POTENSI INSENTIF EKONOMI SERAPAN KARBON HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI JAMBI MAYANG BOGAWA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 POTENSI INSENTIF EKONOMI SERAPAN KARBON HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI JAMBI MAYANG BOGAWA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN MAYANG BOGAWA. Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon Hutan Tanaman Industri di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh BAHRUNI. Hutan tanaman industri (HTI) berpotensi dalam perdagangan karbon karena kemampuannya dalam menyerap karbon yang baik bila dilakukan manajemen hutan yang berkelanjutan. Keterbatasan informasi mengenai serapan karbon HTI, biaya serapan karbon HTI dan implikasi ekonomi bagi perusahaan jika mengikuti perdagangan karbon memerlukan suatu studi mengenai potensi insentif ekonomi pada REDD+. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar insentif ekonomi serapan karbon dari REDD+ terhadap pengelolaan hutan tanaman industri di PT. Wirakarya Sakti Provinsi Jambi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka berupa data Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan Laporan Keuangan PT. Wirakarya Sakti tahun 2005. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis finansial dengan tiga kriteria yang dinilai yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Returns (IRR) dimana periode analisis kelayakan dihitung dalam jangka waktu 10 tahun. Pada tanah mineral, kemampuan reduksi emisi karbon pengelolaan hutan tanaman industri pada tegakan Acacia crassicarpa sebesar 25,90-188,05tCO 2 /ha. Tegakan Acacia mangium mampu mereduksi emisi karbon sebesar 7,69-228,88 tCO 2 /ha dan pada tegakan Eucalyptus pellita berkisar antara 13,57-129,97 tCO 2 /ha. Pada tanah gambut, potensi karbon untuk tegakan Acacia crassicarpa berkisar antara 0,60-163,38 tCO 2 /ha dan pada tegakan Acacia mangium sebesar 14,44-138,27 tCO 2 /ha. Rata-rata biaya serapan karbon adalah Rp 57.249/tCO 2 Rp 18,67 juta/tCO 2 . Insentif ekonomi serapan karbon paling rendah yang diterima terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut sebesar Rp 2,58 juta/ha dengan harga kompensasi US$ 4/tCO 2 . Insentif ekonomi serapan karbon tertinggi sebesar Rp 26,02 juta/ha terdapat pada jenis Acacia mangium di tanah mineral dengan harga kompensasi US$ 12/tCO 2 . Prospek pengelolaan hutan tanaman industri dengan insentif pendapatan dari karbon dan kayu layak untuk dijalankan pada tingkat harga US$ 4, US$ 9 dan US$ 12/tCO 2 . Kata kunci: hutan tanaman industri, insentif ekonomi, serapan karbon SUMMARY MAYANG BOGAWA. Potential Economic Incentive from Carbon Sequestration of Industrial Plantation Forest in Jambi Province. Guided by BAHRUNI. Industrial plantation forest (HTI) is potential for carbon trading because of its good ability to absorb carbon when there is a sustainable forest management. Given limited information about HTI carbon sequestration, cost of HTI carbon sequestration and economic implications for the company and if it is to involve in carbon trading, a study is required of the potential economic incentives to REDD +. This study was aimed to determine the economic incentive from carbon sequestration of REDD + for the management of industrial plantations forest in PT. Wirakarya Sakti Jambi Province. The data used in this study is of a secondary type obtained through a literature study in the form of the Periodic Comprehensive Forest Inventory Data and Financial Report of PT. Wirakarya Sakti in 2005. Data processing was carried out to assess three criteria: Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) and Internal Rate of Returns (IRR) and the feasibility analysis was for the period of 10 years. In the mineral soil, the capacity of carbon emission reduction in the management of industrial plantation forest with the Acacia crassicarpa stands was 25.90 to 188.05 tCO2/ha. Acacia mangium stands could reduce carbon emissions by 7.69 to 228.88 tCO2/ha and in the Eucalyptus pellita stands the reduction ranged from ranged from 13.57 to 129.97 tCO2/ha. On peat soils, the carbon potential in Acacia crassicarpa stands ranged from 0.60 to 163.38 tCO2/ha and in Acacia mangium stands 14.44 to 138.27 tCO2/ha. The average cost of carbon sequestration was Rp 57.249/tCO2 – Rp 18.67 million/tCO2 The lowest economic incentive from carbon sequestration in peat soils planted with Acacia mangium is Rp 2.58 million/ha at the compensation price of US$ 4/tCO2 compensation. The highest economic incentive from carbon sequestration is Rp 26.02 million/ha is obtained from mineral soils planted with Acacia mangium at the compensation price of US$ 12/tCO2. The industrial plantation forest with the income incentives from carbon and timber is feasible to operate at the price rates of US$4, 9 and 12/tCO2. Keywords: industrial plant forest, economic incentives, carbon sequestration PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon Hutan Tanaman Industri di Provinsi Jambi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Mayang Bogawa NRP E14080089 Judul Skripsi : Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon Hutan Tanaman Industri di Provinsi Jambi Nama : Mayang Bogawa NIM : E14080089 Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Bahruni, MS NIP. 1961 0501 198803 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 1963 0401 199403 1 001 Tanggal Lulus: RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendari (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 17 Maret 1991 dari ayah Andri Wahyono dan ibu A. Nur Dharma. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2008 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Sub-Program Bagian Kebijakan Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan dan Sancang Jawa Barat, penulis juga mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Tahun 2012 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Wirakarya Sakti Provinsi Jambi. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain Forest Management Student Club (FMSC) Bogor Agricultural University (IPB) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) E Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon Hutan Tanaman Industri di Provinsi Jambi dibimbing oleh Dr. Ir. Bahruni, MS. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan karya ilmiah yang berjudul Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon Hutan Tanaman Industri di Provinsi Jambi. Judul penelitian ini dipilih untuk mengetahui apakah suatu karbon dapat menjadi insentif pendapatan bagi perusahaan hutan tanaman industri. Penelitian insentif ekonomi serapan karbon hutan tanaman industri ini dilakukan dengan tiga metode pengolahan data yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Returns (IRR) dimana periode analisis kelayakan dihitung dalam jangka waktu 10 tahun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, dan kakak tercinta serta keluarga besar atas dukungan dan doa yang tidak pernah putus dipanjatkan agar penulis dapat menempuh dan menyelesaikan studi dengan baik.Kepada bapak Dr. Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing atas gagasan topik penelitian dan telah bersedia meluangkan waktu, kesempatan, ilmu serta nasehatnya dalam membimbing penulis dalam penyusunan karya tulis ini. Penghargaan dan terima kasih kepada seluruh pimpinan dan karyawan PT.Wirakarya Sakti di Provinsi Jambi, yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini. Kepada sahabat-sahabat tercinta Hikmat Megandana, Anggi Hapsari, Duma Kintan Prameswari, Sekar Arumsari, Dwi Woro Tias, Rr Arwita Andharu, Rara Willis, Siti Hanafiah Hegemur, Chatarina Ganis, Febrina N Silalahi, Refliyani Puspita Dewi, Suratiyaningrum, Destika Restiani, Maria Ulfah, Rissa, Rima Mulyani, Rama Kusuma, Nani, dan seluruh rekan-rekan Manajemen Hutan 45 terima kasih atas dukungan, motivasi, semangat, dan kebersamaannya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Amin. Bogor, Desember 2012 Penulis i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................ i DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian ..................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia crassicarpa……………. ................................................. 3 2.2 Acacia mangium .......................................................................... 3 2.3 Eucalyptus pellita……………. ................................................... 4 2.4 Biomassa dan Karbon Hutan……………. .................................. 5 2.5 Perdagangan Karbon……………. .............................................. 6 2.6 Tinjauan tentang Hasil-hasil Penelitian Karbon……………...... 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 9 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 9 3.3 Metode Penelitian ........................................................................ 9 3.3.1 Jenis Data .......................................................................... 9 3.3.2 Cara Pengumpulan Data .................................................... 9 3.4 Metode Pengolahan Data ............................................................ 10 3.4.1 Perhitungan Biomassa Pohon ............................................ 10 3.4.2 Perhitungan Karbon dan CO 2 Tegakan ............................. 10 3.4.3 Perhitungan Biaya dan Pendapatan ................................... 10 3.5 Metode Analisis Data .................................................................. 11 3.5.1 Nilai Kini Bersih ............................................................... 11 3.5.2 Rasio Manfaat Biaya ......................................................... 11 3.5.3 Tingkat Pengembalian Internal ......................................... 12 3.5.4 Analisis Kelayakan Bisnis ................................................. 13 ii Halaman BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Gegrafis dan Luas.............................................................. 14 4.2 Topografi dan Tanah ................................................................... 15 4.3 Iklim…………………………………….………. ...................... 16 4.4 Keadaan Hutan ……. .................................................................. 16 4.5 Kependudukan ............................................................................. 