Peneliti Jerman Isi Kuliah Tamu di Jurusan Tanah

advertisement
Peneliti Jerman Isi Kuliah Tamu di Jurusan Tanah
Dikirim oleh prasetyaFP pada 22 Februari 2012 | Komentar : 0 | Dilihat : 4955
Peneliti Jerman mengisi kuliah
tamu di FP-UB
Pendidikan di Jerman sebenarnya masih banyak yang gratis. Biaya hidup yang tinggi hingga sekitar 600 Euro atau
Rp. 7.2 juta/bulan pun masih dapat diatasi dengan banyaknya beasiswa dan kemungkinan bekerja paruh waktu di
sekitar kampus. Dr. Eva Lehndorff dari University of Bonn Jerman menyampaikan hal ini dihadapan mahasiswa
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP-UB), Senin (20/2). Dalam kesempatan tersebut Lehndroff
mensosialisasikan tentang universitas riset publik yang ada di Bonn-Jerman ini. Berdiri sejak 1818, Unversity of
Bonn memiliki 525 profesor. Pada 2010 dan 2011, ia masuk ranking Times Higher Education sebagai salah satu
dari 200 perguruan tinggi terbaik di dunia.
Dalam kesempatan tanya jawab, berbagai pertanyaan pun disampaikan diantaranya seberapa besar manfaat ilmu
bagi mahasiswa yang belajar pertanian di Jerman dapat mengaplikasikan ilmunya saat kembali ke Indonesia. "Ide
dasar belajar di Jerman bagi mahasiswa adalah membawa pengetahuan mengenai daerah dan dirinya ke Jerman.
Hal ini kemudian ditambah pengetahuan analitis dan pola pikir dari University of Bonn sehingga saat kembali
mereka memiliki kelebihan tersendiri", jawab Lehndorff.
Tanah Sawah
Materi "Evolution of Paddy Soils in Asia" dalam kesempatan selanjutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Ingrid
Knogel-Knabner dari Technische Universitaet Muenchen. Ia mengungkapkan, sebagian besar arkeologist sepakat
bahwa penanaman menggunakan lahan basah dimulai di Cina sekitar 4000-3000 SM. Bekerjasama dengan UB,
tanah sawah (paddy soils) menjadi bagian penelitian Ingrid di Asia khususnya Pulau Jawa. Dari penelitian tersebut
ia menemukan perbedaan komposisi karbon tanah sawah diabnding jenis tanah lainnya. "Seiring berjalannya
waktu, tanah tersebut semakin banyak menyimpan karbon organik dan microbial biomass", katanya.
Secara umum, materi organic menurutnya disetujui sebagai salah satu indikator untuk mengukur baik buruknya
tanah sawah. Aktivitas membawa kembali bahan organik ke dalam tanah merupakan tantangan terbesar bagi soil
management. Sayangnya, belum banyak penelitian yang mengangkat perbedaan antara bahan organik yang datang
dari sisa panen atau dari material yang dibakar.
"Konten karbon sangat penting sekali sebagai input", kata Ingrid. Dari hasil studi diketahui, sedimentasi di China
semula memiliki kadar karbon 0.5 persen dan kemudian naik 2 persen dalam 50 tahun. Menurutnya, konten karbon
dalam tanah sawah bukan sesuatu yang menumpuk seiring waktu melainkan keseimbangan dinamis antara inputoutput yang mempengaruhinya. "Penelitian secara berlanjut masih sangat diperlukan", katanya.
Ia juga menyampaikan, aktivitas pertanian menghasilkan gas rumah kaca, khususnya methane, yang ternyata
memiliki efek 700 kali lipat dibanding karbondioksida. [fp/nok]
Artikel terkait
Rapat Kerja Pimpinan Fakultas Pertanian
Workshop Bambara Groundnut di Fakultas Pertanian
Special Issue Agrivita dengan Japanese Forest Society
Seminar Internasional Pertanian Bersama BASF
Guru Besar Fakultas Pertanian Prof. Nur Basuki Berpulang
Download