View/Open - Repository Unhas

advertisement
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Dampak Intervensi Amerika Serikat terhadap Hubungan Bilateral Amerika
Serikat dengan China
1. Politik
Hubungan bilateral antara AS dan China merupakan hal penting,
melingkupi pada berbagai bidang antara lain, kebijakan ekonomi, keamanan,
hubungan luar negeri, termasuk HAM. Kepentingan bersama AS dengan China
telah terikat dan
jauh lebih erat dibanding beberapa era pemerintahan
sebelumnya. Hal ini berdampak kepada hubungan ketergantungan di mana sulit
bagi pemerintah untuk mengambil tindakan sepihak tanpa mempertimbangkan
kondisi dunia secara keseluruhan. Pada masa pemerintahan George W. Bush ini
menunjukkan peningkatan hubungan dengan China, meregularisasi kontrak
bilateral dan kerjasama, sekaligus meminimalkan perbedaan.
Berbagai bentuk kebijakan AS yang dibuat untuk menanggapi kasus
HAM Tibet, secara khusus berdampak terhadap kondisi hubungan bilateral kedua
negara. Pentingnya China dalam ekonomi global, keamanan, lingkungan, dan
hal-hal lainnya telah berkembang, baik Pemerintahan Bush dan Obama bertujuan
64
untuk menjalin kerjasama bilateral di berbagai bidang, sementara AS sangat tidak
setuju dengan Beijing pada banyak isu-isu HAM.79
Pasca peristiwa pemberontakan Tibet 2008 dan apa yang telah dilakukan
China untuk menghentikan pemberontakan tersebut, telah membuat AS
memberikan berbagai respon negatif. Salah satunya adalah keputusan AS untuk
memboikot Olimpiade Beijing 2008. Meskipun pada akhirnya Olimpiade
tersebut tetap diselenggarakan, bahkan Presiden Bush tetap menghadiri upacara
pembukaannya.
AS tidak dapat serta merta mengakhiri hubungan bilateralnya dengan
China akibat dari konflik ideologi yang mereka miliki atas HAM. AS mengakui
kepentingannya atas keberadaan China dalam interaksi dan dinamika
internasional. Misalnya saja, hak veto yang dimiliki China di PBB. Pengambilan
keputusan PBB yang diakui banyak diarahkan dan terpengaruh oleh kebijakan
AS, dapat terhambat dengan kepemilikan hak veto tersebut.
Sebelumnya dalam The Tibetan Policy Act of 2002 yang dikeluarkan
sebagai bentuk kebijakan AS dalam kasus HAM Tibet, mengarahkan Cabang
Eksekutif AS untuk mendorong pemerintah China untuk ikut serta berdialog
dengan Dalai Lama atau wakil-wakilnya, panggilan untuk pembebasan tahanan
politik dan agama Tibet di China, mendukung pembangunan ekonomi,
pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan tujuan lainnya di Tibet, dan
Ewen MacAskill and Tania Branigan. 2009 “Obama Presses Hu Jintao on Human Rights During White House
Welcome,” Guardian.co.uk, 19 Januari 2011; Helene Cooper and Mark Landler, “Obama Pushes Hu on Rights
but Stresses Ties to China,” New York Times. dalam Ibid.,
79
65
melaksanakan kegiatan lain demi "mendukung aspirasi rakyat Tibet untuk
melindungi identitas mereka."80 China memperlihatkan ketidaksenangannya
terhadap campur tangan AS.
Periode tahun 2007-2008 merupakan rentan waktu berlangsungnya
Kongres ke110 Hubungan AS-China. Kongres tersebut membahas banyak hal
terkait hubungan bilateral AS-China. Adapun peristiwa penting yang terjadi pada
rentan waktu tersebut dan menjadi pokok pembahasan, antara lain China’s antisatellite weapon test pada Januari 2007, the 17th Party Congress pada Oktober
2007), a crackdown against demonstrations in Tibet pada Maret 2008, the
election of a new, pro-engagement government in Taiwan pada Maret 2008, the
massive Sichuan earthquake pada Mei 2008, dan Beijing’s hosting of the 2008
Olympics pada Agustus 2008. Dalam laporan Congress Research Service 2009,
dipaparkan secara umum bahwa AS dan China tetap bersepakat melanjutkan
semua kesepakatan dan kerja sama yang telah ditetapkan sebelumnya.81
Jadi, secara politik, hubungan bilateral AS dan China terus berusaha
diupayakan untuk berjalan sesuai kesepakatan yang telah mereka putuskan.
Terbukti dengan tetap ada inisiasi dan respon positif kedua negara untuk terus
melanjutkan pertemuan dan kongres khusus yang membahas hubungan kedua
negara secara bilateral dengan lebih terbuka. Pergantian pemerintahan di AS pun,
80
Susan V.Lawrence dan Thomas Lum dalam CRS Report R41108, U.S.-China Relations: Policy Issue.
Kerry Dumbaugh. February 2009. CSR: China-U.S. Relations in The 110th Congress: Issues and Implication
for U.S. Policy.
81
66
diharapkan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan dan mencari jalan keluar
dari konflik yang terjadi antara AS dan China.
