BAB II KAJIAN PUSTAKA A Tinjauan Tentang Sertifikasi Guru 1. Pengertian Sertifikasi Guru Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.1 Sertifikat adalah dokumen resmi yang menyatakan informasi didalam dokumen itu benar adanya. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi standar kompetensi.2 Sertifikat adalah dokumen resmi yang menyatakan informasi didalam dokumen itu benar adanya. Guru yang telah mendapat sertifikasi berarti telah mempunyai kualifikasi mengajar seperti yang dijelaskan di dalam sertifikat itu. Secara umum, sertifikasi guru dapat dianggap sebagai amanah dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara khusus, sertifikasi guru dilakukan dengan mengacu ke UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005, terutama Pasal 8 dan 11. 1 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006), hal. 4 2 Suyatno, Panduan Sertifikasi Guru, (Jakarta: Indeks, 2008), hal. 26 12 13 Pedoman operasional sertifikasi guru mengacu ke Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2007.3 Jadi yang dimaksud dengan sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat kepada guru sebagai tenaga profesional yang telah memenuhi standar profesi guru. 2. Prinsip-Prinsip Sertifikasi Guru Sertifikasi guru memiliki beberapa prinsip, adapun prinsip-prinsip sertifikasi guru adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan secara objektif, transparan dan akuntabel Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidikan yang impartial, tindak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finasial, dan akademik. 2. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan peningkatan guru dan kesejahteraan guru. 3 Ibid., hal. 4 – 5 nasional melalui 14 Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru yang lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Sebagai bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteran guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-Pegawai Negeri Sipil (non-PNS/Swasta). Dengan meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. 3. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 4. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis. Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efisien harus direncanakan secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru. Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian 15 dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran. Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu dilakukan uji kompentensi melalui penilaian portofolio. 5. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah. Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi tiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Propinsi dan Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data individu per-Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.4 3. Tujuan Sertifikasi Guru Sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya seperti dijelaskan berikut ini: a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan nasional pendidikan. Agen pembelajaran berarti pelaku proses pembelajaran, bukan broker pembelajaran. Bila belum layak, guru perlu mengikuti pendidikan formal tambahan atau pelatihan profesional tertentu. 4 Ibid., hal. 27 – 29 16 b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Mutu siswa sebagai hasil proses pendidikan akan sangat ditentukan oleh kecerdasan, minat, dan upaya siswa yang bersangkutan. Mutu siswa juga ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran, baik proses pembelajaran di lingkup sekolah maupun lingkup nasional. c. Meningkatkan martabat guru. Dengan segala pendidikan formal dan pelatihan yang telah diikuti, diharapkan guru mampu “memberi” lebih banyak kepada kemajuan siswa. Dengan memberi banyak, martabat kita sebagai guru akan meningkat. d. Meningkatkan profesional guru. Mutu profesionalitas guru banyak ditentukan oleh pendidikan, pelatihan, dan pengembangan diri lain oleh guru yang bersangkutan. Sertifikasi guru hendaknya dapat kita jadikan sebagai langkah awal menuju guru yang profesional.5 4. Manfaat Sertifikasi Guru Manfaat sertifikasi guru juga banyak. Manfaat sertifikasi guru yang utama adalah: a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru. 5 Ibid., hal. 2-3 17 Saat ini guru dituntut untuk menerapkan teori dan praktik kependidikan yang telah teruji ke dalam pembelajaran di kelas. Misalnya, untuk mendisiplinkan siswa, guru lebih memilih cara-cara pendisiplinan menurut teori kependidikan dan psikologi utama., bukan dengan memukul siswa atau mengancam siswa. b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional. Mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Melalui sertifikasi, masyarakat akan menilai sekolah tertentu berdasarkan mutu kedua faktor ini, bukan berdasar promosi yang gencar yang dilakukan oleh sekolah bersangkutan. c. Meningkatkan Kesejahteraan Guru. Hasil sertifikasi guru dengan mudah digunakan untuk menentukan besarnya imbalan yang pantas diberikan kepada masingmasing guru. Dengan sertifikasi guru, dapat terhindar dari guru hebat ternyata hanya mendapat imbalan kecil. Sebaliknya, dapat pula terhindar guru ecek-ecek mendapat imbalan besar. 