: karakteristik demografis, karakteristik klinis, kontrasepsi pascapersalinan
ABSTRACT
Maternal mortality in Indonesia is still high despite the implementation of postpartum contraception
policy. This is closely related to community’s knowledge, attitude, and behavior (KAB). This research
aims to increase contraceptive use through identification of KAB level and contributing demographic
characteristics among pregnant women. A cross-sectional research was conducted among pregnant
women undergoing antenatal care in Makasar District primary health care unit. Out of 106 participants
(median age 26 years), 74,5% were housewives, 56,6% had intermediate education, 55,7% had a
total income over East Jakarta’s minimum wage. About 62,3% were multigravida (median gestational
age = 28 weeks) and 52,8% had no previous history of contraceptive use. The strongest correlation
between KAB was found among knowledge and behavior. Most participants have low knowledge,
high level of attitude, and intermediate level of behavior. History of contraceptive use, maternal age,
and gestational age had no correlation with KAB towards contraception. Multigravida participants had
better knowledge and behavior compared to primigravida. Overall there were weak correlations
between demographic characteristics with KAB. Correlations between age and gravida with
knowledge, income with attitude, and history of contraceptive use with behavior were weak.
Moreover, correlations between other demographic and clinical characteristics with KAB were very
weak.
Keywords: demographic characteristics, clinical characteristics, postpartum contraception
PENDAHULUAN
kesehatan
Kesehatan reproduksi masih menjadi
Indonesia
menunjukkan
AKI
(SDKI)
sebesar
tahun
2007
228/100.000
isu global. Ini termaktub dalam poin ke lima
kelahiran hidup. Angka ini jauh dari target
millenium development goals (MDGs) yang
tahun 2015 sebesar 102/100.000 kelahiran
masih menjadi masalah utama di Indonesia,
hidup.
yakni kesehatan ibu.
(1,2)
(1,3-5)
Data survei dasar
13
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Tingginya
AKI
di
Indonesia,
selain
METODE
diakibatkan oleh penyebab langsung, juga
Penelitian ini menggunakan desain
merupakan dampak dari implementasi solusi
potong
yang belum maksimal. Jumlah kehamilan
analitis.Pengambilan
banyak, jarak kelahiran terlalu dekat, serta
tanggal 10-20 Oktober 2011 di Puskesmas
kehamilan
merupakan
Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Data
penyebab langsung mortalitas serta morbiditas
merupakan data primer yang diambil dengan
maternal.
pada
(6)
usia
lanjut
lintang
bersifat
data
deskriptif
dilakukan
pada
Solusi definitifnya ialah mencegah
menggunakan kuesioner penelitian yang telah
kehamilan itu sendiri melalui program keluarga
divalidasi. Unit sampel adalah ibu hamil yang
berencana (KB).
berkunjung
ke
Puskesmas
Kecamatan
Ironisnya, angka cakupan penggunaan
Makasar, Jakarta Timur, untuk pemeriksaan
(7)
antenatal. Besar sampel yang dibutuhkan
tersebut
adalah 106 subjek penelitian berdasarkan
berupa
rumus sampel dua variabel tidak berpasangan.
pelayanan
Responden dipilih dengan metode consecutive
alat kontrasepsi tahun 2010 masih 61,5%.
Rendahnya
angka
disebabkan
oleh
keterbatasan
cakupan
faktor
akses
eksternal
terhadap
kontrasepsi. Menurut laporan CDC tahun
sampling.
2007, salah satu strategi efektif meningkatkan
secara terpimpin (guided questionnaire).
angka
ini
ialah
dengan
pascapersalinan,
pelayanan
kontrasepsi
yakni
pemasangan
memberikan
alat
kontrasepsi
Pengisian
Untuk
kuesioner
mendapatkan
dilakukan
tingkat
PSP
responden, dilakukan verifikasi dan coding
terhadap
pertanyaan-pertanyaan
dalam
segera setelah melahirkan. Strategi ini telah
kuesioner. Skor yang diperoleh kemudian
diimplementasikan di Indonesia, tetapi angka
diklasifikasikan menjadi baik, cukup, dan
cakupan kontrasepsi pascapersalinan masih
kurang.
rendah.
(8-10)
faktor
Oleh sebab itu, dipikirkan adanya
internal
program
SPSS
data
versi
menggunakan
16.0
dengan
uji
mempengaruhi
parametrik dan nonparametrik yang sesuai.
penerimaan kontrasepsi, yaitu pengetahuan,
Selanjutnya dilakukan analisis univariat dan
sikap,
masyarakat
bivariat untuk mengetahui korelasi antara
pascapersalinan.
variabel bebas dan terikat. Variabel bebas
Adapun PSP tersebut berhubungan dengan
pada penelitian ini adalah usia, pekerjaan,
karakteristik
demografis
tingkat
pendidikan
dan
dan
mengenai
yang
Pengolahan
perilaku
(PSP)
kontrasepsi
seperti
sosioekonomi,
tingkat
serta
karakteristik klinis seperti usia kehamilan,
gravida, dan riwayat kontrasepsi.
Penelitian
mengetahui
ini
korelasi
(11,12)
bertujuan
antara
kontrasepsi
gravida,
usia
kontrasepsi.
jumlah
kehamilan,
Sedangkan,
pendapatan,
dan
variabel
riwayat
terikat
adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku
untuk
mengenai kontrasepsi pascapersalinan.
karakteristik
demografis dan klinis dengan PSP masyarakat
mengenai
pendidikan,
HASIL
pascapersalinan.
Seluruh responden adalah ibu hamil
Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
yang
datang
memeriksakan
kandungan
berkorelasi, upaya untuk meningkatkan PSP
(antenatal care) di Puskesmas Kecamatan
masyarakat akan lebih efektif dan terarah.
Makasar, Jakarta Pusat. Dari 106 responden
14
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
yang diwawancarai, seluruh data lengkap dan
dilakukan analisis.
Tabel 1. Karakteristik demografis dan klinis responden (n=106)
Variabel
Responden
Usia (tahun) (median, IQR)
26 (23-31)
Tingkat pendidikan (n, %)
Tidak berpendidikan
2 (1,9)
Pendidikan rendah
37 (34,9)
Pendidikan sedang
60 (56,6)
Pendidikan tinggi
7 (6,6)
Jenis pekerjaan (n, %)
Ibu rumah tangga
79 (74,5)
Pekerjaan lainnya
27 (25,5)
Tingkat pendapatan (n, %)
Pendapatan rendah
47 (44,3)
Pendapatan tinggi
59 (55,7)
Jumlah tanggungan (median, IQR)
3 (2-3)
Kehamilan ke- (n, %)
Primigravida
40 (37,7)
Multigravida
66 (62,3)
Usia kehamilan (median, IQR)
28 (17,5-35)
Jumlah anak yang diinginkan (median, IQR)
2 (1-2)
Riwayat penggunaan kontrasepsi (n,
%)
Tidak
56 (52,8)
Ada
49 (46,2)
Seperti terlihat pada Tabel 1, sebagian besar
26 tahun. Lebih dari setengah responden
responden tergolong pada kelompok usia
memiliki latar belakang pendidikan sedang dan
dewasa muda dengan nilai tengah usia adalah
rendah. Tiga dari empat responden adalah ibu
15
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
rumah tangga. Setengah lebih responden
tanggungan sebanyak dua orang. Sebagian
memiliki total pendapatan keluarga di atas
besar responden sedang multigravida dengan
UMR Jakarta Timur.
nilai tengah usia kandungan 28 minggu.
Jumlah
tanggungan
responden
berkisar antara 2-7 orang. Frekuensi paling
banyak
ialah
responden
dengan
Separuh lebih (52,8%)
responden belum
menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
jumlah
Tabel 2. Sebaran responden (n= 106) menurut tingkat PSP
Variabel
Responden
Pengetahuan
Baik
6 (5,6)
Sedang
20 (18,9)
Kurang
80 (75,5)
Sikap
Baik
75 (70,8)
Sedang
23 (21,7)
Kurang
8 (7,5)
Perilaku
Berdasarkan
30 (28,3)
Sedang
51 (48,1)
Kurang
25 (23,6)
pada
Guna mengetahui korelasi antar pengetahuan
didapatkan
dengan sikap dan perilaku serta korelasinya
gambaran mengenai tingkat pengetahuan,
dengan karakteristik demografis dan klinis
sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan
responden,
Makasar
kontrasepsi
dengan hasil seperti pada tabel di bawah.
pascapersalinan. Tabel 2 memperlihatkan
Terlihat bahwa korelasi paling kuat terdapat
sebagian
pada
pada korelasi pengetahuan dengan perilaku
kelompok pengetahuan kurang (mean 38,2 ±
dibanding korelasi pengetahuan dengan sikap.
14,6), sikap baik (median 77,8; IQR 66,7-
Dari karakteristik responden, status gravida
88,9), perilaku sedang (median 68,8; IQR
yang memiliki korelasi dengan nilai r paling
kuesioner
jawaban
Baik
yang
responden
dibagikan,
terhadap
besar
responden
berada
maka
dilakukan
uji
korelasi
62,5-87,5).
16
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
besar dengan pengetahuan, sikap, perilaku
Tabel 3. Korelasi (r, p) antara karakteristik
responden (Tabel 3).
demografis dan klinis reponden dengan skor
PSP
DISKUSI
Hasil
yakni pengetahuan mempengaruhi persepsi,
penelitian
memperlihatkan
yang selanjutnya
persepsi tersebut
akan
sebagian besar responden memiliki tingkat
mempengaruhi
pengetahuan kurang, sikap baik, perilaku
demikian, wajar jika antara pengetahuan,
sedang. Selanjutnya, analisis korelasi antara
sikap, dan perilaku, korelasi pengetahuan
pengetahuan,
perilaku
dengan perilaku memberikan kekuatan paling
menunjukkan korelasi sangat lemah, kecuali
besar (r=0,39, p=0,00). Namun, terlihat juga
korelasi lemah ditemukan pada pengetahuan
bahwa
dan perilaku. Tidak adanya korelasi kuat
faktor yang mempengaruhi. Banyak faktor
antara pengetahuan, sikap, dan perilaku pada
lainnya, yaitu karakteristik demografis dan
responden tersebut dapat diterangkan dengan
klinis, yang turut mempengaruhi persepsi
model health belief model (Gambar 1).
seseorang.
sikap,
dan
perilaku.
(13,14)
pengetahuan
bukan
Dengan
satu-satunya
Pada model, tergambar hubungan
tidak langsung pengetahuan dengan perilaku,
17
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Perceived Susceptibility:
Melakukan
Perceived Benefits
hubungan
seksual
Meningkatkan






tanpa
kontrasepsi
memungkinkan
untuk
hamil kembali
kesejahteraan keluarga
Usia
Jenis pekerjaan
Tingkat pendidikan
Jumlah pendapatan
Tingkat pengetahuan
Gravida
Mencegah cacat bawaan
anak selanjutnya
Mencegah penyakit pada
kehamilan selanjutnya
Perceived Seriousness:
Banyak anak berbanding
terbalik
Perceived barrier:
dengan
 Kurang informasi dan
penyuluhan
 Takut efek samping
 Rasa sakit saat
penggunaan kontrasepsi
 Kesibukan
Perceived Threat
kesejahteraan keluarga
Banyak anak berbanding
terbalik dengan tingkat
Cues to Action
pendidikan anak
 Media penyuluhan tentang
kontrasepsi pascapersalinan
 Pengalaman kerabat
 Riwayat kehamilan sebelumnya
Modifying Factors
Anak adalah anugerah
Individual Perception
Gambar
1.
Health
Belief
Model
Ibu
Hamil
Likelihood of
Behavioral Change
Likelihood of Action
Kecamatan
Makasar
terhadap
Kontrasepsi
Pascapersalinan
Korelasi Karakteristik Demografis dengan
pengetahuan
PSP
mempengaruhi persepsi seseorang. Ketiga
Dalam
epidemiologi
faktor
yang
dikenal
variabel memiliki nilai korelasi lemah dan
berbagai karakteristik masyarakat, yang pada
sangat lemah dengan pengetahuan. Korelasi
health belief model termasuk faktor yang dapat
antara pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan
dimodifikasi (modifying factors), salah satunya
dengan perilaku tergambar melalui hubungan
status
ilmu
merupakan
sosioekonomi.
(13-16)
ini
tidak langsung. Pekerjaan, pendidikan, dan
memperlihatkan korelasi status sosioekonomi
pendapatan dapat mempengaruhi kerentanan
yang meliputi jenis pekerjaan, pendapatan,
yang
dan
tingkat
tingkat keparahan (severity), ancaman (threat),
pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap
manfaat (benefit), dan rintangan (barrier).
penggunaan
Persepsi tersebut akan menentukan perilaku
tingkat
Komponen
pendidikan,
kontrasepsi
status
Penelitian
dengan
pascapersalinan.
sosioekonomi
tersebut,
dirasakan
hanya
lemah sangat lemah.
mempengaruhi
pekerjaan,
health
pendidikan,
belief
model,tingkat
pendapatan,
susceptibility),
seseorang. Namun, ketiga variabel tersebut
dilihat satu per satu, menunjukkan korelasi
Pada
(perceived
sebagian
kecil
perilaku.
faktor
yang
Kompleksnya
persepsi dan faktor itu menyebabkan korelasi
dan
18
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
antara ketiga variabel dengan pengetahuan
PSP. Namun dalam
dan perilaku bersifat lemah.
ditemukan
Health belief model pada Gambar 1
memperlihatkan hubungan antara persepsi ibu
hamil
dengan
korelasi
antarkarakterisitk
tersebut
yang
kuat
dengan
PSP
mengenai kontrasepsi pascapersalinan.
yang
Dalam implementasi program KB, usia
mempengaruhinya. Pengetahuan responden
perempuan termasuk salah satu determinan
yang
penting yang mempengaruhi keikutsertaan
kurang
persepsi
faktor-faktor
penelitian ini, tidak
berakibat
akan
pada
pentingnya
kurangnya
kontrasepsi
serta pemilihan jenis
kontrasepsi. Dalam
pascapersalinan sehingga perceived threat
populasi Indonesia secara umum, program KB
juga rendah. Banyak responden merasa takut
lebih mencakup kelompok usia reproduktif
akan rasa sakit dan efek samping yang akan
lanjut dibandingkan usia reproduktif muda
dialami jika menggunakan kontrasepsi yang
walaupun pemilihan tersebut turut dipengaruhi
dapat menjadi perceived barrier yang sulit
oleh
ditembus. Dari segi cue to action, responden
langsung, dapat ditarik hipotesis juga bahwa
telah terpapar oleh media cetak, media
kesadaran,
elekronik, ataupun mendapat informasi dari
terhadap kontrasepsi akan semakin meningkat
bidan, tetapi melihat rendahnya pengetahuan,
sejalan dengan pengalaman atau usia ibu.
informasi
Harapannya,
yang
belumlah
mereka
cukup
terima
anak.
Namun
secara
pemahaman,
promosi
tidak
pengetahuan
dini
mengenai
masih
kontrasepsi dapat lebih digalakkan pada ibu
membutuhkan tambahan informasi lebih lanjut.
hamil dengan usia muda untuk meningkatkan
Untuk
sehingga
tersebut
jumlah
meningkatkan
persepsi
masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi
pengetahuan
serta
pemahaman
mereka
tentang kontrasepsi.
perilakunya, pertama-tama pengetahuan dan
Meski demikian, pada penelitian ini
informasi masyarakat perlu ditingkatkan. Salah
ditemukan bahwa usia ibu tidak berkorelasi
satu cara efektif dan terbaik
pemberian
dengan pengetahuan, sikap, serta perilaku
informasi tersebut ialah dengan penyuluhan
terhadap kontrasepsi. Baik ibu dengan usia
oleh tenaga medis atau mereka yang telah
tua ataupun yang lebih mudah memiliki
terlatih. Lebih jauh lagi, didasari oleh penelitian
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang reslatif
ini, penyuluhan diberikan secara luas ke
sama. Hal tersebut mengindikasikan upaya
semua
tanpa
edukasi dan promosi mengenai kontrasepsi
sosioekonomi,
kepada ibu hamil setempat masih belum
masyarakat
mengelompokkannya
status
misal mengelompokkan apakah responden ibu
rumah tangga atau bukan, berpendidikan
maksimal dan belum mencapai sasaran.
Namun, usia ibu tidak semata-mata
tinggi atau rendah, atau memiliki pendapatan
menjadi
indikator
tinggi atau rendah.
pemahaman
pengalaman
terhadap
ataupun
kontrasepsi.
Pengalaman serta tingkat pemahaman itu
Korelasi Karakteristik Klinis dengan PSP
dan
dapat diukur secara lebih objektif melalui
Usia, status gravida, usia kehamilan,
variabel gravida. Ibu dengan multigravida
riwayat
memiliki
kontrasepsi
merupakan
karakteristik klinis yang berkorelasi dengan
lebih
banyak
alasan
untuk
menggunakan kontrasepsi dibandingkan ibu
19
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
dengan
primigravida,
untuk
diperoleh,
telah
korelasi kuat dengan pengetahuan, sikap, dan
penjelasan
perilaku mengenai kontrasepsi. Kebanyakan
mengenai kontrasepsi dari petugas kesehatan,
lebih memilih untuk memikirkan atau mengikuti
termasuk berbagai alasan sosial dan ekonomi.
kontrasepsi setelah masa laktasi. Padahal,
Analisis statistik pada Puskesmas Makasar
kontrasepsi pascapersalinan sangat efektif
pun
untuk
membatasi
jumlah
beberapa
kali
misalnya
anak.
Mereka
mendengar
menunjukkan
bahwa
ibu
dengan
usia
kehamilan
mengatasi
tidak
masalah
memiliki
akses
dan
multigravida memiliki tingkat pengetahuan dan
rendahnya compliance masyarakat selama ini.
perilaku yang lebih baik. Sebaliknya, ibu
Selain itu, stigma masyarakat mengenai efek
dengan primigravida sering kali luput dari
samping kontrasepsi pascapersalinan turut
edukasi
mempengaruhi
dan
promosi
dini
mengenai
kontrasepsi dari petugas kesehatan, serta
kontrasepsi
terhadap
jumlah
tidak
berkorelasi
kehamilan
sehingga
penggunaan
kontrasepsi pascapersalinan.
masih ingin memiliki anak lagi. Padahal, sikap
mengenai
angka
Salah satu faktor lainnya yang diduga
mempengaruhi
perilaku
pengetahuan,
responden
sikap,
terhadap
dan
kontrasepsi
intervensi untuk meningkatkan pengetahuan
pascapersalinan ialah riwayat penggunaan
ibu-ibu
kontrasepsi sebelumnya. Dari hasil penelitian
hamil
sangat
bermanfaat
untuk
mendukung keikutsertaan mereka terhadap
tampak
kontrasepsi.
sebelumnya ternyata tidak memiliki korelasi
Selama ini, pemahaman masyarakat
setempat
mengenai
kontrasepsi
masih
bahwa
riwayat
kontrasepsi
pada pengatahuan dan sikap. Baik yang
sudah
pernah
kontrasepsi
maupun
yang
terbatas sebagai metode untuk mencegah
belum memiliki pengetahuan dan sikap yang
kehamilan.
sama.
Prinsip
menjarangkan
terlupakan
lainnya,
kehamilan,
baik
oleh
petugas
medis.
tersebut,
peningkatan
ibu
Berbekal
yaitu
untuk
sering
hamil
kali
Dengan
kontrasepsi
kata
lain,
sebelumnya
penggunaan
tidak
menjamin
maupun
seseorang akan lebih memahami pentingnya
pemahaman
kontrasepsi pascapersalinan serta lebih baik
pengetahuan
ibu
dalam penggunaan kontrasepsi berikutnya.
primigravida sangat tepat untuk mencapai
tujuan kontrasepsi.
Kedua populasi ini, dengan dan tanpa
riwayat kontrasepsi, memiliki tingkat kuantitas
Di lain sisi, pemahaman masyarakat
dan kualitas yang sama akan informasi yang
mengenai kehamilan yang direncanakan juga
mengenai kontrasepsi. Agaknya ini menjadi
masih minim. Kebanyakan masyarakat baru
perhatian, mengingat dalam praktik banyak
akan merencanakan kehamilan atau jumlah
yang
anak yang diinginkannya setelah memiliki satu
kontrasepsi
atau dua anak, tidak jarang juga setelah
kontrasepsi daripada yang belum pernah.
menganggap
akan
mereka
lebih
yang
pernah
mengerti
tentang
merasa jumlah anak yang dimilikinya berlebih,
misal empat atau lima. Oleh sebab itu, edukasi
dan promosi kontrasepsi pada masyarakat ini
SIMPULAN
Penelitian
ini
menunjukkan
tidak
lebih efektif bila diberikan sewaktu kontrol
terdapat korelasi kuat antara karakteristik
kehamilan.
demografis dengan pengetahuan, sikap, dan
Dari
analisis
statistik
yang
20
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
perilaku ibu-ibu hamil di Kecamatan Makasar
healthsurvey 2007. Calverton, Maryland,
mengenai
USA: BPS dan Macro International, 2008.
kontrasepsi
pascapersalinan.
