BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Konsumen “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan” (Wikipedia) Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen mendasari seseorang dalam membuat keputusan pembelian. Dimana terdapat beberapa fakor yang mendasari perilaku konsumen tersebut yang juga mempengaruhi dalam membuat keputusan pembelian. Philip Kotler (2000: pp.183-200) mengatakan bahwa ”perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis”. 10 11 1. Faktor budaya Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen dalam pembelian. Peran budaya, sub-budaya, dan kelas sosial konsumen sangatlah penting. 2. Faktor sosial Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. 3. Faktor karakteristik pribadi Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakterisik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahapan siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri sendiri. 4. Faktor psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap 12 Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Sumber : Simamora (2002: p.9) 2.2 Merek “Merek atau merek dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosiasi” (Wikipedia). Menurut Durianto, Sugiarto dan Toni Sitinjak (2004: p.2) “merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasikan barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing”. 13 Disamping itu menurut Davis dalam Simamora (2002: p.50) merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor merek dalam pengambilan keputusan pembelian. Menurut Freddy Rangkuti (2004: p.2) “merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut”. Dengan demikian, merek harus meliputi hal-hal sebagai berikut (Rangkuti 2004: p.37): 1. Nama merek harus menunjukan manfaat dan mutu produk tersebut 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik 4. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk bisa didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum Arti sebuah nama, merek, atau brand adalah segalanya. Kehadiran suatu merek sangat berarti bahkan merek adalah nyawa bagi sebuah produk dan jasa. Dengan merek perusahaan menunjukkan suatu standar kualitas tertentu sehingga diharapkan akan memperoleh angka penjualan dan menguasai pasar yang lebih besar. Merek adalah nama, istilah, logo, tanda atau lambang dan kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang-barang atau jasa dari seseorang penjual atau kelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek adalah simbol yang kompleks terhadap sebuah produk. Menurut Kotler (2005: p.82) terdapat enam tingkatan merek, yaitu : 14 1. Atribut (Attributes) Merek meningkatkan pada atribut-atribut tertentu. Memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri. Contoh: Merek KFC merupakan makanan yang cepat saji, praktis, higienis, yang dibuat dengan bahan-bahan bermutu 2. Manfaat (Benefit) Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat fungsional maupun emosional Contoh: Hal dapat diterjemahkan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan dengan kualitas lebih baik dibanding produk lain 3. Nilai (Value) Merek tersebut juga dapat turut serta memberikan nilai lebih tinggi bagi produsennya Contoh: KFC juga memberikan nilai tambah bagi produsennya. 4. Budaya Sebuah merek dapat turut serta mencerminkan budaya tertentu Contoh: KFC mencerminkan budaya barat yang serba praktis, cepat, maju, dan higienis 15 5. Kepribadian (Personality) Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya Contoh: Konsumen KFC melambangkan kepribadian yang dinamis, memanfaatkan waktu, praktis. 6. Pemakai (User) Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk Contoh: Konsumen KFC berasal dari semua kalangan, namun KFC digambarkan dengan seseorang dari kelas menegah. 2.3 Brand Equity (Ekuitas Merek) Menurut Rangkuti (2004: p.244) “ekuitas merek adalah sekumpulan aset yang terkait dengan nama merek dan simbol, sehingga dapat menambah nilai yang ada dalam produk jasa tersebut. Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai suatu produk atau jasa tersebut”. Ekuitas Merek merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri dimata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas Merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan 16 keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. (Mahrinasari MS, 2006) Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya brand equity, dapat menambah nilai dari suatu produk atau mengurangi nilai tersebut. Jika nilai dari suatu brand equity bertambah maka dapat meningkatkan keputusan pembelian oleh konsumen. 