2. Ekonomi
Intervensi Pemerintah AS selalu membuat Pemerintah China bereaksi,
bahkan sesekali mengecam tindakan yang begitu berani dilakukan Pemerintah
AS. Namun, di sisi lain, hubungan bilateral keduanya dalam bidang ekonomi
tetap terus berjalan aktif dan mengalami perkembangan. Terbukti dengan terus
diadakannya Startegic Economic Dialogue (SED), yang merupakan salah satu
agenda turunan dari Kongres tahunan mereka. Dalam pertemuan yang
berlangsung, kedua negara bersepakat untuk terus menjalin kerja sama dalam
menjaga stabilitas ekonomi dunia, khususnya ekonomi kedua negara.
China dan AS memiliki tujuan yang sama sebagai kepentingan
nasionalnya, yaitu mensejahterakan kehidupan masyarakat, tapi keduanya
menerepakan sistem yang berbeda dalam pencapaiannya. China memberikan
fasilitas untuk kemajuan ekonomi bersama kepada rakyatnya, tapi yang memiliki
kontrol penuh atas kebebasan individu rakyatnya adalah negara, kepemilikan atas
barang-barang berharga dan sumberdaya alam, semuanya adalah hak negara.
Sementara AS, menerapkan sistem privatisasi individu, meyakini bahwa
persaingan ekonomi tanpa campur tangan negara, akan membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara.
67
Hubungan AS-China dipaparkan berjalan mulus dalam Laporan Kongres
ke-110. Gedung Putih terus mengikuti kebijakan atas keterlibatan pihaknya yang
diresmikan pada tahun 2005 sebagai kerangka kerja baru untuk hubungan, di
mana AS bersedia bekerja sama dengan China serta mendorong Beijing untuk
menjadi penopang kebijakan mereka dalam sistem global. Para pejabat AS juga
terus mengadakan serangkaian dialog senior yang reguler diadakan oleh Gedung
Putih, seperti SED. Tapi pembuat kebijakan AS lainnya mulai meningkatkan
kekhawatiran tentang isu-isu yang melibatkan China dan hubungan AS-China.
Mereka mengutip kekhawatiran tentang dampak dari pertumbuhan ekonomi yang
kuat di China dan diplomasi China lebih tegas di arena internasional, kegagalan
dalam prosedur untuk menjamin kualitas obat-obatan China, makanan, dan
produk lainnya yang diimpor ke AS, China pun dikhawatirkan memiliki
ketidakmampuan untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual AS, dan
praktek perdagangan dan kebijakan di China yang menyebabkan meningkatnya
defisit AS tumbuh perdagangan dengan China, $256 miliar pada 2007 dan
diproyeksikan akan mencapai $267 miliar di tahun 2008. Selama Kongres ke110, dinyatakan bahwa China adalah mitra dagang AS yang kedua terbesar.
Beijing juga diposisikan untuk memainkan peran potensial penting dalam upaya
untuk menyelesaikan krisis keuangan global yang dikembangkan akhir tahun
2008, dengan bank sentral China pembeli utama utang AS. China adalah
pemegang terbesar kedua sekuritas AS dan pemegang terbesar obligasi AS
digunakan untuk membiayai defisit anggaran federal.
68
Amerika Serikat mempertahankan puluhan dialog bilateral dengan China
di berbagai tingkatan dan di beberapa lembaga. Pada bulan-bulan sebelum
Kongres ke-110, selama yang pertama dari perjalanan ke China sebagai Menteri
Keuangan, Henry Paulson mengumumkan pada tanggal 20 September 2006,
bahwa ia menjadi pionir untuk dialog bilateral yang disepakati oleh Presiden
Bush dan Hu, yaitu SED. Sekretaris Paulson mengumumkan, SED akan diadakan
dua kali setiap tahun sehingga Kabinet pejabat tingkat di kedua pemerintah bisa
mengadakan pembicaraan reguler pada isu ekonomi. Tujuan dari SED ini adalah
untuk memajukan hubungan ekonomi AS-China dan mendorong transisi lanjutan
ekonomi China dengan sebuah keterlibatan global bertanggung jawab.
SED telah melalui putaran kelima selama Kongres ke-110: di Washington
pada tanggal 22-23 Mei 2007, di Beijing pada tanggal 11-13 Desember 2007, di
Annapolis pada tanggal 16-18 Juni 2008, dan di Beijing pada tanggal 4-5
Desember, 2008. Menteri Keuangan AS Henry Paulson adalah tuan rumah AS
untuk semua putaran. Untuk China, Wakil Perdana Menteri Wu Yi menjadi tuan
rumah putaran kedua dan ketiga dan Wakil Perdana Menteri Wang Qishan tuan
rumah putaran keempat dan kelima. Proses SED selama Kongres ke-110
membicarakan beberapa perjanjian bilateral dan pemahaman, dan cenderung
untuk tujuan membangun dan memperluas kemajuan masa lalu pada pertemuan
mendatang. Beberapa prestasi meliputi82:
Joint U.S – China Fact Sheet sebagai Laporaran SED ke 5. Desember 2008. U.S. Treasury Department.