Korelasi antara pengetahuan dan perilaku
4. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro
menunjukkan kekuatan yang paling besar.
International. Indonesia demograhic and
Kekuatan korelasi antara usia dan gravida
health survey 2007. Calverton, Maryland,
dengan pengetahuan, pendapatan dengan
USA: BPS dan Macro International, 2008.
sikap, dan riwayat kontrasepsi dengan perilaku
5. The Department of Family and Community
adalah lemah. Selain itu, kekuatan korelasi
Health,
World
karakteristik demografis dan klinis lainnya,
Regional Office for South-East Asia, World
masing-masing terhadap pengetahuan, sikap,
Health
dan perilaku, sangat lemah.
Mahatma Gandhi Marg. Indonesia and
House,
Health
Organization,
Indraprastha
Estate,
Dengan demikian, untuk meningkatkan
family planning: an overview. India: World
perilaku penggunaan kontrasepsi, diperlukan
Health Organization, Regional Office for
tingkat pengetahuan yang baik pula. Sebagai
South-East Asia, 2005.
contoh
dapat
konseling.
dilakukan
Intervensi
penyuluhan
ini
tidak
dan
hanya
6. Shiffman J. Generating political priority for
maternal
mortality
reduction
in
5
diutamakan bagi ibu-ibu multigravida, tetapi
developing countries. Am J Public Health.
juga bagi ibu-ibu primigravida.
2007;97(5):796-803.
7. Fathalla MF, Sinding SW, Rosenfield A,
UCAPAN TERIMA KASIH
Fathalla MM. Sexual and reproductive
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.
health for all: a call for action. Lancet.
Johny
2006;368(9552):2095-100.
banyak
Jaikirshin
yang
masukan,
telah
serta
memberikan
seluruh
staf
Puskesmas Kecamatan Makasar yang telah
memberi izin dan dukungan dalam melakukan
penelitian ini.
8. Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), 2011.
9. Schoemaker J. Contraceptive use among
the poor in Indonesia. Int Fam Plan
Aerspect. 2005;31(3):106-14.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bernstein
S.
10. Palu MB. Kebijakan operasional keluarga
Population,
reproductive
dan
kesehatan
reproduksi
health, and millenium development goals:
tahun 2009. Jakarta: Badan Koordinasi
UN
millennium
Washington
DC:
project
reports.
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
United
Nations
2009.
Development Programme, 2005.
2.
berencana
11. Jamie LH, Amitabh C, Barbara LW, Seth
World Health Organization. Reproductive
DP. Association between Income and the
health.
Hippocampus. Plos One, May 2011, 6:
Diunduh
dari
http://www.who.int/topics/reproductive_he
alth/en/ pada10 Oktober 2011.
3. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro
International. Indonesia demograhic and
e18712.
12. Jo CP, Bruce GL. When Income Affects
Outcome:
Health
Socioeconomic
[serial
online].
Status
2003
and
[diakses
tanggal diakses tanggal 21 Oktober 2011
21
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
pukul
19.00].
Diunduh
dari:
http://www.investigatorawards.org/downlo
ads/research_
in_profiles_iss06_feb2003.pdf.
13. Becker MH. The health belief model and
personal
health
behavior.
Health
Education Monographs 1974; 2:324-473.
14. Strectcher V, Rosenstock IM. The health
belief model. Dalam: Glanz K, Lewis FM,
Rimer BK (editor). Health belief behavior
and health education: theory, research,
and practice. San Fransisco: Jossey-Bass;
1997.
15. David
MC,
Adriana
Socioeconomic
Dimensions
LM,
Status
and
Tom
and
Mechanisms
V.
Health:
[serial
online]. 2008 [diakses tanggal 21 Oktober
2011].
Diunduh
dari:
http://www.econ.ucla.edu/alleras/papers/Fi
nal%20handbook%20version.pdf.
16. Michael ES, Peter M, Xun L, Zohn R, dan
Martin AG. The Impact of Socioeconomic
Status
on
the
Neural
Substrates
Associated with Pleasure. The Open
Neuroimaging Journal 2009; 3, 58-63.
22
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Tinjauan
Pustaka
POTENSI TILAPIA HEPSIDIN 1-5 (TH1-5) PADA IKAN
MUJAIR (OREOCHROMISMOSSAMBICUS)
SEBAGAIAGEN ANTIVIRAL, NEUROPROTEKTIF, DAN
IMUNOMODULATOR:
SOLUSI MUTAKHIR PERMASALAHAN JAPANESE
ENCEPHALITIS DI BALI
Mahfira Ramadhania, Rido Maulana, Riyan Sopiyan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Japanese encephalitis virus (JEV) adalah penyebab utama dari wabah epidemik ensefalitis di
kawasan Asia. Saat ini belum ditemukan obat antivirus yang efektif dalam menangani
permasalahJapanese encephalitis (JE). Penelitian terbaru menemukan bahwa terdapat antimicrobial
peptides (AMPs) yang memiliki aktivitas biologis meliputi aktivitas antimikroba dan imunomodulator
untuk menangani permasalahan JE, yaitu tilapia hepcidin1-5 (TH1-5). Penelitian terakhir menunjukan
bahwa hepsidin juga mampu diproduksi oleh beberapa spesies ikan. Ikan mujair (Oreochromis
mossambicus) merupakan spesies yang mengandung TH1-5 dalam jumlah besar sehingga banyak
dimanfaatkan oleh peneliti untuk mengatasi permasalahan JE. Aktivitas yang dimiliki oleh TH1-5
dalam menangani masalah JE antara lain: aktivitas antivirus, neuroprotektif,antioksidan,
imunomodulator, merangsang pembentukan antibodi anti-JEV, dan aktivitas lain seperti penurunan
ekspresi gen yang berhubungan dengan sekresi sitokin-sitokin proinflamasi dan proteksi dari infeksi
JEV yang telah diuji secara in vivo. Dengan demikian, dengan pemanfaatan yang maksimal dari TH15 sebagai double deal penatalaksanaan preventif dan kuratif diharapkan dapat meminimalkan insiden
kasus JE, mencegah transmisi JE pada turis, dan mewujudkan safety travelling di Indonesia,
khususnya Bali.
Kata kunci:Japanese encephalitis virus, Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), antiviral,
neuroprotektif, imunomodulator, Safety Travelling, Bali.
ABSTRACT
Japanese encephalitis virus (JEV) is a major cause of epidemic encephalitis epidemic in Asia. Current
antiviral drugs have not been found effective in dealing with problems of Japanese encephalitis
(JE). Recent research found that there are antimicrobial peptides (AMPS), which have biological
activity including antimicrobial activity and immunomodulatory activities to address the tilapia hepcidin
JE 1-5 (TH1-5).TH1-5 have a great potential as an agent that has antimicrobial and
immunomodulatory effects of these. Recent research shows that hepsidin also capable of being
produced by several species of fish. Tilapia fish (Oreochromis mossambicus) is a species of fish that
contain TH1-5in a large number so it is widely used by researchers to overcome the JE
problems.TH1-5’s activities in dealing with JE included in the preventive and curative, among others:
the activity of antiviral, neuroprotective, antioxidant, stimulates formation of anti-JEV, and other
activities such as decreased expression of genes associated with secretion of proinflammatory
cytokines, and protection from JEV infection has been tested in vivo. Thus, TH1-5 can be utilized as a
double deal preventive and curative management to minimize the incidence of JE, prevent the
transmission of JE in tourists, and realize the safety traveling in Indonesia, especially Bali.
Keywords: Japanese encephalitis virus, Mujair fish(Oreochromis mossambicus), antiviral,
neuroprotective, immunomodulatory, Safety Travelling, Bali.
*Dipresentasikan pada Final Lomba Poster Ilmiah Scientific Atmosphere Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana (UNUD), Bali 2012
23
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
PENDAHULUAN
terakhir menunjukan bahwa hepsidin juga
Japanese encephalitis
virus (JEV)
mampu diproduksi oleh beberapa spesies
adalah penyebab utama dari wabah epidemik
ikan. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus)
ensefalitis di kawasan Asia. Virus ini termasuk
merupakan spesies ikan yang mengandung
dalam genus flavivirus dari famili flaviviridae.
TH1-5 dalam jumlah besar sehingga ikan ini
Terdapat
banyak
sekitar
35.000-50.000
kasus
dimanfaatkan
oleh
peneliti
untuk
Japanese encephalitis (JE) di Asia dan 10.000
mengatasi permasalahan JE.
kasus dilaporkan mengalami kematian akibat
Hepsidin yang terdapat pada Oreochromis
infeksi
JE.
(1)
Penelitian
terakhir
berbasis
hospital-surveillans di Bali pada tahun 2003
mossambicusmemiliki
dan
peningkatan
menunjukkan bahwa terdapat sekitar 599.120
berkaitan
anak-anak
tersebut
kurang
dari
(2)
menderita
JE. Culex
12
tahun
yang
tritaeniorhynchus
merupakan vektor nyamuk utama dari infeksi
(3)
JE.
aktivitas
antimikroba
ekspresinya
dengan
adanya
mengindikasikan
pada
hati
(6)
Hal
infeksi.
selain
mereka
berperan dalam sistem imunitas bawaan,
tetapi
juga
berperan
dalam
aktivitas
Nyamuk tersebut meletakkan telurnya di
antimikroba. TH1-5 yang banyak terkandung
sawah padi dan nyamuk yang menetas akan
di dalam Oreochromis mossambicus mampu
menjadi
memodulasi Socs-6, Toll-like receptor-1 (TLR
vektor
dari
virus
Japanese
encephalitis.
1), flR-7, caspase-4, interferon (IFN)-β1, ATF-
Saat ini belum ditemukan obat antivirus yang
3, dan gen responsif yang melindungi dari
efektif dalam menangani permasalahan JE.
infeksi
Pencegahan JE saat ini adalah menggunakan
memodulasi ekspresi dari IL-2, IL-4, IL-5, IL-6,
vaksin, tetapi vaksinasi JE dengan tiga kali
IL-10,
regimen selama setahun memiliki beberapa
chemoattractant
kelemahan. Vaksinasi JE yang berasal dari
mempengaruhi transkripsi dan translasi virus.
otak tikus dapat menginduksi timbulnya reaksi
Hal
neurologis yang tidak diinginkan. Selain itu,
memiliki
harganya yang cukup mahal dan interval
neuroprotektif,
jadwal pemberian vaksin yang cukup lama
imunomodulator. Hasil ini menjadikan TH1-5
menyebabkan lost follow up terhadap individu
menjadi
sehingga menyebabkan gagalnya program
mengatasi infeksi JEV. Selain itu, TH1-5
vaksinasi.
perlu
mempunyai efek samping yang minimal dan
dikembangkan pencegahan yang terjangkau,
tidak mengakibatkan kerusakan pada sel lain
single-dose, dan tidak memerlukan jangka
atau binatang percobaan.
Oleh
karena
itu,
JEV.
IL-12,
tersebut
Selain
TNF,
itu,
IFN-γ
protein
1
membuktikan
aktivitas
agen
TH1-5
dan
mampu
monocyte
(MCP-1)
bahwa
sebagai
anti
TH1-5
antiviral,
inflamasi,
yang
yang
menjanjikan
dan
untuk
(4)
Ikan mujair sendiri sangat mudah didapatkan
bahwa
dikarenakan penyebaran ikan mujair meliputi
terdapat antimicrobial peptides (AMPs) yang
sebagian besar daerah perairan di Indonesia.
memiliki aktivitas biologis meliputi aktivitas
Selain itu, pemanfaatan ikan mujair sebagai
antimikroba
terapi
waktu pemberian vaksin yang terlalu lama.
Penelitian
terbaru
dan
menemukan
aktivitas
imunomodulator
untuk menangani permasalahan JE, yaitu
tilapia
hepcidin1-5
(TH1-5).
(5)
Penelitian
kuratif
dan
preventif
pada
JEdi
Indonesia dapat meningkatkan sektor ekonomi
bagi masyarakat disamping sektor medis. Hal
24
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
ini dibuktikan dengan keuntungan yang dapat
reseptor pada permukaan hepatosit, yaitu HFE
diperoleh dari budidaya ikan mujair. Perkiraan
dan hemojuvelinyang mekanismenya belum
analisis keuntungan kotor budidaya ikan mujair
dapat diketahui secara pasti.
di Indonesia adalah sebesar Rp644.160,00
terakhir
dengan memperhitungkan biaya bibit, sewa
aktivitas eritropoiesis. Saat ini mekanisme ini
kolam, pakan, obat, dan pupuk.
(7)
adalah
regulasi
(11)
Mekanisme
hepsidin
melalui
belum dapat dijelaskan secara terperinci,
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
tetapi sejauh yang dapat dimengerti adalah
karya tulis ilmiah ini disusun dengan harapan
penurunan
mampu
memberikan
permasalahan
JE
yang
produksi
hepsidin
mampu
solusi
akan
meningkatkan aktivitas eritropoiesis melalui
masih
menjadi
sinyal yang belum teridentifikasi yang berasal
(12)
penyakit endemik di Indonesia. Selain itu, para
dari sumsum tulang.
turis yang berasal dari berbagai mancanegara
Banyak
dapat dengan aman melakukan perjalanan ke
mengetahui aktivitas antimikroba yang dimiliki
Indonesia tanpa harus khawatir terjangkit
hepsidin serta sumber hepsidin lain yang
penyakit JE.
potensial. Sampai saat ini, telah diketahui
penelitian
telah
dilakukan
untuk
bahwa ikan merupakan sumber hepsidin yang
ANALISIS DAN SINTESIS
paling potensial. Sama seperti sifat hepsidin
pada umumnya, hepsidin yang terdapat pada
Hepsidin
ikan
Hepsidin pertama kali ditemukan pada tahun
peningkatan ekspresinya pada hati berkaitan
2000 pada urin manusia dan serum oleh
dengan adanya infeksi serta diinduksi pula
seorang
oleh
ilmuwan
bernama
Tomas
memiliki
aktivitas
peningkatan
Fe.
antimikroba
(6,13)
Hal
tersebut
selain
mereka
Ganz.Hepsidin menekan penyerapan besi di
mengindikasikan
usus serta pemindahannya di plasenta dan
berperan dalam sistem imunitas bawaan,
juga pembebasan besi dari makrofag melalui
tetapi
juga
bahwa
dan
berperan
dalam
aktivitas
(14)
interaksi dengan feroprotein. Jika kadar besi
antimikroba.
plasma tinggi, sintesis hepsidin meningkat,
Hepsidin telah banyak diidentifikasi di banyak
begitupun
ikan (Perciformes, Cypriniformes, Siluriformes,
sebaliknya.
Protein
ini
dapat
berperan penting dalam hemokromatis dan
juga pada anemia defisiensi besi.
Regulasi
hepsidin
dipengaruhi
oleh
pada
Oreochromis,
Gadiformes,
dan
Salmoniformes). Struktur gen dan sekuens
tubuh
manusia
mekanisme,
gen hepsidin telah ditemukan pada ikan dan
yaitu
mamalia. Gen hepsidin pada ikan terdiri atas
inflamasi, asupan besi yang menginduksi
tiga ekson yang dipisahkan oleh dua intron
produksi hepsidin, dan aktivitas eritropoiesis
dan disandikan dalam sebuah prepropeptide
yang
Pada
yang terdiri atas sinyal peptida yang tinggi.
yang
Hepsidin pada ikan dibagi menjadi dua kluster
menekan
tiga
(9)
produksi
hepsidin.
inflamasi,
terjadi
peningkatan
IL-6
kemudian
akan
meningkatkan
promoter
yang
pada
hepcidin
akhirnya
meningkatkan produksi hepsidin.
(10)
akan
dengan menggunakan analisis pilogenetik.
Sebagian
besar
hepsidin
pada
(15)
ikan
Regulasi
diekpresikan di hati, tetapi ekspresi hepsidin
hepsidin via asupan besi dimediasi oleh
pada ikan juga dapat ditemukan pada limfa,
25
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
ginjal bagian anterior, darah pada ginjal,
ekspresi mRNA TH1-5 yang tinggi di hati dan
esofagus, perut, usus, jantung, otot, gonad,
ginjal.
insang, dan kulit. Pada ikan, ekspresi hepsidin
antiserum poliklonal TH1-5 (menggunakan
diinduksi oleh bakteri, inflamasi, vaksinasi, dan
antibodi poliklonal kelinci) menunjukkan bahwa
polyI:C
peptida ini terlokalisasi di limpa dan ginjal.
(double-stranded
RNA
molecule).
Analisis
imunohistokimia
dengan
(18)
Pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus),
hepsidin diekspresikan dalam tiga bentuk,
Potensi
Ikan
Mujair(Oreochromis
yaitu TH2-3 dengan sebuah amino-terminal
mossambicus) dalam Sektor Ekonomi
(sekuens Q-S-HL-S-L), TH1-5, dan TH2-2.
Dengan memanfaatkan TH1-5 yang
TH1-5 berperan aktif dalam melawan infeksi
terdapat pada Oreochromis mossambicus,
bakteri gram positif. TH2-3 berperan aktif
disamping dapat memberikan solusi kuratif
dalam melawan infeksi bakteri gram negatif.
dan profilaksis pada Japanese encephalitis,
Adapun TH2-2 adalah bentuk hepcidin yang
diharapkan juga dapat meningkatkan sektor
(16)
tidak aktif.
ekonomi
masyarakat
luas
di
Indonesia.
Dengan demikian, pemanfaatan ikan ini dapat
Isolasi TH1-5 dari Ikan Mujair
Ikan
memberikan
keuntungan,
yaitu
(Oreochromis
keuntungan dari sektor medis dan keuntungan
mossambicus) diperoleh dari tambak ikan air
dari sektor ekonomi. Keuntungan dari sektor
tawar. Ikan diinjeksi melalui intra-peritoneal
ekonomi dapat berasal dari budidaya ikan
dengan 20 μg LPS (lipopolisakarida) dalam
mujair dan penjualan ikan mujair. Dengan
100 μL larutan fisiologis saline steril. Sampel
mempertimbangkan biaya bibit, sewa kolam,
jaringan diambil dari hati, limpa, ginjal, usus,
pakan, obat hama, dan pupuk, keuntungan
otak, jantung, insang, lambung, dan otot ikan
budidaya
kemudian
mujair
dua
disimpan
secara
terpisah
dan
ikan
mujair
per
bulan
dapat
perairan
yang
(7)
mencapai Rp644.160,00.
dibekukan segera dalam nitrogen cair pada
Indonesia
memiliki
suhu -80° C. Ekspresi dari mRNA tilapia
terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan
hepcidindi jaringan,
lipopolisakarida, dan
buatan yang hampir mendekati 13 juta ha. Hal
asam poliinosinik-polisitidilik (poly I:poly C)
tersebut merupakan potensi alam yang sangat
ditentukan dengan perbandingan transkripsi-
baik bagi pengembangan usaha perikanan
balik (reverse-transcription) dari Polymerase
khusunya
Chain
samping,
Reaction
(PCR).
Rantai
RNA
ikan
itu,
mujair
banyak
di
Indonesia.
potensi
lain
Di
yang
ditranskripsi terbalik ke DNA komplemennya
bermanfaat seperti penelitian dalam bidang
(complementary DNA, atau cDNA) dengan
medis yang menggunakan ikan mujair. Oleh
menggunakan enzim reverse transcriptase
karena itu, budidaya ikan mujair diharapkan
sehingga cDNA teramplifikasi. Proses PCR
dapat
dilakukan melalui beberapa siklus yaitu pada
masyarakat dan
suhu 60,8° C selama dua menit, 95,8° C
dalam ikan mujair tersebut dapat bermanfaat
selama 10 menit diikuti dengan 40 siklus
dalam
denaturasi pada suhu 95,8°C.
analisis
distribusi
jaringan
(17)
Hasil dari
menunjukkan
meningkatkan
sektor
menanggulangi
TH1-5
medis
perekonomian
yang
terkandung
khususnya
masalah
untuk
Japanese
encephalitis di Indonesia.
