kajian usahatani sayuran dalam sistem pertanian berkelanjutan

advertisement
KAJIAN USAHATANI SAYURAN DALAM SISTEM PERTANIAN
BERKELANJUTAN: PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI
DAN EKOLOGI
DI KELURAHAN KALAMPANGAN
KECAMATAN SEBANGAU KOTA PALANGKA RAYA
PROPOSAL DISERTASI
REVI SUNARYATI
107040 100111 057
PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN
MINAT PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
KERJASAMA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
DAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2011
i
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN DISERTASI
……………..
Di Kelurahan Kalampangan
Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya
Proposal Disertasi
Oleh :
Nama
NIM
Program Studi
Minat
: REVI SUNARYATI
: 107040 100111 057
: Ilmu Pertanian
: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Promotor,
Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS
Ko Promotor 1 :
Ko Promotor 2 :
Prof. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
Prof. Dr. Ir. Suprijanto, M.Ed
ii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI
PROPOSAL PENELITIAN DISERTASI
Judul Proposal
:
Nama
NIM
Program Studi
Minat
:
:
:
:
Komisi Pembimbing
Promotor
Co Promotor 1
Co Promotor 2
:
: Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS
: Prof. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
: Prof. Dr. Ir. Suprijanto, M.Ed
Tim Dosen Penguji
Dosen Penguji 1
Dosen Penguji 2
Dosen Penguji 3
:
:
:
:
REVI SUNARYATI
107040 100111 057
Ilmu Pertanian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Tanggal Ujian Proposal :
SK Penguji
:
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
PROPOSAL PENELITIAN DOSERTASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan
saya, di dalam naskah Proposal Penelitian Disertasi ini tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu
Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskahini
dan diterbitkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di
dalam naskah Proposal Penelitian Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat unsurunsur jiplakan disertasi, saya bersedia Disertasi (Doktor) dibatalkan, serta diproses
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (UU NO. 20 tahun
2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70).
Malang,
Desember 2011
Mahasiswa
REVI SUNARYATI
104070 100111 057
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan petunjuk-Nya jualah, akhirnya Peneliti dapat menyelesaikan
Proposal Disertasi yang berjudul “Kontribusi Usahatani Sayuran Terhadap
Pertanian Berkelanjutan (Suatu Kajian Perubahan Sosial, Ekonomi dan
Lingkungan Petani)”.
Pada kesempatan ini, diucapkan terima banyak kasih
terutama kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS, Prof Dr. Ir. Budi Setiawan, MS, Prof. Dr. Ir.
H. Suprijanto, M.Ed, selaku promotor dan co promotor 1 dan 2 yang telah
memberikan informasi dan koreksi dalam penyelesaian Proposal Disertasi ini.
Didasari bahwa dalam penulisan Proposal Disertasi ini masih banyak
terdapat kekurangan, baik dari segi materi maupun penyajian. Oleh karena itu
diharapkan segala saran dan masukan guna lebih menyempurnakan Proposal
Disertasi ini.
Malang,
Desember 2011
REVI SUNARYATI
104070 100111 057
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI ...................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...............................................................
14
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................
15
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................
16
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertanian Berkelanjutan .........................................................
17
2.2. Kajian Ekologi-ekonomi Pertanian berkelanjutan……
2.3. Usahatani Sayuran .................................................................
28
BAB III KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori ......................................................................
34
3.2. Kerangka Konsep dan Hipotesis ...........................................
37
3.3. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ...............
49
3.4. Kerangka Analisis
3.5. Kerangka Operasional Penelitian ..........................................
51
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian ...................................................................
54
4.2. Populasi, Sampel Responden dan Informant Penelitian ........
55
4.3.1. Populasi .......................................................................
55
vi
4.3.2. Sampel Responder .......................................................
56
4.3.3. Informan Penelitian .....................................................
57
4.3. Pengumpulan Data .................................................................
57
4.4. Validitas-Reliabilitas dan Keabsahan Data Penelitian ..........
60
4.5. Analisis Data .........................................................................
60
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Rincian Komoditi Produk Unggulan Per Sektoral di Kota
Palangka Raya ...............................................................................
2
Tabel 2 : Komoditas Utama Menurut Sub Sektor ........................................
4
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Model Pembangunan Pertanian Rakyat Berdasarkan
Pemapanan Usahatani ..............................................................
24
Konsep Alur Penelitian ............................................................
48
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Peta Wilayah Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota
Palangka Raya ........................................................................................
63
2.
Peta Administrasi Kecamatan Sebangau ................................................
64
3.
Peta Kota Palangka Raya .......................................................................
65
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Provinsi Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangka Raya terdapat
561.557 rumah tangga dengan jumlah penduduk sebesar 4.047.550 orang, hal ini
diketahui dari penyebarluasan rumah tangga dan penduduk berdasarkan
kabupaten/kota di Kalimantan Tengah tahun 2010, yang menyebar di beberapa
kabupaten/kota. Kota Palangka Raya meliputi wilayah yang relatif luas yaitu
(2.67851 km2), sebagian besar (92,80%) dari luas wilayah berupa kawasan hutan,
perkampungan hanya meliputi wilayah seluas 4.554 Ha (1,70%), tegalan seluas
2.402 Ha (0,90%), dan ladang seluas 160 ha (0,06 %). Areal untuk perkebunan
meliputi wilayah seluas 1.772,30 Ha (0,66%). Dan masih terdapat 3,88% dari total
wilayah yang belum digunakan.
Wilayah kota Palangka Raya memang mempunyai ciri khusus yakni 3 (tiga)
wajah yaitu wajah perkotaan, wajah pedesaan, dan wajah hutan. Dari 30 kelurahan
yang ada, wajah kota terdapat pada 6 (enam) kelurahan. Masing-masing kelurahan
Kalampangan, Menteng, Pahandut, Palangka, Bukit Tunggal dan Panarung.
Sisanya ada 24 kelurahan wajah pedesaan dan hutan dengan perkembangan kota
yang relatif lambat (anonim, 2010).
Kelurahan Kalampangan terletak di kecamatan Sebangau kota Palangka
Raya, yang merupakan 80% penghasil komoditas sayuran di kota Palangka Raya.
Luas wilayah kelurahan Kalampangan adalah 46,25 km2 (5000 ha) 5 RW dan 27
1
RT dengan jumlah 3.183 yang terdiri dari laki-laki 1.559 jiwa dan perempuan
1.588 jiwa.
Untuk meraih keunggulan produksi sayuran supaya berlanjut secara sosial,
ekonomi dan lingkungan di kelurahan Kalampangan maka petani produk
unggulan kelurahan Kalampangan yang ada akan dibina dan dikembangkan,
diarahkan untuk ditingkatkan kualitas produknya untuk dipasarkan di pasar
tradisional, dan adanya proses pengemasan yang lebih menarik dan aman untuk
pasar swalayan lokal kota Palangka raya dan sekitarnya.
Tabel 1.
No
1
Rincian Komoditi Produk Unggulan Per Sektoral di Kota
Palangka Raya
Sektor
Pertanian tanaman
pangan
Komoditi Produk Unggulan
Jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar,
kacang kedelai, kacang-kacangan,
kangkung, sawi, bayam, terung, nenas,
nangka, rambutan, pisang dan cempedak
2
Perkebunan
Karet, kelapa, jambu mete, kopi dan rumput
nilai
3
Kehutanan
Hasil-hasil hutan
4
Perikanan
Ikan patin, nila, bawal, mas dan toman
5
Peternakan
Sapi potong, ayam ras, babi, ayam
kampung, dan kambing
6
Industri kecil
Perabot rumah tangga, kusen pintu +
jendela, tahu/tempe, bata/batako, anyamanyaman, dan teralis besi
Sumber : Bappeda Kota Palangka ray, 2011
Pada tabel 1 sektor pertanian tanaman pangan terletak pada urutan pertama
dari sektor yang lain, dimana 80% produk sayuran dari kelurahan Kalampangan
kecamatan Sebangau kota Palangka Raya.
2
Untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif produktifitas
pertanian, langkah menuju efisiensi ditempuh dengan menentukan komoditas
yang mempunyai keunggulan komparatif baik di tinjau dari produktifitas lahan
dan pendapatan petani yang di emban oleh superioritas dalam pertumbuhan pada
kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi produsen di kelurahan
Kalampangan sebagaimana jenis tanaman holtikultura lainnya, kebanyakan
tanaman sayuran di kelurahan Kalampangan mempunyai nilai komersial cukup
tinggi. Sebab tanaman sayuran merupakan produk pertanian yang senantiasa di
konsumsi. Dengan melihat kebutuhan akan sayuran yang terus menerus maka nilai
pasar tanaman sayuran cukup baik. Kecenderungan produksinya dari tahun ke
tahun meningkat, jarang mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir
ini ada kecenderungan di masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang berlemak
tinggi, terutama dari bahan hewani beralih ke bahan nabati yang disebut
vegetarian (Brili Antono, 2004).
Menurut Mulyanto (1989), mengemukakan bahwa pertanian merupakan
sektor utama dalam pembangunan perekonomian nasional pertanian dalam arti
luas mencakup agribisnis, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Sedangkan dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu
berupa usahatani keluarga, untuk memproduksi tanaman pangan seperti padi,
palawija (jagung, kacang-kacangan, dan ubi-ubian) dan tanaman holtikultura,
yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan guna memenuhi pangan dan gizi keluarga.
Daerah penghasil sayuran di kota Palangka Raya 80% adalah dari kelurahan
Kalampangan dimana potensi pertanian tanaman sayuran terbukti cukup baik dan
3
luas tanam untuk tanaman sayuran mencapai 400 Ha dengan luas panen/populasi/
luas area = 380 Ha. Hal ini dapat di lihat pada tabel 2.
Tabel 2. Komoditas Utama Menurut Sub Sektor, Kelurahan Kalampangan,
Kecamatan Sebangau, Kota
: Palangka Raya, 2011.
Sub sektor/Komoditas
Luas Tanam
Luas Panen/
Populasi *)/
Luas Area **)
Tanaman Pangan
- Jagung Manis
200 Ha
190 Ha
- Kedelai
35 Ha
14,75 Ha
- Kacang Tanah
5 Ha
4,75 Ha
- Kacang Hijau
- Ubi Kayu
5 Ha
4,75 Ha
- Ubi Jalar
3 Ha
3 Ha
- Sayuran
400 Ha
380 Ha
(Sayur, kacang panjang,
terung, kangkung, bayam)
Perkebunan
- Karet
250 Ha
2 Ha
- Kelapa
11 Ha
10 Ha
- Buah-buahan
50 Ha
47,5 Ha
Peternakan
- Sapi Potong
750 ekor
325 ekor
- Kerbau
10 ekor
5 ekor
- Kambing
225 ekor
176 ekor
- Domba
- Babi
- Ayam Buras
25.000 ekor
18.000 ekor
- Ayam Ras
57.148 ekor
52.425 ekor
- Ayam Petelur
- Itik
100 ekor
Perikanan
- Penangkapan di perairan
umum
- Budidaya
Keterangan : *) Untuk Peternakan; **) Untuk Perikanan
Sumber : (1). Petani/Pelaku Utama; (2) PPL.
Produksi
1200 Ton
25 ton
10 ton
Sistem Pertanian yang aman bagi lingkungan menurut pandangan pertanian
berkelanjutan konkretnya adalah bagaimana melaksanakan proses produksi
4
pertanian
dengan
menggunakan
masukan
terendah
mungkin
pertanian
berkelanjutan (Sustainable Agriculture) adalah pemanfaatan sumberdaya yang
dapat diperbaharui (Renewable Resources) dan sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui (Unrenewable Resources) untuk proses produksi pertanian dengan
menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Berkelanjutan
yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas
produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian berkelanjutan akan lebih
mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah lingkungan. Keberhasilan
pertanian berkelanjutan selama ini telah memberikan dukungan yang sangat tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia.
Sistem pertanian berkelanjutan di kelurahan Kalampangan adalah pertanian
masa depan yang mendidik petani sejati yang mengetahui teknik bertani yang atau
pertanian yang aman bagi lingkungan. Pertanian berkelanjutan (Sustainable
Agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Development) pada sektor pertanian. Pertanian berkelanjutan ialah
pertanian yang mewujudkan kebutuhan sosial dan ekonomi saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan
mereka.
Sistem pertanian sayuran di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau
Kota Palangka Raya secara ekonomi diharapkan ada perubahan kesejahteraan
petani meningkat. Pertumbuhan ekonomi meningkat diiringi status sosial yang
meningkat pula, tetapi banyak mendapat tantangan, karena berakibat pada
terganggunya sistem ekologi dan kesenjangan ekonomi, pada sisi lain, krisis
5
lingkungan muncul mengikuti pertumbuhan tersebut, lahan semakin kritis, hutan
menyusut bahkan gundul, udara dan air tercemar, serta bencana alam seperti
banjir, longsor dan kekeringan terjadi. Keadaan tersebut terjadi karena dalam
pembangunan ekonomi, banyak sekali aspek yang tidak memiliki nilai pasar
secara finansial justru berperan sangat signifikan dalam menentukan dan menjaga
sumberdaya alam dan lingkungan yang selanjutnya akan menentukan keberhasilan
pembangunan berikutnya. Misalnya eksploitasi sumberdaya alam yang sangat
intensif akan menguras deposit sumber daya alam tersebut.