Diunduh dari http://www.treasury.gov/initiatives/Pages/2008-dec.aspx (12 Januari 2012)
82
69
a. Meningkatkan akses pasar bagi AS di China, termasuk untuk produk AS dan
industri jasa keuangan, bekerja sama pada pengembangan batubara bersih
baru teknologi, dan memperkuat kerjasama hak atas kekayaan intelektual
(Mei 2007)
b. Meningkatkan kerjasama keamanan produk, termasuk obat, makanan, bahan
kimia, dan produk konsumen; komitmen pada reformasi keuangan lebih
lanjut; dan diskusi tentang energi dan kerja sama lingkungan; kemajuan
perjanjian investasi bilateral, dan mempromosikan transparansi dalam aturan
keputusan administratif (Desember 2007)
c. Persetujuan Ten-Year Energy and Environment Cooperation Framework,
termasuk pembentukan komite pengarah untuk panduan kerjasama (Juni
2008)
d. Pembahasan strategi untuk mengelola risiko ekonomi makro dan mengatasi
krisis keuangan global (Desember 2008)
Fokus terhadap hasil SED pada Juni dan Desember 2008, pasca
terjadinya pemberontahan dan pelanggaran HAM di Tibet. Baik AS maupun
China tetap bersepakat untuk menguatkan dan menyelesaikan masalah ekonomi
yang dihadapi kedua negara, baik masalah ekonomi domestik maupun masalah
ekonomi global. Hal ini terkait kepentingan atas eksistensi kedua negara dalam
menentukan arah perekonomian dan perdagangan dunia.
70
Menganalisa dampak yang ditimbulkan dari intervensi AS terhadap
pelanggaran HAM di China, dari segi politik dan ekonomi, tidak begitu
mempengaruhi stabilitas hubungan bilateral kedua negara. Sejak diresmikannya
hubungan diplomatik mereka, 1 Januari 1979, hubungan tersebut justru
memperlihatkan kemajuan. Bagi kedua negara, kerjasama dalam HAM merupakan
masalah penting untuk diperhatikan, namun kepentingan dalam kerjasama politik,
ekonomi, dan pertahanan keamanan masih lebih diutamakan.
B. Strategi China dalam Mengatasi Intervensi Amerika Serikat terhadap
Pelanggaran HAM di Tibet
HAM telah menjadi fokus utama dari kebijakan AS di China. Washington
telah bekerja keras untuk memenangkan pembebasan pembangkang dan sering
mengkritik kebijakan China pada HAM. Pada tahun 2004, China menerbitkan
sebuah laporan berjudul Ini "The Human Rights Record of AS." menunjukkan
bahwa: 1) ada sejumlah besar orang Amerika dibunuh dengan senjata dan
kejahatan kekerasan; 2) pemilu sering terpengaruh oleh uang dari kontributor
kaya; 3) ada banyak tunawisma dan miskin dan kesenjangan antara si kaya dan si
miskin adalah sangat besar, dan 4) diskriminasi rasial masih sangat banyak hidup
di AS.
Laporan seperti itu merupakan bentuk penentangan China terhadap
intervensi yang dilakukan AS kepada urusan dalam negeri negaranya. Selama
bertahun-tahun China memulai kebangkitannya dan terus menerus memperbaiki
71
sistem perekonomian. Keinginan China untuk menyatukan kembali keseluruhan
wilayahnya, termasuk Tibet, menjadikan China begitu terus mencari cara untuk
mencapainya. Keberadaan AS sebagai negara yang lebih dahulu besar dan kuat
dibanding dengan China, menjadikan China memilih pemerintahan dan
menjalankan negara yang memiliki ideologi yang cukup bertentangan dengan
AS. Begitu pula dalam masalah HAM. Intervensi yang dilakukan AS sebenarnya
merupakan wujud perhatian AS terhadap apa yang dilakukan China, dan
dianggap AS sebagai pelanggaran HAM. Sementara China sendiri, tidak pernah
beranggapan bahwa apa yang dilakukannya merupakan pelanggaran, sebab
dengan kebijakan yang dikeluarkan, terkhusus ke Tibet, akan menjadikan China
sebagai negara utuh, yang memiliki kesamaan dan dan bangkit bersama-sama.
Perbedaan yang ada justru dianggap penghambat dalam pembangunan reunifikasi
atau penyatuan negara.
Berbagai intervensi dalam bentuk aksi protes, kebijakan luar negeri,
pernyataan kenegaraan, dan berbagai pertemuan yang dilakukan AS, ditanggapi
China secara signifikan. Termasuk menanggapi panggilan untuk mengadakan
kembali Dialog HAM antara China dan AS pada Mei 2008, pasca terjadinya
pemberontakan di Tibet. China memang terus mengatakan kepada AS untuk
tidak lagi mengintervensi masalah dalam negerinya. Dalam setiap dialog, China
memaparkan
apa
yang terjadi
di
negaranya
dan
alasan-alasan
yang
melatarbelakangi setap tindakan yang diambil. China berjanji untuk terus
berupaya memperbaiki kondisi HAM di negaranya.