26
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
bagi penderita Japanese encephalitis. Hal ini
TH1-5 sebagai Terapi Kuratif dan Preventif
memungkinkan pengaplikasian TH1-5 sebagai
JE
terapi
TH1-5
lebih
dikenal
sebagai
antibakteri
kuratif
untuk
penderita
Japanese
encephalitis.
terutama bakteri gram positif. TH1-5 juga
memiliki aktivitas lain yang menguntungkan
dalam mengatasi masalah JEyang disebabkan
oleh virus. Aktivitas TH1-5 sebagai terapi
kuratif dan preventifJE antara lain sebagai
antivirus,
neuroprotekif,
merangsang
pembentukan antibodi antiJEV, dan aktivitas
lain seperti penurunan ekspresi gen yang
berhubungan dengan sekresi sitokin-sitokin
proinflamasi, dan proteksi dari infeksi JEV
Gambar
(19)
yang telah diuji secara invivo.
Aktivitas antivirus yang dimiliki TH1-5 telah
1. Penurunan titer JEV setelah
pemberian TH1-5 ** (Huang et al., 2011)
dibuktikan oleh para peneliti di Taiwan. Pada
penelitian tersebut otak binatang percobaan
Infeksi JEV selalu disertai oleh apoptosis dari
(20)
yang telah diinfeksi oleh JEV mengandung
banyak positive cell yang merupakan protein
spesifik JEV. Hal ini menandakan aktivitas
aktif dari virus. Untuk mengamati perubahan
yang terjadi, 200μg/mL TH1-5 diinjeksi ke
dalam binatang percobaan yang sebelumnya
telah diinfeksi JEV. Hasil dari pengamatan
tersebut didapatkan penurunan jumlah positive
cell dalam otak binatang percobaan. Hasil ini
membuktikan
bahwa
TH1-5
mampu
menghapus ekspresi protein virus. Penelitian
lain dilakukan melalui percobaan in vivo
dengan
mengukur
titer
virus.
Hasilnya,
terdapat penurunan titer virus yang signifikan
pasca pemberian TH1-5(Gambar 1). Bukti lain
yang
didapatkan
terkait
dengan
aktivitas
antivirus TH1-5 terlihat dari penurunan viral
loaddan replikasi virus di otak, penurunan
kematian neuron, dan penurunan inflamasi
sekunder yang biasanya mengikuti infeksi
(19)
JEV.
Aktivitas antivirus yang dimiliki TH1-5
ini bisa dimanfaatkan sebagai terapi kuratif
neuron.
penting
Hal ini bisa dijadikan sebagai hal
lain
yang
harus
diperhatikan
sehubungan dengan penanganan infeksi JE.
Dalam
kinerjanya,
menyelamatkan
TH1-5
integritas
mampu
neuron
setelah
terjadi penurunan gliosis yang diakibatkan oleh
infeksi
JEV.
Aktivitas
tersebut
berkaitan
dengan efek neuroprotektif yang dimiliki oleh
TH1-5.
Saat
terjadi
infeksi
JE
terjadi
peningkatan ekspresi proteincaspase-3 aktif.
Percobaan
yang
dilakukan
membuktikan
bahwa injeksi TH1-5 mampu menurunkan
ekspresi caspase-3
dapat
memberikan
aktif
efek
sehingga TH1-5
neuroprotektif
(Gambar 2) Efek lain yang berkaitan dengan
sifat neuroprotektif yang dimiliki oleh TH1-5
berhubungan dengan aktivitas antioksidatif
yang dimiliki oleh TH1-5. Dari hasil penelitian
didapatkan peningkatan ekspresi inducible
nitric oxide synthase (iNOS) pada binatang
percobaan yang diinfeksi oleh JEV. Namun,
ekspresi iNOS mampu diturunkan dengan
pemberian
TH1-5
sehingga
hal
ini
27
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
membuktikan bahwa TH1-5 juga memiliki
peningkatan produksi IgG2a setelah dilakukan
aktivitas antioksidatif yang membantu aktivitas
injeksi TH1-5 terhadap binatang percobaan
(19)
neuroprotektif TH1-5 (Gambar 2).
Aktivitas
yang telah diinfeksi JEV sebelumnya (Gambar
TH1-5 seperti ini memungkinkan penggunaan
3).
TH1-5
mengaktivasi sel
sebagai
agen
profilaksis
untuk
mencegah infeksi JEV.
Hal
ini
menandakan
bahwa
TH1-5
T helper 1 (Th1) untuk
merespon infeksi JEV. Aktivasi sel Th1 ini
terjadi pada hari ke-4, sedangkanpada hari ke
18-21 terjadi peningkatan sekresi IL-4 yang
mengindikasikan terjadinya aktivasi dari sel T
helper 2 (Th2) (Gambar 4). Aktivasi sel
Th2berperan dalam pembentukan imunitas
adaptif.
(19)
Penelitian lain dilakukan secara
invitro untuk mengetahui produksi antibodi
anti-JEV.
Hasilnya,
terjadi
peningkatan
antibodi pada serum terutama pada dosis
200μg/mL
TH1-5
+
JEV.Penelitian
lain
membuktikan bahwa survival rate tikus pada
infeksi
sekunder
JEVdenganinjeksi
TH1-5
mencapai 100% pada dosis 200μg/mL. Hal ini
diduga disebabkan karena pada dosis yang
ideal
JEV
sehingga
akan
diinaktivasi
secara
disediakan
antigen
tidak
oleh
TH1-5
langsung
tubuh
untuk
pembentukan
antibodi sehingga mampu melindungi tubuh
dari
Gambar
2.
TH1-5
menurunkan
ekspresi
infeksi
sekunder
JEV.
(19)
Aktivitas
imunomodulator seperti inibisa dimanfaatkan
protein caspase-3 dan iNOS (Huang et al.,
dalam
2011)
penanganan masalah JE.
upaya
preventif
sebagai
usaha
produksi
IgG2a
Aktivitas lain dari TH1-5 yang sangat penting
terutama dalam hal preventif adalah aktivitas
imunomodulator yang mampu dilakukan oleh
TH1-5.
Peneliti
percobaan
yang
untuk
imunomodulator
yang
sama
melakukan
mengetahui
dimiliki
efek
oleh
TH1-
5.Hasilnya bahwa TH1-5 mampu merangsang
imunitas baik pada infeksi primer maupun
infeksi sekunder dari JEV serta
mampu
menginduksi respon selular dan humoral.
Gambar
Pada
setelahpemberian TH1-5 (Huang et al., 2011)
penelitian
tersebut
ditemukan
3.Peningkatan
28
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Gambar 4. Peningkatan sekresi IL-4 setelah pemberian TH1-5 (Huang et al., 2011)
ditemukan efek toksik pada tikus sehingga
Efek lain yang dihasilkan dan mendukung
penggunaannya aman.
pengaplikasian
Semua aktivitas antimikroba dan sifat-sifat
TH1-5
sebagai
solusi
permasalahan JE adalah penurunan gen yang
yang
berhubungan dengan sekresi sitokin-sitokin
dimanfaatkan sebagai solusi permasalahan
proinflamasi dan proteksi infeksi JEV invivo.
terkait
TH1-5 terbukti dapat menurunkan ekspresi
antivirusnya
gen-gen yang berperan dalam produksi sitokin
terapi kuratif, sedangkan sifat neuroprotektif
proinflamasi seperti STAT 1, STAT 2, IFN β1,
dan
MX1, IFNα5, IL-6. Akibatnya TH1-5 mampu
sebagai usaha preventif. Selain
menghambat
penurunan ekspresi gen yang terkait sekresi
secara
efektif
sitokin-sitokin
yang
dimiliki
Japanese
dapat
oleh
TH1-5
encephalitis.
dimanfaatkan
imunomodulator
bisa
sitokin-sitokin
proinflamasiserta
TH1-5
proteksi
dilakukan
pencegahan
peningkatan
yang
Sifat
sebagai
dimanfaatkan
proinflamasi. Upaya lain yang dilakukan oleh
adalah
bisa
TH1-5
itu, efek
aktivitas
terhadap
aktivasi mikroglial akibat infeksi JEV karena
infeksi JEV akan menambah nilai positif
jika peningkatan ini tidak dicegah, maka akan
penggunaan TH1-5.
mempengaruhi patogenesis JEV sehingga
Rencana
akan mencetuskan kerusakan lebih lanjut
Pemanfaatan
TH1-5
untuk
Mewujudkan Safety Travelling di Bali
bagi organ lain. Dengan demikian, aktivitas
TH1-5
akan
neurodegeneratif
mencegah
penyakit
(19)
akibat infeksi JEV.
Indonesia sebagai negara agraris dan
maritim
tidak
dapat
lepas
dari
industri
Uji
pertanian maupun perikanan. Komoditas ikan
toksisitas telah dilakukan dengan menginjeksi
air tawar maupun laut Indonesia juga sangat
tikus dengan TH1-5. Hasilnya adalah tidak
melimpah sehingga sangat potensial untuk
29
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
dikembangkan selain sebagai bahan pangan.
diberikan dengan dosis yang sama seperti
Masalahnya adalah selama irigasi persawahan
vaksin, yaitu secara IP sebanyak 200μg.
masih ada, transmisi JE oleh nyamuk Culex
Sebagai rencana jangka panjang, pemerintah
tritaeniorhyncus juga dapat terus berkembang.
atau lembaga kesehatan dapat bekerja sama
Kasus JEyang tidak ditangani dengan baik
dengan
pada saat musim tertentu dapat menimbulkan
memproduksi TH1-5. Terdapat dua opsi dalam
kasus luar biasa atau wabah JEdi Bali yang
pelaksanaannya.
dapat menyebabkan keluarnya travel warning
membudidayakan
dari negara lain. Selain itu, ikan mujair
kerjasama dengan pengusaha ikan dengan
(Oreochromis
siklus
cara hanya mengambil hati dan ginjal ikan
reproduksinya cepat dapat berkembang biak
mujair, kemudian dagingnya dapat diolah oleh
dan menyebabkan ledakan populasi apabila
industri makanan olahan dan industri lainnya.
tidak dimanfaatkan secara maksimal. Oleh
Keuntungannya adalah sampel yang didapat
karena itu, pemanfaatan ikan mujair yang
lebih banyak meskipun opsi ini memerlukan
mengandung TH1-5 sebagai terapi JE sangat
modal yang lebih banyak. Kedua, hati dan
potensial
ginjal dapat diperoleh dari limbah hasil olahan
mossambicus)yang
dalam
mengatasi
permasalahan
tersebut.
TH1-5
ikan
mujair
Pertama,
ikan
dalam
dengan
atau
melakukan
mujair di industri makanan yang menggunakan
dapat
preventif
digunakan
maupun
penatalaksanaan
tindakan
pengusaha
sebagai
kuratif
JE.
preventif
upaya
mujair. Pada opsi ini, modal yang diperlukan
dalam
akan
Implementasinya,
dilakukan
dengan
lebih
sedikit
namun
pengumpulan
sampel juga akan lebih sulit.
Sebagai
tambahan,
standard
operating
keimigrasianBali
dapat
pemberian vaksin tilapia hepcidin pada anak
procedure
maupun orang dewasa serta turis domestik
menganjurkan pemberian vaksin JE pada turis
dan
melakukan
yang berkunjung ke Bali dan menetap selama
kunjungan ke Bali yang merupakan daerah
minimal dua minggu. Vaksin diberikan tiga
endemis. Vaksin tilapia TH1-5 JE diberikan
minggu
secara intraperitoneal (IP) sebanyak 200μg.
Dengan pemanfaatan yang maksimal dari
Vaksin TH1-5 ini juga
TH1-5 sebagai double deal penatalaksanaan
mancanegara
masalah
vaksinasi
sebelum
JE
dapat mengatasi
yang
selama
ini
sebelum
preventif
dan
keberangkatan
kuratif,
ke
diharapkan
Bali.
dapat
ditemukan karena vaksin inimempunyai harga
meminimalkan insiden kasus JE, mencegah
yang cukup mahal dan harus diberikan dalam
transmisi JE pada turis, dan mewujudkan
tiga kali regimen sehingga menyebabkan
safety travelling di Indonesia khususnya Bali.
kegagalan follow up vaksinasi.
Selain sebagai upaya preventif, TH1-5 dapat
UCAPAN TERIMA KASIH
berperan sebagai agen antiviral, dan bersifat
neuroprotektif
sehingga
Terima kasih penulis ucapkan kepada
berfungsi sebagai
pembimbing karya tulis, yaitu dr.Anwar Wardy
terapi kuratif yang efektif dalam mengatasi
Warongan, Sp.S, DFM(K) dan Dekan Fakultas
infeksi JE serta mencegah komplikasi yang
Kedokteran
dapat muncul akibat infeksi. Terapi TH1-5
Muhammadiyah Jakarta, dr.Toha Muhaimin,
dan
Kesehatan
Universitas
M.Sc.
30
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
bacterial challenge. European Journal
DAFTAR PUSTAKA
of Biochemistry 269, 2232–2237
1. Hua, Rong, Chen, Na-Sha. 2010.
7. Menegristek Bidang Pendayagunaan
Identification and characterization of a
dan
virus-specific
Pengetahuan
continuous
B-cell
Pemasyarakatan
Ilmu
dan
epitope on the PrM/M protein of
Teknologi.2000.Budidaya Ikan Mujair
Japanese Encephalitis Virus: potential
(Oreochromis
application
Bappenas : Jakarta.
in
the
detection
of
mossambicus).
antibodies to distinguish Japanese
8. Park CH, Valore EV, Waring AJ, Ganz
Encephalitis Virus infection from West
T (March 2001). "Hepcidin, a urinary
Nile
antimicrobial peptide synthesized in
Virus
and
Dengue
Virus
the
infections. Virology Journal :PubMed.
2. Zhang,
Wei,
Ding,
Tianbing.2010.Identification
Mutated
BHK-21
Became
Less
Cell
of
Line
a
That
Susceptible
to
liver". J.
Biol.
Chem. 276 (11):
7806–10.
9. Murray, Robert K; dkk.2009. Biokimia
Harper Edisi 27.Jakarta : EGC
10. Papanikolaou
G,
Tzilianos
M,
Japanese Encephalitis Virus Infection.
Christakis JI, Bogdanos D, Tsimirika
Virology Journal : PubMed
K,
3. Komang
based
Kari,dkk.2006.A
surveillance
for
hospitalJapanese
MacFarlane
Goldberg
YP,
Sakellaropoulos N, Ganz T, Nemeth
E:
Hepcidin
encephalitis in Bali, Indonesia.Biomed
disorders.Blood
Central Ltd: Seoul
2005
4. Wiwanitkit, Viroj. 2009. Development
J,
11. Lin
L,
in
iron
105:
Valore
EV,
overload
4103–4105,
Nemeth
E,
of a vaccine to prevent Japanese
Goodnough JB, Gabayan V, Ganz T:
encephalitis: a brief review. Thailand:
Iron
Dovepress, International Journal of
synthesis
General Medicine
culture
5. Nuang,
Hang,
Rajanbabu,
transferrin
in
regulates
primary
through
hepcidin
hepatocyte
hemojuvelin
and
BMP2/4. Blood110: 2182–2189, 2007
Venugopal,dkk.2011.Modulated of the
12. Vokurka M, Krijt J, Sulc K, Necas E:
immune related gene responses to
Hepcidin mRNA levels in mouse liver
Protect
respond
Mice
Against
Japanese
to
inhibition
of
Encephalitis Virus Using Antimicrobial
erythropoiesis.Physiol Res 55: 667–
Peptide,
674, 2006
Tilapia
Hepcidin
(TH1-
5).Marine Research Station : Taiwan
13. Hu, X., Camusb, A.C., Aono, S.,
6. Shike, H., Lauth, X., Westerman, M.E.,
Morrison, E.E., Dennis, J., Nusbaum,
Ostland, V.E., Carlberg, J.M., Van
K.E., Judd, R.L., Shi,J., 2007. Channel
Olst, J.C., Shimizu, C., Bulet, P.,
catfish hepcidin expression in infection
Burns, J.C., 2002. Bass hepcidin is a
and
novel antimicrobial peptide induced by
Immunology,
anemia.
Comparative
Microbiology
and
Infectious Diseases 30, 55–69.
31
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
14. Wang, Ke Jian; et al., 2009 ; Hepcidin
gene
expression
induced
in
the
developmental stages of fish upon
Oceanography
and
Environmental
Science, Xiamen University, China
18. Huang, Pao-Hsian; Chen, Jyh-Yih;
exposure to Benzo[a]pyrene (BaP).
Kuo,
Ching-Ming.
2006.
Marine Environmental Research 67.
Different
159–165
Oreochromis mossambicus: Analysis
Hepcidins
from
Three
Tilapia,
15. Douglas, S. E., J. W. Gallant, R. S.
of Their Expressions and Biological
Liebscher, A. Dacanay, and S. C. M.
Functions. Taiwan: Marine Research
Tsoi.
Station,
2003.
Identification
and
expression analysis of hepcidin-like
antimicrobial peptides in bony fish.
Developmental
&
Comparative
16. Huang, P. H., J. Y. Chen, and C. M.
Cellular
and
Organismic Biology, Academia Sinica.
19. Huang,
Han-Ning
et
al.,
2011,
Modulation of the Immune-Related
Against Japanese Encephalitis Virus
Kuo. 2007. Three different hepcidins
Using
from
Tilapia
mossambicus:
of
Gene Responses to Protect Mice
Immunology 27:589-601.
tilapia,
Institute
Oreochromis
Analysis
of
their
cellular
the Antimicrobial Peptide,
Hepcidin
and
1-5,
Institute
Organism
of
Biology,
expressions and biological functions.
Academia Sinica, Nanking, Taipei 115,
Molecular Immunology 44:1922-1934.
Taiwan
17. Wang, Ke-Jian et al. 2008. Cloning
20. Mishra,
MK
et
al.,
and expression of a hepcidin gene
Neuroprotection
from a marine fish (Pseudosciaena
Astrocytes is insufficient to Protect
crocea) and the antimicrobial activity
Animals
of its synthetic peptide. Xiamen: State
Japanese Encephalitis. Neurochem Int
Key
; 448: 196-9.
Laboratory
of
Marine
from
Coferred
2007,
Succumbing
by
to
Environmental Science, College of
32
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Tinjauan
Pustaka
UMBILICAL CORD-MESENCHYMAL STEM CELLS (UCMSCS) DAN STEM CELL MARKER TRA-1-60:INTERAKSI
SELULER SEL MULTIPOTEN DALAM MENGATASI
GAGAL GINJAL KRONIK*
Riyan Sopiyan, Haifa Auriana Sagita Putri, Rido Maulana
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Permasalahan yang harus dihadapi terkait gagal ginjal kronik (GGK) tidak hanya prevalensi yang
tinggi, tetapi juga efektivitas dan efek samping pengobatan serta biaya pengobatan yang masih
sangat mahal. Studi sebelumnya menunjukkan bahwaUmbilical Cord-Stem Cells (UC-MSCs) serta
interaksinya dengan TRA-1-60 sebagai markerstem cell pada ginjal yang rusak dapat menjadi solusi
alternatif.UC-MSCs merupakan sel multipoten yang berasal dari plasenta bayi yang baru dilahirkan
sehingga penggunaan stem cell ini lebih aman dan jauh dari permasalahan etis. Pada aplikasinya,
stem cell diinjeksikan ke dalam kapsul ginjal pasien GGK sebanyak 15-20 juta sel/kgBB. Sitokin yang
dikeluarkan oleh sel-sel ginjal yang rusak mengundang stem cell berakumulasi di tempat yang
mengalami kerusakan. Di lain sisi, sel-sel ginjal yang rusak juga mengekspresikan TRA-1-60 untuk
kemudian dikenali oleh stem cell sehingga stem cell mampu menjalankan fungsi repair system
dengan baik. Mekanisme perbaikan sel ginjal terbagi menjadi dua jalur, yaitu jalur parakrin dan
endokrin yang mampu mempengaruhi dediferensiasi dan regenerasi sel nefron.Dengan melihat
keuntungan-keuntungan yang dimiliki UC-MSCs membuat sel ini berpotensi untuk dijadikan solusi
alternatif terapi yang lebih baik bagi GGK. Namun, untuk mendukung hal tersebut perlu adanya pusat
pengembangan dan pemeliharaan stem cell di Indonesia, serta publikasi kepada masyarakat luas
mengenai potensi stem cell dalam mengatasi GGK.
Kata kunci: GGK, UC-MSCs, TRA-1-60, plasenta
ABSTRACT
Chronic Renal Failure (CRF) related problem was not only CRF high prevalence, but also the
effectiveness and expensive treatment. Previous study found that the CRF-Umbilical Cord Stem
Cells (UC-MSCs) can be an alternative solutions to solve problems by using and take advantage of
it’s interaction with the TRA-1-60 as a marker of stem cells in damaged kidneys. UC-MSCs are
multipotent cells derived from the placenta of newborns. It makesuse of stem cells is
safer and alot of ethical issues. Inthe application, stem cells injected into the kidney capsule of
patients
CRF as much as 15-20 million cells/kgBW. Cytokines released by cells of the
kidney is damaged inviting stem cell to accumulate in places that were damaged.On the other hand,
the cells of damaged kidneys also express TRA-1-60 to then be recognized by the stem cells so that
the stemcell system capable
of running
the repair function properly. Renal cell repair
mechanism isdivided into two paths, namely paracrine and endocrine pathways that can influence
the de-differentiation and cell regeneration
of the
nephron. By
looking
at the
advantages
possessed by
the UC-MSCs make these cells have
the
potential
to serve
as
a
therapeutic alternative solution is
better
for CRF. However, it
is necessary to
support
the development and maintenance of the center of stem cells in Indonesia, and publications to the
general public about the potential of stem cells for overcomingCRF problems.
