1 BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB 1
LATAR BELAKANG
1.1
Latar Belakang
Pada awal pertengahan semester 7, kami, Giovanni Fortunatan, Andy Effendi
dan Vitro Handoyo, selaku pemrakarsa dalam business plan ini berkumpul
bersama-sama untuk membahas sebuah ide bisnis usaha makanan yang
sedang menjadi bahan perbincangan masyarakat. Dengan latar belakang
pendidikan Hotel Management kampus Bina Nusantara dengan penjurusan
pada Hotel Operation Services (HOS) yang berdasar pada pengetahuan dan
pengalaman dalam bidang operasional penyajian makanan dan minuman,
pengolahan produk makanan dan minuman serta manajemen bisnis. Ide
bisnis ini didapatkan oleh salah seorang anggota kelompok kami, Giovanni,
sewaktu kepulangannya ke kota Medan dimana ia melihat adanya peluang
dan perkembangan bisnis pada makanan Malaysian street food yang dikenal
sebagai “Lok-Lok” atau “Satay Celup” yang ramai diperbincangkan oleh
warga kota Medan. Hal inilah yang dilihat oleh Giovanni sebagai sebuah
peluang usaha untuk memulai usaha sejenis dengan konsep yang berbeda dan
lebih menarik khususnya di ibukota Indonesia, Jakarta. Hal ini didasarkan
pada survei atau observasi yang telah dilakukan terlebih dahulu dengan
mengunjungi kedai-kedai dan gerobak dijalanan dalam radius 1km dari
wilayah kampus Bina Nusantara untuk mempelajari tentang makanan,
suasana, pelayanan maupun dari segi konsep yang menjadi kompetitor bagi
kami nantinya. Dan dari hasil observasi tersebut, maka kami sepakat untuk
menciptakan Woodstick Cafe dengan konsep street food yang dipadukan
dengan sebuah cafe. Dimana konsumen dapat menikmati makanan berjenis
sate atau “Lok-Lok” dengan 3 metode pengolahan yakni digoreng, direbus
dan dipanggang serta beragam variasi jenis makanan yang disesuaikan
dengan keinginan konsumen, dan para konsumen dapat merasakan makanan
pada saat duduk santai di suatu tempat yang disediakan nyaman,bersih, dan
udara yang sejuk.
1
2
Di lihat dari pertumbuhan perekonomian di Indonesia khususnya ibukota
DKI Jakarta dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seiring dengan adanya
pertumbuhan ini, sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi salah satu
faktor dalam usaha pengembangan laju perekonomian di Indonesia yang
dapat memberikan dampak positif untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan
beberapa sektor lapangan usaha yang terdapat di DKI Jakarta.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
Sumber : (Jakarta.go.id, 2014)
Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada triwulan III/2014, sektor
perdagangan,
hotel
dan
restoran
menduduki
posisi
ketiga
dalam
perkembangan laju pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta pada periode
tertentu dimana sektor tersebut mencapai 5,62% dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta sebesar 6,03%. Dari hasil pertimbangan
dengan data tahun sebelumnya (y on y), sektor ini juga menunjukkan adanya
pertumbuhan sebesar 1,21% pada periode triwulan III/2013.
Menurut teori kebutuhan Abraham Maslow dalam Teori Hierariki
Kebutuhan, manusia memiliki 5 kebutuhan yang harus dipenuhi guna untuk
bertahan hidup :
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological)
Merupakan kebutuhan biologis, dalam bertahan hidup, manusia
memerlukan makanan, tidur, oksigen, suhu dan air. Apabila tidak
terpenuhi, maka kepuasan tidak akan terpenuhi.
2. Kebutuhan Keamanan (Safety)
3
Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, maka kebutuhan keamanan
haruslah terpenuhi selanjutnya. Manusia tentulah sadar keamanan
merupakan kebutuhan karena membutuhkan rasa aman dan perlindungan
dari situasi yang membuat cemas, gelisah, dan takut.
3. Kebutuhan Sosial / Cinta, Sayang dan Kepemilikan (Social)
Kebutuhan ini mengarah pada perasaan dan kehidupan sosial manusia
dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan keluarga,
teman yang saling mengasihi dengan adanya cinta kasih sayang.
4. Kebutuhan Harga Diri (Esteem)
Setelah 3 kebutuhan di atas terpenuhi, maka kebutuhan akan harga diri
akan terlihat dominan dimana pada kebutuhan ini mengarah pada manusia
berhak mendapat penghargaan atas apa yang sudah dilakukan, seperti
pujian, hadiah atau pun tanda jasa (reward) untuk meningkatkan
kepercayaan diri.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self actualization)
Kebutuhan manusia dimana dapat mengembangkan diri dan potensi
dalam kreatifitas, menyelesaikan masalah, dapat menerima kenyataan
yang terjadi dalam dirinya, dan menimalisasikan prasangka buruk
terhadap sesama.
(Teori Kepribadian (Theories of Personality), 2010:331)
Gambar 1.1 Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham Maslow
Sumber : (Teori Kepribadian (Theories of Personality), 2010)
Berdasarkan pada teori kebutuhan Abraham Maslow, manusia pada
hakekatnya memenuhi kebutuhan hidupnya secara bertahap mulai dari
kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan akan kasih sayang, harga diri
4
hingga aktualisasi diri untuk menjaga keberlangsungan hidup. Salah satu
kebutuhan paling utama manusia dimana kebutuhan ini tidak akan bisa lepas
adalah pangan ( makanan dan minuman ). Namun, pada saat ini, pangan
bukan semata-mata hanya menjadi kebutuhan pokok melainkan telah
mempengaruhi gaya hidup masyarakat dan juga berpengaruh pada industri
kuliner yang tidak hanya memperhatikan cita rasa tetapi juga menyediakan
tempat atau suatu ruang demi terpenuhinya kebutuhan lain seperti
bersosialisasi dan beraktualisasi diri. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya
jumlah restoran / tempat makan khususnya di DKI Jakarta.
Tabel 1.2 Perkembangan Restoran / Tempat Makan 2008 – 2011
(Indonesia)
Sumber : Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( Parekraf.go.id,
2014)
Gambar 1.2 Grafik Pertumbuhan Restoran (DKI Jakarta)
Sumber : Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( Parekraf.go.id,
2014)
5
Dari gambar 1.2, tercatat bahwa pertumbuhan restoran cukup signifikan
dimana pada setiap tahun dapat dilihat adanya peningkatan dari tahun 2008
hingga tahun 2011 baik pada restoran berskala kecil maupun besar. Data ini
cukup jelas membuktikan adanya pertumbuhan bisnis restoran yang berlokasi
di wilayah DKI Jakarta.
Grafik pertumbuhan restoran diatas juga didukung dengan jumlah penduduk
khususnya wilayah Jakarta Barat yang berdasarkan dari hasil sensus
penduduk tahun 2013 adalah sebanyak 2.396.585 jiwa. Dengan luas wilayah
yang mencapai 129,54 km2. Maka rata – rata kepadatan penduduk wilayah
Jakarta Barat mencapai 18.501 jiwa / km2 (Badan Pusat Statistik, 2014).
Dengan data ini, prinsip supply & demand sangat berkaitan dengan jumlah
penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan restoran yang ada di Jakarta.
Bersamaan dengan adanya data jumlah penduduk di wilayah Jakarta
khususnya di wilayah Jakarta Barat, penulis telah melakukan survey terjun
lapangan di lokasi daerah Jakarta Barat khususnya di kawasan Palmerah dan
Bina Nusantara University dengan tujuan untuk mengetahui segmentasi
pasar, dengan membagikan angket-angket pada responden secara acak.
Dalam menentukan jumlah responden yang ingin diambil datanya, penulis
menggunakan metode Slovin.
n = N / 1+N(e)2
n = 2.396.585 / 1 + 2.396.585 (10%)2
n = 2.396.585 / 23.966,85
n = 99.99
n = 100
Dimana : n = Jumlah responden yang diperlukan dalam membuat kuisioner
N = Jumlah penduduk Jakarta Barat
(Jumlah penduduk : 2.396.585 jiwa)
E = Presentasi tingkat kesalahan pengambilan sampel
(Menggunakan tingkat kesalahan sebesar 10%)
Maka, dari perhitungan dengan menggunakan metode Slovin, responden
yang dibutuhkan dalam pembuatan kuisioner adalah 100 responden.
6
Gambar 1.3 Intensitas Masyarakat Mengkonsumsi Street Food
Sumber : Penulis, 2015
Dari diagram di atas menunjukkan masyarakat di Jakarta Barat khususnya di
kawasan kampus Bina Nusantara demand untuk mengkonsumsi street food
sebanyak 3 – 4 kali seminggu lebih dominan. Data inilah yang menjadi
pemacu bagi penulis untuk memulai usaha street food dan memberikan
kualitas pelayanan terbaik yang nantinya dapat menarik konsumen untuk
sering datang kembali.
Gambar 1.4 Intensitas Masyarakat Mencoba Jenis Makanan Baru
Sumber : Penulis, 2015
Pada gambar 1.4, dapat melihat intensitas masyarakat dalam mencoba jenis
makanan yang baru khususnya pada Street Food. Dari 100 responden yang
mengisi kuisioner, persentase sering sekali mencoba jenis Street Food yang
baru mencapai 45%. Dengan adanya data tersebut, dapat memicu penulis
untuk menghadirkan sebuah jenis Street Food dengan bentuk yang baru.
7
Menurut Ir. Endar Sugiarto, MM dan Sri Sulartriningrum, SE, restoran adalah
suatu tempat yang identik dengan jajaran – jajaran meja yang tersusun rapi,
dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak dari dapur dan
pelayanan para pramusaji, berdentingnya bunyi – bunyian kecil karena
persentuhan gelas – gelas kaca, porselin, menyebabkan suasana hidup di
dalamnya. (Pengantar Akomodasi dan Restoran, 1996:77). Pada generasi Y
sekarang dimana zaman dan teknologi sudah mulai berkembang, masyarakat
tidak menganggap bisnis restoran dari yang kecil sampai yang besar hanya
sebagai tempat untuk bersantap saja melainkan restoran sebagai tempat untuk
berkumpul dan bersosialisasi dengan teman, keluarga dan rekan kerja / klien
yang dapat menarik minat masyarakat melalui suasana, pelayanan dan
kualitas makanan.
Berdasarkan fenomena ini, para pengusaha melihat adanya potensi dan
peluang yang cukup besar untuk memulai bisnis restoran di masa depan
apabila dikelola dengan operasional manajemen yang terorganisir dengan
seksama.
Menurut Ninemeier dan Hayes, restoran dapat diklasifikasikan menjadi 4
tipe, yaitu : (Restaurant Operation Management : Principles and Practices,
2006:12)
1. Upscale Restaurant
Restoran yang dipandang dengan kemewahan. Restoran ini memiliki tipe
dimana tamu mendapatkan kualitas pelayanan dan produk makanan dan
minuman yang sangat tinggi. Biasanya restoran ini menyediakan
minuman beralkohol dan wine.
2. Casual Service / Midscale Restaurant
Restoran yang menyajikan pilihan menu yang lebih banyak dengan range
harga menengah (sedang) dibandingkan dengan upscale restaurant. Tipe
restoran ini juga menawarkan minuman beralkohol.
3. Family Service Restaurant
Restoran yang sesuai dengan namanya “family” dimana lebih mengarah
kepada makan besar bersama keluarga. Tipe restoran ini menyajikan
menu makanan dari pagi, siang dan malam. Biasanya restoran ini tidak
menyajikan minuman beralkohol.
8
4. Quick Service Restaurant
Restoran yang identik dengan range harga di bawah rata - rata dimana
tipe ini menyediakan menu makanan yang terbatas dan lebih
mengandalkan kecepatan dalam servis.
Gambar 1.5 Tipe – Tipe Restaurant
Sumber : (Ninemeier & Hayes, 2006:12)
Street Food (makanan siap saji) memiliki sebuah istilah untuk makanan yang
telah disiapkan, dikemas dan mendapatkan pelayanan yang cepat dimana
makanan siap saji ini dapat tergolong ke dalam tipe Quick Service Restaurant
yang terdapat pada gambar 1.5. Makanan siap saji yang biasanya telah dijual
dalam bentuk gerobak (stall), restoran waralaba ataupun toko dianggap
memiliki kualitas produk yang rendah, tidak sehat dan biasanya sangat
praktis karena bisa langsung dibawa pulang (menggunakan sistem take away)
oleh pelanggan.
Perkembangan awal mula street food dimulai pada abad 19 di Amerika
Serikat dimana pada saat itu merupakan era dimana perindustrian sudah
mulai berkembang dan para pekerja hanya mempunyai jam istirahat yang
pendek dengan jam kerja yang panjang. Oleh sebab itu, para pekerja lebih
memilih mengkonsumsi makanan cepat saji karena kecepatan dalam
pelayanannya yang cepat dan makanan telah disajikan dan dikemas sehingga
dapat memanfaatkan waktu untuk beristirahat dengan sangat baik. Di
samping itu, menurut Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus,
Konvensi,
Insentif
dan
Event
Kementerian
Pariwisata
Indonesia,
Akhyaruddin, street food (makanan cepat saji) merupakan penyebab
meredupnya ketenaran dari restaurant fine dining di Indonesia dimana street
food yang bisa disebut sebagai makanan rakyat biasa sangat diminati oleh
9
semua orang dari kaum sederhana sampai dengan kaum elite. Sayangnya, di
Indonesia sendiri belum bisa menyajikan street food seperti dengan negara
Amerika, Korea Selatan, Singapore dan Thailand. (National Geographic
Indonesia, 2015)
Salah satu street food terbaik yang ada di Indonesia adalah sate dimana
kepopuleran sate yang dimulai dari hanya gerobak kecil sampai ke hotel –
hotel berbintang lima dan bertaraf internasional. Kata “sate” atau “satai” yang
awal mulanya berasal dari Jawa, Indonesia mulai dikenal pada abad ke 19
pada saat banyak pedagang dari Arab dan pendatang muslim Tamil dan
Gunjarat dari India ke Indonesia. Hal ini yang menyebabkan kambing sebagai
daging kesukaan penduduk Arab dan India menjadi bahan utama dalam
membuat sate pada abad tersebut, Di samping itu, untuk warga Muslim di
Indonesia sendiri, pada hari raya Idul Fitri, masyarakat memotong Qurban
dan merayakan hari istimewa tersebut dengan memanggang daging kambing
atau sapi bersama – sama. Pada akhir abad ke 19, sate ini mulai menyebar ke
beberapa negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan sampai
ke Afrika Selatan dan Belanda yang membedakan hanya dari bumbu –
bumbu yang diciptakan sendiri dengan berbagai rasa. Bersamaan dengan ini,
adanya variasi lain sate yang berasal dari negara Singapura, Penang dan
Malaysia yang biasa disebut dengan “Lok Lok”.
Lok Lok merupakan variasi sate yang berasal dari Penang dan memiliki
istilah lain yaitu sate celup dari Malaka yang dijual di area pinggir jalan dan
restoran ini adalah perpaduan cita rasa antara hotpot Tionghoa dengan sate
Melayu. Bahan – bahan yang digunakan seperti daging mentah, bacon, telur
puyuh, fish ball, dan sayuran disiapkan dalam bentuk sate kemudian dicelup
ke dalam air kaldu panas yang telah disiapkan. Setelah matang, sate tersebut
disajikan dengan meggunakan saus kacang dan itu disebut sebagai sate Lok
Lok. Apabila dimasak dengan menggunakan saus kacang mendidih maka itu
disebut sebagai sate celup. Street food yang telah menjamur di beberapa
negara ini sudah mulai memasuki Indonesia yaitu pulau Sumatera, lebih
tepatnya di kota Medan, Sumatera Utara. Perkembangan Lok Lok di Medan
khususnya di kawasan komplek ruko Komplek Asia Mega Mas, sangat
10
terlihat jelas dengan adanya 2 gerai yang dibuka di dalam kawasan yang
sama dan terletak pada posisi yang searah. Dan pada jalan yang lain, banyak
juga membuka jenis makanan yang sama sehingga terlihat bahwa peminat
dan peluang usaha juga semakin besar.
Gambar 1.6 Jenis Tempat Banyak Diminati
Sumber : Penulis, 2015
Pada diagram tersebut, Stall/ Etalase dan Café merupakan tempat yang paling
banyak diminati oleh responden untuk mengkonsumsi Street Food. Hal ini
yang kemudian memacu penulis untuk memikirkan sesuatu sesuai dengan
keinginan responden.
Gambar 1.7 Faktor Mempengaruhi Keputusan Konsumen Street Food
Sumber : Penulis, 2015
11
Melihat dari data dan survey yang telah dilakukan oleh penulis, kami melihat
adanya sebuah potensi bisnis untuk menghadirkan sebuah street food yang
menonjolkan Lok Lok sebagai produk utama yang dapat mengingatkan
masyarakat akan sate sebagai salah satu kuliner khas Indonesia dalam bentuk
yang berbeda dan atas kecintaan penulis terhadap café sehingga
menginspirasi penulis untuk memadukan keduanya menjadi street food café
dalam perencanaan bisnis ini.
1.2
Company Profile
Gambar 1.8 Logo Woodstic Café
Sumber : Penulis, 2015
Pada gambar 1.8, dapat dilihat brand image untuk mempresentasikan street
food café dimana penulis melakukan banyak pertimbangan dalam pembuatan
logo tersebut. Berikut adalah penjabaran mengenai esensi dan arti dalam
pembuatan logo Woodstick Café :
1.
Konsep Logo (Woodstick Café)
Merupakan sebuah café yang konsep penyajian makanan yang unik
dengan menggunakan tusuk sate dengan 3 jenis metode pengolahan,
yakni, goreng, panggang dan rebus.
2. Tagline (Eat – Talk – Cheers)
Dipilih dengan melihat kebiasaan masyarakat terutama mahasiswa/i
kampus Bina Nusantara, yaitu konsumen tidak hanya menikmati makanan
tetapi untuk memanfaatkan waktu luang untuk berkumpul, berbincang
dan bersenda gurau dengan sesama setelah menikmati hidangan. Tagline
Eat yang mencerminkan “Good food” yang menyediakan makanan enak
dikonsumsi, Talk yang mencerminkan “Good Place” yang menyediakan
suasana tempat yang nyaman membuat suatu obrolan menjadi lebih
12
hangat dan nyaman, Cheers memberikan kesan “Good Time” yang
menyediakan berbagai macam permainan untuk mengurangi rasa jenuh
dan bosan. “Dari sinilah, penulis memutuskan untuk memberikan
unexpected service yang terbaik selain dari segi menu makanan, konsep
penyajian bahkan konsep interior yang mendukung memberikan
kenyamanan kepada konsumen untuk berlama – lama dan tidak bosan
untuk kembali ke Woodstick Café.
3. 3 Karakter Ornamen Woodstick Café : Brokoli, Cumi – Cumi dan Daging
Melambangkan ingridients yang disediakan kepada tamu, brokoli
mewakilkan sayuran, Cumi – cumi mewakilkan makanan laut (seafood)
dan daging mewakilkan daging – dagingan seperti ayam dan sapi.
Pemilihan 3 karakter ornamen Woodstick Cafe ini terinspirasi oleh
makanan kesukaan penulis, salah satunya brokoli adalah kesukaan Andy
Effendi, cumi-cumi adalah kesukaan Giovanni Fortunatan, sedangkan
daging adalah kesukaan Vitro Handoyo.
4. Background
Memberikan suasana café yang playful dan ceria. Menggunakan susunan
background ornamen : brokoli, cumi – cumi dan daging yang tidak kaku
yang disesuaikan dengan suasana café yang ingin disampaikan kepada
konsumen.
5. Warna Logo
Sesuai dengan psikologi dan sifat warna, dominan pada warna coklat
yang merupakan warna netral memberikan kesan hangat, aman, yakin dan
nyaman. Memberikan aksen anggun dan elegan.
Warna coklat mendorong seseorang untuk berkomitmen, sesuai dengan
yang penulis ingin berikan kepada konsumen, berkomitmen untuk
memberikan yang terbaik, sesuatu yang baru dan nyaman.
Warna coklat juga member kesan positif yang sangat sesuai dengan
konsep yang diberikan kepada konsumen, yaitu : konservatif, ramah,
stabilitas dan elegan.
13
1.2.1
Visi
Memperkenalkan Woodstick Café sebagai salah satu street food bernuansa
café yang mengutamakan kualitas produk, nilai dan unexpected service
experience kepada konsumen sehingga dapat dikenal secara global.
1.2.2
Misi
Adapun misi yang dapat dijabarkan oleh penulis, yaitu :
1. Mengutamakan kualitas terbaik dalam penyajian makanan
2. Memberikan unexpected service kepada pengunjung
3. Menciptakan dan mengembangkan produk – produk secara inovatif
4.
Mengembangkan keterampilan dan pengetahuan karyawan
guna
menciptakan performa operasional yang maksimal
1.2.3
Keunggulan Woodstick Café
Woodstick Café memiliki beberapa kekuatan/ keunggulan yang berbeda
dari café yang sudah beredar di sekitar dan dapat dilihat secara internal.
Dengan adanya keunggulan tersebut, penulis yakin bahwa Woodstick Café
bisa menarik perhatian dari masyarakat. Adapun keunggulan / kelebihan yang
dimiliki oleh Woodstick Café :
1. Masih jarang sekali street food café di kawasan kampus Bina Nusantara
2. Banyaknya produk makanan dengan variasi yang berbeda-beda dan
dengan tiga metode penyajian yang disediakan seperti merebus,
menggoreng, dan memanggang
3. Memberikan unexpected service kepada tamu dengan cara setelah tamu
masuk akan diperlakukan dengan cara memberikan salam hangat,
senyum, dan di arahkan ke food display ataupun langsung memilih
tempat duduk yang tersedia.
4. Menyediakan self service kepada tamu dalam pemilihan produk makanan
yang akan disantap
5. Selain bersantap makanan dan minuman, tamu juga bisa memilih
berbagai permainan sebagai hiburan ketika sedang berkumpul dengan
teman, rekan kerja dan keluarga
6. Mendukung Green concept
14
1.2.4
Kelemahan Woodstick Café
Di samping keunggulan, penulis menyadari bahwa Woodstick Café juga
memiliki beberapa kelemahan yang harus dihadapi. Berikut adalah
kelemahan Woodstick Café :
1. Brand belum dikenal masyarakat
2. Harga yang tidak terlalu murah seperti street food yang lain pada
umumnya
3. Modal yang digunakan secara pribadi sangat beresiko karena tidak
menggunakan pihak investor.
Dengan kelemahan yang harus dihadapi, hal itu juga merupakan sebuah
tantangan bagi Woodstick Café dalam memulai bisnis tersebut. Oleh sebab
itu, penulis sudah mempersiapkan langkah – langkah untuk mengantisipasi :
1. Memberikan unexpected service experience kepada tamu
2. Menyediakan hiburan bagi tamu dalam bentuk permainan yang bisa
dimainkan bersama – sama
3. Memberikan promo yang dapat menarik perhatian konsumen baik yang
dari kawasan Woodstick Café sendiri dan dari luar kawasan kampus Bina
Nusantara.
1.3
Time Planning
Jadwal persiapan dan perencanaan bisnis :
Tabel 1.3 Time Planning Perancangan Bisnis
Sumber : Penulis, 2015
15
Tabel 1.4 Time Planning Penulisan Tugas Akhir
Sumber : Penulis, 2015
16
Download