Konsentrasi sumberdaya alam penghematan penggunaan sumber daya alam
dan memperlakukannya berdasarkan hukum alam atau suatu upaya tindakan untuk
menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu
maupun jumlah. Tanah sebagai sumber daya alam merupakan kumpulan tubuh
alam diatas permukaan bumi yang mengandung benda-benda hidup dan mampu
mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan teratas suatu penampang tanah
biasanya mengandung banyak bahan organik dan berwarna gelap karena
akumulasi bahan organik, lapisan ini merupakan lapisan utama yang disebut
lapisan olah. Lapisan di bawah olah dikenal dengan lapisan bawah yang juga
dipengaruhi oleh hancuran iklim tetapi tidak seintensif yang disebut lapisan olah
merupakan daerah utama bagi pertumbuhan perakaran, dan mengandung banyak
unsur hara dan air yang tersedia bagi tanaman. Melalui tindakan-tindakan
pengolahan yang tepat pengembalian bahan organik keadaan fisik tanah di
modifikasi.
6
Air sebagai sumber daya alam yang mulai terasa pengaruhnya pada bidang
pertanian dan industri di berbagai tempat di dunia. Di bidang pertanian
kekurangan air menjadi hambatan utama, sedangkan kebutuhan air akan
meningkat karena pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pertanian,
industri, pertambangan serta meluasnya tempat-tempat pemukiman. Sedangkan
penyediaan air dari aliran berkurang karena kemampuan hutan, bumi dan tanah
kita.
Kelurahan Kalampangan dalam profil tahun 2010, adalah pedesaan di
sekitar hutan dan desa binaan transmigrasi asal Jawa Tengah dan Jogya, karena
kegigihan penduduk. Untuk berusaha tani dan jarak yang dekat 20 km dari kota
Palangka Raya, sehingga mengalami perubahan sosial dan ekonomi dan
lingkungan sehingga menghasilkan komoditas unggulan, sebagai pemasok
sayuran di wilayah kota Palangka Raya dan sekitarnya.
Pembangunan pertanian dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan
wilayah dan sekaligus dapat pula menyebabkan perubahan struktur dan komposisi
lingkungan dan sumber daya alam. Penggunaan lahan secara terus menerus dalam
pembangunan pertanian untuk suatu jenis tanaman dapat menurunkan kualitas
lingkungan. Beberapa kemungkinan adalah terjadinya ledakan hama akibat
ketidak-terputusan siklus hidupnya, degradasi atau penurunan kualitas lahan
akibat terkurasnya unsur hara tertentu, pengerasan struktur tanah yang
menyulitkan tingkat pengolahan tanah serta timbulnya dampak-dampak
sampingan (residual effects) dari penggunaan intensif berbagai jenis pestisida dan
pupuk buatan. Degradasi lahan merupakan proses berkurangnya atau hilangnya
7
kegunaan lahan dalam meningkatkan produksi pertanian. Kerusakan tanah/lahan
dapat disebabkan oleh kemerosotan struktur tanah (pemadatan tanah, erosi dan
desertifikasi), penurunan tingkat kesuburan tanah, keracunan dan pemasaman
tanah, kelebihan garam dipermukaan tanah dan polusi tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi tanah/lahan adalah : (1)
pembukaan lahan (deforestation) dan penebangan kayu hutan secara berlebihan
untuk kepentingan domestik, (2) penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/
pengembalaan secara berlebihan (over grazing), (3) aktifitas pertanian dalam
penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Penggunaan lahan yang tidak
mempertimbangkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air mempercepat proses
degradasi lahan yang terdapat di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS).
Kehidupan manusia bersifat dinamis, tidak ada manusia yang berhenti
(stagnant) pada suatu titik atau dalam waktu tertentu sepanjang masa, bahkan
kadangkala perubahan itu berjalan dengan cepat dan berjalan dengan lambat
secara gradual, sehingga anggota masyarakat tidak menyadari atau tidak
memperhatikan akan terjadinya perubahan yang telah melanda kehidupan mereka
(Soekanto, 1999). Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman
dahulu kala (sejak manusia ada), namun dewasa ini perubahan maupun
perkembangan tersebut terjadi dengan sangat cepat dimana-mana sehingga
kadang-kadang menimbulkan berbagai penafsiran dan pemahaman yang berbedabeda dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat muncul dalam kaitan
yang tak runtun maupun runtun karena aspek potensial masyarakat sendiri yang
8
memang terkait oleh waktu dan tempat, akan tetapi perubahan itu sifatnya
berantai, maka perubahan terlihat berlangsung terus menerus, keadaan dimana
masyarakat mengadakan reorganisasi unsur-unsur struktur masyarakat yang
terkena perubahan. Seiring dengan kehidupan manusia atau masyarakat yang
makin lama makin bersifat global, maka perubahan, itu dianggap sebagai suatu
kebiasaan dan merupakan gejala yang normal (Soekanto, 1999).
Terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, tidak
dapat ditahan, dibendung maupun ditolak oleh masyarakat. Soemardjan (2009)
memandang bahwa perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan pada
lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Penekanan terhadap konsep perubahan
sosial terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok
manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.
Lauer (1993) melihat bahwa perubahan sosial merupakan suatu realitas oleh
karena tidak ada yang tetap seperti semula, akan tetapi selalu bergerak (dinamis),
oleh karena itulah kalau berbicara tentang perubahan bukan terletak pada ada atau
tidaknya, akan tetapi lebih pada tingkat perubahan-perubahan yang terjadi dalam
setiap gerak kehidupan masyarakat.
Semua masyarakat menyadari bahwa perubahan sosial ada yang
berlangsung cepat dan ada pula yang berlangsung lambat sesuai dengan kuat
lemahnya faktor-faktor penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tingkat perubahan sosial tidak sama pada berbagai tempat, meski waktu
9
kejadiannya bersamaan (Ogbum, 1974). Pola dan bentuk perubahan itu akan
berbeda disatu lokasi (pedesaan) ke tempat yang lain dan berbeda pula pada tiap
lapisan (tingkatan masyarakat) baik masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun
masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan. Bagi masyarakat yang tinggal dan
bermukim di daerah pedesaan yang kehidupannya didominasi oleh pola hidup
bersahaja atau tradisionalisme agaknya tak dapat di hindarinya dari proses
perubahan (Sugihen,1997).
Perubahan penting yang dialami oleh masyarakat desa adalah masyarakat
sudah mengenal alat-alat transportasi, komunikasi, teknologi, sudah mengenal
pasar (perdagangan) yang sebelumnya dianggap acing oleh masyarakat desa.
Perubahan sosial yang terjadi di pedesaan dapat mengenal nilai-nilai sosial,
norma-norma
sosial,
pola-pola
perilaku
organisasi,
susunan
lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan atau wewenang,
interaksi sosial dan sebagainya. (Soelaiman, 1998).
Analisis proses perubahan sosial di daerah pedesaan dapat dilakukan dengan
jalan menguraikan orientasi masyarakat desa dalam keadaan aslinya. Menurut
Rahardjo (1999), ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu
dikaitkan
dengan
masalah
kebersahajaan
(simplicity),
keterbelakangan,
tradisionalisme, subsistensi dan keterisolasian. Ciri khas masyarakat pedesaan
tersebut merupakan pandangan yang bersifat umum, sehingga Roucek dan Warren
yang dikutip Leibo (1995) melihat karakteristik masyarakat pedesaan dalam
beberapa komponen yakni (a) punya sifat homogen dalam (mata pencaharian,
nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku, (b) kehidupan
10
desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua
anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi rumah
tangga, (c) faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya,
keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya, (d)
hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota serta
jumlah anak yang ada dalam keluarga ini lebih besar.
Kehidupan masyarakat pedesaan, tidak selamanya bertahan sesuai dengan
karakteristiknya yang lebih banyak melakukan hat-hal yang bersifat tradisional,
dan subsistensi, hal ini seiring dengan adanya perkembangan pembangunan
dewasa ini, maka tidak dapat dihindari akan terjadi pergeseran maupun perubahan
pola kehidupan masyarakat, sebab menurut Tjokroamidjojo, (1980) pembangunan
merupakan suatu perubahan sosial budaya. Sedangkan Susanto (1984)
memandang pembangunan merupakan suatu konsep politik ekonomi untuk
mengarahkan proses perubahan.
Berkaitan dengan pembangunan merupakan proses perubahan sosial budaya,
pada dasarnya sudah menjadi kenyataan bahwa setiap pembangunan yang
dilaksanakan dewasa ini, akan menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi
masyarakat terutama dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. Nasikun, (1992)
memandang pembangunan pada dasarnya merupakan sebuah gerakan yang
terkondisi sebagai upaya untuk melakukan perubahan terencana pada masyarakat.
Meskipun mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
namun dalam prosesnya selalu terkait dengan beberapa persoalan dalam struktur
masyarakat itu sendiri. Pandangan Nasikun memiliki asumsi bahwa, walaupun
11
pembangunan itu merupakan perubahan yang berencana, akan tetapi tetap
menimbulkan persoalan dalam masyarakat seperti dalam kehidupan masyarakat
pedesaan. Sebagai misal, masyarakat desa yang memiliki hubungan antara lahan
dan pertanian, bila terjadi introduksi pembangunan industri dengan segala
kepentingan di dalamnya, maka dengan sendirinya tidak serta merta masuknya
pembangunan industri tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa, justru sebaliknya jangan sampai, desa yang sebelumnya memiliki sumber
daya alam, akan menderita, sebagai akibat adanya proses industrialisasi.
Proses
industrialisasi
pada masyarakat
pada umumnya khususnya
masyarakat pertanian (agraris) di pedesaan merupakan salah satu penyebab
perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya.
Proses masuknya industrialisasi diyakini mampu mengubah pola hubungan
tradisional menjadi modem rasional. Nilai gemeinschaft antar tenaga dalam
kehidupan pertanian tradisional berubah menjadi gesselchaft. Hubungan antara
pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang semula bersifat kekeluargaan
(ataupun patron-clien) berubah menjadi ulitarian komersial. Pola sillaturrahmi
atau pola hubungan kekeluargaan dalam sistem kekerabatan termasuk frekuensi
pertemuan (bertatap muka) akan turut mengalami perubahan (Elizabeth, 2005)
Proses perubahan dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh adanya
industrialisasi tersebut dimensinya dapat dilihat dari berbagai dimensi berupa
perubahan struktur dan kultur masyarakat. Hartarto (1995) yang mengemukakan
pembangunan masyarakat industri mengandung makna transformasi masyarakat
menuju masyarakat yang sejahtera dan maju secara struktural ataupun kultural.
12
Struktural dan kultural merupakan dua dimensi perubahan sosial yang menyatu
dengan terwujudnya proses industrialisasi dalam arti yang seluas-luasnya.
Dimensi perubahan struktural mengacu kepada perubahan dalam bentuk
struktural masyarakat, menyangkut perubahan dalam peran, munculnya peran
baru, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial.
Akibat pembangunan industri di pedesaan khususnya di daerah pertanian yang
memiliki lahan subur yang diolah oleh masyarakat petani, telah menimbulkan
pergeseran dalam berbagai struktur kehidupan masyarakat desa, seperti pergeseran
dalam struktur masyarakat petani.
Perubahan yang terjadi pada struktur keluarga atau kekerabatan dalam
masyarakat seperti memudarnya hubungan sosial serta interaksi sosial dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga berpengaruh pada akumulasi peranan
individu dalam keluarga dan masyarakat. Pergeseran tersebut bertendensi
luntumya nilai dan akumulasi aspirasi masyarakat oleh pengaruh tatanan sosial
modem dalam berbagai kelembagaan sosial di desa.
Masyarakat yang perekonomiannya berdasarkan pada pertanian, ikatan
kekeluargaan dalam masyarakat masih kuat, karena berlandaskan atas dasar ikatan
keturunan, serta semangat gotong-royong yang masih bertahan diantara anggota
masyarakat. Adanya introduksi teknologi pertanian yakni dengan industrialisasi ke
pedesaan banyak menimbulkan perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Menurut Soelaiman (1988) dampak introduksi teknologi ke pedesaan terhadap
interaksi sangatlah penting, sebab melalui teknologi, aktivitas kerja menjadi lebih
sederhana dan serba cepat serta dapat memuaskan, perubahan juga dapat terjadi
13
dalam hal pekerjaan dan kepemilikan lahan pertanian. Bagi masyarakat pedesaan
yang bergerak dalam bidang pertanian, tanah pertanian merupakan sumber
penghidupan yang paling utama untuk memenuhi kehidupan dan kebutuhan
keluarganya.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Perubahan lingkungan biofisik dan lingkungan sosial ekonomi sebagai
akibat produktivitas usaha tani tanaman sayuran diharapkan petani dapat tetap
eksis berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup.
Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan sebelumnya maka disusun
pertanyaan penelitian : Bagaimana usahatani sayuran dapat memberi kontribusi
terhadap pertanian berkelanjutan?, Bagaimana aksesibilitas dan ketergantungan
usahatani dalam memanfaatkan lahan dan sarana produksi?
Seberapa besar
peranan usahatani dalam mensejahterakan petani sayuran?.
