Plasmid-R dan Kaitannya dengan Epidemiologi Penyakit

advertisement
PLASMID -R DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
SKRIPSI
Oleh
SRI SULAKSMI DAMA YANTI JUSUF
B 18. 1299
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1 9 8 7
RINGKASAN
SRI SULAKSMI DAMAYANTI JUSUF.
Plasmid-R dan Kaitannya
dengan Epidemiologi Penyakit (di bawah bimbingan SUGYO
HASTOWO dan BIBIANA WIDIYATI LAY) .
Plasmid adalah DNA berserat ganda yang berbentuk
lingkaran dan mempunyai kemampuan untuk bereplikasi sendiri tanpa tergantung dari replikasi kromosom.
Gen yang
dibawa oleh plasmid tidak mutlak diperlukan bagi kelangsungan hidup bakteri, sehingga biasanya bakteri dapat
hidup tanpa plasmid.
Pada bakteri ditemukan berbagai jenis plasmid. Salah satu jenis plasmid yang banyak ditemukan di alam
adalah plasmid-R.
Plasmid ini mengatur resistensi ter-
hadap antibiotik dan terdiri atas dua bagian, yaitu
"resistant transfer factor" dan determinan resistensi.
Penularan resistensi antibiotik oleh plasmid pada umumnya melalui konjugasi.
Akibatnya suatu populasi bakteri
dengan cepat menjadi resisten.
Penularan dapat terjadi
di antara bakteri dari satu species, berbeda species
maupun berbeda genus.
Pada bakteri dari famili Enterobacteriaceae banyak
ditemukan sifat resistensi terhadap antibiotik yang disebabkan oleh plasmid-R.
Bakteri dari famili tersebut
yang resisten sering merupakan penyebab penyakit infeksi
di rumah sakit.
Wabah infeksi oleh bakteri dari famili
Enterobacteriaceae yang resisten pernah dilaporkan
ternyata resistensi ini disebabkan oleh plasmid.
Dalam keadaan tertentu hewan dapat menjadi reservoir
plasmid-R.
Pada hewan timbulnya populasi bakteri resis-
ten sering dikaitkan dengan penggunaan an-tibiotik yang
meluas untuk tujuan terapi, profilaksi dan pemacu pertumbuhan.
Keadaan ini menyebabkan seleksi dari bakteri re-
sisten sehingga terjadi akumulasi bakteri resisten dalam
flora hewan.
Wabah salmonellosis oleh Salmonella resisten yang
dihubungkan dengan penggunaan antibiotik sebagai pemacu
pertumbuhan pada ternak pernah dilaporkan.
Wabah ini
timbul setelah penderita mengkonsumsi daging sapi yang
berasal dari peternakan yang menggunakan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan.
Penelitian lebih lanjut me-
nunjukkan bahwa resistensi ini disebabkan oleh plasmid
yang mengontrol resistensi antibiotik.
Timbulnya masalah resistensi dapat mempersulit
pengobatan.
Cara yang terbaik untuk mengatasi masalah
ini adalah dengan mengurangi penggunaan antibiotik dengan sembarangan.
Dengan cara ini perkembangan bakteri
yang resisten dapat dikurangi dan efektivitas antibiotik
yang sudah ada tetap dijaga.
PLASMID-R DAN I<AITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI PENYAI<IT
SI<RIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar Dokter Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian
Bogor
Oleh
SRI SULAKSMI DAMAYANTI JUSUF
B 18. 1299
FAJ<ULTAS
J<EDOJ<TERAN
INSTITUT PERTANIAN
1987
HEWAN
BOGOR
PLASMID-R DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI PENYAI<IT
SKRIPSI
Oleh
sri Sulaksmi
Damayanti
Jusuf
Sarjana Kedokteran Hewan
1986
B 180 1299
Skripsi ini telah diperiksa
dan disetujui oleh
gyo Hastowo MoSco
Dosen Pembimbing
Disetujui tanggal
Dro Bibiana Wo Lay MoSco
Dosen Pembimbing
S" O/~
IJJ-f--
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei
1963.
Penulis merupakan anak tunggal dari ayah Daoed
JOESOEF dan ibu Sri Soelastri JOESOEF.
Penulis memulai pendidikan formalnya di Ecole des
Filles, Paris (Perancis) pada tahun 1969.
Pada tahun
1973 penulis memasuki SD Blok.P, Jakarta dan lulus
pada tahun 1974.
Sekolah Menengah Pertama di SMP XII,
Jakarta ditamatkan
pada tahun 1977.
Pada tahun 1978
penulis diterima sebagai siswa SMPP (Sekolah Menengah
Pembangunan Persiapan) 35, Jakarta dan lulus pada tahun
1981.
Pada tahun 1981 penu1is diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogar tanpa ujian saringan melalui Proyek Perintis II.
Penulis diterima sebagai maha-
siswa Faku1tas Kedokteran Hewan IPB pada tahun 1982.
Pada tanggal 23 Oktober 1985 dinyatakan lulus sebagai
Sarjana Kedokteran Hewan.
Se1ama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis
pernah menjadi asisten luar biasa pada mata ajaran
anatomi veteriner pada tahun 1983 - 1984, mata ajaran
bakteriologi pada tahun 1985 virologi pada tahun 1986.
1986 dan mata ajaran
KATA PENGANTAR
Skripsi ini dibuat untuk rnemenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar dokter hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Dalam pembuatan
skripsi ini saya telah rnenerirna bantuan dengan derajat
yang berbeda-beda dari banyak orang.
Untuk segala ban-
tuan itu saya ucapkan banyak terirna kasih.
Dalam kesempatan ini saya ingin rnengucapkan terima
kasih secara khusus kepada Drh. Sugyo Hastowo M.Sc. dan
Dr. Bibiana W. Lay M.Sc. selaku dosen pernbimbihg dan
staf jurusan Kitwan dan Kesmavet atas bantuannya.
Terima kasih saya ucapkan pula kepada kedua orang tua
saya yang dengan penuh kasih sayang mengikuti perkembangan skripsi ini.
Terima kasih dan hormat saya juga
tertuju kepada keluarga Prof. Dr. Ir. Rahardjo S. Soeparto yang telah rnenerima saya tinggal bersama mereka
selama masa studi saya di Bogor.
penulis menyadari bahwa tulisan yang berupa studi
literatur ini jauh dari sernpurna.
Walaupun demikian
semoga tulisan ini dapat berguna bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 1987
Penu1is
DAFTAR lSI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I.
II .
III.
iii
iv
PENDAHULUAN
1
SIFAT UMUM PLASMID
3
Struktur Plasmid
4
Klasifikasi Plasmid
5
Replikasi Plasmid
7
Transfer Plasmid
9
PLASMID-R DAN RESISTENSI TERHADAP ANTIBIOTIK
PADA ENTEROBACTERIACEAE
12
Ekologi Enterobacteriaceae dan Plasmid-R
12
Sifat Genetik Plasmid-R
18
"Incompatibility Group"
19
Mekanisme Resistensi Antibiotik
20
MASALAH YANG DITIMBULKAN OLEH PLASMID-R
23
Aspek Epidemiologi Plasmid-R
23
Pengawasan Penggunaan Obat
27
V.
PEMBAHASAN
30
VI.
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
41
IV.
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
1.
2.
Kejadian Resistensi dari Bakteri yang
Diisolasi dari Berbagai Sumber
...... .
16
Kejadian Wabah yang Disebabkan oleh
Bakteri Resisten . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1-
Bentuk Molekul Plasmid
2.
Transfer DNA Plasmid melalui Konjugasi
10
3.
Jalur Penyebaran Plasmid-R
34
5
I.
PENDAHULUAN
Penggunaan antibiotik untuk menyembuhkan penyakit
yang disebabkan infeksi bakteri menjadi lazim dilakukan
setelah Perang Dunia II.
Antibiotik merubah secara
radikal prognose dari penyakit bakterial.
Keberhasilan
dari terapi dengan antibiotik selama dasawarsa terakhir
ini menyebabkan penggunaan antibiotik secara besarbesaran.
Akibat penggunaan dan kadang-kadang penyalah-
gunaan antibiotik ternyata menimbulkan masalah baru.
Antibiotik menyebabkan terjadinya seleksi yang mengakibatkan bakteri yang peka mati d;;tn meninggalkan yang
resisten.
Resistensi pada bakteri dapat bersifat alami atau
karena terjadinya mutasi pada kromosom.
Selain itu bak-
teri dapat menjadi resisten apabila mempunyai atau mendapatkan plasmid, yaitu suatu ma-terial genetik ekstrakromosomal, yang mengatur resistensi antibiotik.
Masa-
lah ini perlu mendapat perhatian karena dalam dunia bakteriologi kedokteran diketahui 90 % resistensi antibiotik disebabkan oleh plasmid.
Gejala resistensi terhadap antibiotik ditemukan
di Jepang pada tahun 1955 ketika terjadi epidemi disentri basiler.
Kuman Shigella yang semula peka terhadap
antibiotik menjadi resisten secara simultan terhadap
streptomisin, kloramfenikol, tetrasiklin dan sulfonamida.
Resistensi ini kemudian ternyata disebabkan oleh
satu jenis plasmid yaitu plasmid-R (resistant plasmid) .
2
Setelah penemuan plasmid-R pada bakteri yang pada
umumnya ditemukan pada famili Enterobacteriaceae di
Jepang, plasmid ini kemudian ditemukan pada berbagai
spesies bakteri yang diisolasi di seluruh dunia.
plasmid-R ditemukan pada bakteri gram positif maupun
gram negatif dan pada hampir semua spesies bakteri yang
bersifat patogen bagi hewan dan manusia.
