View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
Telaah Teoritik Keterkaitan antara Locus of Control dengan
Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, dan Kinerja Individu
Siti Haerani dan Adolfina
Abstrak
Manusia lahir dengan karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang berbeda satu dengan
lainnya. Salah satu karakteristik manusia dikenal dengan istilah kepribadian, yang diartikan
sebagai
cara keseluruhan seseorang berekasi dan berinterkasi dengan orang lain.
Kepribadian merupakan kombinasi fisik yang stabil dan karakteristik mental yang memberikan
identitas pada diri seseorang, selanjutnya akan menentukan bagaimana cara pandang, cara
berpikir, aktivitas dan perasaan seseorang serta konsekuensi atau hasil-hasil perilaku yang
dicapai. Dengan demikian, kepribadian berarti karakteristik umum yang ditampilkan seseorang
dalam perilakunya, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari yang lahir
sebagai hasil interaksi antara faktor genetik dan pengaruh lingkungan. Pusat kendali (locus of
control) sebagai salah satu karakteristik kepribadian, dapat definisikan sebagai refleksi
kecenderungan individu meyakini bahwa ia memiliki kendali terhadap kehidupannya (secara
internal) ataukah dikendalikan oleh pihak lain disekitarnya (secara eksternal) , misalnya oleh
kekuasaan, keberuntungan atau peluang . Teori perilaku organisasi maupun hasil-hasil
penelitian telah membuktikan bahwa kepribadian karyawan secara potensial berhubungan
dengan kepuasan kerja, komitmen organisasional
maupun kinerja dan berbagai aspek
keperilakuan lainnya.
A. Pendahuluan
Tidak ada yang lebih penting daripada sumber daya manusia
(karyawan) bagi sebuah organisasi saat ini. Indvidu atau karyawan secara
konstan akan berhadapan dengan harapan-harapan baru, tujuan-tujuan dan
berbagai
tantangan-tantangan
dalam organisasi moderen. Tilman (2010)
secara tegas menyatakan hal ini dalam pengantar tulisannya mengenai locus
of control dan kepuasan kerja karyawan. Organisasi adalah himpunan orangorang yang bekerjasama untuk mencapai satu tujuan bersama. Semakin
besar organisasi berarti semakin kompleks organisasi tersebut karena
1
memiliki banyak karyawan dengan beragam karakteristik yang akan
mempengaruhi cara mereka masing-masing berperilaku dalam organisasi dan
hasil-hasil yang dicapainya.
Pemahaman atas perilaku individu sangatlah penting karena setiap
individu adalah unik , berbeda antara individu yang satu dengan individu yang
lain. Dengan demikian perilakunya juga akan unik. Untuk dapat memahami
perilaku individu dengan baik, terlebih dahulu kita harus memahami
karakteristik yang melekat pada individu. Adapun karakteristik yang dimaksud
menurut Gibson, et.al (1996); Nimran (1998); dan Robbins (2005) adalah
kemampuan dan kecakapan, latar belakang, kepribadian, persepsi, sikap, dan
variabel demografis. Karakteristik ini pada hakikatnya masih utuh ketika
seorang
individu
memasuki
organisasi tempat
mereka
bekerja,
dan
manajemen tidak dapat berbuat banyak untuk mengubahnya. Namun
karakteristik-karakteristik ini mempunyai dampak yang sangat nyata pada
perilaku individu dalam ebuah organisasi.
B. Variabel Individu dan Lingkungan serta Efeknya pada Perilaku dan
Hasil
Timbulnya ilmu-ilmu perilaku berawal dari psikologi industri dan teori
sosial. Hugo Munsterberg, sebagai bapak psikologi industri, melihat
pentingnya penerapan ilmu perilaku pada gerakan manajemen ilmiah (Koontz,
1995; Stoner 1988). Berawal dari pandangan Munsterberg inilah kemudian
berkembang praktek manajemen personalia seperti seleksi yang efektif.