Sumbangan usahatani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan bertumpu
pada tiga bagian yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan dengan kata lain pertanian
berkelanjutan diharapkan berorientasi pada tiga dimensi berkelanjutan yaitu :
keberlanjutan sosial manusia (people), keberlanjutan usaha ekonomi (profit) dan
keberlanjutan ekologi alam (planet).
Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan sebelumnya maka pertanyaan
utama penelitian yang diajukan adalah bagaimana usahatani sayuran dapat
memberi sumbangan perubahan status sosial dan ekonomi petani tanpa merusak
14
kelestarian lingkungan alam dan sistem usaha taninya dapat berlanjut?. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut maka perlu dirumuskan pertanyaan-pertanyaan
penelitian secara lebih spesifik sebagai berikut :
1. Seberapa besar kontribusi usahatani sayuran dalam
mewujudkan system
pertanian berkelanjutan?.
2. Bagaimana dinamika sosial masyarakat petani: persepsi dan partisipasi
masyarakat dan individu dalam keberlanjutan system pertanian?.
3. Bagaimana struktur ekonomi rumah tangga petani sayuran , dalam kaitannya
dengan produktivitas usahataninya?.
4. Bagaimana kualitas dan karakteristik agroekologi dalam kaitannya dengan
keberlanjutan sistem pertanian?.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka penelitian kontribusi
usahatani sayuran terdapat pertanian berkelanjutan akan mengungkapkan sesuatu
yang dilakukan petani sayuran di Kelurahan Kalampangan untuk menjaga dan
memperbaiki lingkungan (sosial, ekonomi dan alam) untuk kesejahteraan
kehidupan petani dan keberlanjutan usaha pertanian.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis “Kontribusi usahatani sayuran dalam system pertanian
berkelanjutan” suatu kajian perubahan sosial, ekonomi dan lingkungan alam
petani, secara khusus tujuan penelitian ini:
15
1. Menganalisis kontribusi usahatani sayuran dalam mewujudkan system
pertanian berkelanjutan?.
2. Menganalisis dinamika sosial masyarakat: persepsi dan partisipasi
masyarakat dan individu petani?.
3. Menganalisis struktur ekonomi rumah tangga petani sayuran ,
dalam
kaitannya dengan produktivitas usahataninya?.
4. Menganalisis kualitas dan karakteristik agroekologi dalam kaitannya
dengan keberlanjutan usahatani sayuran?.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai kontribusi ilmiah dalam kajian sosial ekonomi pada umumnya dan
khususnya pertanian yang berkelanjutan, terutama yang berkenaan dengan
masalah masyarakat dan lingkungan alam dalam menghadapi perubahan
lingkungan alam.
2. Sebagai input bagi pihak-pihak yang berkompeten (pemerintah daerah)
sebagai bahan banding dalam hal penyusunan program pembangunan yang
berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat yang bekerja di bidang
pertanian.
3. Menjadi bahan banding para peneliti selanjutnya terutama penelitian yang
berkaitan dengan masalah-masalah pertanian berkelanjutan.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pertanian Berkelanjutan
Kata “keberkelanjutan” sekarang ini digunakan secara meluas dalam
lingkup program pembangunan. Namun apa arti sesungguhnya kata ini?
Keberlanjutan dapat diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus
berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”.
Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk
tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumber daya. “Pertanian
berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber
daya alam”.
Namun demikian, banyak orang menggunakan definisi yang lebih luas dan
menilai pertanian bisa dikatakan pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal
berikut ini:
(1) Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam
dipertahankan dan kemampuan agro ekosistem secara keseluruhan, dari
manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal
ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta
masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber
daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara,
17
biomassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah
pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa
diperbaharui.
(2) Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri, serta
mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan
biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya
dalam produk usaha tani yang langsung namun juga dalam hal fungsi seperti
melestarikan sumber daya alam dan meminimalkan resio.
Adil, yang berarti sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian
rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak.
Hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis
serta peluang pasar terjamin. Semua orang mempunyai kesempatan untuk
berperan serta dalam pengambilan keputusan, baik di lapangan maupun di
dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara
keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya.
Manusiawi, yang bearti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan
manusia dihargai. Martabat dihormati dan hubungan serta institusi
menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan,
kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan
spritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara.
Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan dir
dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya
18
pertambahan jumlah penduduk, kebijakan permintaan pasar dan lain-lain, hal
ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang baru dan sesuai,
namun juga inovasi dalam arti sosial dan ekonomi.
Beragam kriteria tentang konsep keberlanjutan, ini mungkin menimbulkan
konflik dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang : dari petani, masyarakat,
negara dan dunia. Mungkin terjadi konflik antara kebutuhan untuk masa kini dan
masa mendatang; antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan pelestarian
basis sumber daya. Petani bisa saja mencari pendapatan yang tinggi dengan
penetapan harga produk pertanian yang tinggi, pemerintah nasional bisa
memberikan prioritas pemenuhan kebutuhan pangan dengan tingkat harga yang
bisa dicapai oleh masyarakat kota. Dalam pembangunan di bidang pertanian,
peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama. Namun ada batas
maksimal produktivitas ekosistem. Jika batas ini dilampaui, ekosistem akan
mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuh sehingga hanya sedikit orang
yang bisa bertahan hidup dengan sumber daya yang tersisa.
Untuk memahami sejauh mana kecenderungan pertanian memiliki
implikasi, bagi ketergantungan, terlebih dahulu perlu diketahui input dalam dan
input luar dalam produksi pertanian. Tanaman, pepohonan, tumbuhan perdu
lainnya dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki
fungsi ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara,
membuat cadangan unsur hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami,
dan mengendalikan erosi, fungsi-fungsi ini menunjang keberlangsungan dan
stabilitas usahatani dan bisa dilihat sebagai penghasil input dalam.
19
2.2. Analisis Ekologi-Ekonomi Sistem Pertanian Berkelanjutan
2.2.1. Sustainabilitas Ekologis
…………….
2.2.2. Sustainabilitas Ekonomi
………….
(uraian berikut ini harap dikelompokkan seperti di atas)
Nalar Dasar
Setelah menjalani enam pelita dan menerapkan berbagai konsep berupa
adopsi bermacam perangkat teknologi lewat bimbingan massal - bimas, inmas,
suprainsus - bahkan menggerakkan revolusi hijau padi, kebijakan subsidi harga
masukan, dinamisasi dan komersialisasi usahatani kecil dengan rekayasa sosial
dan kemitraan dengan badan usaha berskala ekonomi besar, dan perluasan lahan
budidaya dengan membuka lahan-lahan yang pada umumnya bermutu piasan
(marginal) di luar Jawa, pembangunan pertanian Indonesia belum dapat mencapai
sasaran yang benar, mantap, dan berkelanjutan, baik diukur menurut kepentingan
pertanian rakyat, konsumen, maupun penguatan pembangunan ekonomi nasional.
Dewasa ini dalam setiap usaha pembangunan yang melibatkan lingkungan
dan sumberdaya alam, boleh dikatakan selalu diajukan konsep berlabel
"Berkelanjutan". Namun berbagai takrif (definition) yang diberikan kepada istilah
ini berbeda-beda muatan maknanya, tergantung pada aspek yang dipentingkan.
20
Salah satu takrif dikemukakan oleh World Bank/Tri-Societies (1998) bagi
keperluan Workshop on Sustainability in Agricultural Systems in Transition.
Mereka membuat istilah barn "sustainable intensification" yang diberi makna
sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur meningkatkan hasilan
tiap satuan lahan sambil mempertahankan keutuhan dan keanekaan ekologi dan
hayati sumberdaya alam selama jangka panjang, memberikan keuntungan
ekonomi kepada para perorangan, menyumbang kepada mutu kehidupan dan
memperkuat pembangunan ekonomi negara.
Konsep kunci takrif tadi ialah berkelanjutan yang terbina dengan teknologi
(meningkatkan hasilan). Takrif juga mengisyaratkan bahwa berkelanjutan bersifat
serbamatra (multi-dimensional) yang rumit. Banyak komponen yang tersangkut,
yang nasabah (relation) dan saling tindaknya (interaction) bersifat stokastik
(probabilistik).
Keterlanjutan dalam konteks globalisasi menuntut kekukuhan namun
sekaligus kelenturan struktur dan perilaku sistem
pertanian dalam menghadapi
tekanan faktor-faktor eksternal. Ketegaran global memerlukan tindakan bersama
antar pelaku ekonomi di bawah "komando" pemerintahan. Dalam konteks
demokratisasi, keterlanjutan memerlukan peran Berta seluruh pelaku ekonomi
dengan kedudukan sederajat dalam membuat putusan, termasuk petani subsisten.
Demokratisasi menyangkut faktor-faktor internal. Demokratisasi mengarah
kepada pemandirian para pelaku ekonomi yang berkaitan dengan liberalisme
politik.
21
Untuk melayani globalisasi dan demokratisasi ekonomi diperlukan
prasyarat
yang
berbeda.
Pelayanan
globalisasi
memrasyaratkan
kemampuan/kesiapan lembaga-lembaga ekonomi menghadapi dampak kompetitif
dan
komparatif
yang
datang dari
luar
batas
nasional.
Demokratisasi
memrasyaratkan kesanggupan lembaga-lembaga ekonomi membagi kerja antar
mereka. Dalam hal pertanian rakyat, faktor melek huruf (literacy) dan komunikasi
massa menjadi landasan pokok (Haggard, 1990). Mengingat ini globalisasi dan
demokratisasi ekonomi merupakan dua sasaran yang berbeda dengan strategi
pembangunan pertanian sebagaimana lazimnya sekarang tidak mungkin dicapai
serentak. Diperlukan strategi baru yang pelayanan globalisasi dan proses
demokratisasi ekonomi dapat saling melengkapi secara berkelanjutan. Dalam hal
pembangunan pertanian, pertanian rakyat hendaknya dijadikan sasaran inti karena
sektor ini akan dapat menjadi piranti perangkai globalisasi dengan demokratisasi
ekonomi. Pertanian rakyat yang kuat jugs mampu menangkis krisis ekonomi.
Untuk menyusun strategi baru yang andal menuju ke intensifikasi
berkelanjutan diperlukan pengenalan lengkap faktor-faktor yang menentukan atau
mempengaruhi kinerja pertanian rakyat dengan menggunakan usahatani selaku
satuan pantau. Faktor-faktor tersebut mencakup komponen-komponen lingkungan
biofisik, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Gambar 1 adalah suatu model
pembangunan pertanian rakyat berdasarkan pemapanan usahatani dan langkahlangkah pengumpulan data-kunci bagi pengenalan faktor-faktor.
Penelitian Pertanian
22
Masih banyak data-kunci untuk mendukung pertanian berkelanjutan belum
tersedia. Ada data yang kita miliki tidak cocok untuk merancang pembangunan
pertanian menurut paradigma baru yang tersirat dalam ungkapan "intensifikasi
berkelanjutan". Selain daripada itu dalam mengumpulkan data kita biasa
mengikuti terapan (perception) guru-guru kita yang berasal dari kawasan beriklim
sedang dan masyarakat yang sudah berpaham industrialisme.
Pertanian dalam lingkungan tropika menghadapi kendala yang berbeda
dengan yang dihadapi di kawasan beriklim sedang sehubungan dengan lingkungan
biofisik dan kelembagaan yang berbeda secara murad (significant). Di samping ini
dunia ketiga memperlihatkan keanekaan lingkungan dan budaya luar biasa. Ini
semua berpengaruh atas kebutuhan penelitian tanah dan air.
Enam bidang besar yang pantas diberi prioritas perhatian ialah : (1)
menghilangkan kendala kelembagaan dalam konservasi sumberdaya, (2)
memajukan proses hayati tanah, (3) mengelola sifat-sifat tanah, (4) memperbaiki
pengelolaan sumberdaya air, (5) menyelaraskan pertanaman pada lingkungan, dan
(6) memasukkan secara efektif matra sosial dan budaya dalam penelitian.
Menggunakan secara lebih baik pengetahuan tradisional dan membangun
komunikasi yang diperbaiki dapat memajukan implementasi kesudahan penelitian
(Anon., 1991). Dua indikator panting kerusakan sistem pertanian ialah penurunan
mutu tanah dan air. Pada gilirannya penurunan mutu tanah dan air menyebabkan
penurunan produktivitas usahatani. Penurunan mutu adalah akibat dari
pengelolaan sumberdaya tanah dan air yang buruk. Menurut data tahun 1984,
kerusakan lingkungan di Indonesia terutama ditimbulkan oleh erosi tanah dan
23
perambahan hutan yang biaya tahunannya sebagai pangsa produk nasional kotor
(PNK) ditaksir Bank Dunia sebesar 4,0 % (Brown, 1995). Menghabisi modal
alam-hutan, padang penggembalaan, lapisan atas tanah, akuifer dalam bumf, dan
tandon ikan dan pencemaran udara dan air telah mencapai tataran di banyak
negara yang dampak ekonominya mulai tampak sangat nyata berupa hilangnya
hasilan, pekerjaan, dan ekspor bahkan di beberapa negara telah mematikan
industri secara menyeluruh (Brown, 1995).
