Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga

advertisement
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN PERILAKU KELUARGA
DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK UMUR 2 BULAN-5 TAHUN
DI RUANG ANGGREK RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN
David Azizul Khanif*, Lilis Maghfuroh**, Liza Purbowati***
…………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit ini sering
terjadi pada anak, karena sistem pertahan tubuh anak masih rendah.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan lingkungan rumah dan perilaku keluarga
dengan kejadian ISPA. Disain penelitian yang digunakan adalah analitik Cross Sectional. Teknik
sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling. Sample yang diambil sebanyak 26
responden yaitu keluarga dan anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Setelah ditabulasi data
dianalisis menggunakan uji Speraman Rank dengan tingkat kemaknaan 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya keluarga tinggal di lingkungan rumah kategori
cukup sebanyak 23 orang (88,5%), sedangkan sebagian besar perilaku keluarga kategori baik
sebanyak 15 orang (57,7%), sedangkan sebagian besar anak menderita bukan pnemonia sebanyak
16 orang (61,5%). Hasil pengujian statistik diperoleh ada hubungan lingkungan rumah dengan
kejadian ISPA dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,448 dengan tingkat signifikansi 0,022
(p<0.05). Dan ada hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,642 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p<0.05).
Rekomendasi dari penelitian ini maka perlu dilakukan penyuluhan kepada keluarga pasien tentang
bagaimana cara berperilaku hidup bersih dan sehat supaya dapat mengurangi angka kejadian ISPA
pada anak.
Kata kunci
: lingkungan rumah, perilaku keluarga, kejadian ISPA
PENDAHULUAN. …… .
… ….
Penyakit infeksi masih menjadi
penyakit
utama
di
banyak
negara
berkembang, termasuk di Indonesia. Jenis
penyakit infeksi di Indonesia yang banyak
diderita oleh masyarakat adalah Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), baik
infeksi saluran pernapasan atas maupun
bagian bawah. Penyakit ISPA merupakan
penyakit yang sering terjadi pada anak,
karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah (Depkes RI, 2001).
Anak-anak
merupakan
kelompok
masyarakat yang rentan untuk terserang
berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi.
Menurut temuan organisasi kesehatan dunia
(WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal
tiap tahun, yang disebabkan karena diare,
HIV/AIDS, Malaria dan ISPA (Depkes RI,
2007).
SURYA
ISPA menempati urutan ketujuh
penyebab kematian di Indonesia pada tahun
2001 dengan prevalensi sebesar 4,9 %
(Pustadin, Depkes, 2002). Pada tahun 2003
berdasarkan data persentase 10 penyakit
utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit
di Indonesia angka prevalensi sebesar 8,5 %
(Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Depkes
RI, 2005). Penyakit ISPA ini masih menjadi
masalah kesehatan utama di indonesia karena
masih tingginya angka kejadian ISPA
terutama pada balita. ISPA mengakibatkan
sekitar 20%-30% kematian pada balita. ISPA
merupakan salah satu penyebab kunjungan
pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak
40%-60% kunjungan berobat di puskesmas
dan 15%-30% kunjungan berobat dirawat
jalan dan rawat inap (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 2001, angka
39
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
prevalensi ISPA sebesar 2 % dari lima
penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran
nafas kronis, hipertensi, kulit dan sendi),
dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi
sebesar 39 % dan balita sebesar 42 %.
Prevalensi ISPA untuk kawasan Sumatera
sebesar 20 %, sementara untuk Jawa-Bali
sebesar 23 %. Angka prevalensi ISPA di
pedesaan yaitu 25 % lebih tinggi bila
dibandingkan dengan daerah perkotaan yang
sebesar 22 % (Direktorat Jendral Pelayanan
Medik, Depkes, 2005).
Berdasarkan data survei awal yang
dilakukan peneliti pada tanggal 2 juni 2010
di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri
Lamongan, diketahui data umur 2 bulan-5
tahun yang menderita ISPA tahun 2008
sebesar 45 anak dengan rincian 46,6 % ISPA,
20 % bronkopnemonia, 20 % pnemonia, dan
13,3 % bronkitis. Untuk tahun 2009 sebesar
131 anak dengan rincian 55,7 % ISPA, 19 %
bronkopnemonia, 20,6 % pnemonia, dan
4,5 % bronkitis. Secara keseluruhan pada
tahun 2008-2009 terjadi peningkatan
penderita ISPA sebesar 291,1 % di ruang
Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kejadian ISPA umur 2 bulan-5 tahun.
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor
resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan terdiri dari pencemaran udara
dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan
hunian rumah. Sedangkan faktor individu
anak terdiri dari umur, berat badan lahir,
status gizi, vitamin A, dan status imunisasi,
serta faktor perilaku (Putraprabu, 2009).
