Volume 1 No. 1 Januari – Juni 2013 ISSN : 2337-6198 Halaman 29 - 32 Memperkenalkan Hak Asasi Manusia pada Siswa (SD) Melalui Pembelajaran Terpadu dengan Model Webbed Tasrif Syam Dosen Kopertis Wilayah I Dpk. FISIP UMSU Jalan Kapt. Mukhtar Basri No.3 Medan E-mail: [email protected] ABSTRAK Seyogiyanya pemahaman tentang hak asasi manusia dimulai sejak dini, beriringan dengan pendidikan. Penanaman nilai-nilai moral, nilai etika dan nilai estetika dalam hak asasi manusia diberikan sejak sekolah dasar, meski hanya sebatas untuk mengetahui saja. Pembelajaran terpadu dengan model webbed identik dengan jaring laba-laba, artinya satu dengan lainnya saling berkaitan kendati didasari latar tema yang berbeda, namun tema inti ditetapkan sesuai harapan yang akan dicapai terhadap siswa dalam masalah hak asasi manusia. Siswa sekolah dasar yang sudah diperkenalkan hak asasi manusia sejak awal akan lebih mudah mengimplementasikan secara praktis. Kata kunci : Hak Asasi Manusia, Sekolah Dasar, Pembelajaran Terpadu, Model Webbed. 1. Pendahuluan Pada dasawarsa terakhir, masalah hak asasi manusia bukan saja bagian pembicaraan orang dewasa dan jenjang pendidikan tinggi, tapi juga sudah menjadi kebutuhan siswa dan mereka yang relatif tidak menduduki jenjang pendidikan tinggi. Bahkan masyarakat awam sekalipun tidak luput mempersoalkan hak asasi manusia manakala mereka merasa hak-haknya tidak terbagi secara proporsional. Wacana seperti ini adalah wajar, karena hak asasi manusia merupakan sesuatu yang melekat pada masng-masing individu tanpa melihat latar belakang suku, agama, pendidikan, status, bangsa dan latar lainya. Pastinya, hak asasi manusia adalah hak yang secara kodrati diberikan oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap individu. Pada tataran pendidikan, hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan pendidikan orang dewasa, dan biasanya diterjemahkan dalam aktifitas yang lebih formal ketimbang aktifitas keseharian. Padahal masalah hak asasi lebih jelas dan nyata terlihat dalam kehidupan sehari-hari, baik hak belajar, hak bekerja, hak hidup, hak beragama, hak berorganisasi sampai dengan hak lainnya yang senantiasa melekat pada diri manusia. Penerapan masing-masing hak asasi yang dimiliki inidivdu menjadikan ia bersifat universal, artinya, dapat diterima dan dilaksanakan dengan batasan etika dan moral tanpa harus dihalangi. Seyogiyanya pemahaman tentang hak asasi manusia dimulai sejak dini, beriringan dengan pendidikan. Penanaman nilai-nilai moral, nilai etika dan nilai estetika dalam hak asasi manusia diberikan sejak sekolah dasar, meski hanya sebatas untuk mengetahui saja. Dengan pengatahuan yang mereka terima tentang hak asasi, akan berlanjut menjadi pemahaman dan seterusnya menjadi suatu pelaksanaan. Manakala sejak sekolah dasar siswa sudah mengetahui dan memahami tentang hak asasi manusia, di jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Kalaupun tidak dapat diterapkan secara optimal, paling tidak bisa menghargai dan menghormati hak orang lain sudah dapat memenuhi standar pendidikan tentang hak asasi manusia. Belakangan ini justru banyak siswa yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, dari mulai mencuri, merampok, memperkosa sampai dengan membunuh insan lain yang pada dasarnya bukan saja melanggar hukum formal, tapi juga sudah melanggar hak dan kodrat orang lain. Untuk meminimalisir berkembangnya tingkat kriminalitas di kalangan siswa/pelajar, idealnya siswa diberikan pemahaman/pembelajaran tentang menghargai hak asasi manusia sejak sekolah dasar meskipun cara ini bukanlah cara yang paling tepat diantara cara lain. Setidaknya pembelajaran sejak dini pada seseorang biasanya akan melekat pada diri individu dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehar-hari. 29 Tasrif Syam: Memperkenalkan Hak Asasi Manusia pada Siswa (SD) Melalui Pembelajaran Terpadu dengan Model Webbed Salah satu model pembelajaran tentang hak asasi manusia yang dapat diterapkan pada siswa sekolah dasar adalah pembelajaran tematis dengan model webbed. Model demikian adalah pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan masalah hak asasi manusia yang dapat disampaikan dengan menggunakan