8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Pendidikan
Pendidikan mengandung arti sebagai suatu konsep tentang kehidupan
manusia baik disadari atau tidak disadari bahwa manusia telah melaksanakan
pendidikan mulai dari keberadaan manusia pada zaman primitif sampai zaman
modern (masa kini), Seperti yang dinyatakan Nanang (2014: 27), pendidikan
adalah usaha sadar yang dilakukan individu/kelompok tertentu melalui kegiatan
pengajaran/pelatihan, yang berlangsung sepanjang hidup diberbagai lingkungan
belajar dalam rangka mempersiapkan manusia agar memainkan peran secara
tepat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Pendidikan dapat
diartikan sebagai berikut:
“Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, proses, perbuatan, dan cara mendidik”.
Ki Hajar Dewantara dalam Nanang (2014: 23), sebagai Tokoh
Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidikan Nasional
yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang
merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut:
“Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek
dan tubuh anak); dalam Taman Peserta didik tidak boleh dipisahpisahkan
bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup,
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan
dunianya”.
Hakikat pendidikan harus ada pada lembaga pendidikan (pendidikan
sekolah dan luar sekolah, tidak terbatas pada jenjang tertentu dan jenis kegiatan
tertentu. Pendidikan mampu menciptakan, berkaya, berbudi baik diri bagi
kehidupan. Pendidikan harus ada pada semua bidang keilmuan.
8
9
Berdasarkan definisi pendidikan , menurut Tirtarahardja Da La Sulo
dalam Nanang (2014 :23), semua jenis pendidikan mengandung unsur unsur
sebagai berikut: (1) Peserta didik, (2) Pendidik, (3) Interaktif edukatif (3) Tujuan
Pendidikan (4) Materi Pendidikan (5) Metode Pendidikan (6) Lingkungan
Pendidikan.
Pendidikan mepunyai tujuan, dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (UURI) Nomer 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan
pasal 26 disebutkan pendidikan bertujuan sebagai berikut: (1) Kecerdasan, (2)
pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5) ketrampilan untuk hidup
mandiri, dan (6) mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Menurut Purwanto (2014: 53-54) tujuan pendidikan merupakan
perubahan perilaku yang direncanakan dapat dicapat melalui hasil belajar
mengajar. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari proses belajar mengajar
sesuai dengan tujuan pendidikan.
2. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
a. Hakikat Karakter
Istilah karakter sering dihubungkan dengan istilah akhlak, etika,
moral, atau nilai. Karakter juga sering dikaitkan dengan masalah kepribadian,
atau paling tidak ada hubungan yang cukup erat antara karakter dengan
kepribadian seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dangan yang lainnya.
Menurut Suyanto dalam (Zubaedi, 2011: 11) karakter adalah cara
berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan
sikap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dia buat.
10
Menurut Gunawan (2014:2-3) bahwa karater merupakan perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Orang yang berperilaku mulia
sesuai dengan norma norma disebut berkarakter mulia.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
karakter adalah suatu kebribadian membentuk jadi diri seseorang
yang
berisikan akhlak, etika, moral, atau nilai
b. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan
keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik & mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar apa
yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya sekadar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu,
pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang
baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik
(moral knowing), perasaan yang baik (moral feeling) dan perilaku yang baik
(moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap
hidup peserta didik. (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 5-6)
Definisi pendidikan karakter dikemukakan oleh Elkind dan Sweet dalam
(Heri, 2014, 23-24),
“Character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values. When we
think about the kind of character we want them to be able to judge
what is right, care deeply about what is right, and then do what they
11
belive to be right, even in the face of pressure from without and
temptation from within”.
Artinya: pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk
membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai atis/susila.
Dimana kita berfikir tentang macam macam karakter yang diinginkan untuk
anak kita, ini jelas bahwa kita ingin meraka mampu untuk menilai apa itu
kebenaran, sangat peduli tentang apa itu kebenaran/ hak hak, dan kemudian
melakukan apa yang mereka percaya menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam
menghada tekanan dari tanpa dan dalam godaan.
Pendidikan karater adalah segala sesuatu yang dilakukan guru untuk
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara
guru berbicara atau menyampaiakan meteri, bagaimana guru bertoleransi, dan
berbagai hal lainya.
