BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pendidikan Pendidikan mengandung arti sebagai suatu konsep tentang kehidupan manusia baik disadari atau tidak disadari bahwa manusia telah melaksanakan pendidikan mulai dari keberadaan manusia pada zaman primitif sampai zaman modern (masa kini), Seperti yang dinyatakan Nanang (2014: 27), pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan individu/kelompok tertentu melalui kegiatan pengajaran/pelatihan, yang berlangsung sepanjang hidup diberbagai lingkungan belajar dalam rangka mempersiapkan manusia agar memainkan peran secara tepat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Pendidikan dapat diartikan sebagai berikut: “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, perbuatan, dan cara mendidik”. Ki Hajar Dewantara dalam Nanang (2014: 23), sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidikan Nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut: “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak); dalam Taman Peserta didik tidak boleh dipisahpisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya”. Hakikat pendidikan harus ada pada lembaga pendidikan (pendidikan sekolah dan luar sekolah, tidak terbatas pada jenjang tertentu dan jenis kegiatan tertentu. Pendidikan mampu menciptakan, berkaya, berbudi baik diri bagi kehidupan. Pendidikan harus ada pada semua bidang keilmuan. 8 9 Berdasarkan definisi pendidikan , menurut Tirtarahardja Da La Sulo dalam Nanang (2014 :23), semua jenis pendidikan mengandung unsur unsur sebagai berikut: (1) Peserta didik, (2) Pendidik, (3) Interaktif edukatif (3) Tujuan Pendidikan (4) Materi Pendidikan (5) Metode Pendidikan (6) Lingkungan Pendidikan. Pendidikan mepunyai tujuan, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (UURI) Nomer 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan pasal 26 disebutkan pendidikan bertujuan sebagai berikut: (1) Kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5) ketrampilan untuk hidup mandiri, dan (6) mengikuti pendidikan lebih lanjut. Menurut Purwanto (2014: 53-54) tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku yang direncanakan dapat dicapat melalui hasil belajar mengajar. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. 2. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran a. Hakikat Karakter Istilah karakter sering dihubungkan dengan istilah akhlak, etika, moral, atau nilai. Karakter juga sering dikaitkan dengan masalah kepribadian, atau paling tidak ada hubungan yang cukup erat antara karakter dengan kepribadian seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dangan yang lainnya. Menurut Suyanto dalam (Zubaedi, 2011: 11) karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan sikap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dia buat. 10 Menurut Gunawan (2014:2-3) bahwa karater merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Orang yang berperilaku mulia sesuai dengan norma norma disebut berkarakter mulia. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakter adalah suatu kebribadian membentuk jadi diri seseorang yang berisikan akhlak, etika, moral, atau nilai b. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik. (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 5-6) Definisi pendidikan karakter dikemukakan oleh Elkind dan Sweet dalam (Heri, 2014, 23-24), “Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they 11 belive to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Artinya: pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai atis/susila. Dimana kita berfikir tentang macam macam karakter yang diinginkan untuk anak kita, ini jelas bahwa kita ingin meraka mampu untuk menilai apa itu kebenaran, sangat peduli tentang apa itu kebenaran/ hak hak, dan kemudian melakukan apa yang mereka percaya menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam menghada tekanan dari tanpa dan dalam godaan. Pendidikan karater adalah segala sesuatu yang dilakukan guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaiakan meteri, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal lainya. Dari penjelasan di atas pendidikan karakter merupakan suatu tindakan pemberian contoh sifat-sifat positif yang dilakukan seorang pendidik yang berpengaruh terhadap kondisi perilaku peserta didik yang diajarkan. Adapun penelitian Agboola dan Tsai (2012), Penelitian ini menjelaskan bahwa pendidikan karakter bukan sebagai slogan pada suatu usaha sekolah untuk menjadikan peserta didik memiliki perilaku yang baik. Akan tetapi, penanaman karakter yang baik dalam proses pembelajaran akan melatih peserta didik berbuat baik dan mampu mengaktualisasikan pendidikan moral. Sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas, maka proses penerapan pendidikan karakter akan menjadi acuan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 7) tujuan dan fungsi pendidikan karakter, sebagai berikut: 12 1) Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan pendidikan karakter adalah mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (a) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (b) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (c) mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. 