Masalah resistensi terhadap antibiotik menjadi semakin parah karena penggunaan antibiotik secara berlebihan dan sembarangan.
Sekarang antibiotik selain di-
gunakan untuk terapi, ditambahkan pula pada makanan ternak sebagai pemacu pertumbuhan.
Keadaan ini dapat mem-
buka peluang terjadinya seleksi terhadap klon bakteri
yang resisten karena yang peka mati.
Masalah ini diperluas oleh kenyataan bahwa resistensi yang ditularkan melalui transfer plasmid-R·tidak
terbatas pada bakteri dari genus yang sarna.
Plasmid
yang dibawa oleh bakteri yang merupakan flora normal
seperti Escherichia coli dapat ditransfer ke bakteri
patogen seperti Salmonella dan Shigella maupun ke bakteri penyebab infeksi nosokomial seperti Pseudomonas,
Serratia dan Proteus.
Karya tulis ini mencoba membahas masalah resistensi
antibiotik yang disebabkan oleh plasmid.
Di dalam tu-
lisan ini diuraikan tentang slfat plasmid secara urnum,
masalah resistensi antibiotik yang disebabkan oleh plasmid-R pada Enterobacteriaceae, aspek epidemiologinya
serta masalah pengawasan penggunaan obat.
II.
SIFAT UMUM PLASMID
Sifat khas suatu organisme diturunkan dari generasi ke generasi melalui gen.
Gen adalah unit dasar
hereditas yang tersusun secara linear (berjejer lurus)
dan terdapat pada lokus tertentu dari kromosorn.
Kromo-
som mengandung semua informasi yang diperlukan untuk
kehidupan organisme, antara lain dalam proses pembelahan sel.
Pada organisme prokariot sel yang diturunkan
merupakan salinan yang tepat sarna dari sel induknya.
Material genetik dari semua gen dan kromosom adalah asarn deoksiribonukleat (DNA).
DNA menyimpan infor-
masi genetik yang spesifik, yang menentukan sifat khas
suatu organisme.
Perbedaan informasi yang dikode oleh
DNA menyebabkan perbedaan sifat biologik di antara organisme.
Fungsi biologik kromosom adalah penyimpanan in·-
formasi genetik, pewarisan informasi genetik dan ekspresi pesan genetik yang pada dasarnya sarna di semua
organisme (Kane dan Kandel, 1985).
Di dalarn sitoplasma sel bakteri selain material
genetik yang berupa kromosom dapat pula ditemukan material genetik lain yaitu plasmid.
Plasmid ini merupakan
DNA berserat ganda yang berbentuk lingkaran dan mempunyai kemarnpuan untuk bereplikasi sendiri tanpa tergantung dari replikasi kromosom (Broda, 1979;
Hardy, 1983)
Gen yang dibawa oleh plasmid tidak mutlak diperlukan
bagi kelangsungan hidup sel bakteri sehingga biasanya
bakteri dapat hidup tanpa plasmid (Broda, 1979;
7
Wilson
4
Walaupun demikian plasmid perlu mendapat perhatian
karena dapat memindahkan sifat resistensi antibiotik di
antara bakteri yang bersifat patogen bagi hewan dan manusia.
Di samping itu plasmid juga dapat mengkode pro-
duksi toksin dan protein lain yang dapat meningkatkan
virulensi bakteri patogen seperti enterotoksin, bakteriosin, hemolisin, beberapa antigen permukaan dan eksotoksin.
Beberapa plasmid lain mempunyai sifat yang le-
bih menguntungkan, yaitu mengkode antibiotik yang dapat
mengontrol bakteri atau menyebabkan bakteri dapat menguraikan ataumemecahkansenyawa yang berupa polutan seperti herbisida (Hardy, 1983).
Struktur Plasmid
Plasmid mempunyai berat molekul yang berkisar antara 1 x 10 6 -
200 x 10 6 dalton yaitu 0.04 % - 8 % dari
ukuran kromosom Escherichia coli (berat molekul 2.7 x 10 6
dalton, panjang 1.3 mm).
Di dalam bakteri, kebanyakan
mo1eku1 plasmid berada dalam
circle"
(CCC).
bentuk "covalently closed
Artinya tidak terdapat putusan pada sa-
lah satu dari kedua serat polinukleotida yang membentuk
serat ganda.
Kebanyakan mo1eku1 plasmid yang diiso1asi dari bakteri mempunyai bentuk mo1ekul "supercoiled" yang mempunyai "superhelical twist".
]3entuk molekul "open circu-
lar" tanpa "superhelical twist" terjadi apabi1a salah
satu serat molekul CCC terputus.
Bila kedua serat poli-
nuk1eotida terputus pada tempat yang tepat berhadapan
5
atau sangat dekat satu dengan lain sehingga ikatan hidrogen an tara bas a yang berpasangan kurang kuat untuk
menahan ikatan antara kedua serat tersebut, maka akan
terbentuk molekul "linear" (Hardy, 1983).
molekul
molekul
IIsupercoiled"
"open circular
Gambar 1.
molekul
ll
"linear"
Bentuk rnoleku1 plasmid (Hardy, 1983)
Klasifikasi Plasmid
Bermacam-macam kriteria digunakan untuk mengk1asifikasikan plasmid. Klasifikasi yang paling penting adalah berdasarkan sifatnya.
plasmid-R menunjukkan resis-
tensi terhadap satu jenis"antibiotik atau 1ebih, plasmid Col mengkode suatu protein antibakteria1 yang disebut ko1isin.
Plasmid"degradatif mengkode berbagai en-
zim katabo1isme dan plasmid virulensi meningkatkan patogenisitas bakteri mela1ui berbagai cara (Hardy, 1983).
Satu plasmid selain mengkode"sifat umum yang berkaitan
dengan k1asifikasinya, dapat juga membawa sifat lain
yang tidak berhubungan sama sakali dengan sifat pertama.
Sebagai contoh ada plasmid Ent yang selain mengatur
· 6
produksi enterotoksin juga membawa sifat resistensi antibiotik (Gyles et aI, 1978).
Berdasarkan ukurannya plasmid dibagi menjadi dua
golongan yaitu plasmid besar dan plasmid kecil.
Plas-
mid besar mempunyai berat molekul lebih dari 40 x 10
dalton dan terdiri dari 100 -
200 gen.
Plasmid kecil
mempunyai berat molekul di bawah 10 x 10
terdiri dari kurang lebih 15 gen.
6
6
dalton dan
Plasmid kecil ini
umumnya mempunyai jumlah salinan yang banyak dalarn
sel (Davis et aI, 1973).
Plasmid digolongkan pula berdasarkan kemampuannya
untuk berada bersama plasmid lain dalam satu sel bakteri.
Sifat ini disebut kompatibilitas.
Satu sel bak-
teri dengan dua atau lebih plasmid yang tidak kompatibel dapat kehilangan salah satu plasmidnya setelah beberapa generasi pertumbuhan bakteri.
Dua plasmid yang
kompatibel mempunyai sis tim represor masing-masing sehingga pada sel turunannya kedua plasmid tersebut dapat
terus bersarna-sama.
Berdasarkan sifat ini plasmid ter-
bagi dalarn berbagai "incompatibility group".
Plasmid dapat bersifat konjugatif atau tidak konjugatif.
Plasmid konjugatif pada urnurnnya berukuran be-
sar sedang plasmid yang tidak konjugatif berukuran kecil.
Plasmid konjugatif mempunyai gen yang dapat meng-
atur pembentukan pilus.
pilus ini memungkinkan perpin-
dahan plasmid dari satu sel ke sel lain.
Sifat ini se-
cara umum disebut "self transmissible".
Termasuk dalam
golongan plasmid konjugatif
adalah
plasmid-F
dan
7
plasmid-R.
Sifat konjugatif ini menerangkan mengapa
suatu plasmid-R vanq membawa 'sifat resistensi terhadap
antibiotik dapat menular dengan mudah di dalam suatu
populasi bakteri (Hardy, 1983;
Soedarmono, 1984).
Replikasi Plasmid
Replikasi plasmid terjadi secara independen dari
replikasi kromosom.
Walaupun demikian di antara kedua-
nya tetap ada hubungan.
Laju perturnbuhan bakteri dapat
berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan.
Plasmid
dapat dipert.ahankan pada laju perturnbuhan yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa replikasi plasmid sejalan dengan sintesa komponen sel yang lain.
Penyesuaian re-
plikasi plasmid terhadap laju perturnbuhan induk semangnya dicapai dengan mengontrol inisiasi replikasi plasmid.
Perbedaan dalarn laju inisiasi juga menyebabkan
perbedaan dalarn jumlah plasmid.
Replikasi plasmid besar sinkron dengan replikasi
kromosom dan diharnbat oleh mutasi bakterial yang disebabkan oleh temperatur yang mencegah terjadinya replikasi DNA.
Sebaliknya replikasi plasmid kecil tidak ter-
pengaruh oleh mutasi yang sarna, tetapi dihambat oleh
mutasi pada DNA polimerase I yang tidak mempengaruhi
plasmid besar.
Proses replikasi dibag;L menjadi tiga tahap dasar
yaitu inisiasi, pemanjangan rantai polinukleotida dengan sintesa semi konservatif dan terminasi.
8
Pada tahap inisiasi, replikasi dimulai pada suatu
titik yang spesifik dan kemudian menuju satu arah menjauh dari titik asalnya (unidireksional).
Kejadian
pertama adalah transkripsi suatu daerah pad a plasmid
yang dekat titik asal dan dikatalisa oleh enzim DNA dependent RNA polimerase induk semang.
Transkripsi ini
menghasilkan RNA primer untuk sintesa DNA selanjutnya
Mula-mula sintesa DNA dikatalisa oleh DNA polimerase I,
mulai dari gugus 3'OH pada ujung RNA primer dan diteruskan ke arah 5'--n' untuk kurang lebih 500 nukleotida.
