PSIKOLOGI KELOMPOK Definisi Kelompok Menurut Johnson&Johnson (1987) ada 7 jenis definisi kelompok yang penekanannya berbeda2: 1. Kumpulan individu yang saling berinteraksi (Boner, 1959;Stogdill, 1959) 2. Satuan (unit) sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang melihat diri mereka sendiri sebagai bagian dari kelompok itu (Bales, 1950;Smith,1945) 3. Sekumpulan individu yang saling bergantung (Cartwright&Zander, 1986; Filedler,1967;Lewin, 1951) 4. Kumpulan individu yang bersama-sama bergabung untuk mencapai satu tujuan (Deutsch,1959;Mills,1967) 5. Kumpulan individu yang mencoba untuk memenuhi beberapa kebutuhan melalui penggabungan diri mereka (joint association) (Bass,1960;Cattell,1951) 6. Kumpulan individu yang interaksinya diatur (distrukturkan) oleh atau dengan seperangkat peran dan norma (McDavid&Harari, 1968;Sherif&Sherif,1956) 7. Kumpulan individu yang saling mempengaruhi (Shaw,1976) Kesimpulannya : Sebuah kelompok adalah 2 individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok,masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama Note : Rumusan Johnson&Johnson ini terbatas hanya pada kelompok kecil Sears,Freeman&Peplau (1991) ; kelompok kecil yang bertatap muka, saling berinteraksi, dan saling menyadari keberadaannya hanya merupakan salah satu jenis kelompok saja (misalnya, Tim atau keluarga) Ada jenis kelompok lain: 1. Agregat statistik (kelompok umur,kelompok jenis kelamin dan golongan menengah) 2. Audience (penonton tv,pendengar radio,pembaca buku,koran atau majalah dan penonton sandiwara atau konser) 3. Crowd (pengunjung pasar,jemaah masjid,penumpang bis kota) 4. Organisasi formal (sekolah, ABRI, kantor dan perusahaan) 1 Jenis-jenis kelompok 1. – Kelompok formal : Organisasi militer, perusahaan, kantor kecamatan - Kelompok non-formal : Arisan, gengm kelompok belajar, teman bermain 2. - Kelompok kecil : 2 sahabat, keluarga, kelas - Kelompok besar : divisi tentara, suku bangsa, bangsa 3. – Kelompok jangka pendek : panitia, penumpang kendaraan umum, orang-orang yang membantu suatu kecelakaan - Kelompok jangka panjang : bangsa, keluarga, tentara, sekolah 4. - Kelompok kohesif (hubungan erat antaranggota) : keluarga, panitia, rombongan umroh, geng, sahabat - Kelompok non-kohesif: penonton bioskop, pembaca majalah, pengunjung pusat pertokoan, jamaah solat jumat (Cota,dkk,1959) 5. – Kelompok agresif : pelajar tawuran, penumpang bus mengeroyok pencopet, lynching mob (kelompok yang mengeroyok dan menyiksa korban sering kali sampai mati), demonstran, pengunjuk rasa, penonton bola yang agresif - Kelompok konvensional (mentaati peraturan): Jamaah haji, jamaah solat jumat, penonton bioskop, pengunjung resepsi pernikahan, penonton konser musik klasik - Kelompok ekspresif (menyalurkan perasaan) : Penonton sepak bola (yang tidak agresif), penonton musik rock, massa parpol, massa penggemar idola 6. – kelompok dengan identitas bersama : keluarga, kesatuan militer, perusahaan, sekolah, universitas - Kelompok tanpa identitas : penonton, jamaah, penumpang bus (Prentice, Miller& Lightdale, 1994) 7. - Kelompok individual-otonomus : masy.kota besar, perusahaan dengan manajemen barat - Kelompok kolektif-relation : masy.pedesaan, perusahaan dengan manajemen timur (jepang), keluarga besar. Kelompok ini mempunyai identitas kelompok yang kuat (Brown,dkk, 1992) 8. – Kelompok yang berbudaya tunggal (adat, tata susila, agama, hukum atau norma lainnya yang seragam) : masy.pedesaan tradisional, perusahaan, organisasi militer, keluarga yang berasal dari budaya yang sama - Kelompok budaya majemuk : masy.perkotaan, partai politik, keluarga antar etnik atau antar agama (Watson&Kumar,1992) 2 Terjadinya Kelompok Hogg (1992), ada 2 