AKTIVITAS PENGHAMBATAN BAKTERI ASAL SALURAN

advertisement
AKTIVITAS PENGHAMBATAN BAKTERI ASAL SALURAN
PENCERNAAN AYAM BROILER TERHADAP Escherichia coli
dan Salmonella spp. PADA BERBAGAI MEDIA, AERASI, pH
dan SUHU
GUSMINARNI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul
Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Bebagai Media, Aerasi,
pH dan Suhu. adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Gusminarni
G 351070071
ABSTRACT
GUSMINARNI Inhibitory Activity of Bacteria Isolated from Digestive Track of
Chicken Broiler Against Escherichia coli and Salmonella spp. at Several Growth
Media, Aeration, pH, and Temperature. Under Direction of YULIN LESTARI
and MIN RAHMINIWATI
This research aim to study the Inhibition activity of bacteria isolated from
digestive track chicken broiler against Echerichia coli and Salmonella sp. at
several growth media, aeration, pH and temperature. Isolation of digestive track
broiler bacteria was conducted by using Nutrient Agar (NA) media at pH 7.0 and
pH 4.5. The isolates were assayed against Echerichia coli and Salmonella sp.
The isolates which showed inhibition capability were selected, microscopically
identified, Gram stained and used for further assay The inhibitory activity of
selected isolates was examined using De Man Ragosa (MRS ) and Tripton
Glucosa Yeast Extract (TGY) media, with and without agitation. The selected
media was then modified with molasses and soybean meal as source of carbon and
nitrogen, respectively. The stability of inhibitory activity was examined at five
levels of temperature (250C, 300C, 370C, 400C, 500C), and seven pH levels (3.0,
4.0, 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, and 9.0). The selected isolates were also enzimatically
assayed for amylase, protease, lipase, and cellulose activity. The results showed
that 7n isolate produced the highest inhibition activity against E. coli and
Salmonella enteric. For E coli strong inhibition showed by 7n isolate at MRS
modified media, pH 6.0-8.0, and temperature at 370C, and similar condition
applied also for EPEC K1-1, except the highest inhibition occured at 500C. For
Salmonella enteric growth inhibition by 7n isolate was obtained using MRS
modified media, pH 5, and temperature at 300C. For other Salmonella subsp.2
small inhibition by 34n occurred at both MRS and TGY modified at pH 4.0-5.0
and temperature at 370C. Both 7n and 34 isolates showed amylase, protease,
lipase and cellulose activity. The results indicate that both isolates have their
potency to be developed as probiotics, served as feed additive. The isolates are
expected can function as growth promoter through their antibacterial and
degrading enzymes activities.
Keywords: chicken broiler bacteria, antibacterial activity, E. coli, Salmonella sp.,
MRS modified media, pH, temperature, degrading enzyme.
RINGKASAN
GUSMINARNI. Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan
Ayam Broiler Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Berbagai
Media, Aerasi, pH dan Suhu. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN
RAHMINIWATI.
Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk serta meningkatnya
kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi yang baik untuk keluarga, mendorong
meningkatnya permintaan akan bahan pangan hewani sebagai sumber protein.
Salah satu bahan pangan hewani yang bermutu tinggi adalah produk asal ayam.
Akan tetapi pemenuhan akan bahan pangan ini sering mendapat kendala. Masalah
utama dalam peningkatan produksi ternak termasuk ayam adalah penyediaan
pakan, terutama sebagai sumber protein dan energi yang masih diimpor dan
sebagai konsekuensinya harga pakan meningkat. Untuk efisiensi pakan biasanya
dengan pemberian feed additive sebagai zat pemacu tumbuh (growth promotant).
Zat pemacu tumbuh yang umum dipakai berasal dari kelompok antibiotik.
Penggunaan antibiotik mempunyai sifat positif seperti meghambat infeksi bakteri
patogen dan memacu pertumbuhan. Akan tetapi antibiotik mempunyai efek
samping yaitu ikut hadirnya residu antibiotik dalam produk yang dihasilkan
sehingga mengakibatkan efek teratogenik, karsinogenik, mutagenik, resistensi
bakteri patogen serta. membunuh bakteri pencernaan yang menguntungkan.
Untuk memicu produksi dan reproduksi ternak yang lebih aman maka dicari
zat pengganti antibiotik seperti probiotik, dan enzim. Probiotik adalah makanan
tambahan (feed additive) berupa mikroba hidup, baik bakteri maupun kapang atau
yeast yang dapat menguntungkan bagi inagnya dengan jalan meningkatkan
keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak. Enzim adalah
senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi
pemecahan senyawa komplek menjadi sederhana yang tersusun dari serangkaian
asam amino dalam susunan yang teratur dan tetap. Sebagai protein, enzim
diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain
konversi energi dan metabolisme pertahanan sel.
Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas antibakteri, dari metabolit
bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap Escherichia coli dan
Salmonella sp. Kajian juga dilakukan terhadap aktivitas proteolitik, amilolitik,
lipolitik, selulolitik dari metabolit yang dihasilkan bakteri asal saluran pencernaan
ayam pada beberapa media, aerasi, pH, dan suhu.
Isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler (tanpa antibiotik)
dengan menggunakan media NA pH 7.0 dan pH 4.5. Bakteri yang didapat di uji
antagonis terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonela subsp.2, Salmonella enteric
dengan metode double layer (Lisboa et al. 2006). Aktivitas penghambatan
ditunjukkan olah adanya zona bening di sekitar koloni. Isolat bakteri terpilih
diidentifikasi dan dioptimasi aktivitas penghambatannya pada media MRS dan
TGY, diagitasi dan tanpa agitasi. Media yang paling tinggi aktivitasnya digunakan
untuk membuat media modifikasi dengan mengganti sumber karbon dengan
molase dan sumber nitrogen dengan tepung kedelai. Optimasi dilakukan pada lima
tingkatan suhu (250C, 300C, 370C, 400C, 500C) dan tujuh tingkatan pH (3.0, 4.0,
5.0, 6.0, 7.0, 8.0, 9.0).
Hasil isolasi diperoleh 72 isolat terdiri dari 38 isolat pada media NA dengan
pH 7.0 dan 34 isolat pada media NA dengan pH 4.5. Bagian saluran yang
digunakan untuk isolasi bakteri antara lain duodenum, ileum dan intestinum
crasum. Pada duodenum diperoleh 11 isolat, ileum 14 isolat dan intestinum
crasum 47 isolat. Hasil uji antagonis menunjukkan 19 isolat mampu menghambat
EPEC K1-1 yang terdiri dari 13 isolat dari pH 7.0 dan 6 isolat dari pH 4.5.
Penghambatan terhadap E. coli diperoleh 30 isolat, terdiri dari 18 isolat dari
pH 7.0 dan 12 isolat dari pH 4.5. Penghambatan terhadap Salmonella enteric
didapatkan 21 isolat terdiri dari 7 isolat dari pH 7.0 dan 14 isolat dari pH 4.5.
Waktu inkubasi yang paling baik adalah 48 jam. Setelah diseleksi dan
diidentifikasi diperoleh empat isolat terpilih yaitu isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n.
Keempat isolat merupakan kelompok Bacillus yang mempunyai aktifitas
penghambatan terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric dan Salmonella
subsp.2.
Isolat terpilih dioptimasi aktivitas penghambatannya terhadap media, pH
dan suhu. Dari hasil optimasi terhadap media MRS modifikasi dan TGY
modifikasi diperoleh isolat 7n, 25n, dan 27n aktivitas penghambatannya terbaik
ditumbuhkan pada media MRS modifikasi tanpa agitasi dan untuk isolat 34n
media terbaiknya adalah media TGY modifikasi tanpa agitasi. Hasil optimasi
terhadap suhu dan pH diperoleh aktifitas penghambatan tertinggi terhadap
EPEC K1-1 oleh isolat 7n sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 500C
dan pH 7.0. Penghambatan tertinggi terhadap E.coli asal ayam oleh isolat 25n
sebesar 29 mm pada media MRS modifikasi suhu 400C dan pH 8.0. Aktifitas
penghambatan terhadap Salmonella enteric oleh isolat 7n pada media MRS
modifikasi dengan suhu 300C dan pH 5.0. Penghambatan terhadap Salmonella
subsp.2. oleh isolat 34n sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 370C
dan pH 9.0. Keempat isolat menunjukkan aktifitas penghambatan pada kisaran
suhu 300C hingga 500C dan kisaran pH 5.0 hingga pH 9.0.
Hasil uji enzim menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai
kemampuan menghasilkan enzim amilase, protease, lipase dan selulase
ekstraseluler. Dimana isolat 7n mempunyai nilai indeks paling tinggi dengan
indeks amilase 0.67, indeks protease 1.5, indeks lipase 1, dan indeks selulase 2.
Isolat 27n menghasilkan enzim amilase, protease dan selulase tapi tidak
menghasilkan enzim lipase.
Dengan demikian isolat 7n, 25n, 27, dan 34n efektif menghambat
pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal
ayam sehingga berpotensi sebagai biokontrol pada ternak ayam pedaging (broiler).
Aktivitas penghambatan yang lebih kecil pada media modifikasi dibanding media
umum diduga disebabkan oleh kandungan molase dan tepung kedelai masih
kompleks. Keempat isolat diharap dapat digunakan sebagai probiotik dan
makanan tambahan (feed additive) pengganti antibiotik.
Kata kunci: bakteri, bakteri asal ayam broiler, aktivitas antibakteri, E.coli,
Salmonella sp., media MRS modifikasi, media TGY modifikasi, pH,
suhu, aktivitas enzim degradatif.
©Hak cipta milik IPB tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undag Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
AKTIVITAS PENGHAMBATAN BAKTERI ASAL SALURAN
PENCERNAAN AYAM BROILER TERHADAP Escherichia coli
dan Salmonella spp. PADA BERBAGAI MEDIA, AERASI, pH
dan SUHU
GUSMINARNI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Mikrobiologi
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Iman Rusmana
Judul Tesis
Nama
NRP
: Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam
Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Berbagai
Media, Aerasi, pH dan Suhu
: Gusminarni
: G351070071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yulin Lestari
Ketua
drh. Min Rahminiwati, M.S.PhD
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Tanggal Ujian: 10 Agustus 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S
Tanggal lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karuniaNya sehingga karya ilmiah (tesis) ini berhasil diselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 sampai
April 2009 adalah Aktivitas Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan
Ayam Broiler Terhadap Escherichia coli dan Salmonella spp. Pada Bebagai
Media, Aerasi, pH dan Suhu. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar besarnya terutama kepada pembimbing, yaitu Dr. Ir.
Yulin Lestari dan drh. Min Rahminiwati, M.S. PhD yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Iman Rusmana selaku Penguji
Luar Komisi yang telah banyak memberikan koreksi dan arahan untuk perbaikan
tesis Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu
pengelola Laboratorium Mikrobiologi FMIPA IPB atas segala bantuan dan
fasilitas yang diberikan selama penelitian dilakukan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada
Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa untuk
melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui Program Peningkatan
Mutu Guru Madarasah. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
Kepala MAN 2 Batusangkar, Bapak Drs. Anasril yang telah memberi izin penulis
untuk tugas belajar di IPB, serta teman-teman guru MAN 2 Batusangkar atas
dukungannya. Akhirnya ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
suami dan anak-anak tercinta atas doa, motivasi dan keihkhlasan mereka untuk
ditinggalkan selama penulis menempuh pendidikan di IPB serta Bapak dan Ibu
mertua, kakak, adik, kakak ipar, adik ipar yang membantu dalam merawat anak
anak penulis selama penulis studi. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dan kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga karya ilmiah inii
bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2009
Gusminarni
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukitinggi pada tanggal 26 Agustus 1968 dari bapak
Mislam (Alm) dan ibu Nurma (Almh). Penulis merupakan putri kelima dari enam
bersaudara.
Pendidikan Dasar sampai Menengah Atas diselesaikan di Bukittinggi,
Sumatera Barat. Tahun 1987 penulis lulus SMA Negeri 2 Bukittinggi dan pada
tahun yang sama penulis lulus masuk perguruan tinggi Institut Keguruan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Padang melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan
(PMDK) pada jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA, dan lulus pada tahun 1991.
Penulis bekerja sebagai guru honorer di SMA YPP Lubuk Alung Sumatera
Barat dari tahun 1991 hingga 1992. Dari tahun 1993 hingga 1996 penulis
mengajar di Madrasah Sumatra Tawalib Parabek Bukittinggi. Pada tahun 1994
penulis diangkat menjadi guru Biologi pada MAN 2 Batusangkar, Kabupaten
Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Tahun 2007 penulis mendapatkan
beasiswa dari Departemen Agama Republik Indonesia melalui program
Peningkatan Mutu Guru Madarasah untuk melanjutkan studi pada mayor
Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis menikah dengan Sumintarto Nurwahyudi. Spd pada tahun 1996 dan
dikaruniai 4 orang anak, Syafiq Wahyu Hidayat (12 tahun), Fadhel Ghalib
Wahyudi (10 tahun), A.Nouval Dzakwan Wahyudi (5 tahun) dan Ghina Nasywa
Fauzana (2 tahun).
Alamat Rumah sekarang di Perumahan Arai Pinang II Blok A No 2
Batusangkar telp (0752) 574185 Tanah Datar-Sumbar. Alamat sekolah
MAN 2 Batusangkar jl Sudirman Lima Kaum (0752) 71640. Email
[email protected].
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN .............................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan ......................................................................................................
Manfaat ....................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
Mikroflora Usus .......................................................................................
Probiotik ...................................................................................................
Prebiotik ...................................................................................................
Bacillus sp................................................................................................
Escherichia coli.........................................................................................
Salmonella sp ............................................................................................
Antibiotik ..................................................................................................
Enzim ........................................................................................................
Protease ....................................................................................................
Amilase ....................................................................................................
Lipase .......................................................................................................
Selulase ....................................................................................................
Molase .......................................................................................................
Tepung kedelai .........................................................................................
1
1
2
2
4
4
6
8
8
10
12
14
15
16
17
19
19
20
21
BAHAN DAN METODE ..................................................................................
Waktu dan Tempat ...................................................................................
Bahan dan Alat .........................................................................................
Metode .....................................................................................................
Isolasi Bakteri Saluran Pencernaan Ayam ...............................................
Pemurnian Bakteri Hasil Isolasi ...............................................................
Peremajaan Bakteri Target .......................................................................
Uji Antagonis Langsung Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam
terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. coli
Asal Ayam serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam ...................................
Identifikasi / Karakterisasi Isolat Bakteri..................................................
Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan E. coli,
Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric
dengan Metode Kirby-Bauer.....................................................................
Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif ......................................................
Uji Kualitatif Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase ..................
22
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25
26
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 27
Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan
Ayam Broiler ............................................................................................ 27
Peremajaan Bakteri target ........................................................................
Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan
Ayam Terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. Coli
Asal Ayam Serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam ...................................
Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler ...................
Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan
E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric
Dengan Metode Kirby-Bauer ...................................................................
Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif ......................................................
Optimasi Media ........................................................................................
Optimasi Waktu Produksi ........................................................................
Pertumbuhan Isolat ..................................................................................
Optimasi Suhu ..........................................................................................
Optimasi pH .............................................................................................
Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase .........................................
30
31
32
37
40
40
45
46
47
49
51
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
LAMPIRAN ....................................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Mikroorganisme dalam saluran pencernaan ternak.......................................
5
2 Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler..........
28
3 Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam
broiler erhadap E.coli, EPEC K1-1, Salmonella enteric..............................
31
4 Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n .......................................
35
5 Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n
terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric,dan
Salmonella subsp.2 ......................................................................................
37
6 Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat
7n, 25n, 27n, 34n............................................................................................. 51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Struktur amilosa dengan ikatan α-1.4 D-glukosidik ..................................... 17
2
Struktur amilopektin dengan ikatan α-1.4 dan α-1.6- D glikosidik ............. 18
3
Strutur selulosa dengan ikatan β- (1,4) ....................................................... 20
4 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 7n) diisolasi dari jejenum, (isolat 25n)
dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang
(perbesaran 40 x 100) .................................................................................. 33
5
Hasil pewarnaan Gram a (isolat 27n) b (isolat 34n) diisolasi dari
intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang Gram positif
(perbesaran 40 x 100) ................................................................................... 33
6
Hasil pewarnaan spora (isolat 7n), b (isolat 25n) diisolasi dari
intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) .............................
7
34
Hasil pewarnaan spora (a) isolat 27n, (b) isolat 34n diisolasi
dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) ........................ 34
8
Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target
(a)EPEC K1-1, (b) E.coli Ф cakram kertas 8mm ....................................... 38
9
Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target
(a) Salmonella enteric (b) Salmonella sp. asal ayam,
Ф cakram kertas 8mm .................................................................................. 38
10 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur
dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli ............................................... 39
11 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) EPEC K1-1
(b) E. coli asal ayam ..................................................................................... 41
12 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) Salmonella enteric
(b) Salmonella subsp.2 asal ayam ................................................................ 42
13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap E.coli
(a) filtrat kultur (b) sel ................................................................................. 45
14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB ............................ 46
15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli ............ 47
16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric,
(b) Salmonella subsp.2 asal ayam .............................................................. 48
17 Aktifitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli ............ 49
18 Aktifitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric
(b) Salmonella subsp.2 asal ayam ................................................................ 50
19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim
(a) amilase (b) protease ............................................................................... 52
20 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim
(a) lipase (b) selulase ................................................................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Komposisi kimia molase .............................................................................
68
2
Komposisi kimia tepung kedelai ................................................................
68
3
Komposisi media peremajaan, produksi, serta uji daya hambat isolat .
asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap EPEC K1-1,
E. coli asal ayam, Salmonella enteric, Salmonella subsp.2 asal ayam ....... 69
4
Komposisi Pereaksi Pewarnaan .................................................................. 71
5
Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan
ayam broiler pada media NA pH 7.0 .......................................................... 72
6
Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan
ayam broiler pada media NA pH 7.0 .......................................................... 73
7
Kurva Standar Isolat 7n .............................................................................. 74
8
Kurva Standar Isolat 25n ............................................................................ 75
9
Kurva Standar Isolat 27n ............................................................................ 76
10 Kurva Standar Isolat 34n ............................................................................ 77
11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis
dengan EPEC K1-1 diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu .................. 78
11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis
dengan E. coli diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu .......................... 78
11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis
dengan Salmonella enteric diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu ....... 78
11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis
dengan Salmonella subsp.2 diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu ...... 78
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan
penduduk cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk serta meningkatnya
kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi yang baik untuk keluarga,
menyebabkan meningkatnya permintaan akan bahan pangan hewani sebagai
sumber protein. Salah satu bahan pangan hewani yang bermutu tinggi adalah
produk asal ayam. Akan tetapi pemenuhan akan bahan pangan ini sering
mendapat kendala. Masalah utama dalam peningkatan produksi ternak termasuk
ayam pedaging (broiler) adalah penyediaan pakan. Pakan merupakan 70% biaya
pemeliharaan. Pakan yang diberikan harus memberikan nutrisi yang dibutuhkan
ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga
pertambahan berat badan perhari Average Daily Gain (ADGnya) akan
tinggi..Pada saat ini pakan terutama sebagai sumber protein dan energi dipenuhi
dari impor dan sebagai konsekuensinya harga pakan menjadi mahal.
Untuk meningkatkan efisiensi pakan biasanya dilakukan dengan cara
memberi bahan tambahan (feed additive) sebagai zat pemacu tumbuh (growth
promotant). Zat pemacu tumbuh yang umum dipakai berasal dari kelompok
antibiotik seperti zinkbasitrasin, monensin, tetrasiklin dan penicilin. Selain untuk
pemacu tumbuh antibiotik juga digunakan untuk megendalikan penyakit yang
disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi penggunaan antibiotik yang berlebihan
mengandung resiko yaitu ikut hadirnya residu antibiotik dalam produk yang
dihasilkan (telur dan daging) yang bersifat teratogenik, karsinogenik dan
mutagenik. Resiko lainnya yaitu terjadinya resistensi mikroorganisme patogen
seperti Salmonella sp. resisten streptomisin, E. coli resisten Enrofloxasin, dan
membunuh bakteri yang menguntungkan.
Pakar nutrisi (nutritionist) telah mengalihkan penggunaan zat pemacu
tumbuh yang berasal dari antibiotik ke bahan bioaktif alami dan probiotik. Bahan
bioaktif alami adalah bahan bahan pemacu pertumbuhan yang bersumber dari
organisme. Probiotik adalah makanan tambahan berupa mikroba hidup, baik
bakteri maupun kapang/yeast yang dapat menguntungkan bagi inangnya dengan
2
jalan meningkatkan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak
(Fuller 1992).
Probiotik menggantikan penggunaan antibiotik sebagai pemacu tumbuh
telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas ternak. Mikroba yang sudah
dinyatakan aman sebagai bahan pakan untuk ayam yaitu golongan bakteri seperti
Lactobacillus sp., Bacillus subtilis, serta dari golongan kapang seperti
Saccharomyces sp. (Martin 1995; Haddadin et al. 1996; Jin et al. 1996).
Untuk produksi mikroba sebagai probiotik dari segi industri harus
memperhatikan efisiensi sehingga diperlukan optimasi produksi metabolit dari
mikroba. Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, pH, oksigen, tekanan osmosis dan faktor nutrisi terdiri dari sumber karbon,
nitrogen, mineral (unsur makro dan mikro), vitamin (Stainer et al. 1976; Fardiaz
1989). Kebutuhan akan karbon untuk pertumbuhan mikroba yang paling baik
diperoleh dari sumber karbohidrat yang dapat larut seperti glukosa, dan sumber
nitrogen yang mudah larut seperti kasein. Namun penggunaan glukosa dan kasein
memerlukan biaya yang tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel mikroba dengan
biaya yang lebih murah dan mudah didapat pada umumnya digunakan sumber
karbon lain seperti molase dan sumber nitrogen dari tepung kedelai. Optimasi
aktivitas senyawa bioaktif dari bakteri terpilih dilakukan terhadap media produksi
yang menggunakan molase dan tepung kedelai, agitasi dan tanpa perlakuan agitasi,
pH, dan suhu.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas antibakteri dan aktivitas
enzimatik dari metabolit bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler. Aktivitas
antibakteri dilakukan terhadap Escherichia coli dan Salmonella sp., sedangkan
aktivitas enzimatik meliputi proteolitik, amilolitik, lipolitik, selulolitik. Optimasi
produksi metabolit yang
dihasilkan bakteri dilakukan
pada berbagai media,
aerasi, pH, dan suhu.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bakteri unggul asal saluran
pencernaan ayam broiler yang berpotensi
sebagai probiotik pada kondisi
3
pertumbuhan optimum untuk menghasilkan senyawa anti bakteri. Penggunaan
bakteri asal saluran pencernaan ini diharapkan dapat menjadi alternatif
penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan, sehubungan kemampuannya
dalam menghasilkan enzim ekstraseluler yang membantu konversi pakan secara
optimal sehingga penggunaan pakan lebih efisien dan pertumbuhan menjadi
optimum.
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroflora Usus
Mahluk hidup sebelum lahir atau menetas berada dalam keadaan steril,
Ketika sudah berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba masuk ke
dalam tubuh baik dalam proses kelahiran atau menetas, maupun lewat makanan
dan kontak dengan lingkungan. Mikroorganisme tersebut tinggal pada saluran
pencernaan sampai makhluk hidup itu mati. Bagian dari saluran pencernaan yang
paling banyak dihuni oleh bakteri adalah saluran usus. Mikroorganisme yang
menempel
pada
saluran
usus
tersebut
dinamakan
mikroflora
usus
(Nakazawa 1992).
Mikroflora usus merupakan ekosistem yang kompleks terdiri dari sejumlah
besar bakteri. Zat yang terdapat dalam ekosistem usus dapat berasal dari bahan
luar yang berupa pakan dan dapat berasal dari dalam tubuh (endogeneus) seperti
produk metabolisme yang harus dibuang. Mikroflora detrimental umumnya
sangat aktif merombak zat yang terdapat dalam usus besar baik berasal dari bahan
makanan beracun, obat obatan, steroid, maupun metabolit yang berasal
dari
bahan makanan (Hasono 2002). Hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat
toksik
(beracun),
karsinogenik
(menyebabkan
kanker)
atau
metagenik
(membentuk gas metan). Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa
usus bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini
proporsi bakteri “baik” akan mendesak atau mengencerkan mikroflora aktif diatas,
sehingga zat toksik yang akan dibentuk tidak jadi karena, bahan pembentuknya
sudah dibuang terlebih dahulu.
Menurut Savage yang dikutip oleh Nakazawa (1992) mikroflora normal
usus mempunyai sifat (1) dapat tumbuh dalam kondisi anaerobik, (2) terdapat
pada saluran pencernaan dewasa normal, (3) dapat mengkolonisasi pada bagian
specifik saluran pencernaan, (4) dapat membangun habitat sendiri selama proses
perantian dari manusia dan hewan muda, (5) dapat menjaga populasi pada dewasa
normal, (6) dapat melekatkan diri dengan permukaan epitel usus. Kemampuan
bakteri untuk melekat pada jaringan epitel usus (lapisan lendirnya), dapat
dibuktikan dengan kemampuannya megkolonisasi saluran usus dan menjaga
5
populasi tetapnya. Bakteri
bakteri ini dapat diselidiki keberadaannya dengan
menguji feses dari hostnya.
Pada saluran pencernaan ayam terdapat sekitar 100-400 mikroba yang
menguntungkan dan merugikan. Mikroba menguntungkan seperti E. Coli,
Lactobacillus, Streptococcus, Bacteroides, Enterococcus, Clostridia, dan yang
merugikan seperti Salmonella sp. Bakteri bakteri itu hidup dalam keseimbangan.
Kestabilan flora usus bisa terganggu antara lain oleh antibiotik, infeksi bakteri dan
virus, kemoterapi, radiasi, pola makan, stres dan iklim (Gsianturi 2002).
Menurut Utomo (2002 ) mikroorganisme pada saluran pencernaan ternak
terdiri dari mikroorganisme seperti tercantum pada (Tabel 1).
Tabel 1 Mikroorganisme dalam saluran pencernaan ternak
Hewan
Bakteri
Ayam
E.coli
Babi
Kucing
Ileum
(CFU)
-
Seikum
(CFU)
-
Feses
(CFU)
106
Lambung
(CFU)
106
Lactobacillus
109
109
106
109
Streptococcus
104
-
-
9
107
Bacteroides
-
-
10
Enterococcus
-
104
107
107
Clostridia
-
-
-
-
105
106
107
105
Lactobacillus
-
109
109
109
Streptococcus
106
-
-
106
Bacteroides
-
-
-
-
Enterococcus
-
107
107
-
Clostridia
-
107
108
-
E.coli
104
-
-
105
Lactobacillus
107
108
109
-
Streptococcus
-
-
-
107
Bacteroides
-
109
109
-
106
108
108
-
6
8
8
E.coli
Enterococcus
Clostridia
10
10
10
108
6
Dari tabel terlihat pada saluran pencernaaan ayam Lactobacillus ditemui
hampir diseluruh saluran pencernaan, bakteri ini kelompok bakteri baik.
Sementara E.coli dan Bacteroides banyak ditemui pada pada lambung dan pada
ileum dan seikum tidak ditemui dan pada feses kembali ditemui dengan jumlah
yang sama dengan di lambung. Enterococcus ditemui pada lambung dan pada
seikum jumlahnya menurun kemudian pada feses jumlahnya meningkat kembali.
Streptococcus hanya ditemui pada saluran pencernaan bagian ileum
Mikroflora usus ayam pada umumnya bersumber dari permukaan telur
yang tidak steril sebagai hasil kontak induk dengan sangkarnya. Sedangkan pada
peternakan komersial, kolonisasi pada saluran usus ada hubungannya dengan
kebersihan di hatchery dan kontak dengan lingkungan bebas. Jika saluran usus
terkolonisasi dengan mikroba yang merugikan, maka akan berdampak patogen
bagi tubuh. Untuk mengantisipasi serangan patogen, bakteri menguntungkan
(probiotik) akan membangun pertahanan tanpa memberi ruang bagi bakteri
patogen untuk menyerang tubuh (Gsianturi 2002).
Probiotik
Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang artinya for life (untuk hidup)
memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Istilah probiotik pertama kali digunakan
oleh Lilley dan Stiwell pada tahun (1965) menyatakan bahwa substansi yang
dihasilkan mikroba untuk menstimulir pertumbuhan mikroba lainnya dalam
saluran pencernaan. Lebih lanjut Fuller (1989) mendefinisikan probiotik sebagai
bahan pangan yang mengandung mikroorganisme dalam keadaan hidup yang
mempunyai pengaruh menguntungkan bagi inangnya dengan meningkatkan
keseimbangan mikroflora usus.
Definisi probiotik berkembang setelah adanya data hasil penelitian ilmiah,
seperti yang dikemukakan oleh Fuller (1992) bahan probiotik itu adalah makanan
tambahan (feed suplement) berupa jasad hidup yang mempunyai pengaruh
menguntungkan bagi ternak induk semangnya. Dan mikroorganisme yang dapat
dimanfaatkan sebagai probiotik antara lain tidak toksik, mampu bertahan pada
suasana asam dan cairan empedu, dapat berkoloni dan melakukan kegiatan
metabolisme di dalam usus dan dapat tumbuh lama dan menghambat mikroba
patogen dan dapat hidup pada berbagai kondisi dalam tubuh ternak. Pernyataan ini
7
kemudian diperbaharui oleh Salminen et al. (1999) probiotik yaitu sediaan sel
mikroba atau komponen dari sel mikroba yang mempunyai pengaruh
menguntungkan pada kesehatan dan kehidupan inangnya.