24
Gambar 1. Model Pembangunan Pertanian Rakyat Berdasarkan Pemapanan
Usahatani
Beberapa ciri yang membuat lingkungan tropika terutama menantang untuk
diteliti bagi keterlanjutan pertanian ialah (Anon., 1991)
1) Ketiadaan musim dingin atau jalad (frost) yang di kawasan iklim lain
membuat jeda dalam produksi, jadi mengendalikan serangan hama dan
penyakit serta aras kelembapan.
2) Jadwal dan lama waktu pasokan air yang berubah-ubah, baik di wilayah
kering maupun basah yang menciptakan cekaman lengas berat.
3) Musim tumbuh sepanjang tahun di beberapa daerah basah yang berpengaruh
atas pertanaman dan hama serta penyakit, dan mempercepat pelindian hara.
4) Keanekaan hayati yang lebih besar daripada lingkungan beriklim sedang
berarti keanekaan pertanaman, organisme tanah, dan hama/penyakit yang
lebih besar.
5) Tanah telah mengalami pelapukan jauh, akan tetapi di beberapa tempat
tanahnya masih sangat muda.
6) Kekurangan bahan bakar fosil dan masukan padat-modal lainnya.
7) Perbedaan murad dalam konteks dan tradisi sosial dan kelembagaan.
Seabad yang lalu menghasilkan lebih banyak pangan memerlukan perluasan
lahan budidaya, sehingga lahan merupakan sumberdaya pertanian utama. Sejak
pertengahan abad ini kepentingan nisbi lahan berkurang karena masukan pertanian
- pupuk, mekanisasi, pestisida, irigasi, dan bibit unggul - menyumbang murad
kepada penaikan produksi pangan. Jadi sebagian kepentingan lahan disulih oleh
kepentingan teknologi. Namun sekarang kepentingan lahan kembali mencuat
25
sehubungan dengan hasil panen yang meladung (stagnating yields) karena
tanggapan terhadap penyerapan pupuk makin berkurang, bersamaan dengan
kebutuhan pangan yang terus meningkat dan lahan pertanian yang berpindah ke
penggunaan bukan pertanian makin luas. Menurut laporan USDA Jawa
kehilangan hampir 20.000 ha lahan pertanian tiap tahun akibat pemekaran kota.
Luas ini mampu menghasilkan beras cukup untuk 378.000 orang tiap tahun.
Keadaan bertambah buruk lagi karena pemekaran kota sering menyita lahan
pertanian yang terbaik (Gardner, 1996), bahkan kadang-kadang yang sudah
dilengkapi dengan prasarana produksi, transportasi, dan komunikasi. Akibatnya,
lahan menjadi sumberdaya pertanian yang nilainya terus meningkat sehubungan
dengan penawaran yang terus menyusut padahal permintaan terus meningkat.
Menurut
pengertian PBB, indikator lahan pertanian
yang terdegradasi
ialah kerusakan fungsi hayati asli, yaitu kapasitasnya mengubah hara menjadi
bentuk yang dapat digunakan tumbuhan (Gardner, 1996). Dengan pengertian ini
penelitian kesuburan tanah perlu diberi konsep barn yang lebih mengedepankan
sifat-sifat hayati tanah daripada penelitian konvensional yang mementingkan sifatsifat fisik dan kimia. Karena menyangkut kehidupan hayati tanah (edafon) istilah
kesuburan tanah sebaiknya diubah menjadi kesehatan tanah.
Semula degradasi tanah tidak melambatkan pertumbuhan hasil panen karena
takaran pupuk yang diberikan masih dapat mengimbali (compensate) kehilangan
hara karena erosi, pelindian, atau ekspor lewat hasil yang dipanen. Makin
meningkat degradasi tanah, pemupukan tidak lagi sanggup mengimbali
kehilangan hara. Di samping itu pupuk kimia konvensional tidak dapat memasok
26
bahan-bahan penyehat tanah seperti bahan organik, edafon, air, dan hara sekunder,
padahal saling tindak (interaction) bahan-bahan tersebut menciptakan lingkungan
pendukung yang diperlukan tanaman. Revolusi hijau padi yang di Indonesia
hanya dapat bertahan 10 tahun membuktikan hal itu secara nyata.
Ketidak-tangguhan penelitian pertanian disebabkan karena faktor-faktor
berikut (Anon., 1991).
1) Masih ada rumpang-rumpang (gaps) besar di dalam pemahaman kita tentang
sistem dan proses tanah dan air.
2) Rumpang yang lebih penting ialah antara apa yang diketahui dan apa yang
diterapkan (kelemahan informasi dan komunikasi).
3) Pengetahuan pribumi jarang sekali dihargai, padahal pengetahuan tersebut
wring dapat mengajukan saran tentang penelitian yang memberi harapan atas
komponen dan strategi ekosistem, misalnya pohon penambat nitrogen, spesies
pengumpul hara, dan teknik irigasi masukan rendah. Dalam beberapa kasus
pengetahuan pribumi dapat menyediakan mimbar bagi pemaduan teknologi
tradisional dengan yang bare.
4) Diperlukan kaitan lebih efektif antara aspek sosial dan ilmu kealaman pada
persoalan tanah dan air. Konteks sosial dan ekonomi menciptakan kendala
yang dapat membatasi secara efektif penerapan perbaikan teknik kecuali
konteks semacam itu dipahami dan ditangani secukupnya.
5) Diperlukan cara-cara lebih efektif dalam menggunakan sumberdaya penelitian
dengan sasaran jangka panjang
dan praktis. Perlu dimapankan umpan-balik
27
dan komunikasi yang lebih baik antara lapangan dan lembaga penelitian,
sehingga penelitian dapat dipusatkan pada persoalan nyata dan praktis.
6) Segi terlemah dalam proses penelitian adalah penyebar-luasan penemuan
penelitian ke tingkat usahatani atau regional yang berkeanekaan besar dalam
hal fisik dan manusia.
Tanah dan air menyajikan landasan tempat pertanian bertumpu. Akan tetapi
sistem produksi pertanian yang berhasil memerlukan kombinasi sumberdaya
hayati dan kemasyarakatan. Fakta ini merupakan gabungan berbagai variabel yang
rumit dan dinamis yang membuat sistem pertanian berwatak evolusioner.
Mengingat hal ini prioritas penelitian harus selalu ditinjau ulang dan secara
berkala diselaraskan agar dapat menangani persoalan yang dihadapi. Prioritas
penelitian perlu dipertahankan kesegarannya, kelenturannya, dan daya tanggapnya
terhadap kebutuhan kini.
Untuk membangun keterlanjutan sistem pertanian dan pengelolaan
sumberdaya kita diperlukan perubahan dalam
1) Filsafat dan tata kerja organisasi pembangunan.
2) Konsep pencapaian tujuan yang secara tradisional menggunakan hampiran
penyelesaian persoalan (problem-solving approach) diubah menjadi hampiran
optimasi (optimizing approach) agar memiliki prospek jangka panjang.
Bidang-Bidang Penelitian Pokok
1. Memajukan proses hayati tanah
2. Mengelola sifat-sifat tanah
3. Memperbaiki pengelolaan sumberdaya air
28
4. Menyelaraskan pertanaman pada lingkungan
29
2.3. Sistem Usahatani Sayuran
2.3.1. Pengertian Usahatani Sayuran
Pertanian
merupakan
sektor
yang
utama
dalam
pembangunan
perekonomian nasional. Pertanian dalam arti luas mencakup agribisnis
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sedangkan dalam arti sempit,
pertanian diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu berupa usahatani keluarga untuk
memproduksi tanaman pangan seperti padi, palawija ( jagung, kacang-kacangan
dan ubi-ubian) dan tanaman holtikultura yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan
guns memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga.
Pertanian dalam arti sempit seperti pertanian rakyat atau keluarga (rumah
tangga) diupayakan dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan rumah tangga.
Pendapatan rumah tangga diperoleh dari berbagai sumber, baik sektor pertanian
maupun sektor non pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian terdiri dari
pendapatan yang diperoleh dari lahan berupa pendapatan bersih dari usahatani,
pendapatan yang diperoleh dari berburuh serta pendapatan yang diperoleh dari
sewa lahan dan modal lainnya. Sedangkan sumber pendapatan dari sektor non
pertanian terdiri dari pendapatan dari industri rumah tangga, peradangan, pegawai
dan jasa lainnya (Karsyono, 1986).
Sebagaimana jenis tanaman holtikultura lainnya, kebanyakan tanaman
sayuran mempunyai nilai komersial cukup tinggi. Sebab tanaman sayuran
merupakan produk pertanian yang senantiasa di konsumsi. Dengan melihat
kebutuhan akan sayuran yang terus-menerus maka nilai pasar tanaman ini cukup
baik. Kecenderungan produksinya dari tahun ke tahun meningkat, jarang
30
mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir ini ada kecenderungan di
masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang berlemak tinggi, terutama dari
bahan hewani beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian (Briliantoro, 2004).
Menurut Oldeman (1994) faktor yang mempengaruhi degradasi tanah/lahan
adalah:
1. Pembukaan lahan (deforestratesis) dan penebangan kayo hutan secara
berlebihan untuk kepentingan domestik.
2. Penggunaan
lahan
untuk
kawasan
peternakan/penggembalaan
secara
berlebihan (Overgrazing).
3. Aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan.
Kondisi demikian menguras sumberdaya alam yang berlebihan pada
gilirannya dapat mengganggu keberkelanjutan dan kebebasan lingkungan.
Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian
berkelanjutan, yang didalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian, seperti
tumpang sari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasta
panen, pertanian organik memiliki ciri khas dan hukum dan sertifikasi
penggunaan bahan sintetik serta pemeliharaan produktifitas tanah.
Mosher (1973), menyatakan bahwa usahatani merupakan tempat untuk
menghimpun serta mengkombinasikan input-input yang berasal dari tanah, petani
dan lingkungan ekonomis yang bias untuk dapat berjalan ter-us apabila kepadanya
tetap diberikan unsur yang diperlukan dan secara efisien hasilnya diambil.
Sedangkan Hernanto (1989), mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari
alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
31
Organisasi ini ditatalaksanakan berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh
seseorang atau sekumpulan orang.
2.3.2. Teknologi Usahatani Sayuran
Menurut Rahardi, dkk (1996), dalam usahatani tanaman sayuran, faktor
panca usahatani perlu mendapat perhatian agar produksi yang diharapkan dapat
dicapai. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Penggunaan Benih atau Bibit Unggul
Benih atau bibit unggul adalah benih atau bibit yang bermutu tinggi
yang merupakan faktor penentu tinggi rendahnya produksi tanaman. Hal-teal
yang perlu diperhatikan adalah gaga tumbuh, kemurnian benih, bebas hama
dan penyakit.
b. Pengolahan Tanah
Masalah pengolahan tanah lebih ditekankan pada pemilihan jarak tanam
yang teat, sebab jarak tanam menentukan jumlah populasi, kebutuhan benih
dan pupuk. Selain itu, jarak tanam juga mempengaruhi keefisienan
penggunaan cahaya dan kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air
dan zat hara.
c. Pengairan
Semua tanaman membutuhkan air. Sumber air bagi tanaman dapat
diperoleh dari sungai, sumur atau air hujan. Di Indonesia, umumnya petani
sayuran banyak mengendalikan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bagi
tanaman pertanian. Untuk daerah yang curate hujannya rendah dibutuhkan
32
suatu upaya, agar lahan memperoleh pengairan yang cukup. Pemasangan
pompa air merupakan pilihan yang tepat bila sarana irigasinya belum
memadai.
d. Pemupukan
Pupuk adalah unsur hara yang diberikan ke dalam tanah atau
disemprotkan pada tanaman dengan maksud memperbaiki pertumbuhan
vegetatif dan generagif tanaman. Bentuk unsur hara yang diberikan ini dapat
bermacam-macam, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, abu
tanaman, bungkil, pupuk buatan pabrik, dan sebagainya. Pupuk yang
dibutuhkan tanaman dapat dibedakan atau digolongkan menjadi pupuk
organik dan anorganik.
e. Pengendalian Hama dan Penyakit
Kerusakan tanaman sayuran banyak sekali penyebabnya, biasanya dan
serangan hama dan penyakit. Yang disebut hama antara lain serangga, ulat,
kutu dap bekicot (siput). Cara perusakannya biasanya menggigit (memakan)
atau menghisap cairan tanaman.
Penyakit pada sayuran umumnya adalah ;
1. Penyakit fisiologis; penyebabnya adalah keadaan lingkungan antara lain
suhu, kekurangan atau kelebihan unsur hara dalam tanah, dan drainase
yang kurang baik.
2. Penyakit yang disebabkan oleh virus; penularan penyakit ini biasanya
disebabkan oleh serangga, gesekan atau pengairan, dan
3. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan (jamur) atau. bakteri.
33
Berbagai cara dapat dilakukan untuk memberantas hama dan penyakit,
tetapi secara umum, cara pemberantasan tersebut digolongkan sebagai berikut:
1. Cara fisik/mekanik; pemberantasan dengan cara mengatur faktor-faktor
fisik seperti kelembaban, peredaran udara dalam tanah, dan pemberantasan
langsung yaitu mencari satu persatu penyebab kerusakan.
2. Cara biologi; menggunakan parasit atau predator.
3. Cara budidaya; mengatur waktu tanam, yaitu dengan memilih musim
tanam yang tepat.
4. Menggunakan bahan kimia; pemberantasan dengan menggunakan
pestisida.