Dari penjelasan di atas pendidikan karakter merupakan suatu tindakan
pemberian contoh sifat-sifat positif yang dilakukan seorang pendidik yang
berpengaruh terhadap kondisi perilaku peserta didik yang diajarkan. Adapun
penelitian Agboola dan Tsai (2012), Penelitian ini menjelaskan bahwa
pendidikan karakter bukan sebagai slogan pada suatu usaha sekolah untuk
menjadikan peserta didik memiliki perilaku yang baik. Akan tetapi,
penanaman karakter yang baik dalam proses pembelajaran akan melatih
peserta didik berbuat baik dan mampu mengaktualisasikan pendidikan moral.
Sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas, maka proses penerapan
pendidikan karakter akan menjadi acuan dalam penelitian yang akan
dilaksanakan.
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 7) tujuan dan fungsi
pendidikan karakter, sebagai berikut:
12
1) Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah mengembangkan nilai-nilai
yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (a)
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (b) membangun bangsa yang
berkarakter Pancasila; (c) mengembangkan potensi warga negara agar
memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta
mencintai umat manusia.
2) Fungsi Pendidikan Karakter
Fungsi pendidikan karakter yakni (1) membangun kehidupan
kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang
cerdas,
berbudaya
luhur,
dan
mampu
berkontribusi
terhadap
pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi
dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta
keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai,
kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain
dalam suatu harmoni.
Kementerian Pendidikan Nasional (2011: 8) merilis beberapa nilainilai pendidikan karakter dalam pembelajaran sebagai berikut:
1) Religious
10) Semangat kebangsaan
2) Jujur
11) Cinta tanah air
3) Toleransi
12) Menghargai prestasi
4) Disiplin
13) Bersahabat atau komunikatif
5) Kerja keras
14) Cinta damai
6) Kreatif
15) Gemar membaca
7) Mandiri
16) Peduli lingkungan
8) Demokratis
17) Peduli sosial
9) Rasa ingin tahu
18) Tanggung jawab
13
Dalam pelaksanaan penelitian nanti akan menggunakan lima nilai
pendidikan karakter yang telah dirumuskan. Hal ini berkenaan dengan
pemakaian model pembelajaran yang akan diterapkan dan proses
pembelajaran yang berlangsung. Sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Berikut empat nilai pendidikan karakter yang akan
diterapkan sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran,
antara lain:
1) Kedisiplinan
Kata disiplin berasal dari kata discare, yang bermakna belajar. Memunculkan
kata berupa discipline, yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dari arti kata
disiplin yang kemudian menjadi kata kedisiplinan dapat diartikan sebagai
proses pengembangan diri untuk menjadikan pribadi yang patuh dan
berperilaku tertib pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Kementerian Pendidikan Nasional (Gunawan, 2014: 33) Kedisplinan
merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
2) Kejujuran
Kementerian Pendidikan Nasional (Gunawan, 2014: 33) kejujuran yakni
perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
baik terhadap diri dan pihak lain.
3) Kerjasama
Kerja sama berasal dari dua kata yaitu kerja dan sama. Dari dua kata
tersebut berarti proses bekerja bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu
untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tatanan kerja sama yang baik
maka harus ada komunikasi yang baik antara dua orang yang berkerja
sama atau lebih.
14
Menurut Zubaedi (2013: 215) kerjasama sangat diperlukan dalam
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa
untuk saling membantu antara satu dengan yang lain
4) Tanggung jawab
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Kementerian Pendidikan Nasional (Gunawan, 2014: 33) Tanggung Jawab
adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan YME.
Menurut penelitian Alfian (2013: 101) yang berjudul Penerapan
Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Kompetensi Kejuruhan kelas XI
Teknik Kendaraan Ringan Melalui Model Kooperatif tipe Jigsaw Di SMK
Murni 1 Surakarta menggunakan indikator penelitian yaitu kedisiplinan,
tangungjawab, Kerjasama, dan Komunikatif. Adapun penelitian Fatmawati
Nur Hasanah (2012)
penelitian ini menggunakan nilai-nilai pendidikan
karakter antara lain keteguhan hati, pertimbangan yang baik, integritas,
kebaikan hati, ketekunan, penghargaan, tanggung jawab, dan disiplin diri.
Untuk itu, penelitian ini akan menerapkan dua dari delapan nilai-nilai
pendidikan karakter tersebut di atas yaitu tanggung jawab dan disiplin diri
serta akan ditambah dua nilai pendidikan karakter yang lain yaitu komunikatif
dan kerja sama agar sesuai dengan model pembelajaran yang akan diterapkan.
