KAJIAN USAHATANI SAYURAN DALAM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN: PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI DAN EKOLOGI DI KELURAHAN KALAMPANGAN KECAMATAN SEBANGAU KOTA PALANGKA RAYA PROPOSAL DISERTASI REVI SUNARYATI 107040 100111 057 PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN MINAT PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA KERJASAMA UNIVERSITAS BRAWIJAYA DAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2011 i HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN DISERTASI …………….. Di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya Proposal Disertasi Oleh : Nama NIM Program Studi Minat : REVI SUNARYATI : 107040 100111 057 : Ilmu Pertanian : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menyetujui : Komisi Pembimbing Promotor, Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS Ko Promotor 1 : Ko Promotor 2 : Prof. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Prof. Dr. Ir. Suprijanto, M.Ed ii HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI PROPOSAL PENELITIAN DISERTASI Judul Proposal : Nama NIM Program Studi Minat : : : : Komisi Pembimbing Promotor Co Promotor 1 Co Promotor 2 : : Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS : Prof. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS : Prof. Dr. Ir. Suprijanto, M.Ed Tim Dosen Penguji Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2 Dosen Penguji 3 : : : : REVI SUNARYATI 107040 100111 057 Ilmu Pertanian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Tanggal Ujian Proposal : SK Penguji : iii PERNYATAAN ORISINALITAS PROPOSAL PENELITIAN DOSERTASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah Proposal Penelitian Disertasi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskahini dan diterbitkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Proposal Penelitian Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat unsurunsur jiplakan disertasi, saya bersedia Disertasi (Doktor) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (UU NO. 20 tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70). Malang, Desember 2011 Mahasiswa REVI SUNARYATI 104070 100111 057 iv KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan petunjuk-Nya jualah, akhirnya Peneliti dapat menyelesaikan Proposal Disertasi yang berjudul “Kontribusi Usahatani Sayuran Terhadap Pertanian Berkelanjutan (Suatu Kajian Perubahan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Petani)”. Pada kesempatan ini, diucapkan terima banyak kasih terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS, Prof Dr. Ir. Budi Setiawan, MS, Prof. Dr. Ir. H. Suprijanto, M.Ed, selaku promotor dan co promotor 1 dan 2 yang telah memberikan informasi dan koreksi dalam penyelesaian Proposal Disertasi ini. Didasari bahwa dalam penulisan Proposal Disertasi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi materi maupun penyajian. Oleh karena itu diharapkan segala saran dan masukan guna lebih menyempurnakan Proposal Disertasi ini. Malang, Desember 2011 REVI SUNARYATI 104070 100111 057 v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI ................................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 14 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 15 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 16 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Berkelanjutan ......................................................... 17 2.2. Kajian Ekologi-ekonomi Pertanian berkelanjutan…… 2.3. Usahatani Sayuran ................................................................. 28 BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori ...................................................................... 34 3.2. Kerangka Konsep dan Hipotesis ........................................... 37 3.3. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ............... 49 3.4. Kerangka Analisis 3.5. Kerangka Operasional Penelitian .......................................... 51 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian ................................................................... 54 4.2. Populasi, Sampel Responden dan Informant Penelitian ........ 55 4.3.1. Populasi ....................................................................... 55 vi 4.3.2. Sampel Responder ....................................................... 56 4.3.3. Informan Penelitian ..................................................... 57 4.3. Pengumpulan Data ................................................................. 57 4.4. Validitas-Reliabilitas dan Keabsahan Data Penelitian .......... 60 4.5. Analisis Data ......................................................................... 60 vii DAFTAR TABEL Tabel 1 : Rincian Komoditi Produk Unggulan Per Sektoral di Kota Palangka Raya ............................................................................... 2 Tabel 2 : Komoditas Utama Menurut Sub Sektor ........................................ 4 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Model Pembangunan Pertanian Rakyat Berdasarkan Pemapanan Usahatani .............................................................. 24 Konsep Alur Penelitian ............................................................ 48 ix DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Wilayah Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya ........................................................................................ 63 2. Peta Administrasi Kecamatan Sebangau ................................................ 64 3. Peta Kota Palangka Raya ....................................................................... 65 x BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangka Raya terdapat 561.557 rumah tangga dengan jumlah penduduk sebesar 4.047.550 orang, hal ini diketahui dari penyebarluasan rumah tangga dan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah tahun 2010, yang menyebar di beberapa kabupaten/kota. Kota Palangka Raya meliputi wilayah yang relatif luas yaitu (2.67851 km2), sebagian besar (92,80%) dari luas wilayah berupa kawasan hutan, perkampungan hanya meliputi wilayah seluas 4.554 Ha (1,70%), tegalan seluas 2.402 Ha (0,90%), dan ladang seluas 160 ha (0,06 %). Areal untuk perkebunan meliputi wilayah seluas 1.772,30 Ha (0,66%). Dan masih terdapat 3,88% dari total wilayah yang belum digunakan. Wilayah kota Palangka Raya memang mempunyai ciri khusus yakni 3 (tiga) wajah yaitu wajah perkotaan, wajah pedesaan, dan wajah hutan. Dari 30 kelurahan yang ada, wajah kota terdapat pada 6 (enam) kelurahan. Masing-masing kelurahan Kalampangan, Menteng, Pahandut, Palangka, Bukit Tunggal dan Panarung. Sisanya ada 24 kelurahan wajah pedesaan dan hutan dengan perkembangan kota yang relatif lambat (anonim, 2010). Kelurahan Kalampangan terletak di kecamatan Sebangau kota Palangka Raya, yang merupakan 80% penghasil komoditas sayuran di kota Palangka Raya. Luas wilayah kelurahan Kalampangan adalah 46,25 km2 (5000 ha) 5 RW dan 27 1 RT dengan jumlah 3.183 yang terdiri dari laki-laki 1.559 jiwa dan perempuan 1.588 jiwa. Untuk meraih keunggulan produksi sayuran supaya berlanjut secara sosial, ekonomi dan lingkungan di kelurahan Kalampangan maka petani produk unggulan kelurahan Kalampangan yang ada akan dibina dan dikembangkan, diarahkan untuk ditingkatkan kualitas produknya untuk dipasarkan di pasar tradisional, dan adanya proses pengemasan yang lebih menarik dan aman untuk pasar swalayan lokal kota Palangka raya dan sekitarnya. Tabel 1. No 1 Rincian Komoditi Produk Unggulan Per Sektoral di Kota Palangka Raya Sektor Pertanian tanaman pangan Komoditi Produk Unggulan Jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, kacang kedelai, kacang-kacangan, kangkung, sawi, bayam, terung, nenas, nangka, rambutan, pisang dan cempedak 2 Perkebunan Karet, kelapa, jambu mete, kopi dan rumput nilai 3 Kehutanan Hasil-hasil hutan 4 Perikanan Ikan patin, nila, bawal, mas dan toman 5 Peternakan Sapi potong, ayam ras, babi, ayam kampung, dan kambing 6 Industri kecil Perabot rumah tangga, kusen pintu + jendela, tahu/tempe, bata/batako, anyamanyaman, dan teralis besi Sumber : Bappeda Kota Palangka ray, 2011 Pada tabel 1 sektor pertanian tanaman pangan terletak pada urutan pertama dari sektor yang lain, dimana 80% produk sayuran dari kelurahan Kalampangan kecamatan Sebangau kota Palangka Raya. 2 Untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif produktifitas pertanian, langkah menuju efisiensi ditempuh dengan menentukan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik di tinjau dari produktifitas lahan dan pendapatan petani yang di emban oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi produsen di kelurahan Kalampangan sebagaimana jenis tanaman holtikultura lainnya, kebanyakan tanaman sayuran di kelurahan Kalampangan mempunyai nilai komersial cukup tinggi. Sebab tanaman sayuran merupakan produk pertanian yang senantiasa di konsumsi. Dengan melihat kebutuhan akan sayuran yang terus menerus maka nilai pasar tanaman sayuran cukup baik. Kecenderungan produksinya dari tahun ke tahun meningkat, jarang mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir ini ada kecenderungan di masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang berlemak tinggi, terutama dari bahan hewani beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian (Brili Antono, 2004). Menurut Mulyanto (1989), mengemukakan bahwa pertanian merupakan sektor utama dalam pembangunan perekonomian nasional pertanian dalam arti luas mencakup agribisnis, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sedangkan dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu berupa usahatani keluarga, untuk memproduksi tanaman pangan seperti padi, palawija (jagung, kacang-kacangan, dan ubi-ubian) dan tanaman holtikultura, yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan guna memenuhi pangan dan gizi keluarga. Daerah penghasil sayuran di kota Palangka Raya 80% adalah dari kelurahan Kalampangan dimana potensi pertanian tanaman sayuran terbukti cukup baik dan 3 luas tanam untuk tanaman sayuran mencapai 400 Ha dengan luas panen/populasi/ luas area = 380 Ha. Hal ini dapat di lihat pada tabel 2. Tabel 2. Komoditas Utama Menurut Sub Sektor, Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota : Palangka Raya, 2011. Sub sektor/Komoditas Luas Tanam Luas Panen/ Populasi *)/ Luas Area **) Tanaman Pangan - Jagung Manis 200 Ha 190 Ha - Kedelai 35 Ha 14,75 Ha - Kacang Tanah 5 Ha 4,75 Ha - Kacang Hijau - Ubi Kayu 5 Ha 4,75 Ha - Ubi Jalar 3 Ha 3 Ha - Sayuran 400 Ha 380 Ha (Sayur, kacang panjang, terung, kangkung, bayam) Perkebunan - Karet 250 Ha 2 Ha - Kelapa 11 Ha 10 Ha - Buah-buahan 50 Ha 47,5 Ha Peternakan - Sapi Potong 750 ekor 325 ekor - Kerbau 10 ekor 5 ekor - Kambing 225 ekor 176 ekor - Domba - Babi - Ayam Buras 25.000 ekor 18.000 ekor - Ayam Ras 57.148 ekor 52.425 ekor - Ayam Petelur - Itik 100 ekor Perikanan - Penangkapan di perairan umum - Budidaya Keterangan : *) Untuk Peternakan; **) Untuk Perikanan Sumber : (1). Petani/Pelaku Utama; (2) PPL. Produksi 1200 Ton 25 ton 10 ton Sistem Pertanian yang aman bagi lingkungan menurut pandangan pertanian berkelanjutan konkretnya adalah bagaimana melaksanakan proses produksi 4 pertanian dengan menggunakan masukan terendah mungkin pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) adalah pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui (Renewable Resources) dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (Unrenewable Resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Berkelanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah lingkungan. Keberhasilan pertanian berkelanjutan selama ini telah memberikan dukungan yang sangat tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Sistem pertanian berkelanjutan di kelurahan Kalampangan adalah pertanian masa depan yang mendidik petani sejati yang mengetahui teknik bertani yang atau pertanian yang aman bagi lingkungan. Pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) pada sektor pertanian. Pertanian berkelanjutan ialah pertanian yang mewujudkan kebutuhan sosial dan ekonomi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan mereka. Sistem pertanian sayuran