2.3.3. Produktivitas Usahatani Sayuran
………………………………..
34
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori
3.1.1. Kontribusi Usahatani Sayuran
Kontribusi adalah sumbangan atau peranan dari sesuatu terhadap hal lain
yang diharapkan. Ilmu usaha tani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara
petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal,
teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinue untuk
menghasilkan produksi yang tinggi sehingga persyaratan usahataninya menigkat.
Moshen (1973), menyatakan bahwa : usahatani merupakan tempat untuk
menghimpun serta mengkombinasikan input – input yang berasal dari tanah,
petani dan lingkungan ekonomis yang luas untuk dapat berjalan terus apabila
kepadanya tetap diberikan unsur yang diperlukan dan secara efisien hasilnya
diambil, sedangkan Hernanto (1989), mendefinisikan usahatani sebagai organisasi
dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Organisasi ini ditatalaksanakan berdiri sendiri dan sengaja di usahakan oleh
seseorang atau sekumpulan orang.
Selanjutnya Hernanto (1989) mengemukakan, yang menjadi perhatian agar
usahatani menjadi maju adalah faktor intern dan faktor ekstern dari usahatani itu.
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari alam usahatani sendiri yang
menentukan keberhasilan usahataninya. Faktor intern antara lain : petani
pengelola, tanah, usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan
35
petani menghasilkan penerimaan keluarga dari jumlah anggota keluarga.
Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ikut serta menentukan keberhasilan
usahatani dari luar petani dan usahataninya. Faktor ekstern antara lain :
tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek yang menyangkut
pemasaran hasil, fasilitas kredit, sarana penyuluhan bagi petani.
Tanaman Sayuran
Sebagaimana jenis tanaman holtikultura lainnya, kebanyakan tanaman
sayuran mempunyai nilai komersial cukup tinggi. Sebab tanaman sayuran
merupakan produk pertanian yang senantiasa dikonsumsi. Dengan melihat
kebutuhan akan sayuran yang terus menerus maka nilai pasar tanaman ini cukup
baik. Kecenderungan produksinya dari tahun ke tahun meningkat, jarang
mengalami penurunan yang berarti.
3.1.2. Karakteristik Ekologis Sumberdaya Alam
Kegiatan pembangunan membawa berbagai tingkat perubahan terhadap
ekosistem, tetapi selalu diatur oleh pembatasan ekologis yang bekerja dalam suatu
ekosistem alami itu. Faktor-faktor pembatas ekologis perlu diperhitungkan agar
pembangunan membawa hasil yang lestari. Hubungan antar pengawetan
ekosistem dan perubahan dari pembangunan, ada 3 (tiga) prinsip yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Kebutuhan untuk memperhatikan kemajuan untuk membuat pilihan
penggunaan sumber daya di masa depan.
2. Kenyataan bahwa peningkatan pembangunan pada daerah-daerah pertanian
tradisional yang telah terbukti berproduksi baik mempunyai kemungkinan
36
besar untuk memperoleh pengembalian modal yang lebih besar dibanding
daerah yang baru.
3. Kenyataan bahwa penyelamatan masyarakat biotis dan sumber alam yang khas
merupakan langkah pertama yang logis dalam pertanian berkelanjutan, dengan
alasan bahwa sumber alam tersebut tak dapat digantikan dalam arti
pemenuhan kebutuhan dan aspirasi petani dan kontribusi jangka panjang
terhadap produktivitas lahan usahatani sayuran.
Air merupakan salah satu sumber alam yang mulai terasa pengaruhnya pada
bidang pertanian dan industri di berbagai tempat di dunia, di bidang pertanian
kekurangan air menjadi hambatan utama, sedangkan penyediaan air dari aliran
berkurang karena kemampuan hutan, bumi dan tanah hutan menahan air hujan
makin berkurang. Kebutuhan manusia akan sumber daya air menjadi sangat nyata
bila dikaitkan dengan 4 (empat) hal, yaitu:
1. Pertambahan penduduk
2. Kebutuhan pangan
3. Peningkatan industrialisasi
4. Perlindungan ekosistem terhadap teknologi
Konservasi sumber daya alam sangat penting bagi nilai ekonomi, contoh
seperti satwa. Satwa liar dan tumbuhan yang memberikan keuntungan dan income
bagi modal pembangunan umat manusia, seperti untuk obat-obatan, makanan,
serat, varietas dan lain-lainnya. Semuanya berasal dari sumber daya alam yang tak
disangka-sangka yang justru dapat lebih bertahan lama nilai strategi dengan
sendirinya dibandingkan dengan rancangan dan upaya pengelolaan manusia.
37
Konservasi menjadi tarik ulur, apakah sesuai harfiahnya mengembalikan
seperti semula ataukah menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana dan
lestari di sini mencakup 3 (tiga) aspek :
1. Perlindungan, konservasi sumberdaya alam sebagai program antisipasi
kelangkaan dan penyangga jalannya kehidupan ini.
2. Pengawetan dan pemeliharaan, penggunaan sumberdaya alam secara efektif
dan efisien.
3. Pemanfaatan, secara lestari dan terjaminnya sumberdaya dalam untuk msa
keberlanjutan.
Dengan semakin banyaknya yang hilang sumber daya alam atau
keanekaragaman hayati sudah bisa dikata dalam kisaran bahaya, telah
dikalkulasikan kalau konservasi berkelanjutan/reboisasi mungkin hanya sekitar 5
sampai 10 persen spesies di dunia yang hilang mungkin ber dekade 30 tahun,
dengan perkiraan 10 juta di bumi ini merupakan jumlah potensial hilang dari
50.000-100.000 jenis per tahun.
3.2. Kerangka Konsep dan Hipotesis
Perubahan sosial sebagai fenomena penting dalam struktur sosial, dan hal
ini berhubungan dengan pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Konsekuensi
perubahan itu terwujud norma-norma, nilai-nilai dan adaptasi budaya yang dilihat
(Lauer 2001), oleh Evers (1980) hal yang demikian tersebut sebagai akibat dari
pengaruh luar terhadap sendi-sendi kehidupan internal. Sementara itu Sayogyo
(1995) menunjukkan bahwa perubahan sosial tersebut merupakan implikasi dari
38
hubungan interaksi antara orang, organisasi atau komunitas yang menyangkut
struktur sosial, pola nilai, norma dan peranan. Sedangkan Pago (Sayogyo, 1995)
mengatakan bahwa dalam prosesnya baik yang direncanakan ataupun tidak,
fenomena perubahan dalam elemennya tersusun saling berhubungan, sehingga
jika terdapat perubahan dalam satu elemen akan mempengaruhi elemen lainnya.
Rahman (1999) dan Jellinek (1995) melihat bahwa, perubahan sosial di
lingkungan masyarakat bisa menjadi konsekuensi logis bagi suatu komunitas yang
mampu menerima dan berempati dengan unsur luar. Proses perubahan sosial
sangat berimplikasi pada perubahan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat dan
perubahan sosial sebagai konsekuensi dari berbagai kebijakan pembangunan yang
dirancang untuk meningkatan taraf kesejahteraan sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat pedesaan (Sugihen, 1997). Masyarakat pada hakikatnya merespons
perubahan tersebut walaupun ternyata respons itu menjadi disolusi struktur dalam
menghadapi kehadiran pihak luar, sehingga pada akhirnya hak-hak mereka atas
lahan menjadi terbatas, kehilangan sumber-sumber ekonomi, dan pergeseran nilainilai sosial atau bahkan perkembangan komunitas sosialnya cenderung memudar,
sebagaimana temuan Jellinek (1995) dan Rahman (2007).
Konsep perubahan sosial sebagai fenomena penyelidikan sosiologi dan
antropologi sexing menimbulkan perdebatan yang spekulatif. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan perspektif dalam menganalisis perubahan sosial budaya dalam
kehidupan masyarakat. Secara teoritis perubahan sosial budaya paling tidak dapat
dianalisis melalui berbagai teori baik teori fungsional struktural, konflik, teori
pilihan rasional, interaksi simbolik dan teori modernisasi.
39
Pertama; Teori struktural-fungsional, melihat masyarakat merupakan suatu
sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling
berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi dan
satu bagian akan membawa perubahan pula pada, bagian yang lain. Asumsi
dasarnya bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain.
Sebaliknya, kalau tidak fungsional struktur itu tidak akan ada atau akan hilang
dengan sendirinya (Ritzer, 1992).
Kedua; teori konflik Kehidupan sosial memang memerlukan keserasian
fungsi (teori fungsional), tetapi untuk melakukan proses perubahan dan dinamika
hidup, make kehidupan sosial memerlukan adanya konflik antar unsur sosial atau
sub sistem (teori konflik). Jadi, Konflik dan konsensus (fungsional), perpecahan
dan integrasi adalah proses fundamental (sesuatu yang mesti ada) dalam
masyarakat, meski porsinya beragam antar kelompok. Atau konflik dan integrasi
merupakan bagian integral dalam sistem sosial (Cosec and Rosenberg, 1969;
Cambell, 1981). Fungsi konflik adalah: (a) konflik antar kelompok dalam
memperkokoh solidaritas in group, atau bisa juga menciptakan kohesi melalui
aliansi dengan kelompok lain; (b) konflik dapat mengaktifkan peran individu,
yang semula terisolasi menjadi tidak terisolasi, semula pasif menjadi aktif; (c)
konflik juga membantu fungsi komunikasi (artinya fungsi, peran dan batas-batas
musuh dengan konflik semakin jelas).
Ketiga; Teori pilihan Rasional. Substansi pokok pikiran Max Weber dalam
memahami fenomena perubahan sosial antara lain: (1); Weber melihat pola dan
bentuk perubahan sosial sama seperti para teoritis fungsional struktural, yaitu
40
perubahan sosial dalam bentuk evolusi. (2); Weber memilih konsep rasionalitas
sebagai titik pusat perhatian utamanya. (3); Bagi Weber, kenyataan sosial (social
reality) secara mendasar terdiri dari individu-individu dan tindakan-tindakan
sosialnya. (4); Dunia sosial-budaya tidak dipandang sebagai sesuatu yang sesuai
dengan hukum-hukum ilmu slam saja dan manusia terdeterminasi oleh norma
sosial dan struktur sosial (seperti pandangan kaum positivis), tetapi dunia sosialbudaya bagi Weber dilihat sebagai suatu dunia kebebasan dan terkait dengan
pemahaman internal (rationalitas) individu dimana arti-arti subyektif itu
ditangkap. (5); Bagi Weber pemikiran yang menekankan pada Verstehen
(pemahaman subyektif mendalam) sebagai suatu metode untuk memperoleh
pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial adalah sangat
penting. (6), Weber menilai bahwa "Konsep Rasionalitas" merupakan kunci bagi
suatu analisis obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar
perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda. (7); Menurut
Weber, hal yang penting perlu diperhatikan dalam memahami tindakan sosial
individu adalah: (1) dalam tindakan sosial tersebut di atas, bisa terjadi tindakan
satu mengkait pada tindakan yang lain, misalnya tindakan tradisional mengkait
tindakan rasional yang berorientasi nilai; (2) pola perilaku khusus yang dilakukan
beberapa individu, bisa berbeda karena orientasi, motivasi, dan tujuan subyektif
dan individu yang berbeda; dan (3) tindakan sosial dapat dimengerti hanya
menurut arti subyektif (verstehen) dan pola-pola motivasional individu. (8);
Perubahan secara evolusi lebih berbentuk rasional dalam tindakan sosial (aksi
sosial). Hal ini berakar dari proses persaingan yang menghasilkan seleksi atas
41
individu yang berkualitas. (9); struktur sosial dalam pandangan Weber adalah
didefinisikan dalam istilah-istilah yang bersifat probabilistik dan bukan sebagai
suatu kenyataan empirik yang ads terlepas dad individu (seperti dalam
pemahaman kaum positivis).
Keempat; Pilihan rasional Goleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya
bahwa "tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu
(dan jugs tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi). Goleman
melibat tindakan rasional ini dalam beberapa komponen masing-masing: Pertama;
Prilaku kolektif; Goleman ingin mengetahui apakah perilaku kolektif yang sexing
bergolak tidak stabil dan kacau itu akan mampu menciptakan keseimbangan
sistem atau tidak. Kedua; Norma, fenomena tingkat makro lain yang menjadi
sasaran penelitian Goleman adalah norma. Coleman ingin mengetahui bagaimana
cara norma muncul dan dipertahankan dalam sekelompok aktor yang rasional.
Kelima; Para ahli teoritisi ilmu sosial menyimpulkan beberapa substansi
pokok dari asumsi teori interaksionisme simbolik dalam memahami individu dan
masyarakat, kedalam tujuh kesimpulan, antara lain: (a) manusia, tidak seperti
binatang yang lebih rendah, manusia dibekali dengan segala kemampuan berfikir
dan merenung; (b) kemampuan berpikir manusia itu dibentuk oleh proses interaksi
sosial dalam kehidupan kelompok; (c) dalam interaksi sosial orang belajar makna
dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka
sebagai manusia, yakni berpikir, (d) makna dan simbol memungkinkan orang
melanjutkan tindakan (action) dan interaksi yang khas manusia; (e) orang mampu
memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam
42
tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi tertentu; (f)
orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain,
kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang memungkinkan
mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian
relatif, dan kemudian memilih salah satunya; (g) pola-pola tindakan dan interaksi
yang jalin menjalin itu membentuk kelompok dan masyarakat (Ritter, 2001).