15
3. Hakikat Hasil Belajar
a. Belajar
Menurut Winkel (Purwanto, 2014: 39) belajar adalah aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam ketrampilan dan sikap. Menurut
Purwanto (2014:43) Belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam
diri mahasiswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk
mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Pidarta (2009: 206) belajar adalah perubahan perilaku yang
relatif permananen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan,
pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakan pada pengetahuan lain
serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Menurut Hamalik (2008: 27) belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas dari pada itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan, melainkan pengubahan kelakuan. Selanjutnya
Hamalik (2008:28) mengatakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dari beberapa teori di atas, belajar merupakan proses perubahan
perilaku berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, yang dapat
mengkomunikasikan pada orang lain.
b. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Howard kingsley dalam sudjana (2010: 22) membagi hasil belajar menjadi tiga
macam yaitu: (1) Ketrampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengertian,
(3) Sikap dan cita cita. Masing masing jenis belajar sesuai dengan bahan yang
ditetapkan dalam kurikulum.
Menurut Purwanto (2014: 46) hasil belajar adalah perubahan perilaku
mahasiswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia
16
mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses
belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif
maupun psikomotorik.
Klasifikasi menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2010: 20-23),
sebagai berikut:
1) Ranah Kognitif
Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
2) Ranah Afektif
Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasai dan internalisasi.
3) Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a)
gerakan refleks, (b) ketrampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual,
(d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan ketrampilan kompleks, dan
(f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Hasil belajar dalam penelitian ini hanya pada aspek kognitif.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sari (2013, 11) menyatakan bahwa
pengukuran hasil belajar menggunakan ranah kognitif karena karena
berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi pelajaran dan hasil
berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual.
Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan
untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang
17
diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang mencakup tiga
tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3)
karena materi hanya bisa dibuat dengan pengetahuan (C1), pemahaman (C2),
dan penerapan (C3). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar
siswa pada aspek kognitif adalah tes.
Hasil belajar mempunyai beberapa faktor dari luar dan dalam. Hasil
belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.
Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:
1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas,
peneliti
menggunakan
faktor
eksternal
berupa
penggunaan
model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Mengenai hal ini, dari hasil penelitian
Timur (2014: 47) diperoleh fakta bahwa kelas eksperimen yang
menggunakan metode STAD mempunyai rata-rata nilai hasil belajar yang
lebih tinggi yaitu sebesar apabila dibandingkan dengan kelas kontrol yang
menggunakan metode konvensional dimana rata-rata nilai hasil belajarnya
hanya sebesar.
4. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan .
18
Sementara menurut Slavin (2015: 188) mengemukakan bahwa
pembagian kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan
supaya siswa dapat menciptakan kerja sama yang baik, sebagai proses
menciptakan saling percaya dan saling mendukung. Keragaman siswa dalam
kelompok mempertimbangkan latar belakang siswa berdasarkan prestasi
akademis, jenis kelamin, dan suku.
Menurut Roger dan David Johson (Surprijono, 2015: 77) mengatakan
bahwa tidak semua belajar kelompok dianggap pembelajaran kooperatif.
Untuk mencapai hasil maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif yang harus diterapkan, yakni (1) positive interdependence (saling
ketergantungan positif), (2) personal responsibility (tanggung jawab
perseorangan), (3) face to face promotive interaction (interaksi promotif), (4)
interpersonal skill (komunikasi antar anggota), (5) group processing
(pemrosesan kelompok).
Dalam hal ini penelitian Supriyanto (2011) menyatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kerjasama antar kelompok
sehingga hasil belajar dapat meningkat. Terkait dari temuan penelitian di atas
maka tujuan pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2012: 15-16) adalah
sebagai berikut:
1) Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan
motivasi, aktivitas dan prestasi belajar siswa.
2) Model ini mampu membantu siswa dalam mempelajari materi-materi yang
sulit dan menumbuhkan sikap berpikir kritis.
3) Model pembelajaran kooperatif dirancang khusus untuk mendorong
peserta didik agar dapat bekerja sama dengan teman selama proses
pembelajaran.
Terkait dengan model pembelajaran ini, Suprijono (2015: 84)
menyebutkan enam langkah dalam pembelajaran kooperatif dalam tabel 2.1.