di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya secara ekonomi diharapkan ada perubahan kesejahteraan petani meningkat. Pertumbuhan ekonomi meningkat diiringi status sosial yang meningkat pula, tetapi banyak mendapat tantangan, karena berakibat pada terganggunya sistem ekologi dan kesenjangan ekonomi, pada sisi lain, krisis 5 lingkungan muncul mengikuti pertumbuhan tersebut, lahan semakin kritis, hutan menyusut bahkan gundul, udara dan air tercemar, serta bencana alam seperti banjir, longsor dan kekeringan terjadi. Keadaan tersebut terjadi karena dalam pembangunan ekonomi, banyak sekali aspek yang tidak memiliki nilai pasar secara finansial justru berperan sangat signifikan dalam menentukan dan menjaga sumberdaya alam dan lingkungan yang selanjutnya akan menentukan keberhasilan pembangunan berikutnya. Misalnya eksploitasi sumberdaya alam yang sangat intensif akan menguras deposit sumber daya alam tersebut. Konsentrasi sumberdaya alam penghematan penggunaan sumber daya alam dan memperlakukannya berdasarkan hukum alam atau suatu upaya tindakan untuk menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu maupun jumlah. Tanah sebagai sumber daya alam merupakan kumpulan tubuh alam diatas permukaan bumi yang mengandung benda-benda hidup dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan teratas suatu penampang tanah biasanya mengandung banyak bahan organik dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik, lapisan ini merupakan lapisan utama yang disebut lapisan olah. Lapisan di bawah olah dikenal dengan lapisan bawah yang juga dipengaruhi oleh hancuran iklim tetapi tidak seintensif yang disebut lapisan olah merupakan daerah utama bagi pertumbuhan perakaran, dan mengandung banyak unsur hara dan air yang tersedia bagi tanaman. Melalui tindakan-tindakan pengolahan yang tepat pengembalian bahan organik keadaan fisik tanah di modifikasi. 6 Air sebagai sumber daya alam yang mulai terasa pengaruhnya pada bidang pertanian dan industri di berbagai tempat di dunia. Di bidang pertanian kekurangan air menjadi hambatan utama, sedangkan kebutuhan air akan meningkat karena pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pertanian, industri, pertambangan serta meluasnya tempat-tempat pemukiman. Sedangkan penyediaan air dari aliran berkurang karena kemampuan hutan, bumi dan tanah kita. Kelurahan Kalampangan dalam profil tahun 2010, adalah pedesaan di sekitar hutan dan desa binaan transmigrasi asal Jawa Tengah dan Jogya, karena kegigihan penduduk. Untuk berusaha tani dan jarak yang dekat 20 km dari kota Palangka Raya, sehingga mengalami perubahan sosial dan ekonomi dan lingkungan sehingga menghasilkan komoditas unggulan, sebagai pemasok sayuran di wilayah kota Palangka Raya dan sekitarnya. Pembangunan pertanian dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan wilayah dan sekaligus dapat pula menyebabkan perubahan struktur dan komposisi lingkungan dan sumber daya alam. Penggunaan lahan secara terus menerus dalam pembangunan pertanian untuk suatu jenis tanaman dapat menurunkan kualitas lingkungan. Beberapa kemungkinan adalah terjadinya ledakan hama akibat ketidak-terputusan siklus hidupnya, degradasi atau penurunan kualitas lahan akibat terkurasnya unsur hara tertentu, pengerasan struktur tanah yang menyulitkan tingkat pengolahan tanah serta timbulnya dampak-dampak sampingan (residual effects) dari penggunaan intensif berbagai jenis pestisida dan pupuk buatan. Degradasi lahan merupakan proses berkurangnya atau hilangnya 7 kegunaan lahan dalam meningkatkan produksi pertanian. Kerusakan tanah/lahan dapat disebabkan oleh kemerosotan struktur tanah (pemadatan tanah, erosi dan desertifikasi), penurunan tingkat kesuburan tanah, keracunan dan pemasaman tanah, kelebihan garam dipermukaan tanah dan polusi tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi tanah/lahan adalah : (1) pembukaan lahan (deforestation) dan penebangan kayu hutan secara berlebihan untuk kepentingan domestik, (2) penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/ pengembalaan secara berlebihan (over grazing), (3) aktifitas pertanian dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Penggunaan lahan yang tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air mempercepat proses degradasi lahan yang terdapat di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS). Kehidupan manusia bersifat dinamis, tidak ada manusia yang berhenti (stagnant) pada suatu titik atau dalam waktu tertentu sepanjang masa, bahkan kadangkala perubahan itu berjalan dengan cepat dan berjalan dengan lambat secara gradual, sehingga anggota masyarakat tidak menyadari atau tidak memperhatikan akan terjadinya perubahan yang telah melanda kehidupan mereka (Soekanto, 1999). Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu kala (sejak manusia ada), namun dewasa ini perubahan maupun perkembangan tersebut terjadi dengan sangat cepat dimana-mana sehingga kadang-kadang menimbulkan berbagai penafsiran dan pemahaman yang berbedabeda dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat muncul dalam kaitan yang tak runtun maupun runtun karena aspek potensial masyarakat sendiri yang 8 memang terkait oleh waktu dan tempat, akan tetapi perubahan itu sifatnya berantai, maka perubahan terlihat berlangsung terus menerus, keadaan dimana masyarakat mengadakan reorganisasi unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan. Seiring dengan kehidupan manusia atau masyarakat yang makin lama makin bersifat global, maka perubahan, itu dianggap sebagai suatu kebiasaan dan merupakan gejala yang normal (Soekanto, 1999). Terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, tidak dapat ditahan, dibendung maupun ditolak oleh masyarakat. Soemardjan (2009) memandang bahwa perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Penekanan terhadap konsep perubahan sosial terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya. Lauer (1993) melihat bahwa perubahan sosial merupakan suatu realitas oleh karena tidak ada yang tetap seperti semula, akan tetapi selalu bergerak (dinamis), oleh karena itulah kalau berbicara tentang perubahan bukan terletak pada ada atau tidaknya, akan tetapi lebih pada tingkat perubahan-perubahan yang terjadi dalam setiap gerak kehidupan masyarakat. Semua masyarakat menyadari bahwa perubahan sosial ada yang berlangsung cepat dan ada pula yang berlangsung lambat sesuai dengan kuat lemahnya faktor-faktor penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tingkat perubahan sosial tidak sama pada berbagai tempat, meski waktu 9 kejadiannya bersamaan (Ogbum, 1974). Pola dan bentuk perubahan itu akan berbeda disatu lokasi (pedesaan) ke tempat yang lain dan berbeda pula pada tiap lapisan (tingkatan masyarakat) baik masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan. Bagi masyarakat yang tinggal dan bermukim di daerah pedesaan yang kehidupannya didominasi oleh pola hidup bersahaja atau tradisionalisme agaknya tak dapat di hindarinya dari proses perubahan (Sugihen,1997). Perubahan penting yang dialami oleh masyarakat desa adalah masyarakat sudah mengenal alat-alat transportasi, komunikasi, teknologi, sudah mengenal pasar (perdagangan) yang sebelumnya dianggap acing oleh masyarakat desa. Perubahan sosial yang terjadi di pedesaan dapat mengenal nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan atau wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. (Soelaiman, 1998). Analisis proses perubahan sosial di daerah pedesaan dapat dilakukan dengan jalan menguraikan orientasi masyarakat desa dalam keadaan aslinya. Menurut Rahardjo (1999), ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan masalah kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi dan keterisolasian. Ciri khas masyarakat pedesaan tersebut merupakan pandangan yang bersifat umum, sehingga Roucek dan Warren yang dikutip Leibo (1995) melihat karakteristik masyarakat pedesaan dalam beberapa komponen yakni (a) punya sifat homogen dalam (mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku, (b) kehidupan 10 desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, (c) faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya, (d) hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota serta jumlah anak yang ada dalam keluarga ini lebih besar. Kehidupan masyarakat pedesaan, tidak selamanya bertahan sesuai dengan karakteristiknya yang lebih banyak melakukan hat-hal yang bersifat tradisional, dan subsistensi, hal ini seiring dengan adanya perkembangan pembangunan dewasa ini, maka tidak dapat dihindari akan terjadi pergeseran maupun perubahan pola kehidupan masyarakat, sebab menurut Tjokroamidjojo, (1980) pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya. Sedangkan Susanto (1984) memandang pembangunan merupakan suatu konsep politik ekonomi untuk mengarahkan proses perubahan. Berkaitan dengan pembangunan merupakan proses perubahan sosial budaya, pada dasarnya sudah menjadi kenyataan bahwa setiap pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini, akan menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat terutama dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. Nasikun, (1992) memandang pembangunan pada dasarnya merupakan sebuah gerakan yang terkondisi sebagai upaya untuk melakukan perubahan terencana pada masyarakat. Meskipun mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun dalam prosesnya selalu terkait dengan beberapa persoalan dalam struktur masyarakat itu sendiri. Pandangan Nasikun memiliki asumsi bahwa, walaupun 11 pembangunan itu merupakan perubahan yang berencana, akan tetapi tetap menimbulkan persoalan dalam masyarakat seperti dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Sebagai misal, masyarakat desa yang memiliki hubungan antara lahan dan pertanian, bila terjadi introduksi pembangunan industri dengan segala kepentingan di dalamnya, maka dengan sendirinya tidak serta merta masuknya pembangunan industri tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, justru sebaliknya jangan sampai, desa yang sebelumnya memiliki sumber daya alam, akan menderita, sebagai akibat adanya proses industrialisasi. Proses industrialisasi pada masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat pertanian (agraris) di pedesaan merupakan salah satu penyebab perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Proses masuknya industrialisasi diyakini mampu mengubah pola hubungan tradisional menjadi modem rasional. Nilai gemeinschaft antar tenaga dalam kehidupan pertanian tradisional berubah menjadi gesselchaft. Hubungan antara pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang semula bersifat kekeluargaan (ataupun patron-clien) berubah menjadi ulitarian komersial. Pola sillaturrahmi atau pola hubungan kekeluargaan dalam sistem kekerabatan termasuk frekuensi pertemuan (bertatap muka) akan turut mengalami perubahan (Elizabeth, 2005) Proses perubahan dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh adanya industrialisasi tersebut dimensinya dapat dilihat dari berbagai dimensi berupa perubahan struktur dan kultur masyarakat. Hartarto (1995) yang mengemukakan pembangunan masyarakat industri mengandung makna transformasi masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera dan maju secara struktural ataupun kultural. 12 Struktural dan kultural merupakan dua dimensi perubahan sosial yang menyatu dengan terwujudnya proses industrialisasi dalam arti yang seluas-luasnya. Dimensi perubahan struktural mengacu kepada perubahan dalam bentuk struktural masyarakat, menyangkut perubahan dalam peran, munculnya peran baru, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial. Akibat pembangunan industri di pedesaan khususnya di daerah pertanian yang memiliki lahan subur yang diolah oleh masyarakat petani, telah menimbulkan pergeseran dalam berbagai struktur kehidupan masyarakat desa, seperti pergeseran dalam struktur masyarakat petani. Perubahan yang terjadi pada struktur keluarga atau kekerabatan dalam masyarakat seperti memudarnya hubungan sosial serta interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga berpengaruh pada akumulasi peranan individu dalam keluarga dan masyarakat. Pergeseran tersebut bertendensi luntumya nilai dan akumulasi aspirasi masyarakat oleh pengaruh tatanan sosial modem dalam berbagai kelembagaan sosial di desa. Masyarakat yang perekonomiannya berdasarkan pada pertanian, ikatan kekeluargaan dalam masyarakat masih kuat, karena berlandaskan atas dasar ikatan keturunan, serta semangat gotong-royong yang masih bertahan diantara anggota masyarakat. Adanya introduksi teknologi pertanian yakni dengan industrialisasi ke pedesaan banyak menimbulkan perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Menurut Soelaiman (1988) dampak introduksi teknologi ke pedesaan terhadap interaksi sangatlah penting, sebab melalui teknologi, aktivitas kerja menjadi lebih sederhana dan serba cepat serta dapat memuaskan, perubahan juga dapat terjadi 13 dalam hal pekerjaan dan kepemilikan lahan pertanian. Bagi masyarakat pedesaan yang bergerak dalam bidang pertanian, tanah pertanian merupakan sumber penghidupan yang paling utama untuk memenuhi kehidupan dan kebutuhan keluarganya. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian Perubahan lingkungan biofisik dan lingkungan sosial ekonomi sebagai akibat produktivitas usaha tani tanaman sayuran diharapkan petani dapat tetap eksis berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup. Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan sebelumnya maka disusun pertanyaan penelitian : Bagaimana usahatani sayuran dapat memberi kontribusi terhadap pertanian berkelanjutan?, Bagaimana aksesibilitas dan ketergantungan usahatani dalam memanfaatkan lahan dan sarana produksi? Seberapa besar peranan usahatani dalam mensejahterakan petani sayuran?. Sumbangan usahatani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan bertumpu pada tiga bagian yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan dengan kata lain pertanian berkelanjutan diharapkan berorientasi pada tiga dimensi berkelanjutan yaitu : keberlanjutan sosial manusia (people), keberlanjutan usaha ekonomi (profit) dan keberlanjutan ekologi alam (planet). Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan sebelumnya maka pertanyaan utama penelitian yang diajukan adalah bagaimana usahatani sayuran dapat memberi sumbangan perubahan status sosial dan ekonomi petani tanpa merusak 14 kelestarian lingkungan alam dan sistem usaha taninya dapat berlanjut?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian secara lebih spesifik sebagai berikut : 1. Seberapa besar kontribusi usahatani sayuran dalam mewujudkan system pertanian berkelanjutan?. 2. Bagaimana dinamika sosial masyarakat petani: persepsi dan partisipasi masyarakat dan individu dalam keberlanjutan system pertanian?. 3. Bagaimana struktur ekonomi rumah tangga petani sayuran , dalam kaitannya dengan produktivitas usahataninya?. 4. Bagaimana kualitas dan karakteristik agroekologi dalam kaitannya dengan keberlanjutan sistem pertanian?. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka penelitian kontribusi usahatani sayuran terdapat pertanian berkelanjutan akan mengungkapkan sesuatu yang dilakukan petani sayuran di Kelurahan Kalampangan untuk menjaga dan memperbaiki lingkungan (sosial, ekonomi dan alam) untuk kesejahteraan kehidupan petani dan keberlanjutan usaha pertanian. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah penelitian sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis “Kontribusi usahatani sayuran dalam system pertanian berkelanjutan” suatu kajian perubahan sosial, ekonomi dan lingkungan alam petani, secara khusus tujuan penelitian ini: 15 1. Menganalisis kontribusi usahatani sayuran dalam mewujudkan system pertanian berkelanjutan?. 2. Menganalisis dinamika sosial masyarakat: persepsi dan partisipasi masyarakat dan individu petani?. 3. Menganalisis struktur ekonomi rumah tangga petani sayuran , dalam kaitannya dengan produktivitas usahataninya?. 4. Menganalisis kualitas dan karakteristik agroekologi dalam kaitannya dengan keberlanjutan usahatani sayuran?. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai kontribusi ilmiah dalam kajian sosial ekonomi pada umumnya dan khususnya pertanian yang berkelanjutan, terutama yang berkenaan dengan masalah masyarakat dan lingkungan alam dalam menghadapi perubahan lingkungan alam. 2. Sebagai input bagi pihak-pihak yang berkompeten (pemerintah daerah) sebagai bahan banding dalam hal penyusunan program pembangunan yang berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat yang bekerja di bidang pertanian. 3. Menjadi bahan banding para peneliti selanjutnya terutama penelitian yang berkaitan dengan masalah-masalah pertanian berkelanjutan. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pertanian Berkelanjutan Kata “keberkelanjutan” sekarang ini digunakan secara meluas dalam lingkup program pembangunan. Namun apa arti sesungguhnya kata ini? Keberlanjutan dapat diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumber daya. “Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam”. Namun demikian, banyak orang menggunakan definisi yang lebih luas dan menilai pertanian bisa dikatakan pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal berikut ini: (1) Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agro ekosistem secara keseluruhan, dari manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, 17 biomassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbaharui. (2) Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam produk usaha tani yang langsung namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumber daya alam dan meminimalkan resio. Adil, yang berarti sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak. Hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pasar terjamin. Semua orang mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan, baik di lapangan maupun di dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya. Manusiawi, yang bearti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia dihargai. Martabat dihormati dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan dir dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya 18 pertambahan jumlah penduduk, kebijakan permintaan pasar dan lain-lain, hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan ekonomi. Beragam kriteria tentang konsep keberlanjutan, ini mungkin menimbulkan konflik dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang : dari petani, masyarakat, negara dan dunia. Mungkin terjadi konflik antara kebutuhan untuk masa kini dan masa mendatang; antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan pelestarian basis sumber daya. Petani bisa saja mencari pendapatan yang tinggi dengan penetapan harga produk pertanian yang tinggi, pemerintah nasional bisa memberikan prioritas pemenuhan kebutuhan pangan dengan tingkat harga yang bisa dicapai oleh masyarakat kota. Dalam pembangunan di bidang pertanian, peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama. Namun ada batas maksimal produktivitas ekosistem. Jika batas ini dilampaui, ekosistem akan mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuh sehingga hanya sedikit orang yang bisa bertahan hidup dengan sumber daya yang tersisa. Untuk memahami sejauh mana kecenderungan pertanian memiliki implikasi, bagi ketergantungan, terlebih dahulu perlu diketahui input dalam dan input luar dalam produksi pertanian. Tanaman, pepohonan, tumbuhan perdu lainnya dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki fungsi ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan unsur hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami, dan mengendalikan erosi, fungsi-fungsi ini menunjang keberlangsungan dan stabilitas usahatani dan bisa dilihat sebagai penghasil input dalam. 19 2.2. Analisis Ekologi-Ekonomi Sistem Pertanian Berkelanjutan 2.2.1. Sustainabilitas Ekologis ……………. 2.2.2. Sustainabilitas Ekonomi …………. (uraian berikut ini harap dikelompokkan seperti di atas) Nalar Dasar Setelah menjalani enam pelita dan menerapkan berbagai konsep berupa adopsi bermacam perangkat teknologi lewat bimbingan massal - bimas, inmas, suprainsus - bahkan menggerakkan revolusi hijau padi, kebijakan subsidi harga masukan, dinamisasi dan komersialisasi usahatani kecil dengan rekayasa sosial dan kemitraan dengan badan usaha berskala ekonomi besar, dan perluasan lahan budidaya dengan membuka lahan-lahan yang pada umumnya bermutu piasan (marginal) di luar Jawa, pembangunan pertanian Indonesia belum dapat mencapai sasaran yang benar, mantap, dan berkelanjutan, baik diukur menurut kepentingan pertanian rakyat, konsumen, maupun penguatan pembangunan ekonomi nasional. Dewasa ini dalam setiap usaha pembangunan yang melibatkan lingkungan dan sumberdaya alam, boleh dikatakan selalu diajukan konsep berlabel "Berkelanjutan". Namun berbagai takrif (definition) yang diberikan kepada istilah ini berbeda-beda muatan maknanya, tergantung pada aspek yang dipentingkan. 20 Salah satu takrif dikemukakan oleh World Bank/Tri-Societies (1998) bagi keperluan Workshop on Sustainability in Agricultural Systems in Transition. Mereka membuat istilah barn "sustainable intensification" yang diberi makna sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur meningkatkan hasilan tiap satuan lahan sambil mempertahankan keutuhan dan keanekaan ekologi dan hayati sumberdaya alam selama jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi kepada para perorangan, menyumbang kepada mutu kehidupan dan memperkuat pembangunan ekonomi negara. Konsep kunci takrif tadi ialah berkelanjutan yang terbina dengan teknologi (meningkatkan hasilan). Takrif juga mengisyaratkan bahwa berkelanjutan bersifat serbamatra (multi-dimensional) yang rumit. Banyak komponen yang tersangkut, yang nasabah (relation) dan saling tindaknya (interaction) bersifat stokastik (probabilistik). Keterlanjutan dalam konteks globalisasi menuntut kekukuhan namun sekaligus kelenturan struktur dan perilaku sistem pertanian dalam menghadapi tekanan faktor-faktor eksternal. Ketegaran global memerlukan tindakan bersama antar pelaku ekonomi di bawah "komando" pemerintahan. Dalam konteks demokratisasi, keterlanjutan memerlukan peran Berta seluruh pelaku ekonomi dengan kedudukan sederajat dalam membuat putusan, termasuk petani subsisten. Demokratisasi menyangkut faktor-faktor internal. Demokratisasi mengarah kepada pemandirian para pelaku ekonomi yang berkaitan dengan liberalisme politik. 21 Untuk melayani globalisasi dan demokratisasi ekonomi diperlukan prasyarat yang berbeda. Pelayanan globalisasi memrasyaratkan kemampuan/kesiapan lembaga-lembaga ekonomi menghadapi dampak kompetitif dan komparatif yang datang dari luar batas nasional. Demokratisasi memrasyaratkan kesanggupan lembaga-lembaga ekonomi membagi kerja antar mereka. Dalam hal pertanian rakyat, faktor melek huruf (literacy) dan komunikasi massa menjadi landasan pokok (Haggard, 1990). Mengingat ini globalisasi dan demokratisasi ekonomi merupakan dua sasaran yang berbeda dengan strategi pembangunan pertanian sebagaimana lazimnya sekarang tidak mungkin dicapai serentak. Diperlukan strategi baru yang pelayanan globalisasi dan proses demokratisasi ekonomi dapat saling melengkapi secara berkelanjutan. Dalam hal pembangunan pertanian, pertanian rakyat hendaknya dijadikan sasaran inti karena sektor ini akan dapat menjadi piranti perangkai globalisasi dengan demokratisasi ekonomi. Pertanian rakyat yang kuat jugs mampu menangkis krisis ekonomi. Untuk menyusun strategi baru yang andal menuju ke intensifikasi berkelanjutan diperlukan pengenalan lengkap faktor-faktor yang menentukan atau mempengaruhi kinerja pertanian rakyat dengan menggunakan usahatani selaku satuan pantau. Faktor-faktor tersebut mencakup komponen-komponen lingkungan biofisik, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Gambar 1 adalah suatu model pembangunan pertanian rakyat berdasarkan pemapanan usahatani dan langkahlangkah pengumpulan data-kunci bagi pengenalan faktor-faktor. Penelitian Pertanian 22 Masih banyak data-kunci untuk mendukung pertanian berkelanjutan belum tersedia. Ada data yang kita miliki tidak cocok untuk merancang pembangunan pertanian menurut paradigma baru yang tersirat dalam ungkapan "intensifikasi berkelanjutan". Selain daripada itu dalam mengumpulkan data kita biasa mengikuti terapan (perception) guru-guru kita yang berasal dari kawasan beriklim sedang dan masyarakat yang sudah berpaham industrialisme. Pertanian dalam lingkungan tropika menghadapi kendala yang berbeda dengan yang dihadapi di kawasan beriklim sedang sehubungan dengan lingkungan biofisik dan kelembagaan yang berbeda secara murad (significant). Di samping ini dunia ketiga memperlihatkan keanekaan lingkungan dan budaya luar biasa. Ini semua berpengaruh atas kebutuhan penelitian tanah dan air. Enam bidang besar yang pantas diberi prioritas perhatian ialah : (1) menghilangkan kendala kelembagaan dalam konservasi sumberdaya, (2) memajukan proses hayati tanah, (3) mengelola sifat-sifat tanah, (4) memperbaiki pengelolaan sumberdaya air, (5) menyelaraskan pertanaman pada lingkungan, dan (6) memasukkan secara efektif matra sosial dan budaya dalam penelitian. Menggunakan secara lebih baik pengetahuan tradisional dan membangun komunikasi yang diperbaiki dapat memajukan implementasi kesudahan penelitian (Anon., 1991). Dua indikator panting kerusakan sistem pertanian ialah penurunan mutu tanah dan air. Pada gilirannya penurunan mutu tanah dan air menyebabkan penurunan produktivitas usahatani. Penurunan mutu adalah akibat dari pengelolaan sumberdaya tanah dan air yang buruk. Menurut data tahun 1984, kerusakan lingkungan di Indonesia terutama ditimbulkan oleh erosi tanah dan 23 perambahan hutan yang biaya tahunannya sebagai pangsa produk nasional kotor (PNK) ditaksir Bank Dunia sebesar 4,0 % (Brown, 1995). Menghabisi modal alam-hutan, padang penggembalaan, lapisan atas tanah, akuifer dalam bumf, dan tandon ikan dan pencemaran udara dan air telah mencapai tataran di banyak negara yang dampak ekonominya mulai tampak sangat nyata berupa hilangnya hasilan, pekerjaan, dan ekspor bahkan di beberapa negara telah mematikan industri secara menyeluruh (Brown, 1995). 