Keenam; Teori modernisasi (dan teori konvergensi) lahir sebagai produk
pasca perang dunia II. Teori ini dirumuskan untuk menjawab permasalahan baru
yang terkait dengan pembagian masyarakat dunia ke dalam tiga dunia yang
berbeda. Dania pertama; adalah masyarakat industri maju yang meliputi Eropa
Barat, Amerika Serikat yang kemudian disusul dengan Jepang dan negara-negara
industri baru Timur Jauh. Dania kedua meliputi masyarakat sosialis totaliter yang
didominasi oleh Uni Sovyet, yang menempuh industrialisasi dengan Maya sosial
yang besar. Sedangkan dunia ketiga terdiri dari masyarakat post kolonial di
Selatan dan Timur yang terbentang dan tenggelam dalam era agraris dan praindustri (Kanto, 20063). Teori modernisasi klasik memfokuskan penelitian kepada
perbedaan antara dunia pertama dan dunia ketiga,
Menurut Sztompka (2005) teori modernisasi dan konvergensi sangat
popular pada tahun 1950-an dan pertengahan tahun 1960-an Tokoh-tokoh teori
modernisasi antara lain Limer, Everret Hagen, Talcott Parsons dan Eisenstadt
(Kanto, 2006). Boleh dikatakan teori modernisasi dan konvergensi merupakan
bentuk terakhir Evolusionisme (teori evolusi) yang mencoba menjelaskan
perubahan "dunia kurang maju" ke "dunia yang lebih maju". (Kanto, 2006).
43
Asumsi kedua teori tersebut adalah: (a) perubahan bersifat unilinier, dimana
masyarakat yang kurang maju cenderung mengikuti jalan yang sudah ditempuh
oleh masyarakat yang lebih maju, (b) arah perubahan tak dapat berubah dan
bergerak ke arah modernitas sehingga tujuan akhir dad proses pengembangan
seperti halnya dengan masyarakat Barat yang industrialis, kapitalis dan
demokratis, (c) perubahan terjadi secara bertahap, meningkat dan relatif tanpa
gangguan, (d) proses perubahan terjadi menurut tahap yang berurutan dan tidak
ada tahapan yang dilompati, sebagaimana tahap perubahan yang digambarkan
oleh Rosstow, (e) memusatkan perhatian kepada faktor penyebab internal baik
yang berupa diferensiasi struktural dan fungsional maupun peningkatan daya
adaptasi, (f) perubahan bersifat progresif dengan keyakinan bahwa proses
modernisasi mampu menciptakan perbaikan kehidupan sosial secara universal dan
peningkatan taraf hidup.
Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara terkebelakang akan
menempuh jalan yang sama dengan industri maju di Barat sehingga kemudian
akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi (Light dkk
1989). Teori ini berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat yang belum
berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat
mencapai tahap "tinggal landas" (take-off) ke arah perkembangan ekonomi.
Menurut Etzion Malevy dan Et2joni (1973) transisi dalam keadaan tradisional ke
modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka
kematian dan angka kelahiran, menurunnya ukuran dan pecan dan pengaruh
keluarga, terbukanya sistem stratifikasi, peralihan dad struktur feodal atau
44
kesukuan ke suatu birokrasi, menurunnya pengaruh agama, berarihnya fungsi
pendidikan dari keluarga ke sistem pendidikan formal, munculnya kebudayaan
masse, serta munculnya sistem perekonemian pasar dan industrialisasi.
Penelaahan teori perubahan sosial meliputi beberapa hal penting diantaranya
proses perubahan sosial, dimensi perubahan sosial serta kondisi dan faktor-faktor
perubahan sosial. Perubahan sosial adalah perubahan berlangsung dalam struktur
dan fungsi dari bentuk-bentuk masyarakat. Adanya interaksi sosial akan
menimbulkan proses sosial dalam masyarakat. Hal ini sangat menentukan arah
norms dan nilai-nilai dalam organisasi, lembaga sosial dan bentuk sosial lainnya.
(Soelaiman, 1998).
Analisis terhadap perubahan sosial melalui komponen-kompone seperti:
Dimensi perubahan struktural mengacu kepada perubahan-perubahan dalam
bentuk struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya
peranan bare, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam bentuk
lembaga-lembaga sosial. (Soelaiman, 1998). Struktur secara klasik telah diajukan
oleh Marx, yaitu menganalisis terjadinya akumulasi modal (capital) sebagai dasar
asumsi terjadinya perubahan sosial. Marx (Soelaiman, 1998) memusatkan
perhatiannya pada eksploitasi yang inheren dalam setiap pembagian kerja.
Alienasi yang inheren dalam setiap pembagian kerja. Alienasi bersumber dari
semangat manusia untuk menciptakan lingkungan sendiri.
Marx (Soelaiman, 1998) memberikan kedudukan tertinggi terhadap
kenyataan kondisi material didalam interlasi dialektika dengan kenyataan ide dan
hubungan sosial. Proses perkembangan kapitalisme melahirkan, perubahan-
45
perubahan sosial yang obyektif di dalam pole aster hubungan dengan kesadaran
kelas proretariat yang sedang bertumbuh, menciptakan kesadaran aktif yang
diperlukan untuk mentransformasikan masyarakat lewat praxis revolusioner.
Contohnya aliansi buruh terjadi akibat dari perubahan sosial perkembangan
kapitalisme, dimana buruh tidak mempunyai kekuasaan untuk memasarkan
produk-produknya.
Dimensi kultural; dimensi kultural mengacu pads perubahan kebudayaan
dalam masyarakat misalnya adanya penemuan (discovery) dalam bet-pikir (ilmu
pengetahuan, pembaharuan hasil (invention) teknologi, melakukan kontak dengan
kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan peminjaman
kebudayaan. Kesemuanya itu meningkatkan integrasi unsur-unsur baru kedalam
kebudayaan. Analisis terhadap perubahan sosial dalam dimensi kultural ini telah
diajukan Ogburn dengan konsepnya “culture lag”. Dalam pandangan Ogburn
(1932) kebudayaan dibagi dalam dua kategori yaitu kebudayaan material dan
kebudayaan imaterial. Kebudayaan mendorong terjadinya sebuah perubahan dan
saling mendahului untuk terjadinya perubahan. Biasanya yang pertama terjadi
perubahan adalah pads kebudayaan material atau kebudayaan dalam bentuk fisik,
sementara kebudayaan nonmaterial lebih lambat jauh dalam proses penyesuaian
bentuknya.
Ogburn melalui tesis utamanya melihat bahwa berbagai macam kebudayaan
modem tingkat perkembangan dan kecepatannya tidak sama, ada yang lebih cepat
dan ada yang lebih lambat, perubahan cepat pads suatu kebudayaan menimbulkan
kebutuhan penyesuaian melalui perubahan lain, melalui berbagai macam korelasi
46
hubungan setiap kebudayaan. Analisis perubahan sosial budaya jugs telah
dilakukan Sorokin (Munandar 1998), bahwa jangka panjang pola-pola
kebudayaan berubah, proses sejarahnya dan sosial terus menerus mengalami
variasi-variasi baru, disertai dengan hal-hal yang sulit diduga dan sulit diramalkan
secara keseluruhan, bahkan bersifat unik.
Dimensi interaksional. Perubahan sosial menurut dimensi interaksional,
mengacu kepada adanya hubungan sosial dalam masyarakat yang diidentifikasi
dalam beberapa dimensi. Modifikasi dan perubahan dalam struktur dari pada
komponen-komponen masyarakat bersamaan dengan pergeseran dari kebudayaan
yang membawa perubahan. Munandar (1998) memandang skema dari perubahan
dalam relasi sosial seperti frekuensi, jarak sosial, peralatan, keteraturan dan pecan
undang-undang, merupakan skema pengaturan dari dimensi spesifik dari
perubahan dalam relasi sosial.
Perubahan sosial dalam banyak hal dapat dianalisis dari proses interaksi
sosial (Munandar (1998). Misalnya perubahan sosial kultural di pedesaan terjadi
karena urbanisasi, yang dapat dianalisis dalam hal variasi dan frekuensi kontak
sosialnya. Pergeseran dari pola hubungan primer ke pola hubungan sekunder atau
grup. Pergeseran dari tipe masyarakat gemenschaft ke gesefischaft. Poles
perubahan interaksional menurut Soelaiman (1998) dapat dilihat dari dimensi
antara lain (a) perubahan dalam jarak sosial, seperti hubungan intim, informal,
formal dan perubahan dalam arah yang bertentangan (b) perubahan dari aturan
atau pola-pola, seperti hubungan antar status yang sama dengan arah yang
47
horizontal menjadi pergaulan dengan status yang tidak sama dalam arah
hubungannya vertikal, atau berubah dalam arah yang bertentangan.
Bila dilihat dari aspek bentuk-bentuk suatu perubahan dalam tatanan
kehidupan masyarakat, makes ada beberapa aspek yang perlu ditelusuri melalui
aspek (a) kecepatan perubahan dapat dilihat dari cepat tidaknya suatu perubahan,
(b) tingkat perubahan dapat dilihat dari yang paling mendasar dalam bentuk
perubahan (c) perencanaan perubahan dapat dilihat bagaimana perubahan tersebut
didisain sedemikian melalui berbagai tahapan-tahapan yang telah direncanakan.
(Wijaya, 1986).
48
KONSEP ALUR PENELITIAN
Kelurahan
Kalampangan
Paradigma
Definisi
- Sosial
- Ekonomi
- Lingkungan
Data primer (Stakfed random
sampling)
Data sekunder (instansi bebas)
Petani Sayuran
Konsep Penelitian
Kemampuan
petani
berkelanjutan
-
Sawi
Kacang panjang
Terung
Kangkung
Bayam
Paradigma
Fakta
- Sosial
- Ekonomi
- Lingkungan
- Pembahasan lingkungan biofisik
- Pembahasan lingkungan sosial
ekonomi yang lebih baik
Dengan tindakan
Terjadi pembahasan lebih baik
Kualitas kehidupan sosial
- Kepedulian individu (KI)
- Partisipasi masyarakat
Kualitas kehidupan ekonomi
- Peningkatan pendapatan
Soal
Kontribusi usahatani sayuran terhadap
pertanian berkelanjutan
Gambar 2. Konsep Alur Penelitian
49
Kualitas lingkungan alam
- Konservasi tanah, air
Hipotesis Penelitian
……………… sesuaikan dengan pertanyaan penelitiannya………..
1. Luas tanaman sayuran di kelurahan Kalampangan, kecamatan Sebangau kota
Palangka Raya dipengaruhi oleh, jumlah petani sayuran.
2. Produktivitas usaha tani sayuran di kelurahan Kalampangan, kecamatan
Sebangau kota Palangka Raya dipengaruhi oleh luas tanaman sayuran.
3. Pendapatan usahatani sayuran di kelurahan Kalampangan kecamatan
Sebangau kota Palangka Raya dipengaruhi oleh produktivitas sayuran.
4. Perubahan faktor sosial dan ekonomi petani dipengaruhi oleh peningkatan
pendapatan.
5. Perubahan faktor sosial dan ekonomi petani sayuran lebih layak secara
finansial bila terjadi interaksi dan partisipasi dengan lingkungan alam dan
melestarikan konservasi tanah dan air. Sehingga petani sayuran berkontribusi
terhadap pertanian berkelanjutan.
50
3.3. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel yang amat membantu peneliti
atau semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
Pada penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian maka fokus kajiannya
meliputi:
1. Mengkaji kontribusi petani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan, di
kelurahan Kalampangan kecamatan Sebangau kota Palangka Raya.
2. Mengkaji pengaruh perubahan sosial-ekonomi petani sayuran terhadap
pertanian berkelanjutan.
3. Mengkaji perubahan lingkungan biofisik lingkungan yaitu konservasi tanah
dan air sebagai akibat usaha tani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan.
Mengkaji perubahan lingkungan sosial petani berbasis tanaman sayuran
yang meliputi aspek sosial yaitu : partisipasi masyarakat (PM) dan kepedulian
individu (KI) dan mengkaji aspek ekonomi yang meliputi pendapatan petani
sayuran sebagai akibat usaha tani sayuran. Mengkaji perubahan lingkungan
biofisik akibat usaha tani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan, yaitu
mengkaji interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya, apakah pengaruh
teknologi bagi kelestarian sumber daya alam atau teknologi yang menghabiskan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, teknologi yang seperti ini
51
membuat alam makin kehilangan kelestariannya, tetapi ada juga teknologi yang
menghasilkan sumber daya alam pengganti yang habis.
Kajian ke 3 (tiga) aspek tersebut dijabarkan pada indikator-indikator sebagai
berikut :
a. Pembahasan sosial ekonomi dari masyarakat yang berusaha tani sayuran dapat
berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan, dengan mengkaji :
a. Interprestasi dari faktor-faktor sosial ekonomi petani sayuran terhadap
pertanian berkelanjutan.
b. Persepsi dan tindakan dari petani sayuran terhadap lingkungan alam
sebagai akibat usaha tani diharapkan lebih baik, sehingga usaha tani
berlanjut dengan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Kontribusi usahatani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan dalam waktu yang
panjang maka sangat perlu mengkaji petani supaya mengelola sumber daya alam,
yaitu dengan cara :
1. Sumber daya alam harus dikelola untuk mendapatkan manfaat yang maksimal,
tetapi pengelolaan sumber daya alam harus diusahakan agar produktivitas
tetap berkelanjutan.