Menurut Fuller (1991) bakteri probiotik harus memiliki persyaratan yaitu
memberikan efek yang menguntungkan pada host, tidak patogenik dan tidak
toksik, mengandung sejumlah besar sel hidup, mampu bertahan dalam kondisi
yang tidak menguntungkan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus,
tetap hidup selama dalam penyimpanan sampai waktu digunakan, mempunyai
sifat sensori yang baik, diisolasi dari host.
Beberapa penelitian mengungkapkan pengaruh positif dari probiotik
terhadap kesehatan adalah:
1. Memperbaiki keluhan malabsorbsi laktosa (Legowo 2003)
2. Meningkatkan ketahana alami terhadap infeksi di usus (Siswono 2002)
3. Mencegah diare yang diakibatkan oleh antibiotik (Gsianturi 2002)
4. Menurunkan resiko terjadinya penyakit tumor dan kanker kolon
(Prangdimurti 2001)
5. Mengurangi kadar kolesterol darah (Tannock 1999)
6. Memperbaiki pencernaan (Fuller 1997)
7. Stimulasi imunitas gastrointestinal (Mc Cracken dan Gaskin 1999; Mc
Farlane dan Cummings 1999).
Probiotik dapat digolongakan menjadi dua yakni golongan bakteri dan
golongan cendawan. Menurut Mujiasih (2001) mikroorganisme yang sering
digunakan sebagai probiotik dari kedua kelompok ini adalah Aspergilus niger,
A. oryzae, Bacillus coagulans, B. lentis, B.pumilus, B. brevis, B. alvei,
B. circulans, Bifidobacterium adolescentis, B. animalis, B. bifidum, B. infantis,
B. longum, B. thermopilus, Bacteroides amylophilus, B. ruminicola, Lactobacillus
acidophilus, L. brevis, Streptococcus oremoris, S. faecium, S. lactis,
S.
thermophilus,
Leiconostoc
mesenteroides,
Pediococcus
acidolacticii,
Propionibacterium shemani dan Saccharomyces cerevisiae.
Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan untuk memperbaiki
saluran pencernaan dengan cara: (1) menekan reaksi pembentukan racun dan
metabolit yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), (2) merangsang reaksi
8
enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh
saluran pencernaan, (3) merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfaamilase) yang digunakan untuk mencerna pakan, (4) memproduksi vitamin dan
zat zat yang tidak terpenuhi oleh tubuh (Seifert dan Gessler 1997). Menurut
Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam
broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas.
Prebiotik
Prebiotik pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak tercerna dan tidak
tidak diserap biasanya dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan inulin
(dietary fiber) (Reddy 1998; Grizard dan Barthomeuf 1999; Reddy 1999). Zat ini
akan mengalami proses peragian di dalam usus besar, untuk menghasilkan
makanan bagi bakteri yang menguntungkan (Karyadi 2003). Makanan tersebut
sangat berguna bagi perkembangbiakan bakteri baik menjadi lebih banyak
sehingga dapat mendominasi populasi bakteri dalam usus. Prebiotik dikenal juga
sebagai nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik akan tetapi tidak cocok bagi bakteri
jahat.
Bacillus sp.
Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat
tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap panas (suhu
tinggi), mampu mendegradasi Xylan dan karbohidrat (Cowan dan Stell’s 1973).
Bacillus spp mempunyai sifat : (1) mampu tumbuh pada suhu lebih dari 500C dan
suhu kurang dari 50C, (2) mampu bertahan terhadap pasteurisasi, (3) mampu
tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (>10%), (4) mampu menghasilkan spora
dan (5) mempunyai daya proteolitik yang tinggi dibandingkan mikroba lainnya.
Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan merupakan
anggota dari divisi Firmicutes. Menurut Turnbull (1996) Bacillus merupakan
bakteri aerob obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase.
Bacillus secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang
hidup bebas atau bersifat patogen. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim
ekstraseluler seperti protease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu
pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul 2007). Jenis Bacillus
(Bacillus cereus, Bacillus clausii, Bacillus pumilus) termasuk dalam lima produk
9
probiotik komersil terdiri dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan
berpotensi untuk kolonisasi, immunostimulasi, dan aktivitas anti mikrobanya
(Duc et al. 2004).
Beberapa penelitian telah berhasil mengisolasi dan memurnikan bakteriosin
Bacillus sp. Gram positif diantaranya yaitu subtilin yang dihasilkan oleh Bacillus
subtilis (Klein et al. 1993), megacin yang dihasilkan oleh B. megaterium
(Tagg et al. 1976), coagulin dihasilkan oleh B. coagulans I4 (Hyronimus 1998),
cerein dihasilkan oleh B. cereus (Oscariz dan Pisabarro 2000), dan tochicin yang
dihasilkan oleh B. thuringiensis (Paik et al. 1997).
Senyawa antimikrob lain yang dihasilkan oleh Bacillus sp adalah basitrasin,
pumulin, laterosporin, gramisidin, dan tirocidin yang efektif melawan bakteri
Gram positif serta kolistin dan polimiksin bersifat efektif melawan bakteri Gram
negatif. Sedangkan difficidin memiliki spektrum lebar, mikobacilin dan
zwittermicin bersifat anti jamur (Todar 2005).
Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif biasanya merupakan
polipeptida bermuatan positif yang dapat menembus membran sel dan tersusun
kurang dari 60 residu asam amino. Berdasarkan struktur asam aminonya
bakteriosin dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
1. Lantibiotik, yaitu kelompok bakteriosin yang dikarakterisasi oleh adanya
jembatan sulfur intra rantai dan mengandung asam amino yang tidak lazim
yaitu dehidrolanin, lantionin, dan β-metil lantionin, misalnya pada nissin yang
dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis (Hurst 1981) dan variacin
(Pridmore et al. 1996).
2. Non-lantibiotik, yaitu kelompok bakteriosin yang dapat dibagi dua berdasarkan
bobot molekulnya, yaitu:
a. Bakteriosin dengan berat molekul relatif kecil yaitu sekitar 2 – 6 kDa
(Lozano et al. 1992), misalnya pediocin Ach yang dihasilkan oleh
Pediococcus acidilactici .
b. Bakteriosin dengan berat molekul relatif besar biasanya di atas 30 kDa
(Benoit et al. 1994), contohnya helveticin J yang dihasilkan oleh
Lactobacillus helviticus.
10
Bakteriosin merupakan zat antimikroba berupa polipeptida, protein, atau
senyawa yang mirip protein. Bakteriosin disintesis di ribosom oleh bakteri selama
masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat pertumbuhan galurgalur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin
(Kone & Fung 1992; Jack et al. 1995). Menurut Tagg et al. (1976), kriteria yang
merupakan ciri-ciri bakteriosin adalah sebagai berikut: (1) memiliki spektra
aktivitas yang lebih sempit, (2) senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein,
(3) bersifat bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran,
(5) gen determinan terdapat pada plasmid.
Escherichia coli
E. coli tergolong bakteri Gram negatif, an aerob fakultatif, berbentuk batang,
tidak membentuk spora, tidak tahan asam dan ukuran 2−3 x 0.6 μm (Gordon dan
Jordan 1982). Bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan hewan. Uji fisiologis
menunjukkan bereaksi positif terhadap indol dan merah metil, negatif terhadap
Vogues-Proskauer, serta tidak menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satusatunya (Krieg dan Holt 1984).
Penyakit yang ditimbulkan oleh E. coli dapat digolongkan menjadi dua
kelompok. Pertama E. coli yang bersifat oportunistik, artinya dapat menyebabkan
penyakit dalam keadaan tertentu, misalnya kekurangan makanan atau mengikuti
penyakit lain. Kedua bersifat enteropatogenic/enterotoksigenic, E. coli yang
mempunyai antigen perlekatan dan memproduksi enterotoksin sehingga dapat
menimbulkan penyakit. (Lay dan Hastowo 1992).
Faktor virulensi E. coli dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap
pagositosis, kemampuan perlekatan terhadap epitel sel pernafasan dan
ketahanannya terhadap daya bunuh oleh serum. E.coli yang patogen mempunyai
struktur dinding sel yang disebut “pili”, yang tidak ditemukan pada serotipe yang
tidak patogen (Tabbu 2000), dan “pili” inilah yang berperan dalam kolonisasi
(Lay dan Hastowo 1992).
Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli
yaitu, antigen O (Somatik), antigen K (Kapsel) dan antigen H (Flagella)
(Gupte 1990; Lay dan Hastowo 1992). Determinan antigen (tempat aktif suatu
antigen) O terletak pada bagian liposakarida bersifat tahan panas dan dalam
11
pengelompokannya diberi nomor 1,2,3 dan seterusnya. Antigen K merupakan
polisakarida atau protein, bersifat tidak tahan panas dan berinterferensi dengan
aglutinasi O, Antigen H mengandung protein, terdapat pada flagella yang bersifat
termolabil.
Pada saat ini telah diketahui ada 173 grup serotipe antigen O74 jenis
antigen K dan 53 jenis antigen H (Barnes dan Gross 1997). Serotipe yang banyak
menyebabkan penyakit pada unggas adalah O1, O2, O35 dan O78 (Tabbu 2000),
dan dikenal patogenitasnya cukup tinggi (Charlton et al. 2000).
Kolibasilosis adalah penyakit pada unggas yang disebabkan oleh bakteri
E. coli yang patogen, sebagai agen primer ataupun sekunder. Infeksi E. coli atau
koliseptikemia ini dapat terjadi pada ayam pedaging dan petelur dari semua
kelompok umur, serta unggas lain seperti kalkun dan itik (Charlton et al. 2000).
Tanda klinis kolibasilosis tidak spesifik dan dipengaruhi oleh umur ayam, lama
infeksi, organ yang terserang dan adanya penyakit lain bersamanya. Pada ayam
pedaging umur 4−8 minggu dan ayam petelur umur ±20 minggu dapat terjadi
septikemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan hilangnya
nafsu makan, malas bergerak/inaktif dan mengantuk (Lee dan Lawrence 1998).
Penularan kolibasilosis biasanya terjadi secara oral melalui pakan, air
minum atau debu/kotoran yang tercemar oleh E. coli. Debu dalam kandang ayam
dapat mengandung 105–106 E. coli/gram dan bakteri ini dapat tahan lama,
terutama dalam keadaan kering. Apabila debu tersebut terhirup oleh ayam, maka
dapat menginfeksi saluran pernafasannya (Tabbu 2000).
Penyakit kolibasilosis dapat dimanifestasikan dalam bentuk kelainan organ,
seperti: septikemia, enteritis, granuloma, omfalitis, sinusitis, airsacculitis,
rithritis/synovitis,
peritonitis,
pericarditis,
selulitis
dan
Swollen
Head
Syndrome/SHS (Zanella et al. 2000), oovoritis ,salpingitis, panopthalmitis dan
bursitis sternalis (Barnes dan Gross 1997; Tabbu 2000). Kolibasilosis mempunyai
arti penting bagi industri perunggasan, karena dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan, penurunan produksi, penurunan kualitas karkas dan telur, serta,
kualitas anak ayam (DOC). Di samping itu, adanya infeksi E. coli dapat
merupakan faktor pendukung timbulnya penyakit komplek pada saluran
pernafasan, pencernaan atau reproduksi yang sulit ditanggulangi (Tabbu 2000).
12
Sekitar 10−15% dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam
yang sehat tergolong serotipe patogen. Bagian usus yang paling banyak
mengandung kuman tersebut adalah jejunum, ileum dan sekum. Jenis E. coli yang
terdapat di dalam usus tidak selalu sama dengan jenis yang ditemukan pada
jaringan lain. Sebagai agen penyakit sekunder, E. coli sering mengikuti penyakit
lain, misalnya pada berbagai penyakit pernafasan dan pencernaan yang
menyerang ayam. Kenyataan di lapangan, timbulnya kasus kolibasilosis, terutama
akibat pengaruh imunosupresif dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan
dibanding petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada Chronic Respiratory Disease
(CRD), Infectious Coryza (Snot), Swollen Head Syndrome (SHS), Infectious
Laryngo Tracheitis (ILT) dan koksidiosis (Tabbu 2000).
Galur E. coli yang menyebabkan diare dibedakan dalam enam kategori,
yaitu enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), enterohaemorrhagic Escherichia
coli (EHEC), enteroaggregative Escherichia. coli (EAEC), enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC), enteroinvasive Escherichia. coli (EIEC), dan celldetaching Escherichia. coli (CDEC) (Nataro & Kaper 1998).
EPEC merupakan penyebab utama diare pada anak-anak di negara
berkembang. Studi yang dilakukan di Brazil, Meksiko, dan Afrika Selatan
memperlihatkan bahwa 30-40% diare pada anak-anak disebabkan oleh EPEC.
Terapi yang dilakukan terhadap diare bertujuan untuk menjaga keseimbangan
cairan tubuh, diantaranya melalui pemberian cairan (rehidrasi) secara oral dan
konsumsi beberapa antibiotik (Nataro & Kaper 1998). Budiarti et al.(1998)
mengisolasi EPEC dari feses anak-anak penderita diare. Salah satu isolat yaitu
EPEC
K1-1
diketahui
memiliki
resistensi
terhadap
ampisilin
dengan
menghasilkan enzim β-laktamase secara ekstraseluler (Wahyuni 2006).
Salmonella sp.
Salmonella sp. adalah bakteri berbentuk batang Gram negatif, bersifat
anaerob fakultatif tidak membentuk spora dan dapat bergerak. Uji fisiologis
Salmonella sp. menunjukkan H2S, merah metil, reduksi nitrat, sitrat, dulcitol, lisin,
dekarboksilasi dan ornitin dekarboksilasi bersifat positif. Reaksi biokimia lain
seperti oksidasi, indol, Vogues-Proskauer (VP), urease, glukonat, laktosa, dan
fenilalanin deaminasi bersifat negatif (Krieg dan Holt 1984). Salmonella sp.
13
termasuk ke dalam famili Enterobactericeae tribus escherichea (Fardiaz 1985).
Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 50- 470C dengan suhu optimum 350- 370C,
dan kisaran pH 4.1-9.0 dengan pH optimum 6.5-7.5. Pada pH dibawah 4.0 dan
diatas 8.0 sel Salmonella sp akan mati secara perlahan.
Tempat hidup primer dari Salmonella sp. adalah saluran pencernaan burung,
reptil dan mamalia. Salmonella sp. dapat ditemukan dalam berbagai makanan asal
ternak. Karena hidup dalam saluran pencernaan, maka adanya Salmonella sp.
pada manusia dan hewan dapat terjadi tanpa disertai tanda tanda infeksi. Manusia
dan hewan dapat dikatakan pembawa (carier). Pembawa sering menjadi masalah
dalam kesehatan masyarakat karena dapat menularkan penyakit tetapi sulit untuk
mendeteksinya. Pada unggas dapat ditemukan pembawa sebesar tiga-lima persen
(Anonim 2008).