72
Hubungan China dan AS di bidang ekonomi, investasi, dan perdagangan
terus berjalan sesuai kesepakatan yang ada dalam setiap pertemuan. Namun,
untuk masalah HAM, China masih bertahan dengan prinsip dan definisi HAM
yang dianutnya. Meskipun jelas dalam konstitusinya, bahwa China menghormati
HAM, namun jika menjadi faktor yang menghambat kesejehteraan pembangunan
negara secara keseluruhan, maka akan dilarang untuk terus ada.
Dalam menanggapi kritik Barat, dalam kasus ini terkhusus pada AS,
pihak berwenang China cenderung untuk memanfaatkan berbagai cara yang
berbeda membantah kritik. Kekuatan masing-masing memiliki respon cenderung
bervariasi dari waktu ke waktu. Pendekatan sederhana tersebut dengan mudah
dapat menyangkal bahwa China bersalah dalam HAM di negaranya. HAM
seperti yang diminta oleh negara-negara Barat dipandang sebagai hak liberal
borjuis dan dengan demikian tidak relevan untuk negara sosialis China.83
China menjalankan politik luar negerinya dengan prinsip independen84,
dimana China tidak membentuk aliansi dengan kekuatan besar atau kelompok
kekuatan besar. China juga tidak mendirikan kelompok militer dengan negara
lain, atau terlibat dalam perlombaan senjata dan ekspansi militer. China
menentang hegemonisme dan memelihara perdamaian dunia. China percaya
83
R. Weatherley. 1999, The Discourse of Human Rights in China: Historical and Ideological Perspectives,
London: Macmillan; (2001), ‘The Evolution of Chinese Thinking on Human Rights in the Post-Mao Era’,
Journal of Communist Studies and Transition, Vol. 17. No. 2.
84 China Radio International. 2004. China's Independent Foreign Policy of Peace. CRIENGLISH
http://english.cri.cn/1702/2004-10-25/[email protected] (diakses 17 Februari 2012). Lihat pula dokumen asli yang
dapat diakses melalui http://www.fmprc.gov.cn/eng/wjdt/wjzc/t24881.htm
73
bahwa semua negara, besar atau kecil, kuat atau lemah, kaya atau miskin, adalah
anggota yang sama dari masyarakat internasional. Negara harus menyelesaikan
sengketa dan konflik secara damai melalui konsultasi dan tidak menggunakan
ancaman kekerasan. Jangan pula mereka ikut campur dalam urusan internal orang
lain dengan dalih apapun. Namun, teori sosial tetap berlaku, sehingga China tetap
membangun dan mengembangkan hubungan persahabatan kerjasama dengan
semua negara atas dasar saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah,
koeksistensi non-agresi, saling tidak mencampuri kondisi internal negara, saling
menguntungkan, dan damai. China menerapkan kebijakan multidimensi terbuka,
dimana China siap untuk mengembangkan, atas dasar kesetaraan dan saling
menguntungkan, hubungan dagang yang luas, kerja sama ekonomi dan teknologi,
pertukaran ilmiah dan budaya dengan negara dan daerah untuk mempromosikan
kesejahteraan umum. China mengambil peran aktif dalam kegiatan diplomatik
multilateral adalah kekuatan dan gigih dalam melestarikan perdamaian dunia dan
memfasilitasi pembangunan umum.
China telah memperluas partisipasi dalam rezim HAM internasional
selama 30 tahun terakhir. China pun telah menandatangani perjanjian
internasional yang penting dan berinteraksi dengan berbagai lembaga
internasional berkaitan dengan HAM.85 Partisipasi China dimulai pada tahun
1971 setelah China memasuki PBB. Setelah menjadi pengamat pada sidang
Dingding Chen. 2009. China’s Participation in the International Human Rights Regime: A State Identity
Perspective. Chinese Journal of International Politics. Vol. 2. hal. 1.
85
74
tahunan United Nation Convention of Human Rights (UNCHR) tahun 1979
hingga 1981, China akhirnya menjadi anggota resmi dari komisi pada tahun
1982. Representatif China juga ditugaskan dalam berbagai lembaga HAM di
tubuh PBB, termasuk UN Sub-Commission on Prevention of Discrimination and
Protection of Minorities and the Commission on the Eliminationof Racial
Discrimination.
Disamping itu, Pemerintah China telah menandatangani tujuh perjanjian
internasional HAM, antara lain the Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide; the International Convention on the
Suppression and Punishment of the Crimes of Apartheid; the Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination against Women; the International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination; the
Convention Relating to the Status of Refugees; the Protocol Relating to the Status
of Refugees; and the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment. Hak-hak pribadi kebebasan dan kebebasan
beragama juga ditulis ke hukum domestik China.
