Tugas Manajemen dan Konservasi Energi

advertisement
Tugas Manajemen dan Konservasi Energi
Analisa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia
Disusun Ol
Di Susun Oleh :
A.Rachman Fauzi
L2C 008 001
Ana Zussifa
L2C 008 006
Andreas Felix
L2C 008 009
Aprian Indra W
L2C 008 012
TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yangdijatuhkan di
Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikiandahsyatnya akibat yang ditimbulkan
oleh bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapatdirasakan sampai sekarang. Di samping sebagai senjata
pamungkas yang dahsyat, sejak lamaorang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir
untuk kesejahteraanumat manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah
dipergunakansecara
luas
dalam
berbagai
bidang
antara
lain
bidang
industri,
kesehatan,
pertanian,peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan,bidang
hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik nuklir untuk non energi. Salah satupemanfaatan teknik nuklir
dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkansecara besar-besaran dalam bentuk
Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga
listrik yang relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.
Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersialsejak tahun
1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unitPLTN air ringan bertekanan
tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai daya 5Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris
dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor (GCR +Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100
Mwe. Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik dinegara maju maupun negara sedang berkembang telah
dioperasikan sebanyak 443 unit PLTNyang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18 % dari
pasokan tenaga listrik duniadengan total pembangkitan dayanya mencapai 351.000 Mwe dan 36 unit
PLTN sedang dalam tahap kontruksi di 18 negara.
BAB II
ISI
A. Defenisi PLTN
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal dimana panas
yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.PLTN termasuk
dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik ketikadaya keluarannya konstan
(meskipun boiling water reactor dapat turun hingga setengahdayanya ketika malam hari). Daya yang
dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari 40MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang
dibangun pada tahun 2005 mempunyai daya600-1200 MWe. Hingga tahun 2005 terdapat 443 PLTN
berlisensi di dunia, dengan 441diantaranya beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan
reaktor tersebut menyuplai 17% daya listrik dunia.
B. Proses Kerja PLTN
Proses kerja PLTN sebenarnya sama dengan proses kerja pembangkit listrik konvensional seperti
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang umumnya sedah dikenalsecara luas. Yang membedakan
antara dua jenis pembangkit listrik itu adalah sumber panas yang digunakan. PLTN mendapatkan
suplai panas dari reaksi nuklir, sedangkan PLTUmendapatkan panas dari pembakaran bahan bakar
fosil seperti batubara atau minyak bumi.Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik
melalu PLTN. Reaktor dayahanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari rekasi fisi, sedang kelebihan
neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena
memanfaatkan panas hasil fisi, maka rekator daya dirancang berdaya thermal tinggi dari orderatusan
hingga ribuan MW.
Proses pemanfaatan hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam PLTN sebagai berikut :

Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam bentuk panas yang
sangat besar

Panas hasil reaksi tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air pendingin, bisapendingin
primer maupun sekunder bergantung pada tiper reaktor nuklir yang digunakan

Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan energi
gerak (kinetik)

Energi Kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai memutar generator sehingga dihasilkan arus
listrik
C. Perbedaan Pembangkit Listrik Konvensional (PLK) dan Nuklir
Dalam pembangkit listrik konvensional, air diuapkan di dalam suatu ketel melaluipembakaran bahan
fosil (minyak, batubara dan gas). Uang yang dihasilkan dialirkan ke turbinuap yang akan bergerak
apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin selanjutnya digunakanuntuk menggerakkan generator,
sehingga akan dihasilkan tenaga listrik. Pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, minyak dan
gas mempunyai potensi yang dapat menimbulkandampak lingkungan dan masalah transportasi
bahanbakar dari tambang menuju lokasipembangkitan. Dampak lingkungan akibat pembakaran
bahan fosil tersebut dapat berupa CO2(karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida) dan NOx (nitrogen
oksida), serta debu yangmengandung logam berat. Kekhawatiran terbesar dalam pembangkit listrik
dengan bahanbakar fosil adalah dapat menimbulkan hujan asam dan peningkatan pemanasan global.
Gambar 1. Prinsip Kerja PLK dan PLTN
PLTN berperasi dengan prinsip yang sama seperti PLK, hanya panas yang digunakan
untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran bahan fosil, tetapi dihasilkan dari
reaksipembelahan inti bahan fisil (uranium) dalam suatu reaktor nuklir. Tenaga panas
tersebutdigunakan untuk membangkitkan uap di dalam sistem pembangkit uap ( Steam
Generator)dan selanjutnya sama seperti pada PLK, uap digunakan untuk menggerakkan turbin
generator sebagai pembangkit tenaga listrik. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air
yangdisirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkitan listrik
initidak membebaskan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan
atau melepaskan partikel yang berbahaya seperti CO2, SO2, NOx ke lingkungan,sehingga PLTN ini
merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari
pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini
untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN sebelumdilakukan penyimpanan secara lestari.
D. Jenis-jenis PLTN
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan. Tetapi ada juga PLTNyang
menerapkan unit-unit independen, dan hal ini bisa menggunakan jenis reaktor yangberbeda. Sebagai
tambahan, beberapa jenis reaktor berikut ini, di masa depan diharapkanmempunyai sistem keamanan pasif
# Reaktor Fisi
Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir dari isotop fissiluranium dan
plutonium.
Selanjutnya reaktor daya fisi dikelompokkan lagi menjadi:

Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk melambatkan atau me-moderate neutron sehingga
mereka dapat menghasilkan reaksi fisi selanjutnya.Neutron yang dihasilkan dari reaksi fissi mempunyai
energi yang tinggi atau dalam keadaan cepat dan harus diturunkan energinya atau di lambatkan
(dibuat Thermal) oleh moderator sehingga dapat menjamin kelangsungan reaksi berantai. Hal ini
berkaitandengan jenis bahan bakar yang digunakan reaktor thermal yang lebih memilih neutron
lambat ketimbang neutron cepat untuk melakukan reaksi fisi.

Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron.
Karena reaktor cepat menggunkan jenis bahan bakar yang berbeda denganreaktor thermal,
neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu dilambatkan gunamenjamin reaksi fissi
tetap berlangsung.Boleh dikatakan, bahwa reaktor thermalmenggunakan neutron thermal dan
reaktor cepat menggunakan neutron cepat dalam proses reaksi fisi masing-masing.

Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar ketimbang menggunakan reaksiberantai
untuk menghasilkan reaksi fissi. Hingga 2004 hal ini hanya berupa konsepteori saja, dan tidak
ada purwarupa yang diusulkan atau dibangun untuk menghasilkanlistrik, meskipun beberapa
laboratorium mendemonstrasikan dan beberapa ujikelayakan sudah dilaksanakan.
E. Analisa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Dasar Pembangunan PLTN di Indonesia
UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, pasal 13 mengenai pembangunan PLTN
komersial, menyatakan bahwa pada prinsipnya PLTN komersial dapat dibangun oleh BUMN,
koperasi, atau swasta. Dan dalam UU Kelistrikan No 30 Tahun 2009, DESDM dinyatakan
sebagai pihak pemerintah yang bertangungjawab secara teknis untuk pengembangan usaha listrik
komersial oleh BUMN, koperasi, atau swasta. Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional s/d 2025. Energi nuklir menjadi salah satu energi baru yang harus
dikembangkan. Diterjemahkan dalam BluePrint Energi Nasional di DESDM, bahwa energi nuklir
akan memenuhi 2% dari total energi primer nasional tahun 2025, atau sekitar 4000 MWe. UU No
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) secara jelas menyatakan
bahwa energi nuklir diharapkan sudah dapat memberikan sumbangan bagi pembangkitan energi
listrik nasional pada tahapan pembangunan ke 3 (2015-2019). Jika persiapan dan pembangunan
PLTN memerlukan waktu sekitar 8 tahun, maka Pemerintah sudah harus memutuskan rencana
pembangunan PLTN paling lambat pada akhir tahun 2010.
Naskah Pernyataan Sikap Feb.2010: MPEL, HIMNI, METI, IEN, WIN 31
Organisasi Pembangunan PLTN
Sesuai dengan UU Ketenaganukliran dan Ketenagalistrikan, maka penanggungjawab utama
persiapan pembangunan PLTN komersial adalah DESDM. Diharapkan DESDM akan
mempersiapkan pembentukan Tim Nasional untuk melakukan persiapan pembangunan PLTN.
Tim tersebut akan melakukan keputusan untuk menentukan pemilik (owner) PLTN, dimana
beberapa kemungkinan masih bisa diputuskan oleh Tim sesuai UU Ketenaganukliran yaitu PLTN
dapat dioperasikan oleh BUMN atau perusahaan swasta atau kooperasi. Untuk itu pemilik PLTN
dapat dilakukan oleh PT.PLN, atau anak perusahaannya, atau BUMN baru khusus untuk energi
nuklir, atau perusahaan swasta (IPP), atau suatu konsorsium gabungan dari BUMN dan swasta.
BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) adalah Badan Pelaksana yang fungsinya diatur oleh
UU No.10 Tahun 1997, yaitu sebagai lembaga litbang, lembaga promotor, konsultansi, dan
penyusun kebijakan teknis penggunaan energi nuklir nasional dalam arti luas di luar aspek bisnis
komersial, baik untuk sektor energi maupun non-energi. Sedangkan Bapeten (Badan Pengawas
Tenaga Nuklir) sesuai UU No.10 Tahun 1997 mempunyai tugas sebagai lembaga regulasi,
perijinan dan pengawasan di bidang nuklir. Selain PT. PLN yang berminat mengembangkan
PLTN di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa perusahaan swasta nasional (IPP) yang juga