Keywords:CRF, UC-MSCs, TRA-1-60, placenta
*Dipresentasikan pada Final Lomba Karya Tulis Ilmiah Hasanudin Scientific Fair 2012 di Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanudin
(1)
PENDAHULUAN
tahun).
GGK merupakan masalah kesehatan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah
karena melihat hasil dari Survei Perhimpunan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5 % dari
lambat
populasi
(biasanya
berlangsung
beberapa
(25
juta
penduduk)
mengalami
33
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
penurunan fungsi ginjal, sedangkan pada
kepala, infeksi, pembekuan darah (thrombus),
tahun 2005 di seluruh dunia terdapat 1,1 juta
dan udara dalam pembuluh darah (emboli),
orang menjalani dialisis kronik. Selain itu,
bahkan dilaporkan hemodialisis bermanifestasi
jumlah penderita GGKterus meningkat dan
terhadap aterosklerosis yang berhubungan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10%
erat dengan tingkat mortalitas dan morbiditas
setiap
(1999)
penderita GGK . Oleh karena itu, mutlak
memperkirakan di Indonesia akan mengalami
diperlukan suatu terapi alternatif lain yang
peningkatan penderita gagal ginjal antara
lebih baik agar permasalahan GGK mampu
tahun 1995 – 2025 sebesar 414%.
diatasi. Salah satu terapi alternatif yang
tahun.
Penelitian
WHO
4
Tingginyaangka prevalensi GGK tidak
menjanjikan dalam terapi GGK adalah dengan
disertai dengan penatalaksanaan yang efektif.
penggunaan Umbilical Cord- Mesenchymal
Sejauh
Stem Cells (UC-MSCs) dengan memanfaatkan
ini,
penderita
terapi
GGK
yang
hanya
diterapkan
merupakan
bagi
terapi
TRA-1-60 sebagai marker.
konservatif berupa penurunan tekanan darah,
Stem cell sendiri merupakan sel yang
penurunan proteinuria, penggunaan kalsium
belum terspesialisasi yang terdapat di dalam
bloker, penurunan kadar kolesterol, terapi
tubuh manusia. Sel ini memiliki kemampuan
antiplatelet, modifikasi diet, serta modifikasi
yang luar biasa dalam berkembang menjadi
gaya hidup yang tentunya tidak secara tuntas
bermacam-macam sel lain di dalam tubuh
mengatasi masalah GGK ini.
(2)
Selain itu,
manusia. Selain itu, fungsi sistem perbaikan
bagi
(repair system) yang dimilikinya membuat
penderita penyakit ginjal kronik pada stadium
stem cell mampu berkembang dan membelah
5 berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
diri secara cepat untuk menggantikan sel-sel
transplantasi ginjal yang sampai sekarang
yang telah mati pada organ-organ tubuh
masih
manusia. Umbilical Cord-Mesenchymal Stem
penerapan
terapi
terbentur
pengganti
oleh
ginjal
banyak
masalah
Cells (UC-MSCs) adalah jenis stem cell yang
terutama masalah biaya.
yang
paling melimpah di antara stemcell lainnya.
membutuhkan biaya sekitar $35.000 (sekitar
Sifat dari stem cell yang berasal dari tali pusat
Rp315.000.000) per tahun diluar obat dan
ini adalah multipotent stem cell yang dapat
Sebagai
contoh
biaya medis yang lain.
(3)
dialisis,
Artinya bahwa terapi
berkembang menjadi sel-sel organ tubuh
pengganti ginjal tidak bisa dijadikan sebagai
manusia seperti sel saraf, sel otot, dan sel
terapi utama yang menjanjikan terutama bagi
darah merah. Selain itu, stem cell yang
penderita
berasal dari tali pusat merupakan sumber
GGK
kalangan
menengah
ke
hematopoietic
bawah.
Biaya
bukan
merupakan
masalah
umbilical
cord-mesenchymal
stem cells (UC-MSCs) yang potensial untuk
terapi pengganti ginjal satu-satunya karena
digunakan
efek samping penggunaan terapi ini pun selalu
macam penyakit khususnya pada GGK.
membayangi
pasien
GGK.
sebagai
terapi
pada
berbagai
Hemodialisis
Studi terakhir menunjukkan bahwa
sendiri memiliki efek samping di antaranya
MSCs yang berasal dari tali pusat (umbilical
tekanan darah rendah, anemia, keram otot,
cord-mesenchymal stem cells) mempunyai
detak jantung tidak teratur, mual, muntah, sakit
jumlah stem cell yang paling banyak jika
34
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
dibandingkan dengan MSCs yang berasal dari
membelah
sumsum tulang (bone marrow mesenchymal
menggantikan sel-sel yang telah mati pada
stem cells) dan fetus (fetal mesenchymal stem
organ-organ tubuh manusia. Saat ini stem cell
cells). Selain itu, UC-MSCs dapat diperoleh
telah banyak digunakan dan diisolasi oleh para
secara mudah pada tali pusat dan tidak
ilmuwan untuk mengobati suatu penyakit. Sifat
menimbulkan masalah etik seperti pada stem
dari stem cell tersebut bisa menjadi pluripoten
cell yang berasal dari janin (fetal stem cell).
atau
Pengambilan stem cell yang berasal dari BM-
berpotensi menjadi sel mesoderm, endoderm,
MSCs juga dinilai sangat sulit dan dapat
ekstoderm, dan sel-sel lain yang lebih spesifik.
mengakibatkan cedera
pada
diri
multipoten
Stem
sang donor
secara
yang
cell
cepat
keduanya
sebenarnya
untuk
sangat
berjumlah
seperti infeksi. Umbilical Cord-Mesenchymal
sangat sedikit di setiap jaringan dan ketika
Stem Cells (UC-MSCs) adalah stem cell yang
satu jenis stem cell diambil dari dalam tubuh,
berpotensi
kemampuan
penyakit
untuk
GGK
dijadikan
mengingat
terapi
pada
kemampuannya
mereka
untuk
berploriferasi
menjadi sangat terbatas. Maka dari itu, para
yang multipoten dan dapat berdiferensiasi
ilmuwan
menjadi sel-sel nefron pada ginjal yang
bernama sel kultur untuk memperbanyak stem
berguna untuk mengobati penyakit GGK.
cell yang akan berguna dalam mengobati
Selain itu, pengambilan UC-MSCs pada tali
bermacam-macam penyakit seperti penyakit
pusat tidak menimbulkan kerusakan sama
jantung, GGK, penyakit saraf, dan diabetes
sekali karena tali pusat tidak dibutuhkan lagi
melitus.
Stem
oleh bayi sejak dilahirkan dan selama ini tali
pusat hanya sebagai limbah rumah sakit yang
(5)
tidak dimanfaatkan.
membuat
cell
suatu
dapat
metode
yang
diklasifikasikan
menjadi empat tipe berdasarkan dari tempat
asalnya, di antaranya adalah stem cell dari
Berdasarkan latar belakang di atas,
embrio, stem cell dari fetus, stem cell dari tali
maka karya tulis ilmiah mengenai potensi
pusat (umbilical cord), dan stem cell dari orang
Umbilical Cord-Mesenchymal Stem Cells (UC-
dewasa (adult).
MSCs) sebagai terapi pada GGK ini disusun
Stem Cell Embrio
(7)
dengan harapan mampu memberikan solusi
Stem cell yang berasal dari embrio
akan permasalahan GGK yang masih menjadi
terdapat pada inner cell mass (ICM) blastocyst
masalah kesehatan masyarakat Indonesia
dan merupakan sumber yang potensial dari
stem cell
yang bersifat pluripoten (hESCs).
ANALISIS DAN SINTESIS
Pluripoten stem cell yang berasal dari embrio
Stem Celldan Jenis-jenisnya
dapat berkembang menjadi banyak sel secara
Stemcell atau sel punca adalah sel
yang belum terspesialisasi yang mempunyai
in vitro.
Stem CellFetus
kemampuan luar biasa dalam berkembang
Stem cell yang berasal dari janin
menjadi bermacam-macam sel lain di dalam
(fetus) adalah stem cell yang primitif dan
tubuh manusia.Stem cell berfungsi dalam
ditemukan di dalam organ janin. Sel-sel
sistem perbaikan (repair system) di dalam
tersebut adalah hematopoietic stem cells,
tubuh manusia. Sel ini dapat berkembang dan
neural crest stem cells, dan pancreatic islet
35
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
progenitor yang
telah di isolasi dari pasien
(8)
abortus. Selain itu, pada otak janin
juga
Mesenchymal
mempunyai
beberapa
stem
cells
antigen
(MSCs)
determinan
ditemukan stem cell yang berdiferensiasi
yang berfungsi sebagai marker atau penanda
menjadi sel-sel neuron dan glial.
untuk identifikasi dari MSCs itu sendiri. Para
Stem CellTali Pusat
ilmuwan telah menemukan beberapa marker
Sifat dari stem cell yang berasal dari
MSCs seperti CD105 dan CD73. Banyak
tali pusat ini adalah multipotent stem cell yang
pendapat bahwa CD105 merupakan antigen
dapat berkembang menjadi sel-sel organ
determinan yang sangat penting dalam suatu
tubuh manusia seperti sel saraf, sel otot, dan
identifikasi dari MSCs. Selain itu, beberapa
sel darah merah. Selain itu, stem cell yang
marker lain seperti CD29, CD44, dan CD90
berasal dari tali pusat merupakan sumber
merupakan
hematopoietic
umbilical
cord-mesenchymal
suatu
determinan
penting dalam identifikasi MSCs.
stem cells (UC-MSCs) yang potensial untuk
yang
juga
(13)
Studi terakhir menunjukkan bahwa
berbagai
sel-sel ginjal yang rusak mempunyai marker
merupakan
yang lebih spesifik yang mampu dikenali oleh
sumber stem cell yang sangat potensial.
MSCs dan sedang dikembangkan saat ini oleh
Plasenta sendiri berperan sebagai paru, hati,
para ilmuwan, marker tersebut adalah TRA-1-
digunakan
macam
sebagai
penyakit.
terapi
Tali
pada
pusat
(9)
dan ginjal pada janin di dalam kandungan.
60 yang selalu diekspresikan oleh sel-sel ginjal
Stem Cell Dewasa
ketika
Mayoritas
stem
cell
pada
orang
terserang
suatu
penyakit.
(14)
Pengembangan markerstem cell TRA-1-60
dewasa adalah hematopoietic stem cell yang
pada
berarti stem cell tersebut merupakan bentuk
memberikan terapi yang lebih spesifik dan
awal dari pembentukan
efektif dalam penanganan penyakit ginjal
semua tipe sel-sel
darah di dalam tubuh manusia.
(10)
Sumber
penyakit
ginjal
diharapkan
dapat
khususnya pada gagal ginjal kronik (GGK).
adult stem cell adalah dari sumsum tulang,
darah perifer, sel otak, otot rangka, dan
Potensi UC-MSCs
Umbilical
jantung.
Stem Cells Mesenkimal (MSCs)
Mesenchymal
stem
StemCells(UC-MSCs)
cells
(MSCs)
Cord-Mesenchymal
merupakan
sumber
stem cell yang kaya akan sifat multipoten.
merupakan stem cell yang berasal dari bone
Apabila
marrow stroma dan termasuk ke dalam
dewasa dari sumber lain, UC-MSCs memiliki
kelompok non-hematopoietic stem cell. Selain
beberapa
itu, MSCs juga dapat berasal dari tali pusat
dikembangkan menjadi berbagai galur sel
(umbilical
dalam
karena memilki sifat yang paling muda dari
kelompok hematopoietic stem cell dan bisa
jenis stem cell dewasa, memiliki potensi
disebut dengan umbilical cord-mesenchymal
imunogenik rendah, dan memiliki jumlah stem
stem cells (UC-MSCs). MSCs merupakan sel
cell terbanyak di antara jenis stem cell lainnya.
yang multipoten yang bisa berdiferensiasi
Selain itu, proses isolasinya pun lebih mudah
menjadi bermacam-macam tipe sel seperti
dan sederhana bila dibandingkan dengan
cord)
yang
termasuk
osteoblas, kondrosit, adiposit, dan mioblas.
(12)
dibandingkan
kelebihan
dengan
stem
diantaranya
cell
dapat
Bone Marrow Mesenchymal Stem Cells (BM-
36
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
MSCs) yang sulit dan dapat mengakibatkan
orang (pendonor dan penerima) yang berisiko
infeksi. Isolasi UC-MSCs pun dapat disimpan
terjadi
selama
mengancam jiwa pendonor maupun penerima,
bertahun-tahun
tanpa
mengalami
infeksi
dan
komplikasi
diferensiasi, sehingga menjadikan UC-MSCs
sedangkan
sebagai sumber favorit bank stem cell di
penerima
seluruh dunia. Selain itu, penggunaan UC-
Kemudian, pasca operasi transplantasi ginjal
MSCs tidak menimbulkan masalah etik yang
pasien harus mengonsumsi imunosupresan,
sering
sedangkan
menjadi
kendala
dalam
dunia
keagamaan dan moral.
UC-MSCs
dan
hanya
yang
sel-sel
pada
memerlukan
darah
terapi
tali
pusat.
UC-MSCs
tidak
memerlukan hal tersebut karena sel-sel darah
Keunggulan yang dimilki oleh UC-
tali pusat tidak akan diakui sebagai benda
MSCs dibandingkan dengan hemodialisis yaitu
asing
dari segi waktu UC-MSCs hanya memerlukan
berdasarkan
satu
hemodialisis
rendah. Keunggulan lain terapi UC-MSCs
memerlukan waktu 3 kali terapi setiap minggu
dibandingkan terapi transplantasi ginjal yaitu
dengan lama pengobatan sekitar tiga sampai
pada terapi UC-MSCs hanya dilakukan satu
lima jam. Hal ini dapat membuat pasien sulit
kali
untuk mengatur waktu antara pengobatan
transplantasi ginjal dapat dilakukan
hemodialisis dengan kegiatannya sehari-hari.
sampai tiga kali terapi.
kali
terapi,
sedangkan
oleh
terapi,
Hal ini dapat pula terjadi pada terapi dialisis
sistem
sifatnya
kekebalan
yang
sedangkan
tubuh
imunogenik
pada
terapi
dua
Hal yang paling menjadi kendala bagi
peritoneal yang memerlukan waktu yang lama
sebagian
pula yaitu 3 sampai 4 jam setiap hari. Kerugian
besarnya biaya pengobatan. Pada dialisis
yang paling dirasakan oleh pasien pada terapi
membutuhkan biaya sekitar $35.000 (sekitar
hemodialisis dan dialisis peritoneal adalah
Rp 315.000.000) per tahun. Selain itu, pada
terapi ini dilakukan seumur hidup, sehingga
transplantasi ginjal membutuhkan biaya sekitar
akan menyita banyak waktu dan dana pasien
$40.000 (sekitar Rp 360.000.000) hingga
gagal ginjal kronik (GGK).
(9)
mengatasi
penderita
GGK
adalah
$50.000 (sekitar Rp 450.000.000) dengan
Terapi lain yang selama ini digunakan
untuk
besar
penyakit
GGK
adalah
biaya
perawatan
$10.000
900.000.000) per tahun.
Rp
Pada terapi UC-
MSCs,
transplantasi
banyak
pengambilan
kendala. Kendala dalam transplantasi ginjal
penyimpanan
yang merupakan salah satu terapi GGK
memerlukan
adalah sulitnya mencari donor ginjal yang
(sekitar
cocok, seperti yang berasal dari kadaver atau
penyimpanan per tahun berikutnya sekitar
keluarga sehingga pasien harus menunggu
$167
(9)
lama.
juga
memiliki
Hal ini bertolak belakang dengan
penggunaan UC-MSCs
di
(sekitar
transplantasi ginjal. Namun pada praktiknya,
ginjal
khususnya
(9)
darah,
pada
biaya
pemprosesan,
tahun
dan
pertama
biaya sekitar sekitar $1.000
Rp9.000.000),
(sekitar
Indonesia,
sedangkan
Rp1.500.000).
(3)
biaya
Pemberian
terapi UC-MSCs untuk pasien memerlukan
yang tidak
harus
biaya transplantasi yaitu sekitar $125 (sekitar
hari
untuk
Rp1.125.000). Apabila seseorang menderita
sel-sel darah tali pusat.
GGK pada usia 23 tahun, maka perbandingan
Selain itu, transplantasi ginjal memerlukan dua
biaya dialisis, transplantasi ginjal, dan UC-
menunggu
beberapa
membudidayakan
37
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
MSCs yang ia butuhkan sampai 2 tahun
kemudian yaitu dialisis akan membutuhkan
biaya sekitar $70.000 (sekitar Rp630.000.000),
transplantasi ginjal sekitar $60.000 (sekitar
Rp540.000.000), dan UC-MSCs hanya sekitar
$4.799 (sekitar Rp43.191.000). Dialisis dan
transplantasi ginjal akan memerlukan dana
sepanjang
tahun
seumur
hidup
pasien,
sedangkan UC-MSCs tidak memerlukan hal
tersebut.
Gambar 1.Preparasi pengambilan stem cell
Dengan demikian, penggunaan terapi
UC-MSCs
memiliki
dibandingkan
banyak
terapi
GGK
keunggulan
yang
pada tali pusat(Sumber : Rune Hellestad
corbis)
lain.
Campuran sel tersebut akan difiltrasi
Penghematan waktu bagi pasien, sumber UC-
pada ukuran filter 100 mm untuk mendapatkan
MSCs yang melimpah, keamanan yang lebih
suspensi sel. Sel-sel yang sudah tersuspensi
terjaga, proses yang lebih mudah, serta biaya
tersebut ditempatkan pada densitas 1 x 10
yang lebih murah merupakan sedikit dari
sel/cm di dalam kultur yang tidak dilapisi oleh
banyaknya keunggulan penggunaan terapi
sel T-25 (non-coated T-25 cell).
Medium
UC-MSCs pada pasien GGK.
pertumbuhan
tersebut
6
2
dari
kultur
sel
mengandung glukosa yang rendah dan 5 %
Preparasi dan Pengambilan UC-MSC dari
serum fetal bovine lalu kultur tersebutjuga
Tali Pusat Janin
disuplementasi dengan 10 ng/ml vascular
Tali pusat (umbilical cord) yang baru
diperoleh
dari
janin
yang
baru
lahir
dikumpulkan dan di masukan ke dalam
o
pendingin dengan suhu rendah (4 C) selama
enam jam.
(15)
endothelial growth factor (VEGF), 10 ng/ml
epidermal growth factor
(EGF), 100 U/ml
penisilin, 100 mg/ml streptomycin, dan 2
mmol/L
glutamine.
Kultur
tersebut
Setelah itu, jaringan pada tali
dipertahankan dan dipelihara pada atmosfer
pusat dipotong dengan ukuran yang kecil-kecil
yang lembap sekitar 5 % CO2 pada suhu 37 C.
3
o
(1-2mm ) dan diinkubasi selama 30 menit
Setelah 2 minggu sel-sel tersebut dianalisis
dengan 0.075% kolegenase tipe II (Sigma)
dengan metode fluorescence-activated cell
dan 0.125 % tripsin (Gibco). Kemudian,
sorting (FACS) dan UC-MSCs menunjukkan
setelah inkubasi tersebut diputar selama 30
beberapa antigen determinan positif seperti
menit,
CD13, CD29, CD44, CD73, CD90, CD105,
maka
akan
didapatkan
campuran
(mixture) jaringan tali pusat dengan 0.075%
HLA-1,
kolegenase tipe II (Sigma) dengan 0.125 %
CD14,CD15,CD33,CD34, CD38, CD45, dan
tripsin (Gibco).
HLA-DR.
tetapi
negatif
untuk
CD3,
(16)
UC-MSCs sebagai Terapi pada GGK
Metode
pengobatan
dengan
menggunakan UC-MSCs ini dilakukan dengan
38
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
mentransplantasikan UC-MSCs ke organ yang
MSCs ke tempat kerusakan terjadi, sehingga
organ yang rusak. Transplantasi dilakukan
terjadi peningkatan migrasi UC-MSCs. Hal ini
dengan
pada
dikarenakan UC-MSCs mempunyai reseptor
kapsul ginjal. Sesuai sifatnya, stem cell akan
seperti CD44, c-met, dan SDF-1 yang dapat
berkembang
menjadi
sel
mengenali faktor-faktor tersebut.
memperbaiki
jaringan
yang
menginjeksikan
tersebut.