24 Gambar 1. Model Pembangunan Pertanian Rakyat Berdasarkan Pemapanan Usahatani Beberapa ciri yang membuat lingkungan tropika terutama menantang untuk diteliti bagi keterlanjutan pertanian ialah (Anon., 1991) 1) Ketiadaan musim dingin atau jalad (frost) yang di kawasan iklim lain membuat jeda dalam produksi, jadi mengendalikan serangan hama dan penyakit serta aras kelembapan. 2) Jadwal dan lama waktu pasokan air yang berubah-ubah, baik di wilayah kering maupun basah yang menciptakan cekaman lengas berat. 3) Musim tumbuh sepanjang tahun di beberapa daerah basah yang berpengaruh atas pertanaman dan hama serta penyakit, dan mempercepat pelindian hara. 4) Keanekaan hayati yang lebih besar daripada lingkungan beriklim sedang berarti keanekaan pertanaman, organisme tanah, dan hama/penyakit yang lebih besar. 5) Tanah telah mengalami pelapukan jauh, akan tetapi di beberapa tempat tanahnya masih sangat muda. 6) Kekurangan bahan bakar fosil dan masukan padat-modal lainnya. 7) Perbedaan murad dalam konteks dan tradisi sosial dan kelembagaan. Seabad yang lalu menghasilkan lebih banyak pangan memerlukan perluasan lahan budidaya, sehingga lahan merupakan sumberdaya pertanian utama. Sejak pertengahan abad ini kepentingan nisbi lahan berkurang karena masukan pertanian - pupuk, mekanisasi, pestisida, irigasi, dan bibit unggul - menyumbang murad kepada penaikan produksi pangan. Jadi sebagian kepentingan lahan disulih oleh kepentingan teknologi. Namun sekarang kepentingan lahan kembali mencuat 25 sehubungan dengan hasil panen yang meladung (stagnating yields) karena tanggapan terhadap penyerapan pupuk makin berkurang, bersamaan dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat dan lahan pertanian yang berpindah ke penggunaan bukan pertanian makin luas. Menurut laporan USDA Jawa kehilangan hampir 20.000 ha lahan pertanian tiap tahun akibat pemekaran kota. Luas ini mampu menghasilkan beras cukup untuk 378.000 orang tiap tahun. Keadaan bertambah buruk lagi karena pemekaran kota sering menyita lahan pertanian yang terbaik (Gardner, 1996), bahkan kadang-kadang yang sudah dilengkapi dengan prasarana produksi, transportasi, dan komunikasi. Akibatnya, lahan menjadi sumberdaya pertanian yang nilainya terus meningkat sehubungan dengan penawaran yang terus menyusut padahal permintaan terus meningkat. Menurut pengertian PBB, indikator lahan pertanian yang terdegradasi ialah kerusakan fungsi hayati asli, yaitu kapasitasnya mengubah hara menjadi bentuk yang dapat digunakan tumbuhan (Gardner, 1996). Dengan pengertian ini penelitian kesuburan tanah perlu diberi konsep barn yang lebih mengedepankan sifat-sifat hayati tanah daripada penelitian konvensional yang mementingkan sifatsifat fisik dan kimia. Karena menyangkut kehidupan hayati tanah (edafon) istilah kesuburan tanah sebaiknya diubah menjadi kesehatan tanah. Semula degradasi tanah tidak melambatkan pertumbuhan hasil panen karena takaran pupuk yang diberikan masih dapat mengimbali (compensate) kehilangan hara karena erosi, pelindian, atau ekspor lewat hasil yang dipanen. Makin meningkat degradasi tanah, pemupukan tidak lagi sanggup mengimbali kehilangan hara. Di samping itu pupuk kimia konvensional tidak dapat memasok 26 bahan-bahan penyehat tanah seperti bahan organik, edafon, air, dan hara sekunder, padahal saling tindak (interaction) bahan-bahan tersebut menciptakan lingkungan pendukung yang diperlukan tanaman. Revolusi hijau padi yang di Indonesia hanya dapat bertahan 10 tahun membuktikan hal itu secara nyata. Ketidak-tangguhan penelitian pertanian disebabkan karena faktor-faktor berikut (Anon., 1991). 1) Masih ada rumpang-rumpang (gaps) besar di dalam pemahaman kita tentang sistem dan proses tanah dan air. 2) Rumpang yang lebih penting ialah antara apa yang diketahui dan apa yang diterapkan (kelemahan informasi dan komunikasi). 3) Pengetahuan pribumi jarang sekali dihargai, padahal pengetahuan tersebut wring dapat mengajukan saran tentang penelitian yang memberi harapan atas komponen dan strategi ekosistem, misalnya pohon penambat nitrogen, spesies pengumpul hara, dan teknik irigasi masukan rendah. Dalam beberapa kasus pengetahuan pribumi dapat menyediakan mimbar bagi pemaduan teknologi tradisional dengan yang bare. 4) Diperlukan kaitan lebih efektif antara aspek sosial dan ilmu kealaman pada persoalan tanah dan air. Konteks sosial dan ekonomi menciptakan kendala yang dapat membatasi secara efektif penerapan perbaikan teknik kecuali konteks semacam itu dipahami dan ditangani secukupnya. 5) Diperlukan cara-cara lebih efektif dalam menggunakan sumberdaya penelitian dengan sasaran jangka panjang dan praktis. Perlu dimapankan umpan-balik 27 dan komunikasi yang lebih baik antara lapangan dan lembaga penelitian, sehingga penelitian dapat dipusatkan pada persoalan nyata dan praktis. 6) Segi terlemah dalam proses penelitian adalah penyebar-luasan penemuan penelitian ke tingkat usahatani atau regional yang berkeanekaan besar dalam hal fisik dan manusia. Tanah dan air menyajikan landasan tempat pertanian bertumpu. Akan tetapi sistem produksi pertanian yang berhasil memerlukan kombinasi sumberdaya hayati dan kemasyarakatan. Fakta ini merupakan gabungan berbagai variabel yang rumit dan dinamis yang membuat sistem pertanian berwatak evolusioner. Mengingat hal ini prioritas penelitian harus selalu ditinjau ulang dan secara berkala diselaraskan agar dapat menangani persoalan yang dihadapi. Prioritas penelitian perlu dipertahankan kesegarannya, kelenturannya, dan daya tanggapnya terhadap kebutuhan kini. Untuk membangun keterlanjutan sistem pertanian dan pengelolaan sumberdaya kita diperlukan perubahan dalam 1) Filsafat dan tata kerja organisasi pembangunan. 2) Konsep pencapaian tujuan yang secara tradisional menggunakan hampiran penyelesaian persoalan (problem-solving approach) diubah menjadi hampiran optimasi (optimizing approach) agar memiliki prospek jangka panjang. Bidang-Bidang Penelitian Pokok 1. Memajukan proses hayati tanah 2. Mengelola sifat-sifat tanah 3. Memperbaiki pengelolaan sumberdaya air 28 4. Menyelaraskan pertanaman pada lingkungan 29 2.3. Sistem Usahatani Sayuran 2.3.1. Pengertian Usahatani Sayuran Pertanian merupakan sektor yang utama dalam pembangunan perekonomian nasional. Pertanian dalam arti luas mencakup agribisnis perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sedangkan dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu berupa usahatani keluarga untuk memproduksi tanaman pangan seperti padi, palawija ( jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian) dan tanaman holtikultura yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan guns memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Pertanian dalam arti sempit seperti pertanian rakyat atau keluarga (rumah tangga) diupayakan dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga diperoleh dari berbagai sumber, baik sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian terdiri dari pendapatan yang diperoleh dari lahan berupa pendapatan bersih dari usahatani, pendapatan yang diperoleh dari berburuh serta pendapatan yang diperoleh dari sewa lahan dan modal lainnya. Sedangkan sumber pendapatan dari sektor non pertanian terdiri dari pendapatan dari industri rumah tangga, peradangan, pegawai dan jasa lainnya (Karsyono, 1986). Sebagaimana jenis tanaman holtikultura lainnya, kebanyakan tanaman sayuran mempunyai nilai komersial cukup tinggi. Sebab tanaman sayuran merupakan produk pertanian yang senantiasa di konsumsi. Dengan melihat kebutuhan akan sayuran yang terus-menerus maka nilai pasar tanaman ini cukup baik. Kecenderungan produksinya dari tahun ke tahun meningkat, jarang 30 mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir ini ada kecenderungan di masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang berlemak tinggi, terutama dari bahan hewani beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian (Briliantoro, 2004). Menurut Oldeman (1994) faktor yang mempengaruhi degradasi tanah/lahan adalah: 1. Pembukaan lahan (deforestratesis) dan penebangan kayo hutan secara berlebihan untuk kepentingan domestik. 2. Penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/penggembalaan secara berlebihan (Overgrazing). 3. Aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Kondisi demikian menguras sumberdaya alam yang berlebihan pada gilirannya dapat mengganggu keberkelanjutan dan kebebasan lingkungan. Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian berkelanjutan, yang didalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian, seperti tumpang sari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasta panen, pertanian organik memiliki ciri khas dan hukum dan sertifikasi penggunaan bahan sintetik serta pemeliharaan produktifitas tanah. Mosher (1973), menyatakan bahwa usahatani merupakan tempat untuk menghimpun serta mengkombinasikan input-input yang berasal dari tanah, petani dan lingkungan ekonomis yang bias untuk dapat berjalan ter-us apabila kepadanya tetap diberikan unsur yang diperlukan dan secara efisien hasilnya diambil. Sedangkan Hernanto (1989), mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. 31 Organisasi ini ditatalaksanakan berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang. 2.3.2. Teknologi Usahatani Sayuran Menurut Rahardi, dkk (1996), dalam usahatani tanaman sayuran, faktor panca usahatani perlu mendapat perhatian agar produksi yang diharapkan dapat dicapai. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Penggunaan Benih atau Bibit Unggul Benih atau bibit unggul adalah benih atau bibit yang bermutu tinggi yang merupakan faktor penentu tinggi rendahnya produksi tanaman. Hal-teal yang perlu diperhatikan adalah gaga tumbuh, kemurnian benih, bebas hama dan penyakit. b. Pengolahan Tanah Masalah pengolahan tanah lebih ditekankan pada pemilihan jarak tanam yang teat, sebab jarak tanam menentukan jumlah populasi, kebutuhan benih dan pupuk. Selain itu, jarak tanam juga mempengaruhi keefisienan penggunaan cahaya dan kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan zat hara. c. Pengairan Semua tanaman membutuhkan air. Sumber air bagi tanaman dapat diperoleh dari sungai, sumur atau air hujan. Di Indonesia, umumnya petani sayuran banyak mengendalikan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pertanian. Untuk daerah yang curate hujannya rendah dibutuhkan 32 suatu upaya, agar lahan memperoleh pengairan yang cukup. Pemasangan pompa air merupakan pilihan yang tepat bila sarana irigasinya belum memadai. d. Pemupukan Pupuk adalah unsur hara yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud memperbaiki pertumbuhan vegetatif dan generagif tanaman. Bentuk unsur hara yang diberikan ini dapat bermacam-macam, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, abu tanaman, bungkil, pupuk buatan pabrik, dan sebagainya. Pupuk yang dibutuhkan tanaman dapat dibedakan atau digolongkan menjadi pupuk organik dan anorganik. e. Pengendalian Hama dan Penyakit Kerusakan tanaman sayuran banyak sekali penyebabnya, biasanya dan serangan hama dan penyakit. Yang disebut hama antara lain serangga, ulat, kutu dap bekicot (siput). Cara perusakannya biasanya menggigit (memakan) atau menghisap cairan tanaman. Penyakit pada sayuran umumnya adalah ; 1. Penyakit fisiologis; penyebabnya adalah keadaan lingkungan antara lain suhu, kekurangan atau kelebihan unsur hara dalam tanah, dan drainase yang kurang baik. 2. Penyakit yang disebabkan oleh virus; penularan penyakit ini biasanya disebabkan oleh serangga, gesekan atau pengairan, dan 3. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan (jamur) atau. bakteri. 33 Berbagai cara dapat dilakukan untuk memberantas hama dan penyakit, tetapi secara umum, cara pemberantasan tersebut digolongkan sebagai berikut: 1. Cara fisik/mekanik; pemberantasan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik seperti kelembaban, peredaran udara dalam tanah, dan pemberantasan langsung yaitu mencari satu persatu penyebab kerusakan. 2. Cara biologi; menggunakan parasit atau predator. 3. Cara budidaya; mengatur waktu tanam, yaitu dengan memilih musim tanam yang tepat. 4. Menggunakan bahan kimia; pemberantasan dengan menggunakan pestisida. 2.3.3. Produktivitas Usahatani Sayuran ……………………………….. 34 BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Kontribusi Usahatani Sayuran Kontribusi adalah sumbangan atau peranan dari sesuatu terhadap hal lain yang diharapkan. Ilmu usaha tani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinue untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga persyaratan usahataninya menigkat. Moshen (1973), menyatakan bahwa : usahatani merupakan tempat untuk menghimpun serta mengkombinasikan input – input yang berasal dari tanah, petani dan lingkungan ekonomis yang luas untuk dapat berjalan terus apabila kepadanya tetap diberikan unsur yang diperlukan dan secara efisien hasilnya diambil, sedangkan Hernanto (1989), mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ditatalaksanakan berdiri sendiri dan sengaja di usahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang. Selanjutnya Hernanto (1989) mengemukakan, yang menjadi perhatian agar usahatani menjadi maju adalah faktor intern dan faktor ekstern dari usahatani itu. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari alam usahatani sendiri yang menentukan keberhasilan usahataninya. Faktor intern antara lain : petani pengelola, tanah, usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan 35 petani menghasilkan penerimaan keluarga dari jumlah anggota keluarga. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ikut serta menentukan keberhasilan usahatani dari luar petani dan usahataninya. Faktor ekstern antara lain : tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek yang menyangkut pemasaran hasil, fasilitas kredit, sarana penyuluhan bagi petani. Tanaman Sayuran Sebagaimana jenis tanaman holtikultura lainnya, kebanyakan tanaman sayuran mempunyai nilai komersial cukup tinggi. Sebab tanaman sayuran merupakan produk pertanian yang senantiasa dikonsumsi. Dengan melihat kebutuhan akan sayuran yang terus menerus maka nilai pasar tanaman ini cukup baik. Kecenderungan produksinya dari tahun ke tahun meningkat, jarang mengalami penurunan yang berarti. 3.1.2. Karakteristik Ekologis Sumberdaya Alam Kegiatan pembangunan membawa berbagai tingkat perubahan terhadap ekosistem, tetapi selalu diatur oleh pembatasan ekologis yang bekerja dalam suatu ekosistem alami itu. Faktor-faktor pembatas ekologis perlu diperhitungkan agar pembangunan membawa hasil yang lestari. Hubungan antar pengawetan ekosistem dan perubahan dari pembangunan, ada 3 (tiga) prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Kebutuhan untuk memperhatikan kemajuan untuk membuat pilihan penggunaan sumber daya di masa depan. 2. Kenyataan bahwa peningkatan pembangunan pada daerah-daerah pertanian tradisional yang telah terbukti berproduksi baik mempunyai kemungkinan 36 besar untuk memperoleh pengembalian modal yang lebih besar dibanding daerah yang baru. 3. Kenyataan bahwa penyelamatan masyarakat biotis dan sumber alam yang khas merupakan langkah pertama yang logis dalam pertanian berkelanjutan, dengan alasan bahwa sumber alam tersebut tak dapat digantikan dalam arti pemenuhan kebutuhan dan aspirasi petani dan kontribusi jangka panjang terhadap produktivitas lahan usahatani sayuran. Air merupakan salah satu sumber alam yang mulai terasa pengaruhnya pada bidang pertanian dan industri di berbagai tempat di dunia, di bidang pertanian kekurangan air menjadi hambatan utama, sedangkan penyediaan air dari aliran berkurang karena kemampuan hutan, bumi dan tanah hutan menahan air hujan makin berkurang. Kebutuhan manusia akan sumber daya air menjadi sangat nyata bila dikaitkan dengan 4 (empat) hal, yaitu: 1. Pertambahan penduduk 2. Kebutuhan pangan 3. Peningkatan industrialisasi 4. Perlindungan ekosistem terhadap teknologi Konservasi sumber daya alam sangat penting bagi nilai ekonomi, contoh seperti satwa. Satwa liar dan tumbuhan yang memberikan keuntungan dan income bagi modal pembangunan umat manusia, seperti untuk obat-obatan, makanan, serat, varietas dan lain-lainnya. Semuanya berasal dari sumber daya alam yang tak disangka-sangka yang justru dapat lebih bertahan lama nilai strategi dengan sendirinya dibandingkan dengan rancangan dan upaya pengelolaan manusia. 37 Konservasi menjadi tarik ulur, apakah sesuai harfiahnya mengembalikan seperti semula ataukah menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana dan lestari di sini mencakup 3 (tiga) aspek : 1. Perlindungan, konservasi sumberdaya alam sebagai program antisipasi kelangkaan dan penyangga jalannya kehidupan ini. 2. Pengawetan dan pemeliharaan, penggunaan sumberdaya alam secara efektif dan efisien. 3. Pemanfaatan, secara lestari dan terjaminnya sumberdaya dalam untuk msa keberlanjutan. Dengan semakin banyaknya yang hilang sumber daya alam atau keanekaragaman hayati sudah bisa dikata dalam kisaran bahaya, telah dikalkulasikan kalau konservasi berkelanjutan/reboisasi mungkin hanya sekitar 5 sampai 10 persen spesies di dunia yang hilang mungkin ber dekade 30 tahun, dengan perkiraan 10 juta di bumi ini merupakan jumlah potensial hilang dari 50.000-100.000 jenis per tahun. 3.2. Kerangka Konsep dan Hipotesis Perubahan sosial sebagai fenomena penting dalam struktur sosial, dan hal ini berhubungan dengan pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Konsekuensi perubahan itu terwujud norma-norma, nilai-nilai dan adaptasi budaya yang dilihat (Lauer 2001), oleh Evers (1980) hal yang demikian tersebut sebagai akibat dari pengaruh luar terhadap sendi-sendi kehidupan internal. Sementara itu Sayogyo (1995) menunjukkan bahwa perubahan sosial tersebut merupakan implikasi dari 38 hubungan interaksi antara orang, organisasi atau komunitas yang menyangkut struktur sosial, pola nilai, norma dan peranan. Sedangkan Pago (Sayogyo, 1995) mengatakan bahwa dalam prosesnya baik yang direncanakan ataupun tidak, fenomena perubahan dalam elemennya tersusun saling berhubungan, sehingga jika terdapat perubahan dalam satu elemen akan mempengaruhi elemen lainnya. Rahman (1999) dan Jellinek (1995) melihat bahwa, perubahan sosial di lingkungan masyarakat bisa menjadi konsekuensi logis bagi suatu komunitas yang mampu menerima dan berempati dengan unsur luar. Proses perubahan sosial sangat berimplikasi pada perubahan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat dan perubahan sosial sebagai konsekuensi dari berbagai kebijakan pembangunan yang dirancang untuk meningkatan taraf kesejahteraan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat pedesaan (Sugihen, 1997). Masyarakat pada hakikatnya merespons perubahan tersebut walaupun ternyata respons itu menjadi disolusi struktur dalam menghadapi kehadiran pihak luar, sehingga pada akhirnya hak-hak mereka atas lahan menjadi terbatas, kehilangan sumber-sumber ekonomi, dan pergeseran nilainilai sosial atau bahkan perkembangan komunitas sosialnya cenderung memudar, sebagaimana temuan Jellinek (1995) dan Rahman (2007). Konsep perubahan sosial sebagai fenomena penyelidikan sosiologi dan antropologi sexing menimbulkan perdebatan yang spekulatif. Hal ini disebabkan oleh perbedaan perspektif dalam menganalisis perubahan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat. Secara teoritis perubahan sosial budaya paling tidak dapat dianalisis melalui berbagai teori baik teori fungsional struktural, konflik, teori pilihan rasional, interaksi simbolik dan teori modernisasi. 39 Pertama; Teori struktural-fungsional, melihat masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi dan satu bagian akan membawa perubahan pula pada, bagian yang lain. Asumsi dasarnya bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak fungsional struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya (Ritzer, 1992). Kedua; teori konflik Kehidupan sosial memang memerlukan keserasian fungsi (teori fungsional), tetapi untuk melakukan proses perubahan dan dinamika hidup, make kehidupan sosial memerlukan adanya konflik antar unsur sosial atau sub sistem (teori konflik). Jadi, Konflik dan konsensus (fungsional), perpecahan dan integrasi adalah proses fundamental (sesuatu yang mesti ada) dalam masyarakat, meski porsinya beragam antar kelompok. Atau konflik dan integrasi merupakan bagian integral dalam sistem sosial (Cosec and Rosenberg, 1969; Cambell, 1981). Fungsi konflik adalah: (a) konflik antar kelompok dalam memperkokoh solidaritas in group, atau bisa juga menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain; (b) konflik dapat mengaktifkan peran individu, yang semula terisolasi menjadi tidak terisolasi, semula pasif menjadi aktif; (c) konflik juga membantu fungsi komunikasi (artinya fungsi, peran dan batas-batas musuh dengan konflik semakin jelas). Ketiga; Teori pilihan Rasional. Substansi pokok pikiran Max Weber dalam memahami fenomena perubahan sosial antara lain: (1); Weber melihat pola dan bentuk perubahan sosial sama seperti para teoritis fungsional struktural, yaitu 40 perubahan sosial dalam bentuk evolusi. (2); Weber memilih konsep rasionalitas sebagai titik pusat perhatian utamanya. (3); Bagi Weber, kenyataan sosial (social reality) secara mendasar terdiri dari individu-individu dan tindakan-tindakan sosialnya. (4); Dunia sosial-budaya tidak dipandang sebagai sesuatu yang sesuai dengan hukum-hukum ilmu slam saja dan manusia terdeterminasi oleh norma sosial dan struktur sosial (seperti pandangan kaum positivis), tetapi dunia sosialbudaya bagi Weber dilihat sebagai suatu dunia kebebasan dan terkait dengan pemahaman internal (rationalitas) individu dimana arti-arti subyektif itu ditangkap. (5); Bagi Weber pemikiran yang menekankan pada Verstehen (pemahaman subyektif mendalam) sebagai suatu metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial adalah sangat penting. (6), Weber menilai bahwa "Konsep Rasionalitas" merupakan kunci bagi suatu analisis obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda. (7); Menurut Weber, hal yang penting perlu diperhatikan dalam memahami tindakan sosial individu adalah: (1) dalam tindakan sosial tersebut di atas, bisa terjadi tindakan satu mengkait pada tindakan yang lain, misalnya tindakan tradisional mengkait tindakan rasional yang berorientasi nilai; (2) pola perilaku khusus yang dilakukan beberapa individu, bisa berbeda karena orientasi, motivasi, dan tujuan subyektif dan individu yang berbeda; dan (3) tindakan sosial dapat dimengerti hanya menurut arti subyektif (verstehen) dan pola-pola motivasional individu. (8); Perubahan secara evolusi lebih berbentuk rasional dalam tindakan sosial (aksi sosial). Hal ini berakar dari proses persaingan yang menghasilkan seleksi atas 41 individu yang berkualitas. (9); struktur sosial dalam