17 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Simpanan Biomassa, Karbon dan Karbondiosida .......... 18 5.2 Perkembangan Biaya Pengelolaan Tegakan dan Serapan Karbon selama Daur ................................................................................. 22 5.3 Nilai Kini Total Biaya Serapan Karbon saat Akhir Daur............ 24 5.4 Nilai Kayu saat Akhir Daur ......................................................... 25 5.5 Nilai Karbon saat Akhir Daur ..................................................... 26 5.6 Nilai Kayu dan Karbon saat Akhir Daur ..................................... 28 5.7 Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon ................................. 29 5.8 Analisis Kelayakan Bisnis Kayu dan Karbon di Hutan Tanaman Industri......................................................................... 30 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan.................................................................................. 33 6.2 Saran .......................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 34 LAMPIRAN .................................................................................................. 36 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Realisasi tata ruang PT. Wirakarya Sakti............................................... . 14 2. Komponen biaya pengeolaan hutan tanaman industri ............................ 22 3. Harga karbon internasional pada beberapa sumber…...…………….. ... 25 4. Insentif ekonomi serapan karbon …...…………….. .............................. 28 5. Serapan karbon Acacia mangium dan Acacia crassicarpa selama daur …...…………….. ............................................................... 30 6. NPV, BCR dan IRR kayu & karbon Acacia mangium selama dua kali daur…...………….. ......................................................................... 30 7. NPV, BCR dan IRR kayu & karbon Acacia crassicarpa selama dua kali daur…...……….. ............................................................................. 31 iv DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Perkembangan potensi CO 2 tanaman Acacia crassicarpa pada tanah mineral (A) dan gambut (B) ................................................................... 18 2. Perkembangan potensi CO 2 tanaman Acacia mangium pada tanah mineral (A) dan gambut (B) .................................................................... 3. Perkembangan potensi CO 2 tanaman HTI Eucalyptus pellita pada tanah mineral ........................................................................................... 4. 19 20 Perkembangan biaya pengelolaan (A) dan biaya serapan karbon (B) blok RKT 2005 selama daur ................................................................... 22 5. Nilai kini total biaya serapan karbon saat akhir daur .............................. 23 6. Nilai kini bersih kayu berdasarkan jenis tegakan.................................... 24 7. Nilai kini bersih karbon pada berbagai tingkat harga ............................. 26 8. Nilai kini bersih kayu dan karbon pada berbagai tingkat harga .............. 27 v DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Tabel hasil pendugaan biomassa, karbon, dan karbondioksida pada berbagai umur tanaman ........................................................................... 36 2. Perkembangan biaya pengelolaan tegakan blok RKT 2005 selama daur 37 3. Perkembangan biaya serapan karbon blok RKT 2005 selama daur........ 38 4. Analisis pendapatan dan biaya pengelolaan hutan tanaman industri 5. 6. untuk produksi kayu dan perdagangan karbon............... ........................ 39 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur............... ...................... 40 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur............... .................. 44 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mempunyai peranan penting terhadap emisi karbon dikarenakan hutan dapat menjadi sumber maupun penyerap karbondioksida (CO 2 ). Hutan akan menjadi sumber CO 2 ketika terjadi deforestasi atau degradasi lahan sehingga sebagian karbon yang tersimpan berupa biomassa akan dilepas kembali ke atmosfer sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas hutan. Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan membusuk atau terurai dan menghasilkan CO 2 , sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Selain itu, beberapa kawasan hutan melindungi sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah. Ketika pohon-pohon hutan habis, bumi kehilangan sumberdayanya yang sangat berharga yang seharusnya secara terus menerus menyerap CO 2 yang ada di atmosfer. Hasil riset terbaru menunjukkan bahwa dari 32 milyar ton CO 2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia per tahunnya kurang dari 5 milyar ton diserap oleh hutan. Kehilangan satu tegakan pepohonan tidak hanya kehilangan cadangan karbon di daratan tetapi juga kehilangan ekosistem yang mampu menyerap kelebihan karbon di atmosfer (CIFOR 2010). Pada KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro 1992 telah disepakati komitmen untuk menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim yang dilaksanakan melalui konvensi PBB untuk perubahan iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change - UNFCCC). Pertemuan UNFCCC pada COP III tahun 1997 menghasilkan Protokol Kyoto yang mengatur perdagangan karbon sebagai mekanisme pasar yang diperuntukkan untuk menanggulangi pemanasan global. Salah satu mekanisme pengurangan emisi yang masih dikembangkan adalah mekanisme REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus). Strategi untuk mengurangi emisi berupa pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi, konservasi, peningkatan cadangan karbon, konservasi, dan manajemen hutan yang berkelanjutan (Wibowo et al. 2010). 2 Hutan tanaman industri (HTI) berpotensi dalam perdagangan karbon karena kemampuannya dalam menyerap karbon yang baik bila dilakukan manajemen hutan secara lestari. Keterbatasan informasi mengenai serapan karbon di HTI, biaya serapan karbon HTI dan implikasi ekonomi bagi perusahaan jika mengikuti perdagangan karbon memerlukan suatu studi mengenai potensi insentif ekonomi pada REDD+. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menghitung potensi karbon pada tegakan Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan Eucalyptus pellita di hutan tanaman industri. 2. Menghitung biaya serapan karbon yang dihasilkan dari pengelolaan hutan tanaman industri. 3. Menghitung insentif ekonomi serapan karbon dalam pengelolaan hutan tanaman industri. 4. Menganalisis kelayakan bisnis kayu dan serapan karbon di hutan tanaman industri. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi insentif ekonomi serapan karbon hutan tanaman industri dan prospek pengelolaan hutan tanaman industri dalam perdagangan karbon di PT. Wirakarya Sakti, Jambi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia crassicarpa Acacia crassicarpa mempunyai sinonim Racosperma crassicarpa. Secara alami jenis ini terdapat di bagian timur Queensland, bagian barat daya Papua Nugini dan bagian tenggara Irian Jaya. Pohon ini mempunyai diameter batang di atas 50 cm, kulit batang berwarna gelap atau cokelat abu-abu, mempunyai 3 – 5 pembuluh primer, berwarna kekuning-kuningan, dan pembuluh sekunder berbentuk paralel. Acacia crassicarpa juga dapat ditanam untuk mengontrol gulma dan merupakan spesies yang efektif untuk rehabilitasi lahan yang banyak ditumbuhi oleh Imperata cylindrica (L.) Raeseuchel. Acacia crassicarpa mulai berbunga paling lambat 18 bulan setelah penanaman, sedangkan biji melimpah setelah 4 tahun. Biji masak 5 – 6 bulan setelah berbunga. Di daerah alaminya berbunga dari bulan Juni-September dan mulai masak dari bulan Oktober – Maret (Hanum dan Van Der Maesen 1997). Rata-rata berat jenis kayu A. crassicarpa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu 0,67 (Yuniawati 2011). 2.2 Acacia mangium Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) Acacia mangium termasuk jenis legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman Acacia mangium yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik. Acacia mangium termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminosae dan ordo Rosales. Pohon Acacia mangium tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian utara, Papua bagian selatan (Fak-fak di Aguada (Babo) dan Tomage (Rokas, Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat). 4 Ciri umum kayu ini terasnya berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak polos atau berjalurjalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Tekstur halus sampai agak kasar dan merata dengan arah serat biasanya lurus kadang-kadang berpadu. Kekerasannya agak keras sampai keras dengan berat jenis (BJ) rata-rata 0,61 (0,43-0,66), kelas awet III dan kelas kuat (II-III) (Mandang & Pandit 2002). 2.3 Eucalyptus pellita Eucalyptus pellita F. Muell merupakan salah satu jenis dari famili Myrtaceae, dimana famili Myrtaceae terdiri dari kurang lebih 700 spesies. Jenis pelita dapat berupa semak atau perdu dengan ketinggian mencapai 10 meter, berbatang bulat dan lurus, tidak berbanir serta sedikit bercabang. Pohon pelita umumnya bertajuk sedikit ramping, dan ringan. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Jenis pelita termasuk jenis yang sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya. Tanaman dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap. Sistem perakaran tanaman ini tergolong cepat sekali memanjang menembus ke dalam tanah. Intensitas penyebaran akarnya ke arah bawah hampir sama banyaknya dengan ke arah samping (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1994). Ciri umum kayu ini terasnya berwarna merah muda atau coklat merah, gubal merah muda pucat, corak polos, dan tekstur agak kasar sampai kasar dengan arah serat berpadu sampai sangat berpadu. Kekerasannya agak keras sampai keras dengan berat jenis (BJ) rata-rata 0,57 (0,39-0,81), kelas awet IV (V-II) dan kelas kuat (II-IV) (Mandang & Pandit 2002). Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman asli New South Wales, Queensland. Daerah penyebaran alami Eucalyptus pellita berada di sebelah timur garis Walace mulai dari 7° LU sampai 43°39 LS dan sebagian besar tumbuh di Australia dan pulau-pulau di sekitarnya. Beberapa jenis ekaliptus tumbuh di Papua New Guinea dan jenis-jenis tertentu terdapat di Sulawesi, Papua, Seram, 5 Filipina, pulau di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Jenis-jenis ekaliptus menghendaki iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus pelita tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus pelita dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari yang mempunyai kandungan hara kurang sampai tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus pellita dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari daratan rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi pertumbuhannya antara 0 – 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20°-32°C. Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Manfaat yang dominan dari pohon ini adalah untuk bahan baku pulp. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu gergajian, konstruksi, veneer, plywood, furniture dan bahan pembuatan pulp dan kertas. Oleh karena itu, jenis tanaman ini cenderung selalu dikembangkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1994). 2.4 Biomassa dan Karbon Hutan Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer. Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan carbon dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan, tetapi hal ini tidak menambah jumlah keseluruhan karbon yang berinteraksi dengan atmosfer. Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, 6 semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam carbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo 2009). Proporsi terbesar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (Hairiah 2007). 2.5 Perdagangan Karbon Kegiatan penanaman pohon untuk menyerap karbon berperan dalam mengatasi perubahan iklim. Namun demikian, untuk mengurangi 20% dari emisi yang berkaitan dengan hutan diperlukan pendekatan konservasi yang baru dan lebih efektif. Salah satu pendekatan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Cara kerja REDD ini dengan memperhitungkan angka deforestasi yang dihindari sebagai kredit. Jumlah kredit karbon yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon internasional. Kredit yang diperoleh dapat diserahkan kepada lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melakukan konversi hutannya. Konfrensi Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim ke-13 (COP13) di Bali pada tahun 2007 menghasilkan Rencana Aksi Bali (Bali Action Plan), sebuah rencana atau peta jalan negosiasi strategi iklim global untuk melanjutkan Protokol Kyoto. Inisiatif REDD dalam mitigasi perubahan iklim dapat memberikan berbagai macam manfaat seperti manfaat untuk memberikan perlindungan bagi jasa lingkungan yang disediakan oleh hutan, meningkatkan penghidupan masyarakat sekitar hutan dan memperjelas hak kepemilikan lahan. Perjanjian Kopenhagen secara terbuka menyebutkan REDD+ sebagai bahan dari portofolio mitigasi iklim untuk diimplementasikan di bawah perjanjian pasca Kyoto. REDD+ menambahkan tiga areal strategis terhadap dua 7 hal yang telah ditetapkan sebelumnya di Bali. Kelima hal tersebut bertujuan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang yaitu mengurangi emisi dari deforestasi hutan, mengurangi emisi dari degradasi hutan, peranan konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan (CIFOR 2010). Penghitungan emisi dari kegiatan REDD+ menggunakan metode yang diakui internasional yaitu metode IPCC GL. IPCC (Inter Governmental panel on Climate Change) telah mengembangkan metode inventasisasi GRK (Gas Rumah Kaca) sejak tahun 1996, yaitu melalui IPCC Guideline revised 1996, IPCC Good Practice Guidance (IPCC GPG) 2003 dan IPCC Guideline (GL) 2006. Aplikasi IPCC GL 2006 akan menghasilkan inventarisasi yang lebih baik, mengurangi ketidak pastian (reduced uncertainty), konsisten pembagian kategori lahan, estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh kategori lahan, karbon pool yang relevan serta non CO 2 gas (berdasarkan analisis key source/sink category). Hal ini berimplikasi kepada penyediaan data untuk activity data dan faktor emisi terhadap seluruh kategori lahan, carbon pool dan non CO 2 gas yang terkait (Wibowo et al. 2010). 2.6 Tinjaun tentang Hasil-hasil Penelitian Karbon Kontribusi hutan tanaman Pinus merkusii sebagai rosot karbon di KPH Bogor Perum Perhutani III Jawa Barat telah dikaji oleh Handayani (2003). Tanaman ini pada KU I mampu menyerap karbon 21,1 ton/ha, KU II sebesar 85,3 ton/ha, KU III sebesar 117,5 ton/ha, KU IV sebesar 150,7 ton/ha dan KU V sebesar 124,4 ton/ha. Kajian tentang kontribusi sektor kehutanan dalam pengikat karbon telah dilakukan oleh Siahaan (2009) pada tegakan ekaliptus (Eucalyptus sp) di Sektor Habinsaran PT Toba Pulp Lestari Tbk. Tanaman ekaliptus pada umur 1 tahun mampu menyerap karbon 2,05 ton/ha, umur 2 tahun sebesar 15,55 ton/ha, umur 3 tahun 23,56 ton/ha, umur 4 tahun sebesar 24,20 ton/ha dan umur 5 tahun sebesar 37,40 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian Pamudji (2011) pada tegakan akasia di BKPH Parungpanjang KPH Bogor Perum Perhutani III Jawa Barat-Banten, hasil 8 penelitian menunjukkan bahwa serapan karbon pada masing-masing kelas umur berbeda-beda, yaitu pada kelas umur 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 berturut sebesar 2,923 tpn/ha, 17,624 ton/ha, 23,987 ton/ha, 49,581 ton/ha, 20,782 ton/ha, 15,326 ton/ha, dan 56,047 ton/ha. Yuniawati (2011) melakukan penelitian rosot karbon pada tegakan Acacia crassicarpa di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelawan, Propinsi Riau. Berdasarkan penelitian menunjukkan kemampuan tegakan Acacia crassicarpa dalam menyerap karbon adalah sekitar 12,09 ton/ha (umur 2 tahun), 36,23 ton/ha (umur 3 tahun), 76,09 ton/ha (umur 4 tahun) dan 133,10 ton/ha (umur 5 tahun). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi hutan tanaman industri yang terdapat di PT. Wirakarya Sakti Provinsi Jambi. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan April 2012. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah peta lokasi, tally sheet, alat hitung, alat tulis, dan software pengolah data. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah areal hutan tanaman industri yang terdiri dari 3 jenis tegakan berupa Acacia mangium, Eucalyptus pellita, dan Acacia crassicarpa yang dikelola oleh PT. Wirakarya Sakti. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Jenis Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Jenis data terdapat dalam PT. Wirakarya Sakti berupa data Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dan data Laporan Keuangan PT. Wirakarya Sakti. 3.3.2 Cara Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui data perusahaan dalam kegiatan inventarisasi tegakan terhadap obyek yang diteliti yaitu tegakan hutan tanaman industri (Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan Eucalyptus pellita) di PT. Wirakarya Sakti Propinsi Jambi. Sebagai populasi yang ditetapkan yaitu satu bagian hutan tanaman industri yang ada di perusahaan tersebut. Data biomassa pohon diperoleh dari parameter yang diukur yaitu jenis dan diameter setinggi dada pada pohon. Luas petak ukur didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam RPKH PT. Wirakarya Sakti. Biomassa yang dihitung hanya 10 biomassa di atas permukaan tanah berupa tegakan hutan tanaman industri (Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan Eucalyptus pellita) tidak termasuk tumbuhan bawah, serasah, dan nekromasa. 3.4 Metode Pengolahan Data 3.4.1 Perhitungan Biomassa Pohon Biomassa yang digunakan adalah biomassa batang pohon, tidak menghitung biomassa pada cabang, ranting, daun, dan akar. Biomassa dalam penelitian ini diperoleh dengan mengalikan volume pohon rata-rata per ha tegakan yang diperoleh dari data Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dengan kerapatan setiap tegakan (volume dalam m3/ha dan kerapatan dalam g/cm3). 3.4.2 Perhitungan Karbon dan CO 2 Tegakan Perhitungan karbon merupakan konversi dari perhitungan biomassa yang diperoleh dengan mengalikannya dengan faktor koreksi (0,5) (IPCC 2006). Stok karbon dalam hutan dapat diduga dengan menggunakan rumus: C = W x 0,5 C = Jumlah stok karbon (tonC/ha) dan W = Biomassa (ton/ha). Selain itu hasil perhitungan C dikonversi ke dalam bentuk CO 2 dengan mengalikan hasil perhitungan C tersebut dengan faktor konversi sebesar 3,67 (Mirbach 2000). Nilai tersebut diperoleh dari reaksi kimia C terhadap CO2 dengan bentuk sistematis sebagai berikut: CO 2 = C x 3,67 C = Jumlah stok karbon (tonC/ha) dan CO 2 = jumlah stok CO 2 (ton CO 2 / ha). Angka konversi C dan CO 2 ini juga dipakai dalam penelitian Handayani (2003). 3.4.3 Perhitungan Biaya dan Pendapatan Konsep biaya yang digunakan adalah biaya pembangunan atau pengelolaan hutan tanaman. Seluruh biaya dihitung selama jangka waktu pengelolaan, sehingga akan diketahui aliran kas dari awal tahun sampai akhir daur. BTp = C 1 (1+i)4+ C 2 (1+i)3+C 3 (1+i)2+C 4 (1+i)1+C 5 (1+i)0 11 BTp = Biaya pengelolaan HTI (Rp/ha), Ct = biaya pada tahun ke – t (Rp/ha), i = tingkat inflasi. Pendapatan dari pengelolaan hutan tanaman industri dihitung dari nilai jual kayu dan karbon. Perhitungan pendapatan juga menggunakan nilai kini dan nilai akan datang yang memperhatikan perubahan nilai uang karena inflasi. 3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Nilai Kini Bersih Penilaian suatu proyek dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, tetapi yang paling banyak dan sering digunakan adalah analisis cash flow berdiskonto. Pendiskontoan merupakan suatu teknik analisis dengan menyusutkan aliran masa yang akan datang kepada masa kini. Nilai kini bersih atau Net Present Value merupakan selisih antara nilai sekarang dari arus manfaat dikurangi dengan nilai sekarang dari arus biaya. Penelitian ini menggunakan tingkat inflasi 9,11%. π π π‘=0 π‘=0 πΆπ‘ π π‘ −οΏ½ πππ = οΏ½ π‘ (1 + π)π‘ (1 + π) NPV = Net Present Value atau nilai kini bersih (Rp/ha) , Ct = biaya pada tahun ke – t (Rp/ha), Rt = pendapatan pada tahun ke – t (Rp/ha), i = tingkat inflasi, t = tahun atau umur ekonomis proyek. NPV Kayu = (Q ky x H ky ) - BTp Q ky = Potensi kayu (m3/ha), H ky = harga kayu (Rp/m3), BTp = Biaya pengelolaan HTI (Rp/ha). NPV Karbon = (Q c x H c ) - BTp Q c = Potensi karbon (tCO 2 /ha), H c = harga karbon 40.000-120.000 (Rp/tCO 2 ), BTp = Biaya pengelolaan HTI (Rp/ha). NPV Kayu dan Karbon = NPV Kayu + Pendapatan Karbon – Biaya Transaksi Pendapatan karbon = potensi CO 2 (tCO 2 /ha) x harga (Rp/ha), biaya transaksi = 6.300 (Rp/tCO 2 ). 