Menurut Jay (1986) Salmonella sp. diklasifikasikan berdasarkan pada
analisis antigen, dan ini pertama kali dilakukan oleh Kauffmann dan White,
sehingga klasifikasi ini disebut skema Kauffmann-White. Klasifikasi ini
menggunakan dua macam antigen yaitu antigen somatik yang disebut antigen O
dan antigen flagella yang disebut antigen H. Dengan klasifikasi ini maka spesies
dan varietas ditempatkan pada kelompok A,B,C, dan seterusnya sesuai dengan
persamaan dalam kandungan satu atau lebih antigen O. Hasilnya adalah
Salmonella schottmuellerri winlow dan Salmonella typhimurium loeffler
ditempatkan pada kelompok B, karena menunjukkan antigen O4 dan 12.
Salmonella typhi, Salmonella enteridis dan Salmonella gallinarum ditempatkan
pada kelompok D dengan antigen O.9 dan 12. Antigen H dipisahkan menjadi fase
spesifik atau fase satu dan fase kelompok atau fase dua. Fase spesifik hanya
dimiliki oleh beberapa spesies atau varietas, sedang fase kelompok dimiliki oleh
hampir semua spesies.
Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. yaitu salmonelosis dengan
gejala gastroenteritis yaitu Salmonella yang menyerang saluran gastrointestin
(lambung, usus halus dan usus besar) dan demam typus. Salmonelosis pada ayam
muda (umur 2 minggu ) gejalanya seperti berak putih dan pada ayam dewasa
gejalanya tidak terlihat. Salmonellosis dapat juga menyerang manusia dengan
gejala demam, diare dan nyeri pada daerah abdomen. Gastroenteritis akut terjadi
14
dengan gejala muntah dan diare, sebagian kecil penderita mengalami pendarahan
(septikemia). Pada orang-orang yang memiliki daya tahan tubuh yang sangat
rendah, bakteri Salmonella dapat menginvasi aliran darah dan menyebabkan
infeksi yang akan mengancam jiwa (Anonim 2008).
Antibiotik
Antibiotik berasal dari kata antibiosis yang berarti substansi yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme atau zat yang sama, sebagian atau
seluruhnya dibuat secara sintetis kimia, yang dalam jumlah kecil dapat
menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lain dengan cara
menghentikan suatu proses biokimia sehingga terputusnya satu mata rantai
metabolisme di dalam tubuh mikroorganisme. Penemuan antibiotik diawali oleh
Alexander Fleming pada tahun 1928 yang mengamati adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada cawan petri oleh kontaminan
yang akhirnya dikenal dengan Penicillium notatum. Zat aktif yang kemudian
diisolasi dari P. notatum ini diberi nama penicillin (Crueger dan Crueger 1984).
Sifat kerja antibiotik secara umum menurut Brander et al. (1991) dibagi
dua yaitu bakteriostatik dimana sifat kerja antibiotik meghambat pertumbuhan
bakteri lain, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah sulfadinamid, tetrasiklin,
kloramfenikol dan eritromisin. Bakterisidal adalah antibiotik menghambat
pertumbuhan bakteri patogen sekaligus membunuh bakteri tersebut, sehingga
banyak dipakai untuk terapi, yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah
penisilin dan derifatnya, streptomisin, flavomisin, kolostin, vankomisin,, basitrasin,
dan sefalosporin.
Dalam dunia peternakan kegunaan antibiotik ada dua yaitu antibiotik
untuk pemacu pertumbuhan dab antibiotik untuk terapi. Antibiotik untuk pemacu
tumbuh
dapat
menekan
pertumbuhan
bakteri
patogen
yang
berakibat
meningkatnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan.
Penggunaan antibiotik untuk pemacu tumbuh terbukti dapat meningkatkan
produksi ternak (Wiryosuharto 1990).
Antibiotik untuk terapi digunakan untuk mengembalikan kondisi ternak
secepat mungkin, agar ternak tersebut dapat berproduksi kembali secara penuh
dan menghilangkan penderitaan ternak serta mencegah penyebaran patogen ke
15
lingkungan. Antibiotik untuk terapi ada beberapa macam, diantaranya antibiotik
berspektrum sempit yang bertujuan untuk membunuh bakteri negatif atau gram
positif saja, antibiotik berspektrum luas yang mampu mengatasi kedua jenis
bakteri tersebut (Brander et al. 1991).
Antibiotika yang ditambahkan ke dalam pakan atau air minum mempunyai
potensi tinggi menimbulkan residu antibiotika dalam produk hewan (daging, telur)
untuk manusia (FAO/WHO 1992). Seperti yang dilaporkan oleh Rusiana (2008)
dengan meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85% daging ayam
broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin,
oxytetracycline dan kanamycin. Antibiotika yang sering dicampur kedalam pakan
adalah : Bacitracin, kuramisin, higromisin, kolistin, kiamisin, spiramisin, tiamulin,
tilosin, virginiamisin, avilamisin, enramisin, flavomisin (bambermisin), tetrasiklin
(Dirjen Peternakan 1990).
Penggunaan antibiotik yang terus menerus pada peternakan
berakibat
buruk bagi ternak, munculnya mikroba target yang resisten antibiotik tetapi juga
mikroba lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroba target. Hal ini
dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid resisten) di antara
genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi
bakteri E. coli, Klebsiella, dan Salmonela. Resistensi kolonisasi (colonization
resistance) adalah istilah yang menggambarkan imunitas alami yang diperoleh
manusia /hewan melalui keberadaan flora normal dalam saluran pencernaan
sehingga manusia/hewan akan terlindungi dari kolonisasi/infeksi mikroorganisme
dari luar tubuh (Naim 2007).
Enzim
Merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi pemecahan senyawa komplek menjadi sederhana yang
tersusun dari serangkaian asam amino dalam susunan yang teratur dan tetap
Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk
mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel
(Grisham et al 1999).
16
Enzim saat ini banyak dikembangkan sebagai bahan aditif mendampingi
probiotik seperti proteinase, amilase, selulase, xylanase, pectinase, lipase dan lain
sebagainya yang diberikan kepada ternak. Dalam tubuh makhluk hidup enzim
dapat diproduksi sendiri sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi penambahan enzim
pada pakan kadang masih dibutuhkan. Hal ini disebabkan beberapa hal seperti
antinutrisi faktor pada bahan pakan (lekctins dan trypsin inhibitor), rendahnya
efesiensi kecernaan bahan pakan, dan ketidak tersediaan enzim tertentu dalam
tubuh ternak seperti xylanase dan ß-glucanase yang merupakan enzim untuk
meningkatkan daya cerna pada ternak monogastrik ( Sjofjan 2009)
Protease
Enzim protease merupakan biokatalisator untuk reaksi pemecahan protein
menjadi molekul yang sederhana seperti asam asam amino. Enzim ini akan
mengkatalisis reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur air pada ikatan
spesifik substrat. Karena itu, enzim ini termasuk dalam kelas utama enzim
golongan hidrolase (Winarno 1983). Menurut Ward (1983) protease ialah enzim
yang sangat kompleks, mempunyai sifat fisiko kimia dan sifat katalitik yang
sangat bervariasi.
Protease dapat dihasilkan secara ekstraseluler dan intraseluler dan
mempunyai peranan penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam
sel. Berdasarkan letak pemecahan peptida protease dapat dibedakan atas dua
bagian, yaitu eksopeptidase dan endopeptidase. Eksopeptidase memotong ikatan
peptida pada terminal
amino atau karboksil dari substrat, sedangkan
endopeptidase memotong bagian tengah dari ikatan peptida (Ward 1983).
Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mempoduksi enzim protease
ekstraseluler, yaitu enzim yang memecah protein yang diproduksi di dalam sel
kemudian di lepaskan keluar dari sel. Semua bakteri memiliki enzim protease di
dalam sel, tetapi tidak semua bakteri memiliki enzim protease ekstraseluler.
Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok: (1).Bakteri
aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya Pseudomonas
dan Proteus, (2). Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora,
17
misalnya Bacillus, (3). Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian
spesies Clostridium ( Wikepedia 2006).
Amilase
Ezim yang menghidrolisis amilum menjadi molekul yang larut dalam air serta
mempunyai berat molekul yang rendah seperti glukosa. Anderson (1958) dan
Winarno (1983) mengelompokkan amilase ke dalam tiga golongan besar, yaitu
α-amilase, ß-amilase dan glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim α–amylase
menghidrolisis ikatan  -1.4 secara acak di bagian dalam (endoamilase) dan
enzim ß-amilase bekerja menghidrolisis ikatan  -1.4 bagian ujung (eksoamilase).
Enzim glukoamilase (EC.3.2.1.3) atau sering disebut amiloglukoksidase atau
α-1,4-glukano glukohidrolase merupakan enzim ekstraseluler yang mampu
menghidrolisis ikatan α-1.4 pada rantai amilosa, amilopektin, glikogen, dan
pullulan. Enzim glukoamilase juga dapat menyerang ikatan -1.6 pada titik
percabangan, walaupun dengan laju yang lebih rendah. Hal ini berarti bahwa pati
dapat
diuraikan
secara
sempurna
menjadi
glukosa
(Soebiyanto
1986;
DeMan 1997).
Amilum terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin yang
keduanya memiliki sifat yang berbeda secara fisik. Amilosa larut dalam air dan
mudah terhidrolisa dibandingkan dengan amilopektin. Amilosa merupakan hasil
kondensasi molekul-molekul glukosa yang terdiri dari 300 atau lebih molekul
-D glukosa, tersusun dalam bentuk rantai panjang yang lurus (Anderson 1958).
Molekul-molekul ini berhubungan satu dengan yang lainnya melalui ikatan
-1,4 D-glukosidik seperti pada gambar 1 .
Gambar 1 Struktur amilosa dengan ikatan -1.4 D-glukosidik
(http://id.wikipedia.org/wiki/Amilosa)
18
Amilopektin (Gambar 2) merupakan polimer dari glukosa, yang
mengandung banyak rantai cabang yang terdiri dari 2000-3000 molekul glukosa
pada rantai lurusnya dan 24-30 unit glukosa pada rantai cabang utama
(Anderson 1958). Molekul molekul dari glukosa dihubungkan satu dengan yang
lainnya dengan ikatan -1.4 dan -1.6- D glikosidik (Meyer 1978; Bergman
1981)
Gambar 2 Struktur amilopektin dengan ikatan -1.4 dan -1.6- D glikosidik
(http://id.wikipedia.org/wiki/Amilopektin)
Enzim -amilase termasuk kedalam enzim endoamilase yang kerjanya
menghidrolisis pati dari tengah-tengah rantai yang mengandung ikatan  -1.4,
dengan menghasilkan dua molekul dextrin. Dextrin adalah suatu homopolimer
dari glukosa yang merupakan produk antara pada hidrolisa pati menjadi maltosa.
Enzim ß-amilase bekerja dari ujung rantai polimer (eksoamilase) menghasilkan
maltosa dan ß-limit dekstrin. Sama halnya dengan enzim -amilase, enzim
ß-amilase juga tidak dapat memutus rantai ikatan -1.6, pada molekul amilopektin,
sehingga degradasi amilopektin oleh enzim ini tidak sempurna, dekstrin yang
dihasilkan berupa ß-limit dekstrin yang memiliki berat molekul yang tinggi.
Enzim glukoamilase memecah polimer pati dari bagian luar (exoamilase),
yakni dari ujung rantai yang tidak bersifat mereduksi (Rose 1980; Winarno 1980),
Enzim ini memiliki keistimewaan dibandingkan dengan enzim -amilase dan
enzim ß-amilase karena enzim ini mampu memutuskan rantai polimer yang
mengandung ikatan glukosidik - 1.6 disamping - 1.3 dan -1.4 (Fogarty 1983).
Oleh karena itu hasil pemecahan polimer pati oleh enzim ini hanya berupa
19
molekul-molekul glukosa. Itulah sebabnya oleh Alagaratnam (1977) tahap
pemecahan ini disebut juga tahap sakarifikasi.
Amilase merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling
besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari
total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti
tanaman, hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme
banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode
pertumbuhanya pendek. Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase
yang berasal dari fungi pada tahun 1894 (Oliveira 2004).
Lipase
Enzim lipase merupakan kelompok enzim yang secara umum berfungsi
dalam hidrolisis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol (Suzuki et al. 1988; Kosugi et al. 1990). Asam lemak
amat dibutuhkan dalam metabolisme mikroorganisme yang bersangkutan. Enzim
lipase bersifat konstitutif artinya terus-menerus diekspresi tanpa membutuhkah
induser. Ekspresi enzim lipase meningkat saat mikroorganisme memasuki fase
kematian karena jumlah produk lemak dari sel-sel yang mati meningkat
(Madigan et al. 2003).
Lipase memiliki potensi untuk memproduksi asam lemak, yang merupakan
prekursor berbagai industri kimia. Produksi asam lemak secara industri
menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan. Selain
itu enzim lipase telah banyak dikenal memiliki cakupan aplikasi yang amat luas
dalam bidang bioteknologi, seperti biomedikal, pestisida, pengolahan limbah,
industri makanan, biosensor, detergen, untuk industri kulit dan industri oleokimia
(memproduksi asam lemak dan turunannya) (Macrae 1983).
Selulase
Selulase adalah enzim penghidrolisa selulosa dengan memecah ikatan β-1.4D-glycosidic. Selulosa merupakan polimer rantai lurus glukosa yang tersusun atas
10.000 atau lebih unit-unit D-glucosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-Dglycosidic (Gambar 3). Karena ikatan ini menyebabkan selulosa sukar didegradasi
20
(Saxena dan Brown 2005). Ikatan ini hanya dapat dipecah oleh enzim selulase
yang hanya dapat disekresikan oleh mikroba selulolitik (Mc Donald et al. 2002).
Gambar 3 Struktur selulosa dengan ikatan β- (1,4)
Mikroba selulolitik pada umumnya akan mensekresikan tiga jenis enzim
selulase,
yaitu
endoglukanase
atau
carboxymethylcellulase
(CMC-ase),
eksoglukanase, dan β-glukosidase (Cai et al. 1999; Beauchemin et al. 2003).
Proses degradasi selulosa pada prinsipnya melibatkan ketiga jenis enzim diatas
yang bekerja secara sinergis, yaitu endo- dan exo- 1.4-β-glucanase serta βglucosidase. (1) Endoglukanase, 1,4-β-D-glucan glucanohydrolase, CMC-ase,
secara acak menghidrolisis bagian dalam 1.4-D-glycosidic dari glukosa. Hasil dari
reaksi ini adalah memendeknya polimer glukosa secara cepat yang diikuti dengan
meningkatnya gula reduksi secara perlahan-lahan; (2) Eksoglukanase, 1.4-β-D
glucan cellobiohydrolase, Avicelase, menghidrolisis rantai ujung selulosa yang
tidak tereduksi dengan selobiosa sebagai struktur primer; (3) β-glucosidase,
cellobiase,
menghidrolisis
Chambliss, 1989).
selobiosa
menjadi
glukosa
(Robson
dan
Enzim CMC-ase merupakan enzim pertama dalam sistem
enzim selulase sehingga tingkat aktivitasnya sangat menentukan dalam proses
degradasi selulosa (Hobson 1988; Ding et al. 2001; dan Chen et al. 2004).