19
Tabel 2.1 Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif
Fase
Indikator
Tingkah Laku Guru
1
Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan
memotivasi siswa
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
2
Menyampaikan informasi
Guru menyampaikan informasi
kepada siswa dengan jalan
mendemonstrasikan atau lewat
bahan bacaan
3
Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa
dalam kelompok-kelompok bagaimana caranya membentuk
belajar
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
4
Membimbing
kelompok Guru membimbing kelompokbekerja dan belajar
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas.
5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan
6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai upaya atau hasil
belajar individu maupun
(Sumber: Suprijono, 2015: 84)
Model Model Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe
menurut Slavin (2009:11-26) ada berbagai macam tipe, yaitu Student TeamsAchievement Division (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II,
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team Assisted
Individualization (TAI), GroupInvestigation, Learning Together, Complex
Instruction, dan Structure Dyadic Methods.
Berdasarkan jenis model pembelajaran kooperatif di atas, penelitian
ini menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
20
b. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
sederhana dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para
guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2015: 143).
Dalam STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang
yang berbeda beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok
yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa menggunakan
presentasi verbal atau teks.
Model pembelajar kooperatif tipe STAD yang dikembangkan oleh
Robert E. Salvin mempunyai jumlah anggota pada setiap kelompok sebaiknya
terdiri dari 4-5 orang. Jumlah anggota yang sedikit dalam setiap kelompok
memudahkan siswa untu berkomunikasi dan bekerja sama dengan teman
sekelompok.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
STAD merupakan model pembentukan kelompok kecil yang beranggotakan 4
atau 5 siswa secara heterogen untuk bekerja sama dan saling membantu dalam
menuntaskan materi.
Menurut Slavin (2015: 143) STAD terdiri dari 5 komponen utama
antara lain:
1) Presentasi Kelas (Class Presentation)
Presentasi kelas (Class presentation) merupakan penyajian materi yang
dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal
atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang
dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk
menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.
2) Kerja Kelompok (Team Works)
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam
kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai
21
kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok
adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat
bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan
semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang
dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa
dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu
mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota
dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan
sendiri teman sekelompoknya.
3) Kuis (Quizzes)
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali
penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus
menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan
memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
4) Peningkatan Nilai Individu (Individual Improvement Score)
Peningkatan nilai individu (individual improvement score) untuk
memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual
dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari
skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretest yang dilakukan oleh
guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
5) Penghargaan Kelompok (Team Recognation)
Penghargaan
Kelompok
(Team
Recognation)
dilakukan
dengan
memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok
selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan
lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama.
Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
22
Menurut Trianto (2007: 52) pembelajaran kooperatif tipe STAD juga
membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan, diantaranya yaitu:
1) Perangkat Pembelajaran
Perangkat Pembelajaran yang meliputi rencana pembelajaran, buku siswa,
lembar kegiatan siswa beserta lembar jawabnya.
2) Membentuk Kelompok Kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam
kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan
kelompok lainnya relatif homogen.
3) Menentukan Skor Awal
Skor awal yang digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan
sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis.
4) Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk juga perlu diatur dengan baik agar tidak
menimbulkan kekacauan yang menimbulkan gagalnya pembelajaran pada
kelas kooperatif.
5) Kerja Kelompok
Latihan kerjasama kelompok perlu diadakan terlebih dahulu untuk lebih
jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
Menurut Slavin langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD
terdiri dari dapat dilihat pada tabel 2.2.
23
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase I
Menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan
tujuan
dan pembelajaran yang ingin dicapai
memotivasi Siswa.
pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Fase II
Menyajikan informasi kepada
Menyajikan atau menyampaikan siswa
dengan
jalan
informasi.
mendemonstrasikan lewat bahan
bacaan.
Fase III
1. Memberikan informasi kepada
Mengorganisasikan siswa dalam
siswa
tentang
prosedur
kelompok-kelompok belajar.
pelaksanaan
pembelajaran
kooperatif tipe STAD
2. Membagi siswa ke dalam
kelompok kelompok belajar
yang terdiri dari 4 orang secara
heteogen.
Fase IV
1. Memberikan tugas kepada
Membimbing kelompok bekerja
masing masing kelompok
dan belajar pada saat mereka 2. Meminta setiap anggota dalam
mengerjakan tugas.
kelompok, anggota yang sudah
mengerti dapat menjelaskan
pada anggota lainya sampai
anggota dalam kelompok itu
mengerti
Fase V
Guru meminta setiap kelompok
Evalusi
untuk membacakan jawaban atas
pertanyaan yang diterima dari
kelompok lain
Fase VI
Memberikan penilaian terhadap
Memberi penghargaan.
hasil kerja kelompok.