pandangan Weber adalah didefinisikan dalam istilah-istilah yang bersifat probabilistik dan bukan sebagai suatu kenyataan empirik yang ads terlepas dad individu (seperti dalam pemahaman kaum positivis). Keempat; Pilihan rasional Goleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa "tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan jugs tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi). Goleman melibat tindakan rasional ini dalam beberapa komponen masing-masing: Pertama; Prilaku kolektif; Goleman ingin mengetahui apakah perilaku kolektif yang sexing bergolak tidak stabil dan kacau itu akan mampu menciptakan keseimbangan sistem atau tidak. Kedua; Norma, fenomena tingkat makro lain yang menjadi sasaran penelitian Goleman adalah norma. Coleman ingin mengetahui bagaimana cara norma muncul dan dipertahankan dalam sekelompok aktor yang rasional. Kelima; Para ahli teoritisi ilmu sosial menyimpulkan beberapa substansi pokok dari asumsi teori interaksionisme simbolik dalam memahami individu dan masyarakat, kedalam tujuh kesimpulan, antara lain: (a) manusia, tidak seperti binatang yang lebih rendah, manusia dibekali dengan segala kemampuan berfikir dan merenung; (b) kemampuan berpikir manusia itu dibentuk oleh proses interaksi sosial dalam kehidupan kelompok; (c) dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berpikir, (d) makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan (action) dan interaksi yang khas manusia; (e) orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam 42 tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi tertentu; (f) orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain, kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya; (g) pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin menjalin itu membentuk kelompok dan masyarakat (Ritter, 2001). Keenam; Teori modernisasi (dan teori konvergensi) lahir sebagai produk pasca perang dunia II. Teori ini dirumuskan untuk menjawab permasalahan baru yang terkait dengan pembagian masyarakat dunia ke dalam tiga dunia yang berbeda. Dania pertama; adalah masyarakat industri maju yang meliputi Eropa Barat, Amerika Serikat yang kemudian disusul dengan Jepang dan negara-negara industri baru Timur Jauh. Dania kedua meliputi masyarakat sosialis totaliter yang didominasi oleh Uni Sovyet, yang menempuh industrialisasi dengan Maya sosial yang besar. Sedangkan dunia ketiga terdiri dari masyarakat post kolonial di Selatan dan Timur yang terbentang dan tenggelam dalam era agraris dan praindustri (Kanto, 20063). Teori modernisasi klasik memfokuskan penelitian kepada perbedaan antara dunia pertama dan dunia ketiga, Menurut Sztompka (2005) teori modernisasi dan konvergensi sangat popular pada tahun 1950-an dan pertengahan tahun 1960-an Tokoh-tokoh teori modernisasi antara lain Limer, Everret Hagen, Talcott Parsons dan Eisenstadt (Kanto, 2006). Boleh dikatakan teori modernisasi dan konvergensi merupakan bentuk terakhir Evolusionisme (teori evolusi) yang mencoba menjelaskan perubahan "dunia kurang maju" ke "dunia yang lebih maju". (Kanto, 2006). 43 Asumsi kedua teori tersebut adalah: (a) perubahan bersifat unilinier, dimana masyarakat yang kurang maju cenderung mengikuti jalan yang sudah ditempuh oleh masyarakat yang lebih maju, (b) arah perubahan tak dapat berubah dan bergerak ke arah modernitas sehingga tujuan akhir dad proses pengembangan seperti halnya dengan masyarakat Barat yang industrialis, kapitalis dan demokratis, (c) perubahan terjadi secara bertahap, meningkat dan relatif tanpa gangguan, (d) proses perubahan terjadi menurut tahap yang berurutan dan tidak ada tahapan yang dilompati, sebagaimana tahap perubahan yang digambarkan oleh Rosstow, (e) memusatkan perhatian kepada faktor penyebab internal baik yang berupa diferensiasi struktural dan fungsional maupun peningkatan daya adaptasi, (f) perubahan bersifat progresif dengan keyakinan bahwa proses modernisasi mampu menciptakan perbaikan kehidupan sosial secara universal dan peningkatan taraf hidup. Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara terkebelakang akan menempuh jalan yang sama dengan industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi (Light dkk 1989). Teori ini berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap "tinggal landas" (take-off) ke arah perkembangan ekonomi. Menurut Etzion Malevy dan Et2joni (1973) transisi dalam keadaan tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka kematian dan angka kelahiran, menurunnya ukuran dan pecan dan pengaruh keluarga, terbukanya sistem stratifikasi, peralihan dad struktur feodal atau 44 kesukuan ke suatu birokrasi, menurunnya pengaruh agama, berarihnya fungsi pendidikan dari keluarga ke sistem pendidikan formal, munculnya kebudayaan masse, serta munculnya sistem perekonemian pasar dan industrialisasi. Penelaahan teori perubahan sosial meliputi beberapa hal penting diantaranya proses perubahan sosial, dimensi perubahan sosial serta kondisi dan faktor-faktor perubahan sosial. Perubahan sosial adalah perubahan berlangsung dalam struktur dan fungsi dari bentuk-bentuk masyarakat. Adanya interaksi sosial akan menimbulkan proses sosial dalam masyarakat. Hal ini sangat menentukan arah norms dan nilai-nilai dalam organisasi, lembaga sosial dan bentuk sosial lainnya. (Soelaiman, 1998). Analisis terhadap perubahan sosial melalui komponen-kompone seperti: Dimensi perubahan struktural mengacu kepada perubahan-perubahan dalam bentuk struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan bare, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam bentuk lembaga-lembaga sosial. (Soelaiman, 1998). Struktur secara klasik telah diajukan oleh Marx, yaitu menganalisis terjadinya akumulasi modal (capital) sebagai dasar asumsi terjadinya perubahan sosial. Marx (Soelaiman, 1998) memusatkan perhatiannya pada eksploitasi yang inheren dalam setiap pembagian kerja. Alienasi yang inheren dalam setiap pembagian kerja. Alienasi bersumber dari semangat manusia untuk menciptakan lingkungan sendiri. Marx (Soelaiman, 1998) memberikan kedudukan tertinggi terhadap kenyataan kondisi material didalam interlasi dialektika dengan kenyataan ide dan hubungan sosial. Proses perkembangan kapitalisme melahirkan, perubahan- 45 perubahan sosial yang obyektif di dalam pole aster hubungan dengan kesadaran kelas proretariat yang sedang bertumbuh, menciptakan kesadaran aktif yang diperlukan untuk mentransformasikan masyarakat lewat praxis revolusioner. Contohnya aliansi buruh terjadi akibat dari perubahan sosial perkembangan kapitalisme, dimana buruh tidak mempunyai kekuasaan untuk memasarkan produk-produknya. Dimensi kultural; dimensi kultural mengacu pads perubahan kebudayaan dalam masyarakat misalnya adanya penemuan (discovery) dalam bet-pikir (ilmu pengetahuan, pembaharuan hasil (invention) teknologi, melakukan kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan peminjaman kebudayaan. Kesemuanya itu meningkatkan integrasi unsur-unsur baru kedalam kebudayaan. Analisis terhadap perubahan sosial dalam dimensi kultural ini telah diajukan Ogburn dengan konsepnya “culture lag”. Dalam pandangan Ogburn (1932) kebudayaan dibagi dalam dua kategori yaitu kebudayaan material dan kebudayaan imaterial. Kebudayaan mendorong terjadinya sebuah perubahan dan saling mendahului untuk terjadinya perubahan. Biasanya yang pertama terjadi perubahan adalah pads kebudayaan material atau kebudayaan dalam bentuk fisik, sementara kebudayaan nonmaterial lebih lambat jauh dalam proses penyesuaian bentuknya. Ogburn melalui tesis utamanya melihat bahwa berbagai macam kebudayaan modem tingkat perkembangan dan kecepatannya tidak sama, ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat, perubahan cepat pads suatu kebudayaan menimbulkan kebutuhan penyesuaian melalui perubahan lain, melalui berbagai macam korelasi 46 hubungan setiap kebudayaan. Analisis perubahan sosial budaya jugs telah dilakukan Sorokin (Munandar 1998), bahwa jangka panjang pola-pola kebudayaan berubah, proses sejarahnya dan sosial terus menerus mengalami variasi-variasi baru, disertai dengan hal-hal yang sulit diduga dan sulit diramalkan secara keseluruhan, bahkan bersifat unik. Dimensi interaksional. Perubahan sosial menurut dimensi interaksional, mengacu kepada adanya hubungan sosial dalam masyarakat yang diidentifikasi dalam beberapa dimensi. Modifikasi dan perubahan dalam struktur dari pada komponen-komponen masyarakat bersamaan dengan pergeseran dari kebudayaan yang membawa perubahan. Munandar (1998) memandang skema dari perubahan dalam relasi sosial seperti frekuensi, jarak sosial, peralatan, keteraturan dan pecan undang-undang, merupakan skema pengaturan dari dimensi spesifik dari perubahan dalam relasi sosial. Perubahan sosial dalam banyak hal dapat dianalisis dari proses interaksi sosial (Munandar (1998). Misalnya perubahan sosial kultural di pedesaan terjadi karena urbanisasi, yang dapat dianalisis dalam hal variasi dan frekuensi kontak sosialnya. Pergeseran dari pola hubungan primer ke pola hubungan sekunder atau grup. Pergeseran dari tipe masyarakat gemenschaft ke gesefischaft. Poles perubahan interaksional menurut Soelaiman (1998) dapat dilihat dari dimensi antara lain (a) perubahan dalam jarak sosial, seperti hubungan intim, informal, formal dan perubahan dalam arah yang bertentangan (b) perubahan dari aturan atau pola-pola, seperti hubungan antar status yang sama dengan arah yang 47 horizontal menjadi pergaulan dengan status yang tidak sama dalam arah hubungannya vertikal, atau berubah dalam arah yang bertentangan. Bila dilihat dari aspek bentuk-bentuk suatu perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat, makes ada beberapa aspek yang perlu ditelusuri melalui aspek (a) kecepatan perubahan dapat dilihat dari cepat tidaknya suatu perubahan, (b) tingkat perubahan dapat dilihat dari yang paling mendasar dalam bentuk perubahan (c) perencanaan perubahan dapat dilihat bagaimana perubahan tersebut didisain sedemikian melalui berbagai tahapan-tahapan yang telah direncanakan. (Wijaya, 1986). 48 KONSEP ALUR PENELITIAN Kelurahan Kalampangan Paradigma Definisi - Sosial - Ekonomi - Lingkungan Data primer (Stakfed random sampling) Data sekunder (instansi bebas) Petani Sayuran Konsep Penelitian Kemampuan petani berkelanjutan - Sawi Kacang panjang Terung Kangkung Bayam Paradigma Fakta - Sosial - Ekonomi - Lingkungan - Pembahasan lingkungan biofisik - Pembahasan lingkungan sosial ekonomi yang lebih baik Dengan tindakan Terjadi pembahasan lebih baik Kualitas kehidupan sosial - Kepedulian individu (KI) - Partisipasi masyarakat Kualitas kehidupan ekonomi - Peningkatan pendapatan Soal Kontribusi usahatani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan Gambar 2. Konsep Alur Penelitian 49 Kualitas lingkungan alam - Konservasi tanah, air Hipotesis Penelitian ……………… sesuaikan dengan pertanyaan penelitiannya……….. 1. Luas tanaman sayuran di kelurahan Kalampangan, kecamatan Sebangau kota Palangka Raya dipengaruhi oleh, jumlah petani sayuran. 2. Produktivitas usaha tani sayuran di kelurahan Kalampangan, kecamatan Sebangau kota Palangka Raya dipengaruhi oleh luas tanaman sayuran. 3. Pendapatan usahatani sayuran di kelurahan Kalampangan kecamatan Sebangau kota Palangka Raya dipengaruhi oleh produktivitas sayuran. 4. Perubahan faktor sosial dan ekonomi petani dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan. 5. Perubahan faktor sosial dan ekonomi petani sayuran lebih layak secara finansial bila terjadi interaksi dan partisipasi dengan lingkungan alam dan melestarikan konservasi tanah dan air. Sehingga petani sayuran berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan. 50 3.3. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel yang amat membantu peneliti atau semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Pada penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian maka fokus kajiannya meliputi: 1. Mengkaji kontribusi petani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan, di kelurahan Kalampangan kecamatan Sebangau kota Palangka Raya. 2. Mengkaji pengaruh perubahan sosial-ekonomi petani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan. 3. Mengkaji perubahan lingkungan biofisik lingkungan yaitu konservasi tanah dan air sebagai akibat usaha tani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan. Mengkaji perubahan lingkungan sosial petani berbasis tanaman sayuran yang meliputi aspek sosial yaitu : partisipasi masyarakat (PM) dan kepedulian individu (KI) dan mengkaji aspek ekonomi yang meliputi pendapatan petani sayuran sebagai akibat usaha tani sayuran. Mengkaji perubahan lingkungan biofisik akibat usaha tani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan, yaitu mengkaji interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya, apakah pengaruh teknologi bagi kelestarian sumber daya alam atau teknologi yang menghabiskan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, teknologi yang seperti ini 51 membuat alam makin kehilangan kelestariannya, tetapi ada juga teknologi yang menghasilkan sumber daya alam pengganti yang habis. Kajian ke 3 (tiga) aspek tersebut dijabarkan pada indikator-indikator sebagai berikut : a. Pembahasan sosial ekonomi dari masyarakat yang berusaha tani sayuran dapat berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan, dengan mengkaji : a. Interprestasi dari faktor-faktor sosial ekonomi petani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan. b. Persepsi dan tindakan dari petani sayuran terhadap lingkungan alam sebagai akibat usaha tani diharapkan lebih baik, sehingga usaha tani berlanjut dengan sistem pertanian yang berkelanjutan. Kontribusi usahatani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan dalam waktu yang panjang maka sangat perlu mengkaji petani supaya mengelola sumber daya alam, yaitu dengan cara : 1. Sumber daya alam harus dikelola untuk mendapatkan manfaat yang maksimal, tetapi pengelolaan sumber daya alam harus diusahakan agar produktivitas tetap berkelanjutan. 2. Eksploitasi harus di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi sumber daya alam. 3. Kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat lestari dan berkelanjutan dengan menambah pengertian sikap serasi dengan lingkungannya. 52 3.4. Kerangka Analisis …………………….. 3.5.Kerangka Operasional Penelitian ………………………. 53 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendekatan dan Tahapan Penelitian (masukkan ke 3.5.) Berdasarkan jenis Penelitian maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud membuat pemeriaan (pencandraan) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Sedangkan pendekatan metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah Pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Menyebutnya sebagai mixed methodology atau kajian model campuran sebagai kajian yang merupakan produk paradigms pragmatic dengan memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam perbedaan tahap-tahap proses penelitian. Penerapan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus adalah salah satu wujud evolusi dan perkembangan metodologi penelitian dengan memanfaatkan kekuatan kedua pendekatan tersebut. Pencampuran yang dimaksud dalam penelitian ini terkait indikator penelitian yang dikaji yang memang mengharuskan adanya Pendekatan yang berbeda agar diperoleh kedalaman hasil penelitian: Jadi penggabungan dimaksud adalah penggabungan dua jenis data yang berbeda dan menghubungkan dua tahap penelitian yang berbeda. Kedua jenis metode penelitian tersebut dapat digabung dan digunakan secara efektif dalam penelitian yang sama. Pembahasan hasil analisis penelitian kuantitatif akan dapat lebih mendalam dan tidak kering jika disubstitusi oleh hasil analisis penelitian kualitatif. 54 Kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus jugs merupakan penggabungan penjelasan tentang suatu gejala atau fenomena penelitian yang diberikan secara emik (emic) dan etik (etic). Penjelasan tentang suatu gejala atau fenomena dalam penelitian dapat diberikan secara emik (emic). Penjelasan emik dimaksudkan untuk dapat mengungkapkan apa yang dipikirkan, diketahui, dilakukan, diharapkan oleh informan sesuai apa yang disampaikan informan sendiri (native's point of view). Beberapa karakteristik pendekatan emik adalah (1) metode utama adalah wawancara mendalam (indepth interview) dengan bahasa lokal;, (2) maksudnya adalah untuk mencari kategori-kategori makna (the categories of meanings), sedekat mungkin dengan cara-cara orang lokal mendefinisikan sesuatu; (3) definisi-definisi makna oleh orang lokal dan sistem ide mereka dilihat sebagai penjelasan penting dari perilakunya . Pendekatan emik memungkinkan suatu ide atau perilaku informan dikaitkan dengan konteks-nya (context-bound). Disamping pendekatan emik, penelitian ini juga menggunakan pendekatan etik (etic). Penjelasan etik adalah suatu penjelasan tentang gejala atau fenomena yang diberikan oleh peneliti berdasarkan pengamatan dan pemahamannya. Beberapa karakteristik pendekatan etik adalah (1) metode utamanya adalah observasi terhadap perilaku; (2) maksudnya adalah untuk mencari poly perilaku sebagaimana didefinisikan oleh peneliti; (3) sistem dan pola-pola didefinisikan' melalui analisis peristiwa dan tindakan (evenis and actions) secara kuantitatif. Penjelasan etik dalam kasus penelitian ini terutama digunakan untuk menilai kondisi sumberdaya alam. Penjelasan etik ini dimaksudkan sebagai perbandingan dengan penjelasan emik yang diberikan oleh 55 informan, artinya penjelasan etik inipun dikonfirmasikan dengan penjelasan emik. Dengan demikian terjadi saling silang (cross check) antar dua penjelasan. Melalui pengkombinasian ini diharapkan dapat diraih keleluasaan kajian dan kedalaman analisisnya. 56 4.1. Lokasi Penelitian Berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan, yaitu melalui observasi pendahuluan terhadap rencana lokasi (situs) penelitian tahapan-tahapan penentuan lokasi penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Menentukan desa yang intensitas kegiatan pertanian sangat intensif sehingga dari 5 kecamatan di kota Palangka Raya terpilih kelurahan Kalampangan di kecamatan Sebangau yang dilihat dari segi potensi dan luasan kawasan usaha pertanian, khususnya tanaman sayuran. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelurahan Kalampangan merupakan sentral produksi tanaman sayuran yang ada di kota Palangka Raya, sedangkan kelurahan lainnya merupakan penghasil untuk jenis tanaman perkebunan seperti tanaman karet dan kelapa sawit. 2. Selanjutnya dalam penentuan desa yang akan menjadi lokasi penelitian. Peneliti melakukan identifikasi melalui peta terhadap desa atau kelurahan yang menjadi sentral produksi sayuran di antara 6 (enam) desa yang ada di kecamatan Sebangau kota Palangka Raya, kecamatan Sebangau terdiri dari 6 (enam) kelurahan yaitu : 1. kelurahan Danau Tundai; 2. kelurahan Kameloh Baru; 3. kelurahan Bereng Bengkel; 4. kelurahan Kalampangan; 5. Kelurahan Kereng Bengkirai; 6. kelurahan Sabaru. 3. Sebelum melakukan pemilihan petani sample, terlebih dahulu mengidentifikasi lokasi petani yang melakukan kegiatan usahatani sayuran di kecamatan Sebangau kota Palangka Raya. 57 4. Berdasarkan tahap-tahap penentuan lokasi penelitian seperti ini, maka diharapkan informasi mengenai kontribusi usahatani sayuran terhadap pertanian berkelanjutan dapat terpenuhi untuk mencapai tujuan penelitian. 4.2. Populasi, Sampel Responden dan Nara-sumber 4.2.1. Populasi Populasi adalah universum, dimana universum tersebut dapat berupa orang, benda atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Danim, 2007 : 87 : Mantra, 2004 : 96) populasi dapat juga didefinisikan semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas (Usman dan Purnomo : 2006 : 42). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, sedangkan satuan subjek yang akan dijadikan populasi penelitian atau yang akan dianalisis disebut sebagai unit analisis (Idrus, 2009 : 95). Populasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu populasi target dan populasi survei. Populasi target adalah seluruh unit populasi sedangkan populasi survei adalah sub unit dari populasi target yang selanjutnya menjadi sampel penelitian (I. Made Wirantha, 2006 : 87). Penelitian (Danim, 2007:87) atau menurut istilah Mantra ( 2004:96) populasi sampling dan populasi sasaran. Sampel sebagai sub-unit dari populasi adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar kemewakilannya. Malo (1986) seperti yang dikutip Danim (2007:87) menyatakan bahwa dalam 58 menentukan populasi peneliti harus mendefinisikannya menjadi empat kategori yaitu (1) isi, (2) satuan, (3) cakupan, dan (4) waktu. 4.2.2. Sampel Responden Sampel sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi harus diambil secara representatif (mewakili) agar kesimpulan yang diambil bisa mewakili keseluruhan populasi (Sugiyono, 2011:81). Kepentingan pengambilan sampel responder disini untuk pendekatan kuantitatif dari penelitian ini. Penentuan besarnya sampel sendiri dari beragam buku metodologi penelitian batasannya tidak terlalu ketat bahkan tidak banyak dikemukakan formula khusus. Dalam pengambilan sampel ideal yang penting terpenuhi kriteria generalisasi yang tepat, batasan yang tegas tentang sifat populasi, sumber informasi dapat memberi petunjuk tentang karakteristik suatu populasi, teknik sampling dan besaran sampling yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel penelitian ideal haruslah dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti, dapat menentukan presesi (tingkat ketepatan, sederhana agar mudah diterapkan, dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya. 59 4.2.3. Nara sumber Untuk kepentingan pendekatan kualitatif informasi data diperoleh dari informasi kunci melalui wawancara mendalam. Jumlah informan untuk kegiatan wawancara mendalam menyesuaikan kondisi di lapangan dengan penentuan sample. Wawancara dianggap cukup apabila telah didapatkan data yang mampu menjawab pertanyaan penelitian yang dikemukakan, informan hendaknya selalu cukup waktu untuk diwawancarai dan seorang informan hendaknya non analitik. Perspektif informan tentang lingkungan alam hendaknya berasal dari perspektif orang dalam. Maka menurut peneliti informan kunci adalah individu atau warga masyarakat yang paling lama menetap di lokasi penelitian sehingga terlibat langsung dalam dinamika perubahan sosial ekonomi petani sayuran dan pelestarian lingkungan alam. Informan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik dan optimal mengenai perubahan lingkungan yang berdampak terhadap pertanian berkelanjutan, karena wawancara bersifat terbuka maka diharapkan informan kunci bersikap jujur, suka berbicara dan patuh pada kesepakatan yang dilakukan sesuai tujuan penelitian. 4.3. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan cara wawancara terstruktur, kuesioner (angket) dan observasi non partisipan. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal lain secara mendalam dari responden karena jumlah respondennya 60 kecil/sedikit. Wawancara bisa dilakukan secara terstruktur berupa pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya sudah ada. Wawancara ini diterapkan karena peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya dengan diberikan langsung kepada responden. Sedangkan observasi merupakan proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Observasi tidak terbatas pada manusia tapi juga pada obyek-obyek alam. Teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan cara trianggulasi yaitu penggabungan observasi partisipatif, wawancara mendalam (tidak terstruktur, wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara) dan dokumentasi. Metode ini merupakan proses pengumpulan data yang sekaligus dapat menguji kredebilitas data dengan teknik pengumpulan data dan berbagai somber data. Wawancara mendalam (in depth-interview) dengan menggunakan wawancara tak-terstruktur, yaitu bahan wawancara tidak ketat, menyesuaikan dengan situasi dan dialog yang ada antara informan kunci/subyek dengan peneliti (Creswell, 1994:149) atau wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya Wawancara tak-terstruktur yang digunakan ada dua jenis yaitu (a) wawancara yang berfokus (focused interview), (b) wawancara bebas (free interview). Peneliti akan memakai kedua jenis wawancara tak-terstruktur ini, karena dengan 61 menggunakan dua hal tersebut peneliti dapat lebih mudah dalam melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) kepada informan kunci. Observasi partisipasi (participant as observer) adalah metode observasi yang digunakan untuk dapat memahami realitas intrasubjektive dan intersubjektive dari tindakan sosial dan interaksi sosial. Observasi partisipasi merupakan kegiatan penelitian dengan mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisifasi dalam aktivitas mereka. Metode observasi amat penting, terutama jika penelitian dilakukan terhadap masyarakat yang masih belum terbiasa untuk mengutarakan perasaannya, gagasan maupun pengetahuannya. Dengan cara observasi partisipasi, peneliti telah dapat memahami dan menyelami pola pikir dan pola kehidupan masyarakat yang diteliti. Observasi ini telah menghasilkan catatan berupa: (a) Catatan lapangan (field notes) deskriptif, yaitu diskripsi peneliti tentang situasi disekitar informan kunci dan subyek, baik itu aktivitas yang sedang dilakukannya, lingkungan disekelilingnya dan juga dialog yang dilakukan informan kunci dan subyek secara alamiah; (b) Foto yaitu gambaran situasi dan aktivitas informan kunci dan subyek dan anggota masyarakat terkait lainnya. Metode ini dapat merekam dimensi makroskopik dan mikroskopik yang dimulai dari kehidupan aktor sebagai suatu keseluruhan sampai pada tindakan sosial yang dilakukannya. Pengumpulan data dari dokumen dan catatan serta gambar-gambar yang terkait dengan peraturan, kebijakan dan dokumentasi kependudukan. 