17 Gambar 2.2: Konsep Brand Equity Sumber gambar : Jurnal bisnis manajemen Menurut Aaker dalam Durianto, Sugiharto, Sitinjak (2004: p.4) brand equity dapat dikelempokan berdasarkan lima elemen, dan brand awareness termasuk salah satu bagian dari elemen brand equity seperti terlihat dalam gambar diatas, diantaranya : 1. Brand Loyality (Kesetiaan Merek), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu produk 18 2. Brand Awareness (Kesadaran Merek), menunjukan kesanggupan konsumen (atau calon pembeli) dalam mengingat kembali (recognize) atau mengenali (recall) bahwa suatu merek merupakan suatu bagian dari kategori produk tertentu 3. Perceived Quality (Kualitas Yang Dirasakan), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan seluruh produk atau jasa layanan sesuai kenyataan. 4. Brand Associations (Asosiasi Merek), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu esan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk dan geografis. 5. Other Proprietary Brand Assets (Aset Merek Lainnya), seperti hak paten, rahasia teknologi dan rahasia bisnis. 2.4 Brand Awareness (Kesadaran Merek) 2.4.1 Pengertian Brand Awareness Rangkuti (2004: p.243) mengatakan bahwa “brand awareness merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci”. Sedangkan menurut Durianto, et al (2004, p.54) “brand awareness (kesadaran merek), menunjukan kesanggupan konsumen (atau calon pembeli) dalam mengingat 19 kembali (recognize) atau mengenali (recall) bahwa suatu merek merupakan suatu bagian dari kategori produk tertentu”. Definisi-definisi para ahli mengenai brand awareness dapat ditarik simpulan bahwa brand awareness merupakan tujuan umum komunikasi pemasaran, adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan. brand awareness menunjukkan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand 2.4.2 Tingkatan Brand Awareness Brand awareness memiliki beberapa tingkatan dari tingkatan yang paling rendah (tidak menyadari brand) sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu Top of Mind, yang bisa digambarkan dalam sebuah piramida. Piramida brand awareness dari rendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut: 20 Gambar 2.3 : Piramida Brand Awareness Sumber: Durianto et al. (2004: p.55) 1. Unware of Brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu brand. 2. Brand Recognition (pengenalan brand) adalah tingkat minimal brand awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). 3. Brand Recall (pengingatan kembali brand) adalah pengingatan kembali brand tanpa bantuan (unaided recall). 4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari berbagai brand yang ada dalam benak konsumen. 21 Berdasarkan penjelasan di atas adanya tingkatan-tingkatan dalam brand awareness menunjukan adanya perbedaan tingkat kesadaran yang berbeda-beda pada masing-masing individu. 2.4.3 Peran Brand Awareness Peran brand awareness dalam membantu brand dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana brand awareness dapat menciptkan suatu nilai. Berikut ini adalah bagan mengenai peranan brand awareness: Gambar 2.4: Gambar Nilai-Nilai Kesadaran Merek Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain Familier/Rasa suka Kesadaran Merek Substansi/komitmen Mempertimbangkan merek Sumber: Durianto et al, (2004: p.7) Brand Equity Ten: Strategi Memimpin Pasar 22 Brand awareness (kesadaran merek) menjadi sumber asoasiasi lain, familier atau rasa suka, substansi atau komitmen, mempertimbangkan merek. Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut: 1. Brand awareness menjadi sumber asoasiasi lain 1. Suatu brand yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasiasosiasi melekat pada brand tersebut karena daya jelajah brand tersebut akan menjadi sangat tinggi dalam benak konsumen. Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk produk lainnya. misalnya dalam tagline iklan sabun Lifebouy, Unilever menyatakan bahwa Lifebouy dengan puralin cara sehat untuk mandi (Simamora, 2003, p.33). Produk Unilever yang telah terpercaya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk lebih sukses ketika meluncurkan produk baru, misalnya ketika meluncurkan shampoo Lifebuoy karena konsumen telah percaya dengan kualitas produk Unilever. 2. Familier atau rasa suka 1. Jika brand awareness kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan brand kita, dan lama-kelamaan akan menimbulkan rasa suka yang tinggi terhadap brand kita. Konsumen terbiasa dengan Kecap Bango, produk dari Unilever. Karena telah terbiasa mengonsumsi Kecap Bango maka menimbulkan kecocokan dan 23 rasa suka terhadap brand tersebut, yang dapat mendorong keputusan pembelian. 3. Substansi/komitmen 1. Brand awareness dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas brand tinggi, kehadiran brand itu selalu dapat kita rasakan, sebab sebuah brand dengan brand awareness tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a . Diiklankan secara luas, sehingga diketahui secara luas oleh masyarakat. b. Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu c. Jangkauan distribusi yang luas, sehingga memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk tersebut. d. Brand tersebut dikelola dengan baik. 4. Mempertimbangkan brand 1. Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi brand-brand yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan brand mana yang akan dibeli. Brand dengan top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu brand tidak tersimpan dalam ingatan, brand tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam keputusan pembelian. Biasanya brand-brand yang disimpan dalam benak konsumen adalah brand-brand yang disukai dan dibenci. 24 2.5 Keputusan Pembelian 2.5.1 Pengertian Keputusan Pembelian Menurut Schifman dan Kanuk (2007: p.485) keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih. Dengan kata lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian, pilihan antara merek X dan Y, atau pilihan untuk menggunakan waktu mengerjakan ”A” dan ”B”, orang tersebut berada dalam posisi mengambil keputusan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau irasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah (http://id.wikipedia.org/wiki/Keputusan) Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan - kemungkinan dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. 2.5.2 Proses Keputusan Pembelian Menurut Kotler (2003: pp.204-208), konsumen melewati lima tahap dalam proses keputusan pembelian. Sebenarnya, proses keputusan pembelian telah dimulai 25 jauh sebelum pembelian aktual terjadi dan memiliki konsekuensi jauh setelah pembelian terjadi. Masing – masing tahap tersebut adalah sebagai berikut : Schiffman dan Kanuk (2007: pp.491-507) menggambarkan model sederhana dalam pengambilan keputusan konsumen menjadi tiga komponen utama : Gambar 2.5: Model Sederhana Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen Sumber : Schiffman dan Kanuk (2007) 26 Keterangan: Input Di dalam model pengambilan keputusan, komponen input merupakan eksternal yang disajikan dalam bentuk informasi tentang produk tertentu dan mempengaruhi nilainilai, sikap dan perilaku konsumen. Berdasarkan faktor- faktor inilah organisasi menggunakan aktivitas bauran pemasaran untuk mengkomunikasikan manfaat produk dan jasa kepada konsumen potensial, dan pengaruh faktor sosial budaya terhadap keputusan pembelian oleh konsumen. a. Aktifitas bauran pemasaran Aktifitas bauran pemasaran oleh perusahaan berusaha untuk menjangkau, memberitahu dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produk. Input ini dapat berbentuk bauran pemasaran yang berisi; produk itu sendiri (termasuk kemasan, ukuran dan jaminannya), usaha- usaha promosi (iklan, direct selling, personal selling dll), kebijakan harga, dan saluran distribusinya akan memindahkan produk dari produsen ke konsumen. b. Sosial- Budaya Lingkungan sosial budaya juga mempunyai pengaruh yang besar pada konsumen, yang berisi pengaruh- pengaruh yang tidak komersial yang luas. Contohnya, pendapat teman, anggota keluarga, editorial dari surat kabar dll. Pengaruh dari kelas sosial dan sub- budaya meskipun tidak begitu nampak namun merupakan faktor input yang paling penting yang mempengaruhi bagaimana konsumen menguji dan menerima ( atau menolak) produk. 27 Proses Komponen- komponen proses dalam model pengambilan keputusan pembelian terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Mengenali adanya kebutuhan (Need Recognation) Adanya kebutuhan dirasakan pada saat konsumen menghadapi masalah. Terdapat dua tipe pengenalan kebutuhan konsumen, yaitu : a. Keadaan aktual, dimana mereka mempunyai masalah ketika suatu produk tidak dapat memuaskan kebutuhan, misalnya jam tangan yang tidak menunjukkan waktu yang tepat. b. Keadaan yang diinginkan, dimana mereka memerlukan sesuatu yang baru, yang dapat menuju kepada proses keputusan. Kebutuhan itu bisa bersifat biogenic atau (kebutuhan yang terpendam sampai ia terangsang dari luar seperti oleh iklan atau melihat suatu produk). 2. Pencarian informasi sebelum pembelian (Prepurchase Search) Dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang mungkin dapat dipenuhi oleh pembelian atau pemakaian produk. Konsumen akan memerlukan adanya informasi yang akan menjadi dasar dalam pilihan. Pengalaman masa lalu yang diingat kembali mungkin juga memberikan informasi yang mampu membuat pilihan saat ini, sebelum mencari ke sumber lain. Jika konsumen tidak mempunyai pengalaman, mereka akan mencari informasi dari lingkungan luar untuk dasar pilihannya, misalnya saran dari teman, saudara, rekan kerja atau perwakilan penjualan. 