Partisipasi
terus
Pemerintah
berkembang
pada
China
1990-an.
dalam
rezim
Misalnya,
internasional
HAM
perwakilan
China
pada United Nation World Conference on Human Rights tahun 1993 di Wina dan
menyatakan: "Pemerintah China akan, seperti biasa, bekerja sama dengan
masyarakat internasional, dan khususnya negara berkembang, untuk memperkuat
kerja sama internasional di bidang HAM dan sepenuhnya mempromosikan dan
75
melindungi HAM.”86 Peran terus berlanjut hingga pada tahun 2004, Delegadi
China berpartisipasi dalam the 60th Session of the United Nations Commission
on Human Rights, the Substantive Session of the United Nations Economic and
Social Council, dan the Third Committee Meeting of the 59th Session of the
United Nations General Assembly. China bahkan mengirimkan pakar dari
negaranya untuk berpartisipasi dalam 56th Session of the Sub-Commission on the
Promotion and Protection of Human Rights. China juga terpilih sebagai anggota
Komisi PBB dalam Status of Women dari 2005 hingga 2008, dan Pakar China
pun dalam periode yang sama terpilih ke dalam United Nations Committee on the
Elimination of Discrimination Against Women dan United Nations Committee on
Economic, Social and Cultural Rights.87 Dalam berbagai kegiatan tersebut, China
telah dengan tulus melakukan tugasnya, secara aktif berpartisipasi dalam
musyawarah dan diskusi HAM, menjunjung tinggi tujuan dan prinsip Piagam
PBB, dan melakukan upaya aktif untuk mempromosikan kerjasama internasional
dalam HAM.
Di antara sekian banyak dokumen HAM yang disahkan oleh PBB, dua
dokumen penting, yaitu International Covenant on Economic, Social, and
Cultural Rights (ICESCR) dan International Covenant on Civil and Political
Liu Huaqiu, ‘Proposals for Human Rights Protection and Promotion’, Beijing Review (1993), p. 9. dalam
Dingding Chen. 2009. China’s Participation in the International Human Rights Regime: A State Identity
Perspective. Chinese Journal of International Politics. Vol. 2. hal. 402.
87Information Office of the State Council of the People's Republic of China. April 2005. Beijing.
http://www.gov.cn/english/official/2005-07/28/content_18115.htm (diakses 15 Desember 2011)
86
76
Rights (ICCPR).88 Untuk ICESCR ditandatangi dan diratifikasi pada 28 Februari
2001. Sementara ICCPR telah ditandatangani tahun 1998, namun belum
diratifikasi hingga saat ini, dengan alasan masih mempelajari dokumen
tersebut.89
Keikutsertaan
Pemerintah
China
dalam
berbagai
lembaga
internasional yang menangani HAM merupakan cara China membuktikan
kepedulian mereka terhadap isu HAM itu sendiri. Namun, di sisi lain,
keikutsertaan tersebut tidak kemudian serta merta membuat China mengakui
kedaulatan individu sebagai perlindungan HAM yang mereka aplikasikan dalam
negaranya. Dengan demikian, strategi yang dipilih dengan berpartisipasi dalam
peran internasional tidak pula menjadikan China terlepas dari intervensi yang
dilakukan AS atas pelanggaran HAM di Tibet.
Selama masa Pemerintahan Bush, AS melalui kongresnya terus
mengeluarkan laporan-laporan mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan
China, termasuk di Tibet. Sejak tahun 2000 hingga 2008, dalam setiap kata
pengantar Information Office of the State Council of the People's Republic of
China yang diterbitkan, China selalu menegaskan bahwa pemerintah selalu
berjuang dalam peningkatan perlindungan terhadap HAM. Salah satunya termuat
dalam kata pengantar Information Office of the State Council of the People's
Republic of China90 April 2005 dinyatakan,
88
Dokumen resmi terlampir
An interview with Research Fellow Mo Jihong of the Chinese Academy of Social Sciences
http://www.chinahumanrights.org/CSHRS/Magazine/Text/t20080604_349282.htm (diakses 17 Februari 2012)
90 Information Office of the State Council of the People's Republic of China. April 2005. Beijing.
http://www.gov.cn/english/official/2005-07/28/content_18115.htm (diakses 15 Desember 2011)
89
77
The year 2004 is an important year for China in building a well-off
society in an all-round way. It is also a year that saw all-round progress
in China's human rights undertakings. In that year, China expressly
stated in its Constitution that "The state respects and safeguards human
rights," further manifesting the essential requirements of the socialist
system. The Chinese government pressed forward on promoting
administration according to law in an all-round way. It promulgated the
document "Outline of Full Implementation for Promoting Administration
According to Law," which clearly states that China must basically realize
the goal of establishing a government under the rule of law after making
sustained efforts for about 10 years. A series of effective measures were
adopted to standardize and restrain administrative power, and to
safeguard and protect citizens' rights and interests. The Communist Party
of China (CPC) adopted the "Decision on Strengthening the Party's
Governing Capability," which stresses that state power should be
exercised in a scientific and democratic manner within the framework of
the law, and that human rights should be respected and protected.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa sejak awal China mengakui
bahwa perlindungan terhadap HAM akan dapat menjadi penyokong berdirinya
pemerintahan. Bahkan penghormatan terhadap HAM menjadi persyaratan
penting dari sistem sosialis yang berlaku di China. Secara bilateral dengan AS,
China telah memberikan respon dengan
tetap mempertahankan hubungan
mereka dalam berbagai bidang.
