HUBUNGAN RESPON SISWA TERHADAP MODEL PEMBELAJARAN INTERAKSI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN PPKn DENGAN PERILAKU DEMOKRATIS SISWA KELAS VIII MTsN 1 GRESIK Faricha Amatul Firdausyah 12040254212 (Prodi S1 PPKn, FISH, UNESA) [email protected] I Made Suwanda 0009075708 (Prodi S1 PPKn, FISH, UNESA) [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan yang positif dan signifikan antara respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dalam rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian ex pos facto atau termasuk dalam penelitian Pengukuran Sesudah Kejadian (PSK). Lokasi penelitian di MTsN 1 Gresik. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII MTsN 1 Gresik. sebagai populasi sebanyak 363 siswa pada kelas VIII. Besar sampel diambil dengan menggunakan Taraf Kesalahan 5% maka sampel yang diperoleh sebanyak 182 sampel.Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket dan dokumentasi. Hasil dari penelitian kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment diatas diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0, 62, dan diketahui pada tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikan 5% diperoleh nilai sebesar 0, 138. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel. Jika melihat interpretasi tingkatan korelasi menunjukkan adanya hubungan yang positif dengan kategori tinggi. Setelah dilakukan perhitungan pada uji signifikansi (t) diperoleh thitung sebesar 10, 60, jika di lihat pada tabel nilai (t) dengan taraf signifikan 5% maka diperoleh nilai (t) sebesar 1, 960. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung > ttabel) yang berarti signifikan. Kata Kunci: Respon Siswa, Model Pembelajaran Interaksi Sosial, Perilaku Demokratis Abstract This study aims to know is there any positive and significant relationship between students' response to the learning model of social interaction on subjects civic education with democratic behavior eighth grade students MTsN 1 Gresik. This research is quantitative. In this study design research with ex post facto or included in the study Measurement After Genesis (MAG). The research location MTsN 1 Gresik. Population and sample in this study were students of class 8th MTsN 1 Gresik. As a population of 363 students in class 8th grade. Large samples are taken using Taraf Mistakes 5% sample is obtained as much as 182 sampel. Data collected by questionnaires and documentation. The results of the quantitative study using the above formula product moment correlation with coefficient of correlation (r) of 0, 62, and known in the correlation table r value with significant level of 5% obtained a value of 0, 138. This means that it can be seen that rhitung greater than rtabel. If you look at the interpretation of the levels of correlation showed a positive relationship with the high category. After calculating the significance test (t) obtained t of 10, 60, when viewed in the table value (t) with significance level of 5%, the obtained value (t) of 1, 960. This means that it can be seen that tcount greater than ttabel (tcount > ttable), which means significant. Keywords: Student Response, Student Social Interaction, Democratic Behavior PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang mengindikasikan adanya peran rakyat dalam pemerintahan dan mengutakan kepentingan umum (Hamidi, dkk, 2010: 207). Dalam demokrasi rakyat adalah penentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain demokrasi merupakan suatu kepemimpinan yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi sebagai sebuah nilai atau pandangan hidup mencerminkan perlunya partisipasi dari setiap warga dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan bersama sehingga menjadi sebuah keyakinan. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang baik dan kemampuan mengaktualisasikan demokrasi di kalangan warga negara. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat) Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa (Prasetyo, 2012: 106). Berbagai macam hal dapat dilakukan untuk memberikan pemahaman dan kemampuan mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi, salah satunya yaitu melalui bidang pendidikan. Dunia pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu dunia pendidikan secara terus menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanannya menghasilkan generasi yang diharapkan. Sekolah merupakan sarana dan wadah untuk penanaman berbagai ilmu bagi generasi penerus bangsa karena di sinilah mereka bertemu dengan berbagai macam pikiranpikiran watak karakter budaya dan agama. Berdasarkan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh pemerintah, pemerintah Republik Indonesia telah memberikan usaha untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia melalui tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Selain itu UUD 1945 juga menetapkan, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” (Pasal 31). Oleh karena itu pendidikan juga merupakan salah satu bagian tak terpisahkan dari “hak asasi manusia,” sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945, pasal 28C, ayat (1): “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Salah satu tujuan Pendidikan Nasional adalah menjadikan warganegara yang demokratis, sebuah warga negara yang mampu berperilaku dan bersikap secara demokratis. Tentu saja hal ini tidak bisa diwujudkan dengan hal yang mudah, hal ini bisa dimulai dari lingkungan sekolah. Di dalam sekolah berbagai materi disampaikan, tidak terkecuali materi tentang perilaku demokratis. Nilai-nilai demokrasi yang diajarkan meliputi: toleransi, kebebasan mengemukakan pendapat, menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, terbuka dan komunikasi, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri, tidak menggantungkan pada orang lain, saling menghargai, mampu mengekang diri, kebersamaan serta keseimbangan (Setiati, 2014:2). Pembelajaran nilai-nilai tersebut akan mencegah siswa melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilainilai demokrasi. Namun pada kenyataannya hal itu bertolak belakang, banyak siswa yang kurang memahami materi nilai-nilai demokrasi yang pada akhirnya siswa tidak memiliki sikap demokratis. Hal itu bisa kita lihat dengan maraknya berbagai kenakalan-kenakalan remaja. Siswa yang egois, merasa dirinya lebih pintar dan enggan untuk bermusyawarah sering kita jumpai di sekolahsekolah. Hal ini membuktikan rendahnya pemahaman siswa tentang nilai-nilai demokrasi dan sikap demokratis. Indonesia memang dikenal sebagai negara yang demokratis, tatpi itu hanya sebutan saja, banyak warga negaranya yang tidak bisa berperilaku sesuai dengan pedoman yang dipegang oleh negaranya. Menggunakan sistem demokrasi dalam segala kegiatan yang ada, namun itu hanya sebuah wacana, dalam praktiknya di lapangan banyak sekali sikap-sikap yang bertolak dengan prinsip demokrasi sering kita jumpai. Sikap toleransi yang mana menghargai setiap perbedaan yang ada sangat susah kita jumpai, Indonesia merupakan sebuah negara yang mana perbedaan sangat terlihat jelas, negara yang multicultural. Dengan pengembangan sikap toleransi maka masalah-masalah yang berkaitan dengan keberagaman akan dapat dikendalikan. Sehingga