PENCEMARAN RADIOAKTIF A. Radionuklida dan Sebarannya di Lingkungan Laut Beberapa isotop bersifat stabil dan ada isotop yang tidak stabil. Isotop yang tidak stabil juga dikenal sebagai radioisotop. Isotop stabil memiliki enerji ikat yang cukup dalam inti atomnya, sehingga mampu mengikat partikel-partikel untuk tetap bersama/utuh. Isotop tidak stabil jumlah enerji ikat dalam inti tidak cukup untuk mengikat proton dan neutron, sehingga beberapa bagian inti dapat terlepas. Proses disintegrasi inti disebut peluruhan radioaktif. Isotop yang tidak stabil yang mengalami peluruhan radioatif inilah yang disebut radioisotop. Proteksi dan penilaian radiasi dari radionuklida pada manusia dan lingkungan merupakan hal penting dalam kepentingan dan kebijakan public. Seharusnya maslah ini menjadi hal yang dijelaskan kepada masyarakat, mengingat dampak yang dapat ditimbulkan sepenuhnya belum diketahui oleh masyarakat. Keutamaan dari penentuan baseline data dalam radiasi radionuklida di lingkungan laut, harus diaplikasikan, terutama dalam hal resiko pada biota dan keamanan manusia mengkonsumsinya. Hal ini terutama penting pada wilayah-wilayah dimana terdapat penyimpanan atau pembuangan limbah yang mengandung radionuklida, atau residunya terdeteksi baik pada perairan maupun pada sedimen. Mungkin saja saat ini wilayah perairan Indonesia belum tercemar limbah radioaktif. Tapi sejalan dengan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di masa mendatang, maka pengetahuan tentang limbah radiaktif sudah harus diperkenalkan, beserta segala dampak dan cara-cara penanganannya. Apalagi bila diingat bahwa Indonesia pernah menjadi negara pengimpor limbah B3 yang mungkin saja mengandung limbah radioaktif, baik yang berasal dari PLTN atau sisa-sisa pengembangan senjata nuklir. Limbah radioaktif diketahui dapat berasal dari sumbangan atmosfir. Laut Kutub Utara dan Laut Bering diketahui mengandung radionuklida yang cukup tinggi. Lantas bagaimana dengan perairan Indonesia bagian Timur yang letaknya berdekatan denganm Negara-negara Lautan Pasifik yang hingga akhir tahun 1990-an masih menjadi lokasi percobaan senjata nuklir Perancis ? Sejak berakhirnya perang dingin antara AS dan Uni Soviet (waktu itu), pemerintah AS (Department of Energy/DOE) diperhadapkan pada masalah pengelolaan limbah nuklir dari system persenjataan yang telah dimusnahkan, yang limbahnya diperkirakan akan 73 tetap berada di lingkungan (paruh waktu) sekitar 40 tahun. Bayangkan AS memiliki fasiltas senjata nuklir sekitar 5.000 yang dibangun di 16 lokasi utama di dunia !. belum lagi lebih dari 100 fasilitas skala menengah dan kecil, yang oleh DOE dikaui memiliki potensi radio kimia. Untuk kepentingan pengelolaan ini Pemerintah AS mengeluarkan dana sekitar 6 Milyar USD setiap tahunnya. Pulau Amchitka, merupakan pulau yang menderita cemaran radioaktif tertinggi di dunia, akibat sisa senjata nuklir. Walaupun kontaminasi pada bagian permukaan pulau telah berhasil dibersihkan dengan teknik bioremediasi, namun lokasi-lokasi bawah tanah dengan kedalaman 700- 2300 m belum berhasil dibersihkan dari kontaminasi radioaktif. Jumlah radionuklida yang signifikan masih terdapat pada lubang-lubang percobaan penembakan senjata nuklir, yang umum tergabung bersama padatan-padatan seperti amorphous dan kristalin. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat potensi bermigrasinya limbah nuklir ini ke dalam air tanah yang selanjutnya mendapatkan jalan memasuki lingkungan laut. Studi Radioaktifitas Dunia (WOMARS: worldwide marine radioactivity studies) yang di teliti pada kolom air dan sedimen laut, yang berakhir pada tahun 2000, menemukan bahwa konsentrasi radionuklida Caesium-137, di beberapa lautan dunia : 158 PBq untuk lautan Pasifik dan Hindia, 83 PBq untuk lautan Atlantik dan Arctic (Kutub Utara). Kontribusi kecelakaan Reaktor Nuklir Chernobyl menyumbangkan sekitar 11 PBq pada laut-laut di Eropa khususnya laut Baltik dan Laut Hitam. Secara umum disimpulkan bahwa konsentrasi rata-rata Caesium-137 di permukaan laut di seluruh dunia adalah 2 Bq/m3. Kegiatan penelitian bersama yang dibiayai oleh Pemerintah Jepang, menunjukkan bahwa waktu menetap Strontium-90 dan Caesium-137 dalam kolom air laut adalah sama, yaitu: 25 tahun. Sedangkan untuk Plutonium-239 dan Plutonium-240 waktu menetap pada permukaan laut sekitar 13 tahun. Bq: Becquerel: unit radioaktivitas dalam sistem International (SI-system) = 1 disintegrasi/detik (= 27 pCi) Ci: Curie: adalah unit lama dalam radioaktivitas = 3.7 * 1010 Bq (= 2.22 x 1012 disintegrasi per-menit) milli: 10~3; mCi = 37 x 106 Bq mikro: 10~6; uCi = 37 x 103 Bq nano: 10-9; nCi = 37 Bq pico: 10~12 ; pCi = 0.037 Bq 74 B. Uji Senjata Nuklir di Pasifik Selatan 1945 – 1960 USA, USSR, UK, France 1961-1962 USA 1964 – 1980 France, China 1952-1957 Australia (UK) 1966-1974 dan 1995-1996 France, Tuamotus, kebanyakan di Mururoa 1996 France menandatangani pakta ‘Comprehensive Test Ban Treaty’ Beberapa negara pemiliki bom nuklir : India, Pakistan, Iran, Israel, Korea Utara/Selatan Chernobyl Kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl terjadi pada April 1986, berdampak luas pada wilayah Eropa. Dampak luas terasa di belahan bumi bagian utara. C. Energi Listrik dari Sumber Nuklir 75 Pustaka Clark, R.B. 1992. Marine Pollution. 3rd Edition. Oxford University Press, London. Henning Dahlgaard., 1981. Bioindicators for Monitoring Radioactive Pollution of the Marine Environment. Risø National Laboratory, DK-4000 Roskilde, Denmark Joanna Burger, Michael Gochfeld, David S. Kosson, Charles W. Powers, Stephen Jewett, Barry Friedlander,Heloise Chenelot,, Conrad D. Volz and Christian Jeitner., 2006. Radionuclides in marine macroalgae from Amchitka and Kiska Islands in the Aleutians: establishing a baseline for future biomonitoring. Journal of Environmental Radioactivity 91: 27-40 Lee W. Cooper, I.L. Larsen, Todd M. O’hara, Scott Dolvin, Victoria Woshner, and Glenn F. Cota., 2000. Radionuclide Contaminant Burdens in Arctic Marine Mammals Harvested During Subsistence Hunting. Arctic Vol. 53 (2): 174–182 OECD- Cooperative Research Program, 2001. Marine Environment, Water Resources And Industry. 76