China secara global telah menunjukkan eksitensi. Mempertahankan
eksistensi sangat membutuhkan dukungan dari negara lain. China menjadikan
negaranya besar agar dapat meyakinkan negara lain untuk dekat dengannya.
Berbagai bantuan dan kerja sama dilancarkan oleh Pemerintah China, terutama
setelah berpindah ke Pemerintahan Presiden Hu Jintao. Adapun aksi mereka
78
secara multilateral bahwa mereka telah membentuk kebijakan yang dirancang
untuk meyakinkan para negara tetangga dan untuk meningkatkan reputasi China
sebagai aktor internasional yang lebih bertanggung jawab dan kooperatif.
Kepemilikan atas hak veto di PBB, keikut sertaan dalam G20, organisasi
bilateral, regional, hingga multilateral dengan negara-negara berkembang, Afrika
dan Asia, merupakan strategi pencapaian tujuan, yaitu dukungan internasional.
Strategi besar yang telah mengarahkan Kebijakan Luar Negeri China
selama dekade terakhir muncul sebagai reaksi terhadap tantangan China
menghadapi sebagai negara yang relatif lemah, tapi pertumbuhan cepat China
dan aspirasi internasionalnya telah membuat negara lain gelisah dan mungkin
menyebabkan mereka untuk menentang aktivitas internasional China. Kombinasi
kebijakan yang dirancang untuk menumbuhkan reputasi China sebagai pemain
internasional yang bertanggung jawab dan memelihara kemitraan dengan negaranegara besar berusaha untuk memastikan konteks internasional dimana China
memiliki kesempatan untuk melanjutkan proses selama beberapa dekade
modernisasi yang akan diperlukan jika ingin menjadi kekuatan besar.
C. Prospek Hubungan AS dan China dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
HAM telah fokus utama perhatian AS dalam hubungan dengan China,
terutama sejak tindakan keras pemerintah terhadap gerakan demokrasi di
79
Tiananmen pada tahun 1989.91 Beberapa pembuat kebijakan berpendapat bahwa
kebijakan AS keterlibatan dengan China, terutama karena pemberian status
permanen China dalam perdagangan normal pada tahun 2000, telah gagal
menghasilkan reformasi politik yang berarti. Sementara yang berpendapat bahwa
keterlibatan AS telah membantu untuk mempercepat perubahan ekonomi dan
sosial dan membangun yayasan sosial dan hukum untuk demokrasi dan HAM di
China.
Hubungan AS dan China memiliki berbagai masalah kompleks, salah
satunya dalam pembahasan HAM. Mendapati perbedaan mendasar atas
perspektif masing-masing tentang HAM, maka jelas akan terus berlangsung
konflik ideologi di antara kedua negara besar tersebut. Meminimalisir konflik
yang ada, AS dan China telah beberapa kali menggelar Dialog HAM. Dialog
antar keduanya pertama kali dilangsungkan pada 1990. Dialog tersebut
membahas masalah HAM yang terjadi dalam internal negara masing-masing,
baik AS maupun China. Kemudian memberikan masukan satu sama lain demi
berlangsungnya keamanan, khususnya dalam internal negara dan hubungan antar
kedua negara. Dialog tersebut sempat dihentikan oleh pihak China pada tahun
2004 setelah Pemerintahan Bush menjadi promotor resolusi PBB yang
mengkritik rekaman HAM China. Namun, pembicaraan kembali berlanjut diakhir
periode kedua masa pemerintahan Bush. Diselenggarakan di Beijing, 24-28 Mei
91
Thoman Lum dan Hannah Fischer. 13 Juli 2009. Human Rights in China: Trends and Policy Implications.
Congressional Research Service. United State.
80
2008. Selama lima hari dialog berlangsung, kedua belah pihak memberi
pengarahan satu sama lain pada kemajuan dalam bidang HAM, dan bertukar
pandangan yang luas dan mendalam tentang isu-isu seperti kebebasan berbicara,
kebebasan beragama, anti-diskriminasi rasial dan kerja sama mempromosikan
HAM melalui PBB. Kedua belah pihak sepakat bahwa dialog yang jujur dan
terus terang itu konstruktif dan membantu meningkatkan saling pengertian dan
mengurangi perbedaan, kata siaran dari kementerian. Mereka juga setuju dialog
adalah kondusif bagi pembangunan berkelanjutan dan suara hubungan bilateral.92
Dialog ke 14 tersebut,
dipimpin oleh Department for International
Organizations and Conferences of Chinese Foreign Ministry Wu Hailong dan US
Assistant Secretary of State for Democracy, Human Rights and Labor David
Kramer.