Tujuan diterapkannya ilmu perilaku menurut Munsterberg adalah menemukan
(1) bagaimana mendapatkan orang-orang yang memiliki kualitas mental yang
paling cocok dengan pekerjaan yang harus mereka lakukan, (2) dalam kondisi
psikologis mana output yang paling besar dan paling memuaskan dapat
diperoleh dari pekerjaan setiap orang, (3) bagaimana suatu perusahaan dapat
mempengaruhi para pekerja sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil
yang sebaik mungkin dari mereka.
2
Perilaku individu sebagai akibat dari perilaku kelompok juga banyak
dikaji dan diteliti dalam manajemen. Kajian-kajian yang dilakukan oleh Elton
Mayo dan rekan-rekannya (dalam Stoner, 1988; Koontz, 1995) yang dikenal
dengan penelitian Hawthorne menyimpulkan bahwa: tingkat penerangan di
tempat
kerja,
upah,
waktu
istrahat,
dan
jam
kerja
ternyata
tidak
mempengaruhi tingkat produktivitas karyawan melainkan ada faktor-faktor lain
dalam diri karyawan seperti kepribadian, sikap, dan hubungan sosial dalam
kelompok
kerja.
Mayo
dan
rekan-rekannya
menekankan
perlunya
pemahaman yang lebih luas dan lebih dalam mengenai aspek-aspek sosial
dan aspek-aspek perilaku dalam manajemen.
Perilaku individu menentukan hasil. kontribusi psikologi terhadap
perilaku organisasi. Hal ini memberikan pengetahuan yang relevan mengenai
hubungan antara karakteristik individu (variabel-variabel individu) dengan
kinerja individu (Gibson, et.al 1996). Kinerja individu memberikan kontribusi
pada kinerja kelompok, yang seterusnya pada kinerja organisasi. Analisis
kinerja dan perilaku individu mensyaratkan pertimbangan mengenai variabelvariabel yang langsung mempengaruhi perilaku individu atau apa yang
seorang individu lakukan dalam suatu organisasi dan bagaimana perilaku
tersebut mempengaruhi kinerja.
Pada gambar berikut terlihat bahwa, perilaku seorang karyawan adalah
kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai variabel lingkungan dan variabel
individual. Dengan kata lain, bahwa perilaku individu adalah fungsi dari
variabel individu dan lingkungan. Perilaku individu menentukan hasil yang
dapat dicapai baik jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu mereka
dapat menghasilkan prestasi dan pertumbuhan jangka panjang yang positif,
ataupun sebaliknya, yaitu prestasi jangka panjang yang jelek atau kurang
berkembang. Hasil tersebut dapat berfungsi sebagai umpan balik bagi diri
individu itu sendiri maupun lingkungannya.
Lingkungan
Kerja:
Desain
pekerjaan
Individu:
Perilaku:
Hasil:
Kemampuan &
keterampilan
Pemecahan
masalah
Prestasi:
Latar belakang
Proses berpikir
- Jangka
panjang
3
Gambar: Kerangka perilaku individu (Gibson,et.al., 1996)
C. Konsep Locus of Control (Pusat Kendali)
Perilaku individu dalam organisasi sangat kuat dipengaruhi oleh faktor
kepribadian (personality)nya. Kepribadian diartikan oleh Robbins (2003)
sebagai cara keseluruhan seseorang berekasi dan berinterkasi dengan orang
lain. Dengan demikian, tidak ada dua orang yang benar-benar sama. Setiap
orang memiliki keunikan tersendiri, bahkan dua orang kembar identik
sekalipun. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu keturunan,
situasi dan lingkungan (Robbins, 2003). Dalam bekerja, ada individu yang
rajin dan ada pula yang malas, ada yang terbuka dan ada pula yang tertutup,
ada yang percaya diri dan ada pula yang rendah kepercayaan dirinya, ada
4
yang menunggu perintah dan ada pula yang memiliki inisiatif tinggi, ada yang
serius dan ada yang relax, ada yang aktif dan sebaliknya ada yang pasif dan
lain sebagainya.