macam psikolog sosial, yaitu 1. Psikolog sosial yang berorientasi psikologi yang lebih mementingkan individu. Tipe ini disebut juga sebagai psikolog tipe reduksi (reduction) karena mereka mempelajari perilaku individu sampai dengan elemen terkecil dan beranggapan bahwa perilaku kelompok dapat diterangkan dari elemen tersebut (Allport, 1924) 2. Psikolog sosial yang berorientasi sosiologi menyatakan bahwa perilaku kelompok harus dibedakan dan dipelajari terpisah dari perilaku individu (Tajfel, 1981) Terjadinya Kelompok Menurut Orientasi Psikologi A. Teori Perkembangan Kelompok (Bennis &Sheppard, 1956) Dipengaruhi psikoanalisis, intinya : pencarian tokoh otoritas Tahap-tahap Perkembangan Kelompok 1. Tahap otoritas a. Ketergantungan pada otoritas Ini merupakan tahap awal dari suatu kelompok yang sedang terbentuk. Mis: mahasiswa baru. Anggota mengaharapkan arahan dari orang t3 yang dianggap sebagai otoritas, mis: guru/dosen b. Pemberontakan Jika orang yang dianggap otoritas ternyata tidak mampu, maka orang tersebut akan diabaikan. Kemudian akan dipilih otoritas baru, biasanya pada tahap ini akan terjadi konflik antar anggota. c. Pencairan Pada tahap ini ada 2 kemungkinan. Yang pertama terpilihnya tokoh otoritas baru sehingga kelompok dapat berlanjut atau yang kedua adalah tidak terpilihnya otoritas baru sehingga kelompok akan bubar. 2. Tahap pribadi Tahap ini merupakan tahap pemantapan saling ketergantungan antar anggota kelompok a. Tahap harmoni Semua puas, bahagia karena saling percaya, saling memenuhi harapan. Produktivitas pada tahap ini cukup tinggi b. Tahap identitas diri 3 Pribadi mulain merasa tertekan oleh kelompok. Masing-masing pribadi menginginkan identitas pribadinya. Kelompok terbagi menjadi 2 antara yang mau mempertahankan situasi seperti apa adanya (status quo) dan ada yang mau mencari aktivitas individual walaupun tetap dalam kelompok. c. Tahap pencairan masalah pribadi Setiap anggota sudah mengetahu posisi masing-masing, sudah dapat saling menerima, saling berkomunikasi dengan baik. Setiap anggota diberi peran sesuai dengan kemampuan dan sifat masing-masing. Individu tidak kehilangan identitas diri dan kebebasannya walaupun terikat pada kelompok B. Teori Hubungan Pribadi (Schutz,1958) Teori ini disebut juga sebagai teori FIRO-B (fundamental interpersonal Relation Orientation Behavior) Dipengaruhi oleh psikoanalisis, intinya : kebutuhan dasar dalam hubungan antara individu dan individu lainnya Terdapat 3 kebutuhan dasar, yaitu: 1. Inklusi : kebutuhan untuk terlibat dan termasuk dalam kelompok 2. Kontrol : kebutuhan yang lebih menonjol daripada yang lain 3. Afeksi : kebutuhan kasih sayang dan perhatian dari kelompok Terdapat 3 tipe kepribadian manusia, yaitu inklusi, kontrol dan afeksi. Dimana jika orang tidak terpenuhi inklusinya maka akan merasa dirinya tidak bermakna, orang yang tidak terpenuhi kontrolnya maka akan merasa dirinya tidak mampu dan orang yang tidak terpenuhi afeksinya maka akan merasa dirinya tidak dicintai Dikatakan Schutz, dalam hubungan antar pribadi dapat terjadi hubungan yang selaras atau kompatibel, dimana terdapat 2 tipe kebutuhan, yaitu: 1. Tipe yang membutuhkan, yaitu : membutuhkan inklusi (ingin diajak, ingin dilibat). Membutuhkan kontrol (ingin mendapat pengarahan) dan membutuhkan afeksi (ingin disayang dan dicintai). Tipe yang memberi, yaitu : memberi inklusi (mengajak, melibatkan orang lain), memberi kontrol (mengarahkan, memimpin) dan memberi afeksi (memberi perhatian, kasih sayang) Dengan demikian terdapat 6 tipe kepribadian menurut teori FIRO-B yaitu: 1. Tipe yang membutuhkan inklusi 4 2. Tipe yang memberi inklusi 3. Tipe yang membutuhkan kontrol 4. Tipe yang memberi kontrol 5. Tipe yang