Molase
Lebih dikenal dengan tetes tebu merupakan hasil samping dari proses
pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula sekitar 48-58 %
(Novita 2001). Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun
terakhir ini akan meningkatkan produksi molase. Industri yang banyak
memanfaatkan molase seperti industri alkohol, bir, asam amino, sodium glutamat.
Unsur C merupakan unsur utama yang berperan dalam penyusunan sel-sel
bakteri, pada dasarnya semua mikroganisme memerlukan karbon sebagai sumber
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Institut Pertanian
Bogor (IPB) dari bulan Agustus 2008 – April 2009.
Bahan dan Alat
Kultur
Isolat bakteri yang diisolasi dari saluran pencernaan (duodenum, ileum dan
intestinum crasum) ayam broiler strain hybro tanpa diberi antibiotik. Bakteri
patogen yang digunakan untuk uji antagonis adalah Escheria coli asal ayam,
Salmonela subsp.2 asal ayam yang diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi FKH,
dan EPHEC K1-1 koleksi Dr. dr. Sri Budiarti , Salmonela enteric koleksi dari
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, IPB Bogor.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah bahan untuk menumbuhkan
mikroorganisme meliputi nutrient broth (NB) dengan komposisi 8 g/l, trypticase
soy broth (TSB) dengan komposisi 30 g/l, De Man Ragosa sharpe (MRS) dan
tripton glucosa yeast ekstract (TGY). Media padat yaitu nutrient agar (NA) dan
trypticase soy agar (TSA) dengan menambahkan 15g/l bacto agar, dan untuk
media NA dan TSA semi solid ditambahkan 10 g/l bacto agar. Media MRS dan
TGY modifikasi yang mengandung molase, dan tepung kedelai (Lampiran 3).
Reagen untuk pewarnaan Gram yang meliputi kristal violet, garam yodium,
alkohol asseton, dan safranin gram, reagen pewarnaan spora terdiri dari malakit
hijau, safranin spora, aquades steril dan NaCl 0.85% (Lampiran 4).
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas,
laminar air flow (LAF), inkubator, shaker, spektrofotometer, mikroskop,
hemasitometer, autoklaf, inkubator, penangas air bergoyang, timbangan analitis,
refrigerator, homogeniser, vortex, kuvet, pipet mikro, tip bunsen, ose, sentrifus,
pH meter, hot plate, pengaduk magnetik dan timbangan.
23
Metode
Penelitian ini meliputi isolasi kultur bakteri asal saluran pencernaan ayam,
pengujian aktivitas antagonis, identifikasi terhadap bakteri yang terpilih serta
optimasi aktivitas senyawa bioaktif dari bakteri terpilih terhadap pertumbuhan
bakteri patogen pada kondisi media, aerasi, pH dan suhu tertentu, serta uji
kualitatif amilolitik, proteolitik, lipolitik dan selulolitik.
Isolasi Bakteri Saluran Pencernaan Ayam
Isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler strain hybro tanpa diberi
antibiotik dilakukan menurut metode F.Tomota (Lumyong et al. 2001 dalam
(Simarmata 2007). Saluran pencernaan ayam dicuci bersih, kemudian dilakukan
sterilisasi permukaan dengan cara merendam dalam etanol 70% selama 1 menit,
natrium hipoklorit 5,3% selama 5 menit, kembali dengan etanol 70% selama 30
detik, kemudian saluran pencernaan dibilas dengan air steril beberap kali. Isolasi
dilakukan dengan mengambil saluran pencernaan pada bagian duodenum, ileum,
dan intestinum crassum seberat 1 gr dan dilarutkan dalam larutan pepton 1 % yang
mengandung 0.1% agar agar sebanyak 9ml. Larutan di vortex supaya homogen.
Kemudian dilakukan pengenceran berseri dari 10-1- 10-6 dengan aquades 9 ml
yang mengandung NaCl 0.85%.. Pada pengenceran 10-3 hingga10-6 diambil 100µ1
larutan dan disebar kecawan petri yang berisi media NA dengan pH 7.0 dan
media NA dengan pH 4.5, dengan menambahkan asam klorida 10%, dilakukan
secara duplo. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pertumbuhan koloni
diamati secara periodik.
Pemurnian Bakteri Hasil Isolasi
Koloni koloni yang tumbuh terpisah diambil dengan ose secara aseptis dan
dilakukan pemurnian dengan menggunakan metode kwadran. Metode ini akan
memisahkan sel dari koloni hingga jarak tertentu kemudian koloni yang benar
banar murni dapat diambil dan diletakkan pada agar miring. Kemudian mikrob
yang didapat dipindahkan atau ditransfer secara aseptis ke media nutrient broth
(NB) disebut subculturing atau peremajaan. Teknik ini sangat penting dan secara
rutin digunakan untuk membuat atau menyiapkan kultur stok yang diperlukan
dalam uji mikrobiologi.
24
Peremajaan Bakteri Target
EPEC K1-1 diremajakan pada media NA + 100 μg/ml ampisilin diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 370C. Satu koloni tunggal EPEC K1-1 dari media
NA+ampisilin diinokulasikan ke dalam media NB+100 μg/ml ampisilin. Biakan
ditumbuhkan pada suhu 370C dengan agitasi 100 rpm selama kurang lebih 2 jam.
E. coli diremajakan pada media NA dan ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu
370C. Satu koloni tunggal E. coli diinokulasikan ke dalam media NB, diinkubasi
pada suhu 370C dengan agitasi 100 rpm selama 24 jam. Salmonella enteric dan
Salmonella subsp.2 asal ayam diremajakan pada media TSA selama 24 jam pada
suhu 370C. Satu koloni tunggal Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 asal
ayam pada media TSA diinokulasikan ke dalam media TSB. Sel ditumbuhkan
pada suhu 370C dengan agitasi 100 rpm selama 24 jam. Bakteri bakteri target ini
untuk uji antagonis.
Uji antagonis langsung bakteri asal saluran pencernaan ayam terhadap
EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. coli asal ayam serta Salmonella
subsp.2 asal ayam.
Isolat diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1,
E. coli,
Salmonela subsp.2, Salmonella enteric dengan menggunakan metode agar double
layer (Lisboa et al. 2006). Bakteri target yang sudah diremajakan diinokulasikan
sebanyak 100 μl ke dalam 10ml media NA/TSA 50% dengan konsentrasi minimal
106 sel/ ml. Media tersebut dituangkan pada NA/TSA 100% padat (cawan
overlay). Setelah media memadat, isolat terpilih diinokulasikan dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 370C. Pengamatan dilakukan terhadap koloni bakteri
yang mampu membentuk zona bening. Isolat isolat yang mampu membentuk zona
bening akan diidentifikasi.
Identifikasi / Karakterisasi Isolat Bakteri
Penentuan karakteristik morfologi bakteri asal saluran pencernaan ayam
secara mikroskopis dilakukan dengan pengamatan sel dan pewarnaan Gram
(Hadioetomo 1993). Bakteri yang merupakan Gram positif kemudian dilakukan
kemampuan pembentukan spora dengan pewarnaan malachite green dan safranin
(Hadioetomo1993). Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda
dapat tampak serupa. Karena itu diperlukan uji uji fisiologis seperti uji katalase.
25
Dan untuk identifikasinya mengacu pada Bergeys Manual of Determinative
Bacteriology (Krig dan Holt. 1984).
Esei Antagonis Isolat Terpilih Terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella
subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer
Uji antagonis isolat terpilih dilakukan terhadap bakteri EPEC K1-1, E. coli,
Salmonela subsp.2, Salmonella enteric dengan menggunakan filtrat kultur.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui aktivitas filtrat kultur isolat terpilih
terhadap bakteri target. Media NA semi padat berisi 100μl biakan bakteri patogen
(E. coli, Salmonela sp., Salmonella enteric, EPEC K1-1.) dengan konsentrasi
minimal 106 sel/ml dituangkan ke dalam media NA padat (cawan overlay). Setelah
seluruh media memadat, kertas cakram berdiameter delapan mili meter diletakkan
diatas media dengan sedikit ditekan dan pada masing masing kertas cakram
ditetesi sebanyak 15 μl filtrat kultur dari isolat bakteri terpilih. Inkubasi dilakukan
selama 24 jam pada suhu 370C. Parameter yang diamati adalah kemampuannya
membentuk zona bening. Besarnya diameter zona bening yang dihasilkan
berdasarkan diameter seluruh zona yang terbentuk dikurangi dengan diameter
cakram kertas.
Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif
Optimasi pertama dilakukan terhadap media, aerasi dan waktu produksi
Isolat
terpilih diremajakan pada media pertumbuhan. Kultur isolat terpilih
diinokulasikan dalam media produksi. Optimasi dilakukan terhadap dua media
yaitu De Man Ragosa (MRS) dan Tripton Glucosa Yeast ekstratc (TGY) dengan
agitasi (100 rpm) dan tanpa agitasi. Media yang didapat dioptimasi waktu
produksi yang terbaik dengan waktu produksi 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam.
Media terbaik yang didapat dimodifikasi dengan mengganti sumber karbon dan
nitrogen dengan molase dan soybean meal (MRS modifikasi dan TGY modifikasi).
Optimasi kedua yaitu optimasi terhadap suhu, yang bertujuan untuk
mengetahui suhu optimum terhadap aktivitas antibakteri dalam menghasilkan
penghambatan pertumbuhan bakteri target. Filtrat kultur dari isolat yang
diisolasikan pada media produksi modifikasi diinkubasi pada lima tingkatan suhu
(270, 300 , 370, 400, 500 C), diujikan aktivitasnya terhadap E. coli, Salmonella
subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric, diukur zona hambat yang dihasilkan.
26
Optimasi ketiga terhadap pH. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh media, suhu dan pH optimum terhadap aktifitas antimbakteri dalam
menghasilkan penghambatan pertumbuhan empat bakteri patogen. Pada tahap ini
isolat terpilih ditumbuhkan pada media terbaik pada tujuh tingkatan pH yang
berbeda yaitu 3.0 ,4.0, 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, 9.0, diinkubasi pada suhu terbaik
(optimum). Filtrat kultur (supernatan) dari isolat yang ditumbuhkan pada pH yang
berbeda, diantagoniskan dengan empat bakteri target, diukur zona bening yang
dihasilkan.
Uji Kualitatif Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase
Kemampuan amilolitik, proteolitik, lipolitik dan selulolitik isolat terpilih
diuji secara kualitatif. Untuk uji amilase media nutrient agar ditambah 1% soluble
starch, setelah itu isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) diinokulasikan, diinkubasi
selama dua hari. Zona bening akan terlihat setelah ditetesi kalium iodida (KI) 3%.
Adanya zona menunjukkan adanya aktivitas amilase. Zona yang terdapat disekitar
koloni diukur diameternya begitu juga diameter koloni untuk menghitung indeks
amilase yang dihasilkan.
Uji protease menggunakan media NA ditambah susu skim 1%
0
disterilkan pada suhu 110
dan
selama 15 menit. Isolat terpilih diinokulasikan,
diinkubasi selama dua hari, adanya zona menandakan isolat menghasilkan
protease. Zona bening yang dihasilkan diukur untuk untuk menentukan indeks
proteasenya.
Uji lipase dengan menggunakan media NA ditambah tween 80 1% dan
disterilkan, kemudian diinokulasikan isolat 7n, 25n, 27n, 34n. Diinkubasi selama
dua hari, aktivitas lipase ditandai oleh adanya zona bening disekitar koloni bakteri.
Untuk uji selulase media NA ditambah carboximetil celulase (CMC) 1%
dan disterilkan. Isolat terpilih diinokulasikan dan diinkubasi selama dua hari.
Zona bening akan terlihat dengan ditambahkannya Congo red dan NaOH 10% ke
media. Nilai indeks amilase, protease, lipase cellulase dihitung dengan persamaan:
I
A B
B
A=Ø zona bening dan B= Ø isolat.
21
energi untuk aktivitasnya. Molase telah banyak digunakan sebagai bahan
pembuatan media produksi mikroba dalam skala besar. Komposisi kimia molase
menurut Paturau (1982) terdiri dari sukrosa 35%, glukosa 7%, gula pereduksi 3%,
karbohidrat lain 4% serta abu 12 %.
Tepung Kedelai
Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan
bakteri. Menurut Sukmadi (1996) diacu dalam Suryanti (1998), tepung kedelai
(Soybean meal) mengandung 34.8% karbohidrat, 42% protein dan 19-20% lemak
(lampiran 2). Kandungan nutrisi lain adalah vitamin A, vitamin B6, vitamin B12,
vitamin C, vitamin K, Kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, kalium, dan seng.
Protein pada kedelai tersusun oleh sejumlah asam amino: arginin, lisin, glisin,
niasin, leusin, treonin, triptofan, fenilalanin (Anonim 2008).
Unsur C, N, P merupakan tiga nutrisi utama (makro nutrien) yang
dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolisme sel untuk menghasilkan
senyawa senyawa yang penting dalam pertumbuhan bakteri nitrogen dan fosfor
merupakan bahan penyusun senyawa-senyawa penting dalam sel yang
menentukan aktivitas pertumbuhan mikrooganisme.
Rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan
menyebabkan proses pertumbuhan
berlangsung lebih lambat karena nitrogen
akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander 1994).
Unsur N memiliki peranan yang sangat penting dalam penyusunan asam nukleat,
asam amino dan enzim-enzim. Sedangkan unsur P berperan dalam pembentukan
asam nukleat dan fosfolipid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P
optimum untuk pertumbuhan mikroba adalah 100:10:1 (Shewfelt et al. 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Isolasi yang dilakukan lebih ditujukan pada bakteri kelompok non asam
laktat, karena bakteri dari golongan ini masih jarang diteliti. Media yang
digunakan untuk isolasi adalah media nutrient agar (NA) yang bersifat umum
sehingga memungkinkan diperolehnya beragam kelompok bakteri yang terisolasi.
Ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini tidak diberikan antibiotik
dalam makanannya supaya didapatkannya banyak ragam mikroorganisme yang
terdapat dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi bakteri asal saluran pencernaan
ayam broiler tersebut diperoleh 72 isolat bakteri terdiri dari 38 isolat yang tumbuh
pada media NA dengan pH 7.0 (Lampiran 5) dan 34 isolat yang tumbuh pada
media NA dengan pH 4.5 (Lampiran 6). Penggunaan media dengan pH 4.5 untuk
isolasi dimaksudkan untuk memberikan kondisi asam yang menyerupai kondisi
dalam saluran pencernaan ayam yang rata rata berkisar pada pH 4.5. Diperolehnya
bakteri yang mampu tumbuh pada pH 4.5 menunjukkan bahwa bakteri itu tahan
terhadap kondisi lingkungan asam pada saluran pencernaan. Keberhasilan
mendapatkan isolat bakteri yang cukup banyak dari saluran pencernaan ayam
broiler ini kemungkinan disebabkan ayam yang digunakan sebagai sampel adalah
ayam broiler strain Hybro yang tidak diberi antibiotik, sehingga populasi
bakterinya masih cukup tinggi.
Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh milyaran
mikroba adalah saluran usus, dan mikroba dalam saluran pencernaan tersebut
berperan bagi kesehatan. Saluran pencernaan ayam yang baru menetas sebetulnya
dalam keadaan steril, ketika berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba
masuk ke dalam tubuh baik lewat makanan atau kontak dengan lingkungan.
Mikroorganisme itu akan tinggal pada saluran pencernaan sampai makhluk hidup
itu mati. Berdasarkan kenyataan tersebut isolasi bakteri asal saluran pencernaan
ayam perlu guna mendapatkan beragam bakteri yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai
makanan imbuhan pakan (feed additive) untuk memacu pertumbuhan ayam.
Dalam saluran pencernaan mahkluk hidup tedapat terdapat bakteri jahat dan
bakteri baik. Keseimbangan antara kedua jenis mikroba dalam saluran pencernaan
28
penting bagi kehidupan yang sehat. Dimana keseimbangan itu terjadi apabila
komposisinya 85% bakteri baik dan 15% bakteri jahat (Sjofjan 2009). Tingginya
mikroflora yang baik dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa
antimikrobial seperti asam lemak bebas dan zat zat asam sehingga tercipta
lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen. Beberapa bakteri
saluran pencernaan yang baik seperti Eubacterium, Lactobacillus, dan bakteri
jahat seperti Clostridium, Shigella, Veilonella terdapat di dalam saluran
pencernaan ayam.
Bagian saluran pencernaan yang digunakan untuk isolasi bakteri antara lain
daerah duodenum, ileum dan intestinum crasum. Bakteri hasil isolasi berdasarkan
bagian saluran pencernaan terlihat seperti tabel 2.[
Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Bagian Saluran Pencernaan
Duodenum
Ileum
Intestinum crasum
Jumlah
pH Media Isolasi
4.5
7.0
3
8
7
8
22
24
34
38
Total
11
15
46
72
Pada tabel terlihat bakteri yang ditemukan pada duodenun sebelas isolat
terdiri dari tiga isolat dari pH 4.5 dan delapan isolat dari pH 7.0. Pada bagian
duodenum isolat bakteri yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan saluran
pencernaan yang lain. Keadaan ini diduga berkaitan dengan letak saluran
pencernaan yang
dekat dengan proventriculus yang mempunyai pH<3.0 dan
disekresikannya garam empedu kedalam duodenum dari pangkreas. Duodenum
berfungsi menyelenggarakan pencernaan protein dan lemak, sehingga lingkungan
yang sedikit asam ditambah adanya garam empedu berfungsi untuk mengaktifkan
enzim pepsinogen (Anonim 2007). Adanya bakteri yang terisolasi asal duodenum
diduga bakteri itu mampu bertahan pada lingkungan asam dan garam empedu.
Pada lingkungan pH yang sangat rendah (pH dibawah 3.0) umumnya bakteri akan
mati tetapi sebagian bakteri ada yang mampu bertahan dengan membentuk spora
sehingga pada pH 4.5 bakteri itu mulai tumbuh kembali dan berkolonisasi, ini
terlihat pada pH 4.5 diperoleh tiga isolat sementara pada pH 7.0 diperoleh delapan
isolat.
29
Ileum merupakan bagian usus kecil yang berfungsi sebagai tempat
penyerapan zat makanan (Anonim 2007). Diduga dengan pH yang hampir sama
dengan doudenum dan tidak disekresikannya garam empedu pada saluran ini
menyebabkan bakteri yang mengalami kolonisasi lebih banyak dibandingkan pada
duodenum. Dinding ileum berbentuk jonjot jonjot sesuai dengan fungsinya
sebagai tempat penyerapan zat makanan. Kondisi pH pada ileum dipengaruhi oleh
zat zat dari luar tubuh, dan zat sekretori yang dihasilkan dinding saluran
pencernaan, serta letaknya yang jauh dari proventriculus membuat pH pada
saluran ini tidak terlalu asam. Isolat bakteri yang diperoleh pada bagian saluran
pencernaan ini ada 15 isolat yang terdiri dari tujuh isolat yang tumbuh pada pH
4.5 dan delapan isolat yang tumbuh pada pH 7.0.
Intestinum crasum atau usus besar merupakan bagian saluran pencernaan
paling ujung, dekat dengan kloaka. Banyaknya isolat bakteri ditemukan pada
bagian saluran pencernaan ini adalah 46 isolat, terdiri dari 22 isolat pada pH 4.5
dan 24 isolat pada pH 7.0. Intestinum crasum fungsinya tempat mencerna sisa
pencernaan oleh miroorganisme menjadi feses dan tempat penyimpanan sisa
pencernaan (Anonim 2007). Berdasarkan fungsi yang demikian menyebabkan
banyak mikroorganisme mampu berkolonisasi di tempat ini, didukung pula
dengan kondisi pH yang yang sudah mendekati normal (pH 7.0) serta banyaknya
sisa pencernaan yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba.
Bakteri bakteri itu akan berkolonisasi dan membentuk mikroekosistem yang
bermanfaat untuk kesehatan (Drassar dan Barrow 1985).
Mikroekosistem dalam saluran pencernaan hewan monogastrik seperti ayam
komponennya terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Biotik terdiri dari
bermacam macam jenis mikroba baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Abiotik terdiri dari zat zat yang berasal dari bahan luar yang berupa
pakan dan dari dalam tubuh (endogeneus) yaitu produk metabolisme yang harus
dibuang. Mikroflora detrimental umumnya akan sangat aktif merombak zat yang
terdapat dalam usus besar dan hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat toksik
(beracun), karsinogenik (menyebabkan kanker) atau metagenik (membentuk gas
metan) (Hasono 2002). Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus
bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini bakteri
30
baik akan mendesak atau mengencerkan senyawa aktif diatas dan merubah zat
toksik menjadi zat yang tidak toksik, dengan cara membuang zat zat yang akan
menyusun toksik terlebih dahulu sehingga tidak dapat membentuk zat toksik.
Dalam hal ini proporsi bakteri baik ditingkatkan dan bakteri jahat ditekan
jumlahnya. Dengan mengkonsumsi bakteri baik (probiotik) dan menyediakan
nutrisi (prebiotik) yang sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus terjadi
perkembangan bakteri baik lebih pesat (Karyadi 2003) sehingga pertumbuhan
ayam dapat ditingkatkan.
Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan memperbaiki saluran
pencernaan dengan cara: (1) menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit
yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), (2) merangsang reaksi enzim yang
dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran
pencernaan, (3) merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfa-amilase)
yang digunakan untuk mencerna pakan, (4) memproduksi vitamin dan zat zat
yang tidak terpenuhi dalam tubuh (Seifert dan Gessler 1997). Menurut
Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam
broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas.
Pemurnian isolat bakteri asal saluran pencernaan ayam dilakukan dengan
metode kwadran dengan menggunakan media yang sama dengan media isolasi
yaitu nutrient agar (NA). Isolat murni yang diperoleh selanjutnya diuji ke bakteri
target
guna
menseleksi
bakteri
bakteri
yang
mempunyai
kemampuan
penghambatan terhadap patogen. Sebagai kultur induk, isolat juga disimpan dalam
media penyimpanan yang disimpan pada suhu 4°C.
Peremajaan Bakteri Target.
EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2
asal ayam adalah bakteri penyebab penyakit (patogen) pada manusia dan juga
pada ayam, sehingga bakteri-bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu diuji
aktivitasnya
terhadap
keempat
patogen
untuk
mengetahui
kemampuan
penghambatannya terhadap patogen tersebut. Isolat EPEC K1-1 memiliki
pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan E. coli umumnya, pada jam ke-3
isolat ini sudah mencapai jumlah sekitar 108 sel/ml (OD 0,32; λ= 620nm).
Peremajaan EPEC K1-1 pada media NA+ampisilin 100μg/ml dimaksudkan untuk
31
menjaga resistensinya. Isolat E. coli diremajakan pada media NA selama 24 jam
untuk mencapai jumlah sel 108 sel/ml (OD 0,924 ; λ= 620nm). Isolat Salmonella
enteric diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.328; λ=620nm), dan
Salmonella subsp.2 diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.507;
λ=620nm).
Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam
Terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. Coli Asal Ayam serta
Salmonella subsp.2 Asal Ayam.
Hasil uji antagonis langsung dari 72 isolat hasil isolasi terhadap empat
bakteri target (EPEC K1-1 penyebab diare pada anak anak, E. coli asal ayam yang
menyebabkan kolibasilosis pada ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan
Salmonella enteric penyebab salmonellosis pada ayam dan manusia). Kemampuan
penghambatan isolat hasil isolasi terhadap keempat target terlihat dalam tabel 3.[
[
Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler
terhadap E.coli, EPEC K1-1,Salmonella enteric
Bagian Saluran Pencernaan
Duodenum
Ileum
Intestinum crasum
pH
4.5
1
3
8
Jumlah
12
E.coli
pH total
7
1
2
4
7
13
21
18
30
EPEC K1-1
pH pH total
4.5
7
1
1
1
1
5
12
17
6
13
19
pH
4.5
1
4
9
14
S.enteric
pH total
7
1
2
4
6
15
7
21
Untuk aktivitas penghambatan terhadap E. coli, diperoleh 30 isolat yang
menghasilkan zona bening disekitar koloninya. Terdiri dari 18 isolat yang berasal
dari media pH 7.0 yaitu isolat: 7n, 8n, 9n, 10n, 12n, 13n, 15n, 17n, 19n, 20n, 21n,
22n, 24n, 25n, 26n, 27n, 34n, 38n, dan 12 isolat yang berasal dari media pH 4.5
yaitu isolat 5a, 6a, 7a, 20a, 21a, 22a, 25a, 26a, 27a, 28a, 29a, 30a. Isolat bakteri
yang tumbuh pada media pH 7.0 dan 4.5 hampir sama banyak yang mampu
menghambat E.coli. Berdasarkan daerah isolasi ditemukan bakteri yang paling
banyak menghambat E.coli pada bagian inestinum crasum. Diduga karena pH
saluran pencernaan ini mendekati normal sehingga banyak bakteri yang dapat
berkolonisasi, ditambah banyaknya nutrisi yang terdapat dalam saluran ini.
Aktivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1 diperoleh 19 isolat. Terdiri
dari 13 isolat yang berasal dari media pH 7.0 (17n, 18n, 19n 20n, 21n, 23n, 24n,
32
25n, 26n, 27n, 28n, 35n) dan 6 isolat yang tumbuh pada media pH 4.5 (25a, 28a,
29a, 30a, 33a, 34a). Ini mengindikasikan bahwa bakteri bakteri yang tumbuh pada
lingkungan netral banyak yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC K1-1,
sedangkan bakteri yang tumbuh pada lingkungan asam tidak sebanyak pada
pH 7.0. Berdasarkan asal isolat maka bakteri yang mampu menghambat
EPEC K1-1 banyak berasal dari intestunum crassum. Pada bagian duodenum dan
ileum masih ditemui bakteri dalam jumlah yang sangat sedikit.
Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric diperoleh 21 isolat
yang terdiri dari tujuh isolat berasal dari media pH 7.0 yaitu isolat 15n, 16n, 17n,
21n, 25n, 27n, 37n dan 14 isolat berasal dari media pH 4.5 yaitu isolat 2a, 4a, 5a,
7a, 11a, 16a, 17a, 18a, 22a, 27a, 29a, 30a, 31a, 32a. Isolat bakteri yang tumbuh
pada pH 4.5 lebih banyak yang mampu menghambat Salmonella enteric
dibandingkan isolat yang tumbuh pada pH 7.0. Ini diduga karena Salmonella
dapat tumbuh pada pH 3.6-9.5, sehingga pada pH 4.5 aktivitas penghambatan juga
lebih banyak. Berdasarkan asal daerah isolasi, bagian intestinum crasum diperoleh
isolat bakteri lebih banyak karena bagian saluran ini mempunyai suhu, pH, dan
nutrisi yang sesuai bagi mikroorganisme. Isolat bakteri yang mempunyai aktivitas
penghambatan terhadap bakteri target diatas merupakan isolat yang potensial
untuk dikembangkan menjadi probiotik dalam mengendalikan penyakit seperti
salmonelosis dan kolibasilosis. Untuk itu dipilih bakteri dengan aktivitas
penghambatan yang bagus sebagai calon isolat terpilih.
Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Untuk memilih bakteri sebagai isolat terpilih dilakukan uji lanjut. Dimana
isolat isolat yang mempunyai aktivitas bagus terlebih dahulu diidentifikasi.
Morfologi koloni dan bentuk sel diobservasi secara mikroskopis terhadap 19 isolat
yang mempunyai aktivitas penghambatan yang bagus terhadap EPEC K1-1,
E. coli asal ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric.
Pinggiran koloni
ditemukan ada yang bergerigi dan ada yang licin, dengan
permukaan yang rata dan yang seperti kawah. Morfologi sel secara mikroskopis
menunjukkan bentuk kokus 11 isolat yaitu isolat 17n, 28n, 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a,
17a, 22a, 30a dan bentuk basil (batang) 8 isolat yaitu isolat 7n, 8n, 17n, 25n, 27n,
34n, 18a, 33a.
33
Bakteri yang berbentuk batang, Gram positif dan non patogen dapat dipilih
sebagai probiotik (Panigraphy, Ling 1990; Natalia, Priadi 2005). Berdasarkan
kriteria tersebut diperoleh 5 isolat yang tergolong bentuk batang dan Gram positif
yaitu isolat 7n, 8n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 4 dan 5).
(a)
(b)
Gambar 4 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 7n) diisolasi dari jejenum, (isolat 25n)
diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang
(perbesaran 40 x 100).
(a)
(b)
Gambar 5 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 27n) b (isolat 34n) diisolasi dari
intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang gram positif
(perbesaran 40 x 100).
Gram positif dapat dilihat dari warna sel yang ungu. Terbentuknya warna
ungu karena komponen utama penyusun dinding sel bakteri Gram positif adalah
peptidoglikan, sehingga mampu mengikat warna kristal ungu. Kandungan lipid
pada dinding selnya rendah, sehingga pada waktu diberikan etanol dinding sel
Gram positif terdehidrasi, pori pori mengecil, permeabilitas berkurang dan zat
warna kristal ungu tidak dapat terekstraksi dan terperangkap di dalam dinding sel.
Bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan yang tipis dan mengandung
lipid, lemak dalam persentase yang lebih tinggi. Pada perlakuan dengan etanol
34
(alkohol)
menyebabkan
terekstraksinya
lipid
sehingga
pori
pori
pada
peptidoglikan cukup besar memperbesar daya rembes atau permiabilitas dinding
sel. Sehingga kompleks ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel
selama langkah awal pewarnaan dapat diekstraksi. Bakteri ini akan kehilangan
warna ungu kristal. Ketika diberi warna safranin maka warna ini akan diserap.