beberapa tema atau mata pelajaran lain. Diantara tema/pelajaran yang berbeda, akan terdapat satu hubungan yang bersinergi diantaranya, dan keterpaduan antara tema-tema yang berbeda tetapi mengacu pada satu persoalan yang paling mendasar. Satu tema/pelajaran tentang hak asasi manusia dapat dilihat dari berbagai perspektif ilmu, dari ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ilmu agama, bahasa Indonesia, serta matematika, dan lainnya. Model webbed sering disebut sebagai jaring laba-laba yang memudahkan guru untuk memberikan contoh sederhana kepada siswa berkenaan dengan hak asasi manusia dan siswa pun akan mudah pula memahami sekaligus pengayaan khasanah keilmuan mereka. 2. Tinjauan Pustaka. Hak asasi manusia bersifat universal, artinya, hak asasi tidak memiliki batasan tertentu dan berlaku bagi semua manusia, tanpa memandang suku, agama, ras, ataupun golongan. Hak asasi manusia menurut Tilaar (2001), adalah hak yang melekat pada diri manusia, tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat layak hidup sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dalam Deklarasi Universal HAM tahun 1948 telah merumuskan pengertian hak asasi manusia, yakni, pengakuan akan martabat dan harkat manusia yang menyatu dalam diri setiap manusia yang meliputi kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-NYA yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan harkat dan martabat manusia. Berdasarkan dua rumusan diatas, nampak bahwa masalah hak asasi manusia adalah suatu masalah yang senantiasa melekat pada masingmasing individu, dihargai, dijaga dan dihormati serta berlangsung terus menerus sepanjang hayat manusia. Demikian pula dengan hak asasi manusia yang tertera pada Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945 yang masing-masing alinea menjelaskan tentang hak asasi manusia. Misalnya, alinea pertama menjelaskan, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, yang berarti bahwa tidak ada bentuk penjajahan yang diterima oleh masyarakat, karena merdeka bagian tidak terpisahkan dari masing-masing individu. Demikian pula yang terdapat pada alinea keempat, adanya suatu jaminan bagi individu untuk melaksanakan kehidupan beragama sesuai dengan isi sila pertama dari Pancasila, dan sila-sila berikutnya yang secara tersirat menggambarkan tentang hak asasi manusia. UUD Negara RI tahun 1945 lebih rinci dan tertib mengatur tentang hak asasi manusia. Pada pasal 27 mengatur tentang hak individu yang mempunyai kedudukan sama di depan hukum, serta kelayakan untuk mendapatkan pekerjaan dan bela negara. Demikian pula pada pasal 28, mengatur tentang kebebasan berserikat dan berkumpul dan mengeluarkan pikiran serta hak untuk hidup dan mempertahankannya. Pengaturan tentang kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya, tertuang dalam pasal 29. Sedangkan pengaturan tentang hak dan kewajiban ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara tertuang dalam pasal 30. Hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan dimuat dalam pasal 30, dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pengaturan formal tentang hak asasi manusia dijabarkan lagi pada pasal, 31, 32 dan 33 sampai dengan pasal 34. Pengaturan akhir tentang HAM ini adalah masalah fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Demikian pentingnya masalah hak asasi manusia bagi suatu bangsa sehingga pengaturannya tertuang baik dalam konstitusi negara, Undang-Undang maupun bentuk peraturan pemerintah lainnya. Berkaitan dengan masalah hak asasi manusia, dalam pola pendidikan dasar yang perlu dan mudah diterapkan adalah pembelajar tematis bagi siswa sekolah dasar, sehingga siswa sejak dini sudah mengetahui masalah ini dan kaitannya dengan masalah lain dalam memahaminya. Pembelajaran terpadu menurut Winataputra (2008) merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran atau materi pokok yang terkait secara harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna 30 Tasrif Syam: Memperkenalkan Hak Asasi Manusia pada Siswa (SD) Melalui Pembelajaran Terpadu dengan Model Webbed kepada siswa. Robin Fogarty dalam Winataputra (2008) menjelaskan 9 model merencanakan pembelajaran terpadu,yaitu : 1) fragmented, 