3.5.2 Rasio Manfaat Biaya Metode ini menghitung rasio antara nilai sekarang pendapatan kotor dengan nilai sekarang biaya. Formulanya adalah sebagai berikut: 12 π΅π‘ (1 + π)π‘ π΅πΆπ = πΆπ‘ ∑ππ‘=π (1 + π)π‘ ∑ππ‘=0 Dimana: BCR = Benefit Cost Ratio Bt = pendapatan kotor pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t n = umur ekonomis dari suatu proyek i = tingkat inflasi Suatu proyek dapat dilaksanakan apabila memiliki nilai BCR > 1. Namun bila BCR ≤ 1, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk dijalankan. 3.5.3 Tingkat Pengembalian Internal Metode ini menghitung tingkat inflasi yang menyamakan nilai investasi sekarang dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang. IRR adalah nilai tingkat inflasi (i) yang membuat NPV sama dengan nol. Pendekatan untuk menghitung IRR yaitu: Dimana: IRR = Internal Rate of Return NPV (+) = NPV bernilai positif NPV (-) = NPV bernilai negatif i (+) = tingkat inflasi yang membuat NPV positif i (-) = tingkat inflasi yang membuat NPV negatif Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat inflasi, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR ≥ tingkat inflasi, maka proyek layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya. 13 3.5.4 Analisis Kelayakan Bisnis Analisis kelayakan bisnis yang diperhitungkan adalah kayu dan karbon pada areal kerja perusahaan hutan tanaman industri. πΏπ‘ = Luas areal efektif daur Lt = Luas tanaman (ha/tahun), luas areal efektif (ha), daur (th). Pk = Q ky x H ky x Lt Pk = Pendapatan kayu (Rp/m3), Q ky = Potensi kayu (m3/ha), H ky = harga kayu (Rp/m3), Lt = Luas tanaman (ha/tahun). Pc = Q c x H c x Lt Pc = Pendapatan karbon (Rp/tCO 2 ), Q c = Potensi karbon (tCO 2 /ha), H c = harga karbon 40.000-120.000 (Rp/tCO 2 ), Lt = Luas tanaman (ha/tahun). BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Luas Secara geografis areal PT. Wirakarya Sakti (WKS) terletak antara 0°45’00” - 01°36’00” LS dan 102°46’00” - 103°49’00” BT. Secara administrasi pemerintahan, areal PT. Wirakarya Sakti terletak di Provinsi Jambi, tercakup dalam 5 (lima) kabupaten yaitu : 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat, mencakup Kecamatan Tungkal Ulu, Betara, Merlung dan Pengabuan 2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur, mencakup Kecamatan Mendahara, Dendang dan Rantau Rasau 3. Kabupaten Batanghari, mencakup Kecamatan Pemayung dan Mersam, Morosebo Ilir, Merosebo Ulu. 4. Kabupaten Muaro Jambi, mencakup Kecamatan Morosebo, Kumpeh, dan Sakernan 5. Kabupaten Tebo mencakup Kecamatan Tengah Ilir dan Tebo Ulir. Secara adminstrasi pemangkuan hutan, areal HPHTI PT. Wirakrya Sakti termasuk dalam wilayah kerja Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi. Dishut Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Dishut Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Dishut Kabupaten Batanghari dan Dishut Kabupaten Muaro Jambi, dan Dishut Kabupaten Tebo. Berdasarkan pada tata ruang wilayah Provinsi Jambi dan Peta Penunjukan kawasan hutan Provinsi Jambi serta perkembangan tata batas fungí hutan, seluruh areal HTI PT. Wirakrya Sakti termasuk dalam kawasan hutan produksi tetap (HP). Berdasarkan keadaan lapangan, areal hutan PT. WKS terletak pada : 1. Areal kering (dry land) ± 168.318 ha (53.66%) 2. Areal basah (wet land) ± 145.353 ha (46.34 %) Saat ini unit manajemen membagi areal pengelolaannya menjadi 8 unit kelestarian yang disebut Distrik yaitu Distrik I, Distrik II, Distrik III, Distrik IV, Distrik V, Distrik VI, Distrik VII dan Distrik VIII. Areal kerja PT. Wirakarya Sakti ditata dengan mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 15 70/Kpts-II/1995 tanggal 6 Pebruari 1995 yang diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 246/Kpts-II/1996 tanggal 29 Mei 1996, tentang penataan areal hutan tanaman industri. Berdasarkan ketentuan tersebut dan disesuaikan dengan hasil deliniasi mikro dalam rangka percepatan pembangunan hutan tanaman, maka realisasi tata ruang PT. Wirakarya Sakti adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Realisasi tata ruang PT. Wirakarya Sakti Tata ruang Keseluruhan areal menurut SK Keseluruhan areal hasil perhitungan GIS Kawasan lindung Areal pemukiman, ladang, kebun dll Sarana dan prasarana Areal yang tidak layak produksi Plantable area Plantable area per Desember 2011 Luas (ha) 293.812 306.432 35.884 19.151 9.305 28.456 28.456 180.681 Sumber: RKT PT. Wirakarya Sakti Tahun 2011 4.2 Topografi dan Tanah Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000, areal kerja PT. Wirakarya Sakti terletak pada ketinggian 3-469 m di atas permukaan laut (dpl). Daerah rawa memiliki ketinggian antara 3-6 m dpl, sedangkan daerah darat berketinggian antara 6-469 m dpl. PT. Wirakarya Sakti pada umumnya berada di daerah dataran rendah bagian timur Sumatera, dengan kondisi topografi datar sampai dengan berbukit. Berdasarkan sifat fisik alamnya, areal hutan tanaman industri PT. Wirakarya Sakti dibagi menjadi dua, yakni daerah rendah aluvial dengan wilayah datar, datar agak cekung melandai ke arah pantai, sungai dan daerah dataran tinggi dengan kelerengan 0–5%, pada ketinggian 0–15 m dpl. Sedangkan areal lainnya ialah daerah bergelombang sampai dengan berbukit dengan ketinggian di bawah 50 m dpl dan kemiringan 5–25%. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 dan Peta Satuan Lahan dan Tanah skala 1: 250.000 Lembar Jambi (1024), Lembar Rengat (0915) dan Lembar Muarabungo (0914), kemiringan lahan bervariasi dari datar hingga sangat curam. Kondisi tanah dalam PT. Wirakarya Sakti terdiri dari dua jenis tanah yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah organik mempunyai ordo 16 histosol sedangkan untuk jenis tanah mineral terdapat ordo tanah ultisol, inceptisol, dan spodosol. 4.3 Iklim PT. Wirakarya Sakti awalnya termasuk tipe iklim A (sangat basah), namun sekarang berubah menjadi tipe B (basah) bahkan ada yang bertipe C. Hal ini dikarenakan adanya pembangunan HTI dan pembukaan hutan primer menjadi areal–areal lain seperti perkebunan karet dan sawit serta pemukiman dan peladangan penduduk. Curah hujan di areal hutan PT. Wirakarya Sakti adalah tinggi karena antara musim kemarau dan musim hujan tidak ada perbedaan yang terlihat jelas. Banyaknya curah hujan sepanjang tahun menyebabkan daerah tersebut dapat dikatakan sebagai daerah basah meskipun terkadang suhu sangat panas. Hal ini disebabkan karena arealnya didominasi oleh areal rawa dan sedikit dataran tinggi. 4.4 Keadaan Hutan Kondisi penutupan vegetasi di areal kerja berdasarkan luas per SK definitif menurut citra Landsat 7 ETM+ Band 542 Path 125 Row 61 liputan 7 Mei 2009 stripping 21 April 2009 yang telah disetujui oleh Badan Planologi Kehutanan (No. S.704/IPSDH-2/2009 tanggal 10 November 2009. Penutupan lahan pada PT. Wirakarya Sakti terdiri dari hutan bekas tebangan, hutan tanaman, belukar tua, belukar muda, rawa, perkebunan, pemukiman, pertanian campuran, dan tanah terbuka. Tipe hutan PT. Wirakarya Sakti termasuk hutan tropika basah yang memiliki tiga jenis tanaman pokok yaitu Acacia crassicarpa, Acacia mangium, dan Eucalyptus pellita. Luasan untuk tanaman pokok tersebut ± 70% dari total areal. Selain itu pada total luasan tersebut juga ditanami tanaman unggulan (Meranti, sungkai, pulai, jabon, bulian, kacang–kacang, jelutung ) seluas ± 10% dari total areal, tanaman kehidupan (Nangka, pinang, kemiri, durian, sukun) seluas ± 5% dari total areal. Selebihnya digunakan sebagai kawasan lindung (10%) dan sarana dan prasarana (5%). 17 4.5 Kependudukan Sebagian besar penduduk di sekitar PT. Wirakarya Sakti adalah pendatang dari luar kota Jambi yang datang sebagai buruh ataupun kontraktor. Masyarakat di sekitar PT. Wirakarya Sakti sebagian besar bekerja dibidang pertanian, baik pertanian lahan basah maupun lahan kering. Pertanian lahan basah meliputi areal persawitan dengan memanfaatkan pinggiran-pinggiran sungai, sedangkan pertanian lahan kering meliputi padi ladang dan areal perkebunan. Persawahan yang ada pada masing-masing kabupaten tergolong tidak luas apabila dibandingkan dengan total luas wilayah yang ada. Di samping tanaman pangan, tanaman perkebunan juga sudah berkembang dan menjadi salah satu sumber mata pencaharian penduduk. Tiga jenis tanaman perkebunan yang paling banyak di setiap kabupaten atau kecamatan adalah karet, kelapa dan kelapa sawit. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Simpanan Biomassa, Karbon, dan Karbondioksida Biomassa dalam penelitian ini adalah biomassa di atas permukaan tanah yaitu biomassa yang diduga dari diameter pohon berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang dilaksanakan pada tahun 2010. Parameter umur dan jenis tanah digunakan karena mempunyai pengaruh terhadap laju peningkatan biomassa atau karbon atau karbondioksida pada hutan tanaman industri. Pada hutan tanaman industri di PT. Wirakarya Sakti, terdapat tiga jenis pohon yang umumnya dipanen yaitu Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan Eucalyptus pellita. Pohon ditanam pada dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah mineral dan gambut. Perhitungan besarnya biomassa tiap jenis pohon dipengaruhi oleh besarnya diameter setinggi dada pohon, tinggi total pohon, dan berat jenis pohon. Untuk memperoleh nilai biomassa dilakukan dengan cara mengalikan nilai volume pohon dengan berat jenis. Hasil pendugaan biomassa, karbon dan karbondioksida pada berbagai umur tanaman dapat dilihat pada Lampiran 1. Biomassa, karbon, dan karbondioksida pada tegakan Acacia crassicarpa, Acacia mangium, dan Eucalyptus pellita sangat bervariasi dari umur satu tahun sampai lima tahun. Perbedaan biomassa, karbon, dan karbondioksida tersebut disebabkan oleh perbedaan diameter rata-rata tegakan. Semakin besar diameter rata-rata tegakan maka semakin besar pula potensi karbon yang dapat diserap. Pada Gambar 1 umur satu tahun, tegakan Acacia crassicarpa di tanah mineral memiliki kandungan karbon 25,90 tCO 2 /ha dan pada umur tiga tahun tanaman ini dapat menyerap karbon sebesar 118,96 tCO 2 /ha. Pada tahun keempat, kandungan karbon yang diperoleh