tidak mengarah pada pertentangan yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu sedini mungkin sikap demokratis harus ditanamkan pada diri siswa dengan harapan dapat memelihara dan mewujudkan kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Di sini peran mata pelajaran PPKn diperlukan sebagai suatu wadah untuk membangun sikap demokratis siswa. Mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran yang memiliki tujuan yakni untuk menciptakan suatu warga negara yan baik. Salah satu wujud dalam warga negara yang baik yakni warga negara yang mampu berperilaku dengan demokratis, berpedoman pada sistem pemerintahan Indonesia yang mengutamakan sistem demokratis tentunya sebagai warga negara harus bisa berperilaku sesuai dengan sistem demokratis yang dianut oleh negaranya. Hal ini sesuai dengan pengertian PPKn dalam Sisdiknas, yaitu: “Menurut Uundang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenan dengan hubungan warga Negara serta pendidikan pendahulu bela Negara agar menjadi 1043 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara.” Pengembangan perilaku demokratis di sekolah tidaklah menghilangkan nilai-nilai demokrasi yang sudah ada namun untuk menghasilkan sistem demokrasi yang ideal. Usaha yang sungguh-sungguh dalam mewujudkan perilaku demokratis di sekolah harus dilakukan oleh seluruh elemen yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan perilaku demokratis yang semakin dinamis dan mendapatkan porsi perhatian lebih besar. Sehingga akan membentuk pola perilaku siswa untuk memiliki sikap demokratis. Pendidikan kewarganegaran sebagai isntrumen pengetahuan (the body of knowledge) diarahkan untuk membangun masyarakat demokrasi yang beradab (Syarbaini, dkk, 2006:03) Untuk memudahkan tugas guru dalam membiasakan siswa dalam bersikap demokratis maka guru perlu menciptakan suatu kondisi yang membuat anak merasa nyaman untuk belajar dan menunjukkan sikapnya (Susiyanto, 2014:5). Agar pembelajaran nilainilai demokrasi yang ada pada mata pelajaran PPKn berjalan dengan efektif diperlukan metode pembelajaran yang sesuai. Karena diketahui saat ini guru masih banyak yang menggunakan metode konvensional dalam pembelajarannya, yang mana dalam pembelajarannya hanya terjadi komunikasi satu arah. Siswa kurang terlibat dalam mengikuti kegitan belajar mengajar. Sehingga dianggap kurang efektif dalam penyampaian materi kepada siswa. Untuk membangun suatu kondisi yang nyaman dalam kegiatan belajar, diperlukan adanya teknik atau model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang cocok untuk menanamkan nilai-nilai demokratis yakni model pembelajaran Interaksi sosial, dimana model pembelajaran ini menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to live together). Pendekatan atau model pembelajaran ini menekankan terbentuknya hubungan antara individu/siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat. Oleh sebab itu proses belajar mengajar dalam mata pelajaran PPKn hendaknya mengembangkan kemampuan dan kesanggupan siswa untuk mengadakan hubungan dengan orang lain/siswa lain, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis, serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar siswa (Sagala, 2010:179). Kegiatan belajar pada model pembelajaran interaksi sosial lebih dipandang dari segi prosesnya. Penggunaan model pembelajaran interaksi sosial dalam mata pelajaran PPKn erat kaitannya dengan pendekatan pendidikan nilai. Melalui proses yang dilakukan pada model pembelajaran ini mampu untuk memanfaatkan fenomena kerjasama, membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta mengetes hipotesis. Karena itu guru seyogyanya mengorganisasikan belajar melalui berbagai metode misalnya saja kerja kelompok dan mengarahkannya. Dari kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di kelas, akan memberikan respon dari siswa terhadap model pembelajaran yang digunakannya. Respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI). Respon juga diartikan seuatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatau fenomena tertentu. Dalam istilah psikologi, respon dikenal dengan proses memunculkan dan membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Respon yang diberikan siswa menjadi dasar sebagai pembentukan perilaku siswa dalam kedepannya. Dari respon tersebut menggambarkan bagaimana belajar mengajar dapat dimengerti dan difahami serta mampu diterapkan oleh siswa. Karena pada dasarnaya belajar merupakan sebuah pembaharuan diri untuk menuju ke manusia yang lebih baik sehingga pada kehidupan selanjutnya akan bisa lebih baik. Selain itu, dari kegiatan belajar mengajar akan memberikan pengalaman baru dan pengetahuan baru. Akan tetapi, hal tersebut tidak selalu berakhir dengan baik. Respon ynag diberikan siswa akan berbeda-beda karena setiap diri siswa memiliki kemampuan dan mengolah pengetahuan dengan caranya masing-masing. Pendekatan interaksi sosial pada hakikatnya bertolak dari pemikiran pentingnya hubungan pribadi (interpersonal relationship) dan hubungan sosial atau hubungan individu dengan lingkungan sosialnya. Proses belajar pada hakikatnya adalah mengadakan hubungan sosial dalam pengertian siswa berinteraksi dengan siswa lain dan berinteraksi dengan kelompoknya. Selain itu di dalam model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn ada hal-hal lain yang bisa dikembangkan yang berhubungan dengan pembelajaran, diantaranya: model ini mampu mendorong siswa, memberikan cara belajar yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja dalam kelompok serta melatih siswa dalam pemecahan masalah yang ada. Penggunaan model pembelajaran interaksi sosial di dalam pembelajaran PPKn diharapkan mampu membawa respon yang positif dari siswa. Respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran interaksi sosial sangat penting, karena dengan adanya respon yang diberikan siswa akan menggambarkan bagaimana model pembelajaran interaksi sosial dapat diterima dan Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa dipahami oleh siswa yang selanjutnya dari pemahaman akan makna model pembelajaran interaksi sosial diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu ”Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik.” Dengan tujuan untuk mengetahui adakah hubungan yang positif dan signifikan antara respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik. Respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga dijelaskan definisi respon adalah berupa tanggapan, reaksi, dan jawaban. Respon juga diartikan seuatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatau fenomena tertentu. Dalam istilah psikologi, respon dikenal dengan proses memunculkan dan membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain, menurut Joyce & Weil (dalam Rusman,2011:132). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas, menurut Arends (dalam Trianto, 2007:01) Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, filmfilm, tipe-tipe, program-program media computer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan (Trianto, 2007:02). Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2) Mempunyai misi dan atau tujuan pendidikan tertentu 3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas 4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang; 6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Model interaksi sosial menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together) (Rusman, 2011:134). Pendekatan atau model pembelajaran ini menekankan terbentuknya hubungan antara individu/siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat (Sagala, 2010:179). Model dari kategori ini menekankan pentingnya hubungan sosial yang berkembang dalam proses interaksi sosial diantara individu. Hal ini dapat diperlukan sebagai tujuan pendidikan ataupun juga sebagai alat pendidikan. Model yang berorientasi pada interaksi sosial yakni sebagai upaya memperbaiki masyarakat dengan memperbaiki hubungan-hubungan interpersonal melalui prosedur demokratis, yaitu demokrasi pancasila yang menekankan pada musyawarah untuk mencapai mufakat. Secara filosofis model dari kategori ini berasumsi bahwa pendidikan dapat mengembangkan individu secara individual dengan merefleksikan cara-cara menangani berbagai informasi dalam konsep dan nilai-nilai. (Wahab, 2008:59). Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya model pembelajaran interaksi sosial merupakan sebuah model pembelajaran yang memfokuskan kegiatan pembelajaran pada interaksi yang dikembangkan oleh siswa dengan sesama temannya. Dalam kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa disini dapat membuat kebiasaan siswa untuk saling bisa berhubungan sosial dan mengembangkan sikap demokratis. Di dalam model pembelajaran interaksi sosial tidak hanya memfokuskan pada interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa saja, melainkan ada hal-hal lain yang bisa dikembangkan yang berhubungan dengan pembelajaran, diantaranya: model ini mampu mendorong siswa, memberikan cara belajar yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja dalam kelompok serta melatih siswa dalam pemecahan masalah yang ada. 1045 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 Model interaksi sosial didasari oleh teori Gestalt (field theory). Model interaksi sosial menitik beratkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Aplikasi teori Gestalt dalam pembelajaran adalah: 1) Pengalaman (insight/tilikan). Dalam proses pembelajaran siswa hendaknya memiliki kemampuan insight, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek. Guru hendaknya mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan insight, 2) Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran. Content yang dipelajari siswa hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun bagi kehidupannya di massa yang akan datang, 3) Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada satu tujuan. Perilaku di sampingadanya kaitan dengan SR-bond, juga terkait erat dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi kaerana siswa memiliki harapan tertentu. Sebab itu pembelajaran akan berhasil bila siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai. 4) Prinsip ruang hidup (life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan/field theory). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan/medan dimana ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi lingkungan dimana siswa berada (kontekstual). Menurut Syarbaini, dkk (2006:03) pendidikan kewarganegaran sebagai isntrumen pengetahuan (the body of knowledge) diarahkan untuk membangun masyarakat demokrasi yang beradab. Secara normative, pendidikan kewarganegaraan memperoleh dasar hukum yang diatur dalam pasal 3 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional menurut pasal 3 uu tentang sisdiknas yang berbunyi, yaitu: “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.” Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial cultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan (Syarbaini, dkk, 2006:04). Di dalam kurikulum sekolah, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) memiliki tujuan umum dan khusus, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mengembangkan potensi peserta didik dalam seluruh dimensi kewarganegaraan, dan tujuannya dibagi menjadi dua yaitu : Tujuan Umum dan Tujuan Khusus. Tujuan umum dari pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yaitu: 1) Sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic commitment, and civic responsibillity). 2) Pengetahuan kewarganegaraan. 3) Keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan (civic commitment, and civic responsibillity). Sedangkan tujuan khusus dari pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yaitu: Secara khusus tujuan PPKn berisikan keseluruhan dimensi tersebut, sehingga peserta didik memiliki 1) Menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengalaman nilai dan moral Pancasila secara personal dan social. 2) Memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4) Berpartisipasi secara aktif, cerdas dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan wrga Negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam berbagai tatanan sosial budaya. Berdasarkan tujuan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di atas, berikut Fungsi Mata Pelajaran PPKn yaitu: 1) PPKn merupakan pendidikan nilai, moral/karakter, dan kewarganegaraan khas Indonesia 2) PPKn sebagai wahana pendidikan nilai, moral/karakter Pancasila dan pengembangan kapasitas psikososial kewarganegaraan Indonesia sangat koheren (runtut dan terpadu) dengan komitmen pengembangan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dan perwujudan wrga negara yang demokratis dan bertanggung jawab sebagai termaktub dalam pasal 3 UU No.20 Tahun 2003. (Dalam buku guru PPKn kelas IX, 2015 :2). Pengertian perilaku demokratis ialah perilaku seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Sikap atau perilaku yang demokratis dapat mendukung Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Perilaku demokrasi menunjuk pada berlakunya nilai-nilai demokrasi di masyarakat (Winarno, 2011:111). Menurut Kausyar (dalam Windra Irawan,2012) menyatakan bahwa sikap demokratis merupakan suatu kecenderungan individu dalam merespon situasi-situasi sosial berdasarkan nilai-nilai demokrasi, seperti : keterbukaan, keseimbangan, penghargaan terhadap hak dan kewajiban, tidak adanya pemaksaan atau penekanan, tidak berprasangka buruk, bertanggung jawab, permusyawaratan, kekeluargaan, kesadaran, tolerasi, serta nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Menurut Rogers (dalam Susiyanto, 2014:17) dalam proses pendidikan sikap demokratis akan diiringi dengan timbulnya rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri. Dengan adanya sikap demokratis, maka seorang siswa juga akan mempunyai sikap nasionalisme, bertanggung jawab, tidak memiliki prasangka buruk, saling menghargai bila terjadi perbedaan pendapat, tidak langsung mengambil sikap arogan, dapat mengkomunikasikan terlebih dahulu bila terjadi masalah sehingga tidak terjadi kecenderungan untuk berperilaku agresif seperti perkelahian yang berujung tawuran, memfitnah maupun mencuri (Susiyanto, 2014:17). METODE Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dangan pendekatan survey korelasional. Dimana metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan melalui metode survey. Penelitian ini merupakan penelitian ex-post-facto