berminat untuk ikut dalam pembangunan dan pengoperasian PLTN di Indonesia. Kerja sama
dengan perusahaan pengembang PLTN juga sudah dilakukan untuk menjajagi kemungkinan
kerjasama maupun pembentukan konsorsium. Karenanya perlu didorong kemungkinan
terwujudnya kerja sama antara BUMN/swasta nasional/internasional agar biaya pembangunan
PLTN tidak membebani APBN.
Naskah Pernyataan Sikap Feb.2010: MPEL, HIMNI, METI, IEN, WIN 32
Aspek Regulasi
Pengembangan PLTN dan industri nuklir pendukungnya selalu didasarkan pada aspek
keselamatan sesuai standard Internasional. Untuk itu regulasi nasional dan internasional harus
disiapkan oleh negara yang akan memasuki era energi nuklir. Demikian juga dengan Indonesia,
banyak produk regulasi yang sudah diterbitkan maupun sedang dalam proses penyiapan. Regulasi
internasional tentang kegiatan kenukliran di Indonesia sudah disiapkan sejak tahun 1978 dengan
diterbitkannya UU Nomor 8 Tahun 1978 tentang ratifikasi ”Non Proliferation Treaty” (NPT).
Hingga penandatanganan keselamatan nuklir ”Convention on Nuclear Safety” pada tahun 2001.
Dan masih puluhan regulasi internasional yang sudah ditandatangani, yang semuanya ditujukan
untuk masalah standard keselamatan nuklir dan penggunaan nuklir hanya untuk tujuan damai.
Regulasi nasional tentang kegiatan kenukliran di Indonesia juga sudah disiapkan sejak tahun 60an dengan diundangkannya UU Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketenaganukliran, yang kemudian
direvisi dengan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Hingga diterbitkannya PP
Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir. Dengan demikian sebenarnya Indonesia
dari sisi regulasi ketenaganukliran internasional maupun nasional, boleh dikatakan sudah siap
memasuki era pemanfaatan energi nuklir dalam bentuk pembangunan PLTN. Dan di mata dunia
internasional, Indonesia sudah diakui menjadi 3 negara pertama yang mengakui dan mengadopsi
Integrated Safeguards System yaitu mencakup Comprehensive Safeguards Agreement and
Additional Protocol. Kekhawatiran tentang tekanan dunia internasional dan ancaman embargo
seperti yang dialami oleh Naskah Pernyataan Sikap Feb.2010: MPEL, HIMNI, METI, IEN, WIN
33 Iran dan Korea Utara, jika Indonesia mengembangkan energi nuklir menjadi tidak relevan lagi.
Aspek Ekonomi
Banyak studi, termasuk salah satu yang dibuat baru-baru ini oleh The Nuclear Energy Agency of
the OECD (OECD/NEA) dan IAEA, menunjukkan bahwa instalasi tenaga nuklir di sebagian
besar negara sangat kompetitif bila dibandingkan secara ekonomi dengan jenis energi lainnya.
Selain itu penggunaan energi nuklir telah mempertimbangkan perbandingan dengan alternatifalternatifnya dari beberapa segi antara lain pendanaan, unjuk kerja dan keandalan, ketergantungan
dari fluktuasi dalam ketersediaan dan harga pemasok, serta dampak lingkungan dan kesehatan.
Pembangunan PLTN membutuhkan biaya investasi yang besar, tetapi pada saat PLTN beroperasi
hanya memerlukan biaya bahan bakar yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit
yang lain. Hal ini dikarenakan oleh bahan bakar nuklir yang sangat kompak dan mempunyai
kandungan energi yang lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar fosil ataupun minyak.
Biaya bahan bakar yang rendah ini menjadikan biaya produksi listrik PLTN akan kompetitif
terhadap pembangkit lain, serta lebih stabil karena tidak rentan terhadap perubahan harga bahan
bakar dunia. Di banyak negara biaya pembangkitan listrik PLTN sudah dapat bersaing dengan
PLTU batubara maupun gas. Terlebih jika biaya lingkungan atau eksternalitas ikut
diperhitungkan. Menurut perhitungan yang ada, biaya pembangkitan listrik PLTN sudah dapat
ditekan menjadi sekitar 5-6 cent USD/kWh, dengan harga penjualan ke PLN (PPA-Power
Purchase Agreement) sekitar 6 cent USD/kWh. Meskipun secara ekonomi menguntungkan, tetapi
untuk memulai pembangunan PLTN diperlukan investasi yang cukup besar, mengingat biaya