2. Eksploitasi harus di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi sumber daya
alam.
3. Kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat
lestari dan berkelanjutan dengan menambah pengertian sikap serasi dengan
lingkungannya.
52
3.4. Kerangka Analisis
……………………..
3.5.Kerangka Operasional Penelitian
……………………….
53
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan dan Tahapan Penelitian (masukkan ke 3.5.)
Berdasarkan jenis Penelitian maka penelitian ini termasuk jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud membuat
pemeriaan (pencandraan) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Sedangkan pendekatan metode penelitian
yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah Pendekatan kuantitatif
dan kualitatif. Menyebutnya sebagai mixed methodology atau kajian model
campuran sebagai kajian yang merupakan produk paradigms pragmatic dengan
memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam perbedaan tahap-tahap
proses penelitian. Penerapan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif
sekaligus adalah salah satu wujud evolusi dan perkembangan metodologi
penelitian
dengan
memanfaatkan
kekuatan
kedua
pendekatan
tersebut.
Pencampuran yang dimaksud dalam penelitian ini terkait indikator penelitian yang
dikaji yang memang mengharuskan adanya Pendekatan yang berbeda agar
diperoleh kedalaman hasil penelitian: Jadi penggabungan dimaksud adalah
penggabungan dua jenis data yang berbeda dan menghubungkan dua tahap
penelitian yang berbeda. Kedua jenis metode penelitian tersebut dapat digabung
dan digunakan secara efektif dalam penelitian yang sama. Pembahasan hasil
analisis penelitian kuantitatif akan dapat lebih mendalam dan tidak kering jika
disubstitusi oleh hasil analisis penelitian kualitatif.
54
Kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus jugs merupakan
penggabungan penjelasan tentang suatu gejala atau fenomena penelitian yang
diberikan secara emik (emic) dan etik (etic). Penjelasan tentang suatu gejala atau
fenomena dalam penelitian dapat diberikan secara emik (emic). Penjelasan emik
dimaksudkan untuk dapat mengungkapkan apa yang dipikirkan, diketahui,
dilakukan, diharapkan oleh informan sesuai apa yang disampaikan informan
sendiri (native's point of view). Beberapa karakteristik pendekatan emik adalah (1)
metode utama adalah wawancara mendalam (indepth interview) dengan bahasa
lokal;, (2) maksudnya adalah untuk mencari kategori-kategori makna (the
categories of meanings), sedekat mungkin dengan cara-cara orang lokal
mendefinisikan sesuatu; (3) definisi-definisi makna oleh orang lokal dan sistem
ide mereka dilihat sebagai penjelasan penting dari perilakunya . Pendekatan emik
memungkinkan suatu ide atau perilaku informan dikaitkan dengan konteks-nya
(context-bound). Disamping pendekatan emik, penelitian ini juga menggunakan
pendekatan etik (etic). Penjelasan etik adalah suatu penjelasan tentang gejala atau
fenomena
yang
diberikan
oleh
peneliti
berdasarkan
pengamatan
dan
pemahamannya. Beberapa karakteristik pendekatan etik adalah (1) metode
utamanya adalah observasi terhadap perilaku; (2) maksudnya adalah untuk
mencari poly perilaku sebagaimana didefinisikan oleh peneliti; (3) sistem dan
pola-pola didefinisikan' melalui analisis peristiwa dan tindakan (evenis and
actions) secara kuantitatif. Penjelasan etik dalam kasus penelitian ini terutama
digunakan untuk menilai kondisi sumberdaya alam. Penjelasan etik ini
dimaksudkan sebagai perbandingan dengan penjelasan emik yang diberikan oleh
55
informan, artinya penjelasan etik inipun dikonfirmasikan dengan penjelasan emik.
Dengan demikian terjadi saling silang (cross check) antar dua penjelasan. Melalui
pengkombinasian ini diharapkan dapat diraih keleluasaan kajian dan kedalaman
analisisnya.
56
4.1. Lokasi Penelitian
Berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan, yaitu melalui observasi
pendahuluan terhadap rencana lokasi (situs) penelitian tahapan-tahapan penentuan
lokasi penelitian dilakukan sebagai berikut:
1. Menentukan desa yang intensitas kegiatan pertanian sangat intensif sehingga
dari 5 kecamatan di kota Palangka Raya terpilih kelurahan Kalampangan di
kecamatan Sebangau yang dilihat dari segi potensi dan luasan kawasan usaha
pertanian, khususnya tanaman sayuran. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
dengan pertimbangan bahwa kelurahan Kalampangan merupakan sentral
produksi tanaman sayuran yang ada di kota Palangka Raya, sedangkan
kelurahan lainnya merupakan penghasil untuk jenis tanaman perkebunan
seperti tanaman karet dan kelapa sawit.
2. Selanjutnya dalam penentuan desa yang akan menjadi lokasi penelitian.
Peneliti melakukan identifikasi melalui peta terhadap desa atau kelurahan
yang menjadi sentral produksi sayuran di antara 6 (enam) desa yang ada di
kecamatan Sebangau kota Palangka Raya, kecamatan Sebangau terdiri dari 6
(enam) kelurahan yaitu : 1. kelurahan Danau Tundai; 2. kelurahan Kameloh
Baru; 3. kelurahan Bereng Bengkel; 4. kelurahan Kalampangan; 5. Kelurahan
Kereng Bengkirai; 6. kelurahan Sabaru.
3. Sebelum
melakukan
pemilihan
petani
sample,
terlebih
dahulu
mengidentifikasi lokasi petani yang melakukan kegiatan usahatani sayuran di
kecamatan Sebangau kota Palangka Raya.
57
4. Berdasarkan tahap-tahap penentuan lokasi penelitian seperti ini, maka
diharapkan informasi mengenai kontribusi usahatani sayuran terhadap
pertanian berkelanjutan dapat terpenuhi untuk mencapai tujuan penelitian.
4.2. Populasi, Sampel Responden dan Nara-sumber
4.2.1. Populasi
Populasi adalah universum, dimana universum tersebut dapat berupa orang,
benda atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Danim, 2007 : 87 : Mantra,
2004 : 96) populasi dapat juga didefinisikan semua nilai baik hasil perhitungan
maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik
tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas (Usman dan
Purnomo : 2006 : 42). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, sedangkan
satuan subjek yang akan dijadikan populasi penelitian atau yang akan dianalisis
disebut sebagai unit analisis (Idrus, 2009 : 95). Populasi dapat dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu populasi target dan populasi survei. Populasi target adalah
seluruh unit populasi sedangkan populasi survei adalah sub unit dari populasi
target yang selanjutnya menjadi sampel penelitian (I. Made Wirantha, 2006 : 87).
Penelitian (Danim, 2007:87) atau menurut istilah Mantra ( 2004:96)
populasi sampling dan populasi sasaran. Sampel sebagai sub-unit dari populasi
adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar kemewakilannya. Malo
(1986) seperti yang dikutip Danim (2007:87) menyatakan bahwa dalam
58
menentukan populasi peneliti harus mendefinisikannya menjadi empat kategori
yaitu (1) isi, (2) satuan, (3) cakupan, dan (4) waktu.
4.2.2. Sampel Responden
Sampel sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi harus diambil secara representatif (mewakili) agar kesimpulan yang
diambil bisa mewakili keseluruhan populasi (Sugiyono, 2011:81).
Kepentingan pengambilan sampel responder disini untuk pendekatan
kuantitatif dari penelitian ini. Penentuan besarnya sampel sendiri dari beragam
buku metodologi penelitian batasannya tidak terlalu ketat bahkan tidak banyak
dikemukakan formula khusus. Dalam pengambilan sampel ideal yang penting
terpenuhi kriteria generalisasi yang tepat, batasan yang tegas tentang sifat
populasi, sumber informasi dapat memberi petunjuk tentang karakteristik suatu
populasi, teknik sampling dan besaran sampling yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Sampel penelitian ideal haruslah dapat menghasilkan gambaran yang
dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti, dapat menentukan presesi (tingkat
ketepatan, sederhana agar mudah diterapkan, dapat memberikan keterangan
sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
59
4.2.3. Nara sumber
Untuk kepentingan pendekatan kualitatif informasi data diperoleh dari
informasi kunci melalui wawancara mendalam. Jumlah informan untuk kegiatan
wawancara mendalam menyesuaikan kondisi di lapangan dengan penentuan
sample. Wawancara dianggap cukup apabila telah didapatkan data yang mampu
menjawab pertanyaan penelitian yang dikemukakan, informan hendaknya selalu
cukup waktu untuk diwawancarai dan seorang informan hendaknya non analitik.
Perspektif informan tentang lingkungan alam hendaknya berasal dari perspektif
orang dalam.
Maka menurut peneliti informan kunci adalah individu atau warga
masyarakat yang paling lama menetap di lokasi penelitian sehingga terlibat
langsung dalam dinamika perubahan sosial ekonomi petani sayuran dan
pelestarian lingkungan alam. Informan harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik dan optimal mengenai perubahan lingkungan yang
berdampak terhadap pertanian berkelanjutan, karena wawancara bersifat terbuka
maka diharapkan informan kunci bersikap jujur, suka berbicara dan patuh pada
kesepakatan yang dilakukan sesuai tujuan penelitian.
4.3. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan cara wawancara
terstruktur, kuesioner (angket) dan observasi non partisipan. Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui
hal-hal lain secara mendalam dari responden karena jumlah respondennya
60
kecil/sedikit. Wawancara bisa dilakukan secara terstruktur berupa pertanyaan
tertulis yang alternatif jawabannya sudah ada. Wawancara ini diterapkan karena
peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya dengan
diberikan langsung kepada responden. Sedangkan observasi merupakan proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikologis. Observasi tidak terbatas pada manusia tapi juga pada obyek-obyek
alam.
Teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan cara trianggulasi
yaitu penggabungan observasi partisipatif, wawancara mendalam (tidak
terstruktur, wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara) dan dokumentasi. Metode ini
merupakan proses pengumpulan data yang sekaligus dapat menguji kredebilitas
data dengan teknik pengumpulan data dan berbagai somber data. Wawancara
mendalam (in depth-interview) dengan menggunakan wawancara tak-terstruktur,
yaitu bahan wawancara tidak ketat, menyesuaikan dengan situasi dan dialog yang
ada antara informan kunci/subyek dengan peneliti (Creswell, 1994:149) atau
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya
Wawancara tak-terstruktur yang digunakan ada dua jenis yaitu (a) wawancara
yang berfokus (focused interview), (b) wawancara bebas (free interview). Peneliti
akan memakai kedua jenis wawancara tak-terstruktur ini, karena dengan
61
menggunakan dua hal tersebut peneliti dapat lebih mudah dalam melakukan
wawancara mendalam (in-depth interview) kepada informan kunci.
Observasi partisipasi (participant as observer) adalah metode observasi
yang
digunakan
untuk
dapat
memahami
realitas
intrasubjektive
dan
intersubjektive dari tindakan sosial dan interaksi sosial. Observasi partisipasi
merupakan kegiatan penelitian dengan mengamati apa yang dikerjakan orang,
mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisifasi dalam aktivitas
mereka. Metode observasi amat penting, terutama jika penelitian dilakukan
terhadap masyarakat yang masih belum terbiasa untuk mengutarakan perasaannya,
gagasan maupun pengetahuannya. Dengan cara observasi partisipasi, peneliti telah
dapat memahami dan menyelami pola pikir dan pola kehidupan masyarakat yang
diteliti. Observasi ini telah menghasilkan catatan berupa: (a) Catatan lapangan
(field notes) deskriptif, yaitu diskripsi peneliti tentang situasi disekitar informan
kunci dan subyek, baik itu aktivitas yang sedang dilakukannya, lingkungan
disekelilingnya dan juga dialog yang dilakukan informan kunci dan subyek secara
alamiah; (b) Foto yaitu gambaran situasi dan aktivitas informan kunci dan subyek
dan anggota masyarakat terkait lainnya. Metode ini dapat merekam dimensi
makroskopik dan mikroskopik yang dimulai dari kehidupan aktor sebagai suatu
keseluruhan sampai pada tindakan sosial yang dilakukannya. Pengumpulan data
dari dokumen dan catatan serta gambar-gambar yang terkait dengan peraturan,
kebijakan dan dokumentasi kependudukan.
62
4.4. Uji Validitas-Reliabilitas dan Keabsahan Data
Karena pendekatan penelitian ini menggunakan cara mencampur metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif, make untuk mencapai derajat keilmiahan hasil
penelitian, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas untuk pendekatan
penelitian kuantitatif. Sedangkan untuk pendekatan penelitian kualitatif, peneliti
melakukan uji keabsahan data.
4.5. Analisis Data
Analisis data menurut Singarimbun dan Sofian (ed) (1995.:263) adalah
proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Dalam penelitian ini karena menggunakan dua metode yaitu
kuantitatif dan kualitatif maka analisis datanya juga masing-masing menggunakan
kaidah dua metode tersebut.
