AKTIVITAS PENGHAMBATAN BAKTERI ASAL SALURAN PENCERNAAN AYAM BROILER TERHADAP Escherichia coli dan Salmonella spp. PADA BERBAGAI MEDIA, AERASI, pH dan SUHU GUSMINARNI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Bebagai Media, Aerasi, pH dan Suhu. adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Gusminarni G 351070071 ABSTRACT GUSMINARNI Inhibitory Activity of Bacteria Isolated from Digestive Track of Chicken Broiler Against Escherichia coli and Salmonella spp. at Several Growth Media, Aeration, pH, and Temperature. Under Direction of YULIN LESTARI and MIN RAHMINIWATI This research aim to study the Inhibition activity of bacteria isolated from digestive track chicken broiler against Echerichia coli and Salmonella sp. at several growth media, aeration, pH and temperature. Isolation of digestive track broiler bacteria was conducted by using Nutrient Agar (NA) media at pH 7.0 and pH 4.5. The isolates were assayed against Echerichia coli and Salmonella sp. The isolates which showed inhibition capability were selected, microscopically identified, Gram stained and used for further assay The inhibitory activity of selected isolates was examined using De Man Ragosa (MRS ) and Tripton Glucosa Yeast Extract (TGY) media, with and without agitation. The selected media was then modified with molasses and soybean meal as source of carbon and nitrogen, respectively. The stability of inhibitory activity was examined at five levels of temperature (250C, 300C, 370C, 400C, 500C), and seven pH levels (3.0, 4.0, 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, and 9.0). The selected isolates were also enzimatically assayed for amylase, protease, lipase, and cellulose activity. The results showed that 7n isolate produced the highest inhibition activity against E. coli and Salmonella enteric. For E coli strong inhibition showed by 7n isolate at MRS modified media, pH 6.0-8.0, and temperature at 370C, and similar condition applied also for EPEC K1-1, except the highest inhibition occured at 500C. For Salmonella enteric growth inhibition by 7n isolate was obtained using MRS modified media, pH 5, and temperature at 300C. For other Salmonella subsp.2 small inhibition by 34n occurred at both MRS and TGY modified at pH 4.0-5.0 and temperature at 370C. Both 7n and 34 isolates showed amylase, protease, lipase and cellulose activity. The results indicate that both isolates have their potency to be developed as probiotics, served as feed additive. The isolates are expected can function as growth promoter through their antibacterial and degrading enzymes activities. Keywords: chicken broiler bacteria, antibacterial activity, E. coli, Salmonella sp., MRS modified media, pH, temperature, degrading enzyme. RINGKASAN GUSMINARNI. Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Berbagai Media, Aerasi, pH dan Suhu. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN RAHMINIWATI. Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi yang baik untuk keluarga, mendorong meningkatnya permintaan akan bahan pangan hewani sebagai sumber protein. Salah satu bahan pangan hewani yang bermutu tinggi adalah produk asal ayam. Akan tetapi pemenuhan akan bahan pangan ini sering mendapat kendala. Masalah utama dalam peningkatan produksi ternak termasuk ayam adalah penyediaan pakan, terutama sebagai sumber protein dan energi yang masih diimpor dan sebagai konsekuensinya harga pakan meningkat. Untuk efisiensi pakan biasanya dengan pemberian feed additive sebagai zat pemacu tumbuh (growth promotant). Zat pemacu tumbuh yang umum dipakai berasal dari kelompok antibiotik. Penggunaan antibiotik mempunyai sifat positif seperti meghambat infeksi bakteri patogen dan memacu pertumbuhan. Akan tetapi antibiotik mempunyai efek samping yaitu ikut hadirnya residu antibiotik dalam produk yang dihasilkan sehingga mengakibatkan efek teratogenik, karsinogenik, mutagenik, resistensi bakteri patogen serta. membunuh bakteri pencernaan yang menguntungkan. Untuk memicu produksi dan reproduksi ternak yang lebih aman maka dicari zat pengganti antibiotik seperti probiotik, dan enzim. Probiotik adalah makanan tambahan (feed additive) berupa mikroba hidup, baik bakteri maupun kapang atau yeast yang dapat menguntungkan bagi inagnya dengan jalan meningkatkan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak. Enzim adalah senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa komplek menjadi sederhana yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam susunan yang teratur dan tetap. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas antibakteri, dari metabolit bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap Escherichia coli dan Salmonella sp. Kajian juga dilakukan terhadap aktivitas proteolitik, amilolitik, lipolitik, selulolitik dari metabolit yang dihasilkan bakteri asal saluran pencernaan ayam pada beberapa media, aerasi, pH, dan suhu. Isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler (tanpa antibiotik) dengan menggunakan media NA pH 7.0 dan pH 4.5. Bakteri yang didapat di uji antagonis terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonela subsp.2, Salmonella enteric dengan metode double layer (Lisboa et al. 2006). Aktivitas penghambatan ditunjukkan olah adanya zona bening di sekitar koloni. Isolat bakteri terpilih diidentifikasi dan dioptimasi aktivitas penghambatannya pada media MRS dan TGY, diagitasi dan tanpa agitasi. Media yang paling tinggi aktivitasnya digunakan untuk membuat media modifikasi dengan mengganti sumber karbon dengan molase dan sumber nitrogen dengan tepung kedelai. Optimasi dilakukan pada lima tingkatan suhu (250C, 300C, 370C, 400C, 500C) dan tujuh tingkatan pH (3.0, 4.0, 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, 9.0). Hasil isolasi diperoleh 72 isolat terdiri dari 38 isolat pada media NA dengan pH 7.0 dan 34 isolat pada media NA dengan pH 4.5. Bagian saluran yang digunakan untuk isolasi bakteri antara lain duodenum, ileum dan intestinum crasum. Pada duodenum diperoleh 11 isolat, ileum 14 isolat dan intestinum crasum 47 isolat. Hasil uji antagonis menunjukkan 19 isolat mampu menghambat EPEC K1-1 yang terdiri dari 13 isolat dari pH 7.0 dan 6 isolat dari pH 4.5. Penghambatan terhadap E. coli diperoleh 30 isolat, terdiri dari 18 isolat dari pH 7.0 dan 12 isolat dari pH 4.5. Penghambatan terhadap Salmonella enteric didapatkan 21 isolat terdiri dari 7 isolat dari pH 7.0 dan 14 isolat dari pH 4.5. Waktu inkubasi yang paling baik adalah 48 jam. Setelah diseleksi dan diidentifikasi diperoleh empat isolat terpilih yaitu isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n. Keempat isolat merupakan kelompok Bacillus yang mempunyai aktifitas penghambatan terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2. Isolat terpilih dioptimasi aktivitas penghambatannya terhadap media, pH dan suhu. Dari hasil optimasi terhadap media MRS modifikasi dan TGY modifikasi diperoleh isolat 7n, 25n, dan 27n aktivitas penghambatannya terbaik ditumbuhkan pada media MRS modifikasi tanpa agitasi dan untuk isolat 34n media terbaiknya adalah media TGY modifikasi tanpa agitasi. Hasil optimasi terhadap suhu dan pH diperoleh aktifitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh isolat 7n sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 500C dan pH 7.0. Penghambatan tertinggi terhadap E.coli asal ayam oleh isolat 25n sebesar 29 mm pada media MRS modifikasi suhu 400C dan pH 8.0. Aktifitas penghambatan terhadap Salmonella enteric oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi dengan suhu 300C dan pH 5.0. Penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. oleh isolat 34n sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 370C dan pH 9.0. Keempat isolat menunjukkan aktifitas penghambatan pada kisaran suhu 300C hingga 500C dan kisaran pH 5.0 hingga pH 9.0. Hasil uji enzim menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai kemampuan menghasilkan enzim amilase, protease, lipase dan selulase ekstraseluler. Dimana isolat 7n mempunyai nilai indeks paling tinggi dengan indeks amilase 0.67, indeks protease 1.5, indeks lipase 1, dan indeks selulase 2. Isolat 27n menghasilkan enzim amilase, protease dan selulase tapi tidak menghasilkan enzim lipase. Dengan demikian isolat 7n, 25n, 27, dan 34n efektif menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal ayam sehingga berpotensi sebagai biokontrol pada ternak ayam pedaging (broiler). Aktivitas penghambatan yang lebih kecil pada media modifikasi dibanding media umum diduga disebabkan oleh kandungan molase dan tepung kedelai masih kompleks. Keempat isolat diharap dapat digunakan sebagai probiotik dan makanan tambahan (feed additive) pengganti antibiotik. Kata kunci: bakteri, bakteri asal ayam broiler, aktivitas antibakteri, E.coli, Salmonella sp., media MRS modifikasi, media TGY modifikasi, pH, suhu, aktivitas enzim degradatif. ©Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undag Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB AKTIVITAS PENGHAMBATAN BAKTERI ASAL SALURAN PENCERNAAN AYAM BROILER TERHADAP Escherichia coli dan Salmonella spp. PADA BERBAGAI MEDIA, AERASI, pH dan SUHU GUSMINARNI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Mikrobiologi SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Iman Rusmana Judul Tesis Nama NRP : Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Berbagai Media, Aerasi, pH dan Suhu : Gusminarni : G351070071 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Yulin Lestari Ketua drh. Min Rahminiwati, M.S.PhD Anggota Diketahui Ketua Mayor Mikrobiologi Dr. Ir. Gayuh Rahayu Tanggal Ujian: 10 Agustus 2009 Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S Tanggal lulus: PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah (tesis) ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 sampai April 2009 adalah Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Bebagai Media, Aerasi, pH dan Suhu. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya terutama kepada pembimbing, yaitu Dr. Ir. Yulin Lestari dan drh. Min Rahminiwati, M.S. PhD yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Iman Rusmana selaku Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan koreksi dan arahan untuk perbaikan tesis Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu pengelola Laboratorium Mikrobiologi FMIPA IPB atas segala bantuan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian dilakukan. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui Program Peningkatan Mutu Guru Madarasah. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala MAN 2 Batusangkar, Bapak Drs. Anasril yang telah memberi izin penulis untuk tugas belajar di IPB, serta teman-teman guru MAN 2 Batusangkar atas dukungannya. Akhirnya ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta atas doa, motivasi dan keihkhlasan mereka untuk ditinggalkan selama penulis menempuh pendidikan di IPB serta Bapak dan Ibu mertua, kakak, adik, kakak ipar, adik ipar yang membantu dalam merawat anak anak penulis selama penulis studi. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga karya ilmiah inii bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2009 Gusminarni RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukitinggi pada tanggal 26 Agustus 1968 dari bapak Mislam (Alm) dan ibu Nurma (Almh). Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara. Pendidikan Dasar sampai Menengah Atas diselesaikan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Tahun 1987 penulis lulus SMA Negeri 2 Bukittinggi dan pada tahun yang sama penulis lulus masuk perguruan tinggi Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK) pada jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA, dan lulus pada tahun 1991. Penulis bekerja sebagai guru honorer di SMA YPP Lubuk Alung Sumatera Barat dari tahun 1991 hingga 1992. Dari tahun 1993 hingga 1996 penulis mengajar di Madrasah Sumatra Tawalib Parabek Bukittinggi. Pada tahun 1994 penulis diangkat menjadi guru Biologi pada MAN 2 Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Tahun 2007 penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama Republik Indonesia melalui program Peningkatan Mutu Guru Madarasah untuk melanjutkan studi pada mayor Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis menikah dengan Sumintarto Nurwahyudi. Spd pada tahun 1996 dan dikaruniai 4 orang anak, Syafiq Wahyu Hidayat (12 tahun), Fadhel Ghalib Wahyudi (10 tahun), A.Nouval Dzakwan Wahyudi (5 tahun) dan Ghina Nasywa Fauzana (2 tahun). Alamat Rumah sekarang di Perumahan Arai Pinang II Blok A No 2 Batusangkar telp (0752) 574185 Tanah Datar-Sumbar. Alamat sekolah MAN 2 Batusangkar jl Sudirman Lima Kaum (0752) 71640. Email [email protected]. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii DFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii PENDAHULUAN ............................................................................................. Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan ...................................................................................................... Manfaat .................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... Mikroflora Usus ....................................................................................... Probiotik ................................................................................................... Prebiotik ................................................................................................... Bacillus sp................................................................................................ Escherichia coli......................................................................................... Salmonella sp ............................................................................................ Antibiotik .................................................................................................. Enzim ........................................................................................................ Protease .................................................................................................... Amilase .................................................................................................... Lipase ....................................................................................................... Selulase .................................................................................................... Molase ....................................................................................................... Tepung kedelai ......................................................................................... 1 1 2 2 4 4 6 8 8 10 12 14 15 16 17 19 19 20 21 BAHAN DAN METODE .................................................................................. Waktu dan Tempat ................................................................................... Bahan dan Alat ......................................................................................... Metode ..................................................................................................... Isolasi Bakteri Saluran Pencernaan Ayam ............................................... Pemurnian Bakteri Hasil Isolasi ............................................................... Peremajaan Bakteri Target ....................................................................... Uji Antagonis Langsung Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. coli Asal Ayam serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam ................................... Identifikasi / Karakterisasi Isolat Bakteri.................................................. Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer..................................................................... Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif ...................................................... Uji Kualitatif Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase .................. 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 26 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 27 Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler ............................................................................................ 27 Peremajaan Bakteri target ........................................................................ Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. Coli Asal Ayam Serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam ................................... Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler ................... Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric Dengan Metode Kirby-Bauer ................................................................... Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif ...................................................... Optimasi Media ........................................................................................ Optimasi Waktu Produksi ........................................................................ Pertumbuhan Isolat .................................................................................. Optimasi Suhu .......................................................................................... Optimasi pH ............................................................................................. Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase ......................................... 30 31 32 37 40 40 45 46 47 49 51 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 58 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59 LAMPIRAN ....................................................................................................... 67 DAFTAR TABEL Halaman 1 Mikroorganisme dalam saluran pencernaan ternak....................................... 5 2 Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler.......... 28 3 Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler erhadap E.coli, EPEC K1-1, Salmonella enteric.............................. 31 4 Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n ....................................... 35 5 Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric,dan Salmonella subsp.2 ...................................................................................... 37 6 Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n............................................................................................. 51 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur amilosa dengan ikatan α-1.4 D-glukosidik ..................................... 17 2 Struktur amilopektin dengan ikatan α-1.4 dan α-1.6- D glikosidik ............. 18 3 Strutur selulosa dengan ikatan β- (1,4) ....................................................... 20 4 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 7n) diisolasi dari jejenum, (isolat 25n) dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang (perbesaran 40 x 100) .................................................................................. 33 5 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 27n) b (isolat 34n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang Gram positif (perbesaran 40 x 100) ................................................................................... 33 6 Hasil pewarnaan spora (isolat 7n), b (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) ............................. 7 34 Hasil pewarnaan spora (a) isolat 27n, (b) isolat 34n diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) ........................ 34 8 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a)EPEC K1-1, (b) E.coli Ф cakram kertas 8mm ....................................... 38 9 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) Salmonella enteric (b) Salmonella sp. asal ayam, Ф cakram kertas 8mm .................................................................................. 