Banyaknya
ditransplantasi
UC-MSCs
baru
UC-MSCs
rusak
yang bermigrasi ke tempat yang mengalami
cell
yang
kerusakan pada ginjal mengenali marker yang
dengan
berat
diekspresikan
badan penderita yaitu sekitar 15-20 juta stem
cell per kilogram berat badan.
(17)
sudah
stem
disesuaikan
sehingga
(3)
oleh
sel-sel
ginjal
yang
mengalami kelainan yaitu TRA-1-60. TRA-1-60
merupakan satu dari sedikit antigen yang
Terdapat mekanisme penting dalam
secara luas digunakan dalam riset stem cell
(19)
pemanfaatan UC-MSCs pada terapi GGK yaitu
manusia sebagai indikator positif stem cell.
melalui jalur regenerasi dan jalur endokrin atau
Antigen ini diekspresikan bersama PAX-2
parakrin.
merupakan
yang merupakan anggota dari keluarga PAX
mekanisme di mana UC-MSCs memproduksi
dan berfungsi sebagai faktor transkripsi. TRA-
faktor-faktor pertumbuhan yang menginduksi
1-60 diekspresikan pada sel epitel tubulus
dediferensiasi,
ginjal dan terlibat dalam morfogenesis dan
Jalur
pembuluh
regenerasi
meningkatkan
darah
pembentukan
dan
perbaikan tubular serta telah diketahui sebagai
proliferasi dari sel-sel epitel tubular yang rusak
marker stem cell. TRA-1-60 diekspresikan di
(18)
pada GGK.
(revaskularisasi),
Selain itu, UC-MSCs
sendiri
beberapa tempat pada organ ginjal yaitu
dapat berkembang menjadi sel-sel nefron
duktus kolektivus, lengkung henle, tubulus
ginjal yang rusak melalui jalur endokrin dan
proksimal, dan tubulus distal (Tabel 1). Selain
parakrin.
itu, TRA-1-60 diekspresikan dalam jumlah
Jaringan yang rusak pada GGK dapat
yang lebih banyak pada saat terjadi kelainan
(19)
mengundang populasi dari UC-MSCs dengan
pada ginjal baik akut maupun kronis.
mensekresikan sejumlah faktor seperti asam
Stimulasi
hialuronat, human growth factor (HGF), dan
merangsang UC-MSCs untuk bekerja sesuai
faktor-faktor
fungsinya dalam memperbaiki kerusakan yang
kemotaktik.
Faktor-faktor
kemotaktik tersebut dapat mengundang UC-
stem
cell
oleh
TRA-1-60
telah terjadi.
Tabel 1. Lokalisasi ekspresi TRA-1-60 (Sumber: Fesenko, 2010)
Zona anatomi ginjal
Struktur yang berada pada zona
Struktur yang mengekspresikan
TRA-1-60
Medulla dalam/Papilla
Duktus kolektivus, lengkung henle tipis
Duktus
kolektivus,
lengkung
henle tipis
Medulla luar
Garis dalam
Duktus kolektivus, lengkung henle tebal
Duktus
kolektivus,
lengkung
39
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
pars ascending, lengkung henle tipis
henle tebal pars ascending,
lengkung henle tipis
Garis luar
Duktus kolektivus, lengkung henle tipis,
Lengkung henle tipis
tubulus proksimal lurus
Korteks
Duktus kolektivus, lengkung henle tebal
Ansa
henle
tebal
pars ascending, tubulus proksimal, renal
ascending, tubulus distal
pars
corpuscle, tubulus distal
Setelah
UC-MSCs diinjeksikan pada pasien
bFGF. Sekresi faktor-faktor ini bertujuan untuk
GGK, akan terlihat efek dari penggunaan UC-
mengurangi inflamasi pada jaringan yang
MSCs mulai pada 16 jam pertama. Efek
rusak dan meningkatkan proliferasi sel yang
tersebut diduga melalui jalur parakrin, di
sudah rusak.
antaranya seperi sekresi HGF, VEGF, dan
Gambar 2. A ) Mekanisme UC-MSCs dalam regenerasi dan diferensiasi; B) Migrasi UC-MSCs pada
sel yang rusak melalui jalur parakrin dan endokrin(Sumber: Renal and Vascular Physiopathology
Laboratory,Department of Internal Medicine, Molecular Biotechnology Centre and Research Centre
for Molecular Medicine, University of Torino, Torino, Italy, 2009).
Percobaan yang dilakukan oleh Rumah Sakit
inflamasi (IL-1, TNF-α, IL-6) dan terjadi
Universitas
penghambatan apoptosis.
Jiangsu,
China
menunjukkan
bahwa terjadi penurunan serum kreatinin
Pada penelitian yang dilakukan pada
sebanyak 4.8 kali dan urea nitrogen sebanyak
tikus yang menderita gagal ginjal dengan
3.6
telah
kadar kreatinin dan nitrogen urea (BUN) yang
ditransplantasikan UC-MSCs pada ginjalnya.
tinggi, dilakukan injeksi UC-MSCs. Hasilnya 16
Selain itu, terjadi penurunan faktor-faktor pro
jam pasca pemberian UC-MSCs pada tikus,
kali
pada
tikus
yang
kadar kreatinin dan BUN menurun lebih cepat
40
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol
Penemuan hasil tersebut membuat
yang tidak diinjeksi UC-MSCs (dari 7.2 ± 1.5
UC-MSCs
menjadi 2.4 ± 1.8 untuk kadar kreatinin; 5.8 ±
menjanjikan
1.6 menjadi 2.2 ± 0.7 untuk kadar BUN pada
dengan GGK. Sehingga diharapkan dengan
kelompok sampel yang diinjeksi dengan UC-
memaksimalkan
MSCs, sedangkan pada kelompok kontrol
untuk terapi GGK mampu memberikan hasil
terjadi penurunan yang jauh lebih lambat yaitu
yang lebih baik jika dibandingkan dengan
6.9 ± 1.1 menjadi
6.0 ± 1.8 untuk kadar
terapi yang banyak diterapkan pada saat ini
kreatinin; dari 5.6 ± 0.9 menjadi 5.4 ± 1.2
baik dalam hal efektivitas, efek samping,
untuk kadar BUN).
(20)
menjadi
dan
suatu
potensial
terapi
untuk
pemanfaatan
yang
pasien
UC-MSCs
biaya, serta prognosis penyakit.
Gambar 3. A) Efek terapi UC-MSCs pada tikus percobaan yang mengalami GGK; B) Patologi
jaringan dari tikus percobaan; (a,b) tikus yang diterapi dengan UC-MSCs, (c,d) kelompok kontrol
tikus (Sumber : Clinical Laboratory Medicine of Affiliated ,Hospital, Jiangsu University, China.2009)
SIMPULAN
dikarenakan sampai sekarang tali pusat pada
Penggunaan
Cord-
bayi-bayi di Indonesia masih menjadi limbah
Mesenchymal Stem Cells (UC-MSCs) dengan
rumah sakit yang tidak dimanfaatkan. Selain
memanfaatkan marker stem cell yaitu TRA-1-
itu,
60
dinilai sangat potensial untuk diterapkan
menyebutkan bahwa transplantasi UC-MSCs
pada pasien GGK. Keunggulan yang dimilki
pada GGK dapat menurunkan kadar serum
oleh
kreatinin dan BUN yang cukup siginifikan.
UC-MSCs
Umbilical
dibandingkan
dengan
menurut
hanya memerlukan satu kali terapi, sedangkan
dengan memanfaatkan marker stem cell TRA-
hemodialisis memerlukan waktu tiga kali terapi
1-60 diharapkan dapat menjawab segala
setiap
permasalahan GGK yang masih menjadi
lama
pengobatan
sekitar tiga sampai lima jam. Selain itu, untuk
penggunaan
terbaru
Oleh
dengan
itu,
penelitian
hemodialisis yaitu dari segi waktu UC-MSCs
minggu
karena
beberapa
UC-MSCs
masalah yang kompleks di Indonesia.
mendapatkan UC-MSCs dinilai sangat mudah
41
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
SARAN
Failure. Division of Nephrology Department of
1. Direkomendasikan untuk pendirian bank stem
cell di Indonesia mengingat potensi stem cell
yang cukup tinggi dalam penanganan berbagai
Medicine
Juntendo
University
5. Placental Stem Cells - The Important Role of
the
(GGK).
://www.isci.com.Diunduh
mengetahui
penelitian
efek
lebih
negatif
lanjut
yang
untuk
mungkin
Placenta.
gagal ginjal kronik (GGK).
Sources.Department
kepada
masayarakat mengenai potensi UC-MSCs
untuk gagal ginjal kronik (GGK).
pada
http
tanggal
21
6. Bongso,Ariff, Eng Hin Lee. Stem Cells : Their
Definition,
luas
2008.
Maret 2010
ditimbulkan UC-MSCs pada pasien dengan
3. Diperlukan publikasi secara
of
Medicine, Tokyo, Japan; 18:305-310
penyakit khususnya pada gagal ginjal kronik
2. Diperlukan
School
Classification
of
and
Obstetrics
&
Gynaecology National University of Singapore
: Singapore
7. Anderson
DJ,
IL.2001,Can
Gage
stem
cells
FH,
Weissman
cross
lineage
s
boundaries? Nature 7: 393–395.
8. Kiessling
UCAPAN TERIMA KASIH
AA,
Anderson
SC,2003,Human
embryonic stem cells. Boston: Jones and
Terima kasih penulis ucapkan kepada
Bartlett.
pembimbing karya tulis kami, yaitu dr.Anwar
9. Edward A. Copelan, 2006, Hematopoietic
Wardy Warongan, Sp.S, DFM (K), serta dekan
Stem-Cell Transplantation, The New England
fakultas kedokteran dan kesehatan universitas
Journal of Medicine, Volume 354:1813-182
Muhammadiyah Jakarta, dr.Toha Muhaimin,
M.Sc.
10. Stem
Cell
Basic.
diunduh
dari
:
http://stemcells.nih.gov/info/basics/basics4.asp
pada tanggal 30 Desember 2011 Jam 07.00
DAFTAR PUSTAKA
11. Stem Cell and Developmental Biology Writing
1. George L. Bakris and Eberhard Ritz, 2009,
Hypertension and Kidney Disease, A Marriage
that Should Be Prevented, Kidney International
2. Scottish Intercollegiate Guidelines Network
(SIGN), 2008, Diagnosis and Management of
Chronic Kidney Disease. A National Clinical
Guideline. Scotland
dari:
http://www.hypno-
birthing.web.id/?p=634.Diunduh tanggal
25
Mei 2010 Pukul 7:43 am.
Isao;
12. Gu, Z, Akiyama, K,dkk.2010.Transplantation of
Nakamura,
Metalloproteinase-9
cord
Mesenchymal
Stem
Cells
Alleviates Lupus Nephritis in MRL/lpr Mice.
Department of Rheumatology : Beijing, China
13. Schopperle WM, DeWolf WC ,2007, The TRA1-60 and TRA-1-81 human pluripotent stem
3. Evariny A. Keajaiban Darah Tali Pusat.
4. Ebihara,
Digestive & Kidney Dses, NIH. 1–27.
Umbilical
75, 449-452
Diambil
Group’s Report. (2004) Natl.Inst Diabetes &
mRNA
cell markers are expressed on podocalyxin in
embryonal carcinoma. Stem Cells 25:723–730
14. Edwin M. Horwitz.2002.Mesenchymal Cells : A
Basic Review.
Tsukasa;
Expression
dkk.
in
Monocyte from Patients with Chronic Renal
15. Cao,
Huiling,
Qian,
Hui,
dkk.2010.
Mesenchymal stem cells derived from human
umbilical
cord
ameliorate
42
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
ischemia/reperfusion-induced
acute
renal
failure in rats.Biotechnol Lett : China
acute tubular injury. Kidney Int 72:430–441).
16. Gu, Z, Akiyama, K,dkk.2010.Transplantation of
Umbilical
cord
Mesenchymal
to the kidney by means of CD44 following
Stem
Cells
19. Schopperle WM, DeWolf WC , 2007, The
TRA-1-60 and TRA-1-81 human pluripotent
Alleviates Lupus Nephritis in MRL/lpr Mice.
stem
Department of Rheumatology : Beijing, China
podocalyxin in embryonal carcinoma. Stem
17. Rookmaaker MB, Verhaar MC, de Boer HC, et
cell
markers
are
expressed
on
Cells 25:723–730
al. 2007, Met-RANTES reduces endothelial
Fesenko, Irina; dkk. 2010. Stem cell marker
progenitor
activated
TRA-1-60 is expressed in foetal and adult
(glomerular) endothelium in vitro and in vivo.
kidney and upregulated in tubulo-interstitial
Am J Physiol Renal Physiol.; 293: F624-30.
disease. Histochem Cell Biol (2010) 134:355–
cell
homing
to
18. Herrera MB, Bussolati B, Bruno S et al , 2007,
369DOI 10.1007/s00418-010-0741-7
Exogenous mesenchymal stem cells localize
43
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Tinjauan
Pustaka
METODE HLIT [SHLA-G (SOLUBLE HUMAN LEUKOCYTE
ANTIGEN-G) DAN LILRB1 (LEUKOCYTE
IMMUNOGLOBULIN-LIKE RECEPTOR B1) IMMUNOLOGY
TEST] SEBAGAI TEROBOSAN TERBARU DIAGNOSIS
DINI PREEKLAMPSIA*
I Gusti Ayu Agung Pritha Dewi, Putu Austin Widyasari Wijaya, Ni Made
Putri Suastari
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Preeklampsia merupakan penyakit pada kehamilan yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas
cukup tinggi bagi ibu dan anak. Diperkirakan angka kematian ibu akibat preeklampsia adalah sebesar
23%. Terjadinya preeklampsia sering tidak disadari wanita hamil dan bahkan sudah berkembang
menjadi komplikasi sehingga diperlukan metode diagnosis dini terbaru. Patogenesis preeklampsia
yang sangat penting adalah maladaptasi imun ibu terhadap fetus yang diperankan oleh HLA-G. sHLAG dihasilkan oleh sel trofoblas dan beredar bersama peredaran darah ibu pada usia perkembangan
plasenta dimulai(4 minggu). sHLA-G yang berikatan dengan reseptor pada sel imun pada desidua
akan menghambat lisis oleh sel NK dan sitotoksik oleh sel T sehingga fetus tidak akan diserang oleh
sistem imun ibu. Reseptor yang dominan pada sel-sel ini adalah LILRB1. Metode HLIT melakukan
pemeriksaan terhadap sHLA-G pada serum ibu dengan mendeteksi ikatan antara reseptor LILRB1
pada monosit perifer dengan sHLA-G pada serum ibu dengan teknik ELISA Direct. Metode HLIT
memiliki berbagai kelebihan dan keuntungan sehingga memiliki prospek yang cerah di masa depan.
Kata kunci: diagnosis dini, LILRB1, maladaptasi imun, preeklampsia, sHLA-G
ABSTRACT
Preeclampsia is a disease of pregnancy which has high enough morbidity and mortality for mother and
children. It is estimates maternal mortality is due to preeclampsia by 23%. Preeclampsia happen is
often don’t know by pregnant women and has developed into complications so that required methods
for new early diagnosis. The important pathogenesis of preeclampsia is maladaptasi maternal immune
to the fetus, where its played by HLA-G. sHLA-G produced by trophoblas cells and circulate in mothers
blood at the begin development of the placenta (4 weeks). sHLA-G binds to receptors on immune cells
in the decidua will inhibit lysis by NK cells and cytotoxic by T-cell so that the fetus will not be attacked
by the mother's immune system. Dominant receptor in these cells is LILRB1. HLIT methods do an
examination of sHLA-G in maternal serum to detect the binding between LILRB1 receptor on
peripheral monocytes with sHLA-G in maternal serum using Direct ELISA technique. HLIT method has
many advantages therefore this method has good prospects in the future.
Keywords: early diagnosis, immune maladaptation, LILRB1,preeclampsia,sHLA-G
*Dipresentasikan pada Final LKIM Gamamed Fair Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2013
dan mortalitas masa kehamilan di dunia.
PENDAHULUAN
Secara keseluruhan, 10-15% kematian ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
dihubungkan
salah satu indikator kesehatan suatu bangsa
preeklampsia.
yang akan berpengaruh secara langsung
diperkirakan
terhadap
keberhasilan
pembangunan
secara
(1)
langsung
dengan
Di Indonesia tahun 2010
angka
kematian
preeklampsia adalah sebesar 23%.
ibu
akibat
(2)
kesehatan. Salah satu penyakit saat kehamilan
Preeklampsia merupakan suatu sindrom
yang dapat berkontribusi dalam peningkatan
spesifik kehamilan yang penyebabnya tidak
AKI adalah preeklampsia. Di negara barat,
diketahui secara pasti.
angka prevalensi preeklampsia sebesar 3-7%
faktor
dan merupakan penyebab utama morbiditas
munculnya preeklampsia, dimana sebanyak 3-
risiko
yang
(3)
Terdapat beberapa
berhubungan
dengan
44
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
7% berhubungan dengan nulipara dan 1-3%
saat ini belum
berhubungan dengan multipara. Selain itu
diagnosis dini yang ideal bagi penderita
nulipara dengan pasangan baru memiliki risiko
preeklampsia atau dengan kata lain belum ada
yang penting dalam terjadinya preeklampsia.
metode diagnosis yang mampu mendeteksi
Faktor
preeklampsia sejak dini. Terdapat beberapa
risiko
lainnya
antara
lain
riwayat
hipertensi kronis, penyakit
ditemukan suatu metode
metode diagnosis preeklampsia yang memiliki
keterbatasan dalam mendiagnosis secara dini.
ginjal, diabetes mellitus, obesitas, lahir di
Pemeriksaan baku emas yang selama ini
Afrika, berusia ≥ 35 tahun, dan karakteristik
digunakan adalah pemeriksaan tekanan darah
kehamilan, seperti kehamilan kembar atau
dan proteinuria. Keterbatasan penggunaan
besar, riwayat preeklampsia, atau kelainan
metode tersebut adalah tanda preeklampsia
kongenital janin. Tempat tinggal yang berada
yakni hipertensi dan proteinuria baru dapat
di
meningkatkan
didiagnosis pada kehamilan diatas 20 minggu.
insiden preeklampsia yang disebabkan karena
Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan
hipoksia plasenta yang berat, diameter arteri
dalam penanganan preeklampsia sejak dini
uterus yang kecil, dan aliran darah arteri uterus
dan bahkan telah berlanjut menjadi eklampsia
daerah
ketinggian
yang lambat.
juga
(1)
serta komplikasi lain.
Soluble Human Leukocyte Antigen G
Preeklampsia sering tidak diketahui atau
diperhatikan
sehingga
terjadinya
dalam
saat
merupakan
molekul
yang
diekspresikan oleh sel trofoblas pada saat
komplikasi.
kehamilan. sHLA-G berfungsi untuk melindungi
Preeklampsia dapat mengancam jiwa ibu dan
fetus dari serangan sistem imun ibu. sHLA-G
anak sehingga meningkatkan angka morbiditas
akan berikatan dengan reseptor dari sel imun
dan
yang terdapat di desidua yaitu sel B, sel T, sel
mortalitas
singkat
(sHLA-G)
telah
menunjukkan
waktu
kehamilan
(3)
terjadinya
keduanya.
Pada
ibu,
preeklampsia dapat menyebabkan penyakit
NK
kardiovaskuler prematur, seperti hipertensi
Presenting
kronis, iskemia, penyakit jantung, dan stroke.
dominan
Pada anak yang lahir setelah kehamilan
Leukocyte Immunoglobulin-Like Receptor B1
preeklampsia akan terjadi kelahiran prematur
(LILRB1) yang terdapat pada semua sel
dengan berat badan rendah, peningkatan
leukosit dan APC di desidua ibu. Ketika HLA-G
risiko stroke, penyakit jantung koroner, dan
berikatan dengan reseptor ini akan terjadi
sindrom metabolik ketika dewasa.