membutuhkan afeksi 6. Tipe yang memberi afeksi Berbagai bentuk perilaku hubungan antar pribadi sehubungan dengan terpenuhi atau tidaknya 3 kebutuhan dasar diatas adalah sebagai berikut: 1. Perilaku Inklusi a. Perilaku kurang sosial (undersocial behavior) Malu, menarik diri, sulit menyesuaikan diri, terjadi pada individu yang kurang terpenuhi kebutuhan inklusinya semasa anak-anak sehingga merasa tidak bermakna (insignificant) b. Perilaku terlalu sosial (oversocial behavior) Terlalu mementingkan teman, mau berkorban untuk teman sekalipun merugikan diri sendiri. Perasaan insignificant yang timbul akibat kurang terpenuhinya kebuthan inklusi akan dikompensasi dengan perilaku sosial berlebih agar orang lain mau melibatkannya. c. Perilaku sosial (social behavior) Cukup percaya diri, mampu menyesuaikan diri dengan tepat sesuai dengan kondisi dan keadaan karena masa inklusinya terpenuhi dengan baik. 2. Perilaku Kontrol a. Perilaku menurut atau abdikrat (abdicaric behavior) Selalu ikutan saja kata-kata atau kehendak orang lain, merasa dirinya tidak mampu jika tidak diberi petunjuk. Perilaku ini terkait dengan kepribadian inkompeten (tidak mampu) karena kurang terpenuhinya kebutuhan akan kontrol pada masa anak-anak. b. Perilaku otokrat (autocratic behavior) Sebagai kompensasi perasaan tidak mampu, maka akan muncul perilaku yang mau selalu mengatur, cenderung memerintah dan mau benar sendiri. c. Perilaku demokrat (democrat behavior) Orang yang mendapat cukup kesempatan memenuhi kebutuhannya akan berperilaku demokratis, mendengarkan pendapat orang, mempertimbangkan apa pendapat orang lain sebelum mengambil suatu keputusan. d. Perilaku patologik (pathological behavior) 5 Kurang terpenuhinya kebutuhan kontrol dapat berkembang menjadi gangguan perilaku (psikopat) dan gangguan jiwa (Obsesif-compulsif) 3. Perilaku Afeksi a. Perilaku kurang personal (underpersonal behavior) Kurang memperhatikan hal-hal yang sifatnya pribadi, menganggap orang lain sebagi benda. Hal ini karena kurang terpenuhi kebutuhan afeksi pada masa kecil b. Perilaku terlalu personal (overpersonal behavior) Sebagai kompensasi kurangnya kebutuhan afeksi, maka timbul perilaku yang terlalu memperhatikan orang lain, memberi kasih sayang berlebih sehingga dirasakan mengganggu oleh pihak yang diberi perhatian c. Perilaku personal (personal behavior) Individu yang cukup terpenuhi afeksinya dapat menakar kasih sayang secara tepat kepada orang lain, sehingga orang tersebut tidak merasa terganggu. d. Perilaku patologik (pathological behavior) Kurang terpenuhi kebutuhan afeksi akan menimbulkan perilaku patologik berupa psikoneurosis (cemas, gelisah tanpa alasan t3) Perilaku Kelompok Menurut Teori FIRO-B Ada 3 tahapan dalam proses pembentukan kelompok, yaitu: 1. Tahap inklusi, yaitu tahap awal dimana individu baru pertama kali bergabung dengan individu lain dalam kelompok. 2. Tahap kontrol, yaitu kelompok mulai mengatur diri dengan tata tertib, kesepakatan pembagian tugas, dsb. Tahap ini analog dengan tahap otoritas dari Bennis&Shepprd 3. Tahap afeksi, yaitu saat semua anggota sudah saling mengenal maka akan timbul perasaan saling suka atau tidak suka sehingga terbentuk sub kelompok yang merupakan bagian dari kelompok yang besar. C. Teori Sintalitas Kelompok Sintalitas (syntality) adalah istilah yang dikemukakan oleh Cattel (1948,1951) yang artinya kepribadian yang khusus digunakan untuk kelompok. 6 Cattel berpendapat bahwa untuk mempelajari kelompok perlu ada cara untuk menguraikan dan mengukur sifat-sifat perilaku kelompok, karena itu ia mengembangkan konsep kepribadian kelompok. Dasar pendapat cattel adalah dari McDougall (1920) mengenai kelompok, yaitu: 1. Perilaku dan struktur yang khas dari suatu kelompok tetap ada walaupun anggotanya berganti-ganti 2. Pengalaman-pengalaman kelompok direkam dalam ingatan 3. Kelompok mampu berespon secara keseluruhan terhadap rangsang yang tertuju kepada salah satu bagiannya. 