Lingkungan adalah segala sesuatu
baik berupa fisik, biologis, maupun sosial
yang berada disekitar manusia serta
pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan manusia
(Lennihan dan Fletter :1989 dalam Ikeu
Nurhidayah et.all :2006). Faktor lingkungan
ini, terutama keadaan rumah khususnya
ruang dapur dapat menyebabkan kejadian
ISPA. Polusi udara atau pencemaran di
dalam rumah akibat penggunaan kayu bakar
memasak menjadi faktor penyebab penting
kejadian ISPA (WHO, 2005). Asap rokok
dan asap hasil pembakaran bahan bakar
untuk memasak dengan konsentrasi tinggi
SURYA
dapat merusak mekanisme pertahan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.
Hal ini dapat terjadi pada rumah yang
keadaan ventilasinya kurang dan dapur
terletak di dalam rumah, bersatu dengan
kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak
balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan
karena bayi dan anak balita lebih lama berada
di rumah bersama-sama ibunya sehingga
dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi
(Putraprabu, 2009).
Ventilasi rumah berfungsi menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut
tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2
yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam
rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat
racun akan meningkat . Fungsi lain adalah
untuk menjaga agar ruangan rumah selalu
tetap di dalam kelembaban yang optimum
dan membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen,
karena terjadi aliran udara yang terus
menerus. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Menurut
keputusan
menteri
kesehatan
nomor
829/MENKES/SK/VII/1999
tentang
persyaratan kesehatan rumah, satu orang
minimal menempati luas rumah 8m². Dengan
kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah
penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat akan
penghuninya
dapat
menyebabkan
kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan
dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini
akan menjadi media yang baik untuk bakteribakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab
penyakit).
Faktor individu, Kongres Kedokteran
Perinatologi
Eropa
Ke-2,
1970,
mendefinisikan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan
berat badan lahir  2500 gr dan mengalami
masa gestasi yang diperpendek maupun
pertumbuhan intra uterus kurang dari yang
diharapkan (Rosa M. Sacharin, 1996). Berat
Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang
mempunyai resiko tinggi untuk kesakitan dan
kematian karena BBLR mempunyai masalah
40
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
terjadi
gangguan
pertumbuhan
dan
pematangan (maturitas) organ yang dapat
menimbulkan kematian, bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) mempunyai
resiko
kematian
yang
lebih
besar
dibandingkan dengan berat badan lahir
normal, terutama pada bulan-bulan pertama
kelahiran karena pembentukan zat anti
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih
mudah terkena penyakit infeksi. Kekurangan
vitamin A (KVA) juga menghalangi fungsi
sel-sel kelenjar sehingga kulit menjadi kering,
kasar dan luka sukar sembuh. Membran
mukosa tidak dapat mengeluarkan cairan
mukus dengan sempurna sehingga mudah
terserang bakteri (infeksi). Penelitian yang
dilakukan oleh Chandra pada tahun 1979
menunjukkan bahwa kekurangan gizi akan
meningkatkan kerentanan dan beratnya
infeksi suatu penyakit. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Pio dkk (1985) menunjukkan
adanya hubungan antara kekurangan zat gizi
dan ISPA karena kekurangan gizi akan
cenderung menurunkan daya tahan balita
terhadap serangan penyakit. Penelitian di
Cikutra Bandung yang dilakukan oleh
Kartasasmitha pada tahun 1993 juga
menunjukkan
kecenderungan
kenaikan
prevalensi dan insidensi pada anak dengan
gizi kurang (Dinkes, 2001).
Perilaku merupakan hasil hubungan
antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon) (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Perilaku
dalam
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit ISPA pada bayi
dan balita dalam hal ini adalah praktek
penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga
lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil
dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga, satu dengan
lainnya saling tergantung dan berinteraksi.
Bila salah satu atau beberapa anggota
keluarga mempunyai masalah kesehatan,
maka akan berpengaruh terhadap anggota
keluarga lainnya (Putraprabu, 2009).
Status
kesehatan
ini
dapat
berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan
dan perkembangan. Hal ini dapat terlihat
apabila anak dengan kondisi sehat dan
sejahtera maka percepatan untuk tumbuh
SURYA
kembang sangat mudah, akan tetapi apabila
kondisi status kesehatan kurang maka akan
terjadi perlambatan (Aziz Alimul H, 2003).
Untuk menanggulangi meningkatnya
kejadian ISPA pemerintah mengadakan
program pengendalian penyakit ISPA (P2
ISPA), dengan mengklasifikasikan ISPA
menjadi 3 (tiga), yaitu: umur 2 bulan-5 tahun
pnemonia berat, pnemonia, dan bukan
pnemonia. Langkah melaksanakan program
tersebut yaitu secara bertahap menentukan
daerah yang akan dicakup program,
menyelenggarakan pelatihan pada para
pelaksana program, melibatkan peran serta
aktif masyarakat dan mengupayakan
terwujudnya kerja sama lintas sektoral dan
lintas program serta penyuluhan tentang cara
merawat anak balita. Di tempat pelayanan
kesehatan oleh petugas kesehatan, upaya
yang harus dilakukan terkait program yang
telah ditetapkan oleh pemerintah adalah
melakukan deteksi dini dari penyakit batuk,
pilek yang sering menyerang anak,
memberikan penyuluhan pada keluarga
tentang cara pencegahan dan memberikan
perawatan yang optimal sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan, sehingga
dapat mencegah keparahan atau komplikasi
(Depkes RI, 2009).
Berdasarakan
uraian
diatas,
penulis
berpendapat
bahwa
perlu
dilakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada anak. Oleh
karena itu peneliti merasa tertarik untuk
meneliti tentang ”Bagaimana hubungan
antara lingkungan rumah dan perilaku
keluarga dengan kejadian ISPA pada anak
umur 2 bulan-5 tahun di ruang Anggrek
RSUD Dr. Soegiri Lamongan”.
METODE PENELITIAN.…
… .…
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian analitik korelasional dengan
menggunakan pendekatan crossectional
dengan menggunakan teknik sampling simple
random sampling, pengumpulan data dengan
kuesioner dan menggunakan uji spearman
dengan skala data ordinal-ordinal dan
pembacaan hasil uji dengan SPSS 11,5 for
window.
41
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
HASIL .PENELITIAN
…
1. Data Umum
1) Karakteristik Responden
1) Karakteristik hubungan keluarga dengan
anak
Tabel 1 Karakteristik hubungan
keluarga dengan anak di ruang
Anggrek
RSUD
Dr.
Soegiri
Lamongan 2010.
No.
1
2
3
4
Hubungan
dengan
keluarga
Ayah
Ibu
Kakek/nenek
Saudara
Total
Jumlah
6
17
2
1
26
3) Karakteristik pendidikan keluarga
Tabel 3 Karakteristik pendidikan
keluarga pasien anak di ruang
Anggrek
RSUD
Dr.
Soegiri
Lamongan 2010.
No.
1
2
3
4
%
23,1
65,4
7,7
3,8
100,0
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Akademi/
PT
Total
%
5
5
12
4
19,2
19,2
46,2
15,4
26
100,0
Berdasarkan tabel 3 di atas, maka
hampir setengahnya tingkat pendidikan
keluarga berpendidikan SMA atau sederajat
yaitu sebanyak 12 orang (46,2%), dan
sebagian kecil berpendidikan akademi/
perguruan tinggi yaitu sebanyak 4 orang
(15,4%).
4) Karakteristik pekerjaan keluarga
Tabel 4 Karakteristik pekerjaan
keluarga pasien anak di ruang
Anggrek
RSUD
Dr.
Soegiri
Lamongan 2010.
Berdasarkan tabel 1 di atas, maka
sebagian besar hubungan keluarga dengan
anak adalah ibu yaitu sebanyak 17 orang
(65,4%), dan hanya sebagian kecil sebagai
saudara yaitu 1 orang (3,8%).
2) Karakteristik keluarga berdasarkan umur
No.
1
2
3
4
Tabel 2 Karakteristik keluarga
berdasarkan umur dengan pasien
anak di ruang Anggrek RSUD Dr.
Soegiri Lamongan 2010.
No. Umur
Jumlah
%
1 <20 th
1
3,8
2 21-30
11
42,3
3 th
8
30,8
4 31-40
6
23,1
th
>41 th
Total
26
100,0
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
Tani
Swasta
Wiraswasta
Total
Jumlah
4
4
8
10
26
%
15,4
15,4
30,8
38,5
100,0
Berdasarkan tabel 4 di atas, hampir
setengah pekerjaan keluarga bekerja sebagai
wiraswasta yaitu sebanyak 10 orang (38,5%),
sebagian kecil yang bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI dan petani masing-masing
sebanyak 4 orang (15,4%).
Berdasarkan tabel 2 di atas, maka
hampir setengahnya keluarga berumur 21-30
tahun yaitu sebanyak 11 orang (42,3%), dan
hanya sebagian kecil berumur <20 tahun
sebanyak 1 orang (3,8%).
5) Karakteristik agama keluarga
Tabel 5 Karakteristik agama keluarga
pasien anak di ruang Anggrek RSUD
Dr. Soegiri Lamongan 2010.
No.
Agama
1 Islam
Total
SURYA
Jumlah
42
Jumlah
26
26
Prosentase%
100,0
100,0
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
Berdasarkan tabel 5 di atas, seluruh
keluarga beragama islam yaitu sebanyak 27
orang (100%).
2) Perilaku Keluarga
Tabel 8 Perilaku keluarga pasien
anak di ruang Anggrek RSUD Dr.
Soegiri Lamongan 2010.
No.
Perilaku
Jumlah
%
Keluarga
1 Baik
15
57,7
2 Cukup
10
38,5
3 Kurang
1
3,8
Total
26
100,0
Berdasarkan tabel 8 di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
keluarga berperilaku baik sebanyak 15 orang
(57,7%), dan hanya sebagian kecil yang
berperilaku kurang sebanyak 1 orang (3,8%).
6) Karakteristik umur anak dengan ISPA
Tabel 6 Karakteristik umur anak
dengan ISPA di ruang Anggrek
RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010.
No.
1
2
3
Umur
Anak
2 bulan- 1
th
1-3 th
4-5 th
Total
Jumlah
%
9
13
4
34,6
50
15,4
26
100,0
3) Kejadian ISPA
Tabel 9 Kejadian ISPA di ruang
Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan
2010.
Berdasarkan tabel 6 di atas, maka
setengahnya keluarga mempunyai anak umur
1-3 tahun sebanyak 13 orang (50%), dan
sebagian kecil keluarga mempunyai anak
umur 4-5 tahun sebanyak 4 orang (15,4%).
No.
ISPA
1 Bukan
pnemonia
2 Pnemonia
sedang
3 Pnemonia
berat
Total
2.
Data Khusus
1) Lingkungan Rumah
Tabel 7 Lingkungan rumah keluarga
pasien anak di ruang Anggrek RSUD
Dr. Soegiri Lamongan 2010.
No.
1
2
3
Lingkungan
Rumah
Baik
Cukup
Buruk
Total
Jumlah
%
1
23
2
26
3,8
88,5
7,7
100,0
Jumlah
16
%
61,5
9
34,6
1
3,8
26
100,0
Berdasarkan tabel 9 di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
anak menderita bukan pnemonia sebanyak 16
orang (61,5%), dan hanya sebagian kecil
yang menderita pnemonia berat sebanyak 1
orang (3,8%).
Berdasarkan tabel 7 di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh
keluarga tinggal di lingkungan rumah cukup
sebanyak 23 orang (88,5%), dan hanya
sebagian kecil yang tinggal di lingkungan
rumah baik sebanyak 1 orang (3,8%).
SURYA
43
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
baik hampir seluruhnya anak menderita
bukan pnemonia sebanyak 13 orang (86,7%).
Sedangkan keluarga yang mempunyai
perilaku cukup sebagian besar anak
menderita pnemonia sedang sebanyak 7
orang (70%). Sedangkan keluarga yang
mempunyai perilaku kurang seluruhnya anak
menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang
(100%). Terdapat hubungan perilaku
keluarga dengan kejadian ISPA pada anak
umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek
RSUD Dr. Soegiri Lamongan.
4) Hubungan lingkungan rumah dengan
kejadian ISPA
Tabel 10 Tabulasi silang Hubungan
lingkungan rumah dengan kejadian
ISPA di ruang Anggrek RSUD Dr.
Soegiri Lamongan 2010.
Lingk
Rumah
Baik
Cukup
Buruk
Jumlah
Kejadian ISPA (Pneumonia)
Se
No
Be
%
da
%
%
n
rat
ng
1
100
0
0
0
0
15
65,2
8
34,
0
0
0
0
1
8
1
50
50
16
61,5
9
34,
1
3,8
6
Jumlah
To
t
%
1
23
2
100
100
100
26
100
PEMBAHASAN .…
rs = 0,448
p = 0,022
Berdasarkan tabel 10 di atas terlihat
bahwa keluarga yang tinggal di lingkungan
rumah baik seluruh anaknya menderita bukan
pnemonia sebanyak 1 orang (100%).
Sedangkan keluarga yang tinggal di
lingkungan rumah cukup sebagian besar
anaknya
menderita
bukan
pnemonia
sebanyak 15 orang (65,2%). Sedangkan
keluarga yang tinggal di lingkungan rumah
buruk sebagian anaknya menderita pnemonia
sedang dan pnemonia berat sebanyak 1 orang
(50%). Terdapat hubungan lingkungan rumah
dengan kejadian ISPA pada anak umur 2
bulan-5 tahun di ruang Anggrek RSUD Dr.
Soegiri Lamongan.
5) Hubungan perilaku keluarga dengan
kejadian ISPA
Tabel 11 Tabulasi silang Hubungan perilaku
keluarga dengan kejadian ISPA di ruang
Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010.
Perilaku
Klg
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
rs = 0,642
p = 0,000
No
n
13
3
0
Kejadian ISPA (Pnumonia)
Seda
Be
%
%
ng
rat
86,7
2
13,3
0
30
7
70
0
0
0
0
1
0
0
100
Jumlah
To
%
t
15
100
10
100
1
100
16
61,5
3,8
26
9
34,6
1
%
100
Berdasarkan tabel 11 di atas terlihat
bahwa keluarga yang mempunyai perilaku
SURYA
44
.…
1. Lingkungan Rumah
Berdasarkan hasil dari tabulasi data
tabel 7, didapatkan bahwa sebagian kecil
keluarga tinggal di lingkungan rumah baik
sebanyak 1 orang (3,8%), hampir seluruhnya
tinggal di lingkungan rumah cukup sebanyak
23 orang (88,5%), dan sebagian kecil
keluarga tinggal di lingkungan rumah buruk
sebanyak 2 orang (7,7%).
Hal tersebut dapat disebabkan hampir
sebagian keluarga bekerja sebagai wiraswasta
yaitu sebanyak 10 orang (38,5%), sebagian
kecil yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI
dan petani masing-masing sebanyak 4 orang
(15,4%). Secara teoritis keluarga kurang
mampu hanya akan mampu membuat rumah
sekedarnya, cukup untuk berlindung dari
panas dan hujan saja, tanpa memperhatikan
masalah kesehatannya. Hal ini sering
dijumpai, karena biasanya pendapatan
keluarga itu berbanding terbalik dengan
jumlah anak atau anggota keluarga. Dengan
demikian keluarga yang besar seringkali
hanya mampu membeli rumah yang kecil dan
sebaliknya. Hal ini sering tidak mendapat
perhatian dan terus membangun rumah
menjadi sangat sederhana dan sangat kecil
bagi yang kurang mampu (Juli Soemirat,
2000:144).
Berdasarkan fakta di atas sudah jelas
bahwa hampir sebagian keluarga bekerja
sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 10 orang
(38,5%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa
rumah yang kecil dengan jumlah penghuni
rumah yang banyak dan berkumpul dalam
suatu ruangan kemungkinan mendapatkan
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
resiko untuk terjadinya penularan penyakit
lebih mudah, khususnya pada anak usia 2
bulan- 5 tahun yang relatif lebih rentan
terhadap penularan penyakit.
Berdasarkan hasil dari tabulasi data
tabel 4.3, didapatkan bahwa hampir
setengahnya tingkat pendidikan keluarga
berpendidikan SMA atau sederajat sebanyak
12 orang (46,2%), dan sebagian kecil
berpendidikan akademi atau perguruan tinggi
sebanyak 4 orang (15,4%).
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan adalah pendidikan, pekerjaan,
umur, status perkawinan, pengalaman,
kebudayaan, dan informasi.
Berdasarkan fakta di atas hampir
setengahnya tingkat pendidikan keluarga
berpendidikan SMA atau sederajat sebanyak
12 orang (46,2%), hal ini sesuai dengan teori
bahwa dengan pendidikan yang tinggi akan
mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki,
sehingga hampir seluruhnya keluarga tinggal
di lingkungan rumah cukup. Hal ini
dikarenakan tingkat pengetahuan mereka
yang masih kurang, pada tingkat pengetahuan
ini mereka sulit menerima informasi baru
khususnya yang berhubungan dengan
lingkungan rumah yang sehat.
Dengan bertambahnya umur seseorang
akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik
secara garis besar ada empat ketegori
perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua,
perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciriciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru.
Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.
Pada aspek psikologis atau mental taraf
berpikir seseorang semakin matang dan
dewasa sehingga akan bisa lebih matang
dalam berpikir dan mempertimbangkan halhal yang lebih baik dalam masalah kesehatan
baik untuk dirinya sendiri, keluarga ataupun
anaknya.
Berdasarkan hasil dari tabulasi data
tabel 3, bahwa hampir sebagian tingkat
pendidikan keluarga berpendidikan SMA
atau sederajat yaitu sebanyak 12 orang
(46,2%), dan sebagian kecil berpendidikan
akademi/ perguruan tinggi yaitu sebanyak 4
orang (15,4%). Dengan tingkat pendidikan
yang hampir setengah SMA atau sederajat,
dimana keluarga masih mudah menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak
pula pengetahuan yang dimilikinya.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003),
pembentukan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang melatar belakangi atau
faktor yang dapat memotivasi bagi perilaku
adalah pengetahuan dan sikap, dimana
tingkat
pendidikan
seseorang
akan
memberikan dampak terhadap pengetahuan
dan sikap atau tindakan. Menurut Wahid
Iqbal Mubarak (2007) pendidikan berarti
membimbing yang diberikan seseorang pada
orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka
dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa tingkat pendidikan yang tinggi,
seseorang akan lebih mudah dalam menerima
informasi. Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah akan lebih sulit
menerima informasi. Dimana pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting
dalam terbentuknya sikap dan perilaku
seseorang. Jadi semakin baik pengetahuan
seseorang maka secara otomatis perilaku
seseorang akan semakin baik pula.
Berdasarkan hasil dari tabulasi data
tabel 4, bahwa hampir setengah pekerjaan
keluarga bekerja sebagai wiraswasta yaitu
2. Perilaku Keluarga
Berdasarkan hasil dari tabulasi data
tabel 8, didapatkan bahwa sebagian besar
keluarga berperilaku baik sebanyak 15 orang
(57,7%),
hampir
sebagian
keluarga
berperilaku cukup sebanyak 10 orang (38,5%)
dan hanya sebagian kecil keluarga
berperilaku kurang sebanyak 1 orang (3,8%).
Dimana pada perilaku keluarga yang baik
diperoleh data bahwa hampir sebagian
keluarga berumur 21-30 tahun yaitu
sebanyak 11 orang (42,3%), dan hanya
sebagian kecil berumur <20 tahun sebanyak 1
orang (3,8%).
Menurut Wahid Iqbal Mubarak dan
kawan-kawan (2007), usia merupakan salah
satu hal yang mempengaruhi seseorang untuk
belajar dan menjadi lebih tahu, sehingga
informasi yang diperoleh dari mana dan dari
siapapun.
SURYA
45
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
sebanyak 10 orang (38,5%), sebagian kecil
yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI dan
petani masing-masing sebanyak 4 orang
(15,4%).
Menurut Wahid Iqbal Mubarak dan
kawan kawan (2007) Lingkungan pekerjaan
dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Lingkungan pekerjaan juga mempunyai
pengaruh terhadap seseorang terutama
mengenai pengetahuan karena di lingkungan
pekerjaan
seseorang
memperoleh
pengalaman baik itu pengalaman yang
diperoleh secara langsung maupun cerita dari
teman kerja, sehingga hal tersebut akan
menambah pengetahuan seseorang. Jadi
semakin baik pengetahuan seseorang akan
mempengaruhi tindakan yang dilakukannya.
resiko lebih besar terkena penyakit menular
seperti ISPA dikarenakan daya tahan tubuh
anak masih rendah pada usia muda.
4. Hubungan Lingkungan Rumah dengan
Kejadian ISPA
Berdasarkan tabel 10, bahwa keluarga
yang tinggal di lingkungan rumah baik
seluruh anaknya menderita bukan pnemonia
sebanyak 1 orang (100%), sedangkan
keluarga yang tinggal di lingkungan rumah
cukup sebagian besar anaknya menderita
bukan pnemonia sebanyak 15 orang (65,2%),
sedangkan keluarga yang tinggal di
lingkungan rumah buruk sebagian anaknya
menderita pnemonia sedang dan pnemonia
berat sebanyak 1 orang (50%).
Dari hasil uji SPSS 11,5 menggunakan
uji korelasi Spearman Rank. Diperoleh nilai
korelasi positif sebesar 0,448 dengan
signifikansi p = 0,022 dimana p < 0,05. Maka
H1 diterima, artinya terdapat hubungan antara
lingkungan rumah dengan kejadian ISPA
pada anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang
Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan.
Berdasarkan hasil uji di atas dapat
diinterpretasikan bahwa semakin baik
lingkungan rumah, semakin ringan ISPA
yang dialami anak. Sedangkan semakin
buruk lingkungan rumah, semakin berat
ISPA yang dialami anak. Jadi ada hubungan
yang positif antara lingkungan rumah dengan
kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan- 5
tahun di ruang Anggrek RSUD. Dr. Soegiri
Lamongan 2010.
Lingkungan merupakan hal yang tidak
terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun
biologis, sangat berperan dalam proses
terjadinya gangguan kesehatan masyarakat,
termasuk gangguan kesehatan berupa
penyakit ISPA pada anak (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003).
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003)
lingkungan rumah merupakan salah satu
faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya.
Dari teori diatas dapat kita ketahui
bahwa
lingkungan
rumah
dapat
mempengaruhi kejadian ISPA terutama pada
rumah yang sempit, padat, tidak adanya
3. Kejadian ISPA
Berdasarkan hasil dari tabulasi data 9,
didapatkan bahwa sebagian besar anak
menderita bukan pnemonia sebanyak 16
orang (61,5%), hampir setengah yang
menderita pnemonia sedang sebanyak 9
orang (34,6%) dan hanya sebagian kecil yang
menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang
(3,8%).
Berdasarkan hasil tabulasi data tabel 6,
sebagian keluarga mempunyai anak umur 1-3
tahun sebanyak 13 orang (50%), dan
sebagian kecil keluarga mempunyai anak
umur 4-5 tahun sebanyak 4 orang (15,4%).
Umur diduga terkait dengan sistem
kekebalan tubuhnya, terutama pada usia
kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh
balita lebih rendah dari orang dewasa
sehingga mudah menderita ISPA. Bayi dan
balita merupakan kelompok yang kekebalan
tubuhnya belum sempurna, sehingga masih
rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.
Hal senada dikemukakan oleh Suwendra,
1988 dalam Ike Suhandayani (2007), bahkan
semakin muda usia anak makin sering
mendapat serangan ISPA.
Berdasarkan fakta di atas sudah jelas
bahwa setengahnya anak umur 1-3 tahun
sebanyak 13 orang (50%) menderita ISPA.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin
muda usia anak maka akan mempunyai
SURYA
46
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
cerobong asap, kotor dan ventilasi yang
kurang akan mempunyai resiko lebih besar
terhadap anak terserang ISPA. Oleh karena
itu kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan, baik secara fisik,
biologis, maupun sosial.
semakin buruk perilaku keluarga maka
semakin berat derajat ISPA yang diderita
anak. Perilaku manusia merupakan aktivitas
yang timbul karena adanya stimulus dan
respons serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004:3).
5. Hubungan Perilaku Keluarga dengan
Kejadian ISPA
Berdasarkan tabel 11, bahwa keluarga
yang berperilaku baik hampir seluruhnya
anak menderita bukan pnemonia sebanyak 13
orang (86,7%). Sedangkan keluarga yang
berperilaku cukup sebagian besar anak
menderita pnemonia sedang sebanyak 7
orang
(70%).
Sedangkan
keluarga
berperilaku
kurang
seluruhnya
anak
menderita pnemonia berat sebanyak 1 orang
(100%).
Dari hasil uji SPSS 11,5 menggunakan
uji korelasi Spearman Rank. Diperoleh nilai
korelasi positif sebesar 0,642 dengan
signifikansi p = 0,000 dimana p < 0,05. Maka
H1 diterima, artinya terdapat hubungan antara
perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada
anak umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek
RSUD Dr. Soegiri Lamongan.
Berdasarkan hasil uji di atas dapat
diinterpretasikan bahwa semakin baik
perilaku orang tua/ keluarga, semakin ringan
ISPA yang dialami anak. Sedangkan semakin
kurang perilaku orang tua/ keluarga, semakin
berat ISPA yang dialami anak. Jadi ada
hubungan yang positif antara perilaku
keluarga dengan kejadian ISPA pada anak
umur 2 bulan- 5 tahun di ruang Anggrek
RSUD. Dr. Soegiri Lamongan 2010.
Pengetahuan dan sikap mengenai
kesehatan akan berpengaruh terhadap
perilaku sebagai hasil jangka panjang dari
pendidikan kesehatan hal itu dikarenakan
dari pengetahuan dan sikap itulah akan
tercipta upaya dari orang tua atau keluarga
terhadap anaknya (Notoatmojo, 2003).
Dengan mempelajari kejadian atau hasil
penelitian di atas dapat dipastikan bahwa
perilaku seseorang tentang hidup bersih dan
sehat sangat berpengaruh terhadap kejadian
ISPA pada anak, meskipun pembentukan
perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor
lain, tetapi tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
SURYA
KESIMPULAN DAN SARAN.
…
1. Kesimpulan
1. Hampir seluruhnya anak menderita ISPA
di ruang Anggrek RSUD Dr. Soegiri
Lamongan 2010 tinggal di lingkungan
rumah cukup.
2. Sebagian besar anak di ruang Anggrek
RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010
mempunyai perilaku keluarga baik.
3. Sebagian besar anak menderita ISPA:
bukan pnemonia di ruang Anggrek
RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010.
4. Ada hubungan lingkungan rumah dengan
kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan-5
tahun di ruang Anggrek RSUD Dr.
Soegiri Lamongan.
5. Ada hubungan perilaku keluarga dengan
kejadian ISPA pada anak umur 2 bulan-5
tahun di ruang Anggrek RSUD Dr.
Soegiri Lamongan.
2. Saran
Dengan melihat hasil simpulan diatas,
maka ada beberapa saran dari peneliti yaitu
sebagai berikut :
1) Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Untuk mengatasi kejadian ISPA pada
anak maka perlu dilakukan penyuluhan
kepada orang tua atau anggota keluarga
pasien
tentang
bagaimana
cara
berperilaku hidup bersih dan sehat
2) Bagi Profesi Keperawatan
Dari hasil penelitian tentang hubungan
antara lingkungan rumah dan perilaku
keluarga dengan kejadian ISPA pada
anak umur 2 bulan- 5 tahun diharapkan
menjadi tambahan ilmu kepada perawat
untuk memberikan informasi kepada
keluarga mengenai hal-hal yang dapat
menyebabkan ISPA.
3) Bagi peneliti selanjutnya
Perlunya penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan jumlah responden yang
47
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
lebih besar dan representatif dengan
metode yang lebih akurat, serta meneliti
dari faktor lain yang menjadi penyebab
terjadinya ISPA pada anak.
4) Bagi Orang Tua
Dari hasil penelitian ini diharapkan
orang tua selalu memperhatikan
kebersihan lingkungan rumah dan dapat
menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2005.
Profil Kesehatan Jawa Tengah.
Semarang
Hidayat, Aziz Alimul, (2005). Pengantar
Ilmu
Keperawatan
Anak
I.
Jakarta:Salemba Medika
. .
, (2007). Metode Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Akhmadi, (2009). Konsep Keluarga.
http://www.rajawana.com. Diakses 26
April 2010, jam 16.20 WIB
, (2009). Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Budiarto, Eko, (2001). Biostatistika Untuk
Kedokteran
Dan
Kesehatan
Masyarakat, Jakarta: EGC
Hood Alsagaff, Abdul Mukty, (1995). Dasardasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Chandra, Budiman, (2006). Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Ike Suhandayani, (2007). Faktor – faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA Pada Balita Di Puskesmas Pati
Kabupaten Pati Tahun 2006. Fakultas
Ilmu Keolahragaan. Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas
Negeri
Semarang:
Tidak
dipublikasikan
. .
.DAFTAR PUSTAKA
.
Dempsey, Patricia Ann, (2002). Risert
Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan.
Alih bahasa Palupi W. Ed 4. Jakarta:
EGC
Departemen Kesehatan RI, (1996). Pedoman
Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pneumonia pada
Balita dalam Pelita IV. Jakarta:
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
Ikeu Nurhidayah, et,all, (2007). Hubungan
Antara Karakteristik Rumah Dengan
Kejadian Tuberkulosis (TBC) Pada
Anak Di kecamatan Paseh Kabupaten
Sumedang. Fakultas Ilmu Keperawatan.
Universitas Padjajaran. Bandung:
Tidak dipublikasikan
,
(2001).
Pedoman
Pemberantasan
Penyakit
ISPA.
Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
,
(2002).
Pedoman
Pemberantasan
Penyakit
Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Untuk
Penanggulangan Pneumonia Pada
Balita : Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Mubarak, Wahid, dkk., (2008).
Promosi
Kesehatan:
Sebuah
Pengantar Proses Belajar Mengajar
Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Graha
Ilmu
Iqbal
Mubarak, Wahid, (2006). Ilmu
Keperawatan 2. Jakarta: Sagung Seto
J. Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan
Lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press
,
(2009).
Pedoman
Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut : Jakarta
SURYA
Iqbal
48
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Hubungan anara Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Umur 2 bulan - 5 tahun
Juli Soemirat Slamet, (2000). Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Lamongan. STIKES Muhammadiyah
Lamongan: Tidak dipublikasikan
Soekidjo, Notoatmodjo, (2003). Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
(PrinsipPrinsip Dasar), Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam, (2005). Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba
Medika
, (2007). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
, (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis
dan Instrumen Penelitian Keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika
Suharsimi Arikunto, (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Putra Prabu, (2009). Faktor Resiko ISPA
Pada
Balita.
http://putraprabu.wordpress.com.
Diakses 9 Pebruari 2010, jam 12.27
Wib
Sunita Almatsier, (2004). Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
WHO, (2003). Penanganan ISPA pada Anak
di Rumah Sakit Negara Berkembang.
Jakarta: EGC
Santrie, (2009). Hubungan Perilaku Merokok
dan Lingkungan Rumah dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru Di
Puskesmas Babat Lamongan. STIKES
Muhammadiyah Lamongan : Tidak
dipublikasikan
Widoyono,
(2008).
Penyakit
Tropis
Epidemiologi, Penularan, pencegahan,
dan Pemberantasannya. Erlangga
Siswati Rohmah, (2009). Gambaran Peran
Orang Tua dalam Perawatan ISPA
pada Balita di wilayah Kerja UPT
Puskesmas Karanggeneng Kabupaten
SURYA
Yenichrist, (2008). Konsep Keluarga.
http://yenibeth.wordpress.com. Diakses
26 April 2010, jam 16.16 Wib
49
Vol.02, No.XII, Agus 2012
Download