2) Fungsi Pendidikan Karakter Fungsi pendidikan karakter yakni (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni. Kementerian Pendidikan Nasional (2011: 8) merilis beberapa nilainilai pendidikan karakter dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) Religious 10) Semangat kebangsaan 2) Jujur 11) Cinta tanah air 3) Toleransi 12) Menghargai prestasi 4) Disiplin 13) Bersahabat atau komunikatif 5) Kerja keras 14) Cinta damai 6) Kreatif 15) Gemar membaca 7) Mandiri 16) Peduli lingkungan 8) Demokratis 17) Peduli sosial 9) Rasa ingin tahu 18) Tanggung jawab 13 Dalam pelaksanaan penelitian nanti akan menggunakan lima nilai pendidikan karakter yang telah dirumuskan. Hal ini berkenaan dengan pemakaian model pembelajaran yang akan diterapkan dan proses pembelajaran yang berlangsung. Sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berikut empat nilai pendidikan karakter yang akan diterapkan sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran, antara lain: 1) Kedisiplinan Kata disiplin berasal dari kata discare, yang bermakna belajar. Memunculkan kata berupa discipline, yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dari arti kata disiplin yang kemudian menjadi kata kedisiplinan dapat diartikan sebagai proses pengembangan diri untuk menjadikan pribadi yang patuh dan berperilaku tertib pada berbagai ketentuan dan peraturan. Kementerian Pendidikan Nasional (Gunawan, 2014: 33) Kedisplinan merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 2) Kejujuran Kementerian Pendidikan Nasional (Gunawan, 2014: 33) kejujuran yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. 3) Kerjasama Kerja sama berasal dari dua kata yaitu kerja dan sama. Dari dua kata tersebut berarti proses bekerja bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tatanan kerja sama yang baik maka harus ada komunikasi yang baik antara dua orang yang berkerja sama atau lebih. 14 Menurut Zubaedi (2013: 215) kerjasama sangat diperlukan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk saling membantu antara satu dengan yang lain 4) Tanggung jawab Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Kementerian Pendidikan Nasional (Gunawan, 2014: 33) Tanggung Jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME. Menurut penelitian Alfian (2013: 101) yang berjudul Penerapan Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Kompetensi Kejuruhan kelas XI Teknik Kendaraan Ringan Melalui Model Kooperatif tipe Jigsaw Di SMK Murni 1 Surakarta menggunakan indikator penelitian yaitu kedisiplinan, tangungjawab, Kerjasama, dan Komunikatif. Adapun penelitian Fatmawati Nur Hasanah (2012) penelitian ini menggunakan nilai-nilai pendidikan karakter antara lain keteguhan hati, pertimbangan yang baik, integritas, kebaikan hati, ketekunan, penghargaan, tanggung jawab, dan disiplin diri. Untuk itu, penelitian ini akan menerapkan dua dari delapan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut di atas yaitu tanggung jawab dan disiplin diri serta akan ditambah dua nilai pendidikan karakter yang lain yaitu komunikatif dan kerja sama agar sesuai dengan model pembelajaran yang akan diterapkan. 15 3. Hakikat Hasil Belajar a. Belajar Menurut Winkel (Purwanto, 2014: 39) belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam ketrampilan dan sikap. Menurut Purwanto (2014:43) Belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri mahasiswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Pidarta (2009: 206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permananen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakan pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain. Menurut Hamalik (2008: 27) belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan pengubahan kelakuan. Selanjutnya Hamalik (2008:28) mengatakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dari beberapa teori di atas, belajar merupakan proses perubahan perilaku berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, yang dapat mengkomunikasikan pada orang lain. b. Hasil Belajar Menurut Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Howard kingsley dalam sudjana (2010: 22) membagi hasil belajar menjadi tiga macam yaitu: (1) Ketrampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengertian, (3) Sikap dan cita cita. Masing masing jenis belajar sesuai dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum. Menurut Purwanto (2014: 46) hasil belajar adalah perubahan perilaku mahasiswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia 16 mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Klasifikasi menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2010: 20-23), sebagai berikut: 1) Ranah Kognitif Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2) Ranah Afektif Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasai dan internalisasi. 3) Ranah Psikomotorik Ranah Psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a) gerakan refleks, (b) ketrampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan ketrampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Hasil belajar dalam penelitian ini hanya pada aspek kognitif. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sari (2013, 11) menyatakan bahwa pengukuran hasil belajar menggunakan ranah kognitif karena karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi pelajaran dan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang 17 diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3) karena materi hanya bisa dibuat dengan pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes. Hasil belajar mempunyai beberapa faktor dari luar dan dalam. Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut: 1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas, peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Mengenai hal ini, dari hasil penelitian Timur (2014: 47) diperoleh fakta bahwa kelas eksperimen yang menggunakan metode STAD mempunyai rata-rata nilai hasil belajar yang lebih tinggi yaitu sebesar apabila dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional dimana rata-rata nilai hasil belajarnya hanya sebesar. 4. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD a. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan . 18 Sementara menurut Slavin (2015: 188) mengemukakan bahwa pembagian kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan supaya siswa dapat menciptakan kerja sama yang baik, sebagai proses menciptakan saling percaya dan saling mendukung. Keragaman siswa dalam kelompok mempertimbangkan latar belakang siswa berdasarkan prestasi akademis, jenis kelamin, dan suku. Menurut Roger dan David Johson (Surprijono, 2015: 77) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan, yakni (1) positive interdependence (saling ketergantungan positif), (2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan), (3) face to face promotive interaction (interaksi promotif), (4) interpersonal skill (komunikasi antar anggota), (5) group processing (pemrosesan kelompok). Dalam hal ini penelitian Supriyanto (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kerjasama antar kelompok sehingga hasil belajar dapat meningkat. Terkait dari temuan penelitian di atas maka tujuan pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2012: 15-16) adalah sebagai berikut: 1) Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi, aktivitas dan prestasi belajar siswa. 2) Model ini mampu membantu siswa dalam mempelajari materi-materi yang sulit dan menumbuhkan sikap berpikir kritis. 3) Model pembelajaran kooperatif dirancang khusus untuk mendorong peserta didik agar dapat bekerja sama dengan teman selama proses pembelajaran. Terkait dengan model pembelajaran ini, Suprijono (2015: 84) menyebutkan enam langkah dalam pembelajaran kooperatif dalam tabel 2.1. 19 Tabel 2.1 Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan memotivasi siswa pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. 2 Menyampaikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan 3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa dalam kelompok-kelompok bagaimana caranya membentuk belajar kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. 4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompokbekerja dan belajar kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas. 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun (Sumber: Suprijono, 2015: 84) Model Model Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe menurut Slavin (2009:11-26) ada berbagai macam tipe, yaitu Student TeamsAchievement Division (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), GroupInvestigation, Learning Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods. Berdasarkan jenis model pembelajaran kooperatif di atas, penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 20 b. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang sederhana dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2015: 143). Dalam STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa menggunakan presentasi verbal atau teks. Model pembelajar kooperatif tipe STAD yang dikembangkan oleh Robert E. Salvin mempunyai jumlah anggota pada setiap kelompok sebaiknya terdiri dari 4-5 orang. Jumlah anggota yang sedikit dalam setiap kelompok memudahkan siswa untu berkomunikasi dan bekerja sama dengan teman sekelompok. Berdasarkan uraian di atas, bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembentukan kelompok kecil yang beranggotakan 4 atau 5 siswa secara heterogen untuk bekerja sama dan saling membantu dalam menuntaskan materi. Menurut Slavin (2015: 143) STAD terdiri dari 5 komponen utama antara lain: 1) Presentasi Kelas (Class Presentation) Presentasi kelas (Class presentation) merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi. 2) Kerja Kelompok (Team Works) Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai 21 kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya. 3) Kuis (Quizzes) Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok. 4) Peningkatan Nilai Individu (Individual Improvement Score) Peningkatan nilai individu (individual improvement score) untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretest yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD. 5) Penghargaan Kelompok (Team Recognation) Penghargaan Kelompok (Team Recognation) dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru. 22 Menurut Trianto (2007: 52) pembelajaran kooperatif tipe STAD juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, diantaranya yaitu: 1) Perangkat Pembelajaran Perangkat Pembelajaran yang meliputi rencana pembelajaran, buku siswa, lembar kegiatan siswa beserta lembar jawabnya. 2) Membentuk Kelompok Kooperatif Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. 3) Menentukan Skor Awal Skor awal yang digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. 4) Pengaturan Tempat Duduk Pengaturan tempat duduk juga perlu diatur dengan baik agar tidak menimbulkan kekacauan yang menimbulkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. 