Pada tahap perpanjangan rantai, replikasi yang terputus-putus dari serat lain dimulai.
RNA primer yang
pendek diperpanjang oleh holoenzim DNA polimerase III
untuk membentuk fragmen Okazaki yang terdiri dari kurang
lebih 1000 basa.
Fragmen yang berdekatan kemudian disa-
tukan oleh DNA ligase.
Tahap terminasi adalah pembentukan dua molekul
plasmid yang terpisah, masing-masing satu molekul CCC.
Kedua serat induk berpisah sebelum percabangan replikasi
mencapai terminus/asal replikasi.
Pada waktu serat gan-
da hampir terlepas untaiannya dan percabangan replikasi
hampir mencapai terminus, efek aktifitas DNA girase adalah untuk melepas sarna sekali kedua serat induk sehingga
terbentuk dua molekul anak.
Celah antara serat yang· baru kemudian ditutup
de~
ngan reaksi yang memerlukan DNA polimerase I dan DNA
ligase.
setelah celah tertutup, molekul sebentar tanpa
9
"supercoil"
(dalam keadaan relaks)
"supercoiling"
tetapi kemudian
dibentuk oleh DNA girase (Hardy, 1983)
Transfer Plasmid
Pada organisme prokariot informasi genetik (DNA)
yang terkandung dalam plasmid dapat dipindahkan dari sel
donor ke sel resipien, yang memungkinkan sel resipien
memperoleh sifat baru.
Kebanyakan plasmid pada bakteri
dapat ditransfer melalui konjugasi.
Plasmid konjugatif
harus mempunyai seperangkat gen yang mengatur replikasi
dan mekanisme transfer, yaitu gen tra.
Jumlahnya pa-
ling sedikit 13 buah dan tersusun sebagai suatu operon.
Fungsi qen ini adalah untuk pembentukan pili, penempatan
pili dan proses transfer DNA.
Transfer plasmid melalui konjugasi dimulai dengan
penonjolan pilus.
Ujung pilus dari bakteri donor akan
melekat pada dinding bakteri resipien dan berkaitan dengan reseptor khusus.
pili kemudian akan mengalami re-
traksi sehingga terjadi kontak langsung di antara sel.
Kontak lang sung ini menyebabkan DNA terbuka pada tempat tertentu.
Proses ini diikuti oleh transfer DNA dari
sel donor ke sel resipien.
Serat DNA yang ditransfer
tidak berupa serat ganda, tetapi hanya serat tunggal
dan selalu dimulai dari ujung 5'.
Kemudian baik pada
donor maupun resipien akan terjadi sintesa serat DNA
pelengkap sehingga terbentuk kembali plasmid yang berserat ganda (Hardy, 1983).
10
DONOR
RESIPIEN
serat DNA
pilus
sintesa serat
DNA pelengkap
pada donor
sintesa serat
DNA pelengkap
pada resipien
krornosom bakteri
Gambar 2.
Transfer DNA plasmid melalui konjugasi
(Hardy, 1983)
Plasmid yang tidak konjugatif bertindak sebagai
replikon yang hanya mengatur proses replikasi dan segregasi.
Dengan tidak terdapatnya faktor transfer pa-
da plasmid ini, maka transfer dari satu sel ke sel lain
tidak dapat terj adi.
Plasmid seperti in:i. tergantung
pada mekanisme lain untuk transfer seperti mobilisasi
oleh plasmid lain atau transduksi (Wilson dan Miles,
1975) .
Mobilisasi plasmid terjadi apabila suatu se1 bakteri mengandung dua plasmid, yang satu konjugatif dan
yang lain tidak.
Plasmid yang pertama akan menimbu1kan
transfer dari plasmid kedua secara simultan, yaitu yang
kedua "dimobilisasi".
Transduksi terjadi apabila bakteri mendapat infeksi bakteriofag.
Selama infeksi bakteriofag
plasmid
11
kadang-kadang diselaputi oleh selaput pembungkus fag
(phage coat) dan membentuk suatu partikel transduksi
(transducing particle).
Partikel ini dapat mengin-
jeksi plasmid ke dalam sel bakteri resipien yang
cocok (Hardy, 1983).
III.
PLASMID-R DAN RESISTENSI TERHADAP ANTIBIOTIK
PADA ENTEROBACTERIACEAE
Resistensi terhadap antibiotik adalah sifat yang
ditentukan secara genetis.
resisten
terhadap
Beberapa bakteri secara alami
antibiotik tertentu.
Dengan adanya
terapi antibiotik, kemudian timbul resistensi dapatan
pada koloni yang semula peka.
Resistensi ini diperoleh
karena adanya mutasi pada kromosom bakteri atau melalui
transfer plasmid-R dari galur (strain) bakteri resisten
ke galur yang peka.
Mutasi kromosomal yang menyebabkan suatu populasi
bakteri menjadi resisten jarang terjadi.
Sebaliknya
resistensi dapat dipindahkan dengan cepat di dalam suatu
populasi bakteri melalui transfer plasmid-R.
Di samping
itu "lalu lintas" plasmid pada populasi bakteri dapat
menyebabkan penyebaran yang meluas dari resistensi.
Pemakaian antibiotik berlebihan menciptakan lingkungan yang menguntungkan bakteri yang resisten karena
bakteri yang peka mati.
plasmid-R
Hal ini membentuk reservoir
pada flora normal.
Karena plasmid-R biasa-
nya menentukan resistensi terhadap sejumlah antibiotik,
kontak yang lama dengan salah satu antibiotik pun dapat
menambah jumlah bakteri yang multiresisten .
. Ekologi Enterobacteriaceae dan Plasmid-R
Bakteri dari famili Enterobacteriaceae ditemukan
pada hewan dan manusia, terutama di daerah usus.
ini terdiri dari beberapa genus.
Famili
Di dalam usus Escherichia
13
coli merupakan flora normal.
Da1am keadaan tertentu
bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih atau
diare.
Salmonella adalah organisme patogen bagi hewan
dan manusia.
Individu yang terinfeksi dapat mengekskre-
sikan bakteri ini secara terus-menerus dalam tinja (faeces) , menyebabkan kontaminasi lingkungan dan mentransfer
infeksi kepada individu lain.
Shigella merupakan penye-
bab disentri basiler pada manusia.
Penyakit ini biasa-
nya dihubungkan dengan higiene yang buruk.
Proteus dan Klebsiella bersifat komensal.
Di usus
Dalam keadaan
tertentu bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih atau bersifat oportunistik.
Penggunaaan antibiotik secara meluas dan sembarangan untuk profilaksi dan tujuan pengobatan menyebabkan
timbulnya bakteri yang resisten (Mehrotra et aI, 1984;
Ojeniyi, 1985).
Resistensi antibiotik sering ditemukan
pada bakteri dari famili Enterobacteriaceae.
Pada
Escherichia coli yang diisolasi dari hewan yang diberi
makanan tambahan rnengandung antibiotik, resistensi mencapai 40 - 100 % dan kebanyakan organisme tersebut meShimoda
ngandung plasrnid-R (Dhillon dan Dhillon, 1981;
et aI, 1983).
Bakteri dari farnili Enterobacteriaceae yang mernbawa
plasmid-R sering diisolasi dari berbagai jenis hewan,
manusia dan lingkungan (lihat tabel 1, halaman 15).
H
Ishiguro et al
(1982), Kumar dan Misra (1982)
:,
";:-:':./
_
-','
serta:,;,(qhl::;·/~::~f\.:.
et al (1981) pernah mengisolasi Escherichia c0li
'i' #/;::::,'' ' -~ ;~ --'"_,>~~,
d~iii·(.;~j'.:.K:j;S;::§~~'
~,~ '{%{,,"~'-"-,;'_"'--'-__ '.\_ •
1 \
\~~ "~~~~41i~ ~;."
"%
.t-,£,:!
,;J 'f\.
1
"
14
Salmonella yang mengandung plasmid-R dari sapi.
Bakte-
ri 'tersebut juga diisolasi dari kambing (Kumar dan Misra, 1983), babi (Bineva dan Korudzhiiski, 1983;
dan. Misra, 1983;
Kumar
Said.alet al; 1983;. Semjen dan'Pesti,
1982) dan ayam (Dhillon' dan, Dhil.lon, 1981;
Nazer, 1981)
Beberapa peneliti juga menemukan Escherichia coli
yang membawa p1asmid-R pada hewan yang mempunyai hubungan erat dengan manusia seperti anjing (Monaghan et aI,
1981;
Moss dan Frost, 1984), kucing (Moss dan Frost,
1984) dan burung piara (Kinjo et aI, 1982).
Dari anjing
yang menderita enteritis akut Minton et al (1983) mendapatkan mikroba tinja yang multiresisten.
Setelah hewan
sehat kemba1i sifat ini hilang walaupun sejumlah kecil
bakteri resisten masih ditemukan sampai satu tahun kemudian.
Resistensi terhadap
antibiotik jarang ditemukan
pada hewan percobaan karena adanya prinsip menghindari
penggunaan antibiotik pada hewan yang akan digunakan
untuk penelitian.
Adanya resistensi antibiotik dapat
diamati pada Escherichia coli yang diisolasi dari koloni
hewan percobaan yang diberi antibiotik.
Resistensi ini
menghi1ang sete1ah pember ian antibiotik dihentikan
(Shimoda et aI, 1983).
Pada Escherichia coli yang diisolasi dari enam
spesies burung liar kejadian resistensi terhadap antibiotik relatif rendah.
Nakamura et al (1982) menyim-
pulkan bahwa burung liar tidak ter1alu berperan da1am
penyebaran p1asmid-R.