38 10 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli ............................................... 39 11 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli asal ayam ..................................................................................... 41 12 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2 asal ayam ................................................................ 42 13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap E.coli (a) filtrat kultur (b) sel ................................................................................. 45 14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB ............................ 46 15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli ............ 47 16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric, (b) Salmonella subsp.2 asal ayam .............................................................. 48 17 Aktifitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli ............ 49 18 Aktifitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2 asal ayam ................................................................ 50 19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) amilase (b) protease ............................................................................... 52 20 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) lipase (b) selulase ................................................................................... 54 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Komposisi kimia molase ............................................................................. 68 2 Komposisi kimia tepung kedelai ................................................................ 68 3 Komposisi media peremajaan, produksi, serta uji daya hambat isolat . asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal ayam ....... 69 4 Komposisi Pereaksi Pewarnaan .................................................................. 71 5 Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler pada media NA pH 7.0 .......................................................... 72 6 Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler pada media NA pH 7.0 .......................................................... 73 7 Kurva Standar Isolat 7n .............................................................................. 74 8 Kurva Standar Isolat 25n ............................................................................ 75 9 Kurva Standar Isolat 27n ............................................................................ 76 10 Kurva Standar Isolat 34n ............................................................................ 77 11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan EPEC K1-1 diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu .................. 78 11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan E. coli diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu .......................... 78 11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan Salmonella enteric diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu ....... 78 11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan Salmonella subsp.2 diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu ...... 78 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi yang baik untuk keluarga, menyebabkan meningkatnya permintaan akan bahan pangan hewani sebagai sumber protein. Salah satu bahan pangan hewani yang bermutu tinggi adalah produk asal ayam. Akan tetapi pemenuhan akan bahan pangan ini sering mendapat kendala. Masalah utama dalam peningkatan produksi ternak termasuk ayam pedaging (broiler) adalah penyediaan pakan. Pakan merupakan 70% biaya pemeliharaan. Pakan yang diberikan harus memberikan nutrisi yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari Average Daily Gain (ADGnya) akan tinggi..Pada saat ini pakan terutama sebagai sumber protein dan energi dipenuhi dari impor dan sebagai konsekuensinya harga pakan menjadi mahal. Untuk meningkatkan efisiensi pakan biasanya dilakukan dengan cara memberi bahan tambahan (feed additive) sebagai zat pemacu tumbuh (growth promotant). Zat pemacu tumbuh yang umum dipakai berasal dari kelompok antibiotik seperti zinkbasitrasin, monensin, tetrasiklin dan penicilin. Selain untuk pemacu tumbuh antibiotik juga digunakan untuk megendalikan penyakit yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi penggunaan antibiotik yang berlebihan mengandung resiko yaitu ikut hadirnya residu antibiotik dalam produk yang dihasilkan (telur dan daging) yang bersifat teratogenik, karsinogenik dan mutagenik. Resiko lainnya yaitu terjadinya resistensi mikroorganisme patogen seperti Salmonella sp. resisten streptomisin, E. coli resisten Enrofloxasin, dan membunuh bakteri yang menguntungkan. Pakar nutrisi (nutritionist) telah mengalihkan penggunaan zat pemacu tumbuh yang berasal dari antibiotik ke bahan bioaktif alami dan probiotik. Bahan bioaktif alami adalah bahan bahan pemacu pertumbuhan yang bersumber dari organisme. Probiotik adalah makanan tambahan berupa mikroba hidup, baik bakteri maupun kapang/yeast yang dapat menguntungkan bagi inangnya dengan 2 jalan meningkatkan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak (Fuller 1992). Probiotik menggantikan penggunaan antibiotik sebagai pemacu tumbuh telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas ternak. Mikroba yang sudah dinyatakan aman sebagai bahan pakan untuk ayam yaitu golongan bakteri seperti Lactobacillus sp., Bacillus subtilis, serta dari golongan kapang seperti Saccharomyces sp. (Martin 1995; Haddadin et al. 1996; Jin et al. 1996). Untuk produksi mikroba sebagai probiotik dari segi industri harus memperhatikan efisiensi sehingga diperlukan optimasi produksi metabolit dari mikroba. Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH, oksigen, tekanan osmosis dan faktor nutrisi terdiri dari sumber karbon, nitrogen, mineral (unsur makro dan mikro), vitamin (Stainer et al. 1976; Fardiaz 1989). Kebutuhan akan karbon untuk pertumbuhan mikroba yang paling baik diperoleh dari sumber karbohidrat yang dapat larut seperti glukosa, dan sumber nitrogen yang mudah larut seperti kasein. Namun penggunaan glukosa dan kasein memerlukan biaya yang tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel mikroba dengan biaya yang lebih murah dan mudah didapat pada umumnya digunakan sumber karbon lain seperti molase dan sumber nitrogen dari tepung kedelai. Optimasi aktivitas senyawa bioaktif dari bakteri terpilih dilakukan terhadap media produksi yang menggunakan molase dan tepung kedelai, agitasi dan tanpa perlakuan agitasi, pH, dan suhu. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas antibakteri dan aktivitas enzimatik dari metabolit bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler. Aktivitas antibakteri dilakukan terhadap Escherichia coli dan Salmonella sp., sedangkan aktivitas enzimatik meliputi proteolitik, amilolitik, lipolitik, selulolitik. Optimasi produksi metabolit yang dihasilkan bakteri dilakukan pada berbagai media, aerasi, pH, dan suhu. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bakteri unggul asal saluran pencernaan ayam broiler yang berpotensi sebagai probiotik pada kondisi 3 pertumbuhan optimum untuk menghasilkan senyawa anti bakteri. Penggunaan bakteri asal saluran pencernaan ini diharapkan dapat menjadi alternatif penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan, sehubungan kemampuannya dalam menghasilkan enzim ekstraseluler yang membantu konversi pakan secara optimal sehingga penggunaan pakan lebih efisien dan pertumbuhan menjadi optimum. TINJAUAN PUSTAKA Mikroflora Usus Mahluk hidup sebelum lahir atau menetas berada dalam keadaan steril, Ketika sudah berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba masuk ke dalam tubuh baik dalam proses kelahiran atau menetas, maupun lewat makanan dan kontak dengan lingkungan. Mikroorganisme tersebut tinggal pada saluran pencernaan sampai makhluk hidup itu mati. Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh bakteri adalah saluran usus. Mikroorganisme yang menempel pada saluran usus tersebut dinamakan mikroflora usus (Nakazawa 1992). Mikroflora usus merupakan ekosistem yang kompleks terdiri dari sejumlah besar bakteri. Zat yang terdapat dalam ekosistem usus dapat berasal dari bahan luar yang berupa pakan dan dapat berasal dari dalam tubuh (endogeneus) seperti produk metabolisme yang harus dibuang. Mikroflora detrimental umumnya sangat aktif merombak zat yang terdapat dalam usus besar baik berasal dari bahan makanan beracun, obat obatan, steroid, maupun metabolit yang berasal dari bahan makanan (Hasono 2002). Hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat toksik (beracun), karsinogenik (menyebabkan kanker) atau metagenik (membentuk gas metan). Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini proporsi bakteri “baik” akan mendesak atau mengencerkan mikroflora aktif diatas, sehingga zat toksik yang akan dibentuk tidak jadi karena, bahan pembentuknya sudah dibuang terlebih dahulu. Menurut Savage yang dikutip oleh Nakazawa (1992) mikroflora normal usus mempunyai sifat (1) dapat tumbuh dalam kondisi anaerobik, (2) terdapat pada saluran pencernaan dewasa normal, (3) dapat mengkolonisasi pada bagian specifik saluran pencernaan, (4) dapat membangun habitat sendiri selama proses perantian dari manusia dan hewan muda, (5) dapat menjaga populasi pada dewasa normal, (6) dapat melekatkan diri dengan permukaan epitel usus. Kemampuan bakteri untuk melekat pada jaringan epitel usus (lapisan lendirnya), dapat dibuktikan dengan kemampuannya megkolonisasi saluran usus dan menjaga 5 populasi tetapnya. Bakteri bakteri ini dapat diselidiki keberadaannya dengan menguji feses dari hostnya. Pada saluran pencernaan ayam terdapat sekitar 100-400 mikroba yang menguntungkan dan merugikan. Mikroba menguntungkan seperti E. Coli, Lactobacillus, Streptococcus, Bacteroides, Enterococcus, Clostridia, dan yang merugikan seperti Salmonella sp. Bakteri bakteri itu hidup dalam keseimbangan. Kestabilan flora usus bisa terganggu antara lain oleh antibiotik, infeksi bakteri dan virus, kemoterapi, radiasi, pola makan, stres dan iklim (Gsianturi 2002). Menurut Utomo (2002 ) mikroorganisme pada saluran pencernaan ternak terdiri dari mikroorganisme seperti tercantum pada (Tabel 1). Tabel 1 Mikroorganisme dalam saluran pencernaan ternak Hewan Bakteri Ayam E.coli Babi Kucing Ileum (CFU) - Seikum (CFU) - Feses (CFU) 106 Lambung (CFU) 106 Lactobacillus 109 109 106 109 Streptococcus 104 - - 9 107 Bacteroides - - 10 Enterococcus - 104 107 107 Clostridia - - - - 105 106 107 105 Lactobacillus - 109 109 109 Streptococcus 106 - - 106 Bacteroides - - - - Enterococcus - 107 107 - Clostridia - 107 108 - E.coli 104 - - 105 Lactobacillus 107 108 109 - Streptococcus - - - 107 Bacteroides - 109 109 - 106 108 108 - 6 8 8 E.coli Enterococcus Clostridia 10 10 10 108 6 Dari tabel terlihat pada saluran pencernaaan ayam Lactobacillus ditemui hampir diseluruh saluran pencernaan, bakteri ini kelompok bakteri baik. Sementara E.coli dan Bacteroides banyak ditemui pada pada lambung dan pada ileum dan seikum tidak ditemui dan pada feses kembali ditemui dengan jumlah yang sama dengan di lambung. Enterococcus ditemui pada lambung dan pada seikum jumlahnya menurun kemudian pada feses jumlahnya meningkat kembali. Streptococcus hanya ditemui pada saluran pencernaan bagian ileum Mikroflora usus ayam pada umumnya bersumber dari permukaan telur yang tidak steril sebagai hasil kontak induk dengan sangkarnya. Sedangkan pada peternakan komersial, kolonisasi pada saluran usus ada hubungannya dengan kebersihan di hatchery dan kontak dengan lingkungan bebas. Jika saluran usus terkolonisasi dengan mikroba yang merugikan, maka akan berdampak patogen bagi tubuh. Untuk mengantisipasi serangan patogen, bakteri menguntungkan (probiotik) akan membangun pertahanan tanpa memberi ruang bagi bakteri patogen untuk menyerang tubuh (Gsianturi 2002). Probiotik Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang artinya for life (untuk hidup) memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Istilah probiotik pertama kali digunakan oleh Lilley dan Stiwell pada tahun (1965) menyatakan bahwa substansi yang dihasilkan mikroba untuk menstimulir pertumbuhan mikroba lainnya dalam saluran pencernaan. Lebih lanjut Fuller (1989) mendefinisikan probiotik sebagai bahan pangan yang mengandung mikroorganisme dalam keadaan hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi inangnya dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora usus. Definisi probiotik berkembang setelah adanya data hasil penelitian ilmiah, seperti yang dikemukakan oleh Fuller (1992) bahan probiotik itu adalah makanan tambahan (feed suplement) berupa jasad hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi ternak induk semangnya. Dan mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai probiotik antara lain tidak toksik, mampu bertahan pada suasana asam dan cairan empedu, dapat berkoloni dan melakukan kegiatan metabolisme di dalam usus dan dapat tumbuh lama dan menghambat mikroba patogen dan dapat hidup pada berbagai kondisi dalam tubuh ternak. Pernyataan ini 7 kemudian diperbaharui oleh Salminen et al. (1999) probiotik yaitu sediaan sel mikroba atau komponen dari sel mikroba yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan dan kehidupan inangnya. Menurut Fuller (1991) bakteri probiotik harus memiliki persyaratan yaitu memberikan efek yang menguntungkan pada host, tidak patogenik dan tidak toksik, mengandung sejumlah besar sel hidup, mampu bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, tetap hidup selama dalam penyimpanan sampai waktu digunakan, mempunyai sifat sensori yang baik, diisolasi dari host. Beberapa penelitian mengungkapkan pengaruh positif dari probiotik terhadap kesehatan adalah: 1. Memperbaiki keluhan malabsorbsi laktosa (Legowo 2003) 2. Meningkatkan ketahana alami terhadap infeksi di usus (Siswono 2002) 3. Mencegah diare yang diakibatkan oleh antibiotik (Gsianturi 2002) 4. Menurunkan resiko terjadinya penyakit tumor dan kanker kolon (Prangdimurti 2001) 5. Mengurangi kadar kolesterol darah (Tannock 1999) 6. Memperbaiki pencernaan (Fuller 1997) 7. Stimulasi imunitas gastrointestinal (Mc Cracken dan Gaskin 1999; Mc Farlane dan Cummings 1999). Probiotik dapat digolongakan menjadi dua yakni golongan bakteri dan golongan cendawan. Menurut Mujiasih (2001) mikroorganisme yang sering digunakan sebagai probiotik dari kedua kelompok ini adalah Aspergilus niger, A. oryzae, Bacillus coagulans, B. lentis, B.pumilus, B. brevis, B. alvei, B. circulans, Bifidobacterium adolescentis, B. animalis, B. bifidum, B. infantis, B. longum, B. thermopilus, Bacteroides amylophilus, B. ruminicola, Lactobacillus acidophilus, L. brevis, Streptococcus oremoris, S. faecium, S. lactis, S. thermophilus, Leiconostoc mesenteroides, Pediococcus acidolacticii, Propionibacterium shemani dan Saccharomyces cerevisiae. Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan untuk memperbaiki saluran pencernaan dengan cara: (1) menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), (2) merangsang reaksi 8 enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan, (3) merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfaamilase) yang digunakan untuk mencerna pakan, (4) memproduksi vitamin dan zat zat yang tidak terpenuhi oleh tubuh (Seifert dan Gessler 1997). Menurut Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas. Prebiotik Prebiotik pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak tercerna dan tidak tidak diserap biasanya dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan inulin (dietary fiber) (Reddy 1998; Grizard dan Barthomeuf 1999; Reddy 1999). Zat ini akan mengalami proses peragian di dalam usus besar, untuk menghasilkan makanan bagi bakteri yang menguntungkan (Karyadi 2003). Makanan tersebut sangat berguna bagi perkembangbiakan bakteri baik menjadi lebih banyak sehingga dapat mendominasi populasi bakteri dalam usus. Prebiotik dikenal juga sebagai nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik akan tetapi tidak cocok bagi bakteri jahat. Bacillus sp. Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap panas (suhu tinggi), mampu mendegradasi Xylan dan karbohidrat (Cowan dan Stell’s 1973). Bacillus spp mempunyai sifat : (1) mampu tumbuh pada suhu lebih dari 500C dan suhu kurang dari 50C, (2) mampu bertahan terhadap pasteurisasi, (3) mampu tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (>10%), (4) mampu menghasilkan spora dan (5) mempunyai daya proteolitik yang tinggi dibandingkan mikroba lainnya. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Menurut Turnbull (1996) Bacillus merupakan bakteri aerob obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase. Bacillus secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul 2007). Jenis Bacillus (Bacillus cereus, Bacillus clausii, Bacillus pumilus) termasuk dalam lima produk 9 probiotik komersil terdiri dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan berpotensi untuk kolonisasi, immunostimulasi, dan aktivitas anti mikrobanya (Duc et al. 2004). Beberapa penelitian telah berhasil mengisolasi dan memurnikan bakteriosin Bacillus sp. Gram positif diantaranya yaitu subtilin yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis (Klein et al. 1993), megacin yang dihasilkan oleh B. megaterium (Tagg et al. 1976), coagulin dihasilkan oleh B. coagulans I4 (Hyronimus 1998), cerein dihasilkan oleh B. cereus (Oscariz dan Pisabarro 2000), dan tochicin yang dihasilkan oleh B. thuringiensis (Paik et al. 1997). Senyawa antimikrob lain yang dihasilkan oleh Bacillus sp adalah basitrasin, pumulin, laterosporin, gramisidin, dan tirocidin yang efektif melawan bakteri Gram positif serta kolistin dan polimiksin bersifat efektif melawan bakteri Gram negatif. Sedangkan difficidin memiliki spektrum lebar, mikobacilin dan zwittermicin bersifat anti jamur (Todar 2005). Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif biasanya merupakan polipeptida bermuatan positif yang dapat menembus membran sel dan tersusun kurang dari 60 residu asam amino. Berdasarkan struktur asam aminonya bakteriosin dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1. Lantibiotik, yaitu kelompok bakteriosin yang dikarakterisasi oleh adanya jembatan sulfur intra rantai dan mengandung asam amino yang tidak lazim yaitu dehidrolanin, lantionin, dan β-metil lantionin, misalnya pada nissin yang dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis (Hurst 1981) dan variacin (Pridmore et al. 1996). 2. Non-lantibiotik, yaitu kelompok bakteriosin yang dapat dibagi dua berdasarkan bobot molekulnya, yaitu: a. Bakteriosin dengan berat molekul relatif kecil yaitu sekitar 2 – 6 kDa (Lozano et al. 1992), misalnya pediocin Ach yang dihasilkan oleh Pediococcus acidilactici . b. Bakteriosin dengan berat molekul relatif besar biasanya di atas 30 kDa (Benoit et al. 1994), contohnya helveticin J yang dihasilkan oleh Lactobacillus helviticus. 