Pada metode penelitian kuantitatif akan menggunakan analisis data dengan
mengacu pada pendapat Idrus (2009:163-164) dengan sistem 3 langkah analisis
data kuantitatif, yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan
Kegiatan pada langkah persiapan adalah sebagai berikut:
a. Pengecekan identitas responden sesuai dengan informasi yang diharapkan.
b. Pengecekan kelengkapan data yang diterima terkait dengan jumlah dan isi,
instrument yang ada.
c. Pengecekan jawaban responder terhadap variabel-variabel utama.
Pada langkah persiapan ini ada proses reduksi data sehingga hanya data yang
akan dipakai yang dipertahankan untuk selanjutnya dianalisis.
63
2. Tabulasi
Kegiatan tabulasi adalah kegiatan memasukan data dalam tabel-tabel
yang telah dibuat, yaitu menghitung frekuensi dan jumlah dan mengatur
angka-angka untuk dianalisis. Kegiatan tabulasi meliputi kegiatan skoring atau
pemberian skor pada jawaban atau opsi yang ada dalam instrument kegiatan
koding
yaitu
pemberian kode-kode tertentu
dengan
maksud untuk
membedakan item-item jawaban atau pernyataan dalam instrument yang
kegunaannya hanya untuk peneliti.
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian
Pada tahap ini sebagian data penelitian akan didekati dengan pendekatan
rumus-rumus matematis sederhana. Karena penelitian kuantitatif ini bersifat
deskriptif maka analisisnya juga bersifat deskriptif dalam bentuk analisis
statistik deskriptif. Chadwick,dkk (1991) dalam kutipan ldrus (2009:164)
menyatakan bahwa mode, median, mean, persentase dan deviasi disebut
statistik deskriptif. Matra dalam menganalisis data dengan menggunakan
statistik deskriptif formula yang digunakan adalah mencakup keseluruhan atau
setidaknya terdiri dari mode (digunakan untuk mencari kecenderungan), mean
(rata-rata), persentase (jumlah/frekuensi), dan standard deviasi untuk
pengelompokan variabel yang diteliti misalnya tinggi, sedang,rendah atau
setuju, tidak berpendapat, tidak setuju.
……………… analisis statistikanya mana? ………..
64
DAFTAR PUSTAKA
A.T. Mosher. 1973. Membangun dan Menggerakkan Pertanian, Yogyakarta.
Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan, Penerbit Universitas
Atma Jaya, Yogyakarta. PP. 235.
Denim, Sudarwan, 2007. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Bumi
Aksara. Jakarta. PP. 235.
Furchan, Arief 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Usaha Nasional,
Surabaya, PP. 425.
Gama, Judistira K. 1992. Teori – Teori Perubahan Sosial. Program Pasca Sarjana
Universitas Pajajaran, Bandung. PP. 123.
I Made Wirartha. 2006. Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta.
Iskandar Andi Nuhung, Membangun Pertanian Masa Depan (2003) Penerbit CV.
Aneka Ilmu Demak.
Santoso Budi, 1999. Ilmu Lingkungan Industri. Universitas Gunadarama, Jakarta.
Usman Rianise, Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Teori
dan Aplikasi. Bandung
http://ponorogozone.com/pecinta.alam/konservasi-sumberdaya-alam/
http://welyaterforum.wordpress.com/2011/10/23/karakteristikekologis.sumberday
alam/
65
LAMPIRAN
Peta Wilayah Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota
Palangka Raya
66
Peta Administrasi Kecamatan Sebangau
67
Peta Kota Palangka Raya
68
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN DISERTASI
Kontribusi Usahatani Sayuran Terhadap Pertanian
Berkelanjutan, di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau
Kota Palangka Raya
Oleh : REVI SUNARYATI
Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Pertanian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Universitas Brawijaya
A. Identitas Responden
1. Nama
: …………………………………
2. Umur
: ……. tahun
3. Jenis Kelamin
: L/P
4. Pendidikan
: SD
: ……… tahun
SMP
: ……… tahun
SMA
: ……… tahun
Perguruan Tinggi : ……… tahun
5. Pekerjaan Pokok : Petani Sayuran
6. Pekerjaan Sampingan
: …………………………………
7. Tanggungan Keluarga
: …………………………………
8. Lama Usahatani Sayuran
: ……… tahun
B. Faktor Sosial
1. Suasana kelompok petani sayuran
Ket : SS = Sangat Sering; S = Sering; K = Kadang; J = Jarang; TP = Tidak Pernah
No
Pernyataan
Jawaban
1.
Apakah anggota kelompok suka memberikan ide-ide
baru, berinisiatif diskusi, mengusulkan kegiatan,
mencari solusi pemecahan masalah
69
SS
S
K
J
TP
2.
Apakah anggota kelompok suka mencari informasi,
SS
S
K
J
TP
SS
S
K
J
TP
SS
S
K
J
TP
SS
S
K
J
TP
data, fakta, bertanya kepada para ahli guna
disampaikan kepada kelompok
3.
Apakah anggota kelompok suka memberikan
informasi, fakta, atau pengalaman yang berguna
untuk pengambilan keputusan di dalam kelompok
4.
Apakah anggota kelompok suka memberikan
penilaian/evaluasi terhadap kinerja kelompok
5.
Apakah anggota kelompok suka menyatukan
berbagai pendapat, isu, alternatif-alternatif guna
mempertimbangkan sebelum pengambilan
keputusan
C. Faktor Ekonomi
1. Pemenuhan kebutuhan akan pangan
2. Pemenuhan kebutuhan akan pakaian
3. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan
Ket : ST = Sangat Terpenuhi; T = Terpenuhi; KT = Kadang Terpenuhi;
JT = Jarang Terpenuhi;
No
TT = Tidak Terpenuhi
Pernyataan
Jawaban
1.
Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan pangan?
ST
T
KT
JT
TT
2.
Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan pakaian?
ST
T
KT
JT
TT
3.
Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan perumahan?
ST
T
KT
JT
TT
D. Penerapan Konservasi Tanah dan Air
Ket : SS = Sangat Setuju; S = Setuju; R = Ragu-ragu; TS = Tidak Setuju;
STS = Sangat Tidak Setuju
No
1.
Pernyataan
Jawaban
Apakah Bapak/Ibu melakukan pergiliran tanaman
semusim?
70
SS
S
R
TS STS
2.
Apakah Bapak/Ibu melakukan pemupukan
SS
S
R
TS STS
menggunakan pupuk kandang?
3.
Apakah Bapak/Ibu melakukan pencegahan erosi?
SS
S
R
TS STS
4.
Apakah Bapak/Ibu melakukan pengolahan tanah
SS
S
R
TS STS
SS
S
R
TS STS
menyilang lereng?
5.
Apakah Bapak/Ibu melakukan penanaman rumput
pada SPA?
Pertanyaan kepada responden (petani sayuran). Apakah melakukan keseluruhan 5 (lima)
kegiatan konservasi tanah dan air, tersedia 5 (lima) jawaban.
Ket : SLM = Selalu melakukan; SM = Sering; KM = Kadang; J = Jarang;
TP = Tidak Pernah
E. Tingkat Adopsi Inovasi Usahatani Sayuran
No
Komponen Faktor Penentu
Bobot
1
2
3
I
Tingkat Adopsi Inovasi Usahatani Sayuran
1.
Pola Tanam
1.1.
Pola tanam per tahun
1.1.1
Sesuai anjuran
(0-100)
1.1.2. Tidak sesuai anjuran
1.1.3. Tidak ada pola tanam
1.2.
Intensitas Pertanaman
1.2.1. 200 - 300%
1.2.2. 100 - 200%
1.2.3. 100%
2.
Pengolahan Tanah
(0-100)
2.1
Cara pengolahan tanah (alat yang dipakai, berapa kali)
2.1.1. Sesuai anjuran
71
2.1.2. Tidak sesuai anjuran
2.1.3. Tidak ada pola tanam
2.2.
Kedalaman pengolahan tanah
2.2.1. Sesuai anjuran
2.2.2
Tidak sesuai anjuran
2.2.3
Tidak ada pola tanam
2.3.
Pengaturan air di petakan sawah
2.3.1. Diatur sesuai anjuran
2.3.2. Diatur tidak sesuai anjuran
2.3.3. Tidak ada pengaturan air
3.
Benih
(0-150)
3.1
Varietas benih
3.1.1
VUTW/VUB
3.1.2
Varietas unggul Nasional
3.1.3
Varietas unggul Lokal
3.2.
Mutu benih
3.2.1
Baik (berlabel)
3.2.2
Kurang baik (tidak berlabel)
3.2.3
Asal saja (tidak memperhatikan mutu)
3.3.
Penggantian benih
3.3.1
Sesuai anjuran
3.3.2
Tidak sesuai anjuran
3.3.3
Tidak ada pengantian benih
3.4.
Jumlah benih yang digunakan
3.4.1
Sesuai anjuran
3.4.2
Tidak sesuai anjuran
72
4.
Pergiliran Varietas
(0-75)
4.1.
Antar musim
4.1.1
Sesuai anjuran
4.1.2
Tidak sesuai anjuran
4.1.3
Tidak ada pergiliran varietas antar musim
4.2.
Tertib tanam untuk varietas yang sama
4.2.1
Tanam serentak (< 1 minggu)
4.2.2
Tanam serentak (> 1 minggu sampai dengan < 2 minggu)
4.2.3
Tanam tidak serentak
4.3.
Waktu tanam (waktu tanam berdasarkan umur tanaman,
untuk keserempakan panen)
4.3.1
Sesuai dengan anjuran
4.3.2
Tidak sesuai dengan anjuran
5.
Jarak Tanam
(0-75)
5.1.
Populasi tanaman per Ha.
5.1.1
Sesuai anjuran (sama dengan 200.000 rumpun)
5.1.2
Tidak sesuai anjuran (lebih besar dari 200.000 rumpun)
5.1.3
Tidak sesuai anjuran (kurang dari 200.000 rumpun)
6.
Pemupukan Berimbang
6.1.
Jenis/macamnya pupuk
6.1.1
Sesuai anjuran
6.1.2
Tidak sesuai anjuran
6.1.3
Tidak dipupuk
6.2.
Takaran/dosis pupuk
6.2.1
Sesuai anjuran
6.2.2
Tidak sesuai anjuran
6.2.3
Tidak dipupuk
(0-150)
73
7.
7.1.
Pengendalian Jasad Penganggu
(0-100)
Pelaksanaan pengamatan
7.1.1. Pengamatan dilaksanakan sesuai anjuran
7.1.2. Dilaksanakan tidak sesuai anjuran
7.1.3. Tidak ada pengamatan
7.2.
Pelaksanaan pengendalian
7.2.1
Sesuai anjuran
7.2.2
Tidak sesuai anjuran
7.2.3
Tidak ada pengendalian
7.3.
Penggunaan pestisida sebagai upaya preventif
7.3.1. Sesuai anjuran
7.3.2. Tidak sesuai anjuran
7.4.
Penggunaan pestisida sebagai upaya kuratif
7.4.1. Sesuai anjuran
7.4.2. Tidak sesuai anjuran
8.
Tata Guna Air di Tingkat Usahatani
8.1.
Waktu pemberian air
8.1.1
Sesuai anjuran
8.1.2
Tidak sesuai anjuran
8.1.3
Tidak diari
8.2.
Cara pemberian air
8.2.1
Sesuai anjuran
8.2.2
Tidak sesuai anjuran
8.2.3
Tidak ada pengairan
8.3.
Waktu pengeringan air
8.3.1. Sesuai dengan anjuran (pengeringan sawah dilakukan 15 hari
74
(0-75)
sebelum panen)
8.3.2. Tidak sesuai dengan anjuran (pengeringan sawah dilakukan
lebih/kurang dari 15 hari sebelum panen)
8.3.3. Tidak ada pengeringan
9.
Pasca Panen
9.2.
Cara/alat panen
9.2.1
Dengan sabit/gerigi tajam
9.2.2. Dengan sabit kurang tajam
9.2.3. Dengan ani-ani
9.4.
Waktu perontokan
9.4.1. Segera setelah panen
9.4.2. Menunda perontokan karena waktu, cuaca dan tenaga yang tersedia
9.4.3. Menunda perontokan tanpa alasan
9.5.
Cara perontokan
9.5.1
Sesuai anjuran
9.5.2. Tidak sesuai anjuran
9.5.3. Tidak ada perontokan
Bobot
> 70%
= baik
40% > 70% = sedang
< 40 %
= jelek
75
Identitas Petani Sayuran di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya
No
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Nama Responden
Umur
(tahun)
Pekerjaan
Pokok
Sampingan
1
Pendidikan
Tanggungan
Lama Usaha
(tahun)
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
2
Perincian Pendapatan Usahatani Sayuran
di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya
No
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Penerimaan
Total Biaya
Pendapatan
3
RCR
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
4
46
47
48
49
50
Jumlah
Rata-rata
I
= TR – TC
I
= Income (pendapatan) = Rp.
RCR = Revenue Cost Ratio menggambarkan tingkat efisien
usahatani. Semakin tinggi nilai RCR > 1 berarti usahatani
TR = Total Revenue (penerimaan total)
sayuran menguntungkan; RCR < 1 = Rugi; RCR = 1 =
TC = Total cost (biaya total)
impas
5
Download