HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN PERILAKU KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK UMUR 2 BULAN-5 TAHUN DI RUANG ANGGREK RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN David Azizul Khanif*, Lilis Maghfuroh**, Liza Purbowati*** …………......……….…… …… . .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .…. ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit ini sering terjadi pada anak, karena sistem pertahan tubuh anak masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA. Disain penelitian yang digunakan adalah analitik Cross Sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling. Sample yang diambil sebanyak 26 responden yaitu keluarga dan anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Setelah ditabulasi data dianalisis menggunakan uji Speraman Rank dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya keluarga tinggal di lingkungan rumah kategori cukup sebanyak 23 orang (88,5%), sedangkan sebagian besar perilaku keluarga kategori baik sebanyak 15 orang (57,7%), sedangkan sebagian besar anak menderita bukan pnemonia sebanyak 16 orang (61,5%). Hasil pengujian statistik diperoleh ada hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,448 dengan tingkat signifikansi 0,022 (p<0.05). Dan ada hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,642 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p<0.05). Rekomendasi dari penelitian ini maka perlu dilakukan penyuluhan kepada keluarga pasien tentang bagaimana cara berperilaku hidup bersih dan sehat supaya dapat mengurangi angka kejadian ISPA pada anak. Kata kunci : lingkungan rumah, perilaku keluarga, kejadian ISPA PENDAHULUAN. …… . … …. Penyakit infeksi masih menjadi penyakit utama di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia. Jenis penyakit infeksi di Indonesia yang banyak diderita oleh masyarakat adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), baik infeksi saluran pernapasan atas maupun bagian bawah. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah (Depkes RI, 2001). Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan organisasi kesehatan dunia (WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun, yang disebabkan karena diare, HIV/AIDS, Malaria dan ISPA (Depkes RI, 2007). SURYA ISPA menempati urutan ketujuh penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2001 dengan prevalensi sebesar 4,9 % (Pustadin, Depkes, 2002). Pada tahun 2003 berdasarkan data persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia angka prevalensi sebesar 8,5 % (Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Depkes RI, 2005). Penyakit ISPA ini masih menjadi masalah kesehatan utama di indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20%-30% kematian pada balita. ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat dirawat jalan dan rawat inap (Depkes RI, 2009). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, angka 39 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun prevalensi ISPA sebesar 2 % dari lima penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronis, hipertensi, kulit dan sendi), dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi sebesar 39 % dan balita sebesar 42 %. Prevalensi ISPA untuk kawasan Sumatera sebesar 20 %, sementara untuk Jawa-Bali sebesar 23 %. Angka prevalensi ISPA di pedesaan yaitu 25 % lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah perkotaan yang sebesar 22 % (Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Depkes, 2005). Berdasarkan data survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 juni 2010 di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan, diketahui data umur 2 bulan-5 tahun yang menderita ISPA tahun 2008 sebesar 45 anak dengan rincian 46,6 % ISPA, 20 % bronkopnemonia, 20 % pnemonia, dan 13,3 % bronkitis. Untuk tahun 2009 sebesar 131 anak dengan rincian 55,7 % ISPA, 19 % bronkopnemonia, 20,6 % pnemonia, dan 4,5 % bronkitis. Secara keseluruhan pada tahun 2008-2009 terjadi peningkatan penderita ISPA sebesar 291,1 % di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kejadian ISPA umur 2 bulan-5 tahun. Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan terdiri dari pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian rumah. Sedangkan faktor individu anak terdiri dari umur, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi, serta faktor perilaku (Putraprabu, 2009). Lingkungan adalah segala sesuatu baik berupa fisik, biologis, maupun sosial yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia (Lennihan dan Fletter :1989 dalam Ikeu Nurhidayah et.all :2006). Faktor lingkungan ini, terutama keadaan rumah khususnya ruang dapur dapat menyebabkan kejadian ISPA. Polusi udara atau pencemaran di dalam rumah akibat penggunaan kayu bakar memasak menjadi faktor penyebab penting kejadian ISPA (WHO, 2005). Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi SURYA dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi (Putraprabu, 2009). Ventilasi rumah berfungsi menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat . Fungsi lain adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum dan membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena terjadi aliran udara yang terus menerus. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat akan penghuninya dapat menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan menjadi media yang baik untuk bakteribakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Faktor individu, Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir 2500 gr dan mengalami masa gestasi yang diperpendek maupun pertumbuhan intra uterus kurang dari yang diharapkan (Rosa M. Sacharin, 1996). Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi untuk kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah 40 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun terjadi gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang dapat menimbulkan kematian, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi. Kekurangan vitamin A (KVA) juga menghalangi fungsi sel-sel kelenjar sehingga kulit menjadi kering, kasar dan luka sukar sembuh. Membran mukosa tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna sehingga mudah terserang bakteri (infeksi). Penelitian yang dilakukan oleh Chandra pada tahun 1979 menunjukkan bahwa kekurangan gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pio dkk (1985) menunjukkan adanya hubungan antara kekurangan zat gizi dan ISPA karena kekurangan gizi akan cenderung menurunkan daya tahan balita terhadap serangan penyakit. Penelitian di Cikutra Bandung yang dilakukan oleh Kartasasmitha pada tahun 1993 juga menunjukkan kecenderungan kenaikan prevalensi dan insidensi pada anak dengan gizi kurang (Dinkes, 2001). Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya (Putraprabu, 2009). Status kesehatan ini dapat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat terlihat apabila anak dengan kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh SURYA kembang sangat mudah, akan tetapi apabila kondisi status kesehatan kurang maka akan terjadi perlambatan (Aziz Alimul H, 2003). Untuk menanggulangi meningkatnya kejadian ISPA pemerintah mengadakan program pengendalian penyakit ISPA (P2 ISPA), dengan mengklasifikasikan ISPA menjadi 3 (tiga), yaitu: umur 2 bulan-5 tahun pnemonia berat, pnemonia, dan bukan pnemonia. Langkah melaksanakan program tersebut yaitu secara bertahap menentukan daerah yang akan dicakup program, menyelenggarakan pelatihan pada para pelaksana program, melibatkan peran serta aktif masyarakat dan mengupayakan terwujudnya kerja sama lintas sektoral dan lintas program serta penyuluhan tentang cara merawat anak balita. Di tempat pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan, upaya yang harus dilakukan terkait program yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah melakukan deteksi dini dari penyakit batuk, pilek yang sering menyerang anak, memberikan penyuluhan pada keluarga tentang cara pencegahan dan memberikan perawatan yang optimal sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga dapat mencegah keparahan atau komplikasi (Depkes RI, 2009). Berdasarakan uraian diatas, penulis berpendapat bahwa perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang ”Bagaimana hubungan antara lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan-5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan”. METODE PENELITIAN.… … .… Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasional dengan menggunakan pendekatan crossectional dengan menggunakan teknik sampling simple random sampling, pengumpulan data dengan kuesioner dan menggunakan uji spearman dengan skala data ordinal-ordinal dan pembacaan hasil uji dengan SPSS 11,5 for window. 41 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun HASIL .PENELITIAN … 1. Data Umum 1) Karakteristik Responden 1) Karakteristik hubungan keluarga dengan anak Tabel 1 Karakteristik hubungan keluarga dengan anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. 1 2 3 4 Hubungan dengan keluarga Ayah Ibu Kakek/nenek Saudara Total Jumlah 6 17 2 1 26 3) Karakteristik pendidikan keluarga Tabel 3 Karakteristik pendidikan keluarga pasien anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. 1 2 3 4 % 23,1 65,4 7,7 3,8 100,0 Pendidikan SD SMP SMA Akademi/ PT Total % 5 5 12 4 19,2 19,2 46,2 15,4 26 100,0 Berdasarkan tabel 3 di atas, maka hampir setengahnya tingkat pendidikan keluarga berpendidikan SMA atau sederajat yaitu sebanyak 12 orang (46,2%), dan sebagian kecil berpendidikan akademi/ perguruan tinggi yaitu sebanyak 4 orang (15,4%). 4) Karakteristik pekerjaan keluarga Tabel 4 Karakteristik pekerjaan keluarga pasien anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. Berdasarkan tabel 1 di atas, maka sebagian besar hubungan keluarga dengan anak adalah ibu yaitu sebanyak 17 orang (65,4%), dan hanya sebagian kecil sebagai saudara yaitu 1 orang (3,8%). 2) Karakteristik keluarga berdasarkan umur No. 1 2 3 4 Tabel 2 Karakteristik keluarga berdasarkan umur dengan pasien anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. Umur Jumlah % 1 <20 th 1 3,8 2 21-30 11 42,3 3 th 8 30,8 4 31-40 6 23,1 th >41 th Total 26 100,0 Pekerjaan PNS/TNI/POLRI Tani Swasta Wiraswasta Total Jumlah 4 4 8 10 26 % 15,4 15,4 30,8 38,5 100,0 Berdasarkan tabel 4 di atas, hampir setengah pekerjaan keluarga bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 10 orang (38,5%), sebagian kecil yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI dan petani masing-masing sebanyak 4 orang (15,4%). Berdasarkan tabel 2 di atas, maka hampir setengahnya keluarga berumur 21-30 tahun yaitu sebanyak 11 orang (42,3%), dan hanya sebagian kecil berumur <20 tahun sebanyak 1 orang (3,8%). 5) Karakteristik agama keluarga Tabel 5 Karakteristik agama keluarga pasien anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. Agama 1 Islam Total SURYA Jumlah 42 Jumlah 26 26 Prosentase% 100,0 100,0 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun Berdasarkan tabel 5 di atas, seluruh keluarga beragama islam yaitu sebanyak 27 orang (100%). 2) Perilaku Keluarga Tabel 8 Perilaku keluarga pasien anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. Perilaku Jumlah % Keluarga 1 Baik 15 57,7 2 Cukup 10 38,5 3 Kurang 1 3,8 Total 26 100,0 Berdasarkan tabel 8 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keluarga berperilaku baik sebanyak 15 orang (57,7%), dan hanya sebagian kecil yang berperilaku kurang sebanyak 1 orang (3,8%). 6) Karakteristik umur anak dengan ISPA Tabel 6 Karakteristik umur anak dengan ISPA di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. 1 2 3 Umur Anak 2 bulan- 1 th 1-3 th 4-5 th Total Jumlah % 9 13 4 34,6 50 15,4 26 100,0 3) Kejadian ISPA Tabel 9 Kejadian ISPA di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. Berdasarkan tabel 6 di atas, maka setengahnya keluarga mempunyai anak umur 1-3 tahun sebanyak 13 orang (50%), dan sebagian kecil keluarga mempunyai anak umur 4-5 tahun sebanyak 4 orang (15,4%). No. ISPA 1 Bukan pnemonia 2 Pnemonia sedang 3 Pnemonia berat Total 2. Data Khusus 1) Lingkungan Rumah Tabel 7 Lingkungan rumah keluarga pasien anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. No. 1 2 3 Lingkungan Rumah Baik Cukup Buruk Total Jumlah % 1 23 2 26 3,8 88,5 7,7 100,0 Jumlah 16 % 61,5 9 34,6 1 3,8 26 100,0 Berdasarkan tabel 9 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak menderita bukan pnemonia sebanyak 16 orang (61,5%), dan hanya sebagian kecil yang menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang (3,8%). Berdasarkan tabel 7 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh keluarga tinggal di lingkungan rumah cukup sebanyak 23 orang (88,5%), dan hanya sebagian kecil yang tinggal di lingkungan rumah baik sebanyak 1 orang (3,8%). SURYA 43 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun baik hampir seluruhnya anak menderita bukan pnemonia sebanyak 13 orang (86,7%). Sedangkan keluarga yang mempunyai perilaku cukup sebagian besar anak menderita pnemonia sedang sebanyak 7 orang (70%). Sedangkan keluarga yang mempunyai perilaku kurang seluruhnya anak menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang (100%). Terdapat hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. 4) Hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA Tabel 10 Tabulasi silang Hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. Lingk Rumah Baik Cukup Buruk Jumlah Kejadian ISPA (Pneumonia) Se No Be % da % % n rat ng 1 100 0 0 0 0 15 65,2 8 34, 0 0 0 0 1 8 1 50 50 16 61,5 9 34, 1 3,8 6 Jumlah To t % 1 23 2 100 100 100 26 100 PEMBAHASAN .… rs = 0,448 p = 0,022 Berdasarkan tabel 10 di atas terlihat bahwa keluarga yang tinggal di lingkungan rumah baik seluruh anaknya menderita bukan pnemonia sebanyak 1 orang (100%). Sedangkan keluarga yang tinggal di lingkungan rumah cukup sebagian besar anaknya menderita bukan pnemonia sebanyak 15 orang (65,2%). Sedangkan keluarga yang tinggal di lingkungan rumah buruk sebagian anaknya menderita pnemonia sedang dan pnemonia berat sebanyak 1 orang (50%). Terdapat hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan-5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. 5) Hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA Tabel 11 Tabulasi silang Hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. Perilaku Klg Baik Cukup Kurang Jumlah rs = 0,642 p = 0,000 No n 13 3 0 Kejadian ISPA (Pnumonia) Seda Be % % ng rat 86,7 2 13,3 0 30 7 70 0 0 0 0 1 0 0 100 Jumlah To % t 15 100 10 100 1 100 16 61,5 3,8 26 9 34,6 1 % 100 Berdasarkan tabel 11 di atas terlihat bahwa keluarga yang mempunyai perilaku SURYA 44 .… 1. Lingkungan Rumah Berdasarkan hasil dari tabulasi data tabel 7, didapatkan bahwa sebagian kecil keluarga tinggal di lingkungan rumah baik sebanyak 1 orang (3,8%), hampir seluruhnya tinggal di lingkungan rumah cukup sebanyak 23 orang (88,5%), dan sebagian kecil keluarga tinggal di lingkungan rumah buruk sebanyak 2 orang (7,7%). Hal tersebut dapat disebabkan hampir sebagian keluarga bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 10 orang (38,5%), sebagian kecil yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI dan petani masing-masing sebanyak 4 orang (15,4%). Secara teoritis keluarga kurang mampu hanya akan mampu membuat rumah sekedarnya, cukup untuk berlindung dari panas dan hujan saja, tanpa memperhatikan masalah kesehatannya. Hal ini sering dijumpai, karena biasanya pendapatan keluarga itu berbanding terbalik dengan jumlah anak atau anggota keluarga. Dengan demikian keluarga yang besar seringkali hanya mampu membeli rumah yang kecil dan sebaliknya. Hal ini sering tidak mendapat perhatian dan terus membangun rumah menjadi sangat sederhana dan sangat kecil bagi yang kurang mampu (Juli Soemirat, 2000:144). Berdasarkan fakta di atas sudah jelas bahwa hampir sebagian keluarga bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 10 orang (38,5%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa rumah yang kecil dengan jumlah penghuni rumah yang banyak dan berkumpul dalam suatu ruangan kemungkinan mendapatkan Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun resiko untuk terjadinya penularan penyakit lebih mudah, khususnya pada anak usia 2 bulan- 5 tahun yang relatif lebih rentan terhadap penularan penyakit. Berdasarkan hasil dari tabulasi data tabel 4.3, didapatkan bahwa hampir setengahnya tingkat pendidikan keluarga berpendidikan SMA atau sederajat sebanyak 12 orang (46,2%), dan sebagian kecil berpendidikan akademi atau perguruan tinggi sebanyak 4 orang (15,4%). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, pekerjaan, umur, status perkawinan, pengalaman, kebudayaan, dan informasi. Berdasarkan fakta di atas hampir setengahnya tingkat pendidikan keluarga berpendidikan SMA atau sederajat sebanyak 12 orang (46,2%), hal ini sesuai dengan teori bahwa dengan pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki, sehingga hampir seluruhnya keluarga tinggal di lingkungan rumah cukup. Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan mereka yang masih kurang, pada tingkat pengetahuan ini mereka sulit menerima informasi baru khususnya yang berhubungan dengan lingkungan rumah yang sehat. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat ketegori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciriciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa sehingga akan bisa lebih matang dalam berpikir dan mempertimbangkan halhal yang lebih baik dalam masalah kesehatan baik untuk dirinya sendiri, keluarga ataupun anaknya. Berdasarkan hasil dari tabulasi data tabel 3, bahwa hampir sebagian tingkat pendidikan keluarga berpendidikan SMA atau sederajat yaitu sebanyak 12 orang (46,2%), dan sebagian kecil berpendidikan akademi/ perguruan tinggi yaitu sebanyak 4 orang (15,4%). Dengan tingkat pendidikan yang hampir setengah SMA atau sederajat, dimana keluarga masih mudah menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003), pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang melatar belakangi atau faktor yang dapat memotivasi bagi perilaku adalah pengetahuan dan sikap, dimana tingkat pendidikan seseorang akan memberikan dampak terhadap pengetahuan dan sikap atau tindakan. Menurut Wahid Iqbal Mubarak (2007) pendidikan berarti membimbing yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tingkat pendidikan yang tinggi, seseorang akan lebih mudah dalam menerima informasi. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah akan lebih sulit menerima informasi. Dimana pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya sikap dan perilaku seseorang. Jadi semakin baik pengetahuan seseorang maka secara otomatis perilaku seseorang akan semakin baik pula. Berdasarkan hasil dari tabulasi data tabel 4, bahwa hampir setengah pekerjaan keluarga bekerja sebagai wiraswasta yaitu 2. Perilaku Keluarga Berdasarkan hasil dari tabulasi data tabel 8, didapatkan bahwa sebagian besar keluarga berperilaku baik sebanyak 15 orang (57,7%), hampir sebagian keluarga berperilaku cukup sebanyak 10 orang (38,5%) dan hanya sebagian kecil keluarga berperilaku kurang sebanyak 1 orang (3,8%). Dimana pada perilaku keluarga yang baik diperoleh data bahwa hampir sebagian keluarga berumur 21-30 tahun yaitu sebanyak 11 orang (42,3%), dan hanya sebagian kecil berumur <20 tahun sebanyak 1 orang (3,8%). Menurut Wahid Iqbal Mubarak dan kawan-kawan (2007), usia merupakan salah satu hal yang mempengaruhi seseorang untuk belajar dan menjadi lebih tahu, sehingga informasi yang diperoleh dari mana dan dari siapapun. SURYA 45 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun sebanyak 10 orang (38,5%), sebagian kecil yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI dan petani masing-masing sebanyak 4 orang (15,4%). Menurut Wahid Iqbal Mubarak dan kawan kawan (2007) Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan pekerjaan juga mempunyai pengaruh terhadap seseorang terutama mengenai pengetahuan karena di lingkungan pekerjaan seseorang memperoleh pengalaman baik itu pengalaman yang diperoleh secara langsung maupun cerita dari teman kerja, sehingga hal tersebut akan menambah pengetahuan seseorang. Jadi semakin baik pengetahuan seseorang akan mempengaruhi tindakan yang dilakukannya. resiko lebih besar terkena penyakit menular seperti ISPA dikarenakan daya tahan tubuh anak masih rendah pada usia muda. 4. Hubungan Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA Berdasarkan tabel 10, bahwa keluarga yang tinggal di lingkungan rumah baik seluruh anaknya menderita bukan pnemonia sebanyak 1 orang (100%), sedangkan keluarga yang tinggal di lingkungan rumah cukup sebagian besar anaknya menderita bukan pnemonia sebanyak 15 orang (65,2%), sedangkan keluarga yang tinggal di lingkungan rumah buruk sebagian anaknya menderita pnemonia sedang dan pnemonia berat sebanyak 1 orang (50%). Dari hasil uji SPSS 11,5 menggunakan uji korelasi Spearman Rank. Diperoleh nilai korelasi positif sebesar 0,448 dengan signifikansi p = 0,022 dimana p < 0,05. Maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan antara lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Berdasarkan hasil uji di atas dapat diinterpretasikan bahwa semakin baik lingkungan rumah, semakin ringan ISPA yang dialami anak. Sedangkan semakin buruk lingkungan rumah, semakin berat ISPA yang dialami anak. Jadi ada hubungan yang positif antara lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD. Dr. Soegiri Lamongan 2010. Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia. Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit ISPA pada anak (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Dari teori diatas dapat kita ketahui bahwa lingkungan rumah dapat mempengaruhi kejadian ISPA terutama pada rumah yang sempit, padat, tidak adanya 3. Kejadian ISPA Berdasarkan hasil dari tabulasi data 9, didapatkan bahwa sebagian besar anak menderita bukan pnemonia sebanyak 16 orang (61,5%), hampir setengah yang menderita pnemonia sedang sebanyak 9 orang (34,6%) dan hanya sebagian kecil yang menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang (3,8%). Berdasarkan hasil tabulasi data tabel 6, sebagian keluarga mempunyai anak umur 1-3 tahun sebanyak 13 orang (50%), dan sebagian kecil keluarga mempunyai anak umur 4-5 tahun sebanyak 4 orang (15,4%). Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Hal senada dikemukakan oleh Suwendra, 1988 dalam Ike Suhandayani (2007), bahkan semakin muda usia anak makin sering mendapat serangan ISPA. Berdasarkan fakta di atas sudah jelas bahwa setengahnya anak umur 1-3 tahun sebanyak 13 orang (50%) menderita ISPA. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin muda usia anak maka akan mempunyai SURYA 46 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun cerobong asap, kotor dan ventilasi yang kurang akan mempunyai resiko lebih besar terhadap anak terserang ISPA. Oleh karena itu kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun sosial. semakin buruk perilaku keluarga maka semakin berat derajat ISPA yang diderita anak. Perilaku manusia merupakan aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004:3). 5. Hubungan Perilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA Berdasarkan tabel 11, bahwa keluarga yang berperilaku baik hampir seluruhnya anak menderita bukan pnemonia sebanyak 13 orang (86,7%). Sedangkan keluarga yang berperilaku cukup sebagian besar anak menderita pnemonia sedang sebanyak 7 orang (70%). Sedangkan keluarga berperilaku kurang seluruhnya anak menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang (100%). Dari hasil uji SPSS 11,5 menggunakan uji korelasi Spearman Rank. Diperoleh nilai korelasi positif sebesar 0,642 dengan signifikansi p = 0,000 dimana p < 0,05. Maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Berdasarkan hasil uji di atas dapat diinterpretasikan bahwa semakin baik perilaku orang tua/ keluarga, semakin ringan ISPA yang dialami anak. Sedangkan semakin kurang perilaku orang tua/ keluarga, semakin berat ISPA yang dialami anak. Jadi ada hubungan yang positif antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD. Dr. Soegiri Lamongan 2010. Pengetahuan dan sikap mengenai kesehatan akan berpengaruh terhadap perilaku sebagai hasil jangka panjang dari pendidikan kesehatan hal itu dikarenakan dari pengetahuan dan sikap itulah akan tercipta upaya dari orang tua atau keluarga terhadap anaknya (Notoatmojo, 2003). Dengan mempelajari kejadian atau hasil penelitian di atas dapat dipastikan bahwa perilaku seseorang tentang hidup bersih dan sehat sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada anak, meskipun pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, tetapi tidak dapat dipungkiri lagi bahwa SURYA KESIMPULAN DAN SARAN. … 1. Kesimpulan 1. Hampir seluruhnya anak menderita ISPA di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010 tinggal di lingkungan rumah cukup. 2. Sebagian besar anak di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010 mempunyai perilaku keluarga baik. 3. Sebagian besar anak menderita ISPA: bukan pnemonia di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010. 4. Ada hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan-5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. 5. Ada hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan-5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. 