10 Bakteriosin merupakan zat antimikroba berupa polipeptida, protein, atau senyawa yang mirip protein. Bakteriosin disintesis di ribosom oleh bakteri selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat pertumbuhan galurgalur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Kone & Fung 1992; Jack et al. 1995). Menurut Tagg et al. (1976), kriteria yang merupakan ciri-ciri bakteriosin adalah sebagai berikut: (1) memiliki spektra aktivitas yang lebih sempit, (2) senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein, (3) bersifat bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, (5) gen determinan terdapat pada plasmid. Escherichia coli E. coli tergolong bakteri Gram negatif, an aerob fakultatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak tahan asam dan ukuran 2−3 x 0.6 μm (Gordon dan Jordan 1982). Bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan hewan. Uji fisiologis menunjukkan bereaksi positif terhadap indol dan merah metil, negatif terhadap Vogues-Proskauer, serta tidak menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satusatunya (Krieg dan Holt 1984). Penyakit yang ditimbulkan oleh E. coli dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Pertama E. coli yang bersifat oportunistik, artinya dapat menyebabkan penyakit dalam keadaan tertentu, misalnya kekurangan makanan atau mengikuti penyakit lain. Kedua bersifat enteropatogenic/enterotoksigenic, E. coli yang mempunyai antigen perlekatan dan memproduksi enterotoksin sehingga dapat menimbulkan penyakit. (Lay dan Hastowo 1992). Faktor virulensi E. coli dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pagositosis, kemampuan perlekatan terhadap epitel sel pernafasan dan ketahanannya terhadap daya bunuh oleh serum. E.coli yang patogen mempunyai struktur dinding sel yang disebut “pili”, yang tidak ditemukan pada serotipe yang tidak patogen (Tabbu 2000), dan “pili” inilah yang berperan dalam kolonisasi (Lay dan Hastowo 1992). Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli yaitu, antigen O (Somatik), antigen K (Kapsel) dan antigen H (Flagella) (Gupte 1990; Lay dan Hastowo 1992). Determinan antigen (tempat aktif suatu antigen) O terletak pada bagian liposakarida bersifat tahan panas dan dalam 11 pengelompokannya diberi nomor 1,2,3 dan seterusnya. Antigen K merupakan polisakarida atau protein, bersifat tidak tahan panas dan berinterferensi dengan aglutinasi O, Antigen H mengandung protein, terdapat pada flagella yang bersifat termolabil. Pada saat ini telah diketahui ada 173 grup serotipe antigen O74 jenis antigen K dan 53 jenis antigen H (Barnes dan Gross 1997). Serotipe yang banyak menyebabkan penyakit pada unggas adalah O1, O2, O35 dan O78 (Tabbu 2000), dan dikenal patogenitasnya cukup tinggi (Charlton et al. 2000). Kolibasilosis adalah penyakit pada unggas yang disebabkan oleh bakteri E. coli yang patogen, sebagai agen primer ataupun sekunder. Infeksi E. coli atau koliseptikemia ini dapat terjadi pada ayam pedaging dan petelur dari semua kelompok umur, serta unggas lain seperti kalkun dan itik (Charlton et al. 2000). Tanda klinis kolibasilosis tidak spesifik dan dipengaruhi oleh umur ayam, lama infeksi, organ yang terserang dan adanya penyakit lain bersamanya. Pada ayam pedaging umur 4−8 minggu dan ayam petelur umur ±20 minggu dapat terjadi septikemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan hilangnya nafsu makan, malas bergerak/inaktif dan mengantuk (Lee dan Lawrence 1998). Penularan kolibasilosis biasanya terjadi secara oral melalui pakan, air minum atau debu/kotoran yang tercemar oleh E. coli. Debu dalam kandang ayam dapat mengandung 105–106 E. coli/gram dan bakteri ini dapat tahan lama, terutama dalam keadaan kering. Apabila debu tersebut terhirup oleh ayam, maka dapat menginfeksi saluran pernafasannya (Tabbu 2000). Penyakit kolibasilosis dapat dimanifestasikan dalam bentuk kelainan organ, seperti: septikemia, enteritis, granuloma, omfalitis, sinusitis, airsacculitis, rithritis/synovitis, peritonitis, pericarditis, selulitis dan Swollen Head Syndrome/SHS (Zanella et al. 2000), oovoritis ,salpingitis, panopthalmitis dan bursitis sternalis (Barnes dan Gross 1997; Tabbu 2000). Kolibasilosis mempunyai arti penting bagi industri perunggasan, karena dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan produksi, penurunan kualitas karkas dan telur, serta, kualitas anak ayam (DOC). Di samping itu, adanya infeksi E. coli dapat merupakan faktor pendukung timbulnya penyakit komplek pada saluran pernafasan, pencernaan atau reproduksi yang sulit ditanggulangi (Tabbu 2000). 12 Sekitar 10−15% dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam yang sehat tergolong serotipe patogen. Bagian usus yang paling banyak mengandung kuman tersebut adalah jejunum, ileum dan sekum. Jenis E. coli yang terdapat di dalam usus tidak selalu sama dengan jenis yang ditemukan pada jaringan lain. Sebagai agen penyakit sekunder, E. coli sering mengikuti penyakit lain, misalnya pada berbagai penyakit pernafasan dan pencernaan yang menyerang ayam. Kenyataan di lapangan, timbulnya kasus kolibasilosis, terutama akibat pengaruh imunosupresif dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan dibanding petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada Chronic Respiratory Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot), Swollen Head Syndrome (SHS), Infectious Laryngo Tracheitis (ILT) dan koksidiosis (Tabbu 2000). Galur E. coli yang menyebabkan diare dibedakan dalam enam kategori, yaitu enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), enteroaggregative Escherichia. coli (EAEC), enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), enteroinvasive Escherichia. coli (EIEC), dan celldetaching Escherichia. coli (CDEC) (Nataro & Kaper 1998). EPEC merupakan penyebab utama diare pada anak-anak di negara berkembang. Studi yang dilakukan di Brazil, Meksiko, dan Afrika Selatan memperlihatkan bahwa 30-40% diare pada anak-anak disebabkan oleh EPEC. Terapi yang dilakukan terhadap diare bertujuan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, diantaranya melalui pemberian cairan (rehidrasi) secara oral dan konsumsi beberapa antibiotik (Nataro & Kaper 1998). Budiarti et al.(1998) mengisolasi EPEC dari feses anak-anak penderita diare. Salah satu isolat yaitu EPEC K1-1 diketahui memiliki resistensi terhadap ampisilin dengan menghasilkan enzim β-laktamase secara ekstraseluler (Wahyuni 2006). Salmonella sp. Salmonella sp. adalah bakteri berbentuk batang Gram negatif, bersifat anaerob fakultatif tidak membentuk spora dan dapat bergerak. Uji fisiologis Salmonella sp. menunjukkan H2S, merah metil, reduksi nitrat, sitrat, dulcitol, lisin, dekarboksilasi dan ornitin dekarboksilasi bersifat positif. Reaksi biokimia lain seperti oksidasi, indol, Vogues-Proskauer (VP), urease, glukonat, laktosa, dan fenilalanin deaminasi bersifat negatif (Krieg dan Holt 1984). Salmonella sp. 13 termasuk ke dalam famili Enterobactericeae tribus escherichea (Fardiaz 1985). Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 50- 470C dengan suhu optimum 350- 370C, dan kisaran pH 4.1-9.0 dengan pH optimum 6.5-7.5. Pada pH dibawah 4.0 dan diatas 8.0 sel Salmonella sp akan mati secara perlahan. Tempat hidup primer dari Salmonella sp. adalah saluran pencernaan burung, reptil dan mamalia. Salmonella sp. dapat ditemukan dalam berbagai makanan asal ternak. Karena hidup dalam saluran pencernaan, maka adanya Salmonella sp. pada manusia dan hewan dapat terjadi tanpa disertai tanda tanda infeksi. Manusia dan hewan dapat dikatakan pembawa (carier). Pembawa sering menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat karena dapat menularkan penyakit tetapi sulit untuk mendeteksinya. Pada unggas dapat ditemukan pembawa sebesar tiga-lima persen (Anonim 2008). Menurut Jay (1986) Salmonella sp. diklasifikasikan berdasarkan pada analisis antigen, dan ini pertama kali dilakukan oleh Kauffmann dan White, sehingga klasifikasi ini disebut skema Kauffmann-White. Klasifikasi ini menggunakan dua macam antigen yaitu antigen somatik yang disebut antigen O dan antigen flagella yang disebut antigen H. Dengan klasifikasi ini maka spesies dan varietas ditempatkan pada kelompok A,B,C, dan seterusnya sesuai dengan persamaan dalam kandungan satu atau lebih antigen O. Hasilnya adalah Salmonella schottmuellerri winlow dan Salmonella typhimurium loeffler ditempatkan pada kelompok B, karena menunjukkan antigen O4 dan 12. Salmonella typhi, Salmonella enteridis dan Salmonella gallinarum ditempatkan pada kelompok D dengan antigen O.9 dan 12. Antigen H dipisahkan menjadi fase spesifik atau fase satu dan fase kelompok atau fase dua. Fase spesifik hanya dimiliki oleh beberapa spesies atau varietas, sedang fase kelompok dimiliki oleh hampir semua spesies. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. yaitu salmonelosis dengan gejala gastroenteritis yaitu Salmonella yang menyerang saluran gastrointestin (lambung, usus halus dan usus besar) dan demam typus. Salmonelosis pada ayam muda (umur 2 minggu ) gejalanya seperti berak putih dan pada ayam dewasa gejalanya tidak terlihat. Salmonellosis dapat juga menyerang manusia dengan gejala demam, diare dan nyeri pada daerah abdomen. Gastroenteritis akut terjadi 14 dengan gejala muntah dan diare, sebagian kecil penderita mengalami pendarahan (septikemia). Pada orang-orang yang memiliki daya tahan tubuh yang sangat rendah, bakteri Salmonella dapat menginvasi aliran darah dan menyebabkan infeksi yang akan mengancam jiwa (Anonim 2008). Antibiotik Antibiotik berasal dari kata antibiosis yang berarti substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme atau zat yang sama, sebagian atau seluruhnya dibuat secara sintetis kimia, yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lain dengan cara menghentikan suatu proses biokimia sehingga terputusnya satu mata rantai metabolisme di dalam tubuh mikroorganisme. Penemuan antibiotik diawali oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 yang mengamati adanya penghambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada cawan petri oleh kontaminan yang akhirnya dikenal dengan Penicillium notatum. Zat aktif yang kemudian diisolasi dari P. notatum ini diberi nama penicillin (Crueger dan Crueger 1984). Sifat kerja antibiotik secara umum menurut Brander et al. (1991) dibagi dua yaitu bakteriostatik dimana sifat kerja antibiotik meghambat pertumbuhan bakteri lain, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah sulfadinamid, tetrasiklin, kloramfenikol dan eritromisin. Bakterisidal adalah antibiotik menghambat pertumbuhan bakteri patogen sekaligus membunuh bakteri tersebut, sehingga banyak dipakai untuk terapi, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah penisilin dan derifatnya, streptomisin, flavomisin, kolostin, vankomisin,, basitrasin, dan sefalosporin. Dalam dunia peternakan kegunaan antibiotik ada dua yaitu antibiotik untuk pemacu pertumbuhan dab antibiotik untuk terapi. Antibiotik untuk pemacu tumbuh dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen yang berakibat meningkatnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan. Penggunaan antibiotik untuk pemacu tumbuh terbukti dapat meningkatkan produksi ternak (Wiryosuharto 1990). Antibiotik untuk terapi digunakan untuk mengembalikan kondisi ternak secepat mungkin, agar ternak tersebut dapat berproduksi kembali secara penuh dan menghilangkan penderitaan ternak serta mencegah penyebaran patogen ke 15 lingkungan. Antibiotik untuk terapi ada beberapa macam, diantaranya antibiotik berspektrum sempit yang bertujuan untuk membunuh bakteri negatif atau gram positif saja, antibiotik berspektrum luas yang mampu mengatasi kedua jenis bakteri tersebut (Brander et al. 1991). Antibiotika yang ditambahkan ke dalam pakan atau air minum mempunyai potensi tinggi menimbulkan residu antibiotika dalam produk hewan (daging, telur) untuk manusia (FAO/WHO 1992). Seperti yang dilaporkan oleh Rusiana (2008) dengan meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85% daging ayam broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin, oxytetracycline dan kanamycin. Antibiotika yang sering dicampur kedalam pakan adalah : Bacitracin, kuramisin, higromisin, kolistin, kiamisin, spiramisin, tiamulin, tilosin, virginiamisin, avilamisin, enramisin, flavomisin (bambermisin), tetrasiklin (Dirjen Peternakan 1990). Penggunaan antibiotik yang terus menerus pada peternakan berakibat buruk bagi ternak, munculnya mikroba target yang resisten antibiotik tetapi juga mikroba lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroba target. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid resisten) di antara genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri E. coli, Klebsiella, dan Salmonela. Resistensi kolonisasi (colonization resistance) adalah istilah yang menggambarkan imunitas alami yang diperoleh manusia /hewan melalui keberadaan flora normal dalam saluran pencernaan sehingga manusia/hewan akan terlindungi dari kolonisasi/infeksi mikroorganisme dari luar tubuh (Naim 2007). Enzim Merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa komplek menjadi sederhana yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam susunan yang teratur dan tetap Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel (Grisham et al 1999). 16 Enzim saat ini banyak dikembangkan sebagai bahan aditif mendampingi probiotik seperti proteinase, amilase, selulase, xylanase, pectinase, lipase dan lain sebagainya yang diberikan kepada ternak. Dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi penambahan enzim pada pakan kadang masih dibutuhkan. Hal ini disebabkan beberapa hal seperti antinutrisi faktor pada bahan pakan (lekctins dan trypsin inhibitor), rendahnya efesiensi kecernaan bahan pakan, dan ketidak tersediaan enzim tertentu dalam tubuh ternak seperti xylanase dan ß-glucanase yang merupakan enzim untuk meningkatkan daya cerna pada ternak monogastrik ( Sjofjan 2009) Protease Enzim protease merupakan biokatalisator untuk reaksi pemecahan protein menjadi molekul yang sederhana seperti asam asam amino. Enzim ini akan mengkatalisis reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur air pada ikatan spesifik substrat. Karena itu, enzim ini termasuk dalam kelas utama enzim golongan hidrolase (Winarno 1983). Menurut Ward (1983) protease ialah enzim yang sangat kompleks, mempunyai sifat fisiko kimia dan sifat katalitik yang sangat bervariasi. Protease dapat dihasilkan secara ekstraseluler dan intraseluler dan mempunyai peranan penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam sel. Berdasarkan letak pemecahan peptida protease dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu eksopeptidase dan endopeptidase. Eksopeptidase memotong ikatan peptida pada terminal amino atau karboksil dari substrat, sedangkan endopeptidase memotong bagian tengah dari ikatan peptida (Ward 1983). Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mempoduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim yang memecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian di lepaskan keluar dari sel. Semua bakteri memiliki enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua bakteri memiliki enzim protease ekstraseluler. Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok: (1).Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya Pseudomonas dan Proteus, (2). Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, 17 misalnya Bacillus, (3). Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesies Clostridium ( Wikepedia 2006). Amilase Ezim yang menghidrolisis amilum menjadi molekul yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul yang rendah seperti glukosa. Anderson (1958) dan Winarno (1983) mengelompokkan amilase ke dalam tiga golongan besar, yaitu α-amilase, ß-amilase dan glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim α–amylase menghidrolisis ikatan -1.4 secara acak di bagian dalam (endoamilase) dan enzim ß-amilase bekerja menghidrolisis ikatan -1.4 bagian ujung (eksoamilase). Enzim glukoamilase (EC.3.2.1.3) atau sering disebut amiloglukoksidase atau α-1,4-glukano glukohidrolase merupakan enzim ekstraseluler yang mampu menghidrolisis ikatan α-1.4 pada rantai amilosa, amilopektin, glikogen, dan pullulan. Enzim glukoamilase juga dapat menyerang ikatan -1.6 pada titik percabangan, walaupun dengan laju yang lebih rendah. Hal ini berarti bahwa pati dapat diuraikan secara sempurna menjadi glukosa (Soebiyanto 1986; DeMan 1997). Amilum terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin yang keduanya memiliki sifat yang berbeda secara fisik. Amilosa larut dalam air dan mudah terhidrolisa dibandingkan dengan amilopektin. Amilosa merupakan hasil kondensasi molekul-molekul glukosa yang terdiri dari 300 atau lebih molekul -D glukosa, tersusun dalam bentuk rantai panjang yang lurus (Anderson 1958). Molekul-molekul ini berhubungan satu dengan yang lainnya melalui ikatan -1,4 D-glukosidik seperti pada gambar 1 . Gambar 1 Struktur amilosa dengan ikatan -1.4 D-glukosidik (http://id.wikipedia.org/wiki/Amilosa) 18 Amilopektin (Gambar 2) merupakan polimer dari glukosa, yang mengandung banyak rantai cabang yang terdiri dari 2000-3000 molekul glukosa pada rantai lurusnya dan 24-30 unit glukosa pada rantai cabang utama (Anderson 1958). Molekul molekul dari glukosa dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan ikatan -1.4 dan -1.6- D glikosidik (Meyer 1978; Bergman 1981) Gambar 2 Struktur amilopektin dengan ikatan -1.4 dan -1.6- D glikosidik (http://id.wikipedia.org/wiki/Amilopektin) Enzim -amilase termasuk kedalam enzim endoamilase yang kerjanya menghidrolisis pati dari tengah-tengah rantai yang mengandung ikatan -1.4, dengan menghasilkan dua molekul dextrin. Dextrin adalah suatu homopolimer dari glukosa yang merupakan produk antara pada hidrolisa pati menjadi maltosa. Enzim ß-amilase bekerja dari ujung rantai polimer (eksoamilase) menghasilkan maltosa dan ß-limit dekstrin. Sama halnya dengan enzim -amilase, enzim ß-amilase juga tidak dapat memutus rantai ikatan -1.6, pada molekul amilopektin, sehingga degradasi amilopektin oleh enzim ini tidak sempurna, dekstrin yang dihasilkan berupa ß-limit dekstrin yang memiliki berat molekul yang tinggi. Enzim glukoamilase memecah polimer pati dari bagian luar (exoamilase), yakni dari ujung rantai yang tidak bersifat mereduksi (Rose 1980; Winarno 1980), Enzim ini memiliki keistimewaan dibandingkan dengan enzim -amilase dan enzim ß-amilase karena enzim ini mampu memutuskan rantai polimer yang mengandung ikatan glukosidik - 1.6 disamping - 1.3 dan -1.4 (Fogarty 1983). Oleh karena itu hasil pemecahan polimer pati oleh enzim ini hanya berupa 19 molekul-molekul glukosa. Itulah sebabnya oleh Alagaratnam (1977) tahap pemecahan ini disebut juga tahap sakarifikasi. Amilase merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894 (Oliveira 2004). Lipase Enzim lipase merupakan kelompok enzim yang secara umum berfungsi dalam hidrolisis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Suzuki et al. 1988; Kosugi et al. 1990). Asam lemak amat dibutuhkan dalam metabolisme mikroorganisme yang bersangkutan. Enzim lipase bersifat konstitutif artinya terus-menerus diekspresi tanpa membutuhkah induser. Ekspresi enzim lipase meningkat saat mikroorganisme memasuki fase kematian karena jumlah produk lemak dari sel-sel yang mati meningkat (Madigan et al. 2003). Lipase memiliki potensi untuk memproduksi asam lemak, yang merupakan prekursor berbagai industri kimia. Produksi asam lemak secara industri menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan. Selain itu enzim lipase telah banyak dikenal memiliki cakupan aplikasi yang amat luas dalam bidang bioteknologi, seperti biomedikal, pestisida, pengolahan limbah, industri makanan, biosensor, detergen, untuk industri kulit dan industri oleokimia (memproduksi asam lemak dan turunannya) (Macrae 1983). Selulase Selulase adalah enzim penghidrolisa selulosa dengan memecah ikatan β-1.4D-glycosidic. Selulosa merupakan polimer rantai lurus glukosa yang tersusun atas 10.000 atau lebih unit-unit D-glucosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-Dglycosidic (Gambar 3). Karena ikatan ini menyebabkan selulosa sukar didegradasi 20 (Saxena dan Brown 2005). Ikatan ini hanya dapat dipecah oleh enzim selulase yang hanya dapat disekresikan oleh mikroba selulolitik (Mc Donald et al. 2002). Gambar 3 Struktur selulosa dengan ikatan β- (1,4) Mikroba selulolitik pada umumnya akan mensekresikan tiga jenis enzim selulase, yaitu endoglukanase atau carboxymethylcellulase (CMC-ase), eksoglukanase, dan β-glukosidase (Cai et al. 1999; Beauchemin et al. 2003). Proses degradasi selulosa pada prinsipnya melibatkan ketiga jenis enzim diatas yang bekerja secara sinergis, yaitu endo- dan exo- 1.4-β-glucanase serta βglucosidase. (1) Endoglukanase, 1,4-β-D-glucan glucanohydrolase, CMC-ase, secara acak menghidrolisis bagian dalam 1.4-D-glycosidic dari glukosa. Hasil dari reaksi ini adalah memendeknya polimer glukosa secara cepat yang diikuti dengan meningkatnya gula reduksi secara perlahan-lahan; (2) Eksoglukanase, 1.4-β-D glucan cellobiohydrolase, Avicelase, menghidrolisis rantai ujung selulosa yang tidak tereduksi dengan selobiosa sebagai struktur primer; (3) β-glucosidase, cellobiase, menghidrolisis Chambliss, 1989). selobiosa menjadi glukosa (Robson dan Enzim CMC-ase merupakan enzim pertama dalam sistem enzim selulase sehingga tingkat aktivitasnya sangat menentukan dalam proses degradasi selulosa (Hobson 1988; Ding et al. 2001; dan Chen et al. 2004). Molase Lebih dikenal dengan tetes tebu merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula sekitar 48-58 % (Novita 2001). Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini akan meningkatkan produksi molase. Industri yang banyak memanfaatkan molase seperti industri alkohol, bir, asam amino, sodium glutamat. Unsur C merupakan unsur utama yang berperan dalam penyusunan sel-sel bakteri, pada dasarnya semua mikroganisme memerlukan karbon sebagai sumber BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Institut Pertanian Bogor (IPB) dari bulan Agustus 2008 – April 2009. Bahan dan Alat Kultur Isolat bakteri yang diisolasi dari saluran pencernaan (duodenum, ileum dan intestinum crasum) ayam broiler strain hybro tanpa diberi antibiotik. Bakteri patogen yang digunakan untuk uji antagonis adalah Escheria coli asal ayam, Salmonela subsp.2 asal ayam yang diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi FKH, dan EPHEC K1-1 koleksi Dr. dr. Sri Budiarti , Salmonela enteric koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, IPB Bogor. Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan adalah bahan untuk menumbuhkan mikroorganisme meliputi nutrient broth (NB) dengan komposisi 8 g/l, trypticase soy broth (TSB) dengan komposisi 30 g/l, De Man Ragosa sharpe (MRS) dan tripton glucosa yeast ekstract (TGY). Media padat yaitu nutrient agar (NA) dan trypticase soy agar (TSA) dengan menambahkan 15g/l bacto agar, dan untuk media NA dan TSA semi solid ditambahkan 10 g/l bacto agar. Media MRS dan TGY modifikasi yang mengandung molase, dan tepung kedelai (Lampiran 3). Reagen untuk pewarnaan Gram yang meliputi kristal violet, garam yodium, alkohol asseton, dan safranin gram, reagen pewarnaan spora terdiri dari malakit hijau, safranin spora, aquades steril dan NaCl 0.85% (Lampiran 4). Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, laminar air flow (LAF), inkubator, shaker, spektrofotometer, mikroskop, hemasitometer, autoklaf, inkubator, penangas air bergoyang, timbangan analitis, refrigerator, homogeniser, vortex, kuvet, pipet mikro, tip bunsen, ose, sentrifus, pH meter, hot plate, pengaduk magnetik dan timbangan. 23 Metode Penelitian ini meliputi isolasi kultur bakteri asal saluran pencernaan ayam, pengujian aktivitas antagonis, identifikasi terhadap bakteri yang terpilih serta optimasi aktivitas senyawa bioaktif dari bakteri terpilih terhadap pertumbuhan bakteri patogen pada kondisi media, aerasi, pH dan suhu tertentu, serta uji kualitatif amilolitik, proteolitik, lipolitik dan selulolitik. Isolasi Bakteri Saluran Pencernaan Ayam Isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler strain hybro tanpa diberi antibiotik dilakukan menurut metode F.Tomota (Lumyong et al. 2001 dalam (Simarmata 2007). Saluran pencernaan ayam dicuci bersih, kemudian dilakukan sterilisasi permukaan dengan cara merendam dalam etanol 70% selama 1 menit, natrium hipoklorit 5,3% selama 5 menit, kembali dengan etanol 70% selama 30 detik, kemudian saluran pencernaan dibilas dengan air steril beberap kali. Isolasi dilakukan dengan mengambil saluran pencernaan pada bagian duodenum, ileum, dan intestinum crassum seberat 1 gr dan dilarutkan dalam larutan pepton 1 % yang mengandung 0.1% agar agar sebanyak 9ml. Larutan di vortex supaya homogen. Kemudian dilakukan pengenceran berseri dari 10-1- 10-6 dengan aquades 9 ml yang mengandung NaCl 0.85%.. Pada pengenceran 10-3 hingga10-6 diambil 100µ1 larutan dan disebar kecawan petri yang berisi media NA dengan pH 7.0 dan media NA dengan pH 4.5, dengan menambahkan asam klorida 10%, dilakukan secara duplo. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pertumbuhan koloni diamati secara periodik. Pemurnian Bakteri Hasil Isolasi Koloni koloni yang tumbuh terpisah diambil dengan ose secara aseptis dan dilakukan pemurnian dengan menggunakan metode kwadran. Metode ini akan memisahkan sel dari koloni hingga jarak tertentu kemudian koloni yang benar banar murni dapat diambil dan diletakkan pada agar miring. Kemudian mikrob yang didapat dipindahkan atau ditransfer secara aseptis ke media nutrient broth (NB) disebut subculturing atau peremajaan. Teknik ini sangat penting dan secara rutin digunakan untuk membuat atau menyiapkan kultur stok yang diperlukan dalam uji mikrobiologi. 24 Peremajaan Bakteri Target EPEC K1-1 diremajakan pada media NA + 100 μg/ml ampisilin diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Satu koloni tunggal EPEC K1-1 dari media NA+ampisilin diinokulasikan ke dalam media NB+100 μg/ml ampisilin. Biakan ditumbuhkan pada suhu 370C dengan agitasi 100 rpm selama kurang lebih 2 jam. E. coli diremajakan pada media NA dan ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu 370C. Satu koloni tunggal E. coli diinokulasikan ke dalam media NB, diinkubasi pada suhu 370C dengan agitasi 100 rpm selama 24 jam. Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 asal ayam diremajakan pada media TSA selama 24 jam pada suhu 370C. Satu koloni tunggal Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 asal ayam pada media TSA diinokulasikan ke dalam media TSB. Sel ditumbuhkan pada suhu 370C dengan agitasi 100 rpm selama 24 jam. Bakteri bakteri target ini untuk uji antagonis. Uji antagonis langsung bakteri asal saluran pencernaan ayam terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. coli asal ayam serta Salmonella subsp.2 asal ayam. Isolat diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonela subsp.2, Salmonella enteric dengan menggunakan metode agar double layer (Lisboa et al. 2006). Bakteri target yang sudah diremajakan diinokulasikan sebanyak 100 μl ke dalam 10ml media NA/TSA 50% dengan konsentrasi minimal 106 sel/ ml. Media tersebut dituangkan pada NA/TSA 100% padat (cawan overlay). Setelah media memadat, isolat terpilih diinokulasikan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Pengamatan dilakukan terhadap koloni bakteri yang mampu membentuk zona bening. Isolat isolat yang mampu membentuk zona bening akan diidentifikasi. Identifikasi / Karakterisasi Isolat Bakteri Penentuan karakteristik morfologi bakteri asal saluran pencernaan ayam secara mikroskopis dilakukan dengan pengamatan sel dan pewarnaan Gram (Hadioetomo 1993). Bakteri yang merupakan Gram positif kemudian dilakukan kemampuan pembentukan spora dengan pewarnaan malachite green dan safranin (Hadioetomo1993). Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa. Karena itu diperlukan uji uji fisiologis seperti uji katalase. 25 Dan untuk identifikasinya mengacu pada Bergeys Manual of Determinative Bacteriology (Krig dan Holt. 1984). Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer Uji antagonis isolat terpilih dilakukan terhadap bakteri EPEC K1-1, E. coli, Salmonela subsp.2, Salmonella enteric dengan menggunakan filtrat kultur. Pengujian dilakukan untuk mengetahui aktivitas filtrat kultur isolat terpilih terhadap bakteri target. Media NA semi padat berisi 100μl biakan bakteri patogen (E. coli, Salmonela sp., Salmonella enteric, EPEC K1-1.) dengan konsentrasi minimal 106 sel/ml dituangkan ke dalam media NA padat (cawan overlay). Setelah seluruh media memadat, kertas cakram berdiameter delapan mili meter diletakkan diatas media dengan sedikit ditekan dan pada masing masing kertas cakram ditetesi sebanyak 15 μl filtrat kultur dari isolat bakteri terpilih. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 370C. Parameter yang diamati adalah kemampuannya membentuk zona bening. Besarnya diameter zona bening yang dihasilkan berdasarkan diameter seluruh zona yang terbentuk dikurangi dengan diameter cakram kertas. Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif Optimasi pertama dilakukan terhadap media, aerasi dan waktu produksi Isolat terpilih diremajakan pada media pertumbuhan. Kultur isolat terpilih diinokulasikan dalam media produksi. Optimasi dilakukan terhadap dua media yaitu De Man Ragosa (MRS) dan Tripton Glucosa Yeast ekstratc (TGY) dengan agitasi (100 rpm) dan tanpa agitasi. Media yang didapat dioptimasi waktu produksi yang terbaik dengan waktu produksi 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Media terbaik yang didapat dimodifikasi dengan mengganti sumber karbon dan nitrogen dengan molase dan soybean meal (MRS modifikasi dan TGY modifikasi). Optimasi kedua yaitu optimasi terhadap suhu, yang bertujuan untuk mengetahui suhu optimum terhadap aktivitas antibakteri dalam menghasilkan penghambatan pertumbuhan bakteri target. Filtrat kultur dari isolat yang diisolasikan pada media produksi modifikasi diinkubasi pada lima tingkatan suhu (270, 300 , 370, 400, 500 C), diujikan aktivitasnya terhadap E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric, diukur zona hambat yang dihasilkan. 26 Optimasi ketiga terhadap pH. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media, suhu dan pH optimum terhadap aktifitas antimbakteri dalam menghasilkan penghambatan pertumbuhan empat bakteri patogen. Pada tahap ini isolat terpilih ditumbuhkan pada media terbaik pada tujuh tingkatan pH yang berbeda yaitu 3.0 ,4.0, 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, 9.0, diinkubasi pada suhu terbaik (optimum). Filtrat kultur (supernatan) dari isolat yang ditumbuhkan pada pH yang berbeda, diantagoniskan dengan empat bakteri target, diukur zona bening yang dihasilkan. Uji Kualitatif Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase Kemampuan amilolitik, proteolitik, lipolitik dan selulolitik isolat terpilih diuji secara kualitatif. Untuk uji amilase media nutrient agar ditambah 1% soluble starch, setelah itu isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) diinokulasikan, diinkubasi selama dua hari. Zona bening akan terlihat setelah ditetesi kalium iodida (KI) 3%. Adanya zona menunjukkan adanya aktivitas amilase. Zona yang terdapat disekitar koloni diukur diameternya begitu juga diameter koloni untuk menghitung indeks amilase yang dihasilkan. Uji protease menggunakan media NA ditambah susu skim 1% 0 disterilkan pada suhu 110 dan selama 15 menit. Isolat terpilih diinokulasikan, diinkubasi selama dua hari, adanya zona menandakan isolat menghasilkan protease. Zona bening yang dihasilkan diukur untuk untuk menentukan indeks proteasenya. Uji lipase dengan menggunakan media NA ditambah tween 80 1% dan disterilkan, kemudian diinokulasikan isolat 7n, 25n, 27n, 34n. Diinkubasi selama dua hari, aktivitas lipase ditandai oleh adanya zona bening disekitar koloni bakteri. Untuk uji selulase media NA ditambah carboximetil celulase (CMC) 1% dan disterilkan. Isolat terpilih diinokulasikan dan diinkubasi selama dua hari. Zona bening akan terlihat dengan ditambahkannya Congo red dan NaOH 10% ke media. Nilai indeks amilase, protease, lipase cellulase dihitung dengan persamaan: I A B B A=Ø zona bening dan B= Ø isolat. 21 energi untuk aktivitasnya. Molase telah banyak digunakan sebagai bahan pembuatan media produksi mikroba dalam skala besar. Komposisi kimia molase menurut Paturau (1982) terdiri dari sukrosa 35%, glukosa 7%, gula pereduksi 3%, karbohidrat lain 4% serta abu 12 %. Tepung Kedelai Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri. Menurut Sukmadi (1996) diacu dalam Suryanti (1998), tepung kedelai (Soybean meal) mengandung 34.8% karbohidrat, 42% protein dan 19-20% lemak (lampiran 2). Kandungan nutrisi lain adalah vitamin A, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, vitamin K, Kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, kalium, dan seng. Protein pada kedelai tersusun oleh sejumlah asam amino: arginin, lisin, glisin, niasin, leusin, treonin, triptofan, fenilalanin (Anonim 2008). Unsur C, N, P merupakan tiga nutrisi utama (makro nutrien) yang dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolisme sel untuk menghasilkan senyawa senyawa yang penting dalam pertumbuhan bakteri nitrogen dan fosfor merupakan bahan penyusun senyawa-senyawa penting dalam sel yang menentukan aktivitas pertumbuhan mikrooganisme. Rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses pertumbuhan berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander 1994). Unsur N memiliki peranan yang sangat penting dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim-enzim. Sedangkan unsur P berperan dalam pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum untuk pertumbuhan mikroba adalah 100:10:1 (Shewfelt et al. 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Isolasi yang dilakukan lebih ditujukan pada bakteri kelompok non asam laktat, karena bakteri dari golongan ini masih jarang diteliti. Media yang digunakan untuk isolasi adalah media nutrient agar (NA) yang bersifat umum sehingga memungkinkan diperolehnya beragam kelompok bakteri yang terisolasi. Ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini tidak diberikan antibiotik dalam makanannya supaya didapatkannya banyak ragam mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler tersebut diperoleh 72 isolat bakteri terdiri dari 38 isolat yang tumbuh pada media NA dengan pH 7.0 (Lampiran 5) dan 34 isolat yang tumbuh pada media NA dengan pH 4.5 (Lampiran 6). Penggunaan media dengan pH 4.5 untuk isolasi dimaksudkan untuk memberikan kondisi asam yang menyerupai kondisi dalam saluran pencernaan ayam yang rata rata berkisar pada pH 4.5. Diperolehnya bakteri yang mampu tumbuh pada pH 4.5 menunjukkan bahwa bakteri itu tahan terhadap kondisi lingkungan asam pada saluran pencernaan. Keberhasilan mendapatkan isolat bakteri yang cukup banyak dari saluran pencernaan ayam broiler ini kemungkinan disebabkan ayam yang digunakan sebagai sampel adalah ayam broiler strain Hybro yang tidak diberi antibiotik, sehingga populasi bakterinya masih cukup tinggi. Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh milyaran mikroba adalah saluran usus, dan mikroba dalam saluran pencernaan tersebut berperan bagi kesehatan. Saluran pencernaan ayam yang baru menetas sebetulnya dalam keadaan steril, ketika berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba masuk ke dalam tubuh baik lewat makanan atau kontak dengan lingkungan. Mikroorganisme itu akan tinggal pada saluran pencernaan sampai makhluk hidup itu mati. Berdasarkan kenyataan tersebut isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu guna mendapatkan beragam bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai makanan imbuhan pakan (feed additive) untuk memacu pertumbuhan ayam. Dalam saluran pencernaan mahkluk hidup tedapat terdapat bakteri jahat dan bakteri baik. Keseimbangan antara kedua jenis mikroba dalam saluran pencernaan 28 penting bagi kehidupan yang sehat. Dimana keseimbangan itu terjadi apabila komposisinya 85% bakteri baik dan 15% bakteri jahat (Sjofjan 2009). Tingginya mikroflora yang baik dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial seperti asam lemak bebas dan zat zat asam sehingga tercipta lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen. Beberapa bakteri saluran pencernaan yang baik seperti Eubacterium, Lactobacillus, dan bakteri jahat seperti Clostridium, Shigella, Veilonella terdapat di dalam saluran pencernaan ayam. Bagian saluran pencernaan yang digunakan untuk isolasi bakteri antara lain daerah duodenum, ileum dan intestinum crasum. Bakteri hasil isolasi berdasarkan bagian saluran pencernaan terlihat seperti tabel 2.[ Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Bagian Saluran Pencernaan Duodenum Ileum Intestinum crasum Jumlah pH Media Isolasi 4.5 7.0 3 8 7 8 22 24 34 38 Total 11 15 46 72 Pada tabel terlihat bakteri yang ditemukan pada duodenun sebelas isolat terdiri dari tiga isolat dari pH 4.5 dan delapan isolat dari pH 7.0. Pada bagian duodenum isolat bakteri yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan saluran pencernaan yang lain. Keadaan ini diduga berkaitan dengan letak saluran pencernaan yang dekat dengan proventriculus yang mempunyai pH<3.0 dan disekresikannya garam empedu kedalam duodenum dari pangkreas. Duodenum berfungsi menyelenggarakan pencernaan protein dan lemak, sehingga lingkungan yang sedikit asam ditambah adanya garam empedu berfungsi untuk mengaktifkan enzim pepsinogen (Anonim 2007). Adanya bakteri yang terisolasi asal duodenum diduga bakteri itu mampu bertahan pada lingkungan asam dan garam empedu. Pada lingkungan pH yang sangat rendah (pH dibawah 3.0) umumnya bakteri akan mati tetapi sebagian bakteri ada yang mampu bertahan dengan membentuk spora sehingga pada pH 4.5 bakteri itu mulai tumbuh kembali dan berkolonisasi, ini terlihat pada pH 4.5 diperoleh tiga isolat sementara pada pH 7.0 diperoleh delapan isolat. 29 Ileum merupakan bagian usus kecil yang berfungsi sebagai tempat penyerapan zat makanan (Anonim 2007). Diduga dengan pH yang hampir sama dengan doudenum dan tidak disekresikannya garam empedu pada saluran ini menyebabkan bakteri yang mengalami kolonisasi lebih banyak dibandingkan pada duodenum. Dinding ileum berbentuk jonjot jonjot sesuai dengan fungsinya sebagai tempat penyerapan zat makanan. Kondisi pH pada ileum dipengaruhi oleh zat zat dari luar tubuh, dan zat sekretori yang dihasilkan dinding saluran pencernaan, serta letaknya yang jauh dari proventriculus membuat pH pada saluran ini tidak terlalu asam. Isolat bakteri yang diperoleh pada bagian saluran pencernaan ini ada 15 isolat yang terdiri dari tujuh isolat yang tumbuh pada pH 4.5 dan delapan isolat yang tumbuh pada pH 7.0. Intestinum crasum atau usus besar merupakan bagian saluran pencernaan paling ujung, dekat dengan kloaka. Banyaknya isolat bakteri ditemukan pada bagian saluran pencernaan ini adalah 46 isolat, terdiri dari 22 isolat pada pH 4.5 dan 24 isolat pada pH 7.0. Intestinum crasum fungsinya tempat mencerna sisa pencernaan oleh miroorganisme menjadi feses dan tempat penyimpanan sisa pencernaan (Anonim 2007). Berdasarkan fungsi yang demikian menyebabkan banyak mikroorganisme mampu berkolonisasi di tempat ini, didukung pula dengan kondisi pH yang yang sudah mendekati normal (pH 7.0) serta banyaknya sisa pencernaan yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba. Bakteri bakteri itu akan berkolonisasi dan membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan (Drassar dan Barrow 1985). Mikroekosistem dalam saluran pencernaan hewan monogastrik seperti ayam komponennya terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Biotik terdiri dari bermacam macam jenis mikroba baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Abiotik terdiri dari zat zat yang berasal dari bahan luar yang berupa pakan dan dari dalam tubuh (endogeneus) yaitu produk metabolisme yang harus dibuang. Mikroflora detrimental umumnya akan sangat aktif merombak zat yang terdapat dalam usus besar dan hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat toksik (beracun), karsinogenik (menyebabkan kanker) atau metagenik (membentuk gas metan) (Hasono 2002). Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini bakteri 30 baik akan mendesak atau mengencerkan senyawa aktif diatas dan merubah zat toksik menjadi zat yang tidak toksik, dengan cara membuang zat zat yang akan menyusun toksik terlebih dahulu sehingga tidak dapat membentuk zat toksik. Dalam hal ini proporsi bakteri baik ditingkatkan dan bakteri jahat ditekan jumlahnya. Dengan mengkonsumsi bakteri baik (probiotik) dan menyediakan nutrisi (prebiotik) yang sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus terjadi perkembangan bakteri baik lebih pesat (Karyadi 2003) sehingga pertumbuhan ayam dapat ditingkatkan. Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan memperbaiki saluran pencernaan dengan cara: (1) menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), (2) merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan, (3) merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfa-amilase) yang digunakan untuk mencerna pakan, (4) memproduksi vitamin dan zat zat yang tidak terpenuhi dalam tubuh (Seifert dan Gessler 1997). Menurut Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas. Pemurnian isolat bakteri asal saluran pencernaan ayam dilakukan dengan metode kwadran dengan menggunakan media yang sama dengan media isolasi yaitu nutrient agar (NA). Isolat murni yang diperoleh selanjutnya diuji ke bakteri target guna menseleksi bakteri bakteri yang mempunyai kemampuan penghambatan terhadap patogen. Sebagai kultur induk, isolat juga disimpan dalam media penyimpanan yang disimpan pada suhu 4°C. Peremajaan Bakteri Target. EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 asal ayam adalah bakteri penyebab penyakit (patogen) pada manusia dan juga pada ayam, sehingga bakteri-bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu diuji aktivitasnya terhadap keempat patogen untuk mengetahui kemampuan penghambatannya terhadap patogen tersebut. Isolat EPEC K1-1 memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan E. coli umumnya, pada jam ke-3 isolat ini sudah mencapai jumlah sekitar 108 sel/ml (OD 0,32; λ= 620nm). Peremajaan EPEC K1-1 pada media NA+ampisilin 100μg/ml dimaksudkan untuk 31 menjaga resistensinya. Isolat E. coli diremajakan pada media NA selama 24 jam untuk mencapai jumlah sel 108 sel/ml (OD 0,924 ; λ= 620nm). Isolat Salmonella enteric diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.328; λ=620nm), dan Salmonella subsp.2 diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.507; λ=620nm). Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. Coli Asal Ayam serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam. Hasil uji antagonis langsung dari 72 isolat hasil isolasi terhadap empat bakteri target (EPEC K1-1 penyebab diare pada anak anak, E. coli asal ayam yang menyebabkan kolibasilosis pada ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric penyebab salmonellosis pada ayam dan manusia). Kemampuan penghambatan isolat hasil isolasi terhadap keempat target terlihat dalam tabel 3.[ [ Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap E.coli, EPEC K1-1,Salmonella enteric Bagian Saluran Pencernaan Duodenum Ileum Intestinum crasum pH 4.5 1 3 8 Jumlah 12 E.coli pH total 7 1 2 4 7 13 21 18 30 EPEC K1-1 pH pH total 4.5 7 1 1 1 1 5 12 17 6 13 19 pH 4.5 1 4 9 14 S.enteric pH total 7 1 2 4 6 15 7 21 Untuk aktivitas penghambatan terhadap E. coli, diperoleh 30 isolat yang menghasilkan zona bening disekitar koloninya. Terdiri dari 18 isolat yang berasal dari media pH 7.0 yaitu isolat: 7n, 8n, 9n, 10n, 12n, 13n, 15n, 17n, 19n, 20n, 21n, 22n, 24n, 25n, 26n, 27n, 34n, 38n, dan 12 isolat yang berasal dari media pH 4.5 yaitu isolat 5a, 6a, 7a, 20a, 21a, 22a, 25a, 26a, 27a, 28a, 29a, 30a. Isolat bakteri yang tumbuh pada media pH 7.0 dan 4.5 hampir sama banyak yang mampu menghambat E.coli. Berdasarkan daerah isolasi ditemukan bakteri yang paling banyak menghambat E.coli pada bagian inestinum crasum. Diduga karena pH saluran pencernaan ini mendekati normal sehingga banyak bakteri yang dapat berkolonisasi, ditambah banyaknya nutrisi yang terdapat dalam saluran ini. Aktivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1 diperoleh 19 isolat. Terdiri dari 13 isolat yang berasal dari media pH 7.0 (17n, 18n, 19n 20n, 21n, 23n, 24n, 32 25n, 26n, 27n, 28n, 35n) dan 6 isolat yang tumbuh pada media pH 4.5 (25a, 28a, 29a, 30a, 33a, 34a). Ini mengindikasikan bahwa bakteri bakteri yang tumbuh pada lingkungan netral banyak yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, sedangkan bakteri yang tumbuh pada lingkungan asam tidak sebanyak pada pH 7.0. Berdasarkan asal isolat maka bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 banyak berasal dari intestunum crassum. Pada bagian duodenum dan ileum masih ditemui bakteri dalam jumlah yang sangat sedikit. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric diperoleh 21 isolat yang terdiri dari tujuh isolat berasal dari media pH 7.0 yaitu isolat 15n, 16n, 17n, 21n, 25n, 27n, 37n dan 14 isolat berasal dari media pH 4.5 yaitu isolat 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a, 17a, 18a, 22a, 27a, 29a, 30a, 31a, 32a. Isolat bakteri yang tumbuh pada pH 4.5 lebih banyak yang mampu menghambat Salmonella enteric dibandingkan isolat yang tumbuh pada pH 7.0. Ini diduga karena Salmonella dapat tumbuh pada pH 3.6-9.5, sehingga pada pH 4.5 aktivitas penghambatan juga lebih banyak. Berdasarkan asal daerah isolasi, bagian intestinum crasum diperoleh isolat bakteri lebih banyak karena bagian saluran ini mempunyai suhu, pH, dan nutrisi yang sesuai bagi mikroorganisme. Isolat bakteri yang mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri target diatas merupakan isolat yang potensial untuk dikembangkan menjadi probiotik dalam mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Untuk itu dipilih bakteri dengan aktivitas penghambatan yang bagus sebagai calon isolat terpilih. Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Untuk memilih bakteri sebagai isolat terpilih dilakukan uji lanjut. Dimana isolat isolat yang mempunyai aktivitas bagus terlebih dahulu diidentifikasi. Morfologi koloni dan bentuk sel diobservasi secara mikroskopis terhadap 19 isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan yang bagus terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric. Pinggiran koloni ditemukan ada yang bergerigi dan ada yang licin, dengan permukaan yang rata dan yang seperti kawah. Morfologi sel secara mikroskopis menunjukkan bentuk kokus 11 isolat yaitu isolat 17n, 28n, 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a, 17a, 22a, 30a dan bentuk basil (batang) 8 isolat yaitu isolat 7n, 8n, 17n, 25n, 27n, 34n, 18a, 33a. 33 Bakteri yang berbentuk batang, Gram positif dan non patogen dapat dipilih sebagai probiotik (Panigraphy, Ling 1990; Natalia, Priadi 2005). Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 5 isolat yang tergolong bentuk batang dan Gram positif yaitu isolat 7n, 8n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 4 dan 5). (a) (b) Gambar 4 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 7n) diisolasi dari jejenum, (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang (perbesaran 40 x 100). (a) (b) Gambar 5 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 27n) b (isolat 34n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang gram positif (perbesaran 40 x 100). Gram positif dapat dilihat dari warna sel yang ungu. Terbentuknya warna ungu karena komponen utama penyusun dinding sel bakteri Gram positif adalah peptidoglikan, sehingga mampu mengikat warna kristal ungu. Kandungan lipid pada dinding selnya rendah, sehingga pada waktu diberikan etanol dinding sel Gram positif terdehidrasi, pori pori mengecil, permeabilitas berkurang dan zat warna kristal ungu tidak dapat terekstraksi dan terperangkap di dalam dinding sel. Bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan yang tipis dan mengandung lipid, lemak dalam persentase yang lebih tinggi. Pada perlakuan dengan etanol 34 (alkohol) menyebabkan terekstraksinya lipid sehingga pori pori pada peptidoglikan cukup besar memperbesar daya rembes atau permiabilitas dinding sel. Sehingga kompleks ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal pewarnaan dapat diekstraksi. Bakteri ini akan kehilangan warna ungu kristal. Ketika diberi warna safranin maka warna ini akan diserap. Warna bakteri Gram negatif akan terlihat merah muda, merupakan warna dari safranin (Pelzar dan Chan 1986) Bakteri berbentuk batang dan Gram positif selanjutnya diteliti kemampuannya dalam membentuk spora dan letak sporanya dengan pewarnaan spora (Gambar 6 dan 7). Sel vegetatif Sel vegetatif endospora endospora (a) (b) Gambar 6 Hasil pewarnaan spora (isolat 7n), b (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) Sel vegetatif endospora endospora Sel vegetatif (a) (b) Gambar 7 Hasil pewarnaan spora (a) isolat 27n, (b) isolat 34n diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) Hasil pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n memiliki endospora sementara isolat 8n tidak berspora. Bakteri yang berspora ini diambil sebagai isolat bakteri terpilih. Spora merupakan bentuk 35 adaptasi sel terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada kondisi yang sesuai akan berkecambah dan menghasilkan sel yang sama seperti asalnya. Spora yang terdapat pada isolat 7n, 25n, 27n, 34n terletak didalam (endospora). Letak endoporanya isolat 7n, 27n dan 34n di bagian dekat ujung (sub terminal) dan isolat 25n bagian tengah (sentral). Bakteri yang memiliki endospora biasanya dari kelompok Bacillus dan Clostridium, hanya saja Bacillus bersifat aerob/anaerob fakultatif, Clostridium bersifat anaerob. Endospora bakteri mengandung sejumlah asam dipikolinat yaitu suatu substansi yang tidak terdeteksi pada sel sel vegetatif. Lima-sepuluh persen berat kering endospora adalah asam dipikolinat. Sejumlah kalsium juga terdapat dalam endospora, sehingga diduga lapisan korteks endospora terdiri dari kompleks Ca2+-asam dipikolinat-peptidoglikan. Spora sangat resisten terhadap beragam kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan kekeringan serta terhadap bahan kimia. Spora bakteri dapat bertahan misalnya pada lingkungan pH rendah (asam), suhu tinggi atau rendah. Untuk menentukan golongan apa isolat bakteri terpilih dilakukan uji katalase. Hasil uji katalase terhadap 4 (empat) isolat terpilih yang ditumbuhkan pada media nutrient agar yang diinkubasi selama 24 jam menunjukkan adanya gelembung gelembung putih (gas oksigen) setelah koloni bakteri ditetesi larutan H2O2 3%. Keempat isolat bakteri terpilih tersebut digolongkan pada bakteri katalase positif (Tabel 4). Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat Uji Katalase (+/-) 7n 25n 27n 34n + + + + Katalase adalah suatu enzim yang dapat ditemukan dalam sebagian besar bakteri. Bakteri katalase positif akan menghasilkan gas oksigen sebagai hasil reaksi penguraian hidrogen peroksida oleh enzim katalase dan membebaskan gas oksigen dan molekul air sesuai reaksi berikut: 2H2O2 + katalase 2H2O2 + O2 36 Hidrogen peroksida (H2O2) diproduksi oleh enzim pernafasan yang bersifat racun bagi organisme yang memproduksinya, maka enzim katalase akan sangat penting peranannya dalam menguraikan zat yang bersifat racun bagi sel menjadi molekul air dan oksigen yang tidak bersifat racun bagi sel. Keempat isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) diduga bersifat anaerob fakultatif karena bersifat katalase positif dan terdapat dalam saluran pencernaan ayam yang tidak ada oksigen. Didalam saluran pencernaan ternak secara umum jumlah bakteri anaerobik lebih besar di banding bakteri anaerobik fakultatif dengan perbandingan 1000:1 (Utomo 2002). Didapatkannya bakteri anaerob fakultatif merupakan hal yang sangat menguntungkan karena dapat diproduksi dengan mudah untuk digunakan sebagai probiotik, sehingga mudah pula mengadakan kolonisasi untuk membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan. Berdasarkan ciri ciri yang dimiliki dan mengacu pada Bergeys Manual of Determinative Bacteriology (Krieg dan Holt 1984) bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n berbentuk batang, Gram positif, menghasilkan endospora berbentuk oval serta bersifat katalase positif, isolat tersebut dapat digolongkan kedalam genus Bacillus. Ciri ciri Bacillus menurut Gordon (1989) sel vegetatif berbentuk batang, membentuk endospora, dan bersifat katalase positif. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dengan tingkatan takson sebagai berikut: Kingdom: Bacteria Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus Didapatkannya bakteri dari kelompok Bacillus ini merupakan hal yang positif karena bakteri ini secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Pada kondisi cekaman lingkungan, sel-selnya menghasilkan endospora berbentuk oval yang dapat bertahan dalam periode yang lama. Bacillus lebih adaptif terhadap perubahan 37 lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora berkembang kembali menjadi sel vegetatif. (Madigan et al. 2003). Menurut Haddadin et al. (1996); Jin et al. (1996) hasil analisa proksimat Bacillus spp. kering mengandung protein 11.10%, air 8.3%, abu 0.002%, lemak 0.78% serta serat kasar 0.23 %. Bakteri kelompok asam laktat tidak ditemukan dalam isolasi ini, karena dalam isolasi tidak menggunakan medium spesifik untuk bakteri asam laktat. Esei Antagonis Isolat Terpilih terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer Hasil esei antagonis filtrat kultur (ekstrak kasar) isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 terlihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 [ Isolat 7n 25n 27n 34n EPEC K1-1 24 14 19 6 Dari tabel terlihat Diameter Penghambatan (mm) E.coli S.enteric Salmonella subsp 2 14 23 9 23 14 19 23 14 14 9 9 2 bahwa keempat isolat terpilih mampu menghambat empat bakteri target. Isolat 7n merupakan isolat terbaik dalam menghambat EPEC K1-1 dan S. Enteric diikuti isolat 27n, 25n dan 34n. Aktivitas penghambatan ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas Ф 8mm (Gambar 8 dan 9). Pada gambar (8a) terlihat zona bening yang dihasilkan oleh keempat isolat dalam menghambat EPEC K1-1. Isolat 7n (24mm) dan 27n (19mm) diikuti isolat 25n (14mm) dan 34n (6mm). Sementara untuk kontrol ditetesi media NB steril ternyata tidak ada zona yang dihasilkan setelah diantagonis dengan EPEC K1-1. Pada gambar (8b) uji antagonis dengan E. coli isolat 25n dan 27n (23mm) menghasilkan zona yang lebih terang dan hampir sama besar, sementara isolat 7n (14mm) dan isolat 34n zona (9mm) yang dihasilkan lebih kecil. Kontrol tidak ada zona yang dihasilkan. 38 [[ [[ k 34n 7n 27n 27n k 34n 25n 25n 7n (a) (b) Gambar 8 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) EPEC K1-1, (b) E.coli Ф cakram kertas 8mm Adanya zona disekitar cakram kertas mengindikasikan bahwa filtrat kultur dari keempat isolat mengandung senyawa anti bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Daya anti bakteri dari keempat isolat tidak sama dalam menghambat kedua bakteri target. Metabolit yang dihasilkan isolat 7n dan 27n mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan EPEC K1-1 dan E.coli dengan kualitas yang berbeda. Daya antibakteri isolat 7n dan 27n terhadap EPEC K1-1 besar tetapi kurang terang dan zona yang dihasilkan terhadap E. coli lebih kecil tetapi terang. Ini diduga ada hubungannya dengan efek bakteriostatik dan bakterisida. Dari gambar (9a) menunjukkan isolat 7n mempunyai aktivitas penghambatan yang paling bagus terhadap Salmonella enteric. 7n 25n 34n 25n k 34n 7n 27n k 27n (a) (b) Gambar 9 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2, Ф cakram kertas 8mm 39 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n (23mm) diikuti oleh isolat 27n (14mm) dan 25n (14mm), sementara isolat 34n (9mm). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. asal ayam seperti pada gambar (9b) menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi dimiliki isolat 25n (19mm) diikuti isolat 27n (14mm) , isolat 7n (9mm) dan 34n (2mm). Senyawa aktif yang dihasilkan isolat 7n, 25n, dan 27n untuk menghambat pertumbuhan Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2.memiliki kekuatan penghambatan beragam tergantung bakteri patogennya. Kekuatan penghambatan dapat dilihat dari zona yang dihasilkan. Semakin besar dan terang zona bening yang dihasilkan mengindikasikan kekuatannya semakin kuat. Gambar 10 menunjukkan perbandingan aktivitas penghambatan antara sel langsung dan filtrat kultur. 35 Zona bening (mm) 30 25 20 15 10 5 0 7n 25n 27n 34n Isolat Gambar 10 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli sel filtrat Hasil uji antagonis sel isolat 7n, 25n, 27n, dengan E.coli memperlihatkan aktivitas penghambatan sel lebih besar dibanding filtrat kulturnya. Untuk isolat 34n aktifitas penghambatan se lebih rendah dibandingkan filtrat kultur. Rendahnya aktivitas filtrat kultur kemungkinan terjadi karena konsentrasi senyawa aktif dalam filtrat kultur (15µl) tidak cukup kuat menghambat bakteri target dibandingkan senyawa antibakteri yang dihasilkan sel secara langsung. Isolat 34n memiliki aktivitas penghambatan filtrat kultur lebih tinggi dari sel. Hal ini kemungkinan dikarenakan kecepatan dan jenis metabolit yang dihasilkan antar isolat berbeda. Menurut Sudirman (1997) satu spesies mikroba dapat 40 menghasilkan banyak antimikrob dan banyak mikrob yang berbeda dapat menghasilkan jenis antimikrob yang sama. Keempat isolat uji dapat menghasilkan senyawa antibakteri, yang dihasilkan secara ekstraseluler, terbukti dengan adanya kemampuan filtrat kultur yang mampu menghambat pertumbuhan empat bakteri target. Kemampuan keempat isolat (7n, 25n, 27n, 34n) dalam menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2. asal ayam, diharapkan dapat dipergunakan untuk membantu penanggulangan salmonelosis dan kolibasililosis pada ayam secara in vivo. Aktivitas isolat 7n, 25n, 27n, 34n akan lebih bagus apabila digunakan secara bersama sama karena kemampuannya dalam menghambat keempat patogen tidak sama. Menurut Barrow (1992) Bacillus tidak umum ditemukan pada saluran pencernaan tetapi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan bakteri patogen (competitive exclusion). Bacillus subtilis di dalam saluran pencernaan dapat berfungsi untuk pengontrolan bakteri patogen. Ini merupakan konsep penting bagi kesehatan hewan/manusia karena pencegahan kolonisasi mikroba patogen seperti Salmonella dan E. coli adalah kunci dalam lingkungan saluran pencernaan ayam akan dapat memperbaiki pertumbuhan. Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif Optimasi dalam menghasilkan senyawa bioaktif dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum yang harus diperhatikan dalam proses produksi. Optimasi dilakukan terhadap media, aerasi, waktu produksi, suhu inkubasi, dan pH inkubasi. Optimasi Media. Aktivitas penghambatan ke empat isolat terpilih pada media de Mann Rogosa Sharpe (MRS) dan media Tripton Glucosa Yeast ekstract (TGY) berbeda dan dipengaruhi oleh perlakuan agitasi (100 rpm) dan tanpa agitasi (Gambar 11 dan 12). Dipilihnya media MRS dan TGY yang memiliki kandungan nutrisi yang berbeda (Lampiran 1) karena kedua media tersebut dapat ditumbuhi keempat isolat bakteri terpilih. Kandungan media MRS memiliki lebih banyak mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dibandingkan media TGY. 41 Perlakuan agitasi dan tidak diagitasi untuk melihat homogenitas media maupun mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut dengan meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, pH, temperatur dan sebagainya. Selain itu agitasi juga berfungsi memecah gelembung udara besar menjadi gelembung yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan membantu mentransfer oksigen ke dalam biakan serta menyebarkan oksigen pada pertumbuhan aerob. Dalam produksi senyawa aktif keempat isolat terpilih menunjukkan ada isolat yang memerlukan agitasi dan ada yang kurang senyawa antibakteri. Keempat isolat dalam untuk menghasilkan menunjukkan kemampuan penghambatan beragam tergantung pada jenis media dan perlakukan agitasi (Gambar 11 dan gambar 12). Pada gambar (11a) terlihat aktivitas tertinggi antagonis dengan EPEC K1-1 oleh isolat 7n diikuti isolat 27n dan 25n pada media MRS tanpa agitasi, ini diduga karena isolat 7n, 25n dan 27n berasal dari saluran pencernaan yang mikrolingkungannya kurang oksigen sehingga isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pertumbuhan tanpa diagitasi (terdapat keterbatasan 35 35 30 30 Zona bening (mm) Zona bening (mm) oksigen). 