Warna bakteri Gram negatif akan terlihat merah muda, merupakan warna dari
safranin (Pelzar dan Chan 1986)
Bakteri
berbentuk
batang
dan
Gram
positif selanjutnya diteliti
kemampuannya dalam membentuk spora dan letak sporanya dengan pewarnaan
spora (Gambar 6 dan 7).
Sel
vegetatif
Sel
vegetatif
endospora
endospora
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil pewarnaan spora (isolat 7n), b (isolat 25n) diisolasi dari
intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100)
Sel
vegetatif
endospora
endospora
Sel
vegetatif
(a)
(b)
Gambar 7 Hasil pewarnaan spora (a) isolat 27n, (b) isolat 34n diisolasi dari
intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100)
Hasil pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan bahwa isolat 7n,
25n, 27n, dan 34n memiliki endospora sementara isolat 8n tidak berspora. Bakteri
yang berspora ini diambil sebagai isolat bakteri terpilih. Spora merupakan bentuk
35
adaptasi sel terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada kondisi yang
sesuai akan berkecambah dan menghasilkan sel yang sama seperti asalnya. Spora
yang terdapat pada isolat 7n, 25n, 27n, 34n terletak didalam (endospora). Letak
endoporanya isolat 7n, 27n dan 34n di bagian dekat ujung (sub terminal) dan
isolat 25n bagian tengah (sentral). Bakteri yang memiliki endospora biasanya dari
kelompok Bacillus dan Clostridium, hanya saja Bacillus bersifat aerob/anaerob
fakultatif, Clostridium bersifat anaerob.
Endospora bakteri mengandung sejumlah asam dipikolinat yaitu suatu
substansi yang tidak terdeteksi pada sel sel vegetatif. Lima-sepuluh persen berat
kering endospora adalah asam dipikolinat. Sejumlah kalsium juga terdapat dalam
endospora, sehingga diduga lapisan korteks endospora terdiri dari kompleks
Ca2+-asam dipikolinat-peptidoglikan. Spora sangat resisten terhadap beragam
kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan kekeringan
serta terhadap bahan kimia. Spora bakteri dapat bertahan misalnya pada
lingkungan pH rendah (asam), suhu tinggi atau rendah.
Untuk menentukan golongan apa isolat bakteri terpilih dilakukan uji
katalase. Hasil uji katalase terhadap 4 (empat) isolat terpilih yang ditumbuhkan
pada media nutrient agar yang diinkubasi selama 24 jam menunjukkan adanya
gelembung gelembung putih (gas oksigen) setelah koloni bakteri ditetesi larutan
H2O2 3%. Keempat isolat bakteri terpilih tersebut digolongkan pada bakteri
katalase positif (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n
Isolat
Uji Katalase (+/-)
7n
25n
27n
34n
+
+
+
+
Katalase adalah suatu enzim yang dapat ditemukan dalam sebagian besar
bakteri. Bakteri katalase positif akan menghasilkan gas oksigen sebagai hasil
reaksi penguraian hidrogen peroksida oleh enzim katalase dan membebaskan gas
oksigen dan molekul air sesuai reaksi berikut:
2H2O2 + katalase  2H2O2 + O2
36
Hidrogen peroksida (H2O2) diproduksi oleh enzim pernafasan yang bersifat racun
bagi organisme yang memproduksinya, maka enzim katalase akan sangat penting
peranannya dalam menguraikan zat yang bersifat racun bagi sel menjadi molekul
air dan oksigen yang tidak bersifat racun bagi sel.
Keempat isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) diduga bersifat anaerob
fakultatif karena bersifat katalase positif dan terdapat dalam saluran pencernaan
ayam yang tidak ada oksigen. Didalam saluran pencernaan ternak secara umum
jumlah bakteri anaerobik lebih besar di banding bakteri anaerobik fakultatif
dengan perbandingan 1000:1 (Utomo 2002). Didapatkannya bakteri anaerob
fakultatif merupakan hal yang sangat menguntungkan karena dapat diproduksi
dengan mudah untuk digunakan sebagai probiotik, sehingga mudah pula
mengadakan kolonisasi untuk membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk
kesehatan.
Berdasarkan ciri ciri yang dimiliki dan mengacu pada Bergeys Manual of
Determinative Bacteriology (Krieg dan Holt 1984) bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan
34n berbentuk batang, Gram positif, menghasilkan endospora berbentuk oval serta
bersifat katalase positif, isolat tersebut dapat digolongkan kedalam genus Bacillus.
Ciri ciri Bacillus menurut Gordon (1989) sel vegetatif berbentuk batang,
membentuk endospora, dan bersifat katalase positif. Bacillus adalah salah satu
genus bakteri yang berbentuk batang dengan tingkatan takson sebagai berikut:
Kingdom: Bacteria
Divisi
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Famili
: Bacillaceae
Genus
: Bacillus
Didapatkannya bakteri dari kelompok Bacillus ini merupakan hal yang
positif karena bakteri ini secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk
spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen.
Pada kondisi cekaman
lingkungan, sel-selnya menghasilkan endospora berbentuk oval yang dapat
bertahan dalam periode yang lama. Bacillus lebih adaptif terhadap perubahan
37
lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora berkembang kembali menjadi
sel vegetatif. (Madigan et al. 2003).
Menurut Haddadin et al. (1996); Jin et al. (1996) hasil analisa proksimat
Bacillus spp. kering mengandung protein 11.10%, air 8.3%, abu 0.002%, lemak
0.78% serta serat kasar 0.23 %. Bakteri kelompok asam laktat tidak ditemukan
dalam isolasi ini, karena dalam isolasi tidak menggunakan medium spesifik untuk
bakteri asam laktat.
Esei Antagonis Isolat Terpilih terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella
subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer
Hasil esei antagonis filtrat kultur (ekstrak kasar) isolat terpilih (7n, 25n, 27n,
34n) terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2
terlihat pada tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap
EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2
[
Isolat
7n
25n
27n
34n
EPEC K1-1
24
14
19
6
Dari tabel terlihat
Diameter Penghambatan (mm)
E.coli
S.enteric
Salmonella subsp 2
14
23
9
23
14
19
23
14
14
9
9
2
bahwa keempat isolat terpilih mampu menghambat
empat bakteri target. Isolat 7n merupakan isolat terbaik dalam menghambat
EPEC K1-1 dan S. Enteric diikuti isolat 27n, 25n dan 34n. Aktivitas
penghambatan ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas Ф
8mm (Gambar 8 dan 9). Pada gambar (8a) terlihat zona bening yang dihasilkan
oleh keempat isolat dalam menghambat EPEC K1-1. Isolat 7n (24mm) dan 27n
(19mm) diikuti isolat 25n (14mm) dan 34n (6mm). Sementara untuk kontrol
ditetesi media NB steril ternyata tidak ada zona yang dihasilkan setelah
diantagonis dengan EPEC K1-1. Pada gambar (8b) uji antagonis dengan E. coli
isolat 25n dan 27n (23mm) menghasilkan zona yang lebih terang dan hampir sama
besar, sementara isolat 7n (14mm) dan isolat 34n zona (9mm) yang dihasilkan
lebih kecil. Kontrol tidak ada zona yang dihasilkan.
38
[[
[[
k
34n
7n
27n
27n
k
34n
25n
25n
7n
(a)
(b)
Gambar 8 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target
(a) EPEC K1-1, (b) E.coli Ф cakram kertas 8mm
Adanya zona disekitar cakram kertas mengindikasikan bahwa filtrat kultur
dari keempat isolat mengandung senyawa anti bakteri yang mampu menghambat
EPEC K1-1 dan E.coli. Daya anti bakteri dari keempat isolat tidak sama dalam
menghambat kedua bakteri target. Metabolit yang dihasilkan isolat 7n dan 27n
mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan EPEC K1-1 dan E.coli
dengan kualitas yang berbeda. Daya antibakteri isolat 7n dan 27n terhadap EPEC
K1-1 besar tetapi kurang terang dan zona yang dihasilkan terhadap E. coli lebih
kecil tetapi terang. Ini diduga ada hubungannya dengan efek bakteriostatik dan
bakterisida.
Dari
gambar
(9a)
menunjukkan
isolat
7n
mempunyai
aktivitas
penghambatan yang paling bagus terhadap Salmonella enteric.
7n
25n
34n
25n
k
34n
7n
27n
k
27n
(a)
(b)
Gambar 9 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target
(a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2, Ф cakram kertas 8mm
39
Zona bening yang dihasilkan isolat 7n (23mm) diikuti oleh isolat 27n (14mm) dan
25n (14mm), sementara isolat 34n (9mm). Aktivitas penghambatan terhadap
Salmonella subsp.2. asal ayam seperti pada gambar (9b) menunjukkan bahwa
aktivitas tertinggi dimiliki isolat 25n (19mm) diikuti isolat 27n (14mm) , isolat 7n
(9mm) dan 34n (2mm). Senyawa aktif yang dihasilkan isolat 7n, 25n, dan 27n
untuk
menghambat
pertumbuhan
Salmonella
enteric
dan
Salmonella
subsp.2.memiliki kekuatan penghambatan beragam tergantung bakteri patogennya.
Kekuatan penghambatan dapat dilihat dari zona yang dihasilkan. Semakin besar
dan terang zona bening yang dihasilkan mengindikasikan kekuatannya semakin
kuat.
Gambar 10 menunjukkan perbandingan aktivitas penghambatan antara sel
langsung dan filtrat kultur.
35
Zona bening (mm)
30
25
20
15
10
5
0
7n
25n
27n
34n
Isolat
Gambar 10 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur dari
isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli
sel
filtrat
Hasil uji antagonis sel isolat 7n, 25n, 27n, dengan E.coli memperlihatkan aktivitas
penghambatan sel lebih besar dibanding filtrat kulturnya. Untuk isolat 34n
aktifitas penghambatan se lebih rendah dibandingkan filtrat kultur. Rendahnya
aktivitas filtrat kultur kemungkinan terjadi karena konsentrasi senyawa aktif
dalam filtrat kultur (15µl) tidak cukup kuat menghambat bakteri target
dibandingkan senyawa antibakteri yang dihasilkan sel secara langsung. Isolat 34n
memiliki aktivitas penghambatan filtrat kultur lebih tinggi dari sel.
Hal ini
kemungkinan dikarenakan kecepatan dan jenis metabolit yang dihasilkan antar
isolat berbeda. Menurut Sudirman (1997) satu spesies mikroba dapat
40
menghasilkan banyak antimikrob dan banyak mikrob yang berbeda dapat
menghasilkan jenis antimikrob yang sama.
Keempat isolat uji dapat menghasilkan senyawa antibakteri, yang dihasilkan
secara ekstraseluler, terbukti dengan adanya kemampuan filtrat kultur yang
mampu menghambat pertumbuhan empat bakteri target. Kemampuan keempat
isolat (7n, 25n, 27n, 34n) dalam menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli
asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2. asal ayam, diharapkan
dapat dipergunakan untuk membantu penanggulangan salmonelosis dan
kolibasililosis pada ayam secara in vivo. Aktivitas isolat 7n, 25n, 27n, 34n akan
lebih bagus apabila digunakan secara bersama sama karena kemampuannya dalam
menghambat keempat patogen tidak sama.
Menurut Barrow (1992) Bacillus tidak umum ditemukan pada saluran
pencernaan tetapi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan bakteri patogen
(competitive exclusion). Bacillus subtilis di dalam saluran pencernaan dapat
berfungsi untuk pengontrolan bakteri patogen. Ini merupakan konsep penting bagi
kesehatan hewan/manusia karena pencegahan kolonisasi mikroba patogen seperti
Salmonella dan E. coli adalah kunci dalam lingkungan saluran pencernaan ayam
akan dapat memperbaiki pertumbuhan.
Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif
Optimasi dalam menghasilkan senyawa bioaktif dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n
perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum yang harus diperhatikan
dalam proses produksi. Optimasi dilakukan terhadap media, aerasi, waktu
produksi, suhu inkubasi, dan pH inkubasi.
Optimasi Media.
Aktivitas penghambatan ke empat isolat terpilih pada
media de Mann
Rogosa Sharpe (MRS) dan media Tripton Glucosa Yeast ekstract (TGY) berbeda
dan dipengaruhi oleh perlakuan agitasi (100 rpm) dan tanpa agitasi (Gambar 11
dan 12). Dipilihnya media MRS dan TGY yang memiliki kandungan nutrisi yang
berbeda (Lampiran 1) karena kedua media tersebut dapat ditumbuhi keempat
isolat bakteri terpilih. Kandungan media MRS memiliki lebih banyak mineral
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dibandingkan media TGY.
41
Perlakuan agitasi dan tidak diagitasi untuk melihat homogenitas media
maupun mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut
dengan meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, pH, temperatur dan
sebagainya. Selain itu agitasi juga berfungsi memecah gelembung udara besar
menjadi gelembung yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan
membantu mentransfer oksigen ke dalam biakan serta menyebarkan oksigen pada
pertumbuhan aerob.
Dalam produksi senyawa aktif keempat isolat terpilih menunjukkan ada
isolat yang memerlukan agitasi dan ada yang kurang
senyawa
antibakteri.
Keempat
isolat
dalam
untuk menghasilkan
menunjukkan
kemampuan
penghambatan beragam tergantung pada jenis media dan perlakukan agitasi
(Gambar 11 dan gambar 12).
Pada gambar (11a) terlihat aktivitas tertinggi antagonis dengan EPEC K1-1
oleh isolat 7n diikuti isolat 27n dan 25n pada media MRS tanpa agitasi, ini diduga
karena isolat 7n, 25n dan 27n berasal dari saluran pencernaan yang
mikrolingkungannya kurang oksigen sehingga isolat tersebut dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi pertumbuhan tanpa diagitasi (terdapat keterbatasan
35
35
30
30
Zona bening (mm)
Zona bening (mm)
oksigen).
25
20
15
10
25
20
15
10
5
5
0
0
TA
T an
MA
M an
TA
T an
MA
M an
Perlakuan
Perlakuan
(a)
(b)
Gambar 11 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) EPEC K1-1
(b) E. coli asal ayam
7n
25n
27n
34n
Pada gambar (11b) aktivitas penghambatan tertinggi dimiliki isolat 7n
pada media TGY yang diagitasi dan isolat 27n, 25n pada MRS yang diagitasi
terhadap pertumbuhan pertumbuhan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa
produksi senyawa antibakteri dari keempat isolat tersebut dapat diproduksi dengan
42
baik pada kondisi pertumbuhan yang diaerasi dan nutrisi yang cukup.
Kemampuan penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli
dipengaruhi oleh jenis media dan aerasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
35
35
30
30
Zona bening (mm)
Zona bening (mm)
senyawa antibakteri yang dihasilkan kemungkinan berbeda.