15
Escherichia coli yang resisten terhadap antibiotik
dan p1asmid-R sudah tersebar 1uas da1am 1ingkungan manusia seperti 1imbah peternakan sapi dan babi (Bineva
et aI, 1983;
Hanzawa et aI, 1984), air limbah (Mach
dan Grimes, 1982) dan permukaan air sungai (Lantos et
aI, 1983).
Selain Escherichia coli dari 1imbah air juga diisolasi Salmonella enteritidis dan Proteus mirabilis yang
membawa plasmid-R.
Dari bahan pakan asa1 ternak Biru
et al (1981) mengisolasi Escherichia coli dan Salmonella
typhimurium yang resisten terhadap dua jenis antibiotik.
Resistensi terhadap antibiotik juga ditemukan pada
Escherichia coli yang diisolasi dari tukang jagal dan
peternak babi (Saida et aI, 1983).
Dari penderita ber-
bagai macam penyakit infeksi yang sedang diberi terapi
dengan antibiotik Mehrotra et al (1984) mengisolasi
Escherichia coli, Enterobacter sp., Proteus sp. dan
Klebsiella sp. yang membawa plasmid-R.
.Timbulnya re-
sistensi diduga akibat penggunaan antibiotik yang sembarangan.
Tabel L
Kejadian resistensi dari bakteri yang diisolasi dari berbagai sumber
Asal isolat
% bakteri
resisten
% bakteri resisten
meIDbawa plasmid-R
Resistensi antibiotik
yang dikode plasmid
sapi
100 %
28.5 %
basitrasin, sulfonamida,
tetrasiklin, penisilin,
Pola resistensi
TcOxAi
Pi
STeAK;
STeOxA
Pus taka
Kumar dan Misra, 1982
streptomisin, arnpisilin,
kloramfenikol, polimyxin
oxytetrasiklin, kanamisin
babi
58 %
24 %
tetrasiklin, kloramfenikol,
streptornisin, sulfonarnida
ayam
90.2 %
48
sulfarnonometoksin, tetrasiklin t streptornisin,
klorarnfenikol, aminoben-
%
Saida et al,
1983
Su TcSCrn
Watanabe et
al, 1984
zilpenisilin, sefaleksin,
kanamisin, nalidixic acid
anjing
kueing
60 %
20 %
60 %
60 %
tetrasiklin, streptomisin,
ampisilin, sulfanilamida
tikus
mencit
kelinei
1.1 %
10.3 %
1.9%
83.3 %
100 %
100 %
tetrasiklin, streptomisin, SKAi TeSKA
ampisilin, kanamisin, fu- TeS
SK
razolidon, kloramfenikol
Shimoda et
al, 1983
jungle crow
b".mboo partridge
grey starling
28.3 %
8 %
70 %
5 %
oxytetrasiklin, strepto~
misin', sulfadimetoksin
Nakamura et
Moss dan
Frost, 1984
TeSSa; TcS; SSai Tc
Te
TeS
al, 1982
(bersambung ke hal. 15)
%
Asal isolat
Iimbah peternakan
babi
Iimbah peternakan
sapi
air sungai
bakteri
~
bakteri resisten
plasmid-R
resisten
memba~la
97 %
49 %
78 %
27 %
40 - 50 %
43 %
Resistensi antibiotik
yang dikode plasmid
arnpisiIin, kIorarnfenikol,
kanamisin, stre~tornisinl
sulfonamida l tetrasiklin,
Pola resistensi
Pustaka
SSu; K; KTc; STc
Hanzawa et
aI, 1984
S; Tc; KS; ACrnKSSuTc
furazolidon
tetrasiklin, ampisilin l
streptomisin l kanarnisin,
Lantos et aI,
1983
k1oramfeniko1
tukang jaga1
peternak babi
penduduk kota
Keterangan
50 %
25.4 %
3.4 %
23.6 %
21.1 %
tetrasiklin, klorarnfenikol,
streptornisin, sulfonarnida
A: ampisilin l C: kloramfenikol, K: kanarnisin, Ox: oxytetrasiklin l
Su: sulfonamida, Tc: tetrasiklin, Tm: trimethoprirn
Saida et aI,
1983
S: streptomisin, Sa: sulfadirnetoksin,
18
Sifat Genetik plasmid-R
Plasmid-R terdiri atas dua bag ian yang dapat dibedakan yaitu RTF
(resistance transfer factor) yang ber-
tanggung jawab atas konjugasi dan determinan resistensi.
Pada bag ian determinan resistensi terdapat semua
gen yang mengatur resistensi terhadap antibiotik, kecuali gen resistensi terhadap tetrasiklin yang terdapat
pada bagian RTF (Hardy, 1983) .
Pada Escherichia coli bag ian RTF dan determinan
resistensi biasa ditemukan sebagai satu unit.
Pada
Proteus kedua bagian ini dapat ditemukan sebagai dua
plasmid yang terpisah (Davis et aI, 1973;
Wilson dan
Miles, 1975).
Suatu plasmid-R dapat menyebabkan bakteri menjadi
resisten terhadap satu antibiotik atau terhadap beberapa antibiotik secara simultan (Wilson dan Miles, 1975).
Suatu strain bakteri yangresisten terhadap empat jenis
r
antibiotik (sul , strr, camr, tet r ) pada umumnya men-:transfer semua marker (petanda) resistensinya sebagai
satu unit.
Walaupun demikian segregasi yang spontan
pada plasmid dapat terjadi.
lah faktor RTF sul r str r cam r
Hasilnya sering kali adadan RTF tetr.
Frekwensi
segregasi spontan ini bervariasi tergantung dari sel
induk semangnya.
Frekwensi ini tertinggi pada Salmo-
nella dan terendah pada Escherichia coli (Lewin, 1977).
Rekombinasi dapat terjadi apabila suatu sel bakteri mengalami superinfeksi oleh dua molekul plasmid-R
yang masing-masing membawa determinan resistensi yang
19
Frekwensi rekombinasi rendah, tetapi hal ini
berbeda.
memungkinkan p1asmid-R untuk mendapatkan atau kehilangan marker resistensi tertentu (Lewin, 1977).
Menurut Hanzawa et al (1984) resistensi yang paling umum ditemukan pada Escherichia coli yang diiso1asi dari limbah peternakan babi dan sapi adalah terhadap streptomisin, sulfonarnida dan tetrasiklin.
Pada
isolat dari limbah peternakan babi ditemukan 28 pola
resistensi dan yang paling umum amalah Sm-Su.
Dari lim-
bah peternakan sapi ditemukan 11 pola, yang paling umum
adalah Sm.
Selain pola tersebut juga ditemukan pola
resistensi terhadap enam jenis antibiotik (Ap-Cm-Km-SmSu-Tc)
Pola ini pernah ditemukan oleh Ishiguro et al
(1982) pada Escherichia coli dan Salmonella typhimurium
dari tinja sapi.
an
Hal ini menunjukkan adanya kemungkin-
transfer resistensi di antara kedua bakteri terse-
but di alamo
"Incompatibility Group"
"Incompatibility"
(ketidakserasian) digunakan
untuk menaklasifikasikan plasmid.
Plasmid dari "inc
group" yang sarna bersifat kompatibel.
Artinya plasmid
tersebut dapat berada bersarna-sama dalarn satu·bakteri.
Pada famili Enterobacteriaceae telah ditemuka 25 "inc
group".
Pada penelitiannya Hanzawa et al (1984) membagi
isolat Escherichia coli ke dalarn 11 "inc group".
Baik
20
pada isolat yang berasal dari limbah peternakan babi
maupun sapi, inc I, Hl dan H2 paling sering ditemukan.
Dari limbah peternakan babi diperoleh 10 "inc group" ,
sedang dari limbah peternakan sapi hanya tiga.
Hal ini
dikaitkan dengan kebiasaan makan dari babi, yaitu memakan lumpur yang mungkin terkontaminasi dengan bakteri
yang membawa plasmid-R.
Mekanisme Resistensi Antibiotik
Hampir semua jenis antibiotik dihasi1kan oleh sejenis Actinomycetes, meskipun ada juga yang dibuat dari
bakteri lain atau fungi.
Fungsinya di alam belum banyak
diketahui, walaupun ada dugaan fungsinya untuk menghambat mikro organisme saingan.
Antibiotik dibagi menjadi
beberapa golongan berdasarkan struktur kimianya.
Seka-
rang telah banyak ditemukan derivat semi sintetik yang
aktifitasnya lebih baik, spektrumya 1ebih luas dan cara
pemberiannya lebih mudah (Broda, 1979).
Untuk dapat membunuh bakteri suatu antibiotik harus
memenuhi tiga syarat yaitu memasuki sel bakteri, tidak
diinaktifasi serta menemukan titik tangkap.
Jika salah
satu dari tahapan ini berubah, maka timbu1 resistensi
pada bakteri terhadap antibiotik yang bersangkutan.
Resistensi terhadap antibiotik dapat bersifat a1ami atau dapatan.
Beberapa.mikro organisme secara alami
bersifat resisten karena tidak mempunyai titik tangkap
yang dapat dipengaruhi oleh antibiotik.
Adanya plasmid
dapat menyebabkan bakteri yang membawanya menjadi
21
resisten terhadap antibiotik.
Gen pada plasmid meng-
atur mekanisme resistensi melalui salah satu cara berikut yaitu inaktifasi antibiotik, merubah titik tangkap
atau mencegah antibiotik memasuki sel (Hardy, 1983).
Inaktifasi antibiotik adalah mekanisme yang sering
ditemukan.