5) Kerja Kelompok Latihan kerjasama kelompok perlu diadakan terlebih dahulu untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. Menurut Slavin langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari dapat dilihat pada tabel 2.2. 23 Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Fase Tingkah Laku Guru Fase I Menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai memotivasi Siswa. pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase II Menyajikan informasi kepada Menyajikan atau menyampaikan siswa dengan jalan informasi. mendemonstrasikan lewat bahan bacaan. Fase III 1. Memberikan informasi kepada Mengorganisasikan siswa dalam siswa tentang prosedur kelompok-kelompok belajar. pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Membagi siswa ke dalam kelompok kelompok belajar yang terdiri dari 4 orang secara heteogen. Fase IV 1. Memberikan tugas kepada Membimbing kelompok bekerja masing masing kelompok dan belajar pada saat mereka 2. Meminta setiap anggota dalam mengerjakan tugas. kelompok, anggota yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainya sampai anggota dalam kelompok itu mengerti Fase V Guru meminta setiap kelompok Evalusi untuk membacakan jawaban atas pertanyaan yang diterima dari kelompok lain Fase VI Memberikan penilaian terhadap Memberi penghargaan. hasil kerja kelompok. Slavin (2015 :17) menjelaskan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut: 1) Murid aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. 2) Murid bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. 24 3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai kekurangan sebagai berikut: 1) Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. 2) Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. 3) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. 4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Dari penjelasan di atas pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama dalam kelompok demi tercapainya tujuan pembelajaran yang dicapai pada proses pembelajaran. Menurut penelitian Sari (2013) penelitian ini menggunakan metode STAD yang mengedepankan kerjasama kelompok sehingga metode STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan metode konvensional. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dalam kelas. Hasil temuan dari Khan (2011) dalam jurnal penelitian yang berjudul Effect of Student’s Team Achievement Division (STAD) on Academic Achievement of Students menyatakan bahwa penelitian ini mengunakan kelas experimen dan kontrol. Kelas experimen mengunakan model pembelajaran STAD dan kelas kontrol mengunkan metode pembelajaran tradisional. Hasil penelitian ini menunjukan bawah metode STAD menunjukan prestasi belajar siswa yang baik dari pada menggunakan metode pembelajaran tradisional. 25 5. Model Pembelajaran Konvensional Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran Konvensional. Pembelajaran Konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut Djamarah (Kholid, 2011: 3) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Menurut Freire (Kholid, 2011: 3) metode konvensional memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal Dari pendapat para ahli di atas, maka disimpulkan bahwa pembelajaran Konvensional adalah gaya mengajar guru dalam proses pembelajaran yang hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi, mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan, dalam praktiknya guru hanya ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Kholid (2011: 4) sebagai berikut: a. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. b. Belajar secara individual c. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis d. Perilaku dibangun atas kebiasaan e. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final f. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran 26 g. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik h. Interaksi di antara siswa kurang i. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Menurut Kholid (2011: 9) Ada beberapa macam metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya: a. Metode Ceramah Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada siswa dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Pada metode ini guru menjadi pemeran utama dalam pembelajaran dimana guru aktif menjelaskan materi dan siswa menjadi pendengar setia. Metode ini akan berhasil atau tidak tergantung pembawaan guru dalam menjelaskan materi pembelajaran. b. Metode Tanya Jawab Metode ini adalah metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan siswa menjawab tentang bahan metari yang ingin diperolehnya. Metode ini laik dipakai bila dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah lalu, sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran, untuk merangsang siswa agar perhatian mereka lebih terpusat pada masalah-masalah yang sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan proses berfikir siswa. c. Metode Demostrasi Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan alat peraga (meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu kepada siswa. Dalam penelitian ini mengguanakan kombinasi dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode demostrasi, seperti penelitian Dwi Putri Ervina Ayu Sari (2013: 20) mengunakan kombinasi metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode demostrasi. 27 Model Pembelajaran konvensional mempunyai keunggulan menurut Kholid (2011: 4) sebagai berikut: a. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain b. Menyampaikan informasi dengan cepat. c. Membangkitkan minat akan informasi. d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. e. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Menurut Kholid (2011: 4) model pembelajaran konvensional mempunyai kelemahan sebagai berikut: a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari. c. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. d. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. e. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. 6. Pembelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) Pembelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) pada dasarnya merupakan proses untuk mendidik siswa agar memiliki kemampuan secara praktis maupun teori dalam mempelajari PMKR. Pembelajaran ini bukan sekadar mengingat kosepnya melainkan mengerti, paham, dan mampu menerapkan pengetahuannya di dunia nyata. Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan perawatan atau pemeliharaan mesin kendaraan ringan seperti mesin bensin dan mesin diesel. Dalam mata pelajaram PMKR siswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian, tujuan dan persyaratan pemeliharaan berkala atau servis kendaraan ringan (bensin dan diesel). Pembelajaran PMKR terbagi dalam teori dan praktik agar siswa mempunyai konsep pembelajaran teori yang baik sebagai pengetahuan untuk melakukan kegiatan praktik. 28 Penelitian ini menggunakan mata pelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) semester IV (genap). Berdasarkan silabus PMKR yang dipelajari di SMK Pancasila Surakarta. Kompetensi dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sistem karburator dengan materi fungsi karburator, prinsip kerja karburator, jenis jenis karburator, kontruksi karburator, dan cara kerja karburator. B. Kerangka Berfikir Pendidikan karakter masih menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pendidik ditingkat sekolahan. Mengingat dengan perkembangan zaman yang semakin maju maka diperlukan penanaman pendidikan karakter, guna membangun karakter manuasia yang sesuai dengan norma-norma kehidupan. Materi pembelajaran yang berkaitan norma kehidupan perlu dikembangkan dan berkaitan dengan kehiduapan sehari hari guna menciptakan manusia berkarakter mulia. Di sekolah yang merupakan salah satu tempat pembentukan karakter peserta didik, diperlukan adanya contoh tentang keteladanan dari pendidik atau guru. Keberhasilan pendidikan karakter dicerminkan dari tindakan, tutur kata, sikap yang dicontohkan oleh pendidik kepada peserta didik. Selain itu, ajakan dan himbauan yang membangun dapat menjadi alat bantu bagi peserta didik agar mencapai tujuan dari pendidikan karakter. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perubahan perilaku tersebut dinyatakan dalam bentuk konsep penguasaan baik berupa pengetahuan, sikap maupun ketrampilan diri siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka. Dalam kenyataannya tidak semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Hasil belajar yang kurang maksimal disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor dari dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri. Faktor dari dalam diri siswa yang menyebabkan hasil belajar rendahnya diantaranya munculnya sifat malas dalam diri siswa itu sendiri, sifat malas muncul dsebabkan oleh berbagai hal 29 diantaranya sistem pembelajaran yang digunakan oleh guru bersifat monoton, yang mengakibatkan siswa menjadi pasif, serta kurangnya motivasi dari dalam diri siswa untuk belajar. Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) memberi kesempatan kepada siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Selain itu pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat membantu siswa dalam memahami mata pelajaran PMKR. Dengan disisipi proses pendidikan karakter dalam proses pembelajaran menjadi salah satu cara yang efektif guna membangun jati diri peserta didik. Sehingga harapanya, proses pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) yang dipadukan dengan penerapan pendidikan karakter dapat menghasilkan peserta didik yang berperilaku terpuji dan mendapatkan nila yang lebih baik. Uraian tersebut dapat digambarkan pola kerangka berfikir yang menggambarkan secara singkat konsep hubungan dalam penelitian disajikan pada Gambar 2.1. 30 Kondisi Awal 1. Pendidikan Karakter rendah 2. Hasil belajar rendah Pretest Perlakuan Kelas eksperiment model STAD dengen penerapan Pendidikan karakter Kelas Kontrol model konvensional dengan penerapan pendidikan karakter Pembelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR) Posttest Kondisi Akhir Terdapat perbedaan peningkatan hasil balajar siswa dan pendidikan karakter siswa Gambar 2.1. Kerangka Berpikir 31 C. Hipotesis Penelitian Dari uraian kajian pustaka dan kerangka berfikir serta rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu: 1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pendidikan karakter melalui model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan konvensional terhadap hasil belajar Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan. 2. Hasil belajar dengan penerapan pendidikan karakter melalui model Student Teams Achievement Division (STAD) lebih baik dari konvensional pada mata pelajaran Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan (PMKR).