Kepribadian juga didefinisikan sebagai kualitas pribadi, eksistensi
personal, atau ciri-ciri identitas seseorang (Aiken, 1999). Kepribadian
merupakan kombinasi fisik yang stabil dan karakteristik mental yang
memberikan identitas pada diri seseorang (Kreitner dan Kinicky, 2004). Dari
ke dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kepribadian
berarti
cara umum yang diperlihatkan seseorang secara permanen atau
konsisten
dalam perilakunya baik di tempat kerja maupun dalam
kehidupannya sehari-hari. Karakteristik atau sifat ini meliputi bagaimana cara
pandang, cara berpikir, aktivitas dan perasaan seseorang yang timbul sebagai
hasil interaksi faktor genetik dan pengaruh lingkungan.
Terdapat berbagai tipologi kepribadian, antara lain Big Five Personality, ( Lima
Besar Kepribadian) meliputi: ekstraversi (Extraversion), stabilitas emosi
(Emotional
Stability),
kemampuan
bekerjasama
atau
bersepakat
(Agreeableness), kesungguhan (Conscientiousness), dan keterbukaan pada
pengalaman (Openness to experience). Tipe kepribadian A dan B, Locus of
Control,
Self
concept,
dikotomi
extrovert
vs
introvert,
Authoritarianism/Dogmatism, Machiavellianism, Self-monitoring dan lain-lain
(Schermerhorn, 2003). Menurut Robbins (2003) dan Schermerhorn (2003)
bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu keturunan,
lingkungan dan situasi.
Locus of control merupakan salah satu atribut kepribadian penting untuk
menjelaskan tentang perilaku manusia dalam organisasi. Spector (1982)
bahkan secara tegas menyatakan bahwa perilaku dalam organisasi adalah
fungsi dari lokus of control yang dimiliki karyawan. Konsep locus of control
internal maupun eksternal mendapatkan perhatian yang sangat besar
terutama dua dekade terakhir sebagaimana dikatakan oleh Galejs, & Hegland,
(Munir & Sajid, 2010) sebab konsep ini terkai dengan berbagai konsep
5
keperilakuan lainnya seperti kepuasan kerja
dan komitmen organisasi
((Morin, Rousseau & Aube dalam Munir dan Sajid, 2010).
Konsep locus of control pada mulanya dikembangkan oleh Rotter sekitar
1960-an. Konsep ini dimaknai sebagai persepsi seseorang terhadap sumbersumber yang mengontrol kejadian-kejadian dalam hidupnya. Sementara
Bandura's dalam Jan (2010) mendefinisikan lokus of control sebagai
ekspektasi seseorang akan kesuksesan dan kegagalannya dan kapasitasnya
untuk mengendalikan hasil-hasil yang dicapai dari sebuah representasi
kognitif hasil perilaku yang bersifat situasional (contingencies). Secara
sederhana
ia
menjelaskan
bahwa,
pengalaman
yang
mengagumkan
merupakan buah dari kesuksesan melakukan usaha atau kerja keras tertentu.
Sama halnya dengan kegagalan, cenderung dipandang sebagai representasi
kognitif dari ketidakmampuan mengontrol hasil-hasil yang dicapai.
Myers (1999) dalam Munir & Sajid (2010) selanjutnya mendefinisikan
locus of control sebagai tingkat sejauhmana individu mempersepsikan bahwa
tindakannya hanya sedikit berpengaruh terhadap kondisi kehidupannya dan
tingkat sejauhmana mereka menganggap keadaan tersebut sebagai imbalan,
keberuntungan dan peluang, serta keyakinannya bahwa keadaan tersebut
ditentukan oleh tindakannya. Locus of control juga dapat didefinisikan sebagai
refleksi kecenderungan individu meyakini bahwa ia memiliki kendali/kontrol
terhadap kehidupannya (secara internal) ataukah dikendalikan oleh pihak lain
disekitarnya (secara eksternal) , misalnya oleh kekuasaan, keberuntungan
atau peluang .