2) connected, 3) nested, 4) seguented, 5) shared, 6) webbing, 7) threated, 8) integrated, 9) immersed. Diantara kesembilan model tersebut, model webbed adalah yang lebih sesuai diterapkan pada pendidikan tingkat sekolah dasar, sebab berkaitan dengan penambahan pengetahuan dan mengiringi perkembangan mental siswa. Model webbed merupakan pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang berkecenderungan dapat disampaikan melalui beberapa mata pelajaran. Tema sebagai sentral dijadikan landas tumpu penyampaian isi pembelajaran interdisipliner maupun antar disipliner. Tema juga dapat dijadikan sebagai pengikat pembelajaran dalam satu mata pelajaran atau antar mata pelajaran. 3. Pembahasan Sesuai dengan istilahnya, model webbed identik dengan jaring laba-laba, artinya satu dengan lainnya saling berkaitan kendati didasari latar tema yang berbeda, namun tema inti ditetapkan sesuai harapan yang akan dicapai terhadap siswa dalam masalah hak asasi manusia. Tahap awal dari model ini adalah menatapkan tema hak asasi manusia sebagai pembelajaran yang akan dibahas dari berbagai pelajaran lainnya dipadukan dengan kompetensi dasar dan indikator pada kelas yang sama setiap mata pelajaran yang dapat menyatukan kompetensi tersebut Selanjutnya pada tahap ini juga menentukan tema/mata pelajaran yang dijadikan jaringan indikatornya untuk mengetahui secara praktis tentang hak asasi manusia yang erat kaitannya. Tetapkan tiga atau empat tema, misalnya, pelajaran agama, ilmu pengathuan alam, atau bahasa Indonesia. Tahap berikutnya, menentukan bahwa masing-masing tema/mata pelajaran adalah pemberian kode, boleh digunakan istilah, sebagai tanda yang memudahkan masing-masing tema. Istilah “bahasa” dapat digunakan untuk tema bahasa Indonesia, istilah “kepercayaan” digunakan untuk tema agama, dan istilah “sosial” untuk ilmu pengetahuan sosial, demikian seterusnya jika temanya lebih banyak. Untuk memudahkan siswa memahami topik hak asasi manusia yang menjadi tema utamanya, jika diperlukan, masing-masing tema dengan beberapa indikatornya dapat dibuat dalam bentuk gambar yang menyebar, seperti layaknya sebuah jaring laba-laba. atau membuat pemetaan pembelajaran tematik. Dengan cara membuat gambat yang menyebar akan lebih menarik perhatian siswa karena tidak kaku hanya tertuju pada kalimat saja. Tempatkan tema utama, yaitu hak asasi manusia pada bagian tengah dari peta/gambar sehingga fokus yang menjadi perhatian adalah pada gambar yang ditengah pemetaan tadi. Pada kode/istilah “bahasa”, uraikan beberapa indikator yang dapat mengetahui pelaksanaan hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Indikator yang dapat dimasukkan dalam istilah bahasa, misalnya, menggunakan bahasa dalam kehidupan masyarakat yang tidak menyinggung orang lain, atau bahasa yang lazimnya digunakan di sekolah, rumah atau pergaulan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan bagi seorang guru menempatkan beberapa cerita atau kisah tentang kepahlawanan seseorang dengan model cerita, rakyat, pahlawan, pergaulan dan cerita tentang pengorbanan jasa seseorang dalam memberi bantuan terhadap orang lain. Dalam hal ini seorang guru perlu melakukan berbagai improvisasi tentang indikator bahasa yang dapat menyentuh masalah hak asasi manusia. Pada kode/istilah “kepercayaan” yang memuat tentang materi agama berkaitan dengan hak asasi manusia dapat diuraikan dengan indikator-indikator yang beragam. Menghargai hak orang lain bagian dari ajaran agama yang terdapat pula dalam kitab suci. Misalnya, larang untuk mencuri, menyiksa, mencederai kawan, memfitnah sampai dengan larangan yang semuannya terdapat dalam agama merupakan manifestasi dari hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sudut pandang agama pada dasarnya lebih tepat mempelajari tentang hak asasi manusia, karena hak asasi itu merupakan pemberian dari Allah SWT yang tidak dapat dibeli, diganggu bahkan diatur oleh orang lain. Agama diajarkan adalah melarang sesuatu yang buruk dan mengerjakan yang baik. Pada pergaulan di masyarakat, individu dapat menghargai agama orang lain baik dalam beribadah maupun kegiatan keagamaan lainnya. Menghargai dan menghormati agama lain bukan berarti harus terlibat