lebih kecil dibandingkan kandungan karbon pada umur tanaman tiga tahun yaitu 105,83 tCO 2 /ha. Pada akhir daur, karbon yang dapat diserap dapat mencapai 188,05 tCO 2 /ha. Tegakan jenis Acacia crassicarpa yang ditanam di tanah gambut pada umur tanaman satu tahun kandungan karbon sebesar 0,64 tCO 2 /ha dan pada akhir daur produksi karbon 19 yang dapat diserap sebesar 173,81 tCO 2 /ha. Karbon yang dapat diserap meningkat setiap tahunnya, hal ini selaras dengan penelitian Yuniawati (2011) dengan kandungan karbon jenis Acacia crassicarpa yang dapat diserap pada akhir daur Kandungan karbon (tCO2/ha) sebesar 133,10 ton/ha. (A) 200.00 188.05 150.00 118.96 100.00 50.00 105.83 42.81 25.90 0.00 1 2 3 4 5 Umur tanaman (tahun) Kandungan karbon (tCO2/ha) (B) 200.00 173.81 150.00 119.82 101.78 100.00 50.00 31.19 0.00 0.64 1 2 3 4 5 Umur tanaman (tahun) Gambar 1 Perkembangan potensi CO 2 tanaman Acacia crassicarpa pada tanah mineral (A) dan gambut (B). Potensi stok karbon pada Acacia crassicarpa di tanah gambut mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan di tanah mineral, hal ini dikarenakan pada tanah gambut karbon lebih banyak tersimpan di bawah permukaan tanah. Karbon yang tersimpan terdiri dari bahan organik sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna. Potensi stok karbon pada tanah mineral di bawah permukaan tanah lebih kecil, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Agus dan Subiksa (2008) bahwa kandungan karbon pada hutan gambut di atas permukaan tanah (150-200t/ha) lebih kecil dibandingkan di bawah permukaan tanah (300-6000t/ha), sedangkan pada hutan primer tanah mineral kandungan karbon di atas permukaan tanah (200- 20 350t/ha) lebih besar dibandingkan kandungan karbon di bawah permukaan tanah (30-300 t/ha). Kandungan karbon (tCO2/ha) (A) 250.00 228.88 200.00 179.12 150.00 100.00 69.05 50.00 31.65 7.69 0.00 1 2 3 4 5 Umur tanaman (tahun) Kandungan karbon (tCO2/ha) (B) 100.00 89.98 80.00 77.30 76.74 60.00 40.00 28.14 20.00 4.71 0.00 1 2 3 4 5 Umur tanaman (tahun) Gambar 2 Perkembangan potensi CO 2 tanaman Acacia mangium pada tanah mineral (A) dan gambut (B). Pada Gambar 2, tegakan Acacia mangium di tanah mineral memiliki potensi stok karbon 7,69 tCO 2 /ha pada umur satu tahun dan pada akhir daur mampu menyerap karbon sebesar 228,88 tCO 2 /ha. Potensi karbon pada Acacia mangium di tanah gambut juga lebih kecil dibandingkan di tanah mineral. Pada umur tanaman satu tahun, kandungan karbon Acacia mangium di tanah gambut sebesar 4,71 tCO 2 /ha dan pada umur tiga tahun kandungan karbon sebesar 89,98 tCO 2 /ha. Potensi stok karbon pada tahun keempat lebih kecil dibandingkan potensi stok karbon pada tahun ketiga yaitu 77,30 tCO 2 /ha, begitu juga pada tahun kelima karbon yang dapat diserap adalah 76,74 tCO 2 /ha. Pada tanah gambut, rata-rata potensi karbon pada jenis Acacia mangium lebih kecil dibandingkan jenis Acacia crassicarpa hal ini terjadi karena jenis Acacia crassicarpa merupakan jenis tanaman yang cukup mudah beradaptasi 21 dengan lingkungan karena dapat tumbuh pada jenis tanah yang bervariasi, Kandungan karbon (tCO2/ha) mengandung kadar garam, tidak subur, atau mempunyai drainase tidak sempurna. Eucalyptus pellita 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 138.27 88.71 56.31 14.44 1 17.14 2 3 Umur tanaman (tahun) 4 5 Gambar 3 Perkembangan potensi CO 2 tanaman Eucalyptus pellita pada tanah mineral. Pada Gambar 3, umur satu tahun tegakan Eucalyptus pellita di tanah mineral memiliki kandungan karbon 14,44 tCO 2 /ha dan pada akhir daur karbon yang dapat diserap mencapai 138,27 tCO 2 /ha. Potensi karbon yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Siahaan (2009) dengan potensi karbon yang dapat diserap pada akhir daur sebesar 37,40 ton/ha dan sebesar 37,67 ton/ha pada penelitian ini. Data pada tegakan Eucalyptus pellita dalam IHMB hanya terdapat di tanah mineral. Penambahan kandungan biomassa akan diikuti oleh penambahan karbon, hal ini menjelaskan bahwa karbon dan biomassa memiliki korelasi positif sehingga apapun yang menyebabkan peningkatan ataupun penurunan biomassa akan menyebabkan peningkatan atau penurunan kandungan karbon. Terjadinya penurunan kandungan karbon pada tegakan dikarenakan diameter rata-rata tegakan mengalami penurunan dari umur sebelumya sehingga potensi stok karbon menurun. Faktor lain yang menyebabkan potensi karbon mempunyai nilai lebih kecil dibandingkan dari umur sebelumnya adalah karena data yang digunakan dari IHMB dipengaruhi oleh keberhasilan tanaman yang lebih rendah dari tanaman yang lain, sehingga kerapatan tegakan lebih kecil dari tegakan lain dan mengurangi jumlah kandungan karbon. Pada tanah mineral, potensi karbon tertinggi terdapat pada jenis Acacia mangium yaitu 228,88 tCO 2 /ha sedangkan pada tanah gambut potensi karbon tertinggi terdapat pada jenis Acacia crassicarpa yaitu 173,81 t CO 2 /ha. Terjadi 22 peningkatan produksi biomassa pada umur tanaman satu sampai umur daur, sehingga dengan bertambahnya umur tanaman maka produksi karbon yang dapat diserap pun akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah biomassa maupun karbon yang dapat diserap tersebut menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam mengelola hutan tanaman industri. 5.2 Perkembangan Biaya Pengelolaan Tegakan dan Serapan Karbon selama Daur Perkembangan biaya pada penelitian ini dikaji berdasarkan data kegiatan pengelolaan blok RKT (Rencana Kerja Tahunan) tahun 2005. Data yang digunakan untuk menghitung biaya pada hutan tanaman industri di PT. Wirakarya Sakti adalah data keuangan pada tahun 2005. Biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini meliputi seluruh komponen biaya yang dikeluarkan sepanjang waktu pengelolaan hutan tanaman industri. Komponen biaya terdiri dari biaya perencanaan, biaya persemaian, biaya penanaman dan biaya pemeliharaan tanaman yang hanya dikeluarkan pada tahun pertama. Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara dikeluarkan ketika hutan tanaman industri sudah berjalan satu tahun kemudian terus dibayarkan sampai daur. Biaya pengendalian kebakaran & pengamanan hutan, biaya pemenuhan kewajiban kepada lingkungan biaya pemenuhan kewajiban kepada sosial, biaya infrastruktur, biaya administrasi & umum dan biaya penelitian & pengembangan dikeluarkan pada tiap tahun. Biaya produksi hanya dikeluarkan pada akhir daur. Tingkat inflasi yang digunakan untuk penentuan harga merupakan rata-rata inflasi dari tahun 2005 – 2009 (Bank Indonesia 2010) sebesar 9,11%. Pendekatan yang digunakan untuk perhitungan besarnya biaya transaksi adalah berdasarkan besarnya transaksi CO 2 yang dilakukan rata-ratanya sebesar $0.63 /tCO 2 (Antinori dan Sathaye 2007). Harga kayu yang digunakan untuk jenis Acacia mangium sebesar Rp 431.825/m3 yang merupakan rata-rata harga kayu penjualan dari Perhutani Rp 413.650/m3 (Suprayogi 2009) dan IUPHHK-HT Musi Hutan Persada Rp 450.000/m3 (Murtijo 2009). Harga kayu Acacia crassicarpa dan Eucalyptus pellita diasumsikan sama dengan harga kayu Acacia mangium. Perkembangan biaya pengelolaan tegakan blok RKT 2005 selama daur terdapat pada Lampiran 2. 23 Komponen biaya pengelolaan di hutan tanaman industri PT. Wirakarya Sakti berdasarkan laporan keuangan tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komponen biaya pengelolaan hutan tanaman industri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Komponen biaya Biaya perencanaan Biaya persemaian Biaya penanaman Biaya pemeliharaan tanaman Biaya pengendalian kebakaran & pengamanan hutan Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara Biaya pemenuhan kewajiban kepada lingkungan Biaya pemenuhan kewajiban kepada sosial Biaya infrastruktur Biaya administrasi & umum Biaya penelitian & pengembangan Biaya produksi Jumlah (Rp/ha) 70.470 107.042 534.888 376.494 411.161 Tahun dikeluarkan 1 1 1 1 Tiap tahun 416.242 2,3,4,5 9.880 Tiap tahun 66.067 Tiap tahun 279.783 3.748.586 52.428 1.696.234 Tiap tahun Tiap tahun Tiap tahun 5 Sumber: Laporan Keuangan PT. Wirakarya Sakti 2005 Perkembangan biaya pengelolaan dan biaya serapan karbon hutan tanaman industri yang dikeluarkan sepanjang waktu pengelolaan hutan tanaman industri Biaya serapan karbon (Rpx1 juta/tCO2) Biaya pengelolaan (Rpx1 juta/ha) menurut umur pada ketiga jenis tegakan dapat dilihat pada Gambar 4. (A) 50 2005 24 16 8 0 46 2006 34 Tahun 2007 2008 (B) 80 2009 Acm: A.crassicarpa mineral 60 Amm: A.mangium mineral 40 Epm: Eucalyptus pellita mineral 20 Acg: A.crassicarpa gambut 0 2005 2006 2007 Tahun 2008 2009 Amg: A.mangium gambut Gambar 4 Perkembangan biaya pengelolaan (A) dan biaya serapan karbon (B) blok RKT 2005 selama daur. 24 Biaya pengelolaan tegakan blok RKT 2005 selama daur adalah Rp 8,01 juta/ha, Rp 15,81 juta/ha, Rp 24,31 juta/ha, Rp 33,59 juta/ha hingga pada akhir daur total biaya mencapai Rp 46,12 juta/ha. Biaya serapan karbon pada tiap jenis tegakan berbeda karena dipengaruhi oleh potensi serapan karbon yang dihasilkan dari ketiga jenis tegakan. Rata-rata biaya serapan karbon tegakan blok RKT selama daur adalah Rp 57.249/tCO 2 pada tahun awal penanaman, Rp 150.488/tCO 2 di tahun kedua , sebesar Rp 299.495/tCO2 pada tahun ketiga, Rp 1,21 juta/tCO 2 di tahun keempat, dan pada tahun 2009 mencapai Rp 18,67 juta/tCO 2 . Biaya serapan karbon yang dikeluarkan setiap tahunnya berbanding lurus dengan besarnya biaya pengelolaan yaitu semakin meningkat setiap tahunnya. Bertambahnya umur dan kandungan karbon yang dapat diserap meningkatkan biaya pengelolaan yang dikeluarkan, hal ini disebabkan karena beban bunga dari biaya yang telah dikeluarkan tahun sebelumnya ditambah dengan biaya pengelolaan untuk tahun berjalan sehingga biaya total meningkat setiap tahunnya. 