Locus of control terdiri atas dua konstruk yakni internal locus of control
dan external locus of control. Untuk menggolongkan individu apakah termasuk
dalam locus kendali internal atau eksternal, didasarkan pada keyakinan atau
harapan
individu dalam mengendalikan hasil-hasil yang dicapai.
Individu
yang meyakini bahwa reinforcements atau hasil dari perilaku mereka
ditentukan oleh diri mereka sendiri, maka orang tersebut dikatakan cenderung
ke locus kendali internal. Sementara individu yang meyakini bahwa
reinforcements atau hasil dari perilaku mereka adalah fungsi dari kesempatan,
6
keberuntungan, nasib, atau dibawah kontrol kekuatan pihak lain, maka orang
tersebut dikatakan cenderung ke locus eksternal (Siri et al., 2007; Millet, 2005;
Munir dan Sajad, 2010). Karyawan dengan internal locus of control percaya
bahwa ia dapat mempengaruhi lingkungan dan tindakannya mempengaruhi
hasil yang dicapai, sebaliknya, karyawan dengan external locus of control
lebih percaya bahwa dirinya hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap
lingkungan dan apa yang terjadi pada dirinya, lebih ditentukan oleh faktor
luar seperti nasib, keberuntungan atau oleh tindakan orang lain.
D. Locus of Control dan Kepuasan Kerja
Seperi
dikemukakan
sebelumnya
bahwa
atribut
kepribadian
mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi. Beberapa penelitian
mendukung hal tersebut, seperti: Judge and Bono (2001); Pierce and Gardner
(2004); Pierce, Gardner, Cummings, & Dunham (1989); Spector (1988) bahwa
kepribadian karyawan secara potensial berhubungan dengan kepuasan kerja,
komitmen organisasional maupun kinerja dan berbagai aspek keperilakuan
lainnya.
Locus of control adalah salah satu atribut kepribadian dan merupakan
suatu variabel penting untuk menjelaskan perilaku manusia dalam organisasi.
Banyak penelitian yang membandingkan internal dan external locus of control
telah menunjukkan bahwa individu-individu yang memiliki skor tinggi dalam
external locus of control,
kurang puas dengan jabatan mereka,
memiliki
tingkat kemangkiran yang lebih tinggi, dan kurang terlibat pada jabatanjabatan mereka dibanding kaum internal (Spector, 1982). Selanjutnya menurut
Spector bahwa locus of control berhubungan dengan motivasi, usaha, kinerja,
kepuasan kerja, persepsi terhadap pekerjaan, dan gaya kepemimpinan. Lebih
jauh, dikemukakan bahwa locus of control dapat memoderasi hubungan
antara insentif dengan motivasi; dan antara kepuasan kerja dengan turnover.
Kajian terhadap internal-external locus of control telah menarik
perhatian para peneliti sampai saat ini. Kajian empirik yang dilakukan oleh
Mitchell, Smyser, dan Weed, 1975 (dalam Gibson, 1996) terhadap 900
7
karyawan dalam jasa kepentingan umum menemukan bahwa karyawan yang
merasa dikendalikan secara internal lebih puas dengan pekerjaan mereka,
lebih mungkin berada dalam posisi kepemimpinan, dan lebih puas dengan
cara kepemimpinan partisipatif daripada karyawan yang melihat diri mereka
dikendalikan secara eksternal.