25 20 15 10 25 20 15 10 5 5 0 0 TA T an MA M an TA T an MA M an Perlakuan Perlakuan (a) (b) Gambar 11 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli asal ayam 7n 25n 27n 34n Pada gambar (11b) aktivitas penghambatan tertinggi dimiliki isolat 7n pada media TGY yang diagitasi dan isolat 27n, 25n pada MRS yang diagitasi terhadap pertumbuhan pertumbuhan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi senyawa antibakteri dari keempat isolat tersebut dapat diproduksi dengan 42 baik pada kondisi pertumbuhan yang diaerasi dan nutrisi yang cukup. Kemampuan penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli dipengaruhi oleh jenis media dan aerasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa 35 35 30 30 Zona bening (mm) Zona bening (mm) senyawa antibakteri yang dihasilkan kemungkinan berbeda. 25 20 15 10 25 20 15 10 5 5 0 0 TA T an MA Perlakuan M an TA T an MA M an Perlakuan (a) (b) Gambar 12 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2 asal ayam 7n 25n 27n 34n [ Dari gambar (12a) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric tertinggi berturut-turut dimiliki isolat 25n dan 27n yang ditumbuhkan pada media TGY yang tidak di agitasi. Isolat 34n menghasilkan aktivitas sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi, ini diduga karena keterbatasan aerasi (oksigen) pada kondisi pertumbuhan tersebut . Pada gambar (12b) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. paling baik oleh isolat 25n diikuti isolat 27n dan 34n kemudian 7n pada media TGY tanpa diagitasi. Isolat 34n mempunyai aktivitas yang sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi. Hal ini diduga bahwa senyawa penghambat Salmonella enteric dan Salmonella sub sp 2. ini dapat sama karena isolat yang menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 yang tertinggi pada isolat yang sama. Berbeda karena ada beberapa isolat yang dapat menghambat Salmonella enteric tetapi tidak dapat menghambat Salmonella subsp.2 atau sebaliknya. Media produksi terbaik dari hasil optimasi akan digunakan sebagai dasar untuk membuat media modifikasi dengan mengganti beberapa bahan dengan yang lebih murah dan mudah didapat seperti molase dan tepung kedelai. Hasil optimasi media menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang ditumbuhkan pada media MRS dan TGY dapat menghasilkan aktivitas penghambatan dengan 43 kondisi pertumbuhan yang memerlukan agitasi dan ada yang tidak. Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh setiap isolat terpilih kemungkinan dapat lebih dari satu mengingat kondisi yang dibutuhkan juga bebeda beda. Media MRS dan TGY modifikasi molase-kedelai adalah media yang menggunakan komposisi MRS dan TGY dengan mengganti sumber karbon dengan molase, sumber nitrogen dengan tepung kedelai dan urea, sumber pospor dengan TSP. Setelah diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella sub sp 2. asal ayam, isolat 7n, 25n, 27n, hasilnya menunjukkan bahwa keempat isolat yang ditumbuhkan pada media modifikasi masih mempunyai aktivitasnya tetapi tidak sebesar kalau ditumbuhkan pada media MRS/TGY. Hal ini diduga karena media MRS dan TGY menggunakan dekstrosa dan kasein sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk penghasil ATP yang mudah diserap sel, karena mudah larut dalam air serta molekulnya sederhana. Isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n dapat dengan mudah diproduksi pada media yang mengandung molase dan tepung kedelai hanya saja aktivitas agak rendah. Mikroorganisme heterotrof untuk menghasilkan energi memanfaatkan senyawa karbon organik sebagai sumber energi utama. Penggunaan molase sebagai sumber karbon dapat digunakan karena mengandung beberapa gula sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa dan gula pereduksi yang lain dengan kandungan yang paling tinggi adalah sukrosa. Hanya saja penggunaan molase sebagai sumber ATP perlu waktu untuk adaptasi. Molase merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula sekitar 48-58 % (Novita 2001). Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri karena mengandung 42.9% protein, 19-20% lemak dan 6.1% nitrogen (Sukmadi 1996) diacu dalam (Suryanti 1998). Pada kondisi media tersebut maka butuh waktu untuk menguraikan protein supaya bisa dimanfaatkan oleh keempat bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH, dan oksigen, dan faktor nutrisi yaitu karbon, nitrogen, mineral (unsur makro dan mikro), dan vitamin (Stainer et al. 1976; Fardiaz 1989). Pada dasarnya semua 44 mikrooganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya dan pembentukan material sel-sel bakteri untuk prertumbuhan, reproduksi dan pembentukan produk (Prescott et al. 2000). Penggunaan sumber karbon yang cepat digunakan dapat mengurangi produksi metabolit sekunder. Nitrogen berperan dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim enzim. Sumber nitrogen dapat dalam bentuk anorganik dalam bentuk garam garam amonium dan organik dalam bentuk asam amino, protein dan urea. Unsur P berperan dalam pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Ketiga unsur ini harus ada dalam rasio yang tepat agar tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal karena unsur C, N, dan P merupakan tiga nutrisi utama (makronutrien) yang dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolism sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa. Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) mengakibatkan nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander 1994). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum adalah 100:10:1 (Shewfelt et al. 2005). Kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri tergantung pada jenis bakteri. Kelompok bakteri yang tidak mengandung klorofil memerlukan senyawa organik sebagai sumber karbon dan senyawa yang diperlukan tergantung jenis bakteri. Kelompok selulolitik dapat memanfaatkan selulosa, sedangkan amilolitik memanfaatkan pati (Fardiaz 1989). Walaupun karbohidrat dapat dipergunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan, produksi sel yang paling baik diperoleh dari sumber karbon sederhana seperti glukosa. Namun, penggunaan glukosa memerlukan biaya tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel, pada umumnya digunakan sumber karbon lain seperti molase. Penggunaan mikroba sebagai probiotik akan bersifat ekonomis kalau dapat ditumbuhkan dengan baik pada sumber karbon dan nitrogen yang mudah didapat dan berharga murah seperti molase dan tepung kedelai. Kemampuan molase sebagai sumber karbon menguntungkan karena molase merupakan hasil ampas tebu sehingga tidak terlalu mahal dan mengandung zat pengaya seperti vitamin. Begitu juga kedelai merupakan hasil pertanian yang banyak di Indonesia. 45 Optimasi Waktu Produksi Hasil optimasi terhadap waktu produksi (12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam dan 72 jam) untuk mendapatkan aktivitas tertinggi berdasarkan parameter zona bening. Waktu produksi terbaik terbaik adalah jam ke-48 (Gambar 13). Pada gambar 13 (a) terlihat aktivitas penghambatan ekstrak kasar keempat isolat terlihat waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas, waktu inkubasi jam ke-48 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 27mm, 25n (26mm), dan 27n (18mm), 34n (23mm). Pada waktu inkubasi jam ke-72 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n bertambah mencapai 30mm dan untuk tiga isolat lainnya aktivitas menurun. Pada waktu inkubasi jam ke-96 isolat 25n aktivitas bertambah mencapai 27mm sementara isolat lainnya mengalami pertambahan 35 35 30 30 Z o na bening (m m ) Z o n a b e n in g (m m ) aktivitas sedikit. 25 20 15 10 25 20 15 10 5 5 0 0 24 48 72 96 24 48 72 96 Waktu inkubasi (jam) Waktu inkubasi (jam) (a) (b) Gambar 13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap E.coli (a) filtrat kultur (b) sel 7n 25n 27n 34n Untuk aktivitas penghambatan yang dihasilkan oleh filtrat kultur waktu inkubasi optimum adalah 48 jam, selanjutnya pertambahan zona bening yang dihasilkan pada waktu inkubasi 72 jam dan 96 jam tidak seimbang dengan efisiensi waktu dan efisiensi substrat yang digunakan. Pada gambar 13 (b) aktivitas penghambatan sel keempat isolat pada waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas. Waktu inkubasi jam ke-48 jam aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 30mm, 25n (26mm), dan 27n (18mm), 34n (16mm). Aktivitas penghambatan yang dilakukan sel pada waktu inkubasi jam ke-72 dan jam ke 96 tidak menunjukkan perubahan yang berarti, dimana aktivitas hampir sama sehingga waktu inkubasi untuk sel yang terbaik 46 adalah 48 jam. Diduga senyawa aktif yang dihasilkan sebagai zat antibakteri ini dihasilkan pada akhir fase eksponensial atau awal fase stationer. Pertumbuhan Isolat Berdasarkan kurva tumbuhnya, keempat isolat menunjukkan fase lag terjadi sampai jam ke-24 dan fase log hingga jam ke- 48 jam bersamaan dengan awal fase stasioner. Fase kematian dimulai jam ke 60 (Gambar 14). 1 0.9 0.8 0.7 OD 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0 12 24 36 48 60 jam Gambar 14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB isolat 7n isolat 25n isolat 27n isolat 34n Keempat isolat mempunyai pola pertumbuhan yang sama. Terlihat bahwa produksi senyawa aktif terjadi pada akhir fase log dan awal fase stasioner, sesuai dengan waktu panen yaitu jam ke-48. Fase pertama (lag) pada kurva pertumbuhan adalah fase lambat. Pada fase ini, bakteri melakukan adaptasi pada lingkungannya. Fase yang kedua (log) adalah fase eksponensial. Fase ini merupakan fase dimana bakteri telah dapat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga laju pertumbuhan bakteri menjadi sangat cepat. Laju pertumbuhan keempat bakteri pada 48 jam pertama, memiliki laju pertumbuhan tercepat. Fase berikutnya adalah fase stasioner dimana laju bakteri yang mati sama dengan laju pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Fase terakhir adalah fase kematian, pada fase ini laju pertumbuhan negatif (lebih banyak bakteri yang mati) disebabkan semakin berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme bakteri Dari grafik terlihat isolat 7n pertumbuhan sel yang paling rendah diikuti isolat 27n, 25n dan yang tertinggi isolat 34n. Akan tetapi isolat 7n mempunyai aktivitas yang penghambatan paling tinggi terhadap EPEC K1-1 dan E. coli 47 dibanding isolat yang lain diiringi isolat 25n dan 27n. Isolat 34n mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric. Optimasi Suhu Optimasi suhu bertujuan mendapatkan suhu optimum dalam menghasilkan 35 35 30 30 Zona bening (mm) Zona bening (mm) senyawa bioaktif oleh isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 15 dan 16). 25 20 15 10 25 20 15 10 5 5 0 0 25 30 37 40 50 25o 30o o Suh u ( C) 37o 40o 50o o Suhu ( C) (a) (b) Gambar 15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli, 7n 25n 27n 34n Dari hasil optimasi aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 adalah isolat 7n, diikuti 34n, 25n, 27n pada suhu 500C (Gambar 15a). Aktivitas penghambatan tertinggi antagonis dengan E. coli ditunjukkan oleh isolat 7n pada suhu 370C, diikuti isolat 34 suhu 500C , 25 suhu 400C dan 27 suhu 370C (Gambar 15b). Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli mempunyai rentang suhu yang sama yaitu antara 370C hingga 500C. Dimana suhu optimum produksi senyawa antibakteri dalam menghambat EPEC K1-1 adalah suhu 500C oleh keempat isolat. Waktu optimum untuk produksi senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan E. coli berbeda beda tiap isolat. Isolat 7n dan 27n optimum pada suhu 370C, isolat 25n optimum pada suhu 400C dan isolat 34n optimum pada suhu 500C. Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric terjadi pada isolat 7n diikuti 34n pada suhu 300C dan 25n, 27n pada suhu 500C (Gambar 16a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella sp. asal ayam oleh isolat 34n pada suhu 370C, 400C , 300C, diikuti isolat 27n suhu 300C dan 500C (Gambar 16b). Suhu optimum untuk menghasilkan senyawa antibakteri dalam menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2. berbeda dan isolat yang 48 menghambatnya juga berbeda. Diduga senyawa yang dihasilkan juga oleh isolat 35 35 30 30 Zo na bening (mm) Z ona bening(mm) ini juga berbeda. 25 20 15 10 25 20 15 10 5 5 0 0 25 30 37 40 o Suhu ( C) 50 25 30 37 40 50 o Suhu ( C) (a) (b) Gambar 16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric, (b) Salmonella subsp.2 asal ayam 7n 25n 27n 34n Keempat isolat mampu menghambat empat bakteri target pada rentang suhu antara 300C dan 500C dan suhu yang paling optimum untuk antagonis dengan EPEC K1-1 pada suhu 50OC. Salmonella subsp.2 E. coli suhu 370C, Salmonella enteric 300C, asal ayam 370C. Komplang (2000) menyatakan bahwa Bacillus spp. mampu tumbuh pada suhu lebih dari 500C dan kurang dari suhu 50C, dan mampu menghasilkan spora. Dari hasil optimasi terhadap suhu menunjukkan bahwa kemampuan produksi senyawa antibakteri pada suhu 300C merupakan hal yang positif dimana dalam produksi dalam skala besar tidak menaikkan biaya produksi (cost) dan kemampuan produksi pada suhu 500C juga berdampak positif karena tidak akan merusak selnya ketika menggunakan alat alat yang mempunyai suhu lebih tinggi. Bacillus subtilis toleran terhadap panas telah dicobakan pada pakan ayam broiler di beberapa negara. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang terus menerus terhadap konversi pakan dan pertambahan berat badan. Percobaan yang dilakukan di Brazil dan USA membuktikan bahwa performance broiler dapat ditingkatkan dengan menggunakan bakteri tunggal strain Bacillus subtilis sepanjang periode produksinya. 49 Optimasi pH Hasil optimasi pH menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mampu menghambat EPEC K1-1 pada pH yang bersifat alkali (Gambar 17). Dari gambar 17a terlihat bahwa aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh isolat 27n pada pH 8.0 dikuti isolat dan isolat 25n pada pH 7.0 diikuti isolat isolat 34n pada pH 6.0, isolat 7n pada pH 7.0 dan pH 8.0. Antagonis dengan E. coli (Gambar 17b) menunjukkan bahwa pH 8.0 merupakan pH optimum untuk menghasilkan aktivitas penghambatan untuk isolat 7n, 25n, 27n. untuk isolat 34n menghasilkan aktivitas penghambatan pada pH 9.0 tetapi tidak terlalu besar 30 35 25 30 Z o n a b en in g (m m ) Z o n a b en in g (m m ) 35 20 15 10 5 0 3 4 5 6 pH 7 8 9 25 20 15 10 5 0 3 4 5 6 7 8 9 pH (a) (b) Gambar 17 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli 7n 25n 27n 34n Dari kedua bakteri patogen diatas ternyata aktivitas penghambatan akan lebih baik apabila isolat terpilih ditumbuhkan pada pH 8, dan dapat memberikan penghambatan pada pH 6.0, 7.0, 9.0. Barrow (1963) menyatakan bahwa perubahan pH dapat menyebabkan perubahan aktivitas antimikroba hingga menjadi tidak aktif. Dalam aplikasinya dilapang menunjukkan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n dan 27n akan aktif bekerja pada saluran ternak yang mempuntai pH alkali seperti usus besar. Dalam produksi senyawa antibakteri ini, pH inkubasi dapat diatur hingga 8.0 sehingga bakteri bakteri terpilih ini dapat menghasilkan senyawa aktif untuk menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric terjadi pada pH 4.0 dan pH 5.0 untuk semua isolat. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh isolat 25n, pada pH 4.0 diikuti isolat 27n pada pH 4.0 dan isolat 7n dan 34n pada pH 5.0 50 (Gambar 18a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 oleh isolat 35 35 30 30 Z o n a b e n i n g (m m ) Z o n a b e n in g (m m ) 27n pada pH 7.0 diikuti isolat 34n dan isolat 7n pada pH 9.0 (Gambar 18b). 25 20 15 10 5 0 25 20 15 10 5 0 3 4 5 6 7 8 9 3 4 5 pH Gambar 18 6 7 8 9 pH (a) (b) Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2. asal ayam . 7n 25n 27n 34n Isolat terbaik dalam menghambat Salmonella enteric adalah isolat 25n, 27n, 7n, diikuti 34n. Keempat isolat diatas mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric pada pH 4 dan 5. Untuk penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. isolat yang paling baik pertumbuhannya adalah 34n pada pH 9.0 diikuti oleh isolat 27n pada pH 7.0, dan 7n, 25n. Pada pH 9.0. Ini memberikan informasi bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh keempat isolat untuk menghambat Salmonella enteric memerlukan kondisi yang asam. Dan untuk menghambat Salmonella subsp.2 memerlukan kondisi alkali. Berdasarkan data ini diperkirakan senyawa yang dihasilkan keempat isolat dalam menghambat pertumbuhan kedua patogen adalah senyawa yang berbeda. Dari hasil optimasi media, suhu dan pH terlihat bahwa aktifitas hambatan terhadap EPEC K1-1 yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n (23mm), media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 500C, pH 7.0 dan diikuti oleh isolat 34n (21.5mm), media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370C, pH 6.0. Aktivitas hambatan terhadap E. coli asal ayam yang terbesar diperlihatkan isolat 7n (13.5mm) media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370 dan pH 8.0 diikuti oleh isolat 34n (12mm), media TGY modifikasi tanpa agitasi, suhu 500C, pH 8.0. Pada Salmonella enteric aktivitas hambatan yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi (18.875mm), tanpa agitasi, suhu 500C, 51 pH 5.0 diikuti oleh isolat 25n (14.25mm) dan pada media MRS modifikasi. tanpa 0 agitasi, suhu 500C, pH4.0 dan 34n (14.25mm), tanpa agitasi,suhu 30 C pH 5.0. Antagonis terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam aktifitas hambatan terbesar pada isolat 34n pada media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370C, pH 9.0 diikuti oleh isolat 27n pada media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 300C, pH 7.0. Keempat isolat merupakan bakteri potensial sebagai probiotik yang diharapkan dapat digunakan dalam pakan ayam guna mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Bakteri dari genus Bacillus dapat memproduksi zat antimikrob berupa bakteriosin (Irina et al. 2001), antibiotik, dan proteinase (Torkar & Matijasic 2003). Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase Untuk melihat kemampuan isolat terpilih dalam menghasilkan enzim degradatif maka dilakukan uji kualitatif amilase, protease, lipase, selulase. Nilai indeks uji enzim dapat dilihat dalam tabel 6. Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat 7n Indeks amilolitik 0.67 Indeks proteolitik 1.50 Indeks lipolitik 1.00 Indeks selulolitik 2.00 25n 0.25 1.50 1.00 1.08 27n 0.50 1.50 - 1.25 34n 0.50 1.25 0.66 0.75 Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas amilolitik berdasarkan adanya zona bening pada media yang berwarna biru (Gambar 19a). Degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine, untuk mendeteksi adanya enzim α amilase yang berfungsi menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglukosa lainnya. Pada awal perlakuan terjadi penurunan berat molekul pati secara cepat akibat dari pewarnaan iodine. Produk akhir yang utama dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah seperti glukosa. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis secara exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah maltosa dari ujung rantai pati. [ [ 52 7n 25n 27n 34n (a) 25n 7n 27n 34n (b) Gambar 19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) amilase (b) protease Keempat isolat diduga menghasilkan enzim α amilase yang mempunyai kemampuan dalam menghidrolisis ikatan α-1,4 glikogen. Kemampuan dalam menghasilkan enzim amilase sangat ditentukan oleh gen penghasil enzim dan lingkungan seperti sumber nitrogen, karbon sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan mikroorganisme (Srivastava 2008). Kemampuan isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghasilkan enzim amilase tidak sama. Isolat 7n mempunyai kemampuan yang paling tinggi dengan indeks amilasenya (0.67) diikuti isolat 27n, 34n, (0.5) sementara isolat 25n nilai indeksnya 0.25 (tabel 6). Enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n, 27n dan 34n ini tergolong eksoenzim sehingga dapat digunakan untuk membantu mencerna pakan oleh inangnya, sehingga pakan dapat tercerna lebih sempurna. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black 2005) Enzim α-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai macam makanan, minuman dan industri tekstil. Sehingga Alfa amilase yang dihasilkan oleh isolat terpilih ini diharapkan dapat diproduksi dalam skala besar guna kepentingan diatas. Alfa amilase ekstra seluler telah dihasilkan dari beberapa bakteri, diantaranya adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan B.licheniformis (Biogen, 2008). 53 Aktivitas proteolitik dapat dilihat pada gambar (19b) mengindikasikan kemampuan protease menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi asam amino. Protease termasuk kedalam kelompok enzim hidrolase karena dalam reaksinya melibatkan air pada ikatan substrat spesifik. Berdasarkan cara hidrolisisnya, protease dibedakan menjadi proteinase dan peptidase. Proteinase menghidrolisis molekul protein menjadi polipeptida, sedangkan peptidase menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino. Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas enzim proteolitik yang tinggi dimana terlihat nilai indeks protease sangat tinggi dan hampir sama pada keempat isolat. Isolat 7n, 25n, 27n nilai indeks protease 1.5 sedangkan indeks protease 34n 1.25 (tabel 6). Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Keempat isolat berpotensi digunakan sebagai feed additive untuk memacu pertumbuhan menggantikan antibiotik, karena protease yang dihasilkan keempat isolat ini tergolong ekstraseluler. Protease ekstraseluler yang dihasilkan keempat isolat akan sangat menguntungkan kalau dikembangkan karena dapat membantu memecahkan protein dalam saluran pencernaan ternak menjadi molekul peptida yang sederhana. Hal ini akan meningkatkan absorpsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, serta produksi dan reproduksi, dan akan memberikan keuntungan bagi peternak karena terjadinya efisiensi pakan. Bacillus spp. mempunyai kemampuan proteolitik yang tinggi dibanding mikroba yang lain. Kelompok bakteri ini selain mempunyai kemampuan membentuk spora, juga dapat menghasilkan enzim yang berguna dalam pencernaan seperti amilase dan protease. Aktivitas lipolitik dan selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat pada gambar 20a. Dari hasil uji aktivitas lipolitik oleh isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat bahwa tiga isolat (7n, 25n, 34n) mempunyai aktivitas lipolitik yang ditandai adanya zona bening disekitar koloni sementara isolat 27n tidak ada aktivitas. Didapatkannya isolat yang tidak dapat memecah lemak akan sangat baik sekali dalam penerapannya bagi peternak yaitu untuk membuat ternak yang rendah kandungan lemak dan tinggi kandungan protein dagingnya. 54 27n 25n 7n 25n 34n 27n 27n 34n (a) (b) Gambar 20 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) lipase (b) selulase Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa dengan molekul kompleks yang berukuran besar. Lipase akan memecah ikatan trigliserida menjadi molekul yang lebih sederhana seperti reaksi dibawah ini: Enzim lipase ini spesifik akan memutus rantai fatty acid trigliserol pada posisi sn-1 dan sn-3, sering disebut dengan lipase spesifik regio 1,3. Asam lemak dan gliserol akan diserap oleh tubuh untuk digunakan dalam metabolisme tubuh. Enzim ini juga digunakan dalam hidrolisis triasilgliserol (TAG) menghasilkan diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (Winarno 1986). DAG adalah ester gliserol dengan dua molekul asam lemak. DAG digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil produk-produk makanan, kosmetika, dan farmaketika. Lipase terbukti dapat digunakan sebagai biokatalis untuk meningkatkan kualitas crude palm oil (CPO) yang lebih baik yaitu minyak sehat (healthy oil). Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena bakteri memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks. Isolat 7n dan 25n mempunyai nilai indeks lipolitiknya 1 dan isolat 34n nilai indeks lipolitiknya 0.66 ( tabel 6). Isolat bakteri yang dapat menghasilkan lipase ini dapat digunakan untuk mencerna lemak lebih efisien dan juga dapat digunakan dalam industri sebagai biokatalis. Lipase sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis dan aminolisis. Selain itu isolat yang mampu menghasilkan lipase ekstraseluler dapat juga digunakan sebagai starter untuk 55 biodegradasi limbah minyak. penerapannya sangat ramah lingkungan (Suryadipura, 2001). Menurut Feliatra (1996) dalam Dharmawibawa (2004), biodegradasi oleh mikroorganisme merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada efek sampinganya pada lingkungan karena tidak menghasilkan racun atau blooming karena mikroba ini akan mati seiring dengan habisnya minyak. Hasil uji selulolitik dari keempat isolat terpilih menunjukkan adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh keempat isolat, enzim ini mampu memecah senyawa selulosa menjadi molekul sederhana seperti glukosa gambar (20b). Pada pengujian selulolitik ternyata dari empat isolat, tiga isolat memiliki kemampuan selulolitik yang tinggi yaitu isolat 7n dengan nilai indeksnya 2, isolat 25n nilai indeksnya 1.083 dan isolat 27n dengan nilai indeksnya 1.25. Untuk isolat 34n nilai indeksnya rendah sebesar 0.75 (tabel 6). Carboxy methyl cellulose (CMC) adalah substrat yang digunakan dalam deteksi awal untuk screening enzim selulase khususnya endoglukanase. Enzim selulase merupakan kelompok enzim glikosil hidrolase yang menghidrolisis oligosakarida dan polisakarida (Henrissat 1991). Selulase digunakan oleh bakteri untuk pertahanan diri dari lingkungan serta untuk kelangsungan hidupnya. Genus Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri yang mampu mendegradasi selulosa (Lynd et al. 2002). Secara umum terdapat tiga enzim selulose, yaitu endonuklease yang memutuskan ikatan non kovalen pada struktur kristal selulosa, eksoselulose yang menghidrolisis individu selulosa menjadi gula lebih sederhana, β-glukosidase yang menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa (Criquet 2002). Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa selanjutnya dimetabolisme oleh mikroorganisme lain, dalam kondisi aerob glukosa dikonversi menjadi CO2 , sedangkan pada kondisi anaerob glukosa dikonversi menjadi asam organik dan alkohol yang selanjutnya menjadi CH4 dan CO2 (Rao 1982). Pada hasil uji enzim secara kualitatif ditemukan bakteri kelompok Bacillus yang dapat memproduksi amilase dan protease, lipase dan sellulase sehingga terdapat kemungkinan berperan dalam mencerna pakan lebih efisien. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase, 56 amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul 2007). Berdasarkan hasil indeks yang dihasilkan, keempat bakteri ini memiliki kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan ( Growth promotant) terutama dalam mendegradasi senyawa kompleks seperti amilum, protein, lipid dan selulosa. Isolat 7n kemampuan degradasinya paling tinggi dengan nilai IA 0.67, IP 1.5, IL 1, IS 2 diikuti isolat 25n IA 0.25, IP 1.5, IL 1, IS 1.083, Isolat 34n IA 0.5, IP1.25, IL 0.66. Isolat 27n IA 0.5, IP 1.5, IS 1.25 dan kemampuan degradasi lemak tidak ada. Kemampuan bakteri asal saluran pencernaan (isolat 7n, 25n, 27n, 34n) dalam menghasilkan enzim enzim ekastraseluler dapat dimanfaatkan oleh inangnya untuk membantu mengkonversi pakan lebih efisien sehingga dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elektron donor (Madigan et al. 2003). Keempat bakteri asal saluran pencernaan memiliki potensi sebagai probiotik. Hasil identifikasi empat bakteri asal saluran pencernaa ayam ini termasuk kelompok Bacillus yang dapat memproduksi amilase dan protease lipase dan selulase. Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pemberian Bacillus spp. yang dicampurkan dalam pakan dapat meningkatkan produksi telur dan FCR. (Feed Convertion Ratio) (Komplang 2000). Bacillus spp. sebagai probiotik yang berasal dari kultur campuran Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus cereus yang dapat berfungsi sebagai growth promotor dalam pertumbuhan hewan dapat menggantikan penggunaan antibiotik (Komplang et al. 2002; Komplang 2000). Penggunaan Bacillus spp sebesar 0,2% dalam pakan ayam broiler secara nyata dapat meningkatkan daya cerna serat kasar, peningkatan bobot hidup, konsumsi dan konversi pakan menjadi efisien (Yuguchi et al. 1992). Bacillus spp. dapat meningkatkan aktivitas berbagai enzim hidrolitik protease, lipase dan amilase dalam usus ayam petelur (Sjofyan 2003). B. subtilis dicobakan pada ayam pedaging dan memberikan hasil yang positif (Jin et al. 1996). Keuntungan yang dihasilkan dari bakteri Bacillus ini ada kaitannya dengan keseimbangan mikroflora di dalam saluran gastrointestinal, meningkatnya kesehatan usus dan memberikan kesehatan menyeluruh dan pada akhirnya akan 57 memperbaiki performance. Probiotik terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen. Dari hasil penelitian, keempat isolat terpilih berpotensi sebagai probiotik yang dapat menghambat pertumbuhan empat bakteri patogen penyebab penyakit pada hewan dan manusia dan juga dapat digunakan sebagai makanan imbuhan dengan kemampuannya menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Penggunaanya kedepan mampu menggantikan antibiotik yang banyak digunakan peternak untuk menghambat bakteri patogen dan mampu mengkonversi pakan lebih efisien dengan enzim enzim yang dihasilkannya, tanpa menimbulkan efek samping bagi ternak dan konsumen. Selain itu dapat menciptakan ternak yang rendah kolesterol dan tinggi proteinnya dengan meberikan isolat isolat yang mampu mendegradasi protein dan isolat yang tak mampu mendegradai lemak, sehingga protein dapat diserapnya dalam bentuk asam amino semetara lemak tidak dapat diserap karena tidak mampunya menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan - Diperoleh 72 isolat hasil solasi bakteri asal saluran pencernaa ayam broiler yang tidak diberi antibiotik, terdiri dari 38 isolat yang tumbuh pada pH 7.0 dan 34 isolat yang tumbuh pada pH 4.5. - Empat isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) memiliki aktivitas penghambatan cukup bagus terhadap EPEC K1-1, E .coli, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal ayam. Dimana Isolat 7n diperoleh pada bagian duodenum. isolat 25n, 27n, 34n pada bagian intestinum crassum. - Hasil identifikasi keempat isolat termasuk kelompok Bacillus. - Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh isolat 7n (9mm) pada media MRS modifikasi dengan suhu dan pH inkubasi 500C dan pH 7.0. - Penghambatn tertinggi terhadap E. coli oleh isolat 25n (29 mm) pada media MRS modifikasi,dengan suhu dan pH inkubasi 400C pada pH 8.0. - Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi pada suhu dan pH ingkubasi 300C dan pH 5.0. - Penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam oleh isolat 34n sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 370C dengan pH 9.0. - Isolat 7n, 25n, dan 34n menghasilkan enzim amilase, protease, lipase, selulase ekstraseluler. Isolat 27n meghasilkan ketiga enzim kecuali lipase. - Isolat 7n mempunyai nilai indeks paling tinggi dengan indeks amilase 0.67, indeks protease 1.5, indeks lipase 1,dan indeks selulase 2. Saran - Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas enzim ekstraseluler secara kuantitatif dari keempat isolat dan karakterisasi senyawa antibakteri yang dihasilkannya. - Penelitian lanjutan secara in vivo kemampuan isolat menghambat mikrob patogen dan konversi pakan yang paling tepat untuk memperoleh efektivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal ayam. DAFTAR PUSTAKA Alagaratnam R. 1977. Production of high fruktose syrup from starch. Di dalam Tan K (ed.). Papers of first International Sagi Symp. Kualalumpur. Alexander M. 1994 Biodegradation and Bioremediation. United States of America : Academic Press, Inc. Anderson A.K. 1958. Esentials of Phisiologi Chemistry. Jhon Wiley dan Sons, New York. Anonim. 2006. Bakteri Poteolitik. http://www.wikepedia.org.com . 25 juli 2008 Anonim. 2007. Pencernaan dan Penyerapan Protein http://www. chickaholic. co.cc. 25 mei 2009. Anonim. 2008. Soybean. http://www.wikepedia.org.com . 25 juli 2008 Anonim. 2008. Salmonellosis. http://www.unbc.ca/nlui/wildlife_ salmonellosis. htm, diakses pada tanggal 11 Maret 2008. desease_bc/ Barnes HJ, Gross WB. 1997. Collibacillosis. In:Diseases of Poultry. 10th ed Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, MC Dougald LR, Saif YM. (Eds.). Ames. IA.: Iowa State University Press.pp. 131−141. Barrow W J. 1963. Hot vs. cold extraction methods for making a pH .Barrow W J. Research Laboratory Publications. no. 1. Richmond. Virginia. Barrow PA 1992. Probiotics for Chickens. In: Probiotics the Scientific Basis. R Fuller (Ed). Chapman & Hall, London. pp. 225-259. Beauchemin KA, Colombatto D, Morgavi DP, Yang WZ. 2003. Use of exogenous fibrolytic enzymes to improve feed utilization by ruminants. J. Anim. Sci. 81 (E. Suppl. 2): E37-E47. Benoit V, Mathias R, Lefebure G. 1994. Characterization of Breviscin 27, Bacteriocin Syinthetized by Lactobacillus brevis SB 27. Curr. Microbiol 28: 53-61. Bergman, E. 1981. Starch Hydrolysate:Improved Sweetness. Obtained by the use enzyme. Novo Industry A/s, Denmark. Biogen. 2008. Amilase. http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/agrobio /abstrak/agrobio_vol. 05 Mei 2008. Black JG. 2005. Microbiology Principles And Explorations. John Wiley and Sons, Inc. United States America. Brander GM, Pugh DM Baywater RJ. 1991. Veterinary Apllied Pharmacology and Terurapeutics. 5th Ed. Bailieve Tindal London. Budiarti S, Triwahyudi A, Rachmania N. 1998. Telaah Faktor Adhesitas E. coli Enteropatogenik Dalam penanggulangan Diare di Indonesia (laporan akhir hibah bersaing III). Bogor: FMIPA, IPB. 60 Cai YJ, Chapman, Buswell JA, Chang ST. 1999. Production and distribution of endoglucanase, cellobiohydrolase, and -glucosidase components of the cellulolytic system of Bajpai Volvariella volvacea, the edible straw mushroom. Appl. Environ. Microbiol. 65: 553-559. Charlton BR, Bermudez AJ, Halvorson DA, Jeffrey JS, Newton LJ, Sander JE, Wakkernell PS.2000. Avian Diseases Manual. Fifth Edition. American Association of Avian Pathologist. Poultry Pathology Laboratory University of Pennsylvania. New Bolton Center. USA. Chen PJ, Wei TC, Chang YT, Lin LP. 2004. Purification and characterization of carboxymethyl cellulase. Bot. Bull. Acad. Sin. 45: 111-118. Cowan, Steel’s. 1973. Manual for the Identification of Medical Bacteri. Cambridge University Press. Criquet S. 2002. Measurement and characterization of cellulase activity in sclerophyllus forest litter. J. Microbiol. Meth. 50: 165-173. Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology A Textbook of Industrial Microbiology. USA : Science Tech, Inc. De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata.ITB. Bandung. Dharmawibawa ID. 2004. Isolasi Identifikasi dan Uji Kemampuan Bakteri Pengurai Minyak Solar dari Perairan Pelabuhan Benoa Bali. Universitas Udayana. Bali. Ding SJ, Ge W, Buswell JA. 2001. Endoglucanase I from the edible straw mushroom, Volvariella volvacea. Eur. J. Biochem. 268: 5687-5695. Dirjen Peternakan. 1990 Ketentuan dan Tata Cara Usaha Peternakan Direktorat Bina Usaha Petani dan Pengelolaan Hasil Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan Jakarta. Drassar BS, Barrow PA. 1985. Intestinal Microbiology. Am Soc for Microbiol. Duc LH, Hong HA, Barbosa TM, Henriques AO, Cutting SM. 2004. Characterization of Bacillus Probiotics Available for Human Use. J Appl Environ Microbiol 70(4): 2161–2171. FAO/WHO.1992. Residues of Veterinary Drug in Foods. Report of a joint FAO/WHO Experts Consultation. Rome. Fardiaz S. 1985. Keamanan Pangan I Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Mikrobiologi. Fakultas Tekhnologi Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor. Feliatra. 1996. Biodegradasi petroleum oleh bakteri di perairan Dumai selat Malaka. Kumpulam Makalah Seminar Maritim Indonesia 1996. Konvensi Nasional. Pembangunan Benua Maritim Indonesia dalam rangka mengaktualisasikan Wawasan Nusantara BPPT dan Dewan Hankamnas Makasar. 61 Fogarty WM. 1983. Microbial amylase. Di dalam WM Fogarty (ed). Microbial Enzyme and Biotechnology. Applied Science Publishers, London. Fuller R. 1989. Probiotic in man and animal. J.Appl Bacteriol 66:365-378. Fuller R. 1991. Probiotic The Scientific Basis. Chapman and Hall. London .P:1-8. Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In:Probiotic The Scientific Basis R. Fuller (ed). Chapman and Hall, London. P:1-8 Fuller R. 1997. Probiotics 2. Aplication and Practical Aspects. 1st. Ed.. Chapman and Hall, London. Giannella RA. 1996. Salmonella. In: Baron's Medical Microbiology (Barron S et al. eds.) 4th ed. Univ of Texas Medical Branch Grisham, Charles M. Reginald H. Garrett .1999. Biochemistry. Philadelphia: Saunders College Pub, 426–7. Grizard D, Barthomeuf C.1999. Non–digestible oligosaccharides used as prebiotic agents : mode of production and beneficial effects on animal and human health. Reprod Nutr Dev 39 (5-6) 563-88. Gsianturi. 2002. Probiotik dan Prebiotik untuk kesehatan. http//www.gizi net/arsip/arc0-2002.html-26k Gordon RE. 1989. The genus Bacillus. In LearyWO. Ed. Practical Handbook of Microbiology. CRC Press. Boston. p. 109-126. Gupte S. 1990, Mikrobiologi Dasar, Alih bahasa oleh Suryawidjaya, J.E. Binarupa Aksara. Jakarta Haddadin MSY, S M Abdulrahim, E A R Hashlamoun, and R K Robinson. 1996. The effect of Lactobacillus acidophilus on the production and chemical composition on hen’s eggs. Poult. Sci. 75: 491-494. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia Jakarta. Hasono A. 2002. Mencari anti kanker dan anti kolesterol dari bakteri probiotik. http//www.cybermed cbn,Net,Id/(15 oktober 2003). Henrissat B. 1991. A classification of glycosyl hydrolases based on amino acid aequence aimilarities. J. Biochem. 280 : 309-316. Hobson P N. 1988. The Rumen Microbial Ecosystem.Elsevier Applied Science, London. [ Hurst A. 1981. Nisin. Adv. Appl. Microbiol., 27: 85–122. Hyronimus B, Marrec CL, and Urdaci MC. 1998. Coagulin, a Bacteriocin-like Inhibitory Substance Produced by Bacillus coagulans I4. J Appl Microbial 85: 42-50. Irina VP, Philippe B, Bernard V, Bernard F. 2001. In Vitro Anti Helicobacter pylori Activity of The Probiotic Strain B. Subtilis 3 is Due to Secretion of Antibiotic. J Antimicrob Agent Chemother 45:3156-3161. 62 Jay JM. 1986. Modern Food Microbiology second Edition Van Norstand. Reinhold Company. New York. Jin LJ, Ho YW, AbdullahN, Ali MA, Jalaludi S. 1996. Effect of adderent Lactobacillus spp. On in vitro adherence of Salmonella to the intestinal epithelial cells chikens. J Appl Bacteriol 81:201-206. Karyadi E. 2003. Prebiotik Memiliki Manfaat yang Sangat Besar . http//www. Kompas.com/kesehatan/news/0308/26/084340.htm .15 oktober 2003. Klein C, Kaletta C, Entian KD. 1993. Biosynthesis of The Lantibiotic subtilin is Regulated by a Histidin Kinase/Response Regulator System. J Appl Environ Microbiol 59: 296-303. Komplang I P. 2000. Pengaruh suplementasi kultur Bacillus spp. melalui pakan atau air minum terhadap kinerja ayam petelur. JITV. 5: 205-209. Komplang I P, Zainuddin D, Supriyati. 2002. Pengaruh suplementasi Bacillus appiarius atau Toluraspora delbrueckii terhadap penampilan ayam pedaging. Komplang, I. P. 2000. Pengaruh suplementasi kultur Bacillus spp. melalui pakan atau air minum terhadap kinerja ayam petelur. JITV. 7:139143. Kone K, Fung YC. 1992. Understanding Bacteriocins and Their Uses in Food. J Food and Environ Sanit 12: 282-285. Kosugi Y, Tanaka H, & Tomizuka N. 1990. Continuous hydrolysis of oil by immobilized lipase in a countercurrent reactor. Biotechnol. & Bioengin., 36 (6), 617-622. [ Krieg NR. Holt JG. 1984. Bergey's manual of systematic bacteriology. Williams & Wilkins, Baltimore and London. Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Edisi Pertama. Rajawali Pers. Jakarta. Lee MD, Lawrence HA. 1998. Colibacillosis. In A Laboratory Manual For the isolation an identification of avian pathogen. American Association of Avian Pathologist. Fourth Ed. Pennsylvania: pp: 14−16. Legowo AM 2003. Yoghurt untuk Kesehatan. [email protected] [15 januari 2008] Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques JAP, Brandelli A. 2006. Characterization of a bacteriosin-like substance produced by Bacillus amyloliquefaciens isolated from the Brazillian Atlantic forest. Intern Microbiol 9: 111-118. Lilley D M , Stilwell R H. 1965. Probiotics growth promoting factor produced by Microorganism animal. J. Dairy Sci. 147:747-748. Lozano JCN, Meyer JN, Sletten K, Relaz C, Nes IF. 1992. Purification and Amino Acid Sequence of a Bacteriocin Produced by Pediococcus acidilatic. J Gen Mikrobiol 138: 1986-1990. 63 Lumyong S, Norkaew N, Ponputhachart D, Lumyong P, dan Tomita F, 2001. Isolation, Optimitation and Characterization of Xylanase from Endophytic fungi. Biotechnology for Sustainable Utilization of Biological Resources. The Tropic, 15. Lynd LR, Weimer P J, Van Zyl WH van Zyl, Pretorius IS. 2002. Microbial Cellulose Utilization : Fundamentals and Biotechnology. Microbiol and Mol Biol Rev. 66(3) : 506-577. Macrae AR. 1983, Extracelullar microbial lipases. In “Microbial Enzymes and Biotecknology’, ed. Fogarty, W.M., Applied Science Publiser Ltd, England, p.225-250. Madigan MT, Martiko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganism. (10th ed). New Jersey. Prenticel-Hall. Martin RG. 1995. Using yeast culture and lactic acid bacteria in broiler breeder diets. In: Biotechnology in The feed industry. TP. Lyons & KA Jacques (Eds). Proc. Alltech’s Eleventh Annual Symp. pp. 371-378. Mc Cracken VJ, Gaskin HR, 1999; Probiotics and the immune system. Horizon Scientific press. http://horizonpress.com/hsp/pro.html 16 Nov 1999. Mc Donald P, Edwardr RA r, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th ed. Ashford Colour Press, Gosport. Mc farlane GT, Cummings JH. 1999; Probiotics and Prebiotics : can regulating the activities of intestinal bacteria benefit health? Br. Med.J, 318: 999-1003. [ Meyer LH. 1978 Food Chemistry. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut. Mujiasih. 2001. Performan ayam broiler yang diberi antibiotik zinc bacitracin, probiotic Bacillus sp. Dan berbagai level Saccharomyces cerevisiae dalam ransumnya (Skripsi). Fakultas peternakan – Institut Pertanian Bogor. Naim R. 2007. Pilih Sidal atau Statik Pahami Cara Kerja Antibiotik. Infovet Edisi 155. Natalia L, Priadi A. 2005. Penggunaan probiotik untuk pengendalian clostridial necrotic enteritis pada ayam pedaging. JITV 10(1): 71 – 78. Nataro JP, Kaper JB, 1998. Diarheagenic Escherichia coli, Clinical Microbiol Rev, 11(1):142-201. Nakazawa Y. 1992. Function of fermented milk: Challenges for the health sciences. Hasono A (eds.). Elsevier Science Publisher Ltd., University Press, Cambridge. Novita E. 2001. Optimasi proses koagulasi flokulasi pada limbah cair yang mengandung melanoidin. J. Ilmu Dasar 2(1):61-67. Oliveira. 2004. Rhizobia Amylase Production Using Various Starchy Substances as Carbon Substrates. http://www.scielo.br/pdf/bjm/v31n4/a11v31n4.pdf. tanggal akses 05 Mei 2008. 64 Oscariz JC, Pisabarro AG. 2000. Characterization and Mechanism of Action of Cerein 7, a Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Bc 7. J Appl Microbiol 89: 361-369. Paik HD, Bae SS, Park SH. 1997. Identification and Partial Characterization of Tochicin a Bacterion Produced by Bacillus thuringiensis subsp. tochingiensis. J Indust Microbiol Biotechnol 19: 294-298. Panigraphy B, Ling Y. 1990. Differentiation of pathogenic and nonpathogenic Escherichia coli isolated from poultry. Avian Dis. 34: 941– 943. Paturau JM. 1982. By-Pruducts of the cane Sugar Industry. Amsterdam: Elsevier Scientivic Publishing Company. Pelzar M.J and Chan ECS. 1986. Elements of Microbiolosgy. McGraw-Hill Company. Prangdimurti E. 2001. Probiotik dan efek perlindungannya terhadap kanker kolon. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Bogor. Sekolah Pascasarjana, Instititut Pertanian Bogor. Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2000. Microbiology. Ed ke-5. USA: McgrawHill Companies. Pridmore D, Rekhif N, Pitet AC, Suri B, Mollet B. 1996. Variacin, a New Lanthyonine-Containing Bacteriocin Produced by Micrococcus varians: Comparison to Lactin 481 of Lactococcus lactis. J Appl Environ Microbiol 62(5): 799-802. Rao S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford & IBH Published. New Delhi. Reddy BS. 1998. Prevention of colon cancer by pro-and prebiotics “: evidence from laboratory studies. Br J Nutr 80 (4): S219-23. Reddy BS. 1999. Possible mechanism by which pro-and prebiotics influence colon carcinogenesis and tumor growth. Br J Nutr 129 (7 Suppl):1478s-82S. [ Robson, LM, Chambliss G H. 1989. Enzymes Microb. Technol. 11 : 626-644. Rose A.H. 1980. Microbial enzymes and bioconversion. Academic Press, London, New York, San Fransisco. Rusiana, Iswanti DN. 2008 . Mengerikan sebanyak 85% daging ayam broiler mengandung antibiotik. Pada Seminar SEAMO (Southeast Asian Ministers of Education Organization) dan Tromed RCCN (Tripical Medicine Regional Center of Cummunity Nutrition). Universitas Indonesia . Jakarta. www.poultryindinesia.com 12:35 25 juli 2009. [ Salminen S, Ouwehand A, Benno Y, lee YK. 1999. Probiotic: how should they be defined. Trends food Sci techol 10:107-110. Sartika TT, Rahayu C, Dwiyanto K. 1994. Penggunaan probiotik dalam ransum dengan tingkat protein yang berbeda terhadap performan ayam broiler [Laporan Penelitian]. Balitnak Ciawi Bogor. 65 Saxena IM, Brown RM. 2005. Cellulose Biosynthesis: Current Views and Evolving Concepts. Ann of Bot 96: 9-21. Seifert HSH, Gessler F. 1997. Continous oral application of probiotic B.cereus an alternative to prevention of enteroxamia? Anim Res and Dev. 46:30-38. [[ Shewfelt, Kirsten, Lee H, Richard, Zytner G. 2005. Optimization of nitrogen for bioventing of gasoline contaminated soil. J. Environ. Eng. Sci. 4: 29–42. NRC Canada. Simarmata R, Lekatompessy S, Sukiman H. 2007. Isolasi mikroba endofitik dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procambens) dan analisis potensinya sebagai antimikroba. Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan, LIPI, Cibinong Bogor. Siswono. 2002. Probiotik, bakteri pencegah http://www.mediando.co.id/. (10 oktober 2008). ragam penyakit. Sjofyan O. 2003. Kajian probiotik AB (Aspergillus niger dan Bacillus spp.) sebagai imbuhan ransum dan implikasi effeknya terhadap mikroflora usus serta penampilan produksi ayam petelur. (Disertasi). Universitas Pajajaran Bandung. Sjofjan O. 2009. Aspek Keamanan Pakan untuk Menghasilakan Kualitas Produk Peternakan yang Aman. Jurusan Nutrisi Dan Manakan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Soebiyanto T. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu. Gramedia. Srivastava 2008. Culture Conditions for Production of Thermostable Amylase by Bacillus stearothermophilus. http://www.bio-link.org/sharing_day /fungalamylase.pdf. tanggal akses 05 Mei 2008. [ Stanier RY, Adelberg EA, Ingraham J. 1976. The Microbial World. 4th ed. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Sukmadi B. 1996. Pemamfaatan sumber karbon dan nitrogen lokal sebagai substrat untuk produksibahan aktif bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizawai. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudirman LMI. 1997. Potensi keragaman hayati mikroorganisme dalam menghasilkan senyawa antimikroba. Kumpulan Abstrak Konas 7 Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia; Denpasar, 8-10 Desember 1997. Sudirman LMI. 1994. Antibiotik. Kursus Singkat Biologi Cendawan. FMIPA.IPB. Bogor. Suryadipura P. 2001. Lingkungan Hidup Permasalahan dan Pengelolaannya. Universitas Udayana. Denpasar Suryanti H. 1998. Pengaruh tepung jagung dalam medium molase tepung-tepung kedelai terhadap kinerja Bacillus thuriensis susb sp. Aizawai (skripsi).Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. 66 Suzuki T, Mushiga Y, Yamane T, dan Shimizu S. 1988. Mass production of lipase by fedbatch culture of Pseudomonas fluorescens. Appl. Microbiol.Technol., 27, 417-422. Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya.Vol. I. Kanisius. Yogyakarta. Tagg JR, Dajani A S, and Wannamaker L W. 1976. Bacteriocin of Gram Positif Pacteria. Bacteriol Rev 40: 722-756. Tannock GW. 1999. Introduction. In: Probiotics: A Critical Review (Tannock, GW ed.) pp. 1–4. Horizon Scientific Press, Norfolk, England. Todar K. 2005. The Genus Bacillus. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. University of Wisconsin-Medison. Torkar KG, Matijasic BB. 2003. Partial Characterization of Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Isolated from Milk and Milk Products. Food Technol 41 (2): 121-129. Turnbull PCB. 1996. Bacillus: Barron's Medical Microbiology. Univ of Texas Medical Branch. ISBN 0-9631172-1-1. [ Utomo D. 2002 Apakah probiotik itu?. Infovet, Ed ke 94:38-39. [ Wahyuni WT, 2006. Isolasi, pemurnian dan identifikasi senyawa anti β-laktamase dari Streptomyces sp. IVNF1-1 (Penghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare, EPEC K1-1) [Skripsi], Bogor: FMIPA, IPB. Ward OP.1983. Proteinases. In microbial Enzymes and Biotechnology.Ed WM Forgaty. Applied Science Publication. New York. Pp 251-317. [ Winarno FG. 1983. Enzim Pangan .Jakarta, PT. Gramedia. Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta, PT. Gramedia. 253 p. Wongsa P, Werukhamkul P. 2007. Product Development and Technical Service, BioSolution International. Thailand: Bangkadi Industrial Park 134/4. Wiryosuharto SD.1990. Tinjauan Pcnggunaan Antibiotika di Indonesia Saat ini dan yang Akan Datang. Bull of Anim Sci. Yughuchi H, Goto T, Okonogi S. 1992. Fermented milk, lactic drinks and intestinal microfloral. In: Function of Fermented Milk: Challenges for the Health Science. Y. and A. Hosono (eds). Elsevier Appl.Sci. Publishers Ltd. London. Zanella G, Alboralli AG, Bardotti P, Candotti F, Guadagnini, Martino PA, Stonfer M. 2000.Severe E. coli O111 septichemia and polyserositis in hens at the start of lay. Avian Pathol. 29: 311−317. LAMPIRAN 68 Lampiran 1 Komposisi kimia molase No Komponen Kisaran %) Rata-ata 1 Air 17 – 25 20 2 Sukrosa 30 – 40 35 3 Glukosa 4 – 9 7 4 Fruktosa 5 – 12 9 5 Gula pereduksi 1 – 5 3 6 Karbohidrat lain 2 – 5 4 7 Abu 7 – 15 12 8 Komponen nitrogen 2 – 6 4.5 9 Asam bukan nitrogen 2 – 6 5 10 Lilin, steroid dan fosfolipid 0.1 – 1 0.4 Lampiran 2 Komposisi kimia tepung kedelai No Komponen Kadar komponen(%) 1 Protein 42.59 2 Nitrogen 6.81 3 Air 4.64 4 Lemak 5 Magnesium 0.15 6 Mangan 0.16 7 Besi 0.05 8 Seng 0.15 9 Fosfor 1.48 10 Kalsium 0.45 19.74 69 Lampiran 3 Komposisi media peremajaan, produksi, serta uji daya hambat isolat asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, Salmonella sp. asal ayam No 1 2 3 4 Nama media Nutrient agar (NA) Nutrient agar (NA) 50% semipadat Nutrent Broth (NB) Trypticase Soy Agar (TSA) Komposisi Trypticase Soy Broth (TSB) 3 Bacto peptone 5 Bacto agar 15 Beef extract 3 Bacto peptone 5 Bacto agar 9 Beef extract 3 Bacto peptone 5 Pangkreatic digest of casein Enzymatic digest os soybean meal Dextrosa 17 3 2.5 5 Dipotasium phosphate 2.5 Bacto agar 10 Pangkreatic digest of casein Enzymatic digest of soybean meal Dextrosa 17 Sodium chlorida Dipotasium phosphate 6 (g/l) Beef extract Sodium chlorida 5 Jumlah Tripton Glucosa Yeas ekstract Pangkreatic digest of (TGY) casein 3 2.5 5 2.5 5 2.5 70 Yeast ekstract Dekstrose 7 De Mann Rogosa Sharpe (MRS) 1 Glukose 20 Pepton casein 10 Beef ekstract 8 Natrium acetate 3H2O 5 Yeast ekstract 4 K2 HPO4 2 Triamonium sitrat 0.2 MgSO47H2O 0.2 MnSO44H2O 0.05 Sorbitan monooleat / 1 Tween 80 8 9 TGY modifikasi MRS modifikasi Soybean meal 5 Yeast ekstract 2.5 Molase 1 Molase 20 Soy bean meal 10 Beef ekstract 8 Natrium acetate 3H2O 5 Yeast ekstract 4 TSP 2 Urea 0.2 MgSO47H2O 0.2 MnSO44H2O 0.05 71 Lampiran 4 Komposisi Pereaksi Pewarnaan No. Nama media 1 Pewarnaan Gram Komposisi Jumlah (g/l) A. Ungu kristal (Hucker’s)) Larutan A Ungu kristal (90%) Etil alkohol (95%) Larutan B Amonium oksalat Aquades B. Iodium Gram 80.0 ml Kalium iodida ( KI) 2.0 g Etil alkohol 100% 300.0 ml 95.0 ml 5.0 ml Safranin O 0.25ml Etil alkohol 95% 10.0 ml Aquades 2 0.8 g 1.0 g Aquades D. Safranin 20.0 ml Iodium Aquades C. Etil alkohol 95% 2.0 g 100.0 ml Pewarnaan spora A. Malakit Hijau B. Safranin Malakit hijau 50.0 g Aquades 100.0 ml Safranin O 0.25ml Etil alkohol 95% 10.0 ml Aquades 100.0 ml 72 Lampiran 5 Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler pada media NA pH 7 Kode Isolat Warna koloni Karakteristik koloni Pewarnaan Gram Bentuk sel dan penataan b, lc, d tu Bakteri target E. coli S. enteric Ephec K1-1 tu 0 0 0 tu 0 0 0 tu 0 0 0 tu 0 0 0 0 0 Endo spora pH 7 PN.I.3.6 (1) PN.I.3.2 (2) PN.I.3.4 (3) PN.I.3.3 (4) putih putih putih putih b, ld, c b, lc, d b, ld, c tu tu tu PN.I.3.1 (5) putih b, ld, c tu tu 0 PN.II.2.1 (6) putih b, lc, c tu tu 0 0 0 steptobasil 1 0 0 basil 1 0 0 tu 1 0 0 0 0 PN.II.3.1 (7) PN.II.2.2 (8) PN.II.3.3 (9) putih putih putih b, ld, c b, lc, d tb, lc, d positif positif tu PN.II.3.2 (10) putih b, ld, c tu tu 1 PN.I.3.5 (11) putih b, d, lc tu tu 0 0 0 tu 1 0 0 tu 1 0 0 tu 0 0 0 bacilus 1 1 0 1 0 PN.III.3.1 (12) PN.III.2.3 (13) PN.III.3.3 (14) PN.III.3.4 (15) putih putih putih putih b, lc, c b, lc, c b, lc, d b, lc, c tu tu tu negatif PN.I.2.4 (16) bening tb, lc, c tu tu 0 PN.III (17) krem b, lc, c negatif cocus 1 1 1 tu 0 0 1 tu 1 0 1 tu 1 0 1 1 1 PN.III.3.1 (18) PN.III (19) AN.I.2.2 (20) Krem putih putih sk, lc, bt t, tb, tb b, lc, c tu tu tu PN.III.3.5 (21) putih t, lc, b tu tu 1 PN.III (22) putih t, lc, b tu tu 1 0 0 tu 0 0 1 tu 1 0 1 bacilus 1 1 1 0 1 PN.III (23) PN.III (24) PN.III.2.2 (25) putih putih putih st, lc, b t, lc, b c, lc, b tu tu positif PN.III (26) putih st, lc, b tu tu 1 PN.III (27) putih sk, bo, bt positif basil kecil 1 1 1 cocus 0 0 1 tu 0 0 1 tu 0 0 1 tu 0 0 1 0 0 PN.III (28) AN.II.3.3 (29) AN.III.3.3 (30) AN.III.3.1 (31) putih putih putih putih t, lc, b t, lc, b d, bo, tb d, bo, d negatif tu tu tu AN.III.2.3 (32) putih d, lk, tb tu tu 0 AN.III.1.1(33)a putih c, lc, b tu tu 0 0 1 bacilus 0 0 1 tu 0 0 1 tu 0 0 0 1 0 0 0 AN.III.2.2 (34) AN.III.3.1(35) PN.III (36) putih krem tua putih c, lc, b c, lc, b c, lc, b positif tu tu PN.III (37) putih c, lc, b tu tu 0 PN.III (38) krem t, lc, b tu tu 1 *PN=pengenceran menambahkan pepton pH 7, AA=pengenceran tanpa penambahan pepton, pH 7, I=duodenum, II=ileum, III=intestinum crasum b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld = berlendir; d = datar; c = cembung; bk = berbukit; sk = seperti kawah; t = timbul; st = seperti tombol; bo = berombak; bl = bentuk L; bt = bundar dengan tepian timbul; k = keriput, tu=tidak diuji/tidak diamati 0=tidak ada aktivitas penghambatan, 1=ada aktivitas penghambatan 73 Lampiran 6 Hasil isolasi dan karakterisasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler yang ditumbuhkan pada pH 4.5 Kode Isolat Warna koloni Karakteristik Koloni Pewarnaan Gram Bentuk sel dan penataan b, lk, bk tu Endo spora Bakteri target E. coli S. enteric Ephec K1-1 tu 0 0 0 diplococus 0 1 0 tu 0 0 0 1 0 Media pH4.5 PA.III.1.1 (1a) PA.III.3.1 (2a)) PA.II.3.3(3a)2 putih putih putih t, bo, bt t, lc, b negatif tu PA.III.4 (4a)) putih t, lc, b negatif cocus 0 PA.III.1.1 (5a) krem t, lc, b negatif cocus 1 1 0 tu 1 0 0 cocus 1 1 0 tu 1 0 0 0 0 PA.II.3.2(6a) PA.III.1.2 (7a) PA.III.3.4(8a) krem putih putih d, bo, bl d, bo, bl d, bo, bl tu negatif tu PA.III.1.5 (9a) krem c, lc, b tu tu 0 PA.IIII.1.5(10a) putih t, lc, b tu tu 0 1 0 cocus 0 1 0 tu 0 0 0 tu 0 1 0 0 0 PA.III.1.3 (11a) PA.III (12a) PA.III.1.4 (13a) putih putih putih t, lc, b t, bo, b c, lc, b positif tu tu PA.III.1.3 (14a) putih c, lc, b tu tu 0 PA.I.2 .1(15a) putih t, lc, b tu tu 0 1 0 cocus 0 1 0 cocus 1 1 0 streptobasil 0 1 0 tu 0 0 0 0 0 PA.I.2.3 (16a) PA.III.1.3.4(17a) PA.II.2.7 (18a) PA.I.3.5 (19a) putih putih putih putih t, lc, bt t, lc, b c, lc, b st, lc, b negatif negatif positif tu PA.III.1.6 (20a) putih b, lk, bk tu tu 1 PA.I.3.3 (21a) putih b, lc, bk tu tu 1 0 0 cocus 1 1 0 tu 0 0 0 tu 0 0 0 0 0 PA.II.2.8 (22a) PA.II (23a) PA.II (24a) putih putih putih b, lc, bk b, ld, c b, d, lc negatif tu tu PA.III.2.2 (25a) putih b, lc, c tu tu 1 PA.III(26a) putih b, lc, c tu tu 1 0 0 tu 1 1 0 tu 1 0 1 tu 1 1 1 1 1 PA.III (27a) PA.III (28a) AA.II.3.3 (29a) putih putih putih b, lc, d b, lc, c b, lk, bk tu tu tu AA.III.3.3 (30a) putih b, lc, bk negatif cocus 1 AA.II.3.1 (31a) putih b, lc, c tu tu 0 1 0 bacilus 0 1 0 tu 0 0 1 tu 0 0 1 AA.II.2.3 (32a) AA.III.1.1(33a) AA.III.2.2 (34a) putih putih putih c, lc, b st, lc, b b, lc, c negatif tu tu *PA=pengenceran menambahkan pepton pH 4.5, AA=pengenceran tanpa penambahan pepton, pH 4.5, I=duodenum, II=ileum, III=intestinum crasum b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld = berlendir; d = datar; c = cembung; bk = berbukit; sk = seperti kawah; t = timbul; st = seperti tombol; bo = berombak; bl = bentuk L; bt = bundar dengan tepian timbul; k = keriput, tu=tidak diuji/tidak diamati 0=tidak ada aktivitas penghambatan, 1=ada aktivitas penghambatan 74 Lampiran 7 Kurva Standar Isolat 7n Pengenceran OD Cfu/ml Log 1:1 0.282 1.07 x 10 6 6.029384 1:2 0.22 0.535 x 10 6 5.728354 1:4 0.18 0.2675 x 10 6 5.427324 1:8 0.129 0.103375 x 10 6 5.126294 1:16 0.076 0.066875 x 10 6 4.825264 1:32 0.035 0.034375 x 10 6 4.536243 1:64 0.01 0.016718 x 10 6 4.223204 Kerapatan sel ( OD) Kurva standar Isolat 7n pada m edia NB 0.3 y = 0.1534x - 0.6537 0.25 R2 = 0.9905 0.2 0.15 0.1 0.05 0 4 4.5 5 5.5 log jumlah sel 6 6.5 75 Lampiran 8 Kurva standar isolat 25n Pengenceran 1:1 OD 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32 1:64 Cfu/ml Log 0.394 3.57 x 10 8 8.552668 0.31 1.785 x 10 8 8.251638 0.251 0.8925 x 10 8 7.950608 0.164 0.44625 x 10 8 7.649578 0.11 0.223125x 10 8 7.348548 0.032 0.1115625 x 10 8 7.047518 0.003 8 6.746488 0.05578125 x 10 Kurva standar isolat 25n pada media NB y = 0.2219x - 1.5165 R2 = 0.9902 Kerapatan sel (OD) 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 6.5 7 7.5 Log jum lah sel 8 8.5 76 Lampiran 9 Kurva standar isolat 27n Pengenceran 1:1 OD 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32 Cfu/ml Log 0.291 0.5 x 10 8 7.69897 0.217 0.25 x 10 8 7.39794 0.154 0.125 x 10 8 7.09691 0.11 0.0625 x 10 8 6.79588 0.034 0.03125 x 10 8 6.49485 0.002 0.015625 x 10 8 6.19382 Kurva standar isolat 27n pada m edia NB 0.3 y = 0.1934x - 1.209 R2 = 0.99 0.25 OD 0.2 0.15 0.1 0.05 0 6 6.5 7 Log jum lah sel 7.5 8 77 Lampiran 10 Kurva standar isolat 34n Pengenceran 1:1 OD 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32 1:64 Cfu/ml Log 0.318 2.1 x 10 8 8.322219 0.264 1.05 x 10 8 8.021189 0.185 0.525 x 10 8 7.720159 0.131 0.2625 x 10 8 7.419129 0.097 0.133125 x 10 8 7.12426 0.036 0.0684375 x 10 8 6.835294 0.007 0.03421875 x 10 8 6.534264 Kurva standar Isolat 34n pada m edia NB y = 0.1773x - 1.1686 R2 = 0.9866 0.3 0.25 OD 0.2 0.15 0.1 0.05 0 6 6.5 7 Log jum lah sel 7.5 8 8.5 78 Lampiran 11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan EPEC K1-1diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu Isolat 7n 25n 27n 34n 25 o C 30 o C 0 0 0 0 37 0 0 0 0 o C 40 o 14.25 0 0 14.5 C 50 o 14 14.25 0 14 C 23 14.25 14 21.5 Lampiran12 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan E. coli diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu Isolat 7n 25n 27n 34n 25 o o C 25 o 0 0 0 0 o C 30 0 0 0 0 25 37 C 40 o 13.5 0 10 0 C 50 o C 0 11.75 0 0 0 0 0 12 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan Salmonella enteric diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu Lampiran 14 Isolat 7n 25n 27n 34n 30 0 0 0 0 Lampiran 13 Isolat 7n 25n 27n 34n C o C 37 o C 18.5 0 0 14.25 40 o C 0 0 0 4 50 0 0 0 0 o C 18.875 14.25 9.5 14 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis dengan Salmonella sp. diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu o C 30 0 0 0 0 o C 0 0 4 8.5 37 o C 0 0 0 13.5 40 o C 50 0 0 0 8 o C 0 0 2 0