Inaktifasi antibiotik dari golongan
P-laktamase
tam disebabkan oleh
menghidro1isa ikatan
~-laktam.
f-1ak-
yaitu enzim yang
Pembentukan enzim ini
dapat diatur oleh gen pada krornosom maupun plasmid.
Berbagai spesies bakteri maupun Actinomycetes mampu
~ -laktamase ini
menghasi1kan enzim
(Sawai, 1983).
Me-
kanisme jenis ini ditemukan pada bakteri yang resisten
terhadap penisi1in (Ogawara, 1981) dan sefa1osporin
(Kono et aI, 1983).
Pada resistensi terhadap ampisi1in
produksi enzim ini diatur oleh gen amp (Lewin, 1977).
Resistensi terhadap k1oramfeniko1 disebabkan adanya inaktifasi antibiotik oleh enzim k1oramfenikol asetil transferase.
Enzirn ini pembentukkanya diatur o1eh
gen cam pada plasmid dan menyebabkan detoksifikasi dari
antibiotik (Lewin, 1977).
Bakteri pada umumnya menjadi resisten jika titik
tangkap daya kerja antibiotik berubah sifatnya sehingga
tidak dapat dikenali oleh antibiotik.
Resistensi ter-
hadap streptomisin dan eritromisin disebabkan karena
perubahan pada ribosom sehi~gga antibiotik tidak dapat
mengikatnya (Brakier-Gingras, 1974).
Resistensi terhadap antibiotik jenis aminog1ikosida disebabkan adanya enzim yang merubah struktur
22
antibiotik.
Akibatnya mekanisme transport ke dalam
sel terganggu (Hoeltje, 1979).
Enzim ini adalah N-ase-
tilasi, Q-nukleotidilasi dan Q-fosforilasi (Soedarmono,
1984).
Pada resistensi terhadap kanamisin dan neomisin
pembentukan enzim ini diatur oleh gen kan yang terdapat
pada plasmid (Lewin, 1977).
Kadang-kadang bakteri mengembangkan resistensi silang sehingga menjadi tidak peka terhadapbeberapa antibiotik dari golongan yang sarna.
Sebagai. contoh bakteri
penghasil penisilinase menginaktifasi beberapa macarn
antibiotik
f
-laktam (Kono et al, 1983).
Oleh karena
itu alternatif pengobatan bakteri resisten harus dipilih dari golongan antibiotik yang berbeda.
IV.
MASALAH YANG DITIMBULKAN OLEH PLASMID-R
Aspek Epidemiologi Plasmid-R
Sifat resistensi terhadap antibiotik pada bakteri
merupakan masalah yang sering ditemukan dalam dunia kedokteran.
Dari segi epidemiologi masalah ini perlu
mendapat perhatian karena sifat resistensi ini dapat
ditularkan, sehingga dapat menyulitkan terapinya.
Penularan sifat resistensi oleh plasmid-R umumnya
terjadi melalui konjug.asi.
Akibatnya suatu populasi
bakteri dapat dengan cepat menjadi resisten.
Penularan
dapat terjadi di antara bakteri dari satu spesies,
berbeda spesies maupun berbeda genus.
Hal ini menun-
jukkan kemungkinan penularan resistensi dari bakteri
yang tidak patogen ke bakteri patogen.
Secara in vitro sifat resistensi yang disebabkan
oleh plasmid-R berhasil ditransfer di antara bakteri
dari famili Enterobacteriaceae, Serratia, Vibrio dan
Pseudomonas (Khanna e·t aI, 1981;
Mendez et aI, 1984).
Mehrotra et aI, 1984;
Transfer plasmid in vivo adalah
kejadian yang lebih jarang dan dipengaruhi berbagai
sifat.
Gyles et al
(1978) berhasil melalukan transfer
plasmid in vivo pada babi dari plasmid Ent yang membawa sifat resistensi
terha~ap
antibiotik.
Transfer
ini dilaleukan dari Escherichia coli enteropatogenik
lee Escherichia coli K-12.
24
Pada bakteri dari famili Enterobacteriaceae banyak
di temukan sifat resistensi antibiotik ini.
Bakteri da-
ri famili tersebut yang multiresisten sering merupakan
penyebab penyakit infeksi di rumah sakit (Christol dan
wi tchi tz, 1975) dan menyebabkan epidemi infeksi nosokomial (Bidwell, 1982).
Pada tahun 1969 dilaporkan adanya wabah di rumah
sakit Claude Bernard (Perancis) yang disebabkan oleh
bakteridari famili Enterobacteriaceae dan bersifat resisten terhadap gentamisin, kanamisin dan tobramisin.
Resistensi ini disebabkan oleh plasmid dari "inc group"
6-C yang mengatur adenilasi terhadap aminoglikosida.
Plasmid ini ditemukan pada bermacam-macam bakteri dan
hal ini diduga berperan dalam penyebarannya (Witchitz,
1981) .
Wabah serupa pernah timbul di sebuah rumah sakit
anak di Hongaria pada tahun 1979.
Penyebabnya adalah
Salmonella panama yang resisten terhadap kloramfenikol,
ampisilin, streptomisin, kanaruisin dan tetrasiklin.
Resistensi ini disebabkan oleh plasmid (Lantos et aI,
1982) .
Dalam keadaan tertentu hewan dapat bertindak sebagai reservoir plasmid-R.
Penularan bakteri resisten
dari hewan ke hewan ataupun dari hewan ke manusia selain melalui kontak lang sung dapat juga melalui makanan
asal ternak yang terkontaminasi (Dorton et aI, 1986).
Adanya bakteri resisten ini mempengaruhi mutu daging
25
dan bahan makanan asal ternak lainnya (Hanzawa et ai,
1984) .
Di Minneapolis (Amerika Serikat) tahun 1982 timbul
wabah yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis tipe
newport yang resisten.
Wabah ini tlmbul setelah pen-
derita mengkonsumsi daging sapi yang berasal dari peternakan yang menggunakan antibiotik tetrasiklin sepanjang tahun 1982 untuk profilaksi dan pemacu pertumbuhan
(Anonimous, 1985).
Pada sapi di Negeri Belanda jumlah Salmonella yang
resisten tidak menurun walaupun antibiotik ini dilarang
penggunaannya untuk pemacu pertumbuhan sejak tahun 1974.
Salmonella typhimurium.terutama dari phage type 193
yang multiresisten sering diisolasi dari sapi.
Pada
tahun 1980, 17 wabah salmonellosis pada manusia disebabkan oleh strain ini dan lima kasus karena kontak dengan sapi terinfeksi.
Pada kejadian wabah ini juga di-
laporkan adanya isolat Salmonella typhimurium phage type 193 resisten yang berasal dari daging sapi (Guinee
et ai, 1981).
Wabah infeksi nosokomial yang juga disebabkan oleh
Salmonella typhimurium phage type 193 yang multiresisten pernah ·terjadi di King Edward VIII Hospital (Afrika
Selatan).
Pada kejadian tersebut berhasil diisolasi
plasmid-R dari "inc group" H yang mempunyai enam pola
resistensi berbeda.
Penyebaran infeksi diduga melalui
infeksi silang dari tang an perawat (Robins-Browne et ai,
1983) .
Tabel 2.
Kejadian Wabah yang Disebabkan oleh Bakteri Resisten
Tempat/tahun terjadinya wabah
Penyebab wabah
Resistensi antibiotik
yang dikode plasmid
Pola resistensi
Pus taka
gentamisin, kanarnisin,
tobramisin
Witchitz,
1981
Salmonella panama yang
rnembavla plasmid
ampisilin, kloramfenikol, streptornisin, kakanamisin
Lantos et
Minneapolis, Ame,.rika Serikat, 1982
Salmonella enteritidis
tipe newport
tetrasiklin
Negeri Belanda,
1980
Salmonella typhimurium
phage type 193
streptomisin, sulfonarnida, kanamisin, neo-
RS Claude Bernard,
Perancis, 1969
Enterobacteriaceae dengan
plasmid dari lIinc groupll
6-C
RS anak di Hongaria,
1979
aI, 1981
~Anonimousl
1985
Guinee et
al, 1981
misin; arnpisilin
RS di Afrika
Se1atan, 1982
Salmonella typhimurium
phage type 193
ampisilin, kloramfenikol; neomisin-kanamisin,
nalidixic acid, strep-
tomisin, spektinirnisin,
sulfonamida, tetrasi-
klin,trimethoprim
Keterangan
ACKSSpSuTTrnNx
ACKSSpSuTTm
ACSSpSuTTrnNx
ACSSpSuTTm
ANx
ACSSpSuTm
RobinsBrowne et
aI, 1983
A: ampisilin, C: kloramfenikol, K: kanamisin, S: streptomisin, Sp: spektinomisin, Suo sulfonamida
TC: tetrasiklin r Trn: trimethoprrurn, Nx: nalidixic acid
27
pengawasan Penggunaan Obat
Beberapa antibiotik saat ini teras a kehilangan
fungsinya karena banyaknya galur bakteri yang resisten
terhadapnya.
Plasmid-R yang semula tidak jarang dite-
mukan kini menjadi sesuatu yang hampir selalu ada pada
isolat bakteri dari penderita.
Meskipun transfer plas-
mid-R in vivo tidak tinggi frekwensinya, tetapi dengan
seleksi obat dosis tinggi bakteri yang resisten berkembang dengan cepat.
Adanya bakteri resisten yang membawa plasmid-R pada ternak dan unggas diduga menjadi sumber penularan
bagi manusia dan hewan lain yang tidak mempunyai kesempatan berkontak dengan antibiotik (Shimoda et al, 1983).
Pada hewan timbulnya bakteri yang resisten dihubungkan
dengan penggunaan antibiotik yang meluas baik untuk tujuan terapi, profilaksi maupun pemacu pertumbuhan (Mehro'tra et al, 1984).