62 4.4. Uji Validitas-Reliabilitas dan Keabsahan Data Karena pendekatan penelitian ini menggunakan cara mencampur metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, make untuk mencapai derajat keilmiahan hasil penelitian, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas untuk pendekatan penelitian kuantitatif. Sedangkan untuk pendekatan penelitian kualitatif, peneliti melakukan uji keabsahan data. 4.5. Analisis Data Analisis data menurut Singarimbun dan Sofian (ed) (1995.:263) adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini karena menggunakan dua metode yaitu kuantitatif dan kualitatif maka analisis datanya juga masing-masing menggunakan kaidah dua metode tersebut. Pada metode penelitian kuantitatif akan menggunakan analisis data dengan mengacu pada pendapat Idrus (2009:163-164) dengan sistem 3 langkah analisis data kuantitatif, yaitu sebagai berikut: 1. Persiapan Kegiatan pada langkah persiapan adalah sebagai berikut: a. Pengecekan identitas responden sesuai dengan informasi yang diharapkan. b. Pengecekan kelengkapan data yang diterima terkait dengan jumlah dan isi, instrument yang ada. c. Pengecekan jawaban responder terhadap variabel-variabel utama. Pada langkah persiapan ini ada proses reduksi data sehingga hanya data yang akan dipakai yang dipertahankan untuk selanjutnya dianalisis. 63 2. Tabulasi Kegiatan tabulasi adalah kegiatan memasukan data dalam tabel-tabel yang telah dibuat, yaitu menghitung frekuensi dan jumlah dan mengatur angka-angka untuk dianalisis. Kegiatan tabulasi meliputi kegiatan skoring atau pemberian skor pada jawaban atau opsi yang ada dalam instrument kegiatan koding yaitu pemberian kode-kode tertentu dengan maksud untuk membedakan item-item jawaban atau pernyataan dalam instrument yang kegunaannya hanya untuk peneliti. 3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian Pada tahap ini sebagian data penelitian akan didekati dengan pendekatan rumus-rumus matematis sederhana. Karena penelitian kuantitatif ini bersifat deskriptif maka analisisnya juga bersifat deskriptif dalam bentuk analisis statistik deskriptif. Chadwick,dkk (1991) dalam kutipan ldrus (2009:164) menyatakan bahwa mode, median, mean, persentase dan deviasi disebut statistik deskriptif. Matra dalam menganalisis data dengan menggunakan statistik deskriptif formula yang digunakan adalah mencakup keseluruhan atau setidaknya terdiri dari mode (digunakan untuk mencari kecenderungan), mean (rata-rata), persentase (jumlah/frekuensi), dan standard deviasi untuk pengelompokan variabel yang diteliti misalnya tinggi, sedang,rendah atau setuju, tidak berpendapat, tidak setuju. ……………… analisis statistikanya mana? ……….. 64 DAFTAR PUSTAKA A.T. Mosher. 1973. Membangun dan Menggerakkan Pertanian, Yogyakarta. Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. PP. 235. Denim, Sudarwan, 2007. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Bumi Aksara. Jakarta. PP. 235. Furchan, Arief 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Usaha Nasional, Surabaya, PP. 425. Gama, Judistira K. 1992. Teori – Teori Perubahan Sosial. Program Pasca Sarjana Universitas Pajajaran, Bandung. PP. 123. I Made Wirartha. 2006. Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta. Iskandar Andi Nuhung, Membangun Pertanian Masa Depan (2003) Penerbit CV. Aneka Ilmu Demak. Santoso Budi, 1999. Ilmu Lingkungan Industri. Universitas Gunadarama, Jakarta. Usman Rianise, Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Teori dan Aplikasi. Bandung http://ponorogozone.com/pecinta.alam/konservasi-sumberdaya-alam/ http://welyaterforum.wordpress.com/2011/10/23/karakteristikekologis.sumberday alam/ 65 LAMPIRAN Peta Wilayah Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya 66 Peta Administrasi Kecamatan Sebangau 67 Peta Kota Palangka Raya 68 DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN DISERTASI Kontribusi Usahatani Sayuran Terhadap Pertanian Berkelanjutan, di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya Oleh : REVI SUNARYATI Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Pertanian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Brawijaya A. Identitas Responden 1. Nama : ………………………………… 2. Umur : ……. tahun 3. Jenis Kelamin : L/P 4. Pendidikan : SD : ……… tahun SMP : ……… tahun SMA : ……… tahun Perguruan Tinggi : ……… tahun 5. Pekerjaan Pokok : Petani Sayuran 6. Pekerjaan Sampingan : ………………………………… 7. Tanggungan Keluarga : ………………………………… 8. Lama Usahatani Sayuran : ……… tahun B. Faktor Sosial 1. Suasana kelompok petani sayuran Ket : SS = Sangat Sering; S = Sering; K = Kadang; J = Jarang; TP = Tidak Pernah No Pernyataan Jawaban 1. Apakah anggota kelompok suka memberikan ide-ide baru, berinisiatif diskusi, mengusulkan kegiatan, mencari solusi pemecahan masalah 69 SS S K J TP 2. Apakah anggota kelompok suka mencari informasi, SS S K J TP SS S K J TP SS S K J TP SS S K J TP data, fakta, bertanya kepada para ahli guna disampaikan kepada kelompok 3. Apakah anggota kelompok suka memberikan informasi, fakta, atau pengalaman yang berguna untuk pengambilan keputusan di dalam kelompok 4. Apakah anggota kelompok suka memberikan penilaian/evaluasi terhadap kinerja kelompok 5. Apakah anggota kelompok suka menyatukan berbagai pendapat, isu, alternatif-alternatif guna mempertimbangkan sebelum pengambilan keputusan C. Faktor Ekonomi 1. Pemenuhan kebutuhan akan pangan 2. Pemenuhan kebutuhan akan pakaian 3. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan Ket : ST = Sangat Terpenuhi; T = Terpenuhi; KT = Kadang Terpenuhi; JT = Jarang Terpenuhi; No TT = Tidak Terpenuhi Pernyataan Jawaban 1. Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan pangan? ST T KT JT TT 2. Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan pakaian? ST T KT JT TT 3. Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan perumahan? ST T KT JT TT D. Penerapan Konservasi Tanah dan Air Ket : SS = Sangat Setuju; S = Setuju; R = Ragu-ragu; TS = Tidak Setuju; STS = Sangat Tidak Setuju No 1. Pernyataan Jawaban Apakah Bapak/Ibu melakukan pergiliran tanaman semusim? 70 SS S R TS STS 2. Apakah Bapak/Ibu melakukan pemupukan SS S R TS STS menggunakan pupuk kandang? 3. Apakah Bapak/Ibu melakukan pencegahan erosi? SS S R TS STS 4. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengolahan tanah SS S R TS STS SS S R TS STS menyilang lereng? 5. Apakah Bapak/Ibu melakukan penanaman rumput pada SPA? Pertanyaan kepada responden (petani sayuran). Apakah melakukan keseluruhan 5 (lima) kegiatan konservasi tanah dan air, tersedia 5 (lima) jawaban. Ket : SLM = Selalu melakukan; SM = Sering; KM = Kadang; J = Jarang; TP = Tidak Pernah E. Tingkat Adopsi Inovasi Usahatani Sayuran No Komponen Faktor Penentu Bobot 1 2 3 I Tingkat Adopsi Inovasi Usahatani Sayuran 1. Pola Tanam 1.1. Pola tanam per tahun 1.1.1 Sesuai anjuran (0-100) 1.1.2. Tidak sesuai anjuran 1.1.3. Tidak ada pola tanam 1.2. Intensitas Pertanaman 1.2.1. 200 - 300% 1.2.2. 100 - 200% 1.2.3. 100% 2. Pengolahan Tanah (0-100) 2.1 Cara pengolahan tanah (alat yang dipakai, berapa kali) 2.1.1. Sesuai anjuran 71 2.1.2. Tidak sesuai anjuran 2.1.3. Tidak ada pola tanam 2.2. Kedalaman pengolahan tanah 2.2.1. Sesuai anjuran 2.2.2 Tidak sesuai anjuran 2.2.3 Tidak ada pola tanam 2.3. Pengaturan air di petakan sawah 2.3.1. Diatur sesuai anjuran 2.3.2. Diatur tidak sesuai anjuran 2.3.3. Tidak ada pengaturan air 3. Benih (0-150) 3.1 Varietas benih 3.1.1 VUTW/VUB 3.1.2 Varietas unggul Nasional 3.1.3 Varietas unggul Lokal 3.2. Mutu benih 3.2.1 Baik (berlabel) 3.2.2 Kurang baik (tidak berlabel) 3.2.3 Asal saja (tidak memperhatikan mutu) 3.3. Penggantian benih 3.3.1 Sesuai anjuran 3.3.2 Tidak sesuai anjuran 3.3.3 Tidak ada pengantian benih 3.4. Jumlah benih yang digunakan 3.4.1 Sesuai anjuran 3.4.2 Tidak sesuai anjuran 72 4. Pergiliran Varietas (0-75) 4.1. Antar musim 4.1.1 Sesuai anjuran 4.1.2 Tidak sesuai anjuran 4.1.3 Tidak ada pergiliran varietas antar musim 4.2. Tertib tanam untuk varietas yang sama 4.2.1 Tanam serentak (< 1 minggu) 4.2.2 Tanam serentak (> 1 minggu sampai dengan < 2 minggu) 4.2.3 Tanam tidak serentak 4.3. Waktu tanam (waktu tanam berdasarkan umur tanaman, untuk keserempakan panen) 4.3.1 Sesuai dengan anjuran 4.3.2 Tidak sesuai dengan anjuran 5. Jarak Tanam (0-75) 5.1. Populasi tanaman per Ha. 5.1.1 Sesuai anjuran (sama dengan 200.000 rumpun) 5.1.2 Tidak sesuai anjuran (lebih besar dari 200.000 rumpun) 5.1.3 Tidak sesuai anjuran (kurang dari 200.000 rumpun) 6. Pemupukan Berimbang 6.1. Jenis/macamnya pupuk 6.1.1 Sesuai anjuran 6.1.2 Tidak sesuai anjuran 6.1.3 Tidak dipupuk 6.2. Takaran/dosis pupuk 6.2.1 Sesuai anjuran 6.2.2 Tidak sesuai anjuran 6.2.3 Tidak dipupuk (0-150) 73 7. 7.1. Pengendalian Jasad Penganggu (0-100) Pelaksanaan pengamatan 7.1.1. Pengamatan dilaksanakan sesuai anjuran 7.1.2. Dilaksanakan tidak sesuai anjuran 7.1.3. Tidak ada pengamatan 7.2. Pelaksanaan pengendalian 7.2.1 Sesuai anjuran 7.2.2 Tidak sesuai anjuran 7.2.3 Tidak ada pengendalian 7.3. Penggunaan pestisida sebagai upaya preventif 7.3.1. Sesuai anjuran 7.3.2. Tidak sesuai anjuran 7.4. Penggunaan pestisida sebagai upaya kuratif 7.4.1. Sesuai anjuran 7.4.2. Tidak sesuai anjuran 8. Tata Guna Air di Tingkat Usahatani 8.1. Waktu pemberian air 8.1.1 Sesuai anjuran 8.1.2 Tidak sesuai anjuran 8.1.3 Tidak diari 8.2. Cara pemberian air 8.2.1 Sesuai anjuran 8.2.2 Tidak sesuai anjuran 8.2.3 Tidak ada pengairan 8.3. Waktu pengeringan air 8.3.1. Sesuai dengan anjuran (pengeringan sawah dilakukan 15 hari 74 (0-75) sebelum panen) 8.3.2. Tidak sesuai dengan anjuran (pengeringan sawah dilakukan lebih/kurang dari 15 hari sebelum panen) 8.3.3. Tidak ada pengeringan 9. Pasca Panen 9.2. Cara/alat panen 9.2.1 Dengan sabit/gerigi tajam 9.2.2. Dengan sabit kurang tajam 9.2.3. Dengan ani-ani 9.4. Waktu perontokan 9.4.1. Segera setelah panen 9.4.2. Menunda perontokan karena waktu, cuaca dan tenaga yang tersedia 9.4.3. Menunda perontokan tanpa alasan 9.5. Cara perontokan 9.5.1 Sesuai anjuran 9.5.2. Tidak sesuai anjuran 9.5.3. Tidak ada perontokan Bobot > 70% = baik 40% > 70% = sedang < 40 % = jelek 75 Identitas Petani Sayuran di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Nama Responden Umur (tahun) Pekerjaan Pokok Sampingan 1 Pendidikan Tanggungan Lama Usaha (tahun) 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Sumber : Data Primer yang diolah, 2012 2 Perincian Pendapatan Usahatani Sayuran di Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Penerimaan Total Biaya Pendapatan 3 RCR 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 4 46 47 48 49 50 Jumlah Rata-rata I = TR – TC I = Income (pendapatan) = Rp. RCR = Revenue Cost Ratio menggambarkan tingkat efisien usahatani. Semakin tinggi nilai RCR > 1 berarti usahatani TR = Total Revenue (penerimaan total) sayuran menguntungkan; RCR < 1 = Rugi; RCR = 1 = TC = Total cost (biaya total) impas 5