Studi Judge, Locke, dan Durham tahun1998 (dalam judge dan Bono,
2001) cenderung mendukung bahwa self-esteem, generalized self-efficacy,
locus of control, dan neuroticisim masing-masing secara signifikaan
berhubungan dengan kepuasan kerja. Penelitian yang sama juga dilakukan
oleh Judge, dan Bono (2001) dengan meta-analisis mengindikasikan bahwa
self-esteem, generalized self-efficacy, locus of control, dan neuroticisim
merupakan determinan penting terhadap kepuasan kerja. Judge dan Bono
menguraikan lebih lanjut bahwa individu dengan internal locus of control
menunjukkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Sebaliknya individu dengan
external locus of control lebih cenderung kurang puas dengan pekerjaan
mereka.
Hasil penelitian Dailey, 1980 (Davenport, 2010) menemukan pula
bahwa kaum internal locus of control mempunyai tingkat kepuasan kerja yang
lebih tinggi, lebih termotivasi dalam pekerjaan mereka, dan tingkat partisipasi
yang lebih tinggi dalam pekerjaan. Selanjutnya Kasperon, 1982 (Davenport,
2010) yang meneliti tentang kaum eksternal locul of control, menemukan
bahwa ada hubungan positif yang kuat antara external locus of control dengan
sikap negatif, yang menghasilkan tingkat kepuasan kerja yang rendah. Dari ke
dua hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa individu yang memiliki
internal locus control mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi,
sebaliknya individu dengan external locus of control mempunyai tingkat
ke[uasan kerja yang rendah.
Penelitian Tillman dan Smith (2010) yang menguji hubungan antara
locus of control dengan aspek-aspek kepuasan kerja para akuntan (pekerjaan
itu sendiri, gaji, promosi, supervisi, dan reken kerja) menemukan adanya
hubungan positif antara locus of control (skor tinggi menunjukkan internal)
8
dengan aspek-aspek kepuasan kerja. Demikian pula hasil penelitian Chen dan
Silverthorne (2008) yang menguji hubungan antara locus of control dan stres
kerja, kepuasan kerja, dan kinerja menemukan bahwa locus of control
memainkan suatu peran penting dalam memprediksi tingkat kepuasan kerja,
stres, dan kinerja para akuntan. Dijelaskan bahwa akuntan yang memiliki
internal locus of control yang tinggi, cenderung memiliki tingkat stres kerja
yang lebih rendah, dan tingkat kinerja serta kepuasan kerjanya juga lebih
tinggi.
Salazar dan Hubbard (2002) dalam penelitian lainnya juga menguji
hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja manajer hotel,
menemukan keadaan yang berbeda di mana manajer perempuan cenderung
memilki external locus of control, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka;
sementara manajer laki-laki cenderung internal, kurang puas dengan
pekerjaan mereka. Selanjutnya, bahwa secara keseluruhan locus of control
(skor rendah menunjukkan internal, dan skor tinggi menunjukkan external)
berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja (skor rendah tidak puas, dan skor
tinggi menunjukkan puas).
Dari berbagai temuan di atas maka dapat disimpulkan bahwa masih
terdapat inkonsistensi temuan antara dalam hal keterkaitan antara internal
dan eksternal locus of control dengan kepuasan kerja.
E. Locus of Control dan Komitmen Organisasi
Hubungan antara locus of control dengan komitmen organisasi telah
menarik perhatian sejumlah peneliti
antara lain, Coleman, et al. (1999);
Coleman yakni Furnham et al. (1994); Kinicki and Vecchio (1994); Luthans et
al. (1987). Kesemuanya menemukan adanya hubungan yang signifikan antara
locus of control dengan komitmen organisasi. Studi inipun semua melaporkan
bahwa individu dengan internal locus of control lebih komit pada organisasi
daripada individu dengan external locus of control .