Karena beberapa bakteri tersebut
dapat menyerang manusia, maka penggunaan
dan penyalah-'
,gunaan antibiotik ini juga dapat mempersulit pengobatan
pada manusia (Ojeniyi, 1985).
Kesulitan pengobatan
pada hewan itu juga dapat terjadi karena galur bakteri
yang sensitif mati dan yang tertinggal hanya bakteri
resisten.
Prosentasi resistensi tertinggi ditemukan pada hewan yang diekspose secara maksimal terhadap antibiotik
(Dhillon dan Dhillon, 1981).
Kejadian resistensi tinggi
1ebih dipengaruhi 1amanya kontak dengan antibiotik dibandingkan dengan rute pember ian antibiotik (Lacey, 1984).
28
Di Inggris pemberian tetrasiklin sebagai pemacu
pertumbuhan pada babi dilarang sejak tahun 1971, setelah antibiotik ini digunakan selama 17 tahun.
·Pelarang-
an ini disebabkan karena merangsang timbulnya galur bakteri yang resisten.
Setelah ernpat tahun larangan ini
berjalan, jumlah Escherichia coli yang resisten terhadap
tetrasiklin hanya menurun sedikit tetapi jumlah babi yang
mengekskresikan organisme ini tet:.ap.
smith (1975) men-
duga bahwa kejadian ini disebabkan oleh lamanya bakteri
berkontak dengan antibiotik sehingga timbul galur resisten yang mampu bersaing dengan bakteri yang masih peka.
Pada manusia prosentasi resistensi antibiotik ter·tinggi adalah terhadap antibiotik yang sering digunakan
untuk terapi, sedang bakteri yang mempunyai prosentasi
tertinggi adalah bakteri dari famili Enterobacteriaceae
(Lopez~Velarde
annya
terhadap
et aI, 1983).
Berdasarkanhasil pengamat-
resistensi antibiotik, Mehrotra et al
(1984) mengatakan bahwa kejadian resistensi yang terjadi
di rumah sakit disebabkan karena penggunaan antibiotik
yang sembarangan.
Masalah resistensi ini dapat diatasi dengan mengembangkan antibiotik semi sintetik baru at au obat yang
dapat menghilangkan (curing) plasmid.
Antibiotik semi
sintetik baru didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari efek modifikasi antibiotik yang disebabkan
oleh plasmid.
Sebagai contoh antibiotik amikasin tidak
dapat diserang oleh plasmid-R biasa, karena amikasin
29
tidak mempunyai gugus kimia yang bisa dimodifikasi
oleh gen plasmid-R (Soedarmono, 1984).
Plasmid dari Escherichia coli berhasil dihilangkan (curing) dengan ethacridine (rivanol) dan acriflavine (Kumar dan Misra, 1984), ruthenium (III) chloride
(Reddy et aI, 1986) dan acridine orange (Thomas dan
Kay, 1985).
Inkubasi dengan amprolium konsentrasi
tinggi menghilangkan plasmid pada Escherichia coli dan
Salmonella typhimurium (Ozanne et aI, 1984), sedang inkubasi Escherichia coli dalam serum plasma selama satu
jam menyebabkan plasmid besar dan kromosom bakteri tersebut mengalami degradasi.
Hill dan Carlisle (1981)
mengamati bahwa plasmid pad a Escherichia coli juga dapa-t hilang j ika bakteri tersebut di tanam pada media
yang mengandung sodium lauryl suI fat dan diinkubasi pada suhu 44.5° C.
v.
PEMBAHASAN
Gejala munculnya resistensi terhadap antibiotik
pad a mikro organisme merupakan suatu fenomena adanya
usaha setiap mahluk hidup untuk tetap lestari hidup
(survive) dan menghindarkan diri dari kepunahan.
Nam-
paknya mikro organisme mempunyai kemampuan yang besar
untuk mempertahankan diri dibandingkan dengan mahluk
tingkat tinggi.
Timbulnya resistensi terhadap antibiotik pada bakteri menimbulkan mepat masalah dalam penggunaan antibiotik yaitu pengobatan tidak lagi efisien dan lebih
mahal, efek samping menjadi lebih besar, penderita infeksi jadi terancam jiwanya karena tidak ada lagi obat
yang mempan serta kemungkinan adanya superinfeksi oleh
bakteri multiresisten akibat penggunaan antibiotik secara berlebihan.
Penyalahgunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksi pada manusia serta pember ian antibiotik pada hewan untuk berbagai sebab mengakiba·tkan akumulasi bak·teri resisten dalam flora hewan dan manusia (WHO, 1983).
Akumulasi ini menyebabkan terbentuknyareservoir bakteri resisten pada hewan dan diduga merupakan sumber infeksi bagi hewan lain dan juga manusia.
ternak sapi diduga sebagi
r~servoir
Di Inggris
pokok bakteri re-
sisten yang membawa plasmid-R,. sedang di Swedia adalah
babi
1981)
dan di Hong Kong adalah ayam (Dhillon dan Dhillon,
31
Adanya bakteri resisten pada hewan mempengaruhi
mutu higiene daging da.n makanan asa1 ternak lainnya
(Hanzawa et al, 1984).
Hubungan yang langsung antara
pember ian antibiotik dan timbulnya penyakit pada
manu~
sia yang disebabkan b1eh bakteri resisten dapat dilihat
pada wabah salmonellosis di Minneapolis.
Pada kejadian
ini penderita tidak menggunakan antibiotik selama empat
minggu menjelang terjadinya penyakit.
Penyakit timbul
sete1ah penderita mengkonsumsi daging sapi yang terkontaminasi dengan Salmonella yang resisten.
Pada waktu
kejadian wabah salmonellosis di Negeri Be1anda, Guinee
et a1, (1981)
juga melaporkan adanya isola-t Salmonella
typhimurium phage -type 193 resisten yang berasal dari
daging sapi.
Se1ain menularkan bakteri resisten ke manusia, hewan juga dapat menu1arkan bakteri resisten ke hewan
lain.
Dorton et al (1986) menyatakan bahwa penularan
bakteri resisten dari hewan ke hewan mela1ui makanan
terkontaminasi sering merupakan penyebab wabah
ne110sis di Amerika Serikat.
salmo~
Hal itu diterangkan seba-
gai berikut
1.
Ransum protein yang terkontaminasi diberikan sebagai pakan hewan piara.
2.
Hewan yang terinfeksi dapat menularkan bakteri ref-sisten ke hewan lain melalui lingkungan.
3.
Hewan sakit yang dibawa ke rumah potong hewan akan
mengkontaminasi rumah- potong-hewan.
32
Penyebaran bakteri dari kandang ke kandang diduga melalui lingkungan dan diikuti penyebaran bakteri di antara ayam dalam satu kandang.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penyebaran bakteri resisten di antara
hewan dan dari hewan ke manusia dapat terjadi.
Dengan
tidak adanya kontak langsung dan tekanan seleksi seperti antibiotik, frekwensi penyebaran adalah kecil.
Dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
Saida et al (19&3) dapat dilihat bahwa manusia yang
mempunyai kesempatan lebih besar untuk berkontak dengan
hewan akan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
tertular bakteri resisten.
Pada penelitian ini didapat-
kan 58 % galur yang diisolasi dari babi bersifat resis-'
ten.
Prosentasi galur yang resisten padatukang jagal
dan peternak babi adalah 50 % dan 42 %.
Pada penduduk
kota yang hanya sedikit mempunyai kesempatan berkontak
dengan hewan hanya ditemukan 12 % galur Escherichia
coli yang resisten (lihat tabel 1, halaman 15).
Beberapa peneliti juga menemukan Escherichia coli
yang membawa plasmid-R pada hewan yang mempunyai hubungan erat dengan manusia (lihat tabel 1, halaman 15 ) seperti anjing (Monaghan et al, 1981;
Moss dan Frost,
1984), kucing (Moss dan Frost, 1984) dan burung piara
(Kinjo et al, 1982).
Bakteri Escherichia coli yang re-
sisten didapatkan pada 60 %'isolat Escherichia coli dari
anjing dan 26 % dari kucing (Monaghan et al, 1981).
Prosentasi isolat bakteri yang tinggi menunjukkan adanya
33
kemungkinan hewan piara menjadi sumber penularan bakteri resisten bagi manusia.
Resistensi antibiotik jarang ditemukan pada hewan
percobaan karena adanya prinsip menghindari penggunaan
antibiotik pada hewan yang akan digunakan untuk penelitian.
Shimoda et al (1983) hanya mendapatkan kejadian
resistensi pada hewan percobaan sebanyak 1.1 % - 1.9 %
(lihat tabel 1, halaman 15 ).
Dari enam spesies burung liar, Nakamura et al
(1982) mendapatkan kejadian resistensi hanya pada 18.7 %
dari semua ga1ur Escherichia coli yang diisolasi (lihat
tabel 1, halaman 15 ).
Dari hasil penelitian ini disim-
pulkan bahwa hewan liar kurang berperan dalam penyebaran
.plasmid-R dibandingkan dengan hewan piara.
Isolat bakteri yang membawa plasmid-R juga didapatkan dari lingkungan hidup manusia (lihat tabel 1, halaman
15) seperti 1imbah peternakan (Bineva et aI, 1983;
Hanzawa et aI, 1984), air limbah (Mach dan Grimes, 1982)
dan permukaan air sungai (Lantos et aI, 1983).
Hal ini
menunjukkan kemungkinan terbentuknya reservoir plasmid-R
di lingkungan dan terjadinya transfer resistensi pada
tempat tersebut.
Dari hasil penelitiannya Mach dan
Grimes (1982) menyimpulkan bahwa pada tempat pengolahan
limbah air terjadi transfer resistensi dengan frekwensi
.
yang cukup tinggi, yai tu 4.9 x 10
-5
- 7. 5 x 10
-5
.