5.3 Nilai Kini Total Biaya Serapan Karbon saat Akhir Daur Nilai kini total biaya serapan karbon saat akhir daur berdasarkan jenis tegakan dapat dilihat pada Gambar 5. Biaya serapan karbon (Rpx1.000/tonCO2) 700 601 600 500 400 300 334 245 200 202 265 100 Acm Amm Epm Acg Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Amg Jenis tegakan Gambar 5 Nilai kini total biaya serapan karbon saat akhir daur. Terlihat bahwa biaya terendah terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah mineral yaitu Rp 201.521/tCO 2 dan biaya untuk serapan karbon tertinggi terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut 25 sebesar Rp 601.015/tCO 2 . Pada jenis Acacia crassicarpa di tanah mineral, biaya serapan karbon sebesar Rp 245.277/tCO 2 dan Rp 265.370/tCO 2 di tanah mineral. Pada jenis Eucalyptus pellita, biaya serapan karbon yang diperoleh adalah Rp 333.583/tCO 2. Biaya serapan karbon dipengaruhi oleh potensi karbon dari masing-masing jenis. Biaya serapan karbon yang tinggi pada jenis Acacia mangium terjadi karena potensi tegakan yang diperoleh cukup rendah yaitu 76,74 tCO 2 . Perkembangan biaya serapan karbon blok RKT 2005 selama daur dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.4 Nilai Kayu saat Akhir Daur Pengelolaan hutan tanaman industri bertujuan hanya untuk memproduksi kayu, maka akan dilakukan analisis nilai kini bersih produk kayu tersebut. Pendapatan dari kayu pada akhir daur diperoleh dari hasil perkalian harga dugaan per batang dari umur tertentu dengan rata-rata jumlah pohon per hektar pada umur tertentu. Analisis dilakukan untuk satu kali daur untuk satu hektar tegakan. Nilai kini bersih kayu dapat dilihat pada Gambar 6. 50.00 42.17 Nilai kini bersih kayu (Rpx1juta/ha) 40.00 30.00 22.48 17.29 20.00 10.96 10.00 (10.00) Acm Amm Epm (20.00) Jenis tegakan AC AM Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut (16.52) Gambar 6 Nilai kini bersih kayu berdasarkan jenis tegakan. Gambar 6 menunjukkan nilai kini bersih yang diperoleh dari penjualan kayu berdasarkan biaya total saat akhir daur. Nilai kini bersih kayu saat akhir daur yang diperoleh menunjukkan nilai positif dan negatif dengan nilai kini bersih terbesar terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah mineral yaitu Rp 42,17 juta/ha. Pada jenis Acacia crassicarpa di tanah mineral, nilai kini bersih kayu yang diperoleh Rp 22,48 juta/ha dan Rp 17,29 juta/ha di tanah mineral. Tegakan jenis Eucalyptus pellita memperoleh nilai kini bersih kayu sebesar Rp 26 10,96 juta/ha . Pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut, diperoleh nilai nilai kini bersih kayu yang negatif sebesar Rp-16,51 juta/ha. Analisis pendapatan dan biaya pengelolaan hutan tanaman industri untuk produksi kayu disajikan pada Lampiran 4. 5.5 Nilai Karbon saat Akhir Daur Nilai karbon saat akhir daur menunjukkan jika pengelolaan hutan tanaman industri hanya untuk perdagangan karbon sebagai tujuan utama tanpa memperhitungkan pendapatan dari kayu. Prospek pengelolaan hutan tanaman industri untuk perdagangan karbon diduga dengan mencari nilai kini bersih karbon tersebut. Pendapatan diketahui dengan cara mengalikan harga kompensasi yang berlaku dengan karbon yang diserap oleh tegakan. Pada Tabel 3, menyajikan harga karbon internasional dari berbagai sumber. Tabel 3 Harga karbon internasional pada beberapa sumber No Sumber Harga (US$/tCO 2 ) 1 Point carbon MOE (2003) 4-7 2 Pirard (2005) 6 , 9, dan 12 3 Hodes, GS & Kamel, SM (2007) 5-11.5 Harga karbon internasional yang berlaku berkisar US$ 4-12/tCO 2 dengan kurs 1 US$ = Rp 10.000 maka harga karbon berkisar antara Rp 40.000120.000/tCO 2 . Analisis pendapatan dan biaya pengelolaan hutan tanaman industri untuk produksi karbon dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada berbagai tingkat harga karbon dengan jenis Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan Eucalyptus pellita yang ditanam pada tanah mineral maupun tanah gambut dengan pembayaran karbon di akhir daur mempunyai nilai kini bersih negatif. Nilai kini bersih karbon saat akhir daur dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai kini bersih karbon (Rpx1juta/ha) Nilai kini bersih karbon (Rpx1juta/ha) Nilai kini bersih karbon (Rpx1juta/ha) 27 (A) US$ 4 (34.00) (36.00) Acm Amm Epm Acg Amg (38.00) (40.00) (42.00) (38.41) (39.79) (41.46) (44.00) (43.54) Jenis tegakan (B) US$ 9 (10.00) (40.27) Acm Amm Epm Acg Amg (20.00) (30.00) (40.00) (30.38) (26.97) (34.55) (50.00) (C) US$ 12 Acm (20.00) (30.00) (39.70) Jenis tegakan (10.00) (31.58) (24.74) Amm Epm Acg Amg (20.10) (30.40) (26.36) (40.00) Jenis tegakan (37.40) Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Gambar 7 Nilai kini bersih karbon pada berbagai tingkat harga. Harga minimum karbon untuk menghasilkan nilai kini bersih yang positif pada pengelolaan hutan tanaman industri berbeda pada tiap jenis tegakan. Pada tanah mineral, jenis Acacia crassicarpa dan Acacia mangium harga minimum karbonnya adalah US$ 26/tCO 2. Harga minimum karbon agar memperoleh keuntungan dari perdagangan karbon pada jenis Eucalyptus pellita sebesar US$ 34/tCO 2. Pada tanah gambut, jenis Acacia crassicarpa layak untuk diusahakan pada perdagangan karbon bila harga karbon sebesar US$ 28/tCO 2 dan pada jenis Acacia mangium, harga karbon harus sebesar US$ 65/tCO 2 agar karbon menjadi layak diusahakan di hutan tanaman industri. 28 5.6 Nilai Kayu dan Karbon saat Akhir Daur Pengelolaan hutan tanaman industri dengan pendapatan karbon sebagai tujuan utama di PT. Wirakarya Sakti tidak layak diusahakan, hal tersebut disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola hutan tanaman industri lebih besar dari pendapatan serapan karbon sehingga kayu masih menjadi komoditi utama yang diusahakan dan serapan karbon yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai tambahan pendapatan dengan insentif ekonomi yang cukup besar. Nilai kayu dan karbon saat akhir daur pada setiap jenis dengan berbagai tingkatan harga Nilai kini bersih kayu&karbon (Rpx1juta/ha) Nilai kini bersih kayu&karbon (Rpx1juta/ha) Nilai kini bersih kayu&karbon (Rpx1juta/ha) karbon disajikan dalam Gambar 8. 60.00 40.00 (A) US$ 4 49.89 28.82 15.62 20.00 23.15 (20.00) Acm Amm Epm Acg (13.93) Jenis tegakan (B) US$ 9 80.00 60.00 40.00 Amg 61.33 38.22 22.53 31.84 20.00 (20.00) Acm Amm Epm Acg Jenis tegakan (C) US$ 12 80.00 60.00 Amg (10.09) 68.20 43.87 40.00 26.68 37.05 20.00 (20.00) Acm Amm Epm Jenis tegakan Acg Amg (7.79) Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Keterangan: Acm: A.crassicarpa mineral Amm: A.mangium mineral Epm: Eucalyptus pellita mineral Acg: A.crassicarpa gambut Amg: A.mangium gambut Gambar 8 Nilai kini bersih kayu dan karbon pada berbagai tingkat harga. Gambar 8 menunjukkan nilai kini bersih yang diperoleh apabila perusahaan mengusahakan hasil hutan berupa karbon dan kayu pada berbagai jenis tegakan dengan tingkat harga US$ 4, US$ 9 dan US$ 12/tCO 2 . Nilai kini bersih kayu dan 29 karbon tertinggi dicapai pada tingkat harga US$ 12/tCO 2 pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah mineral yaitu sebesar Rp 68,20 juta/ha dan hasil nilai kini bersih kayu dan karbon terendah terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut sebesar Rp-13,93 juta/ha pada tingkat harga US$4/tCO 2 . Potensi ekonomi hutan tanaman industri pada PT. Wirakarya Sakti untuk perdagangan karbon dan kayu pada akhir daur dengan harga US$ 4, US$ 9 dan US$ 12/tCO 2 hanya layak pada jenis Acacia crassicarpa di tanah mineral dan gambut, Acacia mangium di tanah mineral dan Eucalyptus pellita di tanah mineral. Potensi ekonomi perdagangan karbon dan kayu jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut tidak layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai kini bersih negatif. 5.7 Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon Berdasarkan analisis nilai karbon saat akhir daur, pengelolaan hutan tanaman industri hanya untuk perdagangan karbon tidak layak untuk diusahakan karena menghasilkan nilai kini bersih negatif. Nilai kini bersih berubah menjadi positif ketika dilakukan analisis nilai kini bersih terhadap kayu dan karbon, hal ini menunjukkan bahwa adanya insentif dari karbon sehingga meningkatkan nilai ekonomi kayu dan karbon secara keseluruhan. Insentif karbon tersebut dapat diperoleh jika pengelolaan hutan tanaman industri merupakan produk ganda kayu dan karbon. Di dalam pengelolaan hutan tanaman industri untuk tujuan kayu dan karbon, biaya pengelolaan telah dibebankan pada produksi kayu sehingga insentif karbon merupakan selisih antara pendapatan per hektar dan biaya transaksi per hektar. Perhitungan insentif ekonomi serapan karbon pada berbagai harga disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Insentif ekonomi serapan karbon Jenis tegakan Harga karbon (US$/tCO 2 ) US$ 4 US$ 9 Acm (Rp/ha) 6.337.164 15.739.483 Amm (Rp/ha) 7.713.131 19.156.946 Epm (Rp/ha) 4.659.589 11.572.927 Acg (Rp/ha) 5.857.329 14.547.729 Amg (Rp/ha) 2.586.227 6.423.359 US$ 12 21.380.875 26.023.234 15.720.929 19.761.968 8.725.638 30 Tabel 4 menunjukkan bahwa setiap jenis tegakan di tanah mineral maupun gambut memiliki peluang menerima insentif ekonomi dari perdagangan karbon skema REDD+ pada semua harga kompensasi yang disimulasikan. Insentif ekonomi serapan karbon tertinggi terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah mineral sebesar Rp 26,02 juta/ha pada harga kompensasi US$ 12/tCO 2 dan pada tanah gambut sebesar Rp 19,76 juta/ha untuk jenis Acacia crassicarpa. Insentif ekonomi serapan karbon paling rendah terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam pada lahan gambut sebesar Rp 2,58 juta/ha pada harga kompensasi minimum US$ 4/tCO 2, Rp 6,42juta/ha pada harga karbon US$ 9/tCO 2 , dan sebesar Rp 8,72 juta/ha pada harga karbon US$ 122/tCO 2 . Pembangunan hutan tanaman industri dengan jenis Acacia mangium yang ditanam pada lahan gambut tidak layak untuk diusahakan walaupun terdapat insentif ekonomi serapan karbon, hal ini disebabkan karena adanya insentif karbon tidak dapat menutupi kerugian dari hasil produksi kayu. 5.8 Analisis Kelayakan Bisnis Kayu dan Karbon di Hutan Tanaman Industri Potensi insentif ekonomi serapan karbon menunjukkan adanya peluang bagi hutan tanaman industri untuk memperoleh tambahan dari perdagangan karbon dalam skema REDD+. Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon dilakukan pada skala pengelolaan yang dilakukan oleh PT. Wirakarya Sakti dengan skema pengelolaan hutan untuk dua kali daur (10 tahun). Luasan yang dipakai berdasarkan luas efektif untuk tanaman produksi seluas 181.569 ha. Luas areal yang digunakan dalam satu daur (5 tahun) adalah 36.313 ha/th. Harga dasar yang digunakan untuk menanalisis kelayakan bisnis ini adalah harga pada tahun 2009. Pada tanah mineral, tegakan yang digunakan untuk menganalisis kelayakan bisnis kayu dan karbon digunakan tegakan jenis Acacia mangium dan pada tanah gambut digunakan tegakan jenis Acacia crassicarpa. Pengusahaan bisnis kayu dan karbon di hutan tanaman industri sebagai sumber penghasilan dikatakan layak apabila NPV (Net Present Value) ≥ 0, BCR (Benefit Cost Ratio) ≥ 1, dan IRR (Internal Rate of Return) > i (tingkat inflasi). 