9
Lebih spesifik hasil penelitian Coleman, et.al., (1999) yang menguji
hubungan antara locus of control dengan dua bentuk komitmen organisasi
menemukan bahwa internal locus of control berhubungan dengan komitmen
afektif dan eksternal locus of control berhubungan dengan komitmen
kontinuan. Demikian pula dengan penelitian Chen, dan Wang (2007), menguji
hubungan antara locus of control dengan tiga bentuk komitmen organisasi,
hasilnya menunjukkan bahwa locus of control secara signifikan dapat
memprediksi komitmen karyawan. Secara spesifik, menemukan bahwa
karyawan dengan internal locus of control lebih cenderung memiliki komitmen
afektif dan komitmen normatif yang tinggi, sementara karyawan dengan
external locus of control lebih cenderung memiliki komitmen kontinuan yang
tinggi.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Munir dan Sajid (2010), dalam
penelitiannya yang menginvestigasi hubungan antara locus of control dengan
komitmen organisasi, menemukan bahwa locus of control berkorelasi positif,
dan signifikan dengan komitmen organisasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa
peserta dengan internal locus of control lebih cenderung memiliki komitmen
afektif dan komitmen normatif yang tinggi sedangkan peserta dengan
eksternal locus of control lebih memiliki komitmen kontinuan.
Di sisi lain, ada beberapa penelitian yang memposisikan locus of
control sebagai variabel moderator, sebagaimana yang dikutip oleh Davenport
(2010); seperti Aube, Rousseau and Morin tahun 2007 menemukan bahwa
locus of control mempunyai pengaruh moderasi terhadap hubungan antara
dukungan organisasi dan komitmen organisasi; selain itu, hasil penelitian
Chiu, Chien, Lin & Hsaio (2005) menemukan bahwa locus of control berperan
sebagai moderator pada hubungan antara stres kerja dan turnover. Penelitian
lain dari Chiu, Chien, Lin & Hsaio 2005 (dalam Davenport, 2010) bahwa
hubungan antara dukungan kepemimpinan dan kepuasan kerja, antaseden
komitmen organisasi, dimoderasi oleh locus of control .
Penelitian
lain menunjukan
bahwa
komimen
organisasi antara
karyawan dan manager bank berbeda. Khandelwal dan Dhar (2003) bahwa
10
manager dengan internal locus of control mempunyai komitmen organisasi
yang tinggi daripada pegawai dengan external locus of control. Jadi kalangan
managerial berupaya manaikkan komitmen organisasi bank karyawan dengan
external locus of control.
F. Locus of Control dan Kinerja Individu
Beberapa studi yang menyelidiki hubungan antara locus of control
dengan kinerja memberikan hasil yang tidak konsisten. Hal ini ditunjukkan
oleh beberapa hasil penelitian, seperti studi Broedling, 1975; Hersch &
Scheibe, 1967; Majumder, MacDonald & Greever, 1977 (sebagaimana dikutip
oleh Blau, 1993) menunjukkan bahwa kaum internal berkinerja lebih baik
dibanding kaum eksternal. Hasil penelitian yang kontradiksi dengan penelitian
tersebut adalah studi Johnson, Luthans & Hennessey (1984); Szilagyi, Sims &
Keller (1976) melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara locus of control
dengan kinerja, demikian pula dengan studi Brownell (1981) bahwa kaum
eksternal berkinerja lebih baik.
Menurut Spector (1982) bahwa individu dengan internal locus of control
berkinerja lebih baik daripada individu dengan eksternal locus of control. Hasil
penelitian Judge, dan Bono (2001), bahwa self-esteem, generalized selfefficacy, locus of control, dan neuroticisim merupakan determinan penting
terhadap kinerja. Judge dan Bono menguraikan lebih lanjut bahwa individu
dengan internal locus of control menunjukkan kinerja yang lebih besar.
Sebaliknya individu dengan external locus of control lebih cenderung kurang
puas dengan pekerjaan mereka, yang kemudian dapat mempengaruhi
kinerjanya.
Chen dan Silverthorne (2008) dalam penelitiannya tentang dampak
locus of control terhadap stres kerja, kinerja, dan kepuasan kerja akuntan
menemukan bahwa salah satu aspek dari kepribadian para akuntan yakni
locus of control, memainkan suatu peran penting dalam memprediksi tingkat
kepuasan kerja, stres, dan kinerja. Dijelaskan bahwa individu dengan internal
locus of control yang tinggi cenderung memiliki tingkat stres kerja yang
11
rendah, tingkat kinerja dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Hyatt, dan Prawitt, 2001(dalam Kartika dan
Wijayanti, 2007) mengatakan bahwa individu yang memiliki internal locus of
control percaya bahwa tindakan mereka secara langsung mempengaruhi
outcomes.
Salah satu fokus penelitian Kartika dan Wijayanti (2007) adalah
menguji pengaruh locus of control sebagai variabel antaseden pengaruh
kinerja pegawai terhadap penerimaan perilaku disfungsional, menemukan
bahwa locus of control eksternal berpengaruh negatif terhadap kinerja
pagawai. Selanjutnya dijelaskan bahwa terjadinya hubungan negatif antara
kinerja pegawai dengan penerimaan perilaku disfungsional auditor didahului
oleh adanya hubungan locus of control terhadap kinerja.
Hasil penelitian Frucot dan Shearon (1991) menunjukkan bahwa
pengaruh locus of control tidak signifikan pada kepuasan kerja
manager,
namun dampaknya signifikan dan lebih kuat pada kinerja manager tingkat
tinggi dari pada dampaknya pada kinerja manager tingkat bawah. Penelitian
Kroeck, Bullough, dan Reynolds (2010) mengindikasikan adanya perbedaan
locus of control yang signifikan antara para enterpreneur dan yang bukan
enterpreneur.
G. Penutup
Locus of control atau pusat kendali sebagai salah satu atribut atau tipe
kepribadian, sangat penting dipertimbangkan menjadi fokus kajian ke depan,
untuk melihat keterkaitan atau
implikasinya terhadap berbagai aspek
keperilakuan karyawan dalam sebuah organisasi, dengan alasan bahwa .
Kepribadian mampu memprediksikan apa yang akan (will) dilakukan individu,
bukan apa yang dapat (can) individu lakukan, dan memprediksikan contextual
job performance. Pada paparan sebelumnya telah diuraikan bagaimana
masing-masing tipe
locus of control baik internal maupun eksternal
mempengaruhi kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan,
maka penelitian yang mencoba mengkaji konsep tersebut pada berbagai
12
organisasi dan berbagai bidang pekerjaan perlu terus dilaksanakan dengan
harapan hasilnya bisa bermanfaat bagi pengambilan keputusan Manajemen
Sumber Daya Manusia yang lebih efektif, misalnya keputusan tentang
perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan dan lain-lain.
Kiranya tulisan ini bisa menjadi penambah
bahan bacaan untuk maksud
tersebut.
H. Daftar Pustaka
Aiken, Lewis R. 1999. Personality Assessment Methods and Practices. 3rd
revised edition. Hogrefe & Huber Publisher, USA.
Blau, Gary. 1993. Article: Testing the Relationship of Locus ofCcontrol to
Different Performance Dimensions. Journal of Occupational and
Organizational Psychology.
Chen, Jui-Chen; Silverthorne, Colin. 2008. The impact of locus of control on
job stress, job performance and job satisfaction in Taiwan. Leadership
& Organization Development Journal, Vol. 29 Iss: 7, pp.572 – 582
Chen, dan Wang. 2007. Locus of Control and the three components of
commitment to change. Personality and Individual Differences, vol 42,
3. P 503-512
Coleman, Daniel F., Irving, Gregory P., Cooper, Christine L., 1999. Another
look at the locus of control-organizational commitment relationship: it
depends on the form of commitment. Journal of Organizational
Behavior 20, 995-1001.
Davenport, John. 2010. Leadership Style and Organizational Commitment:
The moderating effect of Locus of Control. ASBBS Annual Conference:
Las Vegas. Vol. 17 (1).