Frek-
wensi transfer secara in vitro di laboratorium adalah
2 • 1 x 1 0 -3.
Gambar 3.
Jalur penyebaran plasmid-R
MANUSIA
HEWAN
Escherichia coli
t
Salmonella
I
I
~ kontak lang sung
(
)
I~
bah an makanan/pakan
asal hewan
yproteus
)
I
I
,
I
/.serratia
Escherichia coli '-....
I
Shigella
Salmonella
t
LINGKUNGAN
( reservoir)
,
~
)Pseudomonas
Ir
35
·Penularan sifat resistensi pada bakteri gram neg a-
tif pada umumnya terjadi mela1ui transfer plasmid-R secara konjugasi (Yadava et aI,
1983).
Transfer plasmid
ini dapat terjadi di antara bakteri dari satu spesies,
berbeda spesies maupun berbeda genus.
Mendez et al (1984) mentransfer plasmid secara in
vitro dari serratia marcescens galur nosokomial ke
Escherichia coli , Serratia marcescens, Enterobacteria
lainnya serta ke Vibrio dan Pseudomonas.
Transfer re-
sistensi antibiotik dari Escherichia coli ke bakteri
patogen seperti Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium dilakukan oleh Khanna et al (1981).
Salmonella, Mehrotra et al (1984)
Selain ke
juga mentransfer
plasmid-R dari Escherichia coli ke Proteus, Enterobacter, dan Klebsiella.
Transfer plasmid in vivo adalah kejadian yang lebih jarang dan dipengaruhi oleh sifat organisme donor
dan resipien, plasmid, lingkungan induk semang, terapi
antibiotik dan kemungkinan menghambat dari organisme
lain (Platt et aI, 1986)
Poh1 et al (1980) mengamati dalam penelitiannya
bahwa transfer plasmid di antara bakteri dalam saluran
pencernaan jarang terjadi.
Dari 144 ga1ur Salmonella
dan 177 bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang diisolasi dari sapi pada suatu peternakan, 79 Salmonella
dan 11 bakteri dari famili Enterobac·teriaceae membawa
plasmid-R c1ari "inc group" H.
Dari plasmid yang diiso-
1asi tersebut hanya satu p1asmid-R yang berasal dari
36'
bakteri Enterobacteriaceae yang mengkode resistensi
yang sarna dengan plasmid dari Salmonella.
Lacey (1984) berpendapat bahwa kejadian transfer
dalam saluran pencernaan adalah jarang karena organisme
resipien yang potensial seperti Proteus dan Pseudomonas
secara alami resisten terhadap antibiotik tertentu.
Escherichia coli adalah bakteri fakul,tatif terbanyak di
dalam usus tetapi jumlahnya hanya sedikit bila dibandingkan dengan bakteri anaerob obligat (100 : 1 atau
1000 : 1), terutama Bacteroides.
Anderson (1975)
Menurut penelitian
suspensi pekat Bacteroides fragilis sa-
rna sekali menghambat transfer resistensi in vitro.
Hal
ini mungkin menerangkan mengapa terjadi honjugasi di
usus hewan dan manusia tErharnbat.
Goel et al (1984) menyatakan bahwa garam empedu,
sodium taurocholat dan sodium thioglicolat dengan konsentrasi 8 mg/ml menghambat transfer plasmid-R dari
Escherichia coli ke resipien Salmonella typhimurium.
Konsentrasi tersebut adalah konsentrasi normal yang
ada dalam empedu di saluran pencernaan dan bersifat
subletal baik bagi donor dan resipien.
Efek mengham-
bat dari sodium taurocholat lebih jelas dibandingkan
dengan sodium thioglicolat.
Transfer plasmid in vivo pada babi berhasil dila-
---
kukan oleh Gyles et al (1978.)
terhadap suatu plasmid
Ent yang membawa sifat reistensi antibiotik dari Escherichia coli enteropatogenik ke Escherichia coli K-12.
Transfer plasmid-R in vivo pada manusia berhasil
37
dilakukan oleh Anderson (1975).
Transfer plasmid ini
akan meningkat dengan pember ian antibiotik.
Setelah terjadi penularan resistensi di antara
bakteri maka penyebaran bakteri resisten ini dapat terjadi baik dari hewan ke hewan maupun dari hewan ke manusia.
Adanya masalah resistensi ini akan mempersulit
pengobatan infeksi pada hewan dan manusia.
Pengembang-
an semi sintetik baru yang dapat mengelak pengaruh plasmid-R hanya akan memecahkan masalah sementara waktu saja.
Bakteri yang resisten terhadap antibiotik baru cepat
muncul dan dapat menularkan resistensi ini melalui plasmid.
Sedangkan cara mengatasi masalah resistensi mela-
lui penyembuhan (curing) plasmid sampai saat ini baru
dapat dilakukan secara in vitro.
Pemecahan masalah resistensi yang baik hanyalah
dengan mengurangi penggunaan antibiotik dengan sembarangan.
Ini adalah satu-satunya cara untuk mengurangi
pengembangan bakteri resisten dan tetap menjaga efektifi tas antibioti}, yang sudah ada.
Hal ini dapat dilaku-
kan dengan mengurangi keperluan antibiotik melalui pencegahan penyebaran penyakit (Lacey, 1984).
Pengobatan
sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil uji kepekaan di
laboratorium yang menyatakan antibiotik mana efektif
terhadap bakteri yang diisolasi (Kane dan Kandel, 198?).
Sebaiknya penggunaan antibiotik untuk profilaksi dan
pemacu pertumbuhan di peternakan dikurangi
(Smith, 1975)
serta diatur agar antibiotik yang digunakan hewan di
38
peternakan dibedakan dari antibiotik untuk manusia agar
penyebaran resistensi -tidak begitu hebat (Kumar dan Misra, 1982;
Soedarmono, 1984).
VI.
KESIMPULAN
Sifat resistensi terhadap antibiotik pada bakteri
rnerupakan masalah yang sering ditemukan dalam dunia kedokteran.
Selain resistensi yang bersifat alami, re-
sistensi juga dapat disebabkan karena adanya mutasi
kromosomal atau karena adanya plasmid-R.
Dari segi
epidemiologi masalah resistensi yang disebabkan oleh
plasmid-R perlu mendapat perhatian karena resistensi
ini dapat ditularkan.
Penularan resistensi oleh plasmid-R in pada umumnya terjadi melalui konjugasi.
Penularan ini dapat
terjadi di antara bakteri dari satu spesies, berbeda
spesies maupun berbeda genus.
Setelah penularan re-
sistensi di antara bakteri terjadi, penyebaran bakteri
resisten dapat terjadi dari hewan ke hewan at au dari
hewan ke
manusia.
Dalam keadaan
tertentu hewan dapat bertindak se-
bagai reservoir plasmid-R.
Pada hewan timbulnya bak-
teri resisten sering dikaitkan dengan penggunaan antibiotik yang meluas untuk tujuan terapi, profilaksi
rnaupun pemacu pertumbuhan.
Resistensi pada bakteri
patogen bagi manusia pad a umurnnya dikaitkan dengan penyalahgunaan an·tibiotik untuk terapi.
Selain pada hewan dan ,\,anusia , bakteri resisten
yang membawa plasmid-R juga ditemukan di lingkungan
hidup manusia.
Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan
lingkungan menjadi reservoir plasmid-R.
40
Adanya masalah resistensi ini dapat mempersulit
pengobatan.
Cara yang terbaik dalam mengatasi masalah
ini adalah dengan mengurangi penggunaan antibiotik
secara sembarangan.
Dengan cara ini perkembangan bak-
teri yang resisten dapat dikurangi dan efektifitas
antibiotik yang sudah ada tetap dijaga.
QAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. D.
1975. Factors that may prevent transfer of antibiotic resistance between gram-negative
bacteria in the gut.
J. Med. Microbiol. 8:83-88
Anonimous.
1985. L'epidemie de Minneapolis. Les dangers de l'elevage d'animaux aux antibiotiques.
Harian Le Monde
Bidwell, J. L.
1983. Application and relevance of
plasmid analysis in clinical microbiology laboratories. Microbiology Abstract 18(2)
Bineva, I., Korudzhiiski, N. and S. Karadzhov.
1983.
Drug resistance induced by R-plasmid conjugation
among strains of Escherichia coli isolated from a
pig farm.
Veterinary Bulletin 53(2)
1983. Occurence of drug
resistance and conjugative R-plasmid among Escherichia coli from healthy pigs. Veterinary Bulletin 53(sr-Biru, G., Seeger, H. and H. Gemmer. 1981. Antibiotic
resistance and transmission of R factor in Escherichia coli isolated from feed of animal origin.
Veterinary Bulletin 51
Brakier-Gingras, L. 1975. Resistance to antibiotics
and alteration in the bacterial ribosome.
Microbiol. EXCp. Med. 28(4)
1979.
Broda, P.
company
Plasmids.
Oxford:
W. H. Freeman and
Christol, D. and J. witchitz.
1975. Role of antibiotics in the selection of multiresistant strains of
bacteria in intensive care units. Microbiol. EXcp.
Med. 28(4)
Davis, B. D., Dulbecco, R., Eisen, H. N. Ginsberg, H. S.
and W. B. Wood. 1973. Microbiology. New York:
Harper and Row publishers
Dhillon, T. S. and E. K. S. Dhillon. 1981.
Insidence
of lisogeny, colicino~eny and drug resistance in
Enterobacteriaceae isolated from rectum of humans
and some domesticated species. Appl. and Environ.