31 Pembayaran karbon dilakukan per daur (5 tahun) berdasarkan kumulatif serapan karbon sampai daur. Jumlah serapan karbon yang dibayarkan pada satu kali daur jenis Acacia mangium dan Acacia crassicarpa dapat dilihat pada Tabel5. Tabel 5 Serapan karbon Acacia mangium dan Acacia crassicarpa selama daur RKT Serapan karbon (/tCO 2 ) Acacia mangium Acacia crassicarpa 1 279.251 23.066 2 1.149.277 1.132.612 3 2.507.566 3.696.182 4 6.504.571 4.351.198 5 8.311.368 6.311.629 Total 18.752.033 15.514.686 Total serapan karbon selama satu daur pada jenis Acacia mangium di tanah mineral sebesar 18,75 juta/tCO 2 dan total serapan karbon selama satu daur pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut sebesar 15,51 juta/tCO 2. Pada Tabel 6 menyajikan hubungan NPV, BCR dan IRR dari kayu dan karbon selama dua kali daur pada jenis Acacia mangium dengan tingkatan harga US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 . Tabel 6 NPV, BCR dan IRR kayu & karbon Acacia mangium selama dua kali daur US$ 4 US$ 9 US$ 12 NPV (Rp) 9.655.031.427.399 10.744.374.195.325 11.397.979.856.080 BCR 2 3 3 IRR (%) 87 94 97 Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon, pada jenis Acacia mangium dengan tingkat harga US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 layak untuk dijalankan karena nilai NPV ≥ 0, BCR ≥ 1, dan IRR > i (9,11%). Pada harga minimum US$ 4/tCO 2 , nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 9, 65 triliun dengan BCR 2 dan IRR 87%. Pada harga US$ 9/tCO 2 , NPV yang dihasilkan sebesar Rp 10, 65 triliun dengan BCR 3 dan IRR 94%. Pada harga maksimum, bila karbon dijual US$ 12/tCO 2 NPV yang diperoleh adalah Rp 11,39 triliun, BCR 3 dan IRR 97%. Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur dapat dilihat pada lampiran 5. 32 Pada Tabel 7 menyajikan hubungan NPV, BCR, dan IRR dari kayu dan karbon selama dua kali daur pada jenis Acacia crassicarpa dengan simulasi harga yaitu US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 . Tabel 7 NPV, BCR dan IRR kayu & karbon Acacia crassicarpa selama dua kali daur US$ 4 US$ 9 US$ 12 NPV (Rp) 6.416.818.954.154 7.318.097.844.130 7.858.865.178.116 BCR 2 2 2 IRR (%) 72 79 82 Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon, pada jenis Acacia crassicarpa dengan tingkat harga US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 layak untuk dijalankan karena nilai NPV ≥ 0, BCR ≥ 1, dan IRR > i (9,11%). Pada harga minimum US$ 4/tCO 2 , nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 6,41 triliun dengan BCR 2 dan IRR 72%. Pada harga kompensasi karbon US$ 9/tCO 2 , NPV yang dihasilkan sebesar Rp 7,31 triliun dengan BCR 2 dan IRR 79%. Pada harga maksimum bila karbon dijual US$ 12/tCO 2 , NPV yang diperoleh adalah Rp 7,85 triliun, BCR 2 dan IRR 82%. Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur dapat dilihat pada Lampiran 6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Potensi karbon yang dihasilkan dari pengelolaan hutan tanaman industri meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Pada tanah mineral potensi karbon untuk tegakan Acacia crassicarpa berkisar antara 25,90-188,05 tCO 2 /ha, untuk tegakan Acacia mangium berkisar antara 7,69-228,88 tCO 2 /ha, dan untuk tegakan Eucalyptus pellita berkisar antara 13,57-129,97 tCO 2 /ha. Pada tanah gambut potensi karbon untuk tegakan Acacia crassicarpa berkisar antara 0,60-163,38 tCO 2 /ha, untuk tegakan Acacia mangium berkisar antara 14,44-138,27 tCO 2 /ha. 2. Biaya serapan karbon semakin meningkat dengan bertambahnya kandungan karbon, rata-rata biaya serapan karbon berkisar antara Rp 57.249-Rp 18,67 juta/tCO 2 . Biaya serapan karbon terendah terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah mineral sebesar Rp 201.521/tCO 2 . 3. Insentif ekonomi serapan karbon paling rendah terdapat jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut sebesar Rp 2,58 juta/ha pada kompensasi harga US$ 4/tCO 2 dan insentif tertinggi terdapat pada jenis Acacia mangium pada tanah mineral sebesar Rp 26,02 juta/ha pada harga kompensasi US$ 12/tCO 2 . 4. Prospek pengelolaan hutan tanaman industri dengan insentif pendapatan dari karbon dan kayu layak untuk dijalankan pada tingkat harga US$ 4, US$ 9 dan US$ 12/tCO 2 . 6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi karbon daun, cabang, ranting, akar, tumbuhan bawah dan serasah pada ketiga jenis tegakan sehingga dapat diketahui potensi pendapatan dari potensi total karbon yang ada di hutan tanaman industri. DAFTAR PUSTAKA Agus F, Subiksa IGM. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Antinori C, Sathaye J. 2007. Assessing biaya transaksis of project-based greenhouse gas emissions trading. Berkeley: Lawrence Berkeley National Laboratory. Bank Indonesia. 2010. Laporan inflasi (indeks harga konsumen). http://www.bi.go.id [27 Agustus 2012]. Brown S.1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAP Forestry Paper No. 134. FAO USA. CIFOR. 2010. REDD: Apakah itu? pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan REDD. Bogor : CIFOR. [Dephut] Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1994. Pedoman teknis penanaman jenis-jenis kayu komersial. Jakarta: Departemen Kehutanan. Hairiah K., Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. Handayani RR. 2003. Prospek pengelolaan hutan tanaman Pinus merkusii untuk tujuan perdagangan karbon di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hanum F, L.J.G. van der Maesen. 1997. Plant resources of South-East Asia. Bogor: Prosea Hodes, GS & Kamel, SM. 2007, Equal exchange: Determining a fair price for carbon. Roskilde: Perspectives Series 2007. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC 2006 Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme. Tokyo: IGES. Mandang YI, Pandit IKN.2002. Pedoman identifikasi jenis kayu di lapangan. Bogor: Yayasan Prosea. Mirbach VM, 2000. Carbon budget accounting at the forest management unit level: An Overview of Issues and Methods. http://www.modelforest.net. [5 Agustus 2012]. [MoE] Ministry of Environment Republic of Indonesia. 2003. National Strategy Study on CDM in Forestry Sector, Final Report. Jakarta. Murtijo. 2009. PT. Musi Hutan Persada: CSR berbasis core bisnis. http://Murtijo’s Blog.com [ 27 Agustus 2012] Pamudji WH. 2011. Potensi serapan karbon pada tegakan akasia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Pirard R. 2005. Pulpwood Plantations as Carbon Sinks in Indonesia: Methological Challenge and impact on livelihoods. On Mudiyarso D dan Herawati H, editor. Carbon Forestry: Who Will Benefit? Proceedings of workshop on carbon sequestration and sustainable livelihoods. Bogor: Center for International Forestry Research. 35 PT. Wirakarya Sakti. 2005. Laporan Keuangan IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti. Jambi. PT. Wirakarya Sakti. 2010. Laporan Kegiatan IHMB IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti. Jambi. PT. Wirakarya Sakti. 2011. Rencana Kerja Tahunan IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti. Jambi. Siahaan AF. 2009. Pendugaan simpanan karbon di atas permukaan lahan pada tegakan eukaliptus (Eucalyptus sp) di Sektor Habinsaran PT. Toba PULP Lestari Tbk. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Suprayogi P. 2009. Maksimasi nilai bersih sekarang (NPV) hutan tanaman dengan faktor tempat tumbuh dan tindakan silvikultur pada hutan tanaman Pinus merkusii Jungh. Et De Vreise di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sutaryo D. 2009. Penghitungan biomassa sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme. Wibowo A, Ginoga K, Nurfatriani F, Indartik, Dwiprabowo H, Ekawati S, Krisnawati H, Siregar CCA. 2010. REDD+ dan forest governance. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan Kampus Balitbang Kehutanan. Yuniawati. 2011. Pendugaan potensi massa karbon dalam hutan tanaman kayu serat di lahan gambut (studi kasus di areal HTI kayu serat PT. RAPP Sektor Pelawan, Propimsi Riau). [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel hasil pendugaan biomassa, karbon, dan karbondioksida pada berbagai umur tanaman Jenis Tegakan Acacia crassicarpa Acacia mangium Eucalyptus pellita Umur (tahun) Jenis Tanah Mineral Gambut Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) CO 2 (ton/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) CO 2 (ton/ha) 1 14,11 7,06 25,90 0,35 0,17 0,64 2 23,33 11,66 42,81 17,00 8,50 31,19 3 64,83 32,41 118,96 55,47 27,73 101,78 4 57,67 28,84 105,83 65,30 32,65 119,82 5 102,48 51,24 188,05 94,72 47,36 173,81 1 4,19 2,10 7,69 2,57 1,28 4,71 2 17,25 8,62 31,65 15,34 7,67 28,14 3 37,63 18,82 69,05 49,04 24,52 89,98 4 97,61 48,81 179,12 42,12 21,06 77,30 5 124,73 62,36 228,88 41,82 20,91 76,74 1 7,87 3,93 14,44 - - - 2 9,34 4,67 17,14 - - - 3 30,69 15,34 56,31 - - - 4 48,34 24,17 88,71 - - - 5 75,35 37,67 138,27 - - - 37 Lampiran 2 Perkembangan biaya pengelolaan tegakan blok RKT 2005 selama daur Tahun Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 448.618 489.487 534.079 582.733 454.162 495.536 540.679 589.935 9.880 10.781 11.763 12.834 14.003 66.067 72.086 78.653 85.819 93.637 279.738 305.223 333.028 363.367 396.470 3.748.586 4.090.083 4.462.689 4.869.240 5.312.828 52.428 57.204 62.415 68.101 74.305 Perencanaan 70.470 Persemaian 107.042 Penanaman 534.888 Pemeliharaan Tanaman 376.494 Pengendalian Kebakaran & Pengamanan Hutan 411.161 Pemenuhan Kewajiban Kepada Negara Pemenuhan Kewajiban Kepada Lingkungan Pemenuhan Kewajiban Kepada Sosial Infrastruktur Administrasi & Umum Penelitian & Pengembangan Produksi Present value (i = 9,11%) 2.404.053 1,00 1,09 1,19 1,30 1,42 Biaya (Rp/ha) 8.017.254 7.063.912 7.063.912 7.063.912 9.467.965 Biaya Pengelolaan (Rp/ha) 8.017.254 15.811.538 24.315.881 33.594.970 46.123.437 38 Lampiran 3 Perkembangan biaya serapan karbon blok RKT 2005 selama daur Potensi serapan karbon hutan tanaman industri selama daur (tCO 2 /ha) Jenis tanah 1 188,05 2 105,83 Mineral Jenis tegakan Acacia crassicarpa Acacia mangium 228,88 Gambut Eucalyptus pellita Acacia crassicarpa Acacia mangium Mineral Gambut Acacia crassicarpa Acacia mangium Eucalyptus pellita