BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Cekungan Barito Cekungan Barito berada di bagian tenggara Pulau Kalimantan. Cekungan ini merupakan cekungan asimetris. Sebelah barat dekat paparan sunda terdapat Cekungan Barito dengan kemiringan relatif datar, ke arah timur menjadi cekungan yang dalam yang dibatasi oleh sesar-sesar naik ke arah barat dari punggungan Meratus yang merupakan bongkah naik. Cekungan Barito disebelah barat dibatasi oleh paparan sunda, sebelah timur Pegunungan Meratus, sebelah utara dibatasi oleh Adang Flexure. (Satyana, dkk.,1994) 2.1.1 Tektonik Regional Pulau Kalimantan sendiri merupakan daerah tektonik yang relatif stabil, merupakan bagian dari Lempeng Mikro Sunda yang mempunyai karakteristik dan tatanan struktur yang cukup berbeda dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, yang dipengaruhi oleh zona subduksi. Lempeng Mikro Sunda merupakan pecahan atau fragmental Lempeng Eurasia yang terpisah ke bagian tenggara akibat tumbukan dengan kerak Benua Asia dan pola tektonik yang berkembang pada Cekungan Barito mengikuti pola tektonik pada Lempeng Mikro Sunda. Pada dasarnya pola tektonik yang terjadi pada Lempeng Mikro Sunda merupakan proses pemisahan akibat tekanan yang terjadi pada lempeng itu sendiri. Faktor eksternal yang ikut berperan dalam 6 a. Blok Schwaner Blok ini oleh Van Bemmelen dianggap sebagai bagian dari Paparan Sunda yang mengalami pengangkatan sejak Zaman Kapur Akhir, dimana batuannya terdiri dari batuan beku dan batuan malihan yang berumur Pra-Tersier. Bagian timur dari blok ini mengalami gerak penurunan pada Paleogen dan tertutup oleh sedimen Tersier yang tidak terlipat. Bagian ini dikenal sebagai Pelataran Barito (Barito Platform). b. Blok Paternoster Blok ini dianggap suatu daerah tektonik yang kompleks, terdiri dari pelataran paternoster yang terletak di lepas pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian daerah di daratan Kalimantan. Blok ini hanya sebagian yang mengalami pengangkatan. c. Pegunungan Meratus Daerah ini terletak diantara Blok Schwaner dan Blok Paternoster, yang merupakan daerah dengan pengendapan yang cukup tebal. Daerah ini mengalami perlipatan dan tersesarkan serta terangkat dengan kuat. d. Tinggian Kuching Tinggian Kuching atau Kuching high terbentuk akibat dari pengangkatan yang terjadi pada busur kepulauan dengan daerah perairan dangkal di sekitarnya, yang merupakan bagian yang tinggi pada Zaman Paleogen di Kalimantan Utara. Daerah ini terpisah dari Kalimantan Baratlaut yang mengalami suatu penurunan dengan cepat. Tinggian Kuching merupakan sumber (source) untuk pengendapan di daerah baratlaut dan tenggara selama Neogen. 7 kompresional muncul pada kala miosen tengah hingga plio-plistosen mengakibatkan inversi dan pengaktifan kembali sesar extensional yang sudah terbentuk sebelumnya menghasilkan kenampakan struktur yang sekarang terbentuk pada cekungan barito. Secara umum keadaan teknonik dan stratigrafi di Cekungan Sumatra Tengah dapat digambarkan dalam 4 fase utama (Satyana, dan Silitonga, 1994). Ketiga fase tektonik ini adalah: 1. Prerift, fase ini merupakan kompleks tektonik yang terjadi pada basement yang terdapat pada dasar cekungan. Basement terletak di sepanjang Paparan Sunda, dikomposisi oleh variasi pencampuran berbagai macam sumber: basement dari kerak benua di bagian barat, zona akresi kala mesozoic dan batuan berumur Paleogen di bagian barat. Terdapat ketidakjelasan mengenai distribusi dari tipe batuan dibawah permukaan, akan tetapi di bagian timur cekungan, basement menunjukan tipe batuan Meratus, tidak menunjukan tipe batuan dari Barito-Platform, hal ini menimbulkan spekulasi mengenai kontak dari dua tipe batuan pada basement, dan menerangkan bahwa basement tipe meratus mengalami pensesaran (Gaffney-Cline, 1971) 2. Synrift, Collision antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik bagian barat pada kala Eosen Tengah meneyebabkan proses pemekaran (rifting) pada Cekungan Barito (Daly, Hooper, dan Smith, 1987; Kusumam dan Darin 1989; Daly et al., 1991; van de Weerd and Armin, 1992). Fase synrift pada cekungan terjadi pada kala Paleosen-Eosen tengah, yaitu pada pengendapan Formasi Tanjung bagian bawah, yang merupakan sedimen yang diendapkan pada permukaan basement yang tidak teratur yang disebabkan oleh rifting. 8 menjadi lingkungan laut dan diendapkannya batuan karbonat yang merupakan penyusun Formasi Berai. 4. Syninversion, pada kala Miosen Tengah terjadi collision antara Lempeng Laut China Selatan dengan Kalimantan Utara, yang menyebabkan terbentuknya Tinggian Kuching, pada saat yang bersamaan tumbukan ke timur Sulawesi mengakhiri pemekaran selat Makasar dan pengangkatan Pegunungan ProtoMeratus. Kedua peristiwa tektonik mengakibatkan pengaktifan kembali dan proses inversi dari sesar-sesar tua pada Cekungan Barito. Proses inversi pada cekungan menjadi lebih kuat ketika terjadi tumbukan antara Lempeng Australia bagian baratlaut dengan Lempeng Eurasia pada kala Pliosen awal. Pengangkatan dari Tinggian Kuching memberikan sedimen supply ke cekungan yang lebih rendah, dan pengankatan Pegunungan-Proto Meratus menyebabkan Cekungan Barito terpisahkan oleh lingkungan laut, sehingga siklus sedimentasi yang sebelumnya transgresi berubah menjadi siklus regresi. Hal ini mempengaruhi pengendapan pada Formasi Warukin dan Formasi Dahor. (Satyana, dan Silitonga,.1994) 2.1.2 Stratigrafi Regional Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, batuan dasar (basement) pada cekungan barito terdiri dari pencampuran antara batuan dasar dari lempeng benua Paparan Sunda dibagian barat yang dikenal dengan sebutan Barito Platform, dan batuan dasar pada zona akresi dibagian timur, yaitu Pegunungan Meratus. Secara umum stratigrafi sedimen-sedimen Tesier pada Cekungan Barito dari formasi tua ke formasi muda secara berurut adalah sebagai 9 terpilah buruk, bermassa dasar batupasir kuarsa berbutir kasar. Facies ini merupakan bagian paling bawah dari Formasi Tanjung yang diendapkan tidak selaras diatas batuan alas Para-Tersier, tebalnya berkisar antara 8 meter dan 15 meter. Di tepi barat Pegunungan Meratus, Facies Konglomerat lebih tebal dari yang di tepi timurnya. Di beberapa tempat di tepi timur ditemukan sisipan batupasir berbutir kasar dengan ketebalan antara 75 cm dan 100 cm, yang memperlihatkan structure sedimen lapisan silang-siur berskala menengah. Adanya perbedaan ketebalan pada Facies Konglomerat dan structure perlapisan silang-siur pada batupasir menunjukkan arah arus purba dari barat. b. Facies Batupasir Bawah terdiri dari batupasir berbutir sedang sampai kasar setempat konglomeratan. Batupasir ini disusun terutama oleh butiran kuarsa dengan sedikit kepingan batuan vulkanik, rijang, dan feldspar. Facies ini berlapis tebal yaitu antara 50 cm dan 200 cm. Structure sedimennya adalah lapisan sejajar, lapisan silang-siur dan lapisan tersusun. Tebal facies ini terukur di tepi barat Pegunungan Meratus antara 46 meter dan 48 meter, sedangkan di bagian tengah dan tepi timurnya antara 30 meter dan 35 meter. c. Facies Batulempung Bawah terdiri dari batulempung berwarna kelabu (kecoklatan sampai kehitaman), dengan sisipan batubara dan batupasir. Ketebalan facies ini berkisar dari 28 meter sampai 68 meter. Structure sedimen di dalam batulempung, yang terlihat berupa lapisan pejal, laminasi sejajar, setempat berlaminasi silang-siur dengan ketebalan berkisar antara 3 cm sampai 5 cm. Batubara berwarna hitam mengkilap 10 Setempat ditemukan pula sisipan tufa berwarna putih dengan ketebalan perlapisan antara 5 cm dan 15 cm, sebagian terubah menjadi kaolin. Gambar 2.1 Proses tektonik dan pengendapan formasi-formasi pada Cekungan Barito bagian timur (Satyana, dan Silitonga, 1994) 11 2. Formasi Berai, litologinya terdiri dari batugamping mengandung fosil foraminifera besar seperti Spiroclypeus orbitodeus, Spiroclypeus sp, dll yang menunjukkan umur Oligosen-Miocene Awal. Formasi Berai dibagi menjadi tiga bagian (Satyana,dkk.,1994), yaitu : a. Berai Bawah disusun oleh batulempung, dan napal. Diendapkan pada lingkungan paralic-neritik b. Berai Tengah disusun oleh batugamping massif yang diendapkan di lingkungan paparan (shelf) c. Berai Atas disusun oleh batulempung, napal, dan sisipan batugamping. Diendapkan di lingkungan Lereng Delta 3. Formasi Warukin, batupasir kuarsa dan batulempung sisipan batubara, terendapkan di lingkungan fluviatil-delta dengan ketebalan sekitar 400 meter, berumur Miocene Tengah sampai dengan Miocene Akhir. Formasi Warukin dapat dibagi menjadi tiga bagian (Satyana, 1994, 1995; Mason dkk, 1993; Heriyanto dkk, 1996) yaitu : a. Warukin Bawah disusun oleh batupasir dengan batulempung gampingan dan lensa batugamping yang tipis. Diendapkan pada lingkungan Muka Delta-Dataran Delta b. Warukin Tengah disusun oleh batupasir, batulempung gampingan dan batubara. Diendapkan pada lingkungan Dataran Delta c. Warukin Bawah disusun oleh perlapisan batubara tebal, batulempung pada bagian atas, batupasir berlapis tipus, dan batulempung dengan lensa batubara tipis. Diendapkan pada lingungan Fluvial-Dataran Delta 4. Formasi Dahor, litologinya terdiri dari batupasir kuarsa berbutir sedang 12 Gambar 2.2 Kolom stratigrafi dari Cekungan Barito yang menunjukan formasi , paleofacies, dan kejadian tektonik (Satyana,dkk,.1994) 2.1.3 Petroleum System 2.1.3.1 Potensi Source Rock Sedimentasi Tahap pertama dari Formasi Tanjung merupakan sedimen yang diendapkan di graben paleogen berupa alluvial channel dan fan mengalami progradasi hingga ke lingkungan lacustrine. Sejumlah lapisan tipis batubara diduga diendapkan sepanjang tepi danau. Lingkung lacustrine dalam terbentuk pada bagian sumbu graben. Lingkungan ini menghasilkan lingkungan reduksi yang baik bagi akumulasi algae. Lapisan source rock berupa Lacustrine alga dapat 13 2.1.3.2 Maturation Dari analisismaturasi Lower Tanjung source rock diketahui : Pada bagian baratlaut matursi hidrokarbonnya immature early mature, dan pada bagian tengahnya mature, sedangkan dibagian tenggaranya maturasinya overmature ( bagian paling dalam basin ini). 2.1.3.3 Potensi Reservoir Reservoir utama berupa synrift sand tahap 1, post rift sag fill tahap 2 dan 3. batu pasir synrift pada tahap 1 ( disebut batupasir A dan B atau Z 1015 dan Z 950 ) diendapkan dilingkungan alluvial fan dan lingkungan delta front lacustrine. Memiliki ketebalan 30 50 meter. (Gambar 2.3) Batupasir pada tahap 2 ( batupasir c dan d atau Z.860 dan Z.825 ) mewakili batupair alluvial fan. Reservoar properties pada batupasir Z.860 ini lebih baik di bandingkan batupasir pada formasi Lower Tanjung, Batupasir ini memiliki sorting yang bagus dan mineralogy maturity yang bagus, ketbalan 25 30 meter, dengan nilai porisitas dan permeabilitas rata-rata yang bagus. Tidak seperti Z.860, batupasir Z.825 tipis dan diskontinyu ( melensa ) dengan ketebalan 3 5 meter. (Gambar 2.3) Tahap 3 reservoarnya terdiri dari Batupasir e ( Z.710 dan Z. 670 ). Batupasir-E di endapakn pada pantai/ barrier bar pada lingkungan garis pantau yang terus mengalami regresi.Ketebalan maksimum dari batupasir- E ini 30 meter. (Gambar 2.3) Selain batupasir pada Formasi Tanjung, terdapat beberapa potensi reservoir lainnya, antaralain batugamping pada Formasi Berai, yang 14 formasi Upper Tanjung. Batuan mudstone marine ini menyediakan sealing yang efektif bagi reservoir Lower Tanjung. Tersusun atas 800 meter dengan dominasi neritic shale dan silty shale. 2.1.3.5 Trap Hydrocarbon terbentuk, bermigrasi dari Lower-middle tanjung coals, carbonaceous shales, dan lower warukin carbonaceous shales. Kitchen utama terletak pada depocentre basin sekarang. Sealing rocks dihasilkan dari intra-formational shales. Generation, migration, dan pemerangkapan hydrocarbon terjadi sejak middle early miocene (20 Ma). Barito basin merupakan contoh dari efek interaksi tektonik terhadap tempat pembentukan hydrocarbon (petroleum system). Gambar 2.3 Formasi Tanjung bagian bawah 15 merupakan media untuk migrasinya hydrocarbon yang terbentuk dibagian terbawah dari graben. Selama late miocene, basin mengalami permbalikan akibat naiknya Meratus, membentuk asymmetric basin, Barito basin mengalami dipping kearah NW dan makin ke SE semakin curam. Akibatnya bagian tengah dari mengalami subsidence, sehingga tanjung source rocks semakin terkubur, dan menghasilkan kedalaman yang cukup bagi source rock untuk menjadi hydrocarbon. Hydrocarbon mengisi jebakan melalui patahan dan melalui permeable sands. Pada awal Pliocene, Tanjung source rocks kehabisan liquid hydrocarbon, sehingga membentuk gas dan bermigrasi mengisi jebakan yang telah ada. Lower Warukin shales pada depocentre basin mencapai kedalaman dari oil window selama plio-pleistocene. Minyak terbentuk dan bermigrasi ke structural traps dibawah warukin sand. 2.2 Konsep Dasar Lingkungan Pengendapan Lingkungan sedimentasi merupakan bagian dari roman muka bumi yang secara fisika, kimia, dan biologi berbeda dengan roman lainnya misalnya gurun, sungai lembah, dan delta (Selley, R.C., 1985), dan dalam penentuan roman muka bumi tersebut ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu: geologi, geomorfologi, iklim, cuaca, kedalaman, temperatur, dan salinitas serta sistem aliran termasuk juga flora dan fauna yang terdapat dalam lingkungan sedimentasinya. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan, sehingga apabila ada perubahan pada salah satu faktornya maka akan menyebabkan perubahan lainnya. Menurut Boggs (1987), lingkungan pengendapan adalah suatu tempat 16 Lingkungan pengendapan terbentuk saling berhubungan satu dengan yang lainnya, misalnya: dataran banjir, alluvial, lingkungan ini mungkin saja dapat menjadi daerah pasang surut kemudian menjadi daerah laut dangkal bahkan mungkin menjadi laut dalam. Hal ini dapat terjadi karena berkaitan dengan naik turunnya muka air laut global yang menyebabkan daratan mengalami trangresi maupun regresi. Hasil dari proses tersebut akan membentuk suatu urutan perubahan fasies secara gradasi kearah vertikal. Hubungan antara fasies dan lingkungan pengendapan pertama kali dikemukakan oleh Walther (1894) yang dalam Selley, 1985). Gambar 2.4 Hubungan fasies dengan lingkungan pengendapan Batuan sedimen telah lama diendapkan dalam tiga kondisi pengendapan utama, yaitu: 1. Kontinental atau terrestrial (darat) 2. Marginal-marine (batas anatar laut dan darat/transisi) 3. Laut 17 ditransportasi baik itu kelingkungan danau (lacustrine) atau cekungan cekungan laut (marine basin). Bentuk utama dari aggradasi permukaan fluvial adalah channel yaitu berupa saluran tunggal atau bercabang dengan intensitas kelokan yang besar ataupun kecil (gambar 2.1). Bentuk braided dihasilkan oleh channel dengan intensitas aliran yang kecil (low-river stage weaves) diantara bar-bar multipel (multiple bars channel). Ketika intensitas alirannya bertambah besar, bar-bar tersebut membentuk bidang perlapisan aktif. Bentuk meandering dihasilkan oleh channel dengan intensitas aliran kelokan yang besar yang membentuk bar seiring dengan migrasi channel. Channel dengan bentuk lurus (straight) didominasi oleh lempung, intensitas kelokan kecil, terbentuk oleh submerged, perpindahan arus terjadi pada perpindahan kelompok-kelompok bar. Segmen channel ini jarang terbentuk pada jarak yang panjang. Tabel 2.1 Klasifikasi sederhana lingkungan pengendapan (Boggs, 1987) Primary Depositional Setting Major Environment Subenvironment Alluvial fan Fluvial Braided stream Meandering stream Continental Desert Lacustrine Glacial Delta plain Deltaic Delta front Prodelta Marginal-marine Beach/barrier island Estuarine/lagoonal 18 material tersebut kearah laut dan terlihat perubahan bentuk channel dari tipe braided pada daerah proximal ketipe straight pada daerah distal (Gambar 2.6). Meskipun demikian harus ditekankan pula bahwa perubahan tersebut tidaklah mutlak karena tergantung pada morfologi daerah sistem fluvial tersebut. Seperti keterangan di atas, Selley (1982) berpendapat bahwa bentuk utama dari channel yang ada yaitu bentuk atau tipe braided dan tipe meander. Gambar. 2.5. Klasifikasi channel berdasarkan pada bentuk dan tipe sedimen pengisi yang berasosiasi dengan variabel kestabilan relatif (Schumm, 1981 dalam Evaluation and Respone of Fluvial System) 2.2.1.1 Sistem Braided Sistem sungai braided ini terbentuk oleh jalinan channel dengan intensitas kelokan yang kecil. Pada daerah ini pengerosian terjadi dengan cepat, proses 19 merefleksikan pengendapan pada energi tinggi dengan aliran yang searah (undirectional flow), tabular cross bedding dan punggungan bar yang lurus memanjang. 2.2.1.2 Sistem Meander Sikuen umum dari tipe ini didominasi oleh material dengan butiran halus dan memperlihatkan distribusi menghalus kearah atas (fining upward). Struktur sedimen yang berkembang merefleksikan berkurangnya energi arus yang bekerja, yaitu trough cross bedding pada bagian bawah dan parallel lamianasi pada bagian atas channel. Permukaan lateral akresi yang terbentuk merefleksikan perpindahan point-bar secara tegak lurus terhadap arah aliran sungai (Gambar 2.8). Tipe channel ini terbagi atas tiga subfasies utama yang menghasilkan pengendapan sub-lingkungan yang berbeda yaitu Sub-Lingkungan Flood Plain, Sub-Lingkungan Channel dan Sub-Lingkungan Abandoned Channel. 20 Sub-Lingkungan Flood plain Endapan pasir sangat halus, lanau dan lempung, diendapkan pada daerah overbank flood plain sungai. Struktur sedimen yang terbentuk diantaranya parallel laminasi, ripple mark dan kadang-kadang terdapat horison batu pasir yang mengisi struktur shringkage crack, yang diasumsikan terdapat pada daerah subarerial. Terdapatnya tanah (soil) diindikasikan oleh adanya carbonat chaliches, ferruginous laterites dan rootlets horizon. Gambut kemungkinan dapat terbentuk dan juga kumpulan sisa tanaman yang terawetkan pda permukaan lapisan. Subfasies ini sebagian besar diendapkan pada arus suspensi selama air sungai melimpah dan memotong bagian tanggung disisinya. Sub-Lingkungan Abandoned Channel Sub-fasies abandoned channel terdiri dari endapan batupasir halus berbentuk tapal kuda dan biasanya disebut ox-bow lake yang terbentuk ketika sungai meander memotong bagian lain dari permukaan disekitar sungai tersebut. Endapan pada sub-fasies ini serupa dengan endapan pada sub-fasies floodplain, tetapi dapat dibedakan dari geometrinya, yaitu endapan yang menindih abrasi konglomerat channel lag, tidak terdapat selang dengan sikuen batupasir point-bar. Sub-Lingkungan Channel Perpindahan lateral meander channel mengerosi bagian luar dari tepi sungai yang cekung (concave bank), menoreh dasar sungai dan mengendapkan sedimen pada inner bank (point bar). Proses tersebut menghasilkan karakteristik sikuen pada ukuran butir dan struktur sedimen. Pada dasar permukaan bidang erosi diisi oleh material sedimen berbutir kasar, mud pellet dan sisa-sisa kayu. Endapan tersebut disebut sebagai lag deposite pada dasar channel dan ditindih 21 Gambar 2.7 Sub-lingkungan pengendapan dan sikuen sedimentasi pada channel braided (Selley, 1982) 22 2.2.2 Sistem Pengendapan Delta Delta adalah salah satu bentuk lingkungan pengendapan transisi yang merupakan akumulasi sedimen fluvial pada muara sungai. Delta akan terbentuk bila pasokan (supply) sedimen dari sungai lebih besar daripada sedimen yang didispersikan oleh gelombang dan pasang laut atau danau, sehingga akan terbentuk keseimbangan dinamika antara arus sungai dan mekanisma yang bekerja pada suatu cekungan. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali pada sistem delta yang ada. Morfologi delta tersebut secara umum terbagi atas tiga komponen utama, yaitu: delta plain, delta front dan prodelta. (Gambar 2.9) 2.2.2.1 Dataran Delta (Delta Plain) Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel yang sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari delta dan terdiri atas endapan sungai yang lebih dominan daripada endapan laut dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang didominasi oleh material sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara. Pada kondisi iklim yang cenderung kering (semi-arid) sedimen yang terbentuk didominasi oleh lempung dan evaporit. Wright, 1975). Daratan delta plain tersebut ditoreh oleh saluran saluran sungai yang bercabang-cabang yang dikenal dengan sebutan distributaries channel jika arus yang datang berasal dari sistem sungai fluvial dan disebut tidal channel jika arus yang datang berasal dari arah laut akibat kuatnya arus tidal. 23 dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-lensa lempung. Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel-ya. Sedangkan levee alami berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang memisahkan dengan interdistributary channel. Sedimen pada bagian ini berupa pasir halus dan rombakan material organik serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir. Gambar 2.9 Morfologi delta beserta sub-lingkungan delta (Nichols, 2009) Endapan Interdistributary Flood Plain Endapan interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat diantara distributary channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling 24 2.2.2.1.2 Lower Delta Plain Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi interaksi antara sungai dengan laut, yaitu dari low tidemark sampai batas kehadiran yang dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan ini endapannya meliputi endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary bay, tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi distributary yang ditinggalkan. 2.2.2.2 Muka Delta (Delta Front) Muka delta (Delta front) terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary channel. Batupasir yang diendapakan dari distributary channel tersebut membentuk endapan bar diujung muara dari distributary channel tersebut, atau biasanya disebut distributary mouth bar. Pada penampang stratigrafi, endapan bar memperlihatkan distribusi mengkasar kearah atas (coarsening upward). Bar tersebut dapat menjadi suatu reservoir hidrokarbon yang baik tergantung tipe delta yang terbentuk dan trgantung juga pada rata-rata suplai sedimen yang dibawa oleh sungai (river influx). Diantara distributary mouth bar tersebut terakumulasi lempung lanauan (silty mud) atau lempung pasiran (sandy mud) yang bergradasi menjadi lempung kearah lepas pantai. Menurut Coleman (1969) dalam Fisher (1969), lingkungan pengendapan delta front dapat dibagi menjadi beberapa sublingkungan dengan karakteristik asosiasi fasies yang berbeda, yaitu : Subaqueous Levees Merupakan kenampakan fasies endapan delta front yang berasosiasi 25 Pada lingkungan ini terjadi pengendapan dengan kecepatan yang paling tinggi dalam sistem pengendapan delta. Sedimen umumnya tersusun atas pasir yang diendapkan melalui proses fluvial. Strukur sedimen yang dapat dijumpai antara lain : current ripple, cross bedding dan massive graded bedding. Distal Bar Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas, umumnya tersusun atas pasir halus. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai antara lain : laminasi, perlapisan silang siur tipe through 2.2.2.3 Delta (Pro Lereng delta) Prodelta merupakan kelanjutan dari delta front kearah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar menjadi endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta dimana hanya terdiri dari akumulasi endapan suspensi halus (suspended silt and clay). Pada endapan prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik endapan laut. Prodelta ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan endapan paparan, tetapi pada prodelta ini endapannya lebih tipis dan memperlhatkan pengaruh proses endapan laut yang tegas. Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas 26 sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang tegas. Karakteristik batuan sedimen pada tiap sub-lingkungan pada delta akan menunjukan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung kepada letak diendapkannya batuan sedimen tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan proses sedimentasi pada tiap sub-lingkungan yang ada pada delta yang dipengaruhi oleh supply sedimen, tempat akomodasi, arus sedimentasi, pengaruh muka air laut dan lain sebagainya. Pada Gambar 2.10 diperlihatkan beberapa suksesi vertikal dari batuan sedimen pada tiap sub-lingkungan delta. Gambar.2.10 Suksesi vertikal dari batuan sedimen di tiap lokasi pada sistem delta. (Nichols, 2009) 27 Kegunaan dasar dari wireline logs dilihat dari aspek petrofisika dan geologi umum dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Kegunaan Dasar Wireline Logs; - (Pada dasarnya) kegunaan kualitatif; + kegunaan semi-kuantitatif dan kuantitatif; * kuantitatif Kegunaan Petrofisika Geologi Umum SP - Resistivity + Gamma Ray + - * - * - + - - - - - - - - Sonic * - + Density * - + - - Neutron * - + - - - Pengendapan Lingkungan Stratigrafi Fasies Mineral Korelasi Identifikasi Litologi (umum) Identifikasi Gas Hidrokarbon Formasi Saturasi Lempung Salinitas Air Volume Permeabilitas Porositas Log - 2.3.1. Spontaneous Potential Log Perbedaan SP merupakan hasil dari suatu potensial elektron yang hadir antara lubang bor dan formasi sebagai hasil dari perbedaan salinitas antara Rmf (mud filtrate) dan Rw (air formasi). Spontaneous Potential Log dapat digunakan untuk: 1. Mendeteksi lapisan-lapisan permeabel, 28 PSP = pseudo static spontaneous potential (SP formasi lempungan) SSP = static spontaneous potential suatu clean sand atau karbonat 9 SSP = - K x log (Rmf/Rw) K = 60 + (0.133 x Tf) Kurva SP dapat ditekan oleh lapisan-lapisan tipis, kelempungan, dan kehadiran gas. 2.2.2. Gamma Ray Log Gamma ray log merupakan log litologi yang mengukur radioaktifitas alami suatu formasi. Radiasi memancar dari uranium, thorium dan potassium yang terbentuk secara alami. Karena material radioaktif terkonsentrasi dalam lempung, lempung memiliki bacaan gamma ray yang tinggi. Sedangkan batupasir dan karbonat memiliki bacaan gamma ray yang rendah. Gamma ray log digunakan untuk identifikasi litologi, korelasi antar formasi, dan menghitung volume lempung. 2.3.3. Resistivity Log Log resistivitas merupakan suatu pengukuran resistivitas formasi, yaitu ketahanannya terhadap lintasan arus listrik. Log ini dapat digunakan untuk: 1. Menentukan zona-zona pembawa air dan hidrokarbon, 2. Mengindikasi zona-zona permeabel, dan 3. Menentukan resistivitas porositas. Sebagian besar mineral-mineral pembentuk matriks batuan dan hidrokarbon dalam pori-pori itu tidak konduktif, sehingga kemampuan batuan untuk 29 campuran lempung dan material-material non-konduktif, konduktifitas dihasilkan oleh air formasi tetapi juga oleh lempung itu sendiri. 2.3.4. Porosity Logs Terdapat 3 jenis log porositas, yaitu sonic, density, dan neutron. 2.3.4.1 Sonic Log Sonic log merupakan suatu log porositas yang mengukur interval waktu i formasi dan unitnya adalah microsecond per foot (µsec/ft). 2.3.4.2 Density Log Density log merupakan suatu log porositas yang mengukur densitas elektron suatu formasi (Gambar 2.11). Densitas elektron formasi ini berkaitan dengan bulk density b) formasi dalam g/cc dan dapat dikaitkan juga dengan porositas formasi. 2.3.4.3 Neutron Log Neutron log merupakan suatu log porositas yang mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam formasi. Dalam formasi yang tidak mengandung lempung dimana porositas diisi oleh air, neutron log dapat dikaitkan dengan porositas yang diisi oleh air. Dalam reservoir gas, neutron log akan mencatat porositas yang rendah dibandingkan dengan porositas formasi sebenarnya karena gas memiliki 30 Tiap batuan dibawah permukaan bumi akan menunjukan respon log yang berbeda-beda, tergantung pada batuan itu, kandungan fluida pada batuan, dan jenis log itu sendiri yang mempunyai reaksi terhadap kandungan tertenu yang dimiliki oleh batuan. Beberapa contoh respon log dari berbagai jenis log dari tiap litologi akan ditunjukan pada gambar 2.11. 2.3.5 Anotasi Elektrofasies Elektrofasies dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian respon dan karakteristik well log yang dapat dipisahkan dari elektrofasies lain (Rider, 1996). Fasies dalam ilmu geologi umum, mungkin tidak identik dengan elektrofasies. Tujuan utama anotasi elektrofasies adalah mempersiapkan kumpulan data well log untuk analisis lingkungan pengendapan atau fasies. Anotasi yang harus ditandai pada log adalah: 31 perusahaan dan waktu yang berbeda, maka perlu dilakukan normalisasi nilai Gamma Ray agar semua sumur memiliki nilai baseline/cut offyang sama. b. Trend Lines Suatu tren log merupakan perubahan menerus dalam satu nilai log melalui beberapa ketebalan, baik bertambah maupun berkurang. Tren mungkin bisa lebih dari satu meter, jika berhubungan dengan lapisan-lapisan dan kontak lapisan, puluhan meter, jika berhubungan dengan siklus atau sikuen, atau lebih dari ratusan meter jika berhubungan dengan struktur yang besar atau pengisi cekungan. Tren melalui ketebalan yang kecil dapat terjadi dalam tren yang lebih panjang sebagai variasi ordo kedua (Gambar 2.12). Tren dengan ketebalan yang besar mungkin mengindikasikan perubahan yang menerus dalam sedimentasi. 32 c. Shapes Suatu bentuk log dapat dikenali, tetapi tidak dengan pola log yang kompleks. Bagaimanapun, bentuk-bentuk ini mungkin terjadi dalam setiap litologi, pada setiap log, dalam setiap bentuk dan di banyak skala. Bentuk harus ditandai pada log yang akan menjadi indikator fasies (Gambar 2.13). 1. Bell shape, dapat diindikasikan sebagai batupasir yang menghalus ke atas. fluviatil, dan point bar. Secara umum merupakan indikasi sikuen yang menghalus ke atas yang kemungkinan berupa channel fluvial/aluvial dan 2. juga batupasir paparan transgresif. Funnel shape, dapat diindikasikan sebagai suksesi mengasar ke atas, prograding estuarine shoreline, progradasi deltaic atau progradasi laut dangkal. 3. Cylinder (Blocky) shape, bentuk ini biasanya dominan pada batupasir channel fluvial, turbidit, dan Aeolian. Evaporit juga dapat memiliki bentuk blocky. 33 Data yang lebih banyak diperlukan untuk membedakan sesar dengan ketidakselarasan. Dipmeter dan seismik kemungkinan dapat memperkuat hipotesis sesar. Dipmeter, seismik, dan faunal dating juga dapat digunakan untuk identifikasi ketidakselarasan (Gambar 2.14). d. Abrupt Breaks Perubahan mendadak dapat mengindikasikan perubahan litologi, perubahan struktural, perubahan fluida, tetapi yang paling penting adalah bahwa hal itu suatu perubahan fasies secara vertikal yang saling berhubungan (secara lateral). Di bawah ini perubahan-perubahan mendadak yang dapat diidentifikasi: 1. Perubahan yang berhubungan dengan Litologi: erosi, penggenangan, catastrophe 2. Perubahan non-litologi: ketidakselarasan, sesar, perubahan diagenetis, perubahan fluida e. Anomali Nilai anomali log memiliki arti stratigafi. Konsentrasi mineral-mineral yang tidak biasa pada ketidakselarasan atau dalam tanah-tanah yang keras akan sering menciptakan suatu puncak gamma ray yang besar (Gambar 2.15). 2.4 Konsep Dasar Interpretasi Seismik Interpretasi dan analisis data seismik dalam pencarian hidrokarbon merupakan salah satu bagian pekerjaan paling utama bagi para ahli ilmu kebumian (earth scientist) untuk menginterpretasi keadaan bawah permukaan. 34 memberikan jawaban yang paling dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil analisa seluruh data yang ada. Interpretasi adalah membuat pemodelan dari suatu daerah prospek dimana diperlukan pengalaman dan imajinasi untuk mengembangkan interpretasi yang mengarah pada perkembangan baru dari daerah yang sedang diteliti. Gambar 2.14 Contoh dari abrupt breaks (perubahan mendadak) (Rider, 1996) 35 Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan dalam interpretasi seismik. 1. Interpretasi Sesar-sesar mayor, suatu interpretasi struktural dasar dengan memprediksi kesamaan kejadian. 2. Picking horizon kunci, horizon-horizon dipilih terutama pada kontinuitasnya melalui volume. 3. Interpretasi sesar secara rinci. 4. Horizon-horizon kunci pengisian celah-celah, data di-picking pada setiap line dan trace berdasarkan gridnya. 5. Interpolasi horizon, dilakukan untuk mengisi celah-celah di area dan memberikan permukaan lengkap untuk visualisasinya. 6. Membandingkan/Horizon slicing, bertujuan untuk menghasilkan irisan waktu secara geologi dan identifikasi geometri pengendapan yang dapat digunakan untuk menentukan fasies. 7. Pembuatan peta kedalaman dan atribut seismik, atribut yang digunakan meliputi peta dip dan peta azimuth (digunakan untuk koreksi struktur), dan juga peta amplitudo (RMS Amplitude). 8. Pemetaan properti reservoir, atribut peta-peta tersebut berhubungan dengan semua data geologi termasuk core, palinologi dan data log untuk menghasilkan peta lingkungan pengendapan dan model geologi untuk systems tracts mayor pada tingkatan prospektif. 9. Visualisasi akhir, hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan well dan diskusi multidisiplin selanjutnya.