6 6 Ibid., hal. 3 – 4 18 B. Tinjauan Tentang Profesionalitas Guru PAI 1. Pengertian Profesionalitas Guru PAI Profesionalitas berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.7 Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya).8 Profesi juga artinya sebagai suatu jembatan atau pekerjaan tertentu yang mengisyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.9 Profesi bisanya berkaitan dengan mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan.10 Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang 7 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 45 8 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 15 9 Kunandar, Guru Profesional..., hal. 45 10 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal.15 19 disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.11 Profesional adalah bersangkutan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.12 Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma tertentu serta memerlukan pendidikan.13 Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mempunyai keahlian khusus.14 Sementara itu, yang dimaksud profesionalitas adalah suatu usaha dinamis dalam rangka pengoptimalan penerapan tugas agar menjadi profesional dengan meningkatkan kualitas unsur kompetensi.15 Profesional guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya 11 Kunandar, Guru Profesional..., hal. 45 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional..., hal. 15 13 Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006), hal.14 14 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 14 15 Ibid., hal. 4 12 20 sendiri dalam melaksanakan tugas sehari-hari.16 Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial maupun akademis.17 Guru yang profesional adalah guru yang memiliki visi yang tepat dan berbagai aksi motivasi. Visi tanpa aksi adalah bagaikan sebuah impian, aksi tanpa visi adalah bagaikan perjalanan tanpa tujuan dan membuang-buang waktu saja; Visi dengan aksi dapat mengubah dunia.18 Dengan kata lain pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.19 Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa profesionalitas guru adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Sebagai guru profesional, guru harus 16 Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 5 17 Kunandar, Guru Profesional..., hal. 46 18 Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru..., hal. 6 19 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, hal. 15 21 mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan harus memiliki kemampuan yang profesional. 2. Karakteristik Guru Profesional Guru merupakan jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Adapun syarat-syarat guru profesional meliputi syarat fisik, mental/kepribadian, keilmiahan/pengetahuan, dan keterampilan. 1) Fisik - Sehat jasmani - Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan pada anak didik 2) Mental - Berkepribadian / berjiwa pancasila - Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik - Berbudi pekerti luhur - Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal. - Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa. - Mampu mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya. - Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi. - Bersifat terbuka, peka dan inovatif. 22 - Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya. - Ketaatannya akan disiplin. - Memiliki sense of humor. 3) Keilmiahan/Pengetahuan - Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkan dalam tugasnya sebagai pendidik. - Memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan. - Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain. - Senang membaca buku-buku ilmiah. - Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi. - Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar. 4) Keterampilan - Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar - Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan. - Mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah. 23 - Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.20 Selain memiliki kriteria sebagaimana uraian di atas, guru profesional juga memiliki ciri-ciri antara lain: a. Ahli bidang teori dan praktek. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan, dan ahli dalam menyampaikannya, dengan kata lain mampu membelajarkan terhadap peserta didik tentang pengetahuan yang dikuaasainnya dengan baik. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.21 b. Senang memasuki organisasi profesi keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organisasi profesi dan anggotaangotanya senang memasuki organisasi tersebut. Guru sebgai jabatan profesional seharusnya memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi selain untuk melindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motifator anggota untuk mencapai karir yang memadai. 20 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hal. 36-38 21 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, hal. 15 24 Bentuk-bentuk kegiatan profesi guru: 1. Diskusi Kelompok Dalam diskusi kelompok beberapa orang membahas sesuai masalah yang sudah di tulis (disiapkan terlebih dahulu). Dengan dikusi semacam ini merangsang para anggota untuk belajar lebih lanjut. 2. Ceramah Ilmiah Ceramah ilmiah dapat diselenggarakan secara periodik, judul atau masalah yang disiapkan dapat ditentukan oleh pimpinan organisasi atau atas usul para anggotanya. 3. Karya Wisata Organisasi dapat merencanakan dan menyelenggarakan karya wisata ke suatu obyek pendidikan tertentu yang mengandung masalah dan menambah informasi pengetahuhan kepada guru. Disamping itu obyek-obyek lain yang menunjang materi pelajaran dapat pula menjadi obyek karya wisata. 4. Bulletin Organisasi Biasanya suatu organisasi profesi menerbitkan bulletin secara periodik untuk disebarkan pada para anggotanya.22 c. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai. Ijazah bukan semat-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pegetahuan dan kesanggupan 22 Muwahid Shulhan, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hal. 99 25 tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Gurupun harus mempunyai ijazah supaya ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh daripada mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal dan patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik mutu pendidikan dan pada giliranya makain tinggi pula derajat derajat masyarakat.23 d. Melaksanakan kode etik guru. Sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik. Kode etik yaitu norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationships) antara guru dan anak didik, orangtua anak didik, koleganya, serta dengan atasannya. Suatu jabatan yang melayani orang selalu memerlukan kode etik, demikian pula jabatan guru mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh setiap guru. Al-Ghazali merumuskan kode etik dengan 17 bagian yaitu : 1. Menerima segala problem anak didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah. 23 2. Bersikap penyantun dan penyayang. 3. Sehat jasmani dan rohani. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 41 26 4. Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak. 5. Menghindari dan menghilangkan sifat angkuh terhadap sesama. 6. Bersifat merendah ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. 7. Menghilangkan aktifitas yang tidak berguna dan sia-sia. 8. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi anak didik yang rendah tingkat IQ nya, serta membinanya sampai pada taraf maksimal. 9. Meninggalkan sifat marah. 10. Memperbaiki sikap anak didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap anak didik yang kurang lancar berbicaranya. 11. Meninggalkan sifat yang menakutkan pada anak didik yang belum mengerti atau mengetahui. 12. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan anak didik walaupun pertanyaanya tidak bermutu. 13. Menerima kebenaran dari anak didik yang membantahnya. 14. Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walaupun kebenaran itu datangnya dari anak didik. 15. Mencegah anak didik mempelajari ilmu yang membahayakan. 16. Menanamkan sifat ikhlas pada anak didik, serta terus menerus mencari informasi guna disampaikan pada anak didiknya yang akhirnya mencapai tingkat taqarruf kepada allah SWT. 27 17. Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan kepada anak didik.24 e. Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihnya. f. Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik. f. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik. Guru pula yang memberi dorongan agar pesert didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk 24 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hal. 69-70 28 bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya, yang kesemuanya itu sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme. g. Memiliki keteladanan untuk diikuti atau dijadikan teladan. Seorang guru harus bisa menjadi contoh yang baik bagi yang lainnya, baik dalam perkataan maupun perbuatannya..25 3. Kiat-kiat Meningkatkan Profesionalitas Guru Adapun kiat-kiat dalam meningkatkan profesionalitas guru adalah: 1. Manajemen Guru di Lembaga Formal Manajemen guru dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dalam menyelesaikan masalah guru dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Manajemen guru disekolah merupakan manajemen yang menangani tugas-tugas yang berkenaan dengan pengelolaan guru. Dengan definisi yang sederhana tersebut ada dua hal yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan manajemem guru : a. Manajemen guru itu merupakan keseluhan proses kerja sama dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan guru. Sebagai proses kerja sama berarti manajemen guru di sekolah merupakan tugas yang harus diselesaikan bersama. Secara formal penyelesaian manajemen guru di sekolah merupakan tanggung jawab kepala Muhammad Jameel Zeeno, Nida’ Ilal Murabbiyin Wal Murabbiyat (Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan Petunjuk Al Quran & Teladan Nabi Muhammad), terj. Syarif Hade Masyah, (Jakarta: Hikmah, 2005), hal. 47 25 29 sekolah. Walaupun demikian, dalam penyelesaiannya kepala sekolah dapat meminta seorang guru atau lebih yang dipimpinnya. b. Masalah-masalah yang dipecahkan dalam manajemen guru berupa bagaimana mendapatkan personel yang profesional bagi sekolah dan mendayagunakannya secara efektif dan efisien dalam rangka menyelelenggarakan pendidikan sekolah. Dengan kata lain, bidang garapan manajemen guru di sekolah, antara lain berupa mengupayakan adanya guru yang profesional melalui pengajuan usulan tambahan guru kepada pemerintah daerah atau melalui seleksi sendiri, menempatkan guru sesuai dengan kemampuannya, mengarahkan dan mendorong semua guru agar bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, membina semua guru agar semakin profesional, membina kesejahteraan semua guru, dan mengurus semua hal yang berkaitan dengan mutasi, pemberhentian semua guru. 2. Rekrutmen dan Pemberdayaan Guru Rekrutmen guru dilakukan untuk mendapatkan guru yang profesional, sedangkan pemberdayaan guru dapat dilakukan dengan peningkatan kemampuan guru, motivasi kerja dan performa guru.26 Upaya pemberdayaan guru dapat dilakukan pendekatan dan langkah-langkah 26 Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru..., hal. 8-10 dengan beberapa 30 1. Pendekatan pemberdayaan guru Ada tiga pendekatan pemberdayaan guru: a. Pendekatan personal lebih menekankan pada aspek-aspek seperti efektifitas mengajar, pengembangan profesional, pertumbuhan pribadi serta peningkatan kemampuan teknik dan ketrampilan mengajar. b. Pendekatan intruksional ditekankan pada perbaikan pengajaran (intruksional) seperti: pengembangan