(1)
dini
telah
dikembangkan
Killer)
Cell).
pada
dan
APC
Reseptor
sel-sel
(Antigen
yang
paling
tersebut
adalah
toleransi terhadap keberadaan fetus, dimana
Selama ini berbagai metode dalam
diagnosis
(Natural
untuk
ikatan ini akan mengahambat lisis oleh sel NK
dan
sitotoksik
oleh
CTL
(Cytotoxic
membantu para penderita preeklampsia untuk
Lymphocyte).
mencegah progresivitas dari preeklampsia ini
patogenesis
sehingga dapat menurunkan berbagai risiko
dimana sHLA-G akan melindungi fetus agar
penyakit akibat preeklampsia. Namun hingga
tidak
terjadi
Peranan
sHLA-G
preeklampsia
sudah
T
maladaptasi
dalam
terbukti,
imunitas
yang
45
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
merupakan
patogenesis
utama
dari
diagnosis
yang
preeklampsia
imunitas mengakibatkan vaskularisasi tumbuh
dilakukan penanganan lebih cepat dan tidak
dengan baik sehingga tidak menimbulkan
timbul komplikasi.
vaskuler
yang
awal
mendeteksi
preeklampsia. Tidak terjadinya maladaptasi
kecacatan
lebih
dapat
sehingga
dapat
mengakibatkan
(7)
ANALISIS DAN SINTESIS
preeklampsia.
dan
Peranan sHLA-G sebagai Pertahanan Fetus
LILRB1 dengan metode HLIT memberikan
Terhadap Sistem Imun Ibu pada Kehamilan
sebuah terobosan baru dalam mendiagnosis
dan IkatannyaTerhadap Reseptor LILRB1
Dengan
dini
pemeriksaan
preeklampsia
HLA-G
sehingga
preeklampsia
Selama kehamilan, sistem imun ibu aktif
dapat dideteksi sebelum adanya gejala pada
dan
wanita
itu
mengakibatkan kerusakan atau kematian pada
pemeriksaan HLA-G dan LILRB1 dengan
fetus. Seperti yang terjadi pada eritroblastosis
mengambil
yaitu terjadi destruksi pada eritrosit fetus dan
hamil
yang
serum
berisiko.
ibu
Selain
memberikan
cara
pada
beberapa
pada
terlalu invasif. Berdasarkan paparan tersebut
terjadinya destruksi pada platelet oleh antibodi
diharapkan
dapat
ibu. Ketika terjadi infeksi saat kehamilan,
berperan dalam diagnosis dini preeklampsia
makrofag yang aktif akan mensekresikan
sehingga dapat dilakukan terapi lebih awal
sitokin T Helper 1 (Th1) berkadar tinggi yang
metode
HLIT
serta mencegah berbagai komplikasi.
(7)
merubah
Adapun permasalahan yang dikaji dalam
karya
tulis
ini
meliputi
peranan
sHLA-G
trombositopenia
bisa
diagnosis yang mudah dan efektif serta tidak
bahwa
alloimmun
kondisi
keseimbangan
sitokin
ibu
yaitu
dan
fetus.Namun hal tersebut tidak terjadi karena
terdapat
beberapa
mekanisme
yang
sebagai pertahanan fetus terhadap sistem
melindungi fetus dari serangan sistem imun ibu
imun ibu pada kehamilan dan ikatannya
seperti terpisahnya jaringan ibu dan fetus,
terhadap reseptor LILRB1, peranan sHLA-G
kurangnya
dalam patogenesis preeklampsia, aplikasi dan
menstimulasi
análisis manfaat dari metode HLIT sebagai
berkembangnya toleransi imun. Sistem imun
metode diagnosis dini preeklampsia.Karya tulis
ibu biasanya lebih cenderung melakukan
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
toleransi
pemikiran
kepada
kalangan
medis
dan
antigen
dari
fetus
penolakan
pada
dari
menolak
yang
ibu
bisa
dan
keberadaan
(8)
fetus.
masyarakat mengenai HLIT dan potensinya
Pada saat kehamilan, secara normal ibu
sebagai metode diagnosis dini preeklampsia,
akan membentuk antibodi dan CTL terhadap
memperkaya
HLA asing dari ayah dan antigen lain yang
terutama
khasanah
tentang
indonesia
dini
diekspresikan oleh sel fetus. Sehingga antigen
memanfaatkan
HLA disebut antigen “transplantasi” karena
pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan
terdiri dari stimulator sangat kuat dari graft
sHLA-G dan LILRB1 yang ekspresikan melalui
rejection. Namun antibodi antipaternal ini
preeklampsia
upaya
medis
dengan
diagnosis
serum maternal, dan memberikan alternatif
46
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
bersifat tidak merusak. melainkan cenderung
bersifat tolerogenik dari pada imunogenik.
(8)
memiliki peran utama dalam imunitas yang
diadapat. Sel ini terutama ditemukan di distal
Setelah implantasi, di dalam uterus
myometrium jaringan fetus, dimana sel sistem
terjadi perubahan pada subpopulasi leukosit
imun bawaan seperti sel NK dan makrofag
endometrium (desidua). Endometrium akan
dominan
mengalami penyesuaian terhadap proteksi
imunomodulator seperti prolaktin, chorionic
lokal yang diperantarai oleh sistem imun awal
gonadotropin dan progesteron serta kemokin
(innate immun system). Limfosit T dan B
mengontrol jumlah dan jenis sel imun.
terdapat
di
desidua.
Gambar 1.Mekanisme Multipel Toleransi Ibu Terhadap Fetus
Fetus juga akan melakukan proteksi
terhadap dirinya dari serangan imun ibu yang
sel
progenitor
(8)
kehamilan.
(7,8,9)
Sel trofoblas mencegah kerusakan yang
lapisan
diperantarai antibodi dengan meningkatkan
tropoektoderm blastosit. Sel progenitor ini akan
kadar complement regulatory protein dan
bergabung membentuk lapisan sel tunggal
mengurangi cell mediated immunity dengan
yang berhubungan langsung dengan darah ibu
mengekspresikan inhibitor B7 family dan TNF
atau
sel
(Tumor Necrosis Factor) yang menginduksi
sitotrofoblas extravillous yang kontak dan
apoptosis; sitokin imunosupresif; kemokin dan
menginfiltrasi
prostaglandin
berproliferasi
dengan
untuk
desidua
leukosit
dalam
(8)
plasenta. Sel ini sangat proliferatif pada awal
diperantarai oleh sel trofoblas. Sel ini berasal
dari
Hormon
membentuk
serta
uterus
ibu
berhubungan
pada
awal
limfosit
yang
T;
mengurangi
mengeluarkan
proliferasi
hormon
kehamilan. Leukosit ini terdiri dari sel NK, sel
imunosupresif seperti progesteron; meregulasi
myelomonositik dan beberapa sel T. Sel
ketat
sitotrofoblas
proteinnya. Jika protein ini dikenali sebagai
extravillous
bermigrasi
dari
ekspresi
plasenta ke desidua dan menginfiltrasi arteri
benda
asing
spiralis ibu yang memfasilitasi aliran darah ke
menstimulasi
gen
oleh
CTL
HLA
sel
dan
imun
anti-fetal
produksi
ibu
akan
untuk
47
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
menghancurkan
sel
mengekspresikan HLA.
fetus
yang
(8)
(Killer Immunoglobulin-Like Receptor 2 DL4)
yang merupakan keluarga dari KIR. Bukti
HLA yang paling berperan dalam respon
ilmiah menunjukan bahwa fungsi primer dari
imun ibu terhadap fetus adalah HLA-G. HLA-G
HLA-G bukan presentasi antigen tapi sebagai
bisa menghambat migrasi transendothelial sel
ligan inhibitori untuk sel NK. Sel dendritik dan
NK dan bisa mengahambat sitolisis yang
makrofag mengekspresikan reseptor inhibitor
diperantari oleh sel NK dan antigen-specific
dari LILR yaitu LILRB1 dan LILRB2. LILRB1
+
CD8 T cell. Ikatan HLA-G sel trofoblas pada
dan B2 sebagian besar berikatan dengan
reseptor akan menghambat aktivasi sinyal dari
molekul HLA-I (Human Leukocyte Antigen
leukosit desidua. HLA-G dikenali oleh reseptor
Class I) dan HLA-G memiliki afinitas paling
ILT
tinggi.
(Immunoglobulin-Like
Transcript)
yang
(9)
diekspresikan oleh limfosit T dan B, serta sel
LILRB1 dideteksi pada beberapa APC
NK dan sel fagosit mononuklear. Beberapa
antara lain pada semua sel dendritik dan
penelitian
pada
makrofag, 20% pada sel NK dan 10% pada sel
monosit/makrofag merupakan reseptor utama
T. Sedangkan LILRB2 diekspresikan dalam
HLA-G, dimana monosit/makrofag merupakan
jumlah yang kecil pada sel dendritik dan
sel kedua terbanyak dalam desidua. ILT2 dan
makrofag. Interaksi antara APC dan HLA-G ini
ILT4 selanjutnya disebut sebagai LILRB1 dan
mengakibatkan
menunjukan
ILT4
(8,10,11)
B2.
down-regulation
pada
proliferasi dan respon sel T allogenik. Di
Reseptor HLA-G pada sel NK dan sel
perifer, LILRB1 juga diekspresikan oleh limfost
myelomonositik bisa diperoleh dari darah
T dan B perifer dan oleh sel NK dan
perifer. Reseptor sel NK adalah KIR2DL4
monosit.
9,10
Gambar 2.Reseptor Potensial pada Sel Imun yang Ditarget oleh HLA-G
a. Interaksi HLA-G dengan Limfosit T
(8)
usus dan oleh sel NK. Sel T mengekspresikan
Sanders et al. menyebutkan bahwa sel
CD8αβ heterodimer yang berperan sebagai
yang mengekspresikan HLA-G akan berikatan
ko-reseptor untuk sel T (TcR) dan merupakan
dengan sel yang mengekspresikan CD8α
molekul transduksi sinyal yang sangat penting
homodimer yang merupakan bentuk molekular
selama aktivasi sel T. Berikatan dengan TcR
yang diekspresikan oleh subset sel T di dalam
merupakan fungsi primer dari HLA-G.
(8)
48
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
sHLA-G memegang peranan penting dalam
meregulasi sel T CD8
+
kehamilan
dan
bersifat
tidak
selama kehamilan
perkembangan
sel
alloreaktif
mekanisme yang bisa menjelaskan toleransi
(antipaternal). sHLA-G yang terpapar sel T
sistem imun ibu terhadap fetus yaitu aktivasi
dengan
+
CD8
mengeliminasi
T
fetus.
merusak
Terdapat
dua
akan memicu ekspresi dan sekresi Fas
reseptor LILRB1 pada sel B oleh sHLA-G yaitu
ligan yang mengakibatkan kematian dari sel T
HLA-G5 dan HLA-G6 serta aktivasi reseptor
yang aktif melalui jalur Fas/Fas ligan. Pada
LILRB1 pada limfosit Th.
kehamilan sHLA-G menginduksi apoptosis sel
(8)
c.
+
CD8 yang bereaksi dengan antigen paternal,
Sel NK banyak ditemukan di desidua pada
(8)
dimana sHLA-G berada pada serum ibu.
trimester pertama dan kedua kehamilan tapi
Mekanisme lain adalah HLA-G menginduksi
toleransi
ibu
pada
antigen
fetus
Interaksi HLA-G dengan sel NK
setelah
itu
akan
terjadi
penurunan.
untuk
Sitotoksisitas sel NK desidua dipengaruhi oleh
mengurangi atau mencegah aktivitas sitotoksik
antigen HLA kelas I dan reseptor inhibisi pada
+
sel T CD8 melawan sel target, yang tidak
permukaan sel NK. Interaksi antara HLA-G
tergantung dari induksi apoptosis sel T. HLA-
dan
G1
target
permukaan sel NK mencegah sitolisis yang
potensial dari lisis sel T sitotoksik spesifik
diinduksi sel NK. Selain itu terdapat reseptor
antigen. HLA-G juga menekan ekspresi mRNA
yang dimiliki sel NK yang dapat berikatan
CD8α dan
dengan HLA-G yaitu KIR2DL4 dan LILRB1.
dalam
Mekanisme
dan
HLA-G5
(messenger
protein
melindungi
Ribonucleic
Acid)
(Interferon-γ)
IFN-γ
sel
sel
CD94/NKG2A
lain
heterodimer
dari
HLA-G
pada
yang
bisa
mononuklear tanpa menginduksi apoptosis
menghambat aktivitas sitolitik sel NK adalah
atau
merubah
mekanisme
ekspresi
ini
CD3.
Semua
adanya sel trofoblas primer dan imortal yang
mengindikasikan
bahwa
resisten pada lisis yang diperantarai sel NK.
trofoblas pada kehamilan normal tidak akan
mendapatkan respon dari CTL karena adanya
(8)
HLA-G.
(8)
d.
Interaksi HLA-G dengan APC
Terdapat dua populasi APC pada desidua
endometrium
b. HLA-G berinteraksi dengan limfosit B
selama
kehamilan
yaitu
makrofag dan sel dendritik yang kemudian
+
LILR merupakan reseptor utama pada
dibagi menjadi 3 yaitu makrofag (CD14 ), sel
limfosit T dan APC yang berikatan dengan
denritik mature (CD83 ) dan makrofag atau sel
HLA-G. Reseptor ini juga terdapat di limfosit B
dendritik
khususnya
berikatan
melibatkan APC berhubungan dengan HLA-G
dengan HLA-G karena pada ibu hamil terjadi
plasenta. Tetramer HLA-G hanya berikatan
pembentukan
HLA-G
dengan sel dendritik. HLA-G tidak mengurangi
plasenta. Selain itu pada beberapa penelitian
viabilitas sel dendritik mature dan immature
juga membuktikan bahwa pada wanita yang
tapi merubah diferensiasi sel dendritik dari
tidak pernah hamil dan laki-laki, memiliki
monosit darah atau mempengaruhi maturasi
sedikit antibodi anti-HLA-G pada serumnya.
sel dendritik. Kondisi inflamasi menstimulasi
Antibodi ini banyak ditemukan disirkulasi saat
produksi makrofag dari HLA-G karena terjadi
LILRB1
yang
antibodi
juga
terhadap
+
immature.
Respon imun yang
49
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
aktivasi IFN-γ yaitu fagosit mononuklear yang
(8)
mengandung mRNA HLA-G.
HLA-G sehingga trofoblas diserang oleh sel
NK dan CTL. Hal ini mengakibatkan invasi
trofoblas menjadi dangkal dan remodelling
Peranan
sHLA-G
dalam
Patogenesis
Preeklampsia
arteri spiralis menjadi abnormal. Gangguan
keseimbangan
Preeklampsia merupakan salah satu
komplikasi daalam kehamilan yang memiliki
imun
feto-maternal
mengindikasikan adanya graft rejection pada
(11)
kehamilan preekalmpsia.
karakteristik berkurangnya invasi trofoblas ke
Pada wanita normal, respon imunitas
desidua, disfungsi sel endothel kapiler yang
tidak akan menolak terhadap hasil konsepsi
mengakibatkan buruknya
yang bersifat asing dalam tubuh. Hal ini
Patofisiologi
HLA-G
yang
preeklampsia adalah sangat rumit, bersifat
diekspresikan trofoblas janin untuk
dapat
multifaktorial. Namuan yang paling memegang
melindungi dirinya dari penghancuran (lisis)
peranan
patofisiologi
oleh sel NK tubuh ibu. Disamping itu, HLA-G
maladaptasi
akan memudahkan invasi sel trofoblas ke
imunitas karena berkurangnya kadar HLA-G
jaringan desidua ibu. Invasi trofoblas ke dalam
yang melindungi trofoblas dari serngan imun
lapisan
ibu. Maladaptasi imun akan mengakibatkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
gagalnya
hilangnya
terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis
gagalnya
yang memberikan dampak penurunan tekanan
preeklampsia
mekanisme
yang
perfusi plasenta.
penting
dari
adalah
invasi
mendasari
adanya
trofoblas,
tolerogenik,
dan
proses
(11)
remodelling dari arteri spiralis ibu.
HLA-G
mekanisme
merupakan
yang
karena
otot
arteri
adanya
spiralis
menyebabkan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan
bagian
memungkinkan
disebabkan
dari
peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
trofoblas
Hal ini menyebabkan aliran darah ke janin
untuk invasi tanpa diserang oleh limfosit dan
cukup banyak
dan perfusi jaringan juga
sel NK desidua. Pada preeklampsia terjadi
meningkat sehingga mencukupi kebutuhan
defek pada ekspresi HLA-G oleh trofoblas
untuk pertumbuhan janin dengan baik. Proses
yang diduga disebabkan oleh mutasi dari gen
ini disebut remodelling arteri spiralis.
(11)
50
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Gambar 3. Peran HLA-G dalam Patofisiologi Preeklampsia
2009).
Pada ibu penderita preeklampsia, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G
yang bersifat
Hal
ini
terhambatnya
juga
invasi
(11)
akan
menyebabkan
trofoblas
ke
dalam
desidua. Tidak adanya HLA-G mengakibatkat
imunosupresif oleh trofoblas(Redman, et al,
tidakt
terjadinya interaksi antara trofoblas dengan sel
menginvasi lebih dalam ke desidua dan arteri
T, sel B, sel NK dan APC yang diperantarai
spiralis.
HLA-G dan reseptor inhibitor yang ada pada
(11,12)
HLA-G memiliki 7 isoform yang telah
masing-masing sel, sehingga mengakibatkan
diidentifikasi
gagalnya toleransi imun ibu terhadap fetus
bound dan 3 merupakansoluble protein. HLA-
karena aktifnya respon sitotoksik dari CTL dan
G1 memiliki struktur yang sama dengan gen
sel NK mengakibatkan lisisnya trofoblas. Hal
HLA kelas I lainnya, sedangkan isoform G2
inilah
terjadinya
dihasilkan dari penghilangan exon 3. Dua
preeklampsia.
isoform diekspresikan sebagai soluble protein
Tidak adanya trofoblas yang menginvasi arteri
yaitu HLA-G5 (sG1) dan HLA-G6 (sG2). HLA-
spiralis
kecacatan
G3 dihasilkan dari penghilangan exon 3 dan 4,
vaskularisasi plasenta sehingga arteri spiralis
HLA-G4 dan G7 tidak banyak terdapat di
yang
maladaptasi
mengakibatkan
imunitas
ini
pada
berperan
dalam
(9,11)
menjadi kaku dan lebih sempit.
yaitu
4
merupakanmembrane
plasenta. Dari ketujuh isoform ini diketahui
Hackmon et al. menemukan bahwa
bahwa
HLA-G5
dan
HLA-G6
merupakan
penurunan ekspresi HLA-G selama kehamilan
isoform yang paling berperan dalam respon
akan memicu respon penolakan autoimun
imun ibu terhadap fetus,dimana HLA-G5 dan
yang bermanifestasi pada perubahan kadar
HLA-G6 merupakan soluble HLA-G. sHLA-G
substansi
ini bisa dideteksi di darah wanita hamil dan
inflamasi.
Trofoblas
yang
tidak
mengekspresikan HLA-G rentan mengalami
lisis
oleh
sel
NK
desidua
dan
(7,11,13)
cairan amnion.
dicegah
51
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Gambar 4.Tujuh Isoform dari HLA-G yang Berparan dalam Respon Imun
Adanya
kehamilan
sHLA-G
akan
menjadi
berhasil
parameter
tanpa
(14)
Upaya Dini dalam Mendiagnosis Preeklampsia
adanya
Pemeriksaan
dengan
menggunakan
penolakan dari ibu. Pada regio sHLA-G tidak
metode HLIT membuka peluang yang cukup
ada polimorfisme yang dideteksi sehingga
besar
tidak dianggap sebagai benda asing. sHLA-G
perkembangan menjadi preeklampsia pada
disintesis oleh sel trofoblastik dan interferon γ-
wanita hamil yang beresiko. Metode HLIT yang
activated macrophage tapi tidak disintesis oleh
terdiri dari pemeriksaan HLA-G dan LILRB1 ini
fibroblast plasenta. sHLA-G bersirkulasi pada
dapat
darah ibu selama kehamilan, dimana yang
sebelum
dominan adalah sHLA-G2 (HLA-G6). HLA-G
(hipertensi
banyak
kehamilan pada usia kehamilan 20 minggu).
terdapat
kehamilan
yang
pada
trimester
akan
menginduksi
protektif melawan lisis dari sel NK.
pertama
efek
(7,13,15)
Pada
dalam
upaya
digunakan
sebagai
terjadinya
dan
metode
dini
pencegahan
diagnosis
gejala
proteinuria
HLIT,
awal
preeklampsia
selama
pemeriksaan
masa
dapat
dilakukan sedini mungkin yaitu pada usia
sHLA-G merupakan faktor yang memicu
kehamilan
4
minggu
pada
wanita
hamil
alloreactive maternal T cell berikatan dengan
beresiko. Hal tersebut memiliki keuntungan
paternal allopeptid dan berinteraksi dengan sel
dibandingkan dengan pemeriksaan standar
T. Ikatan molekul sHLA kelas I dengan CD8
yang umumnya dilakukan pada wanita hamil
memicu ekspresi Fas ligan dan apoptosis dari
beresiko untuk mendiagnosis preeklampsia
sel imun yang aktif oleh interaksi Fas/Fas ligan
pada usia kehamilan 20 minggu.
dan
mengakibatkan
imunosupresi.