Microbio141(4):894-902
42
Dorton, A. R., Filer, D. V. , Gram, W. D., Hardaker,
M. B. and M. L. Miller.
1986.
zoonotic aspects
of antibiotic resistant Salmonella infection.
The Auburn Veterinarian 41(1) :12-15
Goel, R., Ansari, M. Q •. and J. N. S. Yadava. 1984 .
Effects of sodium taurocholate and sodium thioglico1ate on the conjugal transfer of R-plasmid in
Escherichia coli strains. Veterinary Bulletin
54(11)
Guinee, P. A. M., Leuwen, W. J. Van, and C.E. Vooqd.
Multiresistant Salmonella strains from veal calves. Veterinary Bulletin 51(9)
Gyles" C. , Fall<ow, S. and L. Rollins.
1978. In vivo
transfer of an Escherichia coli enterotoxin-plasmid
possessing genes for drug resistance. Am. J. Vet.
Sci. 46 (4) : 1438-1441
Hanzawa, Y., Oka, C., Ishiguro, N. andG. Sato. 1984.
Incompatibility groups of R-plasmids in Escherichia
coli isolated from animal waste. Jpn. J. Vet. Sci.
46 (4): 453-457
Hardy, K.
1983.
Bacterial Plasmids. Washington:
American Society for Microbiology
Hill, W. E. and C. L. Carlisle.
1981. Loss of plasmid
during enrichment of Escherichia coli. Appl. and
Environ. Microbiol. 41(4) :1046-10~
Hoeltje, J. V.
1979.
Induction of streptomycin uptake
in resistant strains of Escherichia coli. MicrobioI. Excp. Med. 36(4)
Ishiguro, N., Sato, G., Ichijo, S. and T. Konishi.
1982.
Incompatibility of R-plasmid derived from
Salmonella and Escherichia coli from a bovine
fecal sample. Am. J. Vet. Sci. 41(12):1982-1986
Kane, L. Mc and J. Kandel. 1985. Microbiology: Essentials and Applications.
New York: Mc Graw Hill
Khanna, V. K., Sharma, K. N. and P. N. Mehrotra.
1981.
Note on in vivo transfer of oxytetracyclin and
streptomycin' sulphate resistance from Escherichia
coli to Salmonella via Escherichia coli K 12.
Indian J. Anim. Sci. 51(5):565-567
Kinjo, T., Minamoto, N., Sugiyama, Y. and K. Hirai. 1982.
Drug resistance and R-plasmids in Escherichia coli
strains isolated from feces of imported pet birds.
veterinary Bulletin 52(10)
43
Kono, M., Sasatsu, M., Hara, K., Shiomi, Y. and T. Hayasaka. 1983. Mechanism of resistance to some cephalosporins in Staphylococcus aureus. Microbiology Abstract 18(8)
Kumar, A. and D. S. Misra. 1982. Note on drug resistant and R-factor-bearing Escherichia coli in calves.
Indian J. Anim. Sci. 52(8) :698-699
---1983 Drug resistant and
R factor-bearing Escherichia coli and Salmonella
in goats and pigs.
Indian J. Anim. Sci. 53(6):
683-686
1984. Curing of transferable tetracycline drug resistance from Escherichia
coli. Veterinary Bulletin 54(4)
Lacey, R. W. 1984. Does the use of chloramphenicol
jeopardize the treatment of human infections ?
Veterinary Record 114:6-8
Lantos,.J., Fekete, J. and K. Kiraly.
1983. R-plasmid
study of an outbreak caused by multiresistant
strains of Salmonella panama. Microbiology Abstract 18(1)
, Hegedues, M. and M. Zsigo.
1983. Escheristrains isolated from surface water.
Distribution by resistance to antibiotics and Rplasmid transfer. Microbiology Abstract 18(9)
-------c~h-l··a--coli
Lewin, B. 1977.
and Phages.
Gene Expressions. Vol. III. Plasmids
New York: John Wiley and Sons
Lopez Velarde, M. A. P., Barriga Angulo, G. and C. Perez
Rostro. 1983. Microbial resistance in hospitals
of cntro medico "La Raza" of the IMSS. Microbiology Abstract 18(3)
Mach, P. A. and D. J. Grimes. 1982. R-plasmid transfer in a wastewater treatment plant. Appl. and
Environ. Microbiol. 44(6) :1395-1403
Mehrotra, P. K., Lakhotia, R. L. and P. N. Mehrotra.
1984. Occurence of R-plasmid and infectious drug
resistance in member of family Enterobacteriaceae.
Indian. J. Anim. Sci. 54(4) :383-385
Mendez, F. J., Mendoza, M. ~_, Llaneza, J. and C. Hardisson. 1985. R-plasmid carried by nosocomial
strains of Serratia marcescens : Host range and
stability. Microbiology Abstract 20(6)
44
Minton, N. P., Marsh, J. and T. Atkinson.
1984.
The
R-factors of mUltiple antibiotic resistant feaca1
co1iforms isolated from a domestic dog.
Veterinary Bulletin 54(4)
Monaghan, C., Tierney, U. and E. Colleran. 1981.
Antibiotic resistance and R-factors in the fecal coliform flora of urban and rural dogs. Veterinary
Bulletin 51 (10)
Moss, S. and A. J. Frost.
1984.
The resistance to
chemotherapeutic agents of Escherichia coli from
domestic dogs and cats.
Veterinary Bulletin 54(8)
Nakamura, M., Yoshimura, H. and T. Koeda.
1982.
Drug
resistance and R-p1asmids of Escherichia coli
strains isolated from six species of wild birds.
Jpn. J. Anim. Sci. 44:465-471
Nazer, A. 1-1. K.
1981. Transmissible drug resistance
in Escherichia coli isolated from poultry and
their carcasses-rn-Iran.
Veterinary Bulletin 54(8)
Ogawara, H.
1981. Antibiotic resistance in pathogenic
and producing bacteria, with special reference to
~-lactam antibiotics.
Microbiological Review
45(4) :591-619
Ojeniyi, A. A.
1985. Comparative bacterial drug resistance in modern battery and free range poultry
in a tropical environment.
Veterinary Record 117:
11-12
Ozanne, G., Mathieu, L. G. and D. Martin.
1984.
Eliminantion of p1asmidic resistance and of enterotoxigenicity in certain enteric gram-negative
bacteria after incubation with high concentration
of amprolium. Am. J. Vet. Sci. 45(2):326-332
Platt, D. J., Chesham, J. S. and K. G. Kristinsson.
1986.
R-p1asmid transfer in vivo: a prospective
study.
J. Med. Microbiol.~1:325-330
Poh1, P., Robaeys, G. Van, Drez e, P. and F. Stockmans.
1981.
Evaluation of the frequency of transfer of
R-plasmids between Enterobacteria and Salmonella
in vivo.
Veterinary Bulletin 51(6)
Reddy, G., Shridhar, P. and H. Polasa. 1986.
Elimination of Col E1 (pBR322 andpBR329) plasmids in
Escherichia coli on treatment with hexamine ruthenium (III) chloride.
Curro Microbial. 13(5) :243246
.45
Robins-Browne, R. M., Rowe, B., Ramsaroop, R., Naran,
A. D., Threlfall, E. J., Ward, L.R., Lloyd, D.A.
and R. E. Mickel. 1983. A hospital outbreak of
multiresistant Salmonella typhimurium belonging
to phage type 193. J. Infect. Dis. 147(2):210-217
Rozenberg-Arska, M., Salters, E.C., Strijp, J. A. Van,
Hoekstra, W. P. M. and J. Verhoef. 1984. Degradation of Escherichia coli chromosomal and plasmid
in serum.
J. Gen. Microbiol. 130: 217-222 Saida, K., Ike, Y. and S. Mitsuhashi. 1983. Drug resistance and R-plasmids of Escherichia coli strains
isolated from pigs, slaughteres and breeders of
pigs in Japan. Veterinary Bulletin 53
Sawai, T.
1983. Bacteria resistant to
-lactam antibiotics.
Biochemestry and genetic of resistance.
Microbiology Abstract 18(9)
semjen, G. and L. Pesti. 1982. Occurence and transfer
of plasmids for antibiotic resistance and enterotoxin production in enterotoxigenic Escherichia
coli of swine origin. Veterinary Bulletin 52(6)
Shimoda, K., Maejima, K., Drano, T. and N. Terakado.
1983. Drug resistance and R-plasmids in Escheri...,
chia coli isolated from laboratory animal. Jpn.
J. Ve"t:"Sci. 45{l):103-l08
Smith, H. W.
1975. Persistence of tetracycline resistance in pig Escherichia coli. Nature 258:628-630
Soedarmono, P.
1984. Plasmid dan permasalahannya.
Majalah Kedokteran Indonesia 34(7) :405-408
Thomas, J. M. dan W.W. Kay. 1985. A simple and rapid
method for ·the elimination of R-plasmid from bacteria. Microbiology Abstract 20 (5)
watanabe, M., Hatanaka, R. and Y. Nakase. 1984. Detection of R fsctor in Escherichia coli strains isolated from chicken affected with colibacillosis.
veterinary Bulletin 54
W.H.O. Working Group on Antimicrobial Resistance.
1983.
Antimicrobial resistance. Microbiology Abstract
l8(9)
Wilson, G. S .. and A. Miles.
1975. Topley and Wilson's
Principles of Bacteriology, Virology and Immunity.
London: Edward Arnold Publishers
46
Witchitz, J. L.
1983.
Epidemiological aspects of aminoglycoside resistance in France.
Microbiology
Abstract 18(9)
Yadava, J. N. S., Ansari, M. Q. and R. Goel.
1985.
Transfer of antibioitc resistance by conjugation
and transduction in clinical isola·tes of Escherichia coli. Microbiology Abstract 20(5)
Download