kurikulun, desain dan sistem pembelajaran, bahan-bahan pelajaran, pengembangan teori kearah efektifitas belajar siswa, media dan teknologi pembelajaran. c. Pendekatan organisasional memfokuskan pada lingkungan dan suasana dimana para komunitas sekolah (guru, murid, pimpinan dan karyawan) berada.27 2. Langkah-langkah pemberdayaan guru Adapun langkah-langkah pemberdayaan guru antara lain sebagai berikut: a. Peningkatan Kesejahteraan Guru Peningkatan kesejahteraan dapat berupa gaji yang dapat memenuhi kebutuhan fisik (fisiologis). Seandainya kemampuan 27 Tobroni, Pendidikan Islam Paradigma Teologis Filosofis dan Spiritualitas, (Malang: UMM Press, 2008), hal. 118 31 lembaga terbatas untuk memberikan gaji yang memadai, lembaga dapat melakukan cara-cara lain dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia lainnya seperti: jaminan keamanan (fisik dan emosional), sosial (kasih sayang, dan persahabatan), penghargaan, dan prestasi. b. Pengembangan Karier Guru Pengembangan karier antara lain dapat dilakukan dengan sistem promosi terbuka dan jujur sehingga membuka peluang untuk berkompetisi secara fair diantara sesama guru. Berbagai jenis lomba dan penhargaan bagi guru berprestasi perlu dibudayakan. c. Peningkatan Kemampuan Para Guru Peningkatan kemampuan profesional guru dapat dilakukan berbagai cara seperti: pendidikan lanjutan dalam jabatan, pembentukan wadah-wadah peningkatan kualitas guru seperti, pemantapan kerja guru (PKG), dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).28 Adapun Prinsip-prinsip Peningkatan Kemampuan Profesional Guru: 1. Peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang belum profesional menjadi profesional. 28 Marno dan Idris, Strategi dan Metode Pengajaran Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efektif dan Edukatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 29-31 32 Jadi, peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan bantuan profesional. 2. Peningkatan kemampuan profesional guru tidak benar bilamana hanya diarahkan kepada pembinaan kemampuan pegawai. Prinsip dasar kedua tersebut didasarkan pada prinsip pertama di atas bahwa tujuan akhir pembinaan pegawai adalah bertumbuh kembangnya profesionalitas.29 4. Bentuk-Bentuk Peningkatan Profesionalitas Guru Peningkatan profesionalitas guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki kualifikasi profesional menjadi profesional. Dengan adanya sertifikasi guru maka dituntut untuk meningkatkan profesionalitasnya, bentuk peningkatan tersebut adalah: 1. Program Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam upaya meningkatkan mutu guru yang profesional, guru dalam jabatan direncanakan mendapat fasilitas pembiayaan atau beasiswa dalam rangka memenuhi kualifikasi akademiknya. Guru dalam jabatan yang mendapat beasiswa atau bantuan biaya pendidikan tetap memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional jika yang bersangkutan melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru harus meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi 29 Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru..., hal. 44 33 akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 2. Tunjangan Profesi Dalam UU RI No. 14/2005 Pasal 16 disebutkan bahwa pemerintah akan memberikan tunjangan profesi kepada guru yang besarnya setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi sebesar 1 (satu) kali gaji pokok ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan guru.30 C. Peran Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Profesionalitas Guru PAI Bidang Perencanaan, Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Siswa, dan Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kelas. 1. Perencanaan Pembelajaran a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran Dilihat dari terminologinya, perencanaan pembelajaran terdiri dari atas dua kata, yakni kata perencanaan dan kata pembelajaran. Pertama, perencanaan berasal dari kata rencan yaitu pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Kedua, arti pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala 30 Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru Apa, Mengapa, dan Bagaimana, (Bandung: Yrama Widya, 2008), hal. 35-37 34 potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti: minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti: lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar.31 Dari kedua makna tentang konsep perencanaan dan konsep pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran adalah proses pengambilan keputusan hasil berfikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, yakni perubahan perilaku serta rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaiantujuan tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. b. Manfaat Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut: a). Melalui proses perencanaan yang matang, kita akan terhindar dari keberhasilan yang bersifat untung-untungan. Perencanaan yang matang dan akurat, kita akan mampu memprediksi seberapa besar keberhasilan yang akan kita capai. 31 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Prenada Media, 2009), hal. 23-26 35 b). Sebagai alat untuk memecahkan masalah. Dengan perencanaan yang matang guru akan dengan mudah mengantisipati berbagai masalah yang muncul. c). Untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar secara tepat. Melalui perencanaan, guru dapat menentukan sumber-sumber mana saja yang dianggap tepat untuk mempelajari suatu bahan pembelajaran. d). Perencanaan akan dapat membuat pembelajaran berlangsung secara sistematis (terarah dan terorganisir). Dengan demikian, guru dapat menggunakan waktu sefektif mungkin untuk keberhasilan proses pembelajaran.32 c. Fungsi Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran memiliki beberapa fungsi diantaranya seperti dijelaskan berikut ini: a). Fungsi Kreatif Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang, akan dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang terjadi. Melalui umpan balik itulah guru secara kreatif dapat meningkatkan dan memperbaiki program dengan baik. 32 Ibid., hal. 33-34 36 b). Fungsi Inovatif Suatu inovasi hanya akan mungkin muncul seandainya kita memahami adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan itu hanya mungkin didapat, manakala kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis. Proses pembelajaran yang sistematis itulah yang direncanakan dan terprogram secara utuh. Dalam kaitan inilah perencanaan memiliki fungsi inovasi. c). Fungsi Selektif Fungsi selektif ini berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Melalui proses perencanaan guru dapat menentukan materi mana yang sesuai dan materi mana yang tidak sesuai. d). Fungsi Komunikatif Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang terlibat, baik kepada guru, pada siswa, dan kepala sekolah. e). Fungsi Prediktif Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat mengambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu treatment sesuai dengan program yang disusun. 37 f). Fungsi Akurasi Kriteria keberhasilan diukur dari sejumlah materi pelajaran yang telah disampaikan dan dipahami oleh siswa. Sehingga melalui proses perencanaan guru dapat menakar setiap waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu. g). Fungsi Pencapaian Tujuan Mengajar bukanlah sekadar menyampaikan materi, akan tetapi membentuk manusia secara utuh. Manusia utuh akan berkembang dalam aspek intelektual, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian pembelajaran memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi hasil belajar dan sisi proses belajar. Melalui perencanaan itulah kedua sisi pembelajaran dapat dilakukan secara seimbang. h) Fungsi Kontrol Mengontrol keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pembelajaran. Melalui perencanaan kita dapat menentukan sejauh mana materi pelajaran sudah dipahami oleh siswa dan materi mana yang belum dipahami oleh siswa.33 33 Ibid., hal. 35-37 38 d. Langkah-langkah Perencanaan Proses Pembelajaran Perencanaan merupakan proses menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Langkahlangkah yang ada dalam perencanaan proses pembelajaran meliputi: a) Penentuan Tujuan Pembelajaran Tujuan merupakan komponen utama yang terlebih dahulu harus dirumuskan guru dalam proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran akhir dari setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai oleh siswa pada tingkat kompetensi tertentu. Secara umum tujuan instruksional dibedakan menjadi dua yang sampai sekarang masih dianut oleh sebagian besar guru sebagai berikut: a. Tujuan instruksional umum adalah perilaku akhir yang diharapkan dapat diperoleh dari proses belajar, latihan atau proses pendidikan. b. Tujuan instruksional khusus adalah perilaku yang ingin dicapai oleh siswa pada waktu proses belajar mengajar sedang dilakukan. b) Penentuan bahan atau materi pembelajaran Bahan merupakan sumber belajar bagi siswa. Sumber belajar (pengajaran) merupakan subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar karena tanpa bahan pengajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Melalui bahan pelajaran inilah siswa dihantarkan kepada tujuan pembelajaran. 39 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan materi adalah kemanfaatan, alokasi waktu, kesesuaian, kondisi lingkungan masyarakat, tingkat perkembangan siswa, dan fasilitas. c) Penentuan metode dan media pembelajaran Penentuan metode dan media pembelajaran sangat erat hubungannya dengan pemilihan strategi pembelajaran yang paling efisien dan efektif dalam memberikan pengalaman belajar yang diperlukan untuk membentuk kompetensi dasar. Dalam kegiatan pembelajaran guru menggunakan berbagai variasi metode untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan aktivitas dan kreatifitas siswa. d) Penentuan alokasi waktu Alokasi merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu kompetensi dasar tertentu yang didasarkan pada minggu efektif dan alokasi mata pelajaran per minggu dan pertimbangan jumlah kompetensi dasar. 40 e) Proses penentuan sumber belajar Sumber belajar adalah rujukan, obyek dan bahan yang digerakkan untuk kegiatan pembelajaran yang berupa media cetak, nara sumber serta lingkungan fisik, alam sosial, dan budaya.34 2. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Siswa a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Siswa Pembelajaran berbasis siswa (PBS) adalah proses pembelajaran yang ditekankan pada keaktifan siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam pembelajaran pada dasarnya untuk membelajarkan siswa. Dengan demikian maka, dalam pembelajaran siswa harus ditempatkan sebagai faktor utama, dengan kata lain menempatkan siswa dalam proses pembelajaran sebagai subyek belajar yang memiliki potensi dan proses pembelajaran, seharusnya diarahkan untuk memberikan pengalaman belajar agar siswa dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, setiap siswa harus memiliki pengalaman belajar secara optimal. Dengan kata lain pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa.35 Jadi yang dimaksud pelaksanaan pembelajaran berbasis siswa adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk membelajarkan siswa 34 35 Kunandar, Guru Profesional..., hal. 257-259 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain..., hal. 178 41 dan menjadikan siswa sebagai pusat dari segala kegiatan pembelajaran dengan mengembangkan aktifitas dan kreatifitas siswa. b. Tujuan Pembelajaran Berbasis Siswa Pembelajaran berbasis siswa dipandang sebagai sustu pembelajaran yang menekankan kepada aktifitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang. Adapun tujuan pembelajaran berbasis siswa adalah sebagai berikut: 1. Dari Sisi Proses Pembelajaran Pembelajaran berbasis siswa lebih menekankan kepada aktifitas siswa secara optimal, artinya pembelajaran berbasis siswa lebih menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental termasuk emosional dan aktifitas intelektual. Oleh karena itu kadar pembelajaran berbasis siswa tidak hanya dapat dilihat dari aktifitas fisik saja, akan tetapi juga aktifitas mental dan intelektual. 2. Dari Sisi Hasil Belajar Pembelajaran berbasis siswa menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan pembelajaran berbasis (psikomotorik). Artinya, dalam siswa pembentukan siwa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. 42 Pembelajaran berbasis siswa tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara intelektual cerdas tanpa diimbangi oleh sikap dan keterampilan. Akan tetapi dalam pembelajaran berbasis siswa intelektual bertujuan membentuk siswa yang cerdas sekaligus siswa yang memiliki sikap positif dan secara motorik terampil. 36 c. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Siswa Pelaksanaan pembelajaran memiliki beberapa langkah-langkah, adapun langkah-langkah tersebut adalah: 1. Pembukaan Pembukaan adalah kegiatan awal yang harus dilakukan guru untuk memulai atau membuka pelajaran. Membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian siswa secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya untuk belajar. a. Pembinaan Keakraban Pembinaan keakraban merupakan upaya yang harus dilakukan guru untuk menciptakan iklim pembelajaranyang kondusif dan mempersiapkan siswa memasuki proses pembelajaran. Suasana yang akrab akan menumbuhkan hubungan yang harmonis antara guru dan dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. 36 Ibid., hal. 179-180 43 b. Pretes Pretes adalah tes yang dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi dimulai, sebagai penjajakan terhadap kemampuan siswa terhadap pembelajaran yang akan dilaksanakan. 2. Pembentukan Kompetensi Pembentukan kompetensi siswa merupakan kegiatan inti pembelajaran, antara lain mencakup penyampaian informasi tentang materi pokok atau materi standar, membahas materi standar untuk membentuk kompetensi siswa, serta melakukan tukar pengalaman dan pendapat dalam membahas materi standar atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Adapun bentuk-bentuk soal penilaian kemampuan siswa meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif yakni yang berhubungan dengan intelektual dan kemampuan berfikir seperti mengingat dan memecahkan masalah. a. Pertanyaan Lisan Pertanyaan lisan merupakan pertanyaan yang diajukan secara langsung oleh guru. Pertanyaan lisan digunakan untuk mengetahui pencapaian siswa dri kompetensi dasar tertentu. 44 b. Tes Obyektif Tes ini biasa menggunakan tes berbentuk pilihan ganda. Tes obyektif dapat mencakup banyak materi, penskorannya obyektif, dan dapat dikoreksi oleh komputer maupun orang lain yang bukan bidangnya. c. Soal Uraian Soal uraian adalah soal yang menuntut siswa untuk menguraikan guna memperoleh jawaban atas soal. Agar obyektif, diperlukan pedoman penskoran. Penskoran dilakukan secara analitis, dan setiap langkah pengerjaan diberi skor. 2. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Dua komponen afektif yang penting untuk diukur adalah minat dan sikap. a. Minat Minat adalah suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak dengan perasaan senang terhadap sesuatu mata pelajaran obyek yang disenangi oleh siswa. b. Sikap Sikap siswa terhadap mata pelajaran tertentu bisa positif, negatif, maupun netral. Guru perlu mengetahui siswa agar dapat 45 mengubah sikap siswa dari negatif menjadi sikap positif terhadap mata pelajaran tertentu. 3. Ranah Psikomotorik Tes psikomotorik berguna untuk mengukur keterampilan siswa dalam pembelajaran. Tes pada ranah psikomotorik dapat berupa: a. Tes Tulis (paper and pencil test), misalnya untuk membuat desain, sketsa dan sejenisnya. b. Tes Simulasi (simulation test), misalnya tes simulasi untuk memeragakan tugas tertentu, seperti: wudlu,tayamum,sholat, dan sebagainya. c. Tes Contoh Kerja (work sample), yakni unjuk kerja secara sampel dari suatu kegiatan tertentu.37 3. Penutup Penutup merupakan bagian yang dilakukan guru untuk mengakhiri pembelajaran. Dalam kegiatan penutup ini guru harus berupaya untuk mengetahui pembentukan kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran, serta pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, sekaligus mengakhiri kegiatan pembelajaran. 37 109-112 Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hal. 46 a. Meninjau Kembali Meninjau kembali pembelajaran yang telah disampaikan dapat dilakukan dengan cara merangkum materi pokok atau menarik suatu kesimpulan yang mengacu pada kompetensi dasar atau tujuan yang telah dirumuskan. Kegiatan ini dilakukan untuk memantapkan pokok-pokok materi yang telah disajikan. Kegiatan merangkum dan menarik kesimpulan dapat dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan guru. b. Mengevaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang dilakukan, serta untuk mengetahui apakah kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai oleh siswa melalui pembelajaran. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk memberikan penilaian terhadap siswa dan juga sebagai balikan untuk memperbaiki program pembelajaran. Seperti: ulangan harian, postes, remidial dan pengayaan. c. Tindak Lanjut Tindak lanjut perlu diberikan oleh guru agar terjadi pemantapan pada diri siswa terhadap pembentukan kompetensi 47 dasar dan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.38 3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kelas a. Pengertian Evaluasi Berbasis Kelas Evaluasi berbasis kelas adalah proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, buktibukti autentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.39 Penilaian berbasis kelas merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran yang dilakukan sebagai proses pengumpulan dan pemanfaatan informasi yang menyeluruh tentang hasi belajar yang diperoleh siswa untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan kompetensi seperti yang ditentukan dalam kurikulum dan sebagai umpan balik perbaikan proses pembelajaran.40 Adapun ciri-ciri evaluasi berbasis kelas: a) Proses penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. b) Strategi yang digunakan mencerminkan kemampuan anak secara autentik. 38 Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 181-187 39 Ibid., hal. 101 40 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 183-184 48 c) Penilaiannya menggunakan acuan patokan/kriteria. Hal ini dilakukan karena untuk mengetahui ketercapaian kompetensi siswa. d) Memanfaatkan berbagai jenis informasi. e) Menggunakan berbagai cara dan alat penilaian. f) Menggunakan sistem pencatatan yang bervariasi. g) Keputusan tingkat pencapaian hasil belajar berdasarkan berbagai informasi. h) Mempertimbangkan kebutuhan khusus siswa. i) Bersifat holistik, penilaian yang menggabungkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.41 Selain ciri-ciri diatas, juga terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi berbasis kelas diantaranya, a) Lihatlah kompetensi yang ingin dicapai pada kurikulum b) Ketika penilaian berlangsung, pertimbangkan kondisi anak. c) Penilaian dilakukan secara terpadu dengan KBM. d) Lakukan rangkaian aktivitas penilaian melalui: pemberian tugas, PR, ulangan, pengamatan dan sebagainya.42 Jadi evaluasi berbasis kelas adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam menerima materi/penjelasan dari guru dan hasil belajar siswa, sehingga 41 Masnur Muslich, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 79 42 Ibid., hal. 80 49 dari evaluasi ini dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Dan dari evaluasi kelas inilah guru dapat mengetahui apa saja kesulitankesulitan belajar yang dialami oleh para siswanya. Dari kesulitan belajar siswa inilah digunakan oleh guru sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran. Dengan perbaikan proses pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa secara maksimal. b. Tujuan Evaluasi Berbasis Kelas Tujuan evaluasi kelas yakni untuk mengetahui kemampuan siswa dan hasil belajar siswa. Adapun tujuan evaluasi kelas, hendaknya guru mengarahkan pada empat tujuan berikut yakni: a) Penelusuran (keeping track). Yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran siswa tetap sesuai dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk penilaian kelas agar memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi oleh siswa. b) Pengecekan (checking-up). Yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran. Melalui penilain kelas, baik yang bersifat formal maupun informal guru melakukan pengecekan 50 kemampuan (kompetensi) apa yang siswa telah kuasai dan apa yang belum dikuasai. c) Pencarian (finding-out). Yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Guru harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif. d) Penyimpulan (summing-up). Yaitu untuk menyimpulkan apakah siswa telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan guru, khususunya pada saat guru diminta melaporkan hasil kemajuan belajar siswa kepada orang tua, sekolah atau pihak lain seperti diakhir semester atau akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor siswa atau bentuk-bentuk lainnya.43 c. Fungsi Evaluasi Berbasis Kelas Agar pelaksanaan evaluasi kelas berjalan lancar tanpa hambatan, maka evaluasi kelas harus disusun secara berencana dan sistematis oleh guru sehingga evaluasi berbasis kelas memiliki fungsi sebagai berikut: 43 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 187-188 51 a) Fungsi Motivasi Evaluasi yang dilakukan oleh guru dikelas harus mendorong motivasi siswa untuk belajar. Latihan tugas, dan ulangan yang diberikan guru harus memungkinkan siswa melakukan proses pembelajaran baik secara individu maupun kelompok. b) Fungsi Belajar Tuntas Penilaian di kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar siswa. Ketuntasan belajar harus menjadi fokus dalam perancangan materi yang harus dicakup setiap kali guru melakukan penilaian. Jika suatu kemampuan belum dikuasai siswa, penilaian harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah semua atau sebagian besar siswa telah menguasai kemampuan tersebut. Rencana penilaian harus disusun sesuai dengan target kemampuan yang harus dikuasai siswa pada setiap semester dan kelas sesuai dengan daftar kemampuan yang telah ditetapkan. c) Fungsi Sebagai Indikator Efektifitas Pengajaran Disamping untuk memantau kemajuan belajar siswa, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil. Apabila sebagian besar atau semua siswa telah menguasai sebagian besar atau semua kemampuan yang telah diajarkan, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar telah berhasil sesuai dengan rencana. Apabila guru menemukan bahwa 52 hanya sebagian siswa saja yang menguasai kemampuan yang ditargetkan, guru perlu melakukan analisis dan refleksi mengapa hal ini terjadi dan apa tindakan yang harus guru lakukan untuk meningkatkan efektifitas pengajaran. d) Fungsi Umpan Balik Hasil penilaian harus dianalisi oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi siswa dan guru itu sendiri. Umpan balik hasil penilaian harus sangat bermanfaat bagi siswa agar siswa mengetahui kelemahan yang dialaminya dalam mencapai kemampuan yang diharapkan dan siswa diminta melakukan latihan atau pengayaan yang dianggap perlu baik sebagai tugas individu maupun kelompok. Analisis hasil penilaian juga berguna bagi guru untuk melihat hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan secara serius dalam proses belajar mengajar.44 Selain fungsi diatas, juga terdapat fungsi evaluasi berbasis kelas bagi siswa dan guru adalah : 1. Membantu siswa mewujudkan dirinya dengan mengubah dan mengembangkan perilakunya ke arah yang lebih baik dan maju. 2. Membantu siswa mendapat kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya. 3. Membantu guru untuk menetapkan apakah metode mengajar yang digunakannya telah memadai atau tidak. 44 Ibid., hal. 188-189 53 4. Membantu guru membuat pertimbangan dan keputusan administrasi.45 d. Prinsip-Prinsip Evaluasi Berbasis Kelas Pada dasarnya pelaksanaan evaluasi berbasis kelas tidak bisa terhindar dari prinsip-prinsip, sehingga pelaksanaan evaluasi harus mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Berorientasi Pada Kompetensi Penilaian mengacu pada kompetensi yang dimuat dalam kurikulum. Semua kompetensi yang ditumbuh-kembangkan pada diri peserta didik mendapat peluang yang sama untuk dinilai. 2. Mengacu Pada Patokan Penilaian, mengacu pada hasil belajar sebagai kriteria yang telah ditetapkan. Sekolah menetapkan kriteria sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. 3. Ketuntasan Belajar Pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut. Sekolah dapat menetapkan tingkat ketuntasan belajar sesuai kondisi dan kebutuhan. 45 Wiji Suwarno, Dasar-Dasar..., hal. 103 54 4. Menggunakan Berbagai Cara Pengumpulan informasi menggunakan berbagai cara untuk memantau kemajuan dan hasil belajar siswa. Tes maupun non-tes digunakan untuk mengumpulkan informasi. 5. Valid, adil dan obyektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna. Evaluasi memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa dengan berlaku adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-bedakan latar belakang siswa. Penilaian juga harus terbuka bagi semua pihak dan dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan terus-menerus, serta mudah dipahami untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.46 e. Bentuk-Bentuk Evaluasi Berbasis Kelas Adapun bentuk-bentuk evaluasi berbasis kelas meliputi evaluasi harian, ujian tengah semester (UTS), ujian akhir semester (UAS), dan evaluasi kenaikan kelas adalah sebagai berikut: a) Penilaian Harian Penilaian harian sering disebut juga ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam kompetensi dasar tertentu. Penilaian harian ini terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab 46 Ibid., hal. 103-105 55 siswa dan tugas-tugas tersruktur yang berkaitan dengan konsep dan kompetensi dasar yang sedang dibahas. Penilaian harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Penilaian harian digunakan untuk memberikan nilai bagi siswa seperti: kuis, PR, hasil tes tulis, tanya jawab, dan keaktifan siswa. b) Ujian Tengah Semester (UTS) Ujian tengah semester dilakukan setelah pembelajaran mencapai beberapa standar kompetensi tertentu (50%). UTS dilakukan satu kali dalam setiap semester. Nilai UTS digunakan sebagai bahan pertimbangan kenaikan kelas. c) Ujian Akhir Semester (UAS) UAS dilaksanakan secara bersama-sama. Adapun materi UAS yakni standar kompetensi dan kopetensi dasar semester pertama dan penekanan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar semester dua. d) Penilaian Kenaikan Kelas Penilaian kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap. Penilaian kenaikan kelas sama dengan Ujian Akhir Semester Genap. Penilaian kenaikan kelas dilakukan untuk menentukan siswa yang 56 berhak pindah atau naik kelas berikutnya (misalnya dari kelas satu ke kelas dua, dan dari kelas dua ke kelas tiga).47 D. Kerangka Konseptual Penelitian Dalam penelitian yang berjudul “Peran Sertifikasi Guru dalam Meningkatkan Profesionalitas Guru PAI di MAN 2 Tulungagung” ini, penulis bermaksud ingin mengetahui pengaruh yang dihasilkan dari guru yang sudah sertifikasi, yakni di MAN 2 Tulungagung terhadap peningkatan profesionalitas guru PAI di bidang pembelajaran. Penerapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI khususnya yang sudah sertifikasi di MAN 2 Tulungagung terutama dalam bidang perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran berbasis siswa, dan evaluasi pembelajaran berbasis kelas sangat berperan penting dalam pencapaian mutu pembelajaran serta mampu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan output yang berkualitas yang mampu menjawab tuntutan zaman. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 47 Mulyasa, Implementasi Kurikulum..., hal. 209-211 57 Perencanaan Pembelajaran Sertifikasi Guru Peningkatan profesionalita s Guru PAI Pelaksanaan pembelajaran berbasis siswa Evaluasi pembelajaran berbasis kelas KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN Pencapaian mutu pembelajaran serta mampu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan output yang berkualitas yang mampu menjawab tuntutan zaman