overnight-nya masih di sekitar 1800- 2700 USD/kWe. Sehingga untuk pembangunan dua unit
(twin) PLTN 2x1000 MWe diperlukan dana sekitar 3,6-5,4 billion USD. Untuk itu diperlukan
jaminan pemerintah dan kemudahan lain, jika ingin mendatangkan investasi yang besar tersebut.
Apalagi proses persiapan dan pembangunan PLTN hingga pengoperasian komersial memerlukan
waktu yang cukup panjang sekitar 8-10 tahun. Banyak model pendanaan pembangunan PLTN
yang dapat dilakukan, tetapi yang perlu diperhatikan saat ini adalah model pendanaan yang tidak
memberatkan posisi keuangan pemerintah atau anggaran negara, misalnya antara lain:
1. Pinjaman Pemerintah
2. Kredit Eksport Pemerintah
3. Investasi Perusahaan Swasta atau Konsorsium.
Tetapi melihat kondisi keuangan pemerintah saat ini dan beberapa tahun ke depan, maka pilihan
ke 3 nampaknya yang menjadi paling memungkinkan untuk dilaksanakan, sehingga tidak
membebani APBN. Dimana yang dimaksud dengan perusahaan swasta adalah bisa berbentuk
konsorsium antara BUMN, Swasta Nasional dan Perusahaan Swasta Internasional.
Analisa PLTN Terhadap Global Warming
Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca (GRK) yang dimaksud disini adalah berbagai jenis gas yang ada di
atmosfer bumi (CO2, NOx, SOx, CH4, CFxCx), yang menyebabkan radiasi gelombang panjang
yang dipancarkan terperangkap di permukaan bumi. Penumpukan GRK di atmosfer, seperti
halnya CO2, menyebabkan terjadinya pemanasan iklim di berbagai tempat di permukaan bumi
yang dampaknya semangkin nyata. Sementara pemahaman terhadap proses pemanasan global
terus meningkat, namun kita tidak mengetahui berapa banyak CO2 yang dapat diserap oleh
lingkungan dan berapa lama keseimbangan CO2 global dapat dijaga. Perhatian ilmuwan
meningkat tentang penumpukan CO2 yang terjadi di atmosfer, dan melakukan inisiatif politis
yang menggambarkan keprihatinan. Penumpukan ini terjadi karena bahan bakar fosil yang
diambil dari perut bumi banyak dibakar dan dikonversi secara cepat menjadi CO2 yang terlepas
ke atmosfer oleh kendaraan bermotor, tungku industri dan rumah tangga serta PEL. Penebangan
hutan juga berkontribusi terhadap efek rumah kaca (ERK) melalui pengurangan kemampuan
penyerapan konsentrasi CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesa . Emisi CO2 dari
pembakaran bahan bakar fosil (BBF) di dunia mencapai 25 milyar ton per tahun, 38 % berasal
dari pembakaran batu-bara (BB) dan 43 % berasal dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM).
Tiap 1000 MWe yang dihasilkan dari pembangkit listrik batu bara (PLTB) yang menggunakan
BB hitam mengemisikan 7 ton CO2 per tahun, menggunakan BB coklat mengemisikan 9 ton CO2
per tahun. Dalam pengoperasian PLTN, pembelahan inti tidak menghasilkan CO2, emisi CO2
terjadi pada bagian daur bahan bakar nuklir (BBN), yaitu pada saat penambangan dan pengayaan
uranium, inipun terjadi karena berbagai jenis peralatan penunjang proses yang digunakan.
Terdapat kesepakatan yang luas bahwa dibutuhkan kebijakan energi di tiap negara untuk
menurunkan penumpukan CO2 di atmosfer. Peningkatan pemanfaatan Uranium sebagai bahan
bakar merupakan strategi yang lebih nyata untuk pengurangan penumpukan CO2 di atmosfer.
Hingga saat ini penggunaan teknologi PLTN dalam produksi energi listrik telah terbukti (proven)
mengurangi penumpukan CO2 dalam skala yang besar. Tiap 22 ton Uranium (26 ton U3O8) yang
digunakan dalam satu PLTN mengurangi emisi 1 juta ton CO2 dari pengoperasian PLTB.
F. Keselamatan Nuklir
Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatanmasyarakat,
para pekerja reaktor dan lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjaminagar radioaktif yang
dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik selamaoperasi maupun jika terjadi
kecelakaan. Tindakan protektif dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman
setiap waktu jika diinginkan dan dapat tetapdipertahanan dalam keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan
yang cukup. Untuk inipanas peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena dapat
menimbulkanbahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor. Keselamatan terpasang dirancang
berdasarkansifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yangtidak
tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehinggareaksi
pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akanmenjamin
bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi.
Penghalang Ganda
PLTN mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapis-lapis, sehinggakemungkinan terjadi
kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkannya sangat kecil. Sebagaicontoh, zat radioaktif yang
dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan tetap tersimpan di
dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagaipenghalang pertama. Selama operasi maupun jika
terjadi kecelakaan, kelongsongan bahanbakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk
mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif masih
dapat keluar dari dalamkelongsongan, masih ada penghalang ketiga yaitu sistem pendingin. Lepas
dari sistempendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal± 20 cm.
Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5-2 m.Bila zat radioaktif itumasih ada yang lolos dari
perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistempengungkung yang terdiri dari pelat baja
setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5-2 m yang kedapudara. Jadi selama operasi atau jika terjadi
kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpandalam reaktor dan tidak dilepaskan ke lingkungan.
Kalaupun masih ada zat radioaktif yangterlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil sehingga
dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.
Gambar 2. Sistem Keselamatan Reaktor dengan Penghalang Ganda
Pertahanan Berlapis
Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah pertahanan berlapis (defence indepth).
Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang,dibangun dan
dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi danteknologi mutakhir;
lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistempengaman/keselamatan yang digunakan
untuk mencegah dan mengatasi akibat-aibat darikecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur
PLTN dan lapis keselamatan ketiga,PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang
dapat diperkirakan dapat terjadipada suatu PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut
kemungkinan terjadinya sedemikiansehingga tidak akan pernah terjadi selama umur operasi PLTN.
G. Keuntungan dan Kerugian PLTN

Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah:

Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) - gas rumah kacahanya
dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas).

Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida, sulfur
dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia.

Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal).

Biaya bahan bakar rendah – hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan

Baterai nuklir - (lihat SSTAR).

Berikut ini bebarapa hal yang menjadi kekurangan PLTN:

Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl(yang tidak
mempunyai containment building).

Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan hinggga ribuan
tahun..
DAFTAR PUSTAKA
Josef V. S., Lucill L., Bruce H.: Greenhouse Gas Emissions of Electricity Generation Chain,
asdsds Bennet B.G.,: Exposure from Worldwide Release of Radionuclides. Proceedings of a
asdsds Symposium on Environmental Impact of Radioactive Release,Vienna, (1995).
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_nuklir
http://students.ee.itb.ac.id/~ikbal04/PLTN.pdf
www.batan.go.id/ptbn/php/pdf-publikasi/PIN/pin.../06Anto.pdf
www.warintek.ristek.go.id/nuklir/pengenalan_ pltn.pdf
Download