25
20
15
10
25
20
15
10
5
5
0
0
TA
T an
MA
Perlakuan
M an
TA
T an
MA
M an
Perlakuan
(a)
(b)
Gambar 12 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) Salmonella
enteric (b) Salmonella subsp.2 asal ayam
7n 25n 27n 34n
[
Dari gambar (12a) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric
tertinggi berturut-turut dimiliki isolat 25n dan 27n yang ditumbuhkan pada media
TGY yang tidak di agitasi. Isolat 34n menghasilkan aktivitas sangat kecil pada
media MRS yang tidak diagitasi, ini diduga karena keterbatasan aerasi (oksigen)
pada kondisi pertumbuhan tersebut . Pada gambar (12b) aktivitas penghambatan
terhadap Salmonella subsp.2. paling baik oleh isolat 25n diikuti isolat 27n dan 34n
kemudian 7n pada media TGY tanpa diagitasi. Isolat 34n mempunyai aktivitas
yang sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi. Hal ini diduga bahwa
senyawa penghambat Salmonella enteric dan Salmonella sub sp 2. ini dapat sama
karena isolat yang menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 yang
tertinggi pada isolat yang sama. Berbeda karena ada beberapa isolat yang dapat
menghambat Salmonella enteric tetapi tidak dapat menghambat Salmonella
subsp.2 atau sebaliknya.
Media produksi terbaik dari hasil optimasi akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat media modifikasi dengan mengganti beberapa bahan dengan yang
lebih murah dan mudah didapat seperti molase dan tepung kedelai. Hasil optimasi
media menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang ditumbuhkan pada
media MRS dan TGY dapat menghasilkan aktivitas penghambatan dengan
43
kondisi pertumbuhan yang memerlukan agitasi dan ada yang tidak. Senyawa
antibakteri yang dihasilkan oleh setiap isolat terpilih kemungkinan dapat lebih
dari satu mengingat kondisi yang dibutuhkan juga bebeda beda.
Media MRS dan TGY modifikasi molase-kedelai adalah media yang
menggunakan komposisi MRS dan TGY dengan mengganti sumber karbon
dengan molase, sumber nitrogen dengan tepung kedelai dan urea, sumber pospor
dengan TSP. Setelah diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1,
E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella sub sp 2. asal ayam, isolat
7n, 25n, 27n, hasilnya menunjukkan bahwa keempat isolat yang ditumbuhkan
pada media modifikasi masih mempunyai aktivitasnya tetapi tidak sebesar kalau
ditumbuhkan pada media MRS/TGY. Hal ini diduga karena media MRS dan TGY
menggunakan dekstrosa dan kasein sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk
penghasil ATP yang mudah diserap sel, karena mudah larut dalam air serta
molekulnya sederhana. Isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n dapat dengan mudah
diproduksi pada media yang mengandung molase dan tepung kedelai hanya saja
aktivitas agak rendah.
Mikroorganisme heterotrof untuk menghasilkan energi memanfaatkan
senyawa karbon organik sebagai sumber energi utama. Penggunaan molase
sebagai sumber karbon dapat digunakan karena mengandung beberapa gula
sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa dan gula pereduksi yang lain dengan
kandungan yang paling tinggi adalah sukrosa. Hanya saja penggunaan molase
sebagai sumber ATP perlu waktu untuk adaptasi. Molase merupakan hasil
samping dari proses pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula
sekitar 48-58 % (Novita 2001).
Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan
bakteri karena mengandung 42.9% protein, 19-20% lemak dan 6.1% nitrogen
(Sukmadi 1996) diacu dalam (Suryanti 1998). Pada kondisi media tersebut maka
butuh waktu untuk menguraikan protein supaya bisa dimanfaatkan oleh keempat
bakteri tersebut.
Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu,
pH, dan oksigen, dan faktor nutrisi yaitu karbon, nitrogen, mineral (unsur makro
dan mikro), dan vitamin (Stainer et al. 1976; Fardiaz 1989). Pada dasarnya semua
44
mikrooganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya dan
pembentukan material sel-sel bakteri untuk prertumbuhan, reproduksi dan
pembentukan produk (Prescott et al. 2000). Penggunaan sumber karbon yang
cepat digunakan dapat mengurangi produksi metabolit sekunder. Nitrogen
berperan dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim enzim. Sumber
nitrogen dapat dalam bentuk anorganik dalam bentuk garam garam amonium dan
organik dalam bentuk asam amino, protein dan urea. Unsur P berperan dalam
pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Ketiga unsur ini harus ada dalam rasio
yang tepat agar tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal karena unsur C, N, dan
P merupakan tiga nutrisi utama (makronutrien) yang dibutuhkan oleh bakteri
dalam melakukan metabolism sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa.
Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan
meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi
perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N
yang relatif rendah) mengakibatkan nitrogen akan menjadi faktor penghambat
(growth-rate limiting factor) (Alexander 1994). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa rasio C:N:P optimum adalah 100:10:1 (Shewfelt et al. 2005).
Kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri tergantung pada jenis
bakteri. Kelompok bakteri yang tidak mengandung klorofil memerlukan senyawa
organik sebagai sumber karbon dan senyawa yang diperlukan tergantung jenis
bakteri. Kelompok selulolitik dapat memanfaatkan selulosa, sedangkan amilolitik
memanfaatkan pati (Fardiaz 1989). Walaupun karbohidrat dapat dipergunakan
sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan, produksi sel yang paling baik
diperoleh dari sumber karbon sederhana seperti glukosa. Namun, penggunaan
glukosa memerlukan biaya tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel, pada
umumnya digunakan sumber karbon lain seperti molase.
Penggunaan mikroba sebagai probiotik akan bersifat ekonomis kalau dapat
ditumbuhkan dengan baik pada sumber karbon dan nitrogen yang mudah didapat
dan berharga murah seperti molase dan tepung kedelai. Kemampuan molase
sebagai sumber karbon menguntungkan karena molase merupakan hasil ampas
tebu sehingga tidak terlalu mahal dan mengandung zat pengaya seperti vitamin.
Begitu juga kedelai merupakan hasil pertanian yang banyak di Indonesia.
45
Optimasi Waktu Produksi
Hasil optimasi terhadap waktu produksi (12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam
dan 72 jam) untuk mendapatkan aktivitas tertinggi berdasarkan parameter zona
bening. Waktu produksi terbaik terbaik adalah jam ke-48 (Gambar 13). Pada
gambar 13 (a) terlihat aktivitas penghambatan ekstrak kasar keempat isolat terlihat
waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas, waktu inkubasi jam ke-48
aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 27mm, 25n (26mm), dan
27n (18mm), 34n (23mm). Pada waktu inkubasi jam ke-72 aktivitas
penghambatan oleh isolat 7n bertambah mencapai 30mm dan untuk tiga isolat
lainnya aktivitas menurun. Pada waktu inkubasi jam ke-96 isolat 25n aktivitas
bertambah mencapai 27mm sementara isolat lainnya mengalami pertambahan
35
35
30
30
Z o na bening (m m )
Z o n a b e n in g (m m )
aktivitas sedikit.
25
20
15
10
25
20
15
10
5
5
0
0
24
48
72
96
24
48
72
96
Waktu inkubasi (jam)
Waktu inkubasi (jam)
(a)
(b)
Gambar 13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap
E.coli (a) filtrat kultur (b) sel
7n
25n
27n
34n
Untuk aktivitas penghambatan yang dihasilkan oleh filtrat kultur waktu
inkubasi optimum adalah 48 jam, selanjutnya pertambahan zona bening yang
dihasilkan pada waktu inkubasi 72 jam dan 96 jam tidak seimbang dengan
efisiensi waktu dan efisiensi substrat yang digunakan.
Pada gambar 13 (b) aktivitas penghambatan sel keempat isolat pada waktu
inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas. Waktu inkubasi jam ke-48 jam aktivitas
penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 30mm, 25n (26mm), dan 27n
(18mm), 34n (16mm). Aktivitas penghambatan yang dilakukan sel pada waktu
inkubasi jam ke-72 dan jam ke 96 tidak menunjukkan perubahan yang berarti,
dimana aktivitas hampir sama sehingga waktu inkubasi untuk sel yang terbaik
46
adalah 48 jam. Diduga senyawa aktif yang dihasilkan sebagai zat antibakteri ini
dihasilkan pada akhir fase eksponensial atau awal fase stationer.
Pertumbuhan Isolat
Berdasarkan kurva tumbuhnya,
keempat isolat menunjukkan fase lag
terjadi sampai jam ke-24 dan fase log hingga jam ke- 48 jam bersamaan dengan
awal fase stasioner. Fase kematian dimulai jam ke 60 (Gambar 14).
1
0.9
0.8
0.7
OD
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
12
24
36
48
60
jam
Gambar 14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB
isolat 7n
isolat 25n
isolat 27n
isolat 34n
Keempat isolat mempunyai pola pertumbuhan yang sama. Terlihat bahwa
produksi senyawa aktif terjadi pada akhir fase log dan awal fase stasioner, sesuai
dengan waktu panen yaitu jam ke-48. Fase pertama (lag) pada kurva pertumbuhan
adalah fase lambat. Pada fase ini, bakteri melakukan adaptasi pada lingkungannya.
Fase yang kedua (log) adalah fase eksponensial. Fase ini merupakan fase dimana
bakteri telah dapat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga laju pertumbuhan
bakteri menjadi sangat cepat. Laju pertumbuhan keempat bakteri pada 48 jam
pertama, memiliki laju pertumbuhan tercepat. Fase berikutnya adalah fase
stasioner dimana laju bakteri yang mati sama dengan laju pertumbuhan bakteri
yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Fase terakhir adalah fase kematian, pada
fase ini laju pertumbuhan negatif (lebih banyak bakteri yang mati) disebabkan
semakin berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme bakteri
Dari grafik terlihat isolat 7n pertumbuhan sel yang paling rendah diikuti
isolat 27n, 25n dan yang tertinggi isolat 34n. Akan tetapi isolat 7n mempunyai
aktivitas yang penghambatan paling tinggi terhadap EPEC K1-1 dan E. coli
47
dibanding isolat yang lain diiringi isolat 25n dan 27n. Isolat 34n mempunyai
aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric.
Optimasi Suhu
Optimasi suhu bertujuan mendapatkan suhu optimum dalam menghasilkan
35
35
30
30
Zona bening (mm)
Zona bening (mm)
senyawa bioaktif oleh isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 15 dan 16).
25
20
15
10
25
20
15
10
5
5
0
0
25
30
37
40
50
25o
30o
o
Suh u ( C)
37o
40o
50o
o
Suhu ( C)
(a)
(b)
Gambar 15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli,
7n
25n 27n
34n
Dari hasil optimasi aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1
adalah isolat 7n, diikuti 34n, 25n, 27n pada suhu 500C (Gambar 15a). Aktivitas
penghambatan tertinggi antagonis dengan E. coli ditunjukkan oleh isolat 7n pada
suhu 370C, diikuti
isolat 34 suhu 500C , 25 suhu 400C dan 27 suhu 370C
(Gambar 15b). Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan
E. coli mempunyai rentang suhu yang sama yaitu antara 370C hingga 500C.
Dimana suhu optimum produksi senyawa antibakteri dalam menghambat
EPEC K1-1 adalah suhu 500C oleh keempat isolat. Waktu optimum untuk
produksi senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan E. coli berbeda
beda tiap isolat. Isolat 7n dan 27n optimum pada suhu 370C, isolat 25n optimum
pada suhu 400C dan isolat 34n optimum pada suhu 500C.
Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric terjadi pada
isolat 7n diikuti 34n pada suhu 300C dan 25n, 27n pada suhu 500C (Gambar 16a).
Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella sp. asal ayam oleh isolat 34n pada
suhu 370C, 400C , 300C, diikuti isolat 27n suhu 300C dan 500C (Gambar 16b).
Suhu optimum untuk menghasilkan senyawa antibakteri dalam menghambat
Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2. berbeda dan isolat yang
48
menghambatnya juga berbeda. Diduga senyawa yang dihasilkan juga oleh isolat
35
35
30
30
Zo na bening (mm)
Z ona bening(mm)
ini juga berbeda.
25
20
15
10
25
20
15
10
5
5
0
0
25
30
37
40
o
Suhu ( C)
50
25
30
37
40
50
o
Suhu ( C)
(a)
(b)
Gambar 16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric, (b)
Salmonella subsp.2 asal ayam
7n 25n 27n 34n
Keempat isolat mampu menghambat empat bakteri target pada rentang
suhu antara 300C dan 500C dan suhu yang paling optimum untuk antagonis dengan
EPEC K1-1 pada suhu 50OC.
Salmonella subsp.2
E. coli suhu 370C, Salmonella enteric 300C,
asal ayam 370C. Komplang (2000) menyatakan bahwa
Bacillus spp. mampu tumbuh pada suhu lebih dari 500C dan kurang dari suhu 50C,
dan mampu menghasilkan spora. Dari hasil optimasi terhadap suhu menunjukkan
bahwa kemampuan produksi senyawa antibakteri pada suhu 300C merupakan hal
yang positif dimana dalam produksi dalam skala besar tidak menaikkan biaya
produksi (cost) dan kemampuan produksi pada suhu 500C juga berdampak positif
karena tidak akan merusak selnya ketika menggunakan alat alat yang mempunyai
suhu lebih tinggi.
Bacillus subtilis toleran terhadap panas telah dicobakan pada pakan ayam
broiler di beberapa negara. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang
terus menerus terhadap konversi pakan dan pertambahan berat badan. Percobaan
yang dilakukan di Brazil dan USA membuktikan bahwa performance broiler dapat
ditingkatkan dengan menggunakan bakteri tunggal strain Bacillus subtilis
sepanjang periode produksinya.
49
Optimasi pH
Hasil optimasi pH menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mampu
menghambat EPEC K1-1 pada pH yang bersifat alkali (Gambar 17). Dari gambar
17a terlihat bahwa aktivitas penghambatan tertinggi terhadap
EPEC K1-1 oleh
isolat 27n pada pH 8.0 dikuti isolat dan isolat 25n pada pH 7.0 diikuti isolat isolat
34n pada pH 6.0, isolat 7n pada pH 7.0 dan pH 8.0. Antagonis dengan E. coli
(Gambar 17b) menunjukkan bahwa pH 8.0 merupakan pH optimum untuk
menghasilkan aktivitas penghambatan untuk isolat 7n, 25n, 27n. untuk isolat 34n
menghasilkan aktivitas penghambatan pada pH 9.0 tetapi tidak terlalu besar
30
35
25
30
Z o n a b en in g (m m )
Z o n a b en in g (m m )
35
20
15
10
5
0
3
4
5
6
pH
7
8
9
25
20
15
10
5
0
3
4
5
6
7
8
9
pH
(a)
(b)
Gambar 17 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli
7n 25n 27n 34n
Dari kedua bakteri patogen diatas ternyata aktivitas penghambatan akan
lebih baik apabila isolat terpilih ditumbuhkan pada pH 8, dan dapat memberikan
penghambatan pