kelompok 9 - Karya Tulis Ilmiah

advertisement
LAPORAN FARMAKOLOGI
KELOMPOK 9
RR. Septifa Dite H.S
( 8753)
Kunthi Putri
(8754)
Lilis Setyowati
(8761)
Yovita Dini A.F
(8762)
Aryati Oktaviani
(8763)
Eli Alpiyana
(8764)
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari obat-obatan atau mempelajari efek dari zat-zat
asing (eksogen) dan zat-zat endogen terhadap suatu organisme. Farmakologi dibagi menjadi dua divisi
yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. (Essential of medical pharmacology.5th edition:2003)
1. Farmakokinetik
 Definisi Farmakokinetik
Farmakokinetik berasal dari bahasa Yunani : “Farmako” yang artinya obat dan “Kinesis”
yang artinya perjalanan. Farmakokinetik menjelaskan tentang apa yang terjadi dengan suatu zat di
dalam organisme, misalnya bagaimana perjalanan obat dalam tubuh. Farmakokinetik mengamati
jenis-jenis proses seperti absorbsi, distribusi, biotranspormation (metabolisme) dan exresion.
Perubahan konsentrasi obat yang terjadi dalam organisme khususnya dalam plasma di buat grafik
terhadap waktu. (Essential of medical pharmacology.5th edition:2003)
 Fase-fase Farmakokinetik
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh
yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam
tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan
untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa
biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses
farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
(Farmakologi Dasar Edisi 2 : 2010).
 Absorpsi
Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi sistemik (pembuluh
darah). Kecepatan absorbsi obat tergantung pada :
 Kelarutan, Obat harus dapat melarut atau obat sudah dalam bentuk terlarut. Sehingga dari
kecepatan melarut mempengaruhi kecepatan absori.
 pH, obat yang bersifat asam lemah akan mudah menembus membran sel pada suasana
asam. Jika pH obat berubah (ditambah buffer) maka absorbsi akan melambat.
 Sirkulasi darah, Pemberian obat melalui sublingual akan lebih cepat diabsorbsi dibanding
subkutan, karena umumnya sirkulasi darah di subkutan lebih sedikit (jelek) dibandingkan
di sublingual.
 Tempat absorbsi, Obat dapat diabsorbsi misalnya dikulit, membran mukosa, dan usus
halus. Obat yang oral, absorbsi terjadi di usus halus karena luas permukaannya. Jika obat
inhalasi, diabsorbsi sangat cepat karena epitelium paru-paru juga sangat luas.
(Farmakologi Pendidikan Proses Keperawatan: ebook)
Absorbsi melalui saluran cerna, pemberian peroral merupakan cara yang paling lazim karena
merupakan cara yang paling mudah, ekonomis dan aman. Namun memiliki kerugian yaitu obat
dapat merangsang mukosa lambung dan menimbulkan emasis, misalnya aminoilin. Selain itu,
Obat akan membentuk kompleks dengan makanan sehinga sukar untuk diabsorpsi dan akan
mengalami biotranspormasi sebelum memasuki ke berbagai organ. Umumnya obat dalam
bentuk non polar yang larut daalm lemak cepat diabsorpsi, sedangkan obat yang bersifat polar
tidak larut dalam lemak seperti zat alumunium kuaterner, lambat diabsorbsi. Obat yang tidak
larutdalam air tidak diabsorpsi melalui saluran cerna.
Pemberian obat secara sublingual, dapat diberikan untuk menghindari pengrusakan oleh
enzim lambung dan usus, dan menghindari biotraspormasi di hepar .
Pemberian obat secara rektal diberikan pada pasien yang muntah – muntah untuk
menghindari pengrusakan oleh enzim pencernaan dan biotransformasi di hepar.
Pemberian obat suntikan ( parenteral ) yang efeknya timbul cepat, dan teratur karena obat
tidak melewati hepar sebelum mencapai sirkulasi dan dapat diberikan pada pasien yang tidak
sadar dan keadaan darurat. Kelemahannya adalah dibutuhkan cara absesis tidak dapat
dilakukan sendiri, tidak ekonomis, dan lebih membahayakan dar i pemberian oral. Misanya
bahaya infeksi serum hepatitis. Cara pemberian parenteral yaitu intramuskuler, Intravena, dan
subkutan.
Pemberan obat melalui endotel paru-paru. Cara ini hanya dilakukan
untuk obat yang
berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap. Keuntungannya absorpsi terjadi secara cepat,
misalnya pada penyakit paru-paru. Kerugiannya metodenya sulit dilakukan karena
membutuhkan alat khusus, dosis sulit diatur, dan obat bersifat iritatif.
Pemberian topikal pada kulit. Pemberian obat digunakan untuk penyakit kulit, contoh obatnya
berupa salep yaitu antibiotika, kortikoseroid, antihistamin dan antifungus. (Farmakologi dan
terapi edisi 2 : 1981)
• Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain
tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh.
Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya
sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh
lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot,
visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu
yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel
kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut
dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat
yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya
terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein
plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan
obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan
kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat
karena adanya defisiensi protein.
•
Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim khususnya CYT 45. Pada proses ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak
sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi
inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada
obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan
calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan
mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Enzim
yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel,
yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in
vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini
terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru,
epitel, saluran cerna, dan plasma.
•
Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih
cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ
ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan
distal.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu
diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan
dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi
dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.
Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut
pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran
forensik. ( farmakologi pendekatan proses Keperawatan: 1996)
• Parameter Farmakokinetik
Dosis standar suatu obat pada setiap penderita berbeda-beda. Beberapa proses patologis
misalnya, kematangan fungsi organ pada bayi-bayi mengharuskan penyesuaian dosis secara
khusus. Proses-proses ini mengubah parameter-parameter farmakokinetik. Dua paramaeter ini
adalah bersihan (clearance) yaitu ukuran kemampuan tubuh untuk menghilangkan obat. Yang
kedua volume distribusi yaitu ukuran dari ruangan dalam tubuh yang tersedia untuk diisi obat.
Parameter Farmakokinetik, meliputi :
 Bioavailabilitas, Ketersediaan hayati didefinisikian sebagai fraksi obat cara pemberian apapun
tidak berubah Yang mencapai sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui cara pemberian
apapun.
 Clearance, prinsip bersihan obata adalah sama dengan konsep bersihan pada faal ginjal. Di
definisikan kecepatan eliminasi dalam urine. Pada tingkatan yang paling sederhana bersihan
suatu obat adalah ratio dari kecepatan eliminasi obat keseluruhan terhadap konsentrasi obat di
dalam cairan biologi. Clearance obat bergantung dari kemampuan beberapa organ seperti liver
dan ginjal untuk metabolisme dan ekskresi.
 Volume distribusi, Volume ditribusi menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan
konsentrasi obat dalam darah atau plasma. Volume ditribusi dapat ditetapkan berkenaan dengan
darah, plasma atau air (obat yang tidak terikat). Obat – obat yang mempunyai volume distribusi
yang sangat tinggi memiliki konsentrasi obat lebih tinggi di dalam jaringan ekstravaskular.
Tetapi ada beberapa bagian seperti Central Nervous System atau otak yang memiliki akses
lemah.
 Waktu paruh, Adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah
obat dalam tubuh
menjadi separuhnya selama eliminasi. Sementara organ eliminsi hanya dapat membersihkan
obat dari darah bila ada kontak langsung dengan organ eliminasi tersebut. (Farmakologi dan
terapi edisi 2 : 1981)
Contoh dari parameter farmakokinetik dan farmakodinamik pada obat yaitu:
Obat
Ketersediaan
Ekskresi
Pengikat
Bersihan
Volume
Waktu
Konsentrasi
Konsentrasi
oral (F) (%)
Urin (%)
Dalam plasma
(L/h/70kg)
Distribusi
Paruh
Efektif
Toksik
(L/70kg)
(jam)
(%)
Asetaminofen
88
3
0
21
67
2
10-20 mg/L
> 300 mg/L
Amoksisilin
93
86
18
10,8
15
1,7
…
…
Ampisilin
62
82
18
16,2
20
1,3
…
…
Aspirin
68
1
49
39
11
0,25
…
…
Metronidazol
99
10
10
5,4
5,2
8,5
3-6 mg/L
…
(basic and clinical pharmacology 6th edition : 1997)
• Grafik Hubungan Konsentrasi Obat dalam Plasma dengan Waktu
(Farmakologi Dasar edisi 2:2010)
Gambar 1.1. grafik ini menjelaskan tentang pemberian satu tablet obat. Perubahan kecepatan absorpsi dan
bioavailibiltas dapat mempengaruhi lamanya kerja obat. Kerja obat dimulai saat memasuki sirkulasi
plasma darah, sisi molekul obat yang berikatan dengan protein akan menjadi inaktif dan nantinya akan
mernurunkan efek dari obat. Sedangkan molekul obat lainnya yang tidak berikatan atau bebas menjadi
aktif dan menghasilkan efek. Disaat efek obat dalam keadaan maksimum secara perlahan kadar obat
dalam plasma akan menurun sampai dibawah ambang MEC (minimal effective concentrate) dan
mencapai waktu maksimal dan tereliminasi.
2. Farmakodinamik
• Definisi Farmakodinamik
Farmakodinamik berasal dari bahasa Yunani “Farmako” yaitu obat dan “Dinamic” yaitu
kemampuan (power). Farmakodinamik ilmu yang mempelajari cara kerja obat, efek obat terhadap
fungsi berbagai organ dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan reaksi organ. Singkatnya
pengaruh obat terhadap sel hidup.
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ
tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti
efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta
spektrum efek dan respon yang terjadi.
• Mekanisme Kerja Obat
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan
fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan
komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat
dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu
fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku bagi
terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen
makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat
tertentu juga berperan sebagai reseptor yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor).
Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa
yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis
di tempat ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis.
• Reseptor Obat
Struktur kimia suatu obat berhubungan dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas
intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer,
dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya. Pengetahuan mengenai
hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat
yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu.
Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain
membentuk sistem reseptor-efektor sebelum menimbulkan respons.
• Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi
ekstraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respons seluler fisiologis
yang spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di
membran sel atau di dalam sitoplasmaoleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar.
Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH, LH.
Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal),
tiroksin, vit. D.
• Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya
merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang berupa
ikatan kovalen.
• Antagonisme Farmakodinamika.
Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis antagonisme, yaitu antagonisme
fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat bersifat
kompetitif atau nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau
penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat. Obat yang
menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedang obat yang efeknya dikurangi atau
ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut
obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.
• Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini
mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau masuk
ke komponen sel.
• Efek Obat
Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ)/proses/tingkah laku organisme hidup
akibat kerja obat. Efek obat pada umumnya terlihat sebagai perubahan intensitas faal organ
tertentu atau reaksi biokimianya. Karena efek obat adalah hal yang dapat diobservasi maka obat
digolongkan sesuai dengan efeknya. Misalnya, analgesik-antipiretik, hipnotik-sedatif,
spasmolitik, hipoglikemik, obat hipertensi dan sebagainya.
• Faktor yang mempengaruhi efek obat
 ADME
(Absorpsi,
Metabolisme, Eliminasi
Distribusi,
 Saat pemberian
 Emosional atau plasebo
 Usia
 Patologi
 Berat badan
 Riwayat pemakaian obat
 Genetika
 Variasi biologi
 Jalur pemberian
 Interaksi obat
DAFTAR PUSTAKA
Tripathi,KD.2003.Essential of medical pharmacology.5th edition.New Delhi:Jaypee
Schmitz,Gery;lepper;heidrich,Michael.2003.Farmakologi dan toksikologi.Edisi 3.Jakarta:EGC
Priyanto.2010.Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan.Edisi
2.Jakarta;LESKONFI
Katzung,G.1997.Basic and clinical pharmacology.Edisi 6.Jakarta;EGC
Bagian Farmakologi FK UI.1981.Farmakologi dan terapi.Edisi 2.Jakarta;B. Farmako FK UI
Download