Setelah AS berpindah pemerintahan ke tangan Barack Obama pasca
pemilihan umum November 2008, dialog HAM kembali diselenggarakan Mei
2010 di Washington dan Mei 2011 di Beijing. Kedua dialog tersebut dipimpin
oleh Michael Ponser, Asisten Sekretaris Negara untuk Demokrasi, HAM, dan
Tenaga Kerja AS dan Jenderal Chen, Direktur Jenderal Departemen Organisasi
Internasional China. Pada pertemuan tahun 2010, topik yang dibahas mencakup
tahanan politik China, kebebasan beragama dan berpendapat, hak tenaga kerja,
aturan hukum, dan kondisi di Tibet dan Xinjiang. Delegasi Cina juga
92
China-US Human Rights Dialogue in 2008. Sino-U.S Relations: Facts & Figure.
http://www.china.org.cn/world/china_us_facts_2011/2011-07/21/content_23039908.htm (diakses 12 Januari
2012)
81
mengunjungi Mahkamah Agung AS dan diberi penjelasan singkat tentang caracara penanganan HAM di AS.93 Selama perundingan 2011, Asisten Sekretaris
Posner mengangkat keprihatinan mendalam Pemerintahan Obama tentang
tindakan keras China terhadap pembela hak asasi dan pengkritik pemerintah.
Diskusi tentang tindakan negatif China mengenai HAM dilaporkan mendominasi
pembicaraan, di mana pihak AS digambarkan sebagai yang "berani" dan para
pejabat China digambarkan sebagai “jujur dan terbuka”. Posner menyatakan
bahwa dialog tersebut, bagaimanapun juga, sebagai forum untuk berdiskusi
secara jujur, bukan untuk bernegosiasi.94
Meskipun tidak ada hal baru yang dilaporkan selama putaran terakhir ini,
para pejabat pemerintah telah menjadikan dialog semacam ini sebagai sarana
penting yang dapat digunakan untuk menekankan dan menegaskan kembali
posisi AS tentang isu-isu HAM. Mereka telah menyarankan bahwa, mengingat
perselisihan yang mendalam tentang HAM dan isu-isu kontroversial lainnya,
diadakannya dialog dan kesepakatan, dapat mewakili langkah-langkah positif
mereka untuk mencari solusi. Selain itu, beberapa pengamat berpendapat, tidak
Foster Klug. 2010 “No Breakthroughs in U.S., China Human Rights Talks,” Associated Press, State
Department Special Briefing with Michael Posner, Assistant Secretary for Democracy, Human Rights and Labor.
Dalam Claire Apodaga dan Michael Stohl. United States Human Rights Policy and Foreign Assistance.
International Studies Quarterly. Vol.43.
94 Chris Buckley, 2011 “U.S. Ends Rights Talks With China ‘Deeply Concerned’,” Reuters. Assistant Secretary
of State for Democracy, Human Rights and Labor Michael Posner, U.S. Embassy Press Availability, Beijing,
China. Claire Apodaga dan Michael Stohl. United States Human Rights Policy and Foreign Assistance.
International Studies Quarterly. Vol.43.
93
82
adanya dialog akan merusak upaya lain AS untuk mempromosikan HAM di
China.95
Selanjutnya dialog serupa akan fokus pada perkembangan HAM,
termasuk isu pelanggaran yang marak belakangan ini, seperti penghilangan
paksa, penahanan ekstralegal, dan penangkapan dan keyakinan, serta aturan
hukum, kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, hak buruh, hak-hak
minoritas. Dialog HAM diharapkan menyediakan solusi penting dalam diskusi
mendalam masalah ini antara AS dan China.96 Juru bicara Kementerian Luar
Negeri China, Wu Hailong, mencatat bahwa "prinsip kesetaraan dan saling
menghormati" dalam melakukan dialog HAM dan menyerukan perbedaan harus
ditangani dengan konstruktif, bukan melalui penerapan "standar ganda,"
"pementasan konfrontasi," atau "mengganggu urusan internal negara lain dengan
dalih HAM."
Selama perjalanan pertamanya ke China pada Februari 2009, Menteri
Luar Negeri Hillary Clinton, menghasilkan beberapa kontroversi ketika dia
meremehkan masalah HAM dalam diskusinya dari tiga tantangan utama bagi
hubungan AS-China: krisis keuangan global, perubahan iklim, dan berbagai
isu keamanan.97 Dalam menanggapi pertanyaan pers tentang HAM dan isu-isu
lain pada tanggal 20 Februari 2009, Sekretaris itu berkata, "... kami menekan isu95
Thomas Lum. 18 Juli 2011. Human Rights and U.S.Policy. Congressional Research Service.
Department of State. 2011. United States and China To Hold Human Rights Dialogue
http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2011/04/161492.htm (diakses 23 Januari 2012)
97
Secretary Clinton’s remarks at a press roundtable, “Working toward change in perceptions of U.S. engagement
around the world,” Seoul, South Korea, February 20, 2009,
http://www.state.gov/secretary/rm/2009a/02/119430.htm. (23 Januari 2012)
96U.S.
83
isu (Taiwan, Tibet, dan HAM) tidak dapat mengganggu dengan krisis ekonomi
global, krisis perubahan iklim global, dan krisis keamanan."98 Pemerintahan Bush
umumnya disukai selektif, tekanan kuat pada individu kasus HAM dan
penegakan masalah hukum daripada pendekatan yang lebih luas diadopsi oleh
administrasi AS sebelumnya. Ada sedikit tanda bahwa posisi AS tentang HAM
telah banyak mempengaruhi kebijakan China, meskipun ada bukti yang
berkembang tuntutan sosial di China untuk akuntabilitas yang lebih besar,
transparansi, dan tanggap dalam pemerintah.