Slavin (2015 :17) menjelaskan kelebihan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
1) Murid aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
2) Murid bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
norma-norma kelompok.
24
3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai kekurangan
sebagai berikut:
1) Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai
target kurikulum.
2) Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya
guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan pembelajaran kooperatif.
4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
Dari penjelasan di atas pembelajaran kooperatif tipe STAD
merupakan model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama dalam
kelompok demi tercapainya tujuan pembelajaran yang dicapai pada proses
pembelajaran. Menurut penelitian Sari (2013) penelitian ini menggunakan
metode STAD yang mengedepankan kerjasama kelompok sehingga metode
STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi
dari hasil belajar siswa yang menggunakan metode konvensional.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan hasil belajar dalam kelas. Hasil temuan dari Khan
(2011) dalam jurnal penelitian yang berjudul Effect of Student’s Team
Achievement Division (STAD) on Academic Achievement of Students
menyatakan bahwa penelitian ini mengunakan kelas experimen dan kontrol.
Kelas experimen mengunakan model pembelajaran STAD dan kelas kontrol
mengunkan metode pembelajaran tradisional. Hasil penelitian ini menunjukan
bawah metode STAD menunjukan prestasi belajar siswa yang baik dari pada
menggunakan metode pembelajaran tradisional.
25
5. Model Pembelajaran Konvensional
Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak
digunakan oleh guru adalah model pembelajaran Konvensional. Pembelajaran
Konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut Djamarah (Kholid, 2011:
3) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional
atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode
konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta
pembagian tugas dan latihan. Menurut Freire (Kholid, 2011: 3) metode
konvensional memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu
penyelenggaraan pendidikan dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian
informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal
Dari pendapat para ahli di atas, maka disimpulkan bahwa pembelajaran
Konvensional adalah gaya mengajar guru dalam proses pembelajaran yang hanya
dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi, mengajarkan tentang
konsep-konsep bukan kompetensi dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih
banyak mendengarkan, dalam praktiknya guru hanya ceramah yang diiringi
dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Kholid (2011: 4) sebagai
berikut:
a. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima
pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari
informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
b. Belajar secara individual
c. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
d. Perilaku dibangun atas kebiasaan
e. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
f. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
26
g. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
h. Interaksi di antara siswa kurang
i. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Menurut Kholid (2011: 9) Ada beberapa macam metode yang dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang
cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada siswa
dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Pada metode ini guru
menjadi pemeran utama dalam pembelajaran dimana guru aktif menjelaskan
materi dan siswa menjadi pendengar setia. Metode ini akan berhasil atau tidak
tergantung pembawaan guru dalam menjelaskan materi pembelajaran.
b. Metode Tanya Jawab
Metode ini adalah metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru
bertanya sedangkan siswa menjawab tentang bahan metari yang ingin
diperolehnya. Metode ini laik dipakai bila dilakukan sebagai ulangan pelajaran
yang telah lalu, sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran, untuk
merangsang siswa agar perhatian mereka lebih terpusat pada masalah-masalah
yang sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan proses berfikir siswa.
c. Metode Demostrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan alat
peraga (meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk
memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses
pembuatan tertentu kepada siswa.
Dalam penelitian ini mengguanakan kombinasi dari metode ceramah,
metode tanya jawab, dan metode demostrasi, seperti penelitian Dwi Putri Ervina
Ayu Sari (2013: 20) mengunakan kombinasi metode ceramah, metode tanya
jawab, dan metode demostrasi.
27
Model Pembelajaran konvensional mempunyai keunggulan menurut
Kholid (2011: 4) sebagai berikut:
a. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
b. Menyampaikan informasi dengan cepat.
c. Membangkitkan minat akan informasi.
d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
e. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Menurut Kholid (2011: 4) model pembelajaran konvensional mempunyai
kelemahan sebagai berikut:
a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari.
c. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
d. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
e. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.
6. Pembelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR)
Pembelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) pada
dasarnya merupakan proses untuk mendidik siswa agar memiliki kemampuan
secara praktis maupun teori dalam mempelajari PMKR. Pembelajaran ini bukan
sekadar mengingat kosepnya melainkan mengerti, paham, dan mampu
menerapkan pengetahuannya di dunia nyata.
Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) merupakan mata
pelajaran yang berhubungan dengan perawatan atau pemeliharaan mesin
kendaraan ringan seperti mesin bensin dan mesin diesel. Dalam mata pelajaram
PMKR siswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian, tujuan dan persyaratan
pemeliharaan berkala atau servis kendaraan ringan (bensin dan diesel).
Pembelajaran PMKR terbagi dalam teori dan praktik agar siswa mempunyai
konsep pembelajaran teori yang baik sebagai pengetahuan untuk melakukan
kegiatan praktik.
28
Penelitian ini menggunakan mata pelajaran Pemeliharaan Mesin
Kendaraan Ringan (PMKR) semester IV (genap). Berdasarkan silabus PMKR
yang dipelajari di SMK Pancasila Surakarta. Kompetensi dasar yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu sistem karburator dengan materi fungsi karburator,
prinsip kerja karburator, jenis jenis karburator, kontruksi karburator, dan cara
kerja karburator.
B. Kerangka Berfikir
Pendidikan karakter masih menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pendidik
ditingkat sekolahan. Mengingat dengan perkembangan zaman yang semakin maju
maka diperlukan penanaman pendidikan karakter, guna membangun karakter
manuasia yang sesuai dengan norma-norma kehidupan. Materi pembelajaran yang
berkaitan norma kehidupan perlu dikembangkan dan berkaitan dengan kehiduapan
sehari hari guna menciptakan manusia berkarakter mulia.
Di sekolah yang merupakan salah satu tempat pembentukan karakter peserta
didik, diperlukan adanya contoh tentang keteladanan dari pendidik atau guru.
Keberhasilan pendidikan karakter dicerminkan dari tindakan, tutur kata, sikap yang
dicontohkan oleh pendidik kepada peserta didik. Selain itu, ajakan dan himbauan yang
membangun dapat menjadi alat bantu bagi peserta didik agar mencapai tujuan dari
pendidikan karakter.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik
setelah mengalami kegiatan belajar. Perubahan perilaku tersebut dinyatakan dalam
bentuk konsep penguasaan baik berupa pengetahuan, sikap maupun ketrampilan diri
siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka. Dalam kenyataannya tidak semua siswa
dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Hasil belajar yang kurang maksimal disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya faktor dari dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri. Faktor dari dalam
diri siswa yang menyebabkan hasil belajar rendahnya diantaranya munculnya sifat
malas dalam diri siswa itu sendiri, sifat malas muncul dsebabkan oleh berbagai hal
29
diantaranya sistem pembelajaran yang digunakan oleh guru bersifat monoton, yang
mengakibatkan siswa menjadi pasif, serta kurangnya motivasi dari dalam diri siswa
untuk belajar.
Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) memberi
kesempatan kepada siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Selain itu
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat membantu siswa
dalam memahami mata pelajaran PMKR. Dengan disisipi proses pendidikan karakter
dalam proses pembelajaran menjadi salah satu cara yang efektif guna membangun jati
diri peserta didik. Sehingga harapanya, proses pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) yang dipadukan dengan penerapan pendidikan karakter
dapat menghasilkan peserta didik yang berperilaku terpuji dan mendapatkan nila yang
lebih baik.
Uraian
tersebut
dapat
digambarkan pola
kerangka
berfikir
yang
menggambarkan secara singkat konsep hubungan dalam penelitian disajikan pada
Gambar 2.1.
30
Kondisi Awal
1. Pendidikan Karakter
rendah
2. Hasil belajar rendah
Pretest
Perlakuan
Kelas eksperiment
model STAD
dengen penerapan
Pendidikan karakter
Kelas Kontrol
model konvensional
dengan
penerapan pendidikan
karakter
Pembelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan
Ringan (PMKR)
Posttest
Kondisi Akhir
Terdapat perbedaan
peningkatan hasil balajar siswa
dan pendidikan karakter siswa
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
31
C. Hipotesis Penelitian
Dari uraian kajian pustaka dan kerangka berfikir serta rumusan masalah di
atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu:
1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pendidikan
karakter melalui model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan
konvensional terhadap hasil belajar Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan.
2. Hasil belajar dengan penerapan pendidikan karakter melalui model Student Teams
Achievement Division (STAD) lebih baik dari konvensional pada mata pelajaran
Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR).
Download