2. Saran Dengan melihat hasil simpulan diatas, maka ada beberapa saran dari peneliti yaitu sebagai berikut : 1) Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Untuk mengatasi kejadian ISPA pada anak maka perlu dilakukan penyuluhan kepada orang tua atau anggota keluarga pasien tentang bagaimana cara berperilaku hidup bersih dan sehat 2) Bagi Profesi Keperawatan Dari hasil penelitian tentang hubungan antara lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5 tahun diharapkan menjadi tambahan ilmu kepada perawat untuk memberikan informasi kepada keluarga mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan ISPA. 3) Bagi peneliti selanjutnya Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah responden yang 47 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun lebih besar dan representatif dengan metode yang lebih akurat, serta meneliti dari faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya ISPA pada anak. 4) Bagi Orang Tua Dari hasil penelitian ini diharapkan orang tua selalu memperhatikan kebersihan lingkungan rumah dan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2005. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang Hidayat, Aziz Alimul, (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta:Salemba Medika . . , (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Akhmadi, (2009). Konsep Keluarga. http://www.rajawana.com. Diakses 26 April 2010, jam 16.20 WIB , (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Budiarto, Eko, (2001). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC Hood Alsagaff, Abdul Mukty, (1995). Dasardasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press Chandra, Budiman, (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC Ike Suhandayani, (2007). Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Pati Kabupaten Pati Tahun 2006. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang: Tidak dipublikasikan . . .DAFTAR PUSTAKA . Dempsey, Patricia Ann, (2002). Risert Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan. Alih bahasa Palupi W. Ed 4. Jakarta: EGC Departemen Kesehatan RI, (1996). Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita dalam Pelita IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ikeu Nurhidayah, et,all, (2007). Hubungan Antara Karakteristik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis (TBC) Pada Anak Di kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Padjajaran. Bandung: Tidak dipublikasikan , (2001). Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia , (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita : Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Mubarak, Wahid, dkk., (2008). Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Graha Ilmu Iqbal Mubarak, Wahid, (2006). Ilmu Keperawatan 2. Jakarta: Sagung Seto J. Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press , (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut : Jakarta SURYA Iqbal 48 Vol.02, No.XII, Agus 2012 Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun Juli Soemirat Slamet, (2000). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Lamongan. STIKES Muhammadiyah Lamongan: Tidak dipublikasikan Soekidjo, Notoatmodjo, (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat (PrinsipPrinsip Dasar), Jakarta: Rineka Cipta Nursalam, (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba Medika , (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta , (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika Suharsimi Arikunto, (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Putra Prabu, (2009). Faktor Resiko ISPA Pada Balita. http://putraprabu.wordpress.com. Diakses 9 Pebruari 2010, jam 12.27 Wib Sunita Almatsier, (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama WHO, (2003). Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Negara Berkembang. Jakarta: EGC Santrie, (2009). Hubungan Perilaku Merokok dan Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Babat Lamongan. STIKES Muhammadiyah Lamongan : Tidak dipublikasikan Widoyono, (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, pencegahan, dan Pemberantasannya. Erlangga Siswati Rohmah, (2009). Gambaran Peran Orang Tua dalam Perawatan ISPA pada Balita di wilayah Kerja UPT Puskesmas Karanggeneng Kabupaten SURYA Yenichrist, (2008). Konsep Keluarga. http://yenibeth.wordpress.com. Diakses 26 April 2010, jam 16.16 Wib 49 Vol.02, No.XII, Agus 2012