Ekonomi China telah berkembang menjadi terbesar kedua di dunia, dan
sebagai kekuatan geopolitik China telah tumbuh dengan cepat, AS telah berusaha
untuk memperluas hubungan AS-China untuk mencakup berbagai isu global dan
regional. Pada Pemerintahan Obama, isu global yang penting dan telah berusaha
menjalin kerja sama dengan China adalah krisis keuangan internasional,
perubahan iklim, dan non-proliferasi nuklir. Dalam sambutan pada bulan Juli
2009, Presiden Obama menyatakan bahwa kemitraan antara AS dan China adalah
melanjutkan isu bilateral utama dalam hubungan sebagai prasyarat untuk
kemajuan pada banyak tantangan global yang paling mendesak. Termasuk
masalah perdagangan dan investasi, hak asasi manusia, dan Taiwan.
Pada
tahun
2009,
Pemerintah
China
mengundangkan
dan
mengimplementasikan National Human Rights Action Plan of China (2009-
Seoul, Korea, “Working toward change in perceptions of U.S. engagement around the world,” Secretary of
State Clinton, February 20, 2009. http://www.state.gov/secretary/rm/2009a/02/119430.htm (23 Januari 2012)
98
84
2010). Aksi tersebut adalah rencana aksi nasional pertama di China dengan HAM
sebagai temanya. Ini adalah dokumen program untuk mengarahkan dan
mempromosikan pembangunan yang komprehensif HAM di China. Rencana
Aksi menerapkan prinsip konstitusi menghormati dan melindungi HAM untuk
berbagai bidang politik, ekonomi, budaya dan konstruksi sosial, dan berbagai
perundang-undangan,
penegakan
hukum,
peradilan,
pemerintahan
dan
administrasi. Dokumen tersebut secara tegas menetapkan tujuan dan langkahlangkah nyata dari pemerintah China dalam mempromosikan dan melindungi
HAM. Selama satu tahun pertama, National Human Rights Action Plan of China
(2009-2010) telah diimplementasikan secara efektif, kesadaran orang China
terhadap HAM telah ditingkatkan.
Pada Mei 2010, Dialog HAM antara China dan AS kembali diadakan di
bawah Pemerintahan Obama. Selama dialog, kedua belah pihak diberi
pengarahan sama lain pada kemajuan baru dibuat dalam bidang HAM di negara
masing-masing dan memiliki pertukaran mendalam pandangan mengenai isu-isu
yang menjadi perhatian bersama, termasuk kerja sama HAM di PBB, aturan
hukum, kebebasan berekspresi, hak buruh dan anti-rasisme, menurut siaran pers
oleh delegasi China. Pihak Cina menjelaskan kepada pejabat AS pada upaya
China dalam beberapa tahun terakhir untuk mempromosikan demokrasi dan
supremasi hukum dan meningkatkan rakyat kesejahteraan, dan menekankan
bahwa kekuasaan kehakiman di China akan terus, seperti biasa, untuk menangani
kasus menurut hukum. Pihak China mengatakan China siap untuk melakukan
85
dialog lebih lanjut dan pertukaran dengan AS atas dasar kesetaraan dan saling
menghormati sehingga dapat meningkatkan saling pengertian, perbedaan sempit
dan memperluas konsensus.99 Pihak AS berbicara positif dari kemajuan baru
China dalam HAM, mengatakan bahwa AS siap untuk memperkuat dialog dan
pertukaran dengan China dalam masalah ini. Selanjutnya dialog serupa kemabli
diadakan pada 27 April 2011.
Aksi aplikatif yang dilakukan China secara domestik, menambah
kejelasan mengenai perhatian mereka terhadap HAM semakin terarah mengikuti
pemahaman universal HAM. Pada Juli 2011, Presiden Obama bertemu dengan
Dalai Lama di Gedung Putih, meskipun ada respon keberatan dari Beijing.
Presiden Obama menekankan pentingnya HAM Tibet di China serta tradisi
mereka yang unik dalam hal agama, budaya, dan bahasa. Dia menekankan bahwa
Tibet adalah bagian dari China, memuji komitmen Dalai Lama ke antikekerasan
dan "Jalan Tengah"-nya pendekatan, dan mendorong dialog antara wakil-wakil
Dalai Lama dan Beijing, sementara juga menekankan pentingnya kerjasama ASChina.
Dengan demikian, peluang untuk memperbaiki hingga memperat
hubungan bilateral AS-China, terutama dalam perspektif HAM bergantung
kepada kepentingan nasional dan tujuan dari politik luar negeri mereka.
Perbedaan ideologi pemerintahan masih jadi penghambat harmonisasi perjalanan
99
http://www.china.org.cn/world/china_us_facts_2011/2011-07/21/content_23039789.htm (diakses 12 Januari
2012)
86
hubungan kedua negara besar ini. Namun, inisiasi dan tanggapan baik dari
masing-masing negara dianggap mampu meminimalisir konflik di antara mereka.
87
Download