Efek
Upaya dini yang dilakukan adalah
supresi yang kuat dari sHLA-G ada respon
dengan mengukur kadar HLA-G yaitu sejenis
alloproliferatif dari sel T menunjukan kadar
antigen yang dibentuk fetus untuk melindungi
(11)
yang lebih tinggi dari isoform sHLA-G5.
diri dari serangan imun ibu. Apabila diketahui
Aplikasi Penggunaan Metode HLIT (sHLA-G
kadar HLA-G pada serum ibu hamil di bawah
dan LILRB1 Immunology Test) sebagai
normal (normalnya 15,2 ± 8,6ng/ml) 13,4 ±
Metode Diagnosis Dini Preeklampsia
10,1ng/ml,
dapat
dilakukan
pencegahan
52
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
perburukan kondisi menjadi preeklampsia lebih
awal,
16,17
sehingga gejala preeklampsia tidak
untuk memunculkan suatu sinyal sehingga
(19,20)
dapat terdeteksi.
muncul dan semakin parah menjadi eklampsia.
Prinsip dasar pemeriksaan kadar HLA-G
Waktu pemeriksaan yang dapat dilakukan
dalam sampel darah ibu hamil dengan metode
sedini mungkin pada usia kehamilan 4 minggu
direct, yaitu menggunakan dua antibodi, anti-
yaitu pada usia sempurnanya perkembangan
LILRB1-PE dan anti-HLA-G. Keseluruhan uji
plasenta.
Perkembangan
ELISA dilakukan pada 40-Well Plate mikrotiter.
sempurna
ditandai
plasenta
dengan
yang
terbentuknya
100
µl
anti-LILRB1-PE
sirkulasi darah maternal dan sirkulasi darah
dilarutkan
fetus sehingga HLA-G sudah beredar pada
mendapatkan
(17,18)
dengan
diencerkan
coating
konsentrasi
buffer
akhir
atau
untuk
0,5µg/ml
kemudian ditambahkan ke masing-masing well
sirkulasi darah ibu.
Upaya pencegahan perburukan kondisi
dengan pembagian yang rata (50ng/100 ml).
menjadi preeklampsia yang dapat dilakukan
Plate diinkubasi selama 24 jam pada suhu 4 C.
yaitu
resiko
Plate dicuci menggunakan PBS Tween 0,2%
hipertensi. Caranya yaitu mengevaluasi dan
(Tween 20) sebanyak 3 kali dalam suhu
monitoring tekanan darah sehingga tidak
ruangan. 50 µl sampel darah yang telah
terjadi
atau
diencerkan dengan assay buffer ditambahkan
hipertensi selama kehamilan. Jenis dan pola
pada plate dan diinkubasi selama 2 jam pada
makanan yang seimbang dan teratur dapat
ELISA plateshaker. Kemudian plate dicuci
membantu stabilisasi tekanan darah, begitu
dengan Tween 0,2% sebanyak 3 kali.
dengan
menghindari
peningkatan
tekanan
faktor
darah
o
(10,19)
juga dengan mengurangi resiko stress dan
SA
HRP
(enzim)
yang
diencerkan
dengan assay buffer ditambahkan ke masing-
kecemasan.
masing ruang plate sebanyak 50 µl kemudian
Pemeriksaan HLA-G dalam Sampel Darah
diinkubasi selama satu jam pada ELISA
Menggunakan teknik ELISA
plateshaker. Plate selanjutnya dicuci sebanyak
Pada
metode
teknik
3 kali dengan Tween 0,2% dan menambahkan
ELISA (Enzyme-Link Immunosorbent Assay)
50 µl substrat sure blue TMB 100 µl pada
secara spesifik dan paling sederhana yaitu
masing-masing ruang plate. Inkubasi kembali
teknik ELISA Direct. Teknik ELISA Direct
selama 20-30 menit pada ruangan gelap.
menggunakan suatu antigen atau antibodi lain
Reaksi enzim kemudian dihentikan dengan
yang bersifat spesifik dengan antibodi atau
menambahkan 50 ml H2SO4 2N pada masing-
antigen yang akan diuji. Antigen/antibodi yang
masing ruang. Pembacaan hasil menggunakan
diuji
elisa reader dengan panjang gelombang atau
tersebut
akan
ini
digunakan
bertautan
dengan
(10,19)
antibodi/antigen yang spesifik dicampurkan ke
lamda
atas permukaan sehingga muncul interaksi
kuantitas
kadar
antara antigen dan antibodi yang bersesuaian.
dengan
menggunakan
Suatu substrat ditambahkan ke permukaan
450-492nm.
Untuk
HLA-G
(20)
sebagai alat bantu.
dapat
menghitung
dilakukan
spektrofotometer
Pengujian antibodi anti-
HLA-G dilakukan dengan konsentrasi yang
53
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
sama pada 10 ruangan pada plate yang sama
(10)
perbandingan dengan pemeriksaan yang saat
dengan anti-LILRB1-PE.
ini telah banyak digunakan sebagai baku emas
Analisis Manfaat Metode HLIT (sHLA-G dan
yakni
LILRB1 Immunology Test) sebagai Metode
proteinuria.
Diagnosis Dini Preeklampsia
preeklampsia,pemeriksaan tekanan darah dan
Pemahaman
patogenesis
bahwa
tentang
HLIT
preeklampsia
HLIT
memegang
pemeriksaan
tekanan
darah
Dalam
dan
kasus
dalam
proteinuria berperan sebagai diagnosis dini.
menunjukkan
Seperti yang telah dijabarkan di awal, bahwa
yang
arteri spiralis mengalami vasokontriksi yang
esensial. Fungsinya dalam mendiagnosis dini
menyebabkan terjadinya iskemia sehingga
preeklampsia yang berhubungan dengan teori
merangsang pembentukan radikal bebas yang
imunitas.Bukti dari penelitian terkait yang ada
mengakibatkan disfungsi endotel. Disfungsi
menunjukkan potensi yang tinggi dari HLIT
endotel
dalam
menyebabkan hipertensi dan pada pembuluh
memberikan
peranan
gambaran
dalam
mendiagnosis dini preeklampsia.
tidak
hanya
ginjal
sistemik
menyebabkan
(21)
proteinuria.
Tanda hipertensi dan proteinuria
merupakan kondisi lanjut atau komplikasi
Sejumlah
akibat disfungsi endotel yang biasanya terjadi
molekul HLIT yang berada dalam darah
pada kehamilan di atas 20 minggu. Terkadang
membuka
pula tanda hipertensi dan proteinuria terkontrol
biopsi
peluang
diukur
darah
melalui
pemeriksaan
dapat
pembuluh
darah
HLIT yang memiliki peranan intraseluler
yang
pada
plasenta.
yang
tinggi
dalam
penggunaannya sebagai penanda baru yang
normal
efektif dan tidak terlalu invasif dalam diagnosis
patofisiologi
dini preeklampsia. Terlebih lagi telah terdapat
sehingga dapat menyebabkan keterlambatan
penelitian
pada
tetapi
secara
sistem
preeklampsia
imunitas
telah
terjadi
wanita
hamil
yang
dalam penanganan preeklampsia sejak dini
HLIT
berada
dalam
dan bahkan telah berlanjut ke eklampsia serta
serum maternal. Namun hal ini memerlukan
komplikasi lainnya.Hal ini menunjukkan bahwa
penelitian lebih lanjut untuk memperkuat bukti
hipertensi dan proteinuria kurang mampu
ilmiah.
memberikan
menunjukkan
bahwa
10
Pemeriksaan
HLIT
juga
kelemahan terkait kadarnya
memiliki
yang rendah
dalam serum ibu jika dibandingkan dengan di
desidua
atau
plasenta
sehingga
diagnosis
dini
terjadinya
preeklampsia.
Perbandingan
antara
metode
HLIT
untuk
dalam darah dan pemeriksaan tekanan darah
pemeriksaan yang lebih baik adalah dengan
dan proteinuria merujuk pada kemampuan
menggunakan biopsi plasenta.
(9)
diagnosis awal yang lebih baik dari HLIT. Hal
HLIT yang telah meningkat sejak proses
ini mengarah pada peluang yang lebih baik
pembentukan plasenta dimulai yaitu pada
dalam terapi saat ini dimana lebih mengarah
minggu ke-4 memberikan keuntungan yang
dalam menghambat progresivitas. Diagnosis
sangat besar jika diaplikasikan sebagai faktor
dini yang tepat sebelum timbulnya tanda
diagnosis dini. Metode HLIT yang berpotensi
berupa hipertensi dan proteinuria memberikan
sebagai faktor diagnosis dini tentu memerlukan
54
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
harapan
yang
tinggi
dalam
mencegah
peralihan preeklampsia menjadi eklampsia.
dalam darah berkisar pada skala mikro dan
Aplikasi metode HLIT dalam darah untuk
mendiagnosis
preeklampsia
paling efektif mengingat konsentrasi HLIT
memerlukan
proses
memiliki
penggunaan
ELISA
feasibilitas yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh
pemeriksaan
utama
tersedianya
operasional
alat
yang
diperlukan.
Biaya
yang
multiplikasi.
Namun
sebagai
metode
memerlukan
cukup
tinggi.
biaya
Hal
ini
pemeriksaan sebanding dengan manfaat yang
menuntut penelitian lebih lanjut dalam hal
didapapatkan
penggunaan
menunjukkan bahwa metode
metode
terkait
sehingga
HLIT memiliki peluang yang tinggi untuk
didapatkan suatu metode yang lebih mudah
diaplikasikan
dan efisien.
mengingat
spesifitas
dan
keuntungan yang diberikan lebih menjanjikan.
Penggunaan
metode
HLIT
dalam
Pada tabel 1 diberikan analisis biaya dalam
mendiagnosis dini preeklampsia memerlukan
aplikasi HLIT menggunakan alat dan reagen
penelitian lebih lanjut untuk menilai sensitivitas
yang sesuai dengan penelitian terkait HLIT
dan spesifisitas pemeriksaan ini. Disamping
dalam serum.
itu, diperlukan pula penelitian epidemiologi
Potensi yang tinggi dari HLIT tentunya
tidak
lepas
dari
adanya
kekurangan.
terkait batasan kadar HLIT dalam darah
penderita preeklampsia yang berguna dalam
Terbatasnya metode pemeriksaan yang dapat
interpretasi
mengukur kadar HLIT dalam darah menjadi
menyempurnakan
kekurangan
marker diagnosis dini.
utama
dari
aplikasi
HLIT.
data
diperlukan
untuk
penggunaanya
sebagai
Penggunaan ELISA menjadi metode yang
Tabel 1. Analisis biaya pemeriksaan HLIT dalam darah
Jenis Pengeluaran
Harga
Biaya
(Rp)
pakai (Rp)
Washer Systems
12.042.927
12.043,93
ELISA Plate Readers
12.042.927
12.043,93
Single Channel Manual Adjustable Pipettor
2.738.087
2.738,09
Mesin sentrifugasi
3.767.403
3.767,40
Membran sentrifugasi
1.981.758
1.982,76
Inkubator
3.661.404
3.661,40
Spuit
400.000
4.000,00
Microwell plate 40 (Santa Cruz)
2.054.250
17.118,75
Tabung EDTA
300.000
3.000,00
sekali
Peralatan
Subtotal
55.104,66
Bahan
Bufer Fosfat 500ml (Santa Cruz)
182.600
1.826
55
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Tween-20 500ml (Santa Cruz)
228.250
2282,5
Sampel darah 2 ml
1.241.680
12.416,8
Antibodi anti HLA-G 50 µL
2.503.440
25.034,4
Antibody anti LILRB1 50 µL
2.503.440
25.034,4
Subtotal
85.888,2
Lain – lain
Biaya analis
40.000
40.000
Subtotal
40.000
TOTAL BIAYA PEMERIKSAAN
170.992,86
SIMPULAN
sHLA-G
Berdasarkan
analisis
dan
sintesis
atas
gagasan yang dikaji, maka dapat disimpulkan
mengakibatkan
imunitas
arteri
Peranan sHLA-G sebagai pertahanan
fetus terhadap sistem imun ibu pada
kehamilan
adalah
rendah
ini
maladaptasi
sehingga
sel
trofoblas
tidak bisa menginvasi desidua dan
beberapa hal sebagai berikut :
1.
yang
sebagai
proteksi
trofoblas yang akan berikatan dengan
spiralis
kecacatan
serta
terjadilah
vaskularisasi
yaitu
penyempitan arteri spiralis yang
mengakibatkan
tekanan
darah
meningkat.
reseptor pada sel T, sel B, sel Nk dan
APC, dimana yang dominan sebagai
3.
menggunakan 2 antibodi yaitu
imun ibu terhadap fetus dengan supresi
anti-LILRB1 dan anti-HLA-G.
pada lisis oleh sel NK dan sitotoksik oleh
ini
akan
Melalui diagnosis awal dapat
mencegah
dilakukan
pengenalan fetus sebagai benda asing
evaluasi
sHLA-G
dalam
serum
rendahnya
wanita
sHLA-G
pada
hamil
yang
mengalami preeklampsia. Dimana
penurunan kadar sHLA-G ini sudah
terjadi
saat
plasenta
mulai
mengalami maturasi yaitu pada
usia kehamilan 4 minggu. Kadar
dan
monitoring
tekanan darah sehingga tetap
patogenesis preeklampsia didasarai
oleh
dini
menjadi preeklampsia seperti
berkembang dengan baik.
Peranan
pencegahan
terhadap perburukan kondisi
oleh sistem imun ibu sehingga fetus dapat
2.
pada
dengan metode ELISA dengan
akan mengakibatakn toleransi dari sistem
Toleransi
HLA-G
sampel darah dapat dilakukan
reseptor inhibisi adalah LILRB1. Ikatan ini
CTL.
Pemeriksaan
stabil.
4.
Keuntungan penggunaan HLIT
yakni
mampu
diagnosis
memberikan
lebih
dini
dari
pemeriksaan yang sudah ada
untuk
preeklampsia,
mendiagnosis
dimana
56
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
pemeriksaan ini bisa dilakukan
pencegahanperburukan
pada
preeklampsia.
usia
minggu.
juga
kehamilan
Penggunaan
memiliki
kelemahan
4
HLIT
beberapa
terkait
kondisi
kadarnya
DAFTAR PUSTAKA
1.
Uzan
Jennifer,
Carbonnel
Marie,
yang rendah dalam serum ibu
Piconne Olivier, Asmar Roland, Ayoubi
jika dibandingkan dengan di
Jean-Marc.
desidua
Pathophysiology,
atau
Dengan
plasenta.
memperhatikan
HLIT
dini,
penggunaan
tentunya
Diagnosis,
and
Management. Vascular Health and
potensinya dalam memberikan
diagnosis
Pre-Eclampsia:
Risk Management. 2011:7:467–474.
2.
Hernawati, I. Analisis Kematian Ibu Di
memiliki
Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan
prospek yang cerah dalam
Data SDKI, Riskesdas Dan Laporan
mengurangi angka mordibitas
Rutin KIA. 2011. [cited: March 21,
dan
2013].
mortalitas
akibat
preeklampsia.
Available
from:
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/
wp-
SARAN
content/uploads/downloads/2011/08.
Beberapa saran yang dapat diberikan melalui
3.
karya tulis ini antara lain:
1.
Lana
Management
K.
American
pengambilan
Volume 70, No. 12.
sampel
HLA-G
pada
4.
Physician.
2004.
to
Increased
Cascade. Journal of Biotech Research
darah sangat diperlukan mengingat
2012:4:26-43.
saat ini yang dapat digunakan hanya
metode ELISA sehingga diharapkan
Leading
Activation of The Blood Coagulation
dapat mengukur kadar HLIT dalam
biaya
Preeclampsia.
Alladin Ambreen A, Harrison Melinda.
Damage
Penelitian terkait metode baru yang
menurunkan
Family
and
Preeclampsia: Systemic Endothelial
spesifisitas yang lebih tinggi.
dapat
Diagnosis
of
Pengembangan metode HLIT dengan
plasenta agar memiliki sensitivitas dan
2.
Wagner,
5.
Ghulmiyyah
L,
Sibai
B.
Mortality
dan
Maternal
from
Preeclampsia/Eclampsia. US National
memudahkan proses pemeriksaan.
Library of MedicineNational Institutes
3.
Penelitian terkait intervensi terhadap
peranan
HLIT
dalam
patogenesis
of Health. 2012.
6.
EHN
(European
Heart
Network).
Disease
Statistics.
preeklampsia menjadi hal yang sangat
Cardiovascular
esensialHal ini dikarenakan peranan
2012. [cited: March 21, 2013] Available
dari HLIT yang sangat vital dalam
from
http://www.ehnheart.org/cvd-
statistics.html.
57
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
7.
Bouteiller
Philippe
Valerie.
HLA-G
Journals
8.
of
Le
and
and
Mallet
Pregnancy.
Reproduction
and
467.
13. Hunt Joan S., Jadhav Lalita, Chu
Fertility.1997: 2:7-13.
Wenjiang, Geraghtyn Daniel E, and
Hunt Joan S., Petroff Margaret G.,
Ober
McIntire Ramsey H., and Ober Carole.
Circulates in Maternal Blood During
HLA-G and Immune Tolerance in
Pregnancy. Am
Pregnancy.
2000;185: 682-688.
The
FASEB
Journal.
2005:10:681-690.
9.
Biology of Reproduction. 2008:79:459-
14. Menier
Carole.
Soluable
HLA-G
J Obstet Gynecl.
Catherine,
Freiss
Nathalie
Apps Richard, Gardner Lucy, Sharkey
Rouas, and Carosella Edgardo D. The
Andrew M, Holmes Nick and Moffett
HLA-G Non Classical MHC Class I
Ashley. A Homodimeric Complex of
Molecule is Expressed in Cancer with
HLA-G on Normal Trophoblast Cells
Poor Prognosis. Implications in Tumor
Modulates
Escape from Immune System and
Antigen-Presenting Cells
Via LILRB1. European Journal of
Clinical
Immunology 2007:37:1924-1937.
Cytogenet
10. Changlin Li, Houser Brandy L., Nicotra
Matthew L., and Strominger Jack L..
Applications.
Atlas
Oncol
Genet
Haematol
2008:1:879-886.
15. Hylenius Sine, Andersen Anne-Marie
HLA-G Homodimer-Induced Cytokine
Nybo,
Secretion Through HLA-G Receptors
Thomas
on Human Decidula Macrophages and
Between HLA-G Genotype and Risk of
Natural
Preeclampsia: A Case-Control Study
Killer
Cells.
PNAS
Early
Edition. 2009:1:1-6.
Melbye
Mads,
Vauvert
F.
and
Hviid
Assosiation
Using Family Triads. Molecular Human
11. Laskowska Marzena and Oleszczuk.
Reproduction. 2004:10(4):237-246.
Serum Soluable Human Leukocyte
16. Sulistyowati S. Ekskresi Protein in
Antigen-G in Pregnancies Complicated
MHC Class IB (HLA-G & QA-2) yang
by Severe Preeclampsia. Archives of
Rendah
Terhadap
Profil
Perinatal
VCAM-1
dan
MMP-9
Medicine. 2011:17(3):147-
152.
Preeklampsia.
12. Moreau Philippe, Contu Licinio, Alba
dengan
Orru Sandro, Carcassi Carlo, Roger
2011.
Rabreau
Michele,
and
70
pada
pada Ibu
Hamil dan Hewan Coba Musculus
Francesco, Lai Sara, Simoes Renata,
Michel,
Penelitian
Hsp
Model
Disfungsi
Endotel.
17. Widyani N. Fisiologi Plasenta. Bagian
Carosella Edgardo D. HLA-G Gene
Obstetri
dan
Ginekologi
Fakultas
Polymorphism in Human Plasentas:
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Possible Association of G*0106 Allele
2011.
with Preeclampsia and Miscarriage.
58
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
18. Kliman H. J. From Trophoblast to
Human
Placenta.
Yale
University
School of Medicine. 2010.
19. Anonim. ELISA. 2009. [cited: March
20,
2013].
Available
from:
http://www.scribd.com/doc/39010855/
ELISA.htm.
20. Hartanto J. Prosedur ELISA HSP 70.
2012.
[cited:
March
Available
20,
2013].
from:
http://www.scribd.com/doc/prosedurelisa-hsp-70.htm.
21. Cunningham F. Gary, Leveno Kenneth
J., Bloom Steven L., Hauth John C.,
Rouse Dwight J., Spong Catherine Y.
Obstetri Williams Edisi 23 Volume 2.
Jakarta: EGC. 2009\
59
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
KETOASIDOSIS DIABETIK PADA DIABETES MELITUS
TIPE I
Laporan
Kasus
1
1
1
Dimas Priantono, Abirianty Priandani Araminta, Antari R. Harmani, Toto
1
2
3
Suryo Efar, Eka Nurfitri, Bambang Tridjadja
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2
, SMF Anak, Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
3
, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr.