Acacia crassicarpa Acacia mangium Rata-rata biaya serapan karbon 3 4 5 179,12 118,96 69,05 42,81 31,65 25,90 7,69 138,27 88,71 56,31 17,14 14,44 173,81 119,82 101,78 31,19 0,64 77,30 89,98 28,14 Biaya serapan karbon selama daur (Rp/tCO 2) 4,71 76,74 42.634 35.029 57.984 46.127 104.469,36 57.249 149.406 88.273 178.244 131.958 204.556 150.488 204.402 352.135 431.818 238.896 270.223 299.495 784.820 1.061.503 1.960.274 1.077.122 1.193.713 1.215.486 1.781.060 5.997.897 3.193.904 72.614.150 9.787.543 18.674.911 39 Lampiran 4 Analisis pendapatan dan biaya pengelolaan hutan tanaman industri untuk produksi kayu dan perdagangan karbon Mineral Produk tunggal Acacia crassicarpa Acacia mangium Gambut Eucalyptus pellita Acacia crassicarpa Acacia mangium Kayu Biaya total hingga daur (Rp/ha) Potensi kayu (m3/ha) Harga kayu (Rp/m3) Pendapatan Kayu(Rp/ha) NPV kayu (Rp/ha) Karbon Potensi karbon (tCO 2 /ha) Biaya (Rp/tCO 2 ) Biaya transaksi (Rp/ha) Pendapatan CO 2 US$4 (Rp/ha) Pendapatan CO 2 US$ 9 (Rp/ha) Pendapatan CO 2 US$ 12 (Rp/ha) NPV CO 2 US$4 (Rp/ha) NPV CO 2 US$ 9 (Rp/ha) NPV CO 2 US$ 12 (Rp/ha) 46.123.437 158,88 431.825 68.608.356 22.484.919 46.123.437 204,4725 431.825 88.296.337 42.172.900 46.123.437 132,1925 431.825 57.084.026 10.960.589 46.123.437 146,85 431.825 63.413.501 17.290.064 46.123.437 68,56 431.825 29.605.922 (16.517.515) 188,05 245.277 1.184.692 7.521.856 16.924.176 22.565.568 (39.786.273) (30.383.954) (24.742.562) 228,88 201.521 1.441.921 9.155.052 20.598.866 27.465.155 (38.410.306) (26.966.491) (20.100.203) 138,27 333.583 871.080 5.530.670 12.444.007 16.592.009 (41.463.848) (34.550.510) (30.402.508) 173,81 265.370 1.094.990 6.952.320 15.642.719 20.856.959 (40.266.108) (31.575.708) (26.361.469) 76,74 601.015 483.479 3.069.705 6.906.837 9.209.116 (43.537.210) (39.700.078) (37.397.799) NPV kayu&CO 2 US$ 4 (Rp/ha) NPV kayu&CO 2 US$ 9 (Rp/ha) NPV kayu&CO 2 US$12 (Rp/ha) 28.822.083 38.224.402 43.865.794 49.886.031 61.329.846 68.196.135 15.620.179 22.533.516 26.681.518 23.147.393 31.837.793 37.052.033 (13.931.288) (10.094.156) (7.791.877) Ket: Kurs US$ 1 = Rp 10.000 , NPV kayu&CO 2 = NPV kayu + pendapatan CO 2 - biaya transaksi 40 Lampiran 5 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur Tahun keProduksi Satuan Nilai Kayu m3/ha 204,47 Karbon tCO2 1 2 3 4 5 18752032,93 Harga Kayu Rp/m3 431.825 Karbon 1 Rp/tCO2 40.000 Karbon 2 Rp/tCO3 90.000 Karbon 3 Rp/tCO4 120.000 Pendapatan Kayu Rp 3.206.375.533.899 Kayu & Karbon 1 Rp 3.956.456.851.065 Kayu & Karbon 2 Rp 4.894.058.497.522 Kayu & Karbon 3 Rp 5.456.619.485.396 Kas Keluar Perencanaan Rp 99.876 3.626.874.418 Persemaian Rp 151.710 5.509.153.940 Penanaman Rp 758.091 27.529.167.740 Pemeliharaan Tanaman Pengendalian Kebakaran & Pengamanan Hutan Pemenuhan Kewajiban Kepada Negara Rp 533.601 19.377.061.881 Rp 582.733 21.161.267.559 Rp 589.935 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 41 Lampiran 5 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur (Lanjutan) Tahun keProduksi Pemenuhan Kewajiban Kepada Lingkungan Pemenuhan Kewajiban Kepada Sosial Satuan Nilai 1 2 3 4 5 Rp 14.003 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 Rp 93.637 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 Infrastruktur Rp 396.470 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 Administrasi & Umum Penelitian & Pengembangan Rp 5.312.828 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 Rp 74.305 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 Pemanenan Rp 2.404.053 87.300.305.490 Biaya Transaksi Rp 6.000 112.512.197.575 Biaya Rp 291.136.954.890 256.517.492.252 256.517.492.252 256.517.492.252 456.329.995.316 Kayu & Karbon 1 Rp (291.136.954.890) (256.517.492.252) (256.517.492.252) (256.517.492.252) 3.500.126.855.748 Kayu & Karbon 2 Rp (291.136.954.890) (256.517.492.252) (256.517.492.252) (256.517.492.252) 4.437.728.502.206 Kayu & Karbon 3 Faktor diskonto (i = 9,11%) Rp (291.136.954.890) (256.517.492.252) (256.517.492.252) (256.517.492.252) 5.000.289.490.080 1,00 1,09 1,19 1,30 1,42 Arus Kas Bersih 42 Lampiran 5 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur (Lanjutan) Tahun keProduksi Satuan Nilai Kayu m3/ha 204,47 Karbon tCO2 6 7 8 9 10 3.206.375.533.899 3.206.375.533.899 3.206.375.533.899 3.206.375.533.899 3.206.375.533.899 18752032,93 Harga Kayu Rp/m3 Karbon 1 Rp/tCO2 Karbon 2 Rp/tCO3 90.000 Karbon 3 Rp/tCO4 120.000 431.825 40.000 Pendapatan Kayu Rp Kayu & Karbon 1 Rp Kayu & Karbon 2 Rp Kayu & Karbon 3 Rp Kas Keluar Perencanaan Rp 99.876 Persemaian Rp 151.710 Penanaman Rp 758.091 Pemeliharaan Tanaman Pengendalian Kebakaran & Pengamanan Hutan Pemenuhan Kewajiban Kepada Negara Rp 533.601 Rp 582.733 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 Rp 589.935 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 43 Lampiran 5 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur(Lanjutan) Tahun keProduksi Pemenuhan Kewajiban Kepada Lingkungan Pemenuhan Kewajiban Kepada Sosial Satuan Nilai 6 7 8 9 10 Rp 14.003 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 Rp 93.637 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 Infrastruktur Rp 396.470 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 Administrasi & Umum Penelitian & Pengembangan Rp 5.312.828 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 Rp 74.305 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 Pemanenan Rp 2.404.053 87.300.305.490 87.300.305.490 87.300.305.490 87.300.305.490 87.300.305.490 Biaya Transaksi Rp 6.000 112.512.197.575 112.512.197.575 112.512.197.575 112.512.197.575 112.512.197.575 Biaya Rp 456.329.995.316 456.329.995.316 456.329.995.316 456.329.995.316 456.329.995.316 Kayu & Karbon 1 Rp 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 3.500.126.855.748 Kayu & Karbon 2 Rp 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 4.437.728.502.206 Kayu & Karbon 3 Faktor diskonto (i = 9,11%) Rp 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 2.862.557.736.157 5.000.289.490.080 1,55 1,69 1,84 2,01 2,19 Arus Kas Bersih NPV1 (Rp) 9.655.031.427.399 BCR1 2 IRR1 87% NPV2 (Rp) 10.744.374.195.325 BCR2 3 IRR2 94% NPV3 (Rp) 11.397.979.856.080 BCR3 3 IRR3 97% 44 Lampiran 6 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur Tahun keProduksi Satuan Nilai Kayu m3/ha 146,85 Karbon tCO2 1 2 3 4 5 15514686,4 Harga Kayu Rp/m3 431.825 Karbon 1 Rp/tCO2 40.000 Karbon 2 Rp/tCO3 90.000 Karbon 3 Rp/tCO4 120.000 Pendapatan Kayu Rp 2.302.785.201.692 Kayu & Karbon 1 Rp 2.923.372.657.572 Kayu & Karbon 2 Rp 3.699.106.977.421 Kayu & Karbon 3 Rp 4.164.547.569.330 Kas Keluar Perencanaan Rp 99.876 3.626.874.418 Persemaian Rp 151.710 5.509.153.940 Penanaman Rp 758.091 27.529.167.740 Pemeliharaan Tanaman Pengendalian Kebakaran & Pengamanan Hutan Pemenuhan Kewajiban Kepada Negara Rp 533.601 19.377.061.881 Rp 582.733 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 Rp 589.935 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 45 Lampiran 6 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur (Lanjutan) Tahun keProduksi Pemenuhan Kewajiban Kepada Lingkungan Pemenuhan Kewajiban Kepada Sosial Satuan Nilai 1 2 3 4 5 Rp 14.003 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 Rp 93.637 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 Infrastruktur Rp 396.470 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 Administrasi & Umum Penelitian & Pengembangan Rp 5.312.828 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 Rp 74.305 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 Pemanenan Rp 2.404.053 87.300.305.490 Biaya Transaksi Rp 6.000 93.088.118.382 Biaya Rp 291.136.954.890 256.517.492.252 256.517.492.252 256.517.492.252 436.905.916.123 Kayu & Karbon 1 Rp (291.136.954.890) (256.517.492.252) (256.517.492.252) (256.517.492.252) 2.486.466.741.448 Kayu & Karbon 2 Rp (291.136.954.890) (256.517.492.252) (256.517.492.252) (256.517.492.252) 3.262.201.061.297 Kayu & Karbon 3 Faktor diskonto (i = 9,11%) Rp (291.136.954.890) (256.517.492.252) (256.517.492.252) (256.517.492.252) 3.727.641.653.207 1,00 1,09 1,19 1,30 1,42 Arus Kas Bersih 46 Lampiran 6 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur (Lanjutan) Tahun keProduksi Satuan Nilai Kayu m3/ha 146,85 Karbon tCO2 6 7 8 9 10 2.302.785.201.692 2.302.785.201.692 2.302.785.201.692 2.302.785.201.692 2.302.785.201.692 15514686,4 Harga Kayu Rp/m3 431.825 Karbon 1 Rp/tCO2 40.000 Karbon 2 Rp/tCO3 90.000 Karbon 3 Rp/tCO4 120.000 Pendapatan Kayu Rp Kayu & Karbon 1 Rp 2.923.372.657.572 Kayu & Karbon 2 Rp 3.699.106.977.421 Kayu & Karbon 3 Rp 4.164.547.569.330 Kas Keluar Perencanaan Rp 99.876 Persemaian Rp 151.710 Penanaman Rp 758.091 Pemeliharaan Tanaman Pengendalian Kebakaran & Pengamanan Hutan Pemenuhan Kewajiban Kepada Negara Rp 533.601 Rp 582.733 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 21.161.267.559 Rp 589.935 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 21.422.795.340 47 Lampiran 6 Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur (Lanjutan) Tahun keProduksi Pemenuhan Kewajiban Kepada Lingkungan Pemenuhan Kewajiban Kepada Sosial Satuan Nilai 6 7 8 9 10 Rp 14.003 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 508.519.911 Rp 93.637 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 3.400.299.823 Infrastruktur Rp 396.470 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 14.397.330.773 Administrasi & Umum Penelitian & Pengembangan Rp 5.312.828 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 192.928.973.866 Rp 74.305 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 2.698.304.980 Pemanenan Rp 2.404.053 87.300.305.490 87.300.305.490 87.300.305.490 87.300.305.490 87.300.305.490 Biaya Transaksi Rp 6.000 93.088.118.382 93.088.118.382 93.088.118.382 93.088.118.382 93.088.118.382 Biaya Rp 436.905.916.123 436.905.916.123 436.905.916.123 436.905.916.123 436.905.916.123 Kayu & Karbon 1 Rp 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 2.486.466.741.448 Kayu & Karbon 2 Rp 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 3.262.201.061.297 Kayu & Karbon 3 Faktor diskonto (i = 9,11%) Rp 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 1.958.967.403.951 3.727.641.653.207 1,00 1,09 1,19 1,30 1,42 Arus Kas Bersih NPV1 (Rp) 6.416.818.954.154 BCR1 2 IRR1 72% NPV2 (Rp) 7.318.097.844.130 BCR2 2 IRR2 79% NPV3 (Rp) 7.858.865.178.116 BCR3 2 IRR3 82% 48