Frucot, Veronique; Shearon, T., Winston. 1991. Budgetary Participation,
Locus of Control, and Mexican Managerial Performance and Job
Satisfaction. The Accounting Review, Vol. 66, No. 1, pp. 80-99.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely, 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur
Proses. Edisi Kedelapan, Binarupa Aksara, Jakarta.
13
Judge, Timothy A., and Bono, Joyce E., 2001. Relationship of Core SelfEvaluation Traits- Self Esteem, Generelized Self Efficacy, Locus of
Control, and Emotional Stability With Job Satisfaction and Job
Performance: A Meta-Analysis. Journal of Apllied Psychology, vol.86,
issue 1; p 80-92.
Kartika dan Wijayanti. 2007. Locus of Control Sebagai Antaseden Hubungan
Kinerja Pegawai dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi
pada auditor pemerintah yang bekerja pada BPKP di Jawa Tengah dan
DIY). Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar 26-28 Juli.
Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2004. Organizational Behavior. 6th.ed.
McGraw Hill.
Khandelwal, Shalini; Dhar, Upinder. 2003. Locus of Control and Hierarchyas
Determinants of Organizational Commitment in the Banking Industry.
Hawaii International Conference On Business, Proceedings
Submission.
Koontz, H; O’Donnell, C; Weihrich, H. 1995. Manajemen, edisi ke delapan.
Penerbit Erlangga.
Kroeck, K Galen, Bullough, Amanda M, Reynolds, Paul D. 2010.
Entrepreneurship and Differences in Locus of Control. Journal of
Applied Management and EntrepreneurshipKroeck, Bullough, dan
Reynolds (2010)
Millet, Patrick. 2005. Locus of control and its relation to working life: Studies
from the fields of vocational rehabilitation and small firms in Sweden.
Doctoral dissertation at Lulea University of Technology Sweden.
Munir, Saima; Sajid, Mehsoon.2010. Examining Locus of Control (LOC) as a
Determinant of Organizational Commitment among University
Professors in Pakistan. Journal of Business Studies Quarterly, Vol. 1,
No. 3, pp. 78-93
Nimran, Umar, 1998. Perilaku Organisasi. Citra Media, Surabaya
Pierce, J. L., & Gardner, D. G. (2004). Self-esteem within the work and
organizational context: A review of theorganization-based self-esteem
literature. Journal of Management, 30, 591–622.
Pierce, J. L., Gardner, D. G.. Cummings, L. L., & Dunham, R. B. 1989.
Organization-based self-esteem: Construct definition, measurement,
and validation. Academy of Management Journal, 32, 622-648.
14
Robbins, Stephen P., 2005. Organizational Behavior, eleventh edition.
Prentice Hall’s
Salazar, John; Hubbard, Susan; Salazar, Leta. 2002. Locus of Control and Its
Influence on Hotel Managers' Job Satisfaction. Journal of Human
Resources in Hospitality &Tourism, Vol. l(2).
Siri, Unsal.; Gemlk, Nilay.; Sur, Haydar. 2007. A Comparative Analysis of
Internal-External Locus of Control among Hospital Personnel in Turkey
and its Managerial Implications on Health Sector. Humanity & Social
Sciences Journal 2 (1): 51-62
Spector, E.Paul. 1982. Behavior in Organizations as a Function of Employee’s
Locus of Control. Psychological Bulletin, vol 91 (3), pp 482-497.
Spector, E. Paul. 1988. Development of The Work Locus of Control Scale.
Journal of Occupational Psychology, 61,335 – 340.
Stoner, A.F. James dan Wankel, Charles. 1988. Manajemen, edisi ke tiga.
Penerbit C.V. Intermedia Jakarta.
Tillman, Justice, C.; Smith, A., Feliccia; Tillman, R. Wanda. 2010. Work locus
of control and the multidimensionality of job satisfaction. Journal of
Organizational Culture, Communications and Conflict.
15
Download