Cipto Mangunkusumo
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akhir pada kelainan metabolik akibat
defisiensi insulin berat. Dibandingkan dengan kegawatan lain di bidang ilmu kesehatan anak, KAD
pada DM relatif lebih jarang, tetapi dapat berakibat fatal.
Ilustrasi Kasus: Seorang anak perempuan, 14 tahun 3 bulan, berat badan 40 kg, datang ke instalasi
gawat darurat dengan keluhan utamalemas yang memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengalami penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan, banyak minum, dan banyak
berkemih. Riwayat penyakit dahulu dan keluarga diabetes disangkal. Pasien tampak sakit berat,
tampak sesak, pernapasan Kussmaul, kesadaran apatis, pemeriksaan fisis lain dalam batas normal.
3
Leukosit 24.800/mm ; gula darah sewaktu (GDS) 1.228 mg/dL; pH 7,139; HCO 34,6 mmol/L; Keton urin
+2; HbA1C>15,0. Pasien didiagnosis sebagai KAD pada DM tipe 1. Tatalaksana awal dengan cairan
NaCl 0,9% 2000 cc dalam 1 jam, O2 nasal kanul 3 liter/menit, reguler insulin (RI) 4 IU/jam intravena
(IV), RI 10 IU subkutan (SC), sefotaksim 3x1g. Pasien dirawat dengan tatalaksana lanjutan insulin
®
®
detemir (Levemir ) 24 IU malam, insulin aspart (Novorapid ) 7-10-7 IU, sefotaksim 3x1g.
Diskusi: Pada kasus ini, keluhan utama pasien tidak spesifik untuk DM tipe 1 sehingga pasien
awalnya tidak terdiagnosis. Pasien terdiagnosis setelah jatuh dalam kondisi KAD. Diagnosis KAD
pada pasien didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis, dan terutama pemeriksaan penunjang.
Sebagai kesimpulan, penting bagi para dokter agar mampu mendiagnosis dan menatalaksana secara
tepat KAD pada DM tipe 1.
Kata Kunci: diabetes melitus, ketoasidosis, pediatri
ABSTRACT
Introduction: Diabetic ketoacidosis (DKA) is a terminal condition in metabolic abnormalities caused
by severe insulin deficiency. Compared to other emergencies in pediatrics, this condition is relatively
rare but can be lethal.
Case: A female child, 14 years 3 months old, body weight 40 kilograms, came to emergency
department with increased fatigue since 1 week before admission. Shelost 5 kilograms in the last
month. She also drank and urinated more than usual. There was no relevant past or family medical
history.The patient was severely ill, dyspnea, Kussmaul respiration, apatic, other physical examination
3
results were normal. White blood cells (WBC) 24,800/mm ; plasma glucose level 1,228 mg/dL; pH
7,139; HCO34,6 mmol/L; urinary ketone +2; HbA1C>15,0. We diagnosed her as DKA in type I DM.
Initial treatment wereIV NaCl 0.9% 2000 cc in1 hour, O 2 3 liters/minute by nasal cannulae, regular
insulin (RI) 4 IU/hour drip IV, RI 10 IU subcutaneus (SC), cefotaxime 3x1g. At the ward, we gave
®
®
insulin detemir (Levemir ) 24 IU at night, insulin aspart (Novorapid ) 7-10-7 IU and cefotaxime 3x1g.
Discussion: In this case, the chief complaint is not specific, therefore the diagnosis was delayed.This
patient was diagnosed after she was already in DKA state. We diagnosed her based on history taking,
physical examination and mainly, laboratory studies. We conclude that it is important for general
practitioners to be able to diagnose and treat DKA in type I DM.
Keywords: diabetes mellitus, ketoacidosis, pediatric
PENDAHULUAN
Ketoasidosis
diabetik
terjadi pada anak dengan atau tanpa diagnosis
(KAD)
merupakan
keadaan akhir pada kelainan metabolik akibat
defisiensi insulin berat.
(1,2)
Kondisi ini dapat
diabetes melitus (DM) sebelumnya, baik DM
tipe 1 maupun tipe 2.
(1,2,3)
Pada anak dengan
DM tipe 1, risiko terjadinya KAD adalah 1-10%
60
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
per pasien per tahun.
(4)
Di Negara maju
dilakukan tes Widal namun hasil positif dan
sekalipun, 15-70% anak dengan DM datang
pasien dipulangkan. Delapan belas
pertama
dan
SMRS pasien merasa sangat tidak enak badan
didiagnosis sebagai DM setelah jatuh dalam
sehingga dibawa oleh orang tuanya ke RS
kondisi KAD.Diagnosis KAD pada anak lebih
Prikasih. Di RS Prikasih pasien diperiksa
sulit dibandingkan pada orang dewasa, karena
glukosa darah dan hasilnya sangat tinggi.
sulitnya menggali keluhan dari anamnesis
Karena keterbatasan fasilitas pasien kemudian
kali
ke
fasilitas
kesehatan
pada anak dengan usia muda.
(5)
dirujuk ke RS Fatmawati.2
Anak dan remaja yang mengalami KAD harus
Pasien
ditatalaksana secara menyeluruh di pusat
sebelumnya. Riwayat keluhan yang sama
kesehatan yang memiliki protokol manajemen
sebelumnya (-), dinyatakan diabetes (-), asma
KAD dan memiliki pengalaman menangani
(-), alergi (-). Riwayat sakit tenggorokan
kasus-kasus serupa.
(6)
Oleh karena itu, melalui
tidak
dengan
demam
pernah
dirawat
tinggi
di
RS
disangkal.Riwayat
laporan kasus ini penulis ingin memberikan
penyakit keluarga, yaitu diabetes melitus (-),
salah satu contoh kasus KAD pada anak,
hipertensi (+) kakek pasien, penyakit tiroid (-),
penatalaksanaan yang dilakukan, serta telaah
riwayat sakit jantung (-), sakit paru (-), asma (-
terhadap penatalaksanaan tersebut.
), alergi obat/makanan (-).
Riwayat Kelahiran dan Tumbuh Kembang
ILUSTRASI KASUS
atau obat-obatan disangkal. Keluhan selama
An. PS, perempuan, 14 tahun 3 bulan, datang
kehamilan
dengan
semakin
spontan, cukup bulan, dibantu oleh bidan.
memberat sejak satu minggu sebelum masuk
Berat badan lahir 2000 gram, panjang lahir 48
rumah sakit(SMRS).
cm, langsung menangis. Riwayat biru atau
keluhan
emas
yang
Tidak ada kelemahan
juga
disangkal.
Pasien
lahir
sesisi atau anggota gerak, dan masih dapat
kuning saat lahir disangkal.
beraktivitas ringan. Makan pasien sebelumnya
Saat ini pasien duduk di kelas III SMP.
teratur, suka mengemil, tetapi sejak satu
Prestasi belajar cukup baik, tidak pernah ada
minggu terakhir tidak nafsu makan karena
riwayat tinggal kelas. Status pubertas A2M3P2.
mulutnya terasa pahit. Pasien mengeluh nyeri
Payudara mulai tumbuh umur 10 tahun,
perut di ulu hati, mual, muntah berisi cairan
menarche pertama kali dan pertumbuhan
bening sebanyak dua kali. Pasien mengalami
rambut pubis pertama dimulai saat usia 11
penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam
tahun.
satu bulan. Pasien mengeluh banyak minum,
banyak BAK dan terbangun untuk BAK di
Riwayat Nutrisi, Imunisasi, dan Sosial
malam
asien sehari-hari makan 3x sehari terdiri dari
hari.
BAB
normal,
tidak
diare.
Penglihatan kabur dan kesemutan disangkal.
Tiga
disertai cemilan ringan, berupa biskuit dan
demam namun tidak terlalu tinggi. Keluhan
kue-kue kecil. Sebelum masuk rumah sakit,
batuk, sesak nafas, nyeri menelan disangkal.
napsu makan pasien menurun dan makan
Pasien merasa semakin lemas dan tidak nafsu
hanya sedikit. .
Pasien
SMRS
sempat
pasien
menu keluarga
sempat
makan.
hari
nasi dan lauk pauk sesuai
dibawa
ke
RS,
61
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran
: GCS E3M5V4=12
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Frekuensi nadi
: 100x/menit, reguler, isi cukup, ekual di keempat ekstremitas
Frekuensi nafas
: 30x/menit, reguler, dalam, tipe torako abdominal,irama Kussmaul
Suhu
: 36,7ºC aksila
Berat badan
: 40 kg
Tinggi badan
: 156 cm
Mata
: pupil bulat, isokor, RCL (+/+), RTCL (+/+)
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT
: tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), sekret dari telinga (-),
nyeri tekan sinus (-), septum deviasi (-)
Mulut
: oral hygiene baik, mukosa basah
Leher
: kaku kuduk (-), tiroid dan KGB tidak teraba pembesaran
Paru
: vesikular +/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
: bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
: datar, lemas, distensi (-), venektasi (-), supel, hati dan limpa tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgorbaik, massa (-), timpani, bising usus (+) normal 6x/menit
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), parut BCG (+)
Status gizi
: Berat badan = 40 kg
Tinggi badan = 156 cm
Kesan klinis gizi cukup
2
IMT = 16,43 kg/m =persentil 10 normal
BB/U = persentil 10  normal
TB/U = persentil 25  normal
BB/TB
=
40/45
x
100%
=
88,89%

gizi
kurang
Gambar 1. Pemantauan gula darah
62
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1.Hasil pemeriksaan laboratorium
Hematologi
Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED
MCV
MCH
MCHC
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
GDS
Na
K
Cl
Keton
Gas Darah
pH
PCO2
PO2
HCO3
SaO2
BE
TCO2
Urinalisa
Urobilinogen
Protein
BJ
Bilirubin
Keton
Nitrit
pH
Leukosit
Hb
Glukosa
Warna
Kejernihan
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
15 Jan
(01.30)
12,2
37
4,35
24.800
276.000
15 Jan
(05.00)
15 Jan
(14.00)
15 Jan
(19.00)
16 Jan
16 Jan
(20.00)
94,4
27,9
29,6
16
14
150
3,3
1.228
141
5,4
90
4,40
1.414
7,139
14
37,6
4,6
57,4
-21,9
5,1
711
159
4,61
112
829
165
5,48
109
7,106
6,3
190,3
1,9
98,9
-24,8
2,1
7,419
24,5
115,4
15,5
98,4
-6,9
16,3
7,509
18,7
186,6
14,6
99,4
-5,61
15,1
0,2
Trace
< 1,005
Negatif
2+
Negatif
5,0
Negatif
3+
3+
Kuning
Jernih
1+
3-4
>50
Negatif
0,2
1+
< 1,005
Negatif
2+
Negatif
5,5
Trace
3+
3+
Kuning
Sl
1+
Cloudy
3-5
50
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
160
2,35
125
7,463
19,6
178,3
13,7
99,3
-7,3
14,3
7,538
24,7
140,8
20,6
99,1
-0,2
21,3
17 Jan
(07.30)
11,4
32
3,97
20.600
166.000
43
80,4
28,6
35,6
154
3,82
110
Satuan
g/dL
%
Juta/µL
/µL
/µL
mm
fl
pg
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmHg
mmHg
mmol/L
%
mmol/L
mmol/L
0/1/84/12/2, retikulosit 6,3, eroimunologiASTO
khusus (
(+), dan CRP 29. Dari hasil morfologi darah
Januari 2012), yaitu <0,10(normal0,9-7,1) dan
tepi tersebut didapatkan kesan leukositosis.
>15,0(normal 4,5 – 6,3). Pemeriksaan tanggal
Pemeriksaan foto polos toraks PA didapatkan
17 Januari 2012: eukosit20.600, hitung jenis
kesan paru dan jantung dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium
63
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
2
Diagnosis, Tata Laksana, dan Prognosis
ketonemia
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan di atas,
didapatkan gejala diabetes melitus: polidipsia,
pasien
ketoasidosis
poliuria, polifagia, nokturia, enuresis, dan anak
diabetik pada diabetes melitus tipe 1. Tata
lemah (malaise); riwayat penurunan berat
laksana yang diberikan antara lainloading NaCl
badan dalam beberapa waktu terakhir yang
0,9% 800 cc dalam 1 jam, dilanjutkan rumatan
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Selain itu,
3800 cc /48 jam. Selain itu, juga diberikan
juga dapat ditemukan nyeri perut, mual,
O2nasal kanul 3 lpm, reguler insulin 4 IU/jam
muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur
drip IV, RI 10 IU SC untuk koreksi tambahan,
pada alat kelamin, dan keputihan, dehidrasi,
dan sefotaksim 3x1g. Progonis pasien yaitu d
hiperpnea, napas berbau aseton, syok dengan
vitambonam, d fungsionambonam, dan ad
atau
sanasionamdubia ad bonam.
ditemukan dehidrasi berat namun masih terjadi
didiagnosis
sebagai
tanpa
poliuria.
DISKUSI
dan
(2,5,6)
ketonuria. Dari
koma.Dicurigai
anamnesis
KAD
apabila
Pada pemeriksaan fisis pasien
dengan KAD, dapat ditemui gejala asidosis,
Ketoasidosis
diabetik
(KAD)
dehidrasi dengan atau tanpa syok; pernapasan
pada kelainan
Kussmaul (pada kasus yang berat dapatterjadi
metabolik akibat defisiensi insulin berat. KAD
depresi napas); mual, muntah, dan sakit perut
juga dapat terjadi akibat gangguan efektivitas
seperti akut abdomen; penurunan kesadaran
kerja insulin, misalnya pada keadaan stres,
hingga koma; demam; napas berbau aseton;
ketika
sertapeningkatan produksi urin.
merupakan keadaan akhir
terjadi
sekresi
hormon
counter-
(2,5,6)
regulatory yang menghambat kerja insulin.
ada kasus pasien ini, diagnosis diabetes
Kejadian
dengan
melitus tipe 1 dengan riwayat KAD ditegakkan
Selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
KAD
pada
anak
diabetesawitan baru sekitar 20-40%.
itu, terjadi pada anak yang tidak menggunakan
dan pemeriksaan penunjang.
insulin sesuai dosis(kekurangan) dan pada
seorang anak perempuan usia 14 tahun yang
anak dengan penyakit yang tidak teratasi.
dibawa ke rumah sakit dengan keluhan lemas
KAD
menjadiringan,
yang semakin memberat sejak satu minggu
sedang, berat. Pada KAD, terjadi ketonuria
SMRS. Gejala yang dialami pasien sesuai
berat, peningkatan anion gap, penurunan
dengan
bikarbonat serum(atau TCO2) dan pH, serta
memiliki riwayat klinis DM, tetapi dari data
peningkatan
epidemiologi KAD terjadipada 20-40% kasus
dapat
diklasifikasikan
osmolaritas
serum,
menandakan dehidrasi hipertonik.
yang
(1-6)
gejala
klinis
KAD.
Pasien adalah
Pasien
tidak
DM awitan baru. Pasien juga mengeluhkan
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
polidipsia, puliuria, nokturia, malaise, dan
2010,
apabila
penurunan berat badan, yang merupakan
terdapat hiperglikemia, bila kadar gula darah
gejala khas DM. Pasien ini juga mengeluhkan
>11mmol/L (sekitar 200mg/dL); pH darah vena
nyeri perut, mual, dan muntah tanpa diare,
<7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L; serta
yang menyokong diagnosis DM.
diagnosis
KAD
ditegakkan
(1-6)
64
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Pada pemeriksaan fisis, didapat tandatanda dehidrasi disertai
Kussmaul,
yang
khas
pola pernapasan
untuk
KAD.
Dari
Selain itu, aspek lain yang belum dilakukan
pada
pasien
keberhasilan
ini
adalah
terapi
pemantauan
dari
segi
ketosis.
pemeriksaan penunjang didapatkan gula darah
Seharusnya, pasien diperiksa apakah masih
“high”,
terdapat keton pada urinnya. Diharapkan
dengan pemeriksaan darah vena didapatkan
sudah tidak ditemukan keton pada urin. Di
GDS 1.228 mg/dL; pH 7,139; bikarbonat 4,6
samping itu, juga terdapat tanda-tanda bahaya
mmol/L; keton darah 4,4 mmol/L; dan keton
yang perlu diperhatikan, antara lain dehidrasi
urin 2+. Dari hasil anamnesis,pemeriksaan
berat dan renjatan, asidosis berat dan serum K
fisis,
kami
yang rendah, hipernatremia, hiponatremia,
ketoasidosis
sertapenurunan kesadaran saat pemberian
sewaktu
berdasarkan
dan
glukometer
penunjang,
menegakkandiagnosis
diabetik.
(2,5,6)
terapi
yang menunjukkan adanya
atalaksana ketoasidosis diabetik pada pasien
serebri.
(2)
edema
diberikan sesuai protokol IDAI. Tatalaksana
KAD, diagnosis, tatalaksana, dan pemantauan
untuk pasien terdiri dari terapi cairan, insulin,
harus dilakukan secara komprehensif dan
dan elektrolit. Kebutuhan cairan untuk pasien
sesuai protokol, agar dapat dicapai kualitas
pada kasus ini, sesuai dengan protokol IDAI,
hidup pasien yang lebih baik.
Oleh karena itu, dalam mengelola
yaitu 20 cc/kgBB untuk satu jam pertama,
dilanjutkan dengan rumatan. Insulin diberikan
SIMPULAN
juga masih dalam batas sesuai protokol, yaitu
Berdasarkan
2-4 U/jam. Setelah melakukan penghitungan
disimpulkan bahwa kunci dari manajemen KAD
kadar natrium terkoreksi, ternyata pasien tidak
adalah
memerlukan koreksi. Pada kasus ini, tidak
pemantauan
diberikan koreksi kalium karena diharapkan
dilakukan
asupan oral pasien dapat mencukupi. Hal ini
mencakup
tidak sesuai dengan protokol, dan ternyata
gangguan
pasien
penanganan infeksi. Kasus di atas dapat
selama
hipokalemia
perawatan
sehingga
mengalami
diagnosis,
yang
atas,
dapat
tatalaksana,
baik.
secaratepat.
terapi
di
Diagnosis
harus
Tatalaksana
harus
cairan,
elektrolit,
dan
insulin,
koreksi
pemantauan,
dan
secara
menjadi pelajaran dalam mengelola KAD,
parenteral. Dengan tatalaksana di atas, pasien
misalnya bahwa koreksi kaliumharus diberikan
mengalami
klinis.
sejak awal resusitasi agar tidak menimbulkan
awal
hipokalemia di kemudian hari. Pemantauan
resusitasi, dengan dosis 5 mEq/kgBB/hari,
yang baik juga dapat membantu mengenali
dengan konsentrasi 20-40 mEq/L, kecepatan
gangguan elektrolit ini secara lebih dini.
perbaikan
dikoreksi
pembahasan
secara
Seharusnya, diberikan kalium
sejak
2
≤0,5 mEq/kg/jam. Pengontrolan gula darah
yang optimal dilakukan secara titrasi insulin,
DAFTAR PUSTAKA
hingga dicapai kadar yang sesuai untuk
1.
pasien, tanpa mengakibatkan hiperglikemia.
diabetes
Alemzadeh R, Wyatt DT. Type 1
mellitus.
Dalam:
Behrman
RE,
65
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:Saunders
Elsevier. 2003. h.1948-67.
2.
Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan
AB, Aditiawati, Soenggoro EP, Faizi M, et al.
Ketoasidosis diabetik.
Dalam:Pudjiadi AH,
Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra
EP, Harmoniati ED.
Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010.h.165-9.
3.
Alemzadeh R, Wyatt DT. Diabetes
mellitus-introduction and classification. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson
textbook
of
pediatrics.
Edisi
ke-19.
Philadelphia:Saunders Elsevier. 2011. h.19478.
4.
Norris AW, Wolfsdorf JI. Diabetes
mellitus. Dalam: Brook CGD, Clayton PE,
Brown
RS.
endocrinology.
Brook’s
Edisi
clinical
ke-6.
West
pediatric
Sussex:
Blackwell Publishing Limited. 2009. h.458-99.
5.
Wolfsdorf J, Glaser NG, Sperling MA.
Diabetic ketoacidosis in infants, children, and
adolescents-a consensus statement from the
american diabetes association. Diabetes Care
2006 May;29(5):1150-6.
6.
Wolfsdorf
J,
Craig
ME,
Daneman
D,
DungerDm Edge J, Lee W, et al. ISPAD
clinical practice consensus guidelines 2009
compendium-diabetic ketoacidosis in children
and
adolescents
with
diabetes.
Pediatric
Diabetes 2009; 10(Suppl. 12):118-33.
66
65
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
65
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Download