yang mana merupakan penelitian yang berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti (Sukardi, 2003:15) Rancangan penelitian merupakan suatu rencana kerja penelitian yang menggambarkan variabel-variabel dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Gresik. Dalam rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian ex pos facto atau termasuk dalam penelitian Pengukuran Sesudah Kejadian. Dalam penelitian PSK tidak ada kelompok kontrol atau kegiatan pre test. Hubungan sebab dan akibat antara subjek yang satu dengan subjek yang lainnya tidak ada manipulasi, karena penelitian PSK hanya mengungkapkan gejalagejala yang ada atau telah terjadi. Dalam penelitian ini fakta yang diungkapkan apa adanya dari data yang terkumpul di lapangan, data yang diperoleh melalui angket. Kemudian data tersebut diuji untuk mengetahui adakah hubungan dari respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial dengan indikator perilaku demokratis yang ada di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto, (2006:220) bahwa dalam model ex pos facto ini tidak memberikan perlakuan tetapi memperkirakan bahwa satu atau lebih variabel telah menjadi penyebab timbulnya variabel lain serta melihat hubungan sebab akibat terhadap variabel yang dipandang sebagai faktor penyebab dengan variabel akibat. Lokasi penelitian yakni dilakukan di MTsN 1 gresik dengan alamat Jln. Raya Metatu nomor 31 kecamatan Benjeng kabupaten Gresik berdasarkan pertimbangan bahwa sekolahan tersebut lebih berprestasi dengan sekolah-sekolah yang ada di lingkungan sekitar kecamatan benjeng. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 2011:80). Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah jumlah seluruh siswa MTsN 1 Gresik kelas VIII. Berdasarkan data dari sekolah MTsN 1 gresik yang dapat diambil sebagai populasi sebanyak 363 siswa pada kelas VIII. Menurut Sugiyono (2011: 81) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk menentukan jumlah sampel dilakukan sebuah sampling. Teknik sampling ini menggunakan Simple Random Sampling, yang mana anggota sampel penelitian ini diambil secara acak tanpa memperhatikan strata atau kriteria dalam populasi yang ada. Besar sampel diambil dengan menggunakan Taraf Kesalahan 5% berdasarkan tabel dari Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2014:87) maka jika N=363 (dibulatkan menjadi 380) maka sampel yang diperoleh sebanyak 182 sampel. Variabel Penelitian variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014:38). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni Variabel Independen/Bebas (X) merupakan variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial. Dan variabel Dependen/terikat (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dalam penelitian ini adalah perilaku demokratis siswa. Kedua variabel diatas akan dihubungkan dengan bentuk hubungan dapat digambarkan sebagai berikut. 1047 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 X Y Gambar 1. Hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat Keterangan: X = Respon Siswa terhadap model Pembelajaran Interaksi Sosial Y = Perilaku Demokratis Siswa Definisi Operasional Variabel yakni respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial dan perilaku demokratis siswa. Adapun definisi operasional variabel dari variabel antara lain, Variabel Independent/Bebas : respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial, yakni mampu mendorong siswa, memberikan cara belajar yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja dalam kelompok; serta melatih siswa dalam pemecahan masalah. Variabel Dependent/Terikat : Perilaku demokratis ialah perilaku seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Sikap atau perilaku yang demokratis dapat mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Henry B. Mayo (dalam Hamidi dan Lutfi, 2010:193) nilai-nilai demokratis yang bisa diwujudkan dalam perilaku demokratis yakni: Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga, menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah, menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur, membatasi penggunaan kekerasanseminimal mungkin, mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat, menjamin tegaknya keadilan. Dari nilai yang disebutkan oleh Henry B. Mayo, dalam cakupan di sekolah akan diperinci sebagai berikut: Mengutamakan musyawarah mufakat, berani mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi atau golongan, menghormati kekuasaan yang sah, mengikuti kegiatan pemilihan umum, mengembangkan sikap anti kekerasan, toleran dan menghormati pendapat yang berbeda, enghargai keanekaragaman, bersikap adil dan tidak diskriminatif, memberikan hak dan tanggung jawab kepada semua pihak. Menurut Sugiyono (2011:102), instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Penilitian ini menggunakan instrumen berupa angket tertutup, yaitu kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban yang tersedia. Kuesioner yang disediakan berjumlah 25 butir soal. Instrumen digunakan untuk mengukur variabel perilaku demokratis siswa. Data di ukur menggunakan alat ukur kuesioner dengan menggunakan kategori jawaban skala likert. Instrumen pada variabel (X) menggunakan skala likert yang memiliki jawaban dengan gradasi dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu (R), Tidak Setuju (TS). Sedangkan pada Variabel (Y) menggunakan skala likert yang memiliki jawaban dengan gradasi dari Selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), Tidak Pernah (TP) (Sugiyono, 2011:93). Tipe jawaban yang digunakan adalah bentuk chek list (√). Tabel 1 Skor Alternatif Jawaban Variabel X Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-) Alternatif Alternatif Sk0r Skor Jawaban Jawaban Sangat Setuju 4 Sangat Setuju 1 Setuju 3 Setuju 2 Ragu 2 Ragu 3 Tidak setuju 1 Tidak Setuju 4 Tabel 2 Skor Alternatif Jawaban Variabel Y Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-) Alternatif Alternatif Sk0r Skor Jawaban Jawaban Selalu 4 Selalu 1 Sering 3 Sering 2 Kadang-kadang 2 Kadang-kadang 3 Tidak Pernah 1 Tidak Pernah 4 Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapat data. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang valid dan akurat, yakni Kuesioner (Angket), Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2011: 142). Ada beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik. (Uma dalam sugiyono, 2011: 142). Dan dokumentasi, dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Di dalam melaksanakan metode dokumenatsi peneliti menyelidik benda-benda tertulis seperti catatan harian dan sebagainya. (Arikunto, 2006:158). Dalam penelitian kuantitatif analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul (Sugiyono: 147). Analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik analisis dari rumus korelasi product moment yang digunakan untuk menganalisis hasil yang diperoleh dari dua variabel penelitian, hal ini untuk mencari hubungan diantara dua variabel yakni model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa. Perhitungan korelasi product moment dengan rumus rxy pada buku Sugiyono (2010:183) sebagai berikut. rxy N xy ( x)( y ) N x² - ( x)² N y ² - ( y)² Keterangan: rxy = koefisien korelasi product moment N = Jumlah sampel penelitian (responden) = jumlah seluruh skor x (respon siswa) = jumlah seluruh skor y (perilaku demokratis) Setelah mendapatkan nilai rxy, kemudian dikonsultasikan ke tabel product moment atau menggunakan tabel interpretasi terhadap koefisien korelasi. Menurut Sugiyono (2010:184), pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut : Tabel 3 Interpretasi Tingkatan Korelasi Nilai r Tingkatan Korelasi 0,00 – 0,20 Sangat rendah 0,20 – 0,40 Rendah 0,40 – 0,60 Cukup 0,60 – 0,80 Tinggi 0,80 – 1,00 Sangat tinggi t r n2 1 r² Keterangan: t = Signifikansi korelasi product moment r = Korelasi n = Jumlah sampel yang diteliti Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji terlebih dahulu mengenai validitas dan reabilitasnya yaitu melalu try out. Tujuan diadakan try out terhadap angket adalah untuk mengetahui kelemahan angket yang akan disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui sejauh mana responden mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tersebut serta untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan reabilitas. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila rhitung lebih besar dibandingkan dengan rtabel. Jika dalam data n = 38, dengan menggunakan taraf kesalahan 5% maka nilai r yang diperoleh dalam tabel 0, 320. jika nilai r hitung lebih kecil maka item dinyatakan tidak valid, jika nilai hitung r lebih besar atau sama maka dinyatakan valid. Uji validitas butir pertanyaan dalam penelitian ini akan menggunakan rumus korelasi product moment. Hasil hitung pada validitas instrumen untuk variabel bebas yakni respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial yakni rhitung menunjukkan hasil 0.57 dengan demikian bisa dikatakan bahwa rhitung lebih besar dibandingkan dengan rtabel yakni 0.320. Item soal yang dalam kategori tidak valid pada variabel bebas berjumlah 4 pada nomor 2 dengan rhitung 0.29, nomor 14 dengan rhitung -0.041,nomor 18 dengan rhitung 0.18, dan nomor 22 denngan rhitung 0.13. Hasil hitung pada variabel terikat yakni perilaku demokratis rhitung menunjukkan hasil yakni 0.76 dengan demikian bisa dikatakan bahwa rhitung lebih besar dibandingkan dengan rtabel yakni 0.320. Item soal yang dalam kategori tidak valid pada variabel terikat berjumlah 3 pada nomor 1 dengan rhitung 0.27, nomor 9 dengan rhitung 0.14,dan nomor 11 dengan rhitung 0.20. Berdasarkan hasil reliabilitas dari kedua variabel yang telah dipaparkan diatas, lebih singkatnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Setelah menhitung korelasi dengan menggunakan rumus diatas guna untuk menjawab rumusan masah adakah hubungan yang positif dari dua variabel yang di teliti, maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menguji signifikansi dari kedua variabel tersebut dengan menggunakan rumus uji signifikan dari (Sugiyono, 2011:183) sebagai berikut: 1049 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 Tabel 4 Validitas Instrumen Angket Penelitian Item Soal Variabel (X) Variabel (Y) Valid 21 22 Tidak Valid 4 3 Setelah melakukan uji validitas pada angket penelitian, Syarat kedua dari suatu instrumen yang baik adalah harus reliabel. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika intrumen tersebut ketika dipakai untuk mengukur suatu gejala yang sama dalam waktu yang berlainan akan menunjukkan hasil yang sama. “Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercayai juga” (dalam Arikunto, 2006 : 178). Menguji reliabilitas instrumen dengan kriteria jika dalam data n = 38, dengan menggunakan taraf kesalahan 5% maka nilai r yang diperoleh dalam tabel 0, 320. jika nilai rhitung lebih besar dari rtabel maka dinyatakan reliabel. Adapaun teknik mencari reliabilitas yang digunakan menggunakan rumus (Arikunto, 2006:196): Untuk menguji jawaban sementara atas permasalahan yang telah dirumuskan (hipotesis) yang diuji kebenarannya secara empirik, maka dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data yaitu korelasi product moment dengan menggunakan rumus (dalam sugiyono, 2011:183). Dari tabel persiapan perhitungan diatas dapat diketahui : x 11822 y 12765 x² 778860 y² 903603 XY 835120 Setelah diketahui data yang diperlukan, selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment sebagai berikut: rxy rxy Keterangan: r1.1 = reliabilitas instrumen rxy rxy = Validitas soal keseluruhan Hasil hitung uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh atau rhitung lebih besar dibandingkan dengan dengan rtabel, pada variabel X yakni respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial memperoleh hasil hitung yakni sebesar 0.87, begitu juga pada variabel Y memperoleh hasil hitung sebesar 0.88. sehingga dari kedua hasil tersebut item dikatakan reliabel untuk diterapkan pada seluruh sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat dua data dari dua variabel yang terdiri dari variabel bebas yakni respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial dalam mata pelajaran PPKn dan variabel terikat yakni perilaku demokratis siswa kelas VIII. Untuk mendeskripsikan dan menguji dari dua variabel diatas dapat diketahui melalui proses menjawab hipotesis yang telah dikemukakan pada BAB II. Dalam rumusan masalah yang telah dikemukakan akan diuji adakah hubungan yang positif dan signifikan dari kedua variabel diatas. rxy N xy ( x)( y ) N x² - ( x)² N y ² - ( y)² 182 835120 (11822)(12765) 182 778860 (11822)²182 903603 (12765)² 141752520 151991840 150907830 139759684 164455746 162945225 1084010 19928361510521 1084010 1734999 rxy 0.624 rxy Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi yang akan dijelaskan pada tabel dibawah: Tabel 5 Matrik Perbandingan rhitung dan rtabel pada Taraf Signifikansi 5% Taraf Signifikansi 5% rhitung 0,624 rtabel 0,138 Interpretasi Korelasi Tinggi Dari hasil perhitungan data dengan menggunakan rumus korelasi product moment diatas diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0, 62, jika dilihat pada tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikan 5% diperoleh nilai sebesar 0, 138. Artinya dapat diketahui bahwa rhitung lebih besar dibandingkan dengan rtabel. Jika melihat interpretasi tingkatan korelasi pada tabel 3.6 pada halaman 46 dapat Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa disimpulkan bahwa data hasil penelitain yang telah dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang positif dengan kategori tinggi. Jadi terdapat hubungan yang positif dalam kategori tinggi hubungan antara respon siswa terhadap model pembelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik. Untuk menguji signifikansi hubungan, yakni apakah dari hubungan yang ditemukan tersebut berlaku berlaku bagi seluruh populasi yang ditetapkan yakni sebesar 363, maka dilakukan uji signifikansi melalui perhitungan dengan menggunakan rumus uji signifikansi korelasi product moment (dalam sugiyono, 2011:187) sebagai berikut. t t t r n2 1 r² 0.62 182 2 1 0.62² 0.62 13.416 1 0.3844 8.31792 t 0.784602 t 10.60 Tabel 6 Matrik Perbandingan thitung dan ttabel pada Taraf Signifikansi 5% Taraf Signifikansi 5% thitung 10, 60 ttabel 1, 960 Setelah dilakukan perhitungan pada uji signifikansi (t) diperoleh thitung sebesar 10, 60, jika di lihat pada tabel nilai (t) dengan taraf signifikan 5%maka diperoleh nilai (t) sebesar 1, 960. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung > ttabel). Jadi dapat disimpulkan koefisien korelasi antara model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa sebesar 10, 60 yang berarti signifikan. Berdasarkan hasil hitung diatas dapat diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung > ttabel). Jadi dapat disimpulkan koefisien korelasi antara respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa sebesar 10, 60 yang berarti signifikan. Dari hasil tersebut koefisien dapat digeneralisasikan atau dapat berlaku bagi seluruh populasi yang ditetapkan yakni sebesar 363 dengan sampel 182 siswa. Berdasarkan Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat sementara bila rhitung lebih kecil daripada rtabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dari hasil tampak bahwa rhitung lebih besar dari rtabel dengan begitu jawaban dari hipotesis yang telah dikemukakan pada BAB II yakni Ha diterima dan Ho ditolak, dengan penjelasan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik. Dengan demikian korelasi 0.62 itu signifikan dengan hasil rhitung lebih besar dari rtabel. Pembahasan Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia, dengan tujuan untuk menghasilkan kecakapan, pengetahuan, perilaku dan apapun yang merupakan sebuah perubahan dari awal sebelum manusia itu mengikuti kegiatan belajar. Belajar sendiri terjadi pada manusia dengan berfikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap hal baru yang dijelaskan dalam kegiatan belajar, selain itu belajar juga merupakan sebuah pembaharuan diri manusia untuk menuju ke manusia ynag lebih baik. Karena dari situ kehidupan selanjutnya akan bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar juga sebuah adaptasi manusia itu dengan lingkungan baru yang ditemuinya sehingga dari lingkungan baru tersebut akan mengasilkan pengalaman-pengalaman dan pengetahuan baru. Pembelajaran merupakan sebuah proses dalam kegiatan belajar mengajar. Yang mana merupakan proses pentransferan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik guna membangun peserta didik yang mampu bersikap demokratis sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sikap demokratis merupakan salah satu tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Maka penting untuk mengajarkan sikap demokratis pada siswa sejak dini. Melalui mata pelajaran PPKn diharapkan Siswa yang dapat dibekali dengan sikap demokratis akan selalu berpikir positif dan mampu bertindak ke arah yang positif. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbedabeda. Oleh karena itu, dalam proses belajar terjadi dua proses, yaitu proses organisasi informasi dan adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan 1051 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Sedangkan proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Teori belajar kontruktivisme adalah teori belajar yang menuntut siswa mengkontruksi kegiatan belajar dan membangun pengetahuan secara mandiri. Proses mengkontruksi sebagaimana dijelaskan Piaget meliputi skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Yang dimaksud dalam skemata adalah struktur organisasi kognitif yang selalu berkembang dan berubah, dalam hal ini dengan model pembelajaran interaksi sosial yang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mampu membuat siswa memproses kegiatan tersebut sehingga memunculkan repon yang baik dengan apa yang telah dipelajarinya. Teori belajar konstruktivisme memandang bagaimana dalam proses belajar mengajar pengetahuan baru yang diperoleh siswa dapat disusun dalam mind set siswa. Sedangkan dalam pembelajaran siswa tidak serta merta hanya menerima pengetahuan baru dari guru, melainkan guru juga ikut member arahan bagaimana siswa mengkonstruk pengetahuan barunya dengan pengetahuan awal yang dimilikinya, atau pengalaman yang telah ia lalui, karena setiap siswa menangkap pengetahuan baru secara berbeda dan memiliki pengetahuan awal yang berbeda pula, sehingga siswa harus mengkonstruk atau membangun pengetahuan secara individu dan tetap dengan arahan seorang guru. Ketika siswa melakukan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran interaksi sosial di sekolah, meraka akan mendapatkan informasi baru yang diberikan oleh guru guna untuk dikembangkan maka skemata awal atau pengetahuan awal yang dimiliki siswa akan berkembang, hal tersebut dinamakan asimilasi. Selanjutnya dengan pengetahuan baru yang didapatkan siswa ketika siswa berada disekolah, siswa akan mendapatkan pengetahuan yang benar-benar keakuratannya sehingga akan menggantikan skemata awal yang dimiliki oleh siswa apabila skemata awal tersebut dirasa kurang tepat, dan pengetahuan yang diterima oleh siswa akan selalu diingat. Hal itu yang merupakan repon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial. Oleh sebab itu, dengan adanya respon siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan oleh guru akan membuat siswa lebih kritis tentang materi pelajaran yang diberikan oleh guru, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari hal tersebut akan berdampak baik dengan prestasi belajar yang akan diperoleh siswa. Prestasi belajar siswa akan diperoleh dan dapat dilihat siswa apabila siswa sudah mampu mempelajari materi pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya daripada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang telepas-lepas. Dari penggunaan model pembelajaran interaksi sosial diharapkan mampu memunculkan respon yang positif dari siswa dimana siswa dituntut aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Kontruktivisme memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan baru. Model pembelajaran interaksi sosial menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha untuk membangun sikap siswa yang demokratis. Keterlibatan siswa dalam melakukan kegiatan belajar cukup tinggi terutama dalam bentuk partisipasi dalam kelompoknya, partisipasi ini menggambarkan adanya interaksi sosial diantara sesama murid dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu pendekatan ini boleh dikatakan berorientasi kepada siswa dengan mengembangkan sikap demokratis, artinya sesama mereka mampu saling menghargai, meskipun diantara mereka ada perbedaan. Dalam pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik memahami pengetahuan saja, melainkan juga mempersiapkan peserta didik dalam kehidupan di masa depan. Dengan harapan mereka akan berguna di masyarakat, bertanggung jawab, adil, aktif dan kooperatif. Karena pengetahuan saja kurang dan perlu dilengkapi dengan keterampilan, keahlian serta sikap yang berbudi luhur. Pendekatan atau model pembelajaran ini menekankan terbentuknya hubungan antara individu/siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat. Oleh sebab itu proses belajar mengajar hendaknya mengembangkan kemampuan dan kesanggupan siswa untuk mengadakan hubungan dengan orang lain/siswa lain, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis, serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar siswa. Model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn diterapkan di MTsN 1 Gresik pada kelas VIII. Hasil penelitian yang disajikan melalui data guna untuk mendeskripsikan hubungan respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa. Sesuai dengan teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget sebuah pengetahuan baru yang diberikan atau diterapkan oleh guru di dalam ataupun diluar kelas sangat memiliki peran untuk mengubah perilaku siswa. Dari hasil penelitian di lapangan, siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik mampu berperilaku sesuai yang telah diajarkan oleh guru. Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa Teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah teori belajar yan menuntut siswa untuk mengkonstruksi kegiatan belajar dan membangun pengetahuan secara mandiri. Berawal dari skemata, yang mana schemata ini merupakan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Skemata merupakan struktur organisasi kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Dengan adanya pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa, pada saat mengikuti pelajaran PPKn dengan menggunakan model pembelajaran interaksi sosial dari sini siswa akan mendapat pengetahuan dan penyerapan baru. Pengetahuan baru ini tidak menghilangkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelumnya, melainkan untuk menyempurnakan skemata awal, hal ini yang dinamakan dengan asimiliasi. Penyerapan pengetahuan baru yang diperoleh saat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran interaksi sosial akan membuat siswa memadukan antara pengetahuan awal dengan pengetahuan barunya sehingga akan menghasilkan skemata baru yang lebih sempurna sesuai dengan pengalaman baru yang diperolehnya. Dalam pembelajaran PPKn dengan menggunakan model pembelajaran interaksi sosial, siswa akan diberikan arahan oleh guru, untuk bisa bekerja sama dengan sesame teman, saling menghargai pendapat teman, tidak mendominasi, yang mana hal itu merupakan contoh dari perilaku demokratis. Berdasarkan pengetahuan baru tersebut siswa akan mengkonstruksi pengetahuan mereka dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa sebelum memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran interaksi sosial sehingga akan menghasilkan skemata baru dengan mampunya siswa untuk berperilaku demokratis. Dengan begitu keseimbangan dalam berinterakis akan tercapai dan terjamin. Penjelasan di atas diketahui bahwa teori belajar kontruktivisme adalah teori belajar yang menuntut siswa mengkontruksi kegiatan belajar dan membangun pengetahuan secara mandiri. Guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya dengan member kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Menurut Piaget ada empat tahap mengkontruksi yaitu, skemata, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Hal tersebut menjelaskan bahwa siswa mengkontruksi pengetahuan mereka di atas pengetahuan awal yang telah diperoleh sebelumnya. Siswa aktif dalam melakukan kegiatan dan aktif berpikir, dengan kata lain siswa mengkontruksi pengetahuan mereka, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari melalui model pembelajaran interaksi sosial, dari hal tersebut sehingga memunculkan respon siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan. Sesuai dengan teori belajar kontruktivisme Piaget, terlebih dalam mata pelajaran PPKn siswa dituntut untuk mampu mengkritisi berbagai isu-isu yang ada di masyarakat. Isu-isu yang didapat haruslah aktual dan faktual. Respon merupakan tanggapan, reaksi, dan jawaban. Respon juga diartikan seuatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatau fenomena tertentu atau proses memunculkan dan membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Karena dalam model pembelajaran interaksi sosial ini yang paling penting adalah proses maka, dalam penerapan model pembelajaran interaksi sosial dalam pelajaran PPKn membuat siswa mampu mengkonstruksi atau menciptakan sesuatu dari pengalaman/pengetahuan mengikuti pembelajaran PPKn dengan menggunakan model tersebut. Siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik menerapkan makna dari model pembelajaran interaksi sosial. Metode-metode yang seringkali dipakai dalam model pembelajaran interaksi sosial membuat siswa terbiasa untuk berperilaku demokratis. Seringnya penggunaan yang dilakukan di lapangan membuat siswa semakin terbiasa. Model pembelajaran interaksi sosial yang mana peran siswa yang lebih besar dibandingkan guru lebih menguntungkan siswa. Siswa kelas VIII ini mampu untuk mengeksplore kemampuan mereka hingga memunculkan suatu hal-hal yang baru. Melalui banyak literature yang ada mereka bisa saling berdiskusi dan juga mereka sering untuk melakukan kerja kelompok dengan teman sebaya. Siswa kelas VIII pada umumnya merupakan jenjang siswa yang mana meraka berada pada masa keingintahuan yang tinggi sehingga mereka cenderung lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada mata pelajaran PPKn siswa akan senang sekali jika dilakukan dengan menggunakan model interaksi sosial. Terutama dengan metode diskusi. Walaupun tidak dipungkiri banyak yang terlihat ada ssbagian yang mengerjakan dan sebagaian hanya pemberi semangat, namun mereka sangat antusias. Perdebatan-perdebatan kecil juga sering terjadi. Penerapan model interaksi sosial di MTsN 1 Gresik ini juga didukung oleh media yang ada di sekolah tersebut. Hal itu guna untuk menghemat waktu pelajaran sehingga waktu. Selain metode yang digunakan sesuai dengan keadaan siswanya, model pembelajaran interaksi sosial yang di terapkan di MTsN 1 Gresik ini juga mampu mnciptakan 1053 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 cara belajar dan suasana belajar siswa yang menyenangkan, lebih aktif dan mampu memahami materi dengan baik. Dalam pembelajaran PPKn yang telah diamati di lapangan, penerapak model interaksi sosial ini cukup efektif, peran guru hanya sebagai pengarah dalam pembelajaran. Selebihnya siswa yang mencari sendiri dengan kata lain guru memberikan kebebasan siswa untuk mengeksplore dirinya. Buku paket, LKS, dan literature lainnya sudah mereka miliki jadi tinggal mereka sendiri yang harus mampu untuk memaksimalkan potensi dirinya. Model pembelajaran interaksi sosial yang digunakan oleh guru tujuannya agar siswa mampu untuk membangun pengetahuan secara mandiri. Guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Dari kegiatan menemukan dan menerapkan ide-ide baru akan memunculkan sebuah pengetahuan baru yang akan diperoleh siswa. Penggunaan model pembelajaran Interaksi sosial ini dapat dilakukan untuk menanamkan sikap demokratis ini bertujuan agar siswa dapat memahami dirinya. Sehingga dalam dirinya akan timbul pemahaman mengenai kemampuan yang harus dimiliki untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya. Dalam pembelajaran di kelas, siswa dapat saling menghargai hak asasi manusia seperti hak berpendapat, hak untuk belajar, hak menerima fasilitas pendidikan dan lain sebagainya. Penggunaan model pembelajaran ini tidak hanya akan melatih siswa untuk bersikap demokratis melainkan juga mampu menjalankan nilai-nilai demokratis dalam kegiatan pembelajaran, karena model pembelajaran interaksi sosial berisikan kegiatan yang mampu mendorong siswa, memberikan cara belajar yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja dalam kelompok serta melatih siswa dalam pemecahan masalah yang ada. Model pembelajaran interaksi sosial sesuai dengan pembentukan perilaku demokratis siswa. Karena dalam model pembelajaran ini bertujuan untuk adanya interaksi sesama murid demi terbentuknya sebuah perilaku yang demokratis. Dalam praktiknya di lapangan, model pembelajaran interaksi sosial ini mampu mengubah perilaku siswa menjadi perilaku yang demokratis. Respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran interaksi sosial sangat tinggi hal itu menjadikan sebuah asimilasi yang mana dalam model interaksi sosial terdapat butirbutir strategi yang mana jika itu terus menerus dilakukan akan membentuk sebuah respon yang diinginkan. Mendorong siswa, cara belajar, bekerja dalam kelompok, penyelesaian masalah yang dilakukan terus menerus sebagai pembiasaan merupakan sebuah stimulus maka akan membawa respons yang baik. Melalui model pembelajaran interaksi sosial nilainilai demokrasi yang ada dapat disalurkan kepada peserta didik secara tepat. Respon dari siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial akan menggambarkan bagaimana model itu dimaknai siswa, selain dari adanya respon siswa terhadap model pembelajaran akan menggambarkan perilaku demokratisnya. Karena dari proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran interaksi sosial akan mampu mendorong siswa untuk berperilaku demokratis. Sehingga respon yang diberikan oleh siswa sangat berpengaruh terhadap perilaku demokratisnya. Teori kontruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget diatas bahwasannya model pembelajaran yakni interaksi sosial memiliki hubungan dengan tujuan pembelajaran yaitu sebuah perilaku yang baik yakni perilaku demokratis yang ditunjukkan oleh siswa. Selain itu perilaku demokratis juga merupakan salah satu tujuan dari model pembelajaran interaksi sosial itu sendiri. Dikaitkan dengan penelitian ini bahwasannya terdapat hubungan antara respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa. Adanya hubungan yang positif dan signifikan menjelaskan bahwasannya yang dikatakan hubungan potisif ialah jika nilai respon siswa terhadap model interaksi sosial dalam mata pelajaran PPKn itu tinggi dan diikuti tinggi juga oleh perilaku demokratis siswanya. Akan tetapi jika dari kedua variabel tersebut berbalik maka hubungan tersebut dikatakan tidak positif. Semakin tinggi intensitas penggunaan model pembelajaran interaksi sosial akan diikuti dengan semakin tinggi pula hasil pembelajarannya, yakni perilaku demokratis siswa. Sebaliknya perilaku demokratis siswa akan negative apabila model pembelajaran interaksi sosial ini intensitas penggunaannya semakin sedikit. Dengan adanya respon siswa yang tinggi terhadap model pembelajaran interaksi sosial maka penggunaan model pembelajaran ini dinilai mempunyai hubungan yang baik dengan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam proses pembentukan pribadi siswa khususnya dalam hal bersikap sesuai dengan sikap demokratis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan model pembelajaran interaksi sosial maka semakin tinggi pula sikap demokratis siswa yang dihasilkan, begitupun sebaliknya. Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada BAB IV tentang hubungan respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa dapat ditarik kesimpulan bahwa respon siswa terhadap model pembelajaran ini memiliki hubungan yang positif dengan perilaku demokratis siwa. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rhitung 0, 62, jika di lihat pada tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikan 5% diperoleh nilai sebesar 0, 138. Artinya dapat diketahui bahwa rhitung lebih besar dibandingkan dengan rtabel. Selain itu, setelah dilakukan perhitungan pada uji signifikansi (t) diperoleh thitung sebesar 10, 40, jika di lihat pada tabel nilai (t) dengan taraf signifikan 5%maka diperoleh nilai (t) sebesar 1, 960. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung> ttabel). Dengan demikian terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara respon siswa terhadap model pembelajaran dengan perilaku demokratis. Dengan adanya hasil ini penggunaan model pembelajaran ini dinilai mempunyai hubungan yang baik dengan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam proses pembentukan perilaku siswa khususnya dalam hal berperilaku demokratis. Hamidi, Jazim dan Lutfi, Mustafa. 2010. Civic Education antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Saran Berdasarkan simpulan dari penelitian ini, dapat diberikan saran-saran yang akan diberikan sebagai berikut: Saran Bagi Penelitian Selanjutnya: Dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti mengenai media yang cocok digunakan pada model pembelajaran interaksi sosial serta strategi yang cocok digunakan untuk membangkitkan semangat siswa dalam kegiatan belajar melalui model pembelajaran interaksi sosial. Seperti penambahan penggunaan reward atau punishment bagi siswa. Saran Bagi Guru : Model pembelajaran interaksi sosial ini terbukti dapat mengebangkan perilaku demokratis siswa. Oleh karena itu disarankan penggunaan model pembelajaran ini di laksanakan oleh guru dengan intensitas yang lebih sering dengan membuat inovasi-inovasi baru, sehingga siswa tidak merasa bosan dengan model pembelajaran interaksi sosial ini. karena melalui model pembelajaran ini akan mendorong siswa berinteraksi dengan individu maupun dalam kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi dirinya sendiri sekaligus belajar memahami orang yang berawal dari pembiasaan menggunakan model pembelajaran interaksi sosial. ----. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, cv. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Alwi, Hasan. 2007. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Buku Guru. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Prasetyo, Galang Eko. Pengaruh Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Sikap Demokratis Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 2, Januari 2012. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Setiati, Eman. Pengaruh Metode Pembelajaran Clarification Technique (VCT) Terhadap Demokratis dalam Pembelajaran Pkn Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Mlati Sleman. 10 2016. Value Sikap Siswa Maret Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, cv. ----. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, cv. Sukardi. 2005. Metodologi Jakarta: Bumi Aksara. Penelitian Pendidikan. Susiyanto, Heri. Hubungan Model Pembelajaran Humanizing The Classroom dengan Sikap Demokratis Siswa Kelas V Sekolah Dasar Gugus III Kecamatan Tempel Sleman Yogyakarta. 10 Maret 2016. Syarbaini, Syahrial, dkk. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Graha Ilmu. Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wahab, Abdul Aziz. 2008. Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alfabeta, cv. Winarno. 2011. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah Di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara. 1055 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056 Windra Irawan. (2012). Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi di Sekolah. http://windrawawin.wordpress.com/pendidikan/penge mbangan-nilai-nilai- demokrasi-di-sekolah/. 16 Maret 2016.