28 3. Evaluasi alternatif (Evaluation of Alternatives) Untuk melakukan evaluasi alternatif, konsumen cenderung menggunakan dua jenis informasi, yaitu : a. Daftar merek- merek yang direncanakan akan dipilih b. Kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi setiap merek Model terakhir tentang proses evaluasi konsumen adalah orientasi kognitif, yaitu memandang konsumen sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berdasarkan pada pertimbangan sadar dan rasional Output Output dari model keputusan pembelian konsumen meliputi dua pendekatan ; yaitu perilaku pembelian (purchase behavior) dan evaluasi setelah pembelian (post purchase evaluation). Tujuan kedua aktifitas ini adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen. a. Perilaku Pembelian Ada dua jenis pelanggan dalam melakukan pembelian, yaitu : 1. Pembelian coba- coba (Trial Purchase) Adalah jika konsumen membeli satu produk untuk pertama kalinya dan dalam jumlah sedikit dari biasanya. Pembelian ini merupakan tahap penyelidikan dalam perilaku pembelian dimana konsumen mengevalusi produk dengan mencoba langsung. 2. Pembelian berulang- ulang (Repeat Purchase) Jika konsumen merasakan bahwa produk yang telah dicoba lebih memuaskan dari merek lain, maka konsumen akan mengulangi pembelian yang biasanya dalam jumlah yang 29 lebih besar, karena konsumen sudah lebih yakin terhadap produk tersebut. Perilaku pembelian yang berulang merupakan konsep kesetiaan merek (brand loyalty). b. Evaluasi setelah pembelian (Post Purchase Evaluation) Pada saat konsumen menggunakan produk, khususnya selama pembelian coba- coba, konsumen akan mengevaluasi produk tersebut sesuai dengan yang diharapkannya. Ada tiga hasil yang mungkin dari evaluasi ini, yaitu: (1) sesuai dengan harapan, (2) lebih dari yang diharapkan, (3) di bawah yang diharapkan. Komponen paling penting dalam evaluasi setelah pembelian adalah mengurangi ketidakpastian atau keraguan tentang produk yang telah dipilih. Analisa setelah pembelian diantaranya adalah konsumen berusaha meyakinkan diri bahwa pilihannya adalah pilihan yang paling bijak. Tingkat analisa setelah pembelian yang konsumen lakukan bergantung pada pentingnya kebutuhan produk dan pengalaman dalam menggunakan produk. Jika produk mengecewakan, konsumen akan mencari alternatif lain yang sesuai. Jadi evaluasi setelah pembelian merupakan feedback berupa pengalaman konsumen dan mempengaruhi keputusan di masa yang akan datang. 2.5.3 Peran Keputusan Pembelian Pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli dan penjual (perusahaan) itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat hal lain yang harus juga diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan membeli. pembelian dan keputusan untuk 30 Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian yang dijelaskan oleh Simamora (2004: p.15), yakni: 1. Pemrakarsa ( initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk. 2. Pemberi Pengaruh ( influencer), orang yang pandangan atau nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan terakhir. 3. Pengambil Keputusan ( decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana membelinya. 4. Pembeli ( buyer), orang yang melakukan pembelian nyata. 5. Pemakai ( user ), orang yang mengkonsumsi atau memakai produk atau jasa. 2.5.4 Tipe Perilaku Keputusan Membeli Menurut Assael sebagaimana dikutip oleh dikutip Simamora (2002: pp.22-24), membedakan empat tipe Kotler (2000) perilaku dalam pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek. • Perilaku Membeli yang Rumit (Compex Buying Behavior) Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering membeli, berisiko dan dapat 31 mencerminkan diri pembelinya. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga pemasar harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut produk, kepentingannya, tentang merek perusahaan, dan atribut penting lainnya. • Perilaku Membeli untuk Mengurangi Ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behavior) Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang harganya mahal, tidak sering dibeli, berisiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau yang memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperlihatkan informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka. • Perilaku Membeli Berdasarkan Kebiasaan (Habitual Buying Behavior) Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena mereka sudah mengenal produk tersebut. Setelah membeli, mereka tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut karena mereka tidak terlibat dengan produk. 32 • Perilaku Pembeli yang Mencari Keragaman (Variety Seeking Buying Behavior) Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan suatu yang mutlak. Sebagai market leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan konsumen akan produknya. Karena, sekali kehabisan stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel, dan iklan yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering mencoba merek-merek baru. 2.6 Kerangka Berpikir BRAND AWARENESS KEPUTUSAN PEMBELIAN X Y • • • • Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Unware of Brand • • • • • Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternative Prilaku pembelian Evaluasi setelah pembelian