dalam ibadah yang sama, karena masing-masing agama sudah punya ketentuan cara-cara beribadahnya. Bagi orang muslim, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, bagi ku agama ku dan bagi 31 Tasrif Syam: Memperkenalkan Hak Asasi Manusia pada Siswa (SD) Melalui Pembelajaran Terpadu dengan Model Webbed mu agama mu, maksudnya diperbolehkan beribadah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan masingmasing, tanpa harus bekerjasama dalam hal beribadah. Dalam kaitan ini guru dapat memberikan contoh konkrit dalam suasana menjalankan agama bagi pemeluknya, atau beberapa contoh keseharian yang dilarang dan dianjurkan oleh agama. Tema yang menyangkut masalah ilmu pengetahuan sosial diistilahkan dengan “sosial” adalah menyampaikan indikator-indikator berkenaan dengan masalah sosial. Dapat dijadikan sub-temanya dalam beberapa pelajaran IPS, seperti geografi dan sejarah. Pelestarian kebudayaan alam, pelestarian masalah lingkungan, menjaga dan melindungi hewan-hewan langka adalah bagian yang tidak terlepaskan dari masalah hak asasi manusia. Guru dapat menjelaskan, jika lingkungan tidak dilestarikan akan membuat generasi berikutnya tidak dapat menghasilkan untuk sumber makanan, atau jika kondisi alam tidak dijaga akan membuat kerusakan dimana-mana sehingga dapat mengganggu hak-hak orang lain. Beberapa indikator dari tema sejarah juga dapat disampaikan terutama kejadian masa lampau yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Apapun bentuk dari penjajahan dan dengan alasan apapun tetap saja penjajahan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia, karena sifat dari penjajahan senantiasa merugikan bukan saja masyarakat tapi juga keberlangsungan hidup suatu negara yang berdaulat. Seorang guru setidaknya memahami materi yang berkenaan dengan geografi dan sejarah sehingga lebih memudahkan siswa untuk menerimanya secara jelas. Model ini pada dasarnya tidak bersifat kaku, harus disusun secara bertahap. Guru dapat memodifikasinya dengan cara mengajarnya secara sendiri, meskipun idealnya terdapat tahapan yang baik untuk dijadikan pedoman bagi guru. Untuk lebih terinci mengimplementasikan model pembelajaran webbed ini, dimulai dari tahap perencanaan. Tahap ini mencakup perencanaan pembelajaran yang akan dipadukan, mempelajari kompetensinya, membuat dan memilih tema berikut indikatornya dan membuat pemetaan sebaik mungkin sebagai sarana stimulan bagi siswa, dan diakhiri dengan memvuat silabi. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan. Tahap ini merupakan kegiatan guru dalam memberikan materi melalui pendekatan, metode dan pola pembelajaan tertentu yang dapat ditentukan melalui persiapan, pembukaan dan aktifitas pengajaran. Sebaiknya guru sudah memahami materi yang akan disajikan kepada siswa. Untuk mengakhiri model ini dapat dilakukan penilaian dengan beberapa sistem penilaian. Setidaknya menilai proses belajar dan hasil belajar siswa hingga penilaian yang sudah dirinci melalui rencana pembelajaran. 4. Penutup Pembelajaran terpadu dengan model webbed ini bukan merupakan satu-satunya model untuk memperkenalkan masalah hak asasi manusia kepada siswa, tetapi masih terdapat model lainnya yang juga cukup baik. Model ini jika diterapkan secara sempurna oleh seorang guru, dengan kapabilitas guru yang cukup memadai, akan memudahkan siswa menyerapnya dan siswa lebih memahami secara aplikatif praktik dari hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Memperkenalkan hak asasi manusia kepada siswa sejak dini akan lebih mudah ketimbang memberi materi kepada seorang remaja atau mahasiswa. Dalam pemahamannya mahasiswa bisa jadi lebih banyak tahu secara teoritis, tapi secara praktis mungkin saja kurang diterapkan. Sebaliknya, siswa sekolah dasar yang sudah diperkenalkan sejak awal akan lebih mudah mengimplementasikan secara praktis. Daftar Pustaka Abdul Azis, dkk, 2009. Konsep Dasar IPS. Universitas Terbuka, Jakarta. Kartini Kartono, 1996. Pendidikan Politik. Mandar Maju, Bandung. Srijanti, dkk, 2009. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi : Mengembangkan Etika Berwarganegara. Salemba Empat, Jakarta. Udin S.Winaputra, 2008. Pembelajaran PKn di SD. Universitas Terbuka, Jakarta. 32