BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan pengendapan merupakan lokasi/tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu. (Gould, 1972). Lingkungan pengendapan secara umum dibagi menjadi 3 macam yaitu lingkungan pengendapan darat (continental), transisi dan laut (ocean). (Boggs, 2006). Muara sungai merupakan wilayah badan air yang menjadi pertemuan antara satu atau lebih sungai dengan laut bebas pada wilayah pesisir dan laut. Wilayah muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya merupakan tempat mengendapnya material sedimen pada kondisi fisik, kimia dan biologi yang terjadi di wilayah tersebut. Proses pengendapan atau sedimentasi tersebut akan menghasilkan jenis endapan tertentu yang terbentuk secara vertikal maupun lateral. Jenis endapan yang terbentuk di lingkungan pengendapan di daerah muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya merupakan hasil dari proses geomorfologi fluvial, angin dan marin. Endapan yang terbentuk secara vertikal membentuk pelapisan material sedimen dan secara lateral membentuk bentuklahan di permukaan. Jenis endapan tersebut akan memiliki karakteristik sedimen akibat proses geomorfologi yang bekerja. Proses geomorfologi yang berbeda akan mempengaruhi karakteristik fisik sedimen, salah satunya adalah ukuran butir sedimen. Karakteristik material sedimen yang terbentuk akan dipengaruhi oleh intensitas proses pengendapan serta durasi atau lama pengendapan terjadi (Pettijhon, 1957). Menurut Boggs (2006) suatu tatanan dari sistem geomorfik dengan proses fisik, kimia dan biologi yang berlangsung, akan menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Karakteristik dari endapan sedimen tersebut secara fisik akan dipengaruhi oleh mekanisme dan intensitas pengendapan serta kondisi lingkungan pengendapan. Identifikasi lingkungan pengendapan dapat dilakukan dengan pengamatan fisik sedimen di lapangan. Pengamatan fisik sedimen dilakukan melalui 1 pengamatan struktur dan tekstur sedimen. Pengamatan struktur sedimen dapat dilakukan melalui interpretasi informasi geologi dari data bor atau peta geologi yang dicocokkan dengan keadaan lapangan. Pengamatan tekstur sedimen dapat menggunakan analisis ukuran butir sedimen (grain size analysis) (Reineck dan Singh, 1975). Penggunaan analisis ukuran butir sedimen merupakan salah satu alat penting yang dapat digunakan untuk klasifikasi lingkungan pengendapan (Blott dan Pye, 2001). Penelitian ini dilakukan pada lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. Daerah penelitian secara administrasi berada di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Daerah penelitian dipilih karena dianggap memiliki keragaman klasifikasi lingkungan pengendapan. Aktivitas Sungai Bogowonto yang berupa proses transport material sedimen dari hulu secara intensif diendapkan di daerah hilir membentuk bentuklahan tertentu. Proses tersebut juga mempengaruhi kondisi litologi wilayah. Litologi pada daerah penelitian tersusun dari endapan alluvial dan endapan fluviomarine di daerah yang terpengaruh proses marin. Keragaman klasifikasi lingkungan pengendapan dan litologi daerah penelitian, dapat disimpulkan dipengaruhi oleh kompleknya proses geomorfologi yang bekerja yaitu proses - proses fluvial, angin dan marin. Keragaman proses geomorfologi yang berasal dari darat dan laut menghasilkan ciri lingkungan pengendapan yang beragam. Pendekatan geografi yaitu ekologis digunakan untuk menggambarkan kondisi lingkungan pengendapan secara lateral yang berada di permukaan tanah. Pendekatan geografi lainnya yaitu keruangan (spatial analysis) digunakan untuk memberikan informasi spasial mengenai distribusi ukuran butir sedimen antar ruang. Distribusi ukuran butir secara keruangan dapat dijabarkan secara vertikal melalui profil perlapisan sedimen, sedangkan secara lateral meliputi distribusi ukuran butir di permukaan yang membentuk jenis endapan tertentu atau bentuklahan. Selain itu, identifikasi informasi geologi juga dilakukan untuk mendeskripsikan kondisi secara umum lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. 2 1.2. Perumusan Masalah Lingkungan pengendapan di muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya memiliki keragaman lingkungan pengendapan berdasarkan proses geomorfologi yang bekerja yaitu fluvial, angin dan marin. Proses pengendapan dalam pembentukan lingkungan pengendapan terjadi secara vertikal maupun lateral. Lingkungan pengendapan yang terbentuk secara vertikal dapat dijelaskan melalui analisis profil pelapisan sedimen. Penjelasan lingkungan pengendapan secara lateral dijelaskan melalui analisis karakteristik jenis endapan yang terbentuk di permukaan. Material sedimen yang terendapkan secara lateral di permukaan membentuk jenis endapan tertentu yang dicirikan sebagai bentuklahan. Proses pengendapan secara vertikal juga akan membentuk pelapisan sedimen tertentu. Hasil proses pengendapan di lingkungan pengendapan daerah penelitian baik secara lateral dan vertikal akan memiliki karakteristik fisik sedimen yang bervariasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh intensitas dan mekanisme sedimentasi oleh proses fluvial, angin, dan marin. Secara umum lingkungan pengendapan yang bersifat akuatic environment akan membentuk pola pelapisan homogen yang sejajar. Hal ini disebabkan arah pembawa sedimen sejajar dan tetap hanya melalui satu arah.Tetapi timbul permasalahan pengendapan di daerah muara sungai dan hulunya. Arah pembawa sedimen bervariasi berasal dari sungai dan laut. Proses pengendapan dari laut akan menimbulkan pengaruh pembentukan pola pengendapan yang berasal dari sungai. Kedua proses yang berbeda tersebut akan mengubah pola struktur endapan menjadi tidak teratur. Pola yang tidak terartur dapat dicontohkan dengan adanya struktur silang pada pelapisan sedimen. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti mencoba mengangkat permasalahan keragaman proses pengendapan yaitu dari darat dan laut. Penelitian ini akan merekonstruksi profil pelapisan sedimen untuk mengetahui bagaimana pola struktur pengendapan secara lateral maupun vertikal. Hasil rekontruksi kemudian digunakan sebagai analisis karakteristik lingkungan pengendapan di 3 daerah penelitian. Hasil perumusan masalah tersebut dapat dimunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana distribusi ukuran butir sedimen pada daerah penelitian dalam penentuan lingkungan pengendapan secara vertikal? 2. Bagaimana pembentukan lingkungan pengendapan secara lateral yang membentuk jenis endapan tertentu atau bentuklahan? 3. Bagaimana karakteristik lingkungan pengendapan di muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya ? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan meliputi : 1. Mempelajari distribusi ukuran butir di daerah penelitian untuk menentukan klas lingkungan pengendapan secara vertikal. 2. Mengindetifikasi kondisi lingkungan pengendapan secara lateral melalui analisis jenis endapan atau bentuklahan yang terbentuk di permukaan. 3. Menganalisis karakteristik lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti berguna dalam memenuhi kelengakapan dan kelancaran skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana. 2. Bagi ilmu pengetahuan bermamfaat dalam memberikan sumbangan dan khasanah tambahan ilmu pengetahuan khususnya ilmu yang mempelajari kajian lingkungan pengendapan dan geomorfologi fluvial. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia dan biologi yang menjadi tempat material sedimen terakumulasi (Krumbein dan Sloss, 1963). Lingkungan pengendapan juga merupakan tempat akumulasi endapan material sedimen dengan kondisi fisik, kimia, 4 dan biologi yang dapat mencirikan mekanisme pengendapan yang terjadi. (Gould, 1972). Lingkungan pengendapan dapat didefiniskan secara fisik, biologi, dan kimia. Menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan atau sistem geomorfik dengan proses fisik, kimia dan biologi berlangsung akan menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Muara sungai (estuari) merupakan wilayah badan air yang menjadi pertemuan antara satu atau lebih sungai pada wilayah pesisir dan laut. Menurut Pickard (1967) estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Muara sungai atau estuari juga merupakan bagian dari sungai yang masih terpengaruh oleh pasang surut (Usman, 2008). Daerah sekitar muara yang merupakan daerah yang lebih memilki karakteristik proses fluvial. Proses fluvial dari Sungai Bogowonto menghasilkan beberapa bentuklahan seperti dataran aluvial di darat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan di muara Sungai Bogowonto merupakan tempat mengendapnya material sedimen pada kondisi fisik, kimia dan biologi yang terjadi di daerah muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. Proses pengendapan/sedimentasi tersebut akan menghasilkan bentuklahan tertentu yang memiliki karakteristik sedimen akibat proses geomorfologi yang bekerja Lingkungan pengendapan terjadi pada unit geomorfologi tertentu. Setiap unit geomorfologi memiliki proses fisik, kimia, dan biologi dengan karakteristik proses dan intensitas yang berbeda. Hal tersebut membuat keragaman karakteristik dari material pengendapan yang terbentuk. Karakteristik material sedimen yang terbentuk dominan akan dipengaruhi oleh intensitas dan mekanisme proses pengendapan meliputi durasi atau lama pengendapan (Pettijhon, 1957). Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pengendapan pada lingkungan pengendapan tersebut akan menghasilkan jenis endapan tertentu yang dicirikan sebagai bentuklahan. 5 Pemilihan lokasi kajian di lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto bertujuan untuk memberikan variasi jenis lingkungan pengendapan. Menurut Boggs (2006), lingkungan pengendapan secara umum terbagi atas 3 klasifikasi yaitu lingkungan pengendapan darat (continental), transisi dan laut (ocean). Lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya dianggap memiliki ketiga klasifikasi lingkungan pengendapan. Lingkungan darat dapat ditemukan proses fluvial untuk membentuk dataran alluvial. lingkungan pengendapan transisi merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta,laguna, dan litorial. Lingkungan pengendapan laut juga merupakan tipe endapan-endapan neritik, batial, dan abisal yang berada di dasar laut. 1.5.2. Parameter Fisik Sedimen Untuk Identifikasi Karakteristik Lingkungan Pengendapan Parameter fisik sedimen merupakan aspek penting dalam kegiatan rekonstruksi lingkungan yang terbentuk baik di masa kini maupun masa lalu. Struktur sedimen dasar dan tekstur sedimen merupakan fitur utama dalam memberikan informasi tentang media dan jenis transport material yang bekerja (es, angin, atau air) serta kondisi energi dalam masa pengendapan. Reineck dan Sigh (1975) menyimpulkan bahwa studi parameter fisik sedimen dapat dibagi dalam 2 grup yaitu : a. Studi Struktur Sedimen Studi ini termasuk semua struktur sedimen yang ditemukan di pelapisan batuan (bedding features) serta material permukaan (surface features) yang dihasilkan waktu proses pengendapan berjalan. Struktur sedimen merupakan data dinamis lingkungan pengendapan dimana struktur sedimen terbentuk oleh proses fisik sebelum, selama dan sesudah pengendapan interpretasi terjadi. Struktur lingkungan sedimen pengendapan. dapat Struktur digunakan untuk sedimen dapat memberikan informasi media transport sedimen dan kondisi energi yang membentuk sedimen. (Reineck dan Sigh, 1975). Jenis struktur sedimen 6 yang dapat dijumpai di lapangan menurut Tucker (1991), terdapat 4 klasifikasi yaitu yaitu struktur erosi, pengendapan, pasca pengendapan dan biogenik dengan beberapa bentuk struktur di dalamnya. b. Studi Tekstur Sedimen. Studi ini termasuk studi granulometri pada material sedimen. Studi granulometri yang digunakan meliputi ukuran butir, parameter ukuran butir, bentuk dan kebundaran serta tekstur permukaan. Namun pada penelitian ini tekstur sedimen dianalisis melalui analisis ukuran butir. Ukuran butir sedimen merupakan bagian aspek fisik dari material sedimen. Ukuran butir dari material sedimen dapat digunakan untuk pengukuran sedimen saat energi medium pengendapan dan energi pengendapan pada sebuah cekungan. Material sedimen kasar umumnya ditemukan di lingkungan dengan energi pengendapan yang lebih tinggi, sedangkan untuk sedimen halus pada energi pengendapan yang lebih kecil. Penurunan arah transport material juga akan mempengaruhi ukuran besar butir material sedimen. Contohnya pada proses fluvial dimana ukuran besar butir akan lebih kasar di daerah hulu dan semakin halus mendekati daerah hilir. (Reineck dan Singh, 1975). 1.5.3. Analisis Ukuran Butir Analisis ukuran butir sedimen merupakan salah satu alat penting yang dapat digunakan untuk klasifikasi lingkungan pengendapan (Blott dan Pye, 2001).Ukuran butir adalah komponen yang paling mendasar mengenai kondisi partikel sedimen. Ukuran butir sedimen akan mempengaruhi kondisi fisik sedimen, proses transportasi dan endapan material yang akan bekerja. Analisis ukuran butir akan memberikan petunjuk penting asalnya sedimen, sejarah transportasi dan kondisi pengendapan. (Ward, 1957; Friedman, 1979; dan Bui et al., 1990). Meskipun pendekatan empiris dapat digunakan untuk membedakan mekanisme deposisi dalam lingkungan pengendapan, namun 7 masih memerlukan analisis ukuran butir dalam menjelaskan perbedaan secara detail lingkungan tertentu (Friedman dan Sanders 1978). Hasil pengukuran sedimen pada lingkungan pengendapan daerah muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya akan menghasilkan data ukuran butir. Data ukuran butir tersebut dapat digunakan untuk membedakan tipe sedimen. Tipe sedimen tersebut dapat berasal dari pantai, gumuk pasir yang terangkut angin, dan sedimen dari aktivitas fluvial yaitu sungai. (Mason dan Folk, 1958; Friedman, 1978; Visher, 1969; Stapor dan Tanner, 1975). Analisis tekstur sedimen atau sering disebut granulometri adalah pusat dari setiap penelitian sedimentologis. Analisis granulometri pada ukuran butir sedimen dapat digunakan sebagai indeks untuk menguraikan atau mendeskripsikan kondisi lingkungan pengendapan. Analisis granulometri menampilkan fluktuasi yang signifikan pada grafik yang dibangun dari data mean, sortasi, skewness, dan kurtosis. Fluktuasi terjadi karena sedimen terbentuk di lingkungan pengendapan muara sungai dekat pantai juga terpengaruh dari variasi energi gelombang dan tingkat turbulensi pergerakan sedimen. (Saravanan dan Chandrasekar, 2010). Analisis ukuran butir merupakan analisis statistik yang dapat digunakan dalam membedakan lingkungan pengendapan. Duane (1964) mengatakan untuk membedakan antara lingkungan pengendapan dapat menggunakan berbagai ukuran statistik. Metode statistik telah banyak diterapkan dalam mendiagnosis perbedaan yang mungkin ada dalam lingkungan tertentu pada unit fisiografi yaitu dune (gumuk) , tanggul, dan daerah kepesisiran yang memeiliki ciri sedimen saat air pasang, pertengahan pasang, dan air surut (Mohan dan Rajamanickam 2000). Penerapan metode analisis geostatistik menggunakan parameter ukuran butir juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap karakteristik sedimen. Metode analisis tren sedimen tersebut merupakan cara yang efektif untuk memahami gerakan dan gradasi sedimen permukaan. (Ren dkk., 2012). Analisis besar butir mempertimbangkan besaran butir material sedimen yang diambil pada tiap perlapisan tanah dari endapan tanah atau bentuklahan. 8 Hasil analisis besar butir material sedimen akan menghasilkan klasifikasi lingkungan pengendapan yang disebabkan oleh proses fluvial, aeolin maupun marine. Proses tersebut akan membagi karakteristik lingkungan pengendapan fluvial, aeolin dan marine (Fuchtbauer dan Muller, 1970). Distribusi ukuran besar butir dilakukan analisis melalui plot pada kurva kumulatif. (Visher, 1969). Kurva kumulutif dibagi pada kuartil Q1 (25%), Q2 (50%), dan Q3(75%) (Gambar 1.1). Gambar 1.1. Diagram Distribusi Tipe Sedimen pada Kurva Komulatif (Visher, 1969) Perhitungan parameter besar butir sedimen salah satunya dilakukan dengan menggunakan rumus : Mean (Md) : Q2 ............................... (1) Sortasi ................................. (2) Skewness : �𝑄𝑄3/𝑄𝑄1 Kurtosis : : 𝑄𝑄1.𝑄𝑄3 𝑄𝑄2 𝑄𝑄3−𝑄𝑄1 2(𝑃𝑃90 −𝑃𝑃10) ................................ (3) ............................... (4) Dimana, P90 percentil 90, Q1 = kuartil 25% , Q3 = kuartil 75% P10 percentil 10, Q2 = kuartil 50% 9 Analisis besar butir menggunakan parameter nilai sortasi, skewness dan median untuk menggambarkan distribusi besar butir material sedimen. Distribusi ukuran partikel secara umum diketahui melalui perhitungan 4 parameter yaitu nilai rata-rata (mean), sortasi, skewness dan kurtosis. Analisis ukuran butir melalui parameter ukuran sedimen dapat digunakan untuk klasifikasi lingkungan pengendapan. Fuchtbauer dan Muller (1970) dalam Reineck dan Singh (1975) mengungkapkan terdapat 3 klas lingkungan pengendapan yaitu lingkungan pengendapan fluvial, eolin dan marine yang ditentukan dengan menganalisis karakteristik parameter ukuran butir. A. Lingkungan Pengendapan Fluvial • Dasar sungai (river bed) dan gosong sungai (point bar) dengan nilai sortasi >1,2 ; pada sungai yang tidak teratur alurnya nilai skewness sebagian besar >1,3 jarang <1 . • Dataran banjir (flood plain) dengan sortasi > 2 ; skewness selalu < 1 (ukuran butir baik dan halus pada distribusinya) B. Lingkungan Pengendapan Eolin • Gumuk Pasir (Sand dune) dengan kondisi sortasi buruk, skewness < 1 dengan butir material agak kasar. Variasinya kecil pada sekuen vertikal pelapisan sedimen yang terbentuk. Diameter median antara 0,15 dan 0,35 mm. • Sedimen lepas (Loess sediment) dengan kondisi sortasi yang buruk, skewness <1 (fraksi berbutir halus banyak), median dengan diameter <0,1. C. Lingkungan Pengendapan Marine • Gisik (Beach) dengan kondisi sortasi sedimen pantai paling baik (1,1 – 1,23), skewness > 1 , dan pada kertas log kurva komulative menunjukkan sedimen masuk pada tipe saltation population. • Laut Dangkal (shallow marine) atau rataan pasang surut (tidal flats) dengan sortasi buruk, skwness <1 , di garis pantai hampir tidak ditemukan fraksi pasir kasar. 10 • Laut dalam (deep sea) terdapat pada dasar laut ditemukan material debu, pada daerah abisal lempung berdebu, material terombak akibat adanya turbulen dari arus. 1.5.4. Rekontruksi Profil Penampang Pelapisan Sedimen pada Lingkungan Pengendapan Profil penampang pelapisan sedimen merupakan salah satu hasil lingkungan pengendapan yang terbentuk secara vertikal. Profil penampang vertikal pada sebuah suksesi sedimen dapat menunjukkan variasi tekstur, struktur pelapisan, dan ketebalan sedimen yang terbentuk di daerah penelitian. Pengamatan di lapangan dapat dilakukan melalui pengamatan pelapisan yang tersingkap dan deskripsi litologi. Lokasi tempat dilakukan pengamatan geologi dapat di plot melalui GPS untuk mengetahui posisi secara tepat. (Ojo, 2012). Proses geomorfologi dan geologi selama masa Kuarter dapat diketahui melalui data catatan dan pengukuran karakteristik sedimen di lapangan. Data karakteristik sedimen yang dihasilkan pada lingkungan Kuarter dapat menujukkan kondisi lingkungan pengendapan dan rekaman stratigrafi terbarukan (Reineck dan Singh, 1973). Investigasi litologi merupakan salah satu cara dalam menemukenali lingkungan pengendapan baik secara vertikal maupun lateral. Bukti litologi dalam kegiatan observasi lapangan ditemukan dengan membuka pelapisan tanah atau singkapan untuk mengetahui variasi stratigrafi. Penggambaran pelapisan tanah yang terbuka atau pada singkapan batuan dapat digunakan untuk penggambaran variasi pelapisan stratigrafi pada daerah penelitian. Penggunaan data fotografi juga dapat mendukung dalam rekonstruksi pelapisan sedimen (Lowe dan Walker, 1984). Pengambilan sampel sedimen di lapangan berdasarkan variasi litologi tertentu, kemudian dilakukan analisis laboratorium. Analisis laboratorium merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan rekonstruksi lingkungan pengendapan. Hasil analisis di laboratorium dapat menghasilkan data fisik serta kimia sedimen. Komposisi fisik dan kimia pada sedimen dapat 11 menunjukkan sifat dan kondisi pembentukan lingkungan pengendapan serta perubahan karakteristik sedimen (Lowe dan Walker, 1984). Ukuran partikel atau ukuran butir merupakan salah satu alat penting dalam melakukan deskripsi dan klasifikasi jenis sedimen , serta mengetahui tipe transport dan pengendapan dari sedimen terbentuk (Folk dan Ward, 1957). Data ukuran butir dapat digunakan sebagai alat menentukan jenis dari klasifikasi lingkungan pengendapan (Blott dan Pye, 2001). Distribusi ukuran butir pada suatu profil vertikal dapat menunjukkan pelapisan sedimen hasil lingkungan pengendapan tertentu. Tiap jenis lingkungan pengendapan yang sama dihubungkan sehingga membentuk profil vertikal lingkungan pengendapan. Catatan detail pada pelapisan terbuka atau singkapan dapat dijadikan tambahan informasi penting dalam melalukan rekonstruksi profil vertikal lingkungan pengendapan (Lowe dan Walker, 1984). 1.5.5. Data Geologi Untuk Analisis Kodisi Lingkungan Pengendapan Secara Umum Pemanfaatan data geologi pada penelitian ini dapat digunakan dalam analisis karakteristik lingkungan pengendapan secara lateral maupun vertikal. Analisis secara lateral pada lingkungan pengendapan dilakukan interpretasi data litologi penyusun daerah penelitian. Analisis struktur sedimen pada lingkungan pengendapan dapat dilakukan melalui interpretasi informasi geologi dengan membandingkan dengan struktur sedimen yang terbentuk di lapangan. Informasi geologi tersebut meliputi data bor dan peta geologi akan memberikan informasi sebagai bahan analisis kondisi lingkungan pengendapan daerah penelitian. Stratigrafi merupakan salah satu bagian dari analisis lingkungan pengendapan. Sratigrafi pada daerah penelitian dapat dipengaruhi oleh kondisi pengendapan melalui mekanisme dan intensitas pengendapan. Stratigrafi menunjukkan perlapisan batuan (sedimen) termasuk bagaimana hubungan lateral dan vertikal, antar satuan batuan berdasarkan litologi (sifat fisik), ciri paleontologi, ciri geofisika, hubungan umur batuan dan posisi geografi dan 12 penyebarannya. Informasi mengenai stratigrafi, pelapisan sedimen dan data ichnological dikumpulkan melalui rincian singkapan pada data logging atau data bor. Pengamatan stratigrafi terdiri penilaian ketebalan tiap satuan batuan, batas-batas pelapisan batuan dan distribusi sedimen. Pengamatan tersebut merupakan kunci dalam penggambaran permukaan stratigrafi. Data yang dikumpulkan dari informasi data bor meliputi data sedimentological identifikasi litologi, tekstur, sedimen dan struktur biogenik serta dokumentasi dari kandungan fosil (Zaki dkk., 2010). Pemanfaatan data geologi juga dapat dilakukan melalui identifikasi litostratigrafi. Pengamatan pada lithostratigrafi diukur akan memiliki sifat fisik sedimen yang khas mereka seperti tekstur, struktur sedimen fisik dan biogenik, dan variasi fasies sedimen. Data fisik sedimen dapat digunakan untuk menafsirkan lingkungan pengendapan dan bahkan mengembangkan model paleogeografi. Beberapa sampel yang dipilih pada fasies sedimen menjadi sasaran analisis ukuran butir. (Ojo, 2009). 1.5.6. Keaslian Penelitian Hasil penelitian sebelumnya mengenai analisis ukuran butir dan lingkungan pengendapan merupakan refrensi yang dapat dianut dalam menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini. Pemilihan refrensi hasil penelitian sebelumnya mengacu pada dua kajian utama yaitu analisis ukuran butir dan lingkungan pengendapan. Penelitian yang memiliki muatan dua kajian tersebut terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Srivasta dan Mankar (2009). Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengidentifikasi lingkungan pengendapan melalui analisis ukuran butir atau granulomteri. Metode analisis ukuran butir juga dilakukan oleh Suroso (2007) untuk analisis paleoenviroment. Metode yang digunakan adalah observasi lapangan dengan mengambil sampel sedimen pada pelapisan sedimen sedalam 5. Hasil penelitian yang dicapai dengan data ukuran butir adalah hubungan parameter ukuran butir seperti mean, sortasi, skewness dan kurtosis melalui grafik untuk identifikasi lingkungan pengendapan. 13 Refrensi dari penelitian sebelumnya juga terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh mengidentifikasi Zaki data dkk.(2010). sedimentologi Penelitian untuk ini bertujuan interpretasi untuk stratigrafi.dan karakteristik lingkungan pengendapan. Metode yang digunakan adalah observasi lapangan dengan membandingkan outcrop logging serta data bor dengan kondisi stratigrafi dan geologi di lapangan. Hasil penelitian adalah asosiasi formasi geologi terhadap facies lingkungan pengendapan, model statigrafi, paleoenvironment pada Formasi Fayum Deppression. Penjabaran beberapa hasil penelitian sebelumnya dapat dijabarkan pada Tabel 1.1. Metode yang dapat dianut dalam penelitian ini didapati pada uraian beberapa hasil penelitian meliputi penelitian dari Hari Suraoso (2007), Srivasta dan Rupesh (2009), Ojo dan Akande (2009), Zaki dkk. (2010), serta Saravanan dan Chandrasekar (2010). Berdasarkan uraian metode penelitian yang digunakan pada hasil penelitian sebelumnya dapat menjadi refrensi dalam menentukan metode yang akan digunakan oleh peneliti. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan. Observasi lapangan terdiri dari pengambilan sampel sedimen pada pelapisan sedimen secara vertikal pada kedalaman tertentu untuk bahan analisis ukuran butir. Observasi lapangan juga meliputi kegiatan pengamatan fisik di lapangan mengenai keadaan geomorfologi dan geologi di lapangan. Penelitian yang dilakukan memilki perbedaan hasil dengan beberapa penelitian sebelumnya. Hasil penelitian mencoba untuk menjelaskan hubungan lingkungan pengendapan secara horisontal dan vertikal. Analisis lateral menggunakan analisis geomorfologi untuk mengidentifikasi jenis endapan atau bentuklahan. Analisis secara vertikal mengacu pada analisis ukuran butir untuk mengetahui klas lingkungan pengendapan pada tiap lapisan sedimen. Analisis lingkungan pengendapan lateral dan vertikal kemudian digunakan sebagai pendekatan rekontruksi kondisi lingkungan pengendapan. Rekontruksi tersebut dapat menggambarkan karakteristik dari lingkungan pengendapan daerah penelitian. 14 Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan. No 1. 2. 3. Penelitian Hari Suroso (2007). Paleogeomorofologi Pesisisr Antara Sungai Serang dan Sungai Progo, Kabuptaen Kulonprogo, DIY. Ashok K. Srivasta dan Rupesh S. Mankar (2009). Grain-size Analysis and Depositional Environment of Lameta Sediment Exposed at Salbardi and Belkher, Amravati District, Maharashtra and Betul District, Madhya Pradesh. Ashok K. Srivasta dan Rupesh S. Mankar (2009). Grain-size Analysis and Depositional Pattern of Upper GodwanaSediment (Early Cretaceous) of Tujuan Metode yang Digunakan • Menganalisis • Metode survey lapangan paleogeomorfolo pengeboran tanah untuk gi peisisir antara mengambil sampel tanah sungai Serang sedalam 5 meter. dan Progo • Analisis ukuran butir di laboratorium. • Rekrontruksi paleogemorfologi menggunakan analisis ukuran butir. Mengidentifikasi Observasi lapangan (mengambil lingkungan sampel sedimen pada pelapisan pengendapan dan diambil pada interval melalui analisis tertentu) ukuran butir atau granulomteri. • • • • • Mengidentifikasi pola pengendapan di lingkungan pengendapan fluvial Upper Godwana melalui analisis Observasi lapangan (mengambil sampel sedimen pada pelapisan dan diambil pada interval 3-5 meter dan pada setiap litologi yang berbeda) • • • Hasil Penelitian Identifikasi Paleogemorofologi di daerah peisisir. Analisis perbandingan kondisi dahulu dan sekarang serta perkembangannya Hubungan parameter ukuran butir seperti mean, sortasi, skewness dan kurtosis melalui grafik untuk identifikasi lingkungan pengendapan. Grafik bivariate plot untuk menampilkan kondisi lingkungan pengendapan. Kurva arithmetic probability untuk mengetahui tren daro sedimen jenis traction, saltation, dan suspense. Grafik pengukuran sampel sedeimen untuk analisis ukuran butir. Hubungan antar parameter ukuran butir dalam interpretasi aspek lingkungan pengendapan. Grafik komulatif sample ukuran butir. 15 Lanjutan Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan. 4. 5. 6. salbardi Area, District Amravati, Maharashtra and Betul, Madhya Pradesh. ukuran butir atau granulomteri. Ojo Olusola J dan Samuel O. Akande (2009). Sedimentology and Depositional Environment of the Maastrichtian Patti Formation, Southeastern Bida Basin, Nigeria. Menganlisis karakteristik sedimentology, petrografi dan lingkungan pengendapan pada Formasi Patti. Zaki, dkk (2010). Sedimentary Environments and Depositional Chacarcteristics of The Midde to Upper Eocene Whale-Bearing Succession in The Fayum Depression, Egypt. • • • • S. Saravanan dan N. • Chandrasekar (2010). Grain Size Analysis and Depositional Environment Condition Along The Beach • • Observasi lapangan (mengambil sampel sedimen untuk analisis ukuran butir) • Mengumpulkan data meliputi tekstur sedimen, litologi dan struktur sedimen sebagai bahan analisis lithofaces dan lingkungan pengendapan. Mengidentifikasi Observasi lapangan (membandingkan outcrop data logging atau data bor dengan sedimentologi untuk interpretasi kondisi stratigrafi dan geologi di lapangan) stratigrafi. Mengindentifikas i karakteristik lingkungan pengendapan d lokasi kajian. Mengidentifikasi • Metode observasi lapangan distribusi ukuran yang dilakukan pada tiap butir sedimen stasiun sedimen. pantai. • Sampel dikumpulkan dengan Menganalisis alat auger dengan • • • • • • • Kurva Bivariate plot untuk menampilkan kondisi lingkungan pengendapan. Kurva arithmetic probability untuk mengetahui tren dari sedimen jenis traction, saltation, dan suspense. Kondisi facies pengendapan dan lingkungan pengendapan pada Formasi Patti. Distribusi ukuran butir daan hubungan dengan paleoenvironment. Asosiasi formasi geologi terhadap facies lingkungan pengendapan. Model statigrafi melalui analisis outcrop logging. Paleoenvironment dan distribusinya pada Formasi Fayum Deppression Distribusi tekstur sedimen meliputi mean, sortasi, skweness, dan kurtosis untuk menunjukkan klasifikasi lingkungan pengendapan. Grafik distribusi ukuran butir pada lokasi 16 Lanjutan Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan. karakteristik pengambilan kedalaman 25 lingkungan cm. pengendapan dari • Interval stasiun sedimen informasi variasi untuk sampling sepanjang 10 ukuran butir km. sedimen pantai. 7. Ojo Olusola J (2012). Mengidentifikasi Observasi di lapangan (analisis ukuran butir, identifikasi Depositional Environments tiga fasies utama yang meliputi outcrop atau singkapan pada tiap and Petrographic material unit geomorfologi) Characteristics of Bida konglomerat, batu Formation around Sharepasir dan Pategi, Northern Bida batulempung pada Basin, Nigeria. lingkungan pengendapan Formasi Bida No. Penelitian Tujuan Metode yang Digunakan 8. Zulhan Effendy (2015) • Pembuatan profil • Metode Observasi Lapangan Analisis Ukuran Butir vertikal pelapisan dan Uji Laboratorium. Sedimen Untuk Klasifikasi sedimen sedalam • Titik pengamatan ditentukan Lingkungan Pengendapan 3-5 meter. secara sistematik dengan Daerah Muara Sungai • Menjelaskan pengambilan sampel sedimen Bogowonto dan Sekitarnya, karakteristik dengan purposive sampling Jawa Tengah lingkungan secara vertikal. pengendapan muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. Between Ovari and kanyakumari, Southern Tamilnadu Coast, India. • • • • • • • kajian. Bivariate Plot untuk analisis karakteristik lingkungan pengendapan. Deskripsi hasil analisis ukuran butir untuk tekstur material yang berasal dari proses fluvial di formasi Bida Litofacies meliputi facies batuan konglomerat, batu pasir dan lempung. Morfometri dari ukuran butir pebble dan hubungannya dengan analisis paleoenvironment Hasil yang Dicapai Analisis ukuran butir untuk klasifikasi jenis lingkungan pengendapan Pembuatan profil pelapisan sedimen Deskripsi kondisi lingkungan pengendapan di daerah penelitian 17 1.6. Kerangka Teori Lingkungan pengendapan merupakan lokasi tempat mengendapnya endapan material sedimen dengan kondisi fisik, kimia, dan biologi yang dapat mencirikan proses geomorfik yaitu mekanisme dan intensitas pengendapan yang terjadi. Mekanisme dan intensitas sedimentasi akan menghasilkan jenis endapan secara vetikal maupun lateral. Endapan vertikal akan membentuk pelapisan sedimen dengan karakteristik struktur tertentu, sedangkan secara lateral endapan akan mencirikan suatu bentuklahan. Setiap unit geomorfologi akibat proses pengendapan akan memiliki proses fisik, kimia, dan biologi dengan karakteristik proses dan intensitas yang berbeda. Hal tersebut membuat adanya keragaman karakteristik fisik sedimen yang terbentuk. Sehingga untuk mengetahui karakteristik dari hasil dan proses lingkungan pengendapan salah satunya dapat dilakukan pengamatan melalui parameter fisik sedimen. Parameter sedimen meliputi pengamatan tektur dan struktur. Pengamatan tekstur sedimen terletak pada analisis ukuran butir sedimen sedangkan struktur sedimen dapat dilakukan deskripsi secara kualitatif di lapangan serta memamfaatkan data geologi. Kombinasi tektur dan struktur sedimen kemudian dijadikan bahan analisis klasfikasi dan deskripsi karakteristik lingkungan pengendapan Muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.2. 18 Proses Geomorfologi (Sedimentasi) Mekanisme Intensitas Endapan Lateral dan Vertikal Pengamatan Fisik Sedimen Tekstur Sedimen Struktur Sedimen Parameter Ukuran Butir Sortasi Skewness Mean Plot Kurva Komulatif Distribusi Ukuran Butir Kurtosis Interpretasi Informasi Geologi (data bor dan peta geologi) Identifikasi Perlapisan Batuan/Singkapan di lapangan Pengamatan KualitatifGeomorfol ogi dan Geologi Analisis Ukuran Butir Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Deskripsi Geomorfologi dan Litostratigrafi 1. Lingkungan Pengendapan Fluvial (River Bed, Point Bar, Flood Plain) 2. Lingkungan Pengendapan Eolin (Sand Dune, Loss Sedimen) 3. Lingkungan Pengendapan Marin(Beach, Shallow Marine, Karakteristik Lingkungan Pengendapan Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran Penelitian 19 1.7. Batasan Istilah Ukuran butir adalah komponen yang paling mendasar mengenai kondisi partikel sedimen yang mempengaruhi kondisi fisik sedimen, proses transportasi dan endapan material yang akan bekerja (Ward, 1957; Friedman, 1979; dan Bui et al., 1990). Analisis ukuran butir sedimen merupakan analisis parameter statistik ukuran butir sedimen yaitu mean, skewness, sortasi dan kurtosis yang dapat digunakan untuk klasifikasi lingkungan pengendapan (Blott dan Pye, 2001). Daerah muara sungai merupakan wilayah badan air yang menjadi pertemuan antara satu atau lebih sungai pada wilayah pesisir dan laut. Menurut Pickard (1967) estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Muara sungai atau estuari juga merupakan bagian dari sungai yang masih terpengaruh oleh pasang surut (Usman, 2008). Daerah sekitar muara sungai yang merupakan daerah yang lebih memilki karakteristik proses fluvial membentuk dataran aluvial di daratan. Batas daerah proses fluvial berada di daerah pengendapan kanan dan kiri Sungai Bogowonto hingga daerah dataran aluvial pada bagian bawah perbukitan denudasional. Lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan atau sistem geomorfik dengan proses fisik, kimia dan biologi berlangsung akan menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu (Boogs, 1995). Lingkungan pengendapan secara lateral di permukaan membentuk suatu jenis endapan dicirikan sebagai bentuklahan. Proses pengendapan vertikal membentuk pelapisan sedimen. 20