4. Kelompok menunjukkan adanya dorongan-dorongan 5. Kelompok menunjukkan emosi yang bervariasi 6. Kelompok menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan kolektif (bersama) Untuk meramalkan perilaku kelompok, ada 3 dimensi dari sintalitas kelompok, yaitu: 1. Dimensi sifat-sifat sintalitas, yaitu : Pengaruh dari keberadaan kelompok dan perilaku kelompok, baik terhadap kelompok lain maupun lingkungan. Sifatnya: agresifitas terhadap kelompok lain, kerja sama dengan kelompok lain dan perilaku kelompok terhadap lingkungan. 2. Dimensi struktur kelompok, yaitu : Bagaimana hubungan antar anggota kelompok, perilaku-perilaku dalam kelompok dan pola organisasi kelompok. Dimensi ini terlihat dari : pola kepemimpinan, geng, pembagian peran, status dan pola komunikasi dalam kelompok. 3. Dimensi sifat populasi, yaitu : Sifat rata-rata anggota kelompok, misalnya: taraf intelegensi, keadaan sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, banyaknya peristiwa kriminal dan sikap rat-rata terhadap berbagai masalah sosial Kesimpulan : Eksistensi kelompok tergantung pada seberapa jauh kelompok dapat memenuhi kebutuhan individu. Jika kelompok tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan anggotanya, maka jumlah anggota kelompok tersebut akan berkurang dan akhirnya bubar. Selain itu, setiap anggota kelompok dapat menjadi anggota dari 2 atau lebih kelompok yang lain. Terjadinya Kelompok Menurut Orientasi Sosiologi A. Teori Identitas Sosial → Di kemukakan oleh Billig (1976); yang berorientasi sosiologi. 7 → Definisi Kelompok : Kumpulan orang-orang yang anggota-anggotanya sadar atau tahu akan adanya satu identitas sosial bersama → Sebuah proses yang mengikat individu pada kelompoknya dan yang menyebabkan individu menyadari diri sosialnya (social self). B. Teori Identitas Kelompok → Di kemukakan oleh Horowitz (1985); yang berorientasi Antropologi → Menggunakan ciri-ciri etnik untuk menentukan identitas berbagai kelompok (suku, bangsa, keluarga, perusahaan, organisasi, partai politik dan sebagainya) → Ciri fisiknya yang terlihat : 1. Bawaan sejak lahir, selain warna kulit juga raut wajah (fisiognomi), warna, dan bentuk rambut, postur tubuh (tinggi badan, berat badan dan sebagainya) 2. Bukan bawaan, seperti ; di khitan (yahudi dan muslim), lubang anting, gigi dipakur (bali, masai, Luo, dan Luhya di Afrika Timur), goresan-goresan dikulit (afrika dan irian) 3. Perilaku seperti busana, memelihara jenggot (afganistan, iran), gaya duduk atau berdiri (jepang, jawa) → Indikator etnik lainnya yang tidak terlihat : Bahasa, Budaya, Agama C. Teori Identitas Budaya → Bochner dan Heskesth (1994) ; Etnik kulit putih jarak kekuasaanya rendah, sebaliknya individualisme tinggi, sedangkan etnik asia individualismenya rendah. 8 jarak kekuasaannya tinggi dan Bab III INTERAKSI DALAM KELOMPOK Teori Keterpaduan Kelompok 1. Teori Praeksperimental a. → O/ : Gustave Le Bon, berpendapat psikologi massa berbeda dengan psikologi individual → Massa (crowd) mempunyai pikiran-pikiran, gagasan2 dan kehendak sendri yang tidak sama dengan yang ada pada pribadi. Massa mempunyai ame (jiwa) yang tidak sama dengan jiwa pribadi → Sependapat dengan Rene Doumic, tetapi agak berbda → Le bon : “Ame membedakan kelompok adalah irasional, impulsif, agresif, tidak dapat antara kenyataan dan khayalan dan bagaikan di bawah pengaruh hipnotis” → Doumic : “Ame bangsa perancis adalah jenius, mampu menganalisa, melihat kedepan dan sebagainya b. → Mc Dougall (1908, 1921) ; mendukung tentang “jiwa kelompok” → Perbedaannya yang menggerakkan perilaku kelompok bukan “jiwa” akan tetapi “naluri emosi” → Tidak semua kelompok mempunyai jiwa. Jiwa kelompok akan tumbuh jika ada 4 faktor yang menimbulkannya, yaitu : 1) Kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut untuk waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota 2) Adanya tradisi, kebiasaan, dan adar 3) Ada organisasi dalam kelompok (ada deferensiasi dan spesialisasi fungsi) 4) Kesadaran diri kelompok c. → Bion (1949, 1959, 1961) ; aliran psikoanalisis) → kelompok tidak sama dengan kumpulan individu, tetapi merupakan kesatuan dengan ciri dinamika dan emosi sendiri. 9 → kelompok mempunyai 3 sistem psiklogi yaitu; (1) Id yang berupa kebutuhan dan motif kelompok, (2) ego yang berupa tujuan dan mekanisme kerja kelompok dan (3) superego yaitu keterbatasan2 kelompok 2. Teori Ekperimental a. Festinger, Schacter & black → keterpaduan kelompok (group cohesiveness) diawali oleh ketertarikan terhadap kelompok dan anggota kelompok dan dilanjutkan dengan interaksi sosial dan tujuan2 pribadi yang menuntut saling ketergantungan. b. Lott dan Lott (1965) → keterpaduan kelompok dipengaruhi oleh : 1) Hubungan yang relatif sukarela antara orang-orang yng tidak terlalu jauh berbeda dalam hal2 yang dapat menjauhkan antar pribadi, seprti suku atau ras 2) Hubungan kerja sama atau kompetisi yang masih dalam batas2 yng sesuai dengan norma 3) Penerimaan oleh orang2 lain 4) Adanya ancaman atau bahaya dari luar yang dihadapi bersama dan untuk mengatasinya tidak dapat mengandalkan pada keterampilan atau kemampuan seseorang saja 5) Status yang homogen, status yang tinggi, atau adanya kemungkinan untuk naik ke status yang lebih tinggi. 6) Perilaku dan sifat2 pribadi yang berguna untuk memenuhi fungsi kelompok yang khusus 7) Sikap,nilai2 dan latar belakang yang sama dan kepribadian2 yang saling mengisi dan relevan dengan eksistensi dan tujuan kelompok. 8) Adanya ritual (upacara, kebiasaan, tradisi, basa-basi) dan inisasi (masa perkenalan, masa percobaan) yang tidak menyenangkan. Dampak dari keterpaduan kelompak adalah : 1) Agresivitas sebagai reaksi terhadap gangguan dari luar 2) Evaluasi diri : menilai diri sendiri sebagai dinilai positif oleh orang2 yang menyenanginya dan menilai positif terhadap orang2 yang disenanginya 3) Evaluasi positif terhadap kelompok dan hal-hal yang terkait dengan kelompok 4) Evaluasi yang berlebihan tentang keunggulan atau ketidakmampuan seseorang dibandingkan anggota lainnya 5) Persepsi tentang kesamaan antar pribadi dalam hal sikap, perilaku dan kepribadian 6) Komunikasi yang lebih bebas hambatan 10 7) Konformitas pada standar kelompok yang bersangkutan dengan sikap dan penampilan Teori Identitas Sosial → Dipelopori o/ Henri Tajfel (1957-1959) dalam upaya untuk menjelaskan prasangka, diskriminasi, konflik antar kelompok dan perubahan sosial → ciri khas nya ad/ non-reduksionis, yaitu membedakan antara proses kelompok dari proses dalam diri individu → Harus dibedakan antara proses intraindividual (yang membedakan seseorang dengan orang lain) dan proses identitas sosial (yang menentukan apakah seseorang dengan ciri tertentu termasuk atau tidak termasuk dalam suatu kelompok tertentu) → Yang termasuk dalam perilaku kelompok al/ ethnosentrisme, ingroup bias, kompetisi dan diskriminasi antar kelompok, stereotip, prasangka, uniformitas dan keterpaduan kelompok →digunakan juga untuk menjelaskan perubahan sosial pada tngkt makro-sosial. Ada 2 kemungkinan yaitu; (1) mobilitas sosial, yaitu perpindahan individu dari kelompok yang lebih rendah ke kelompok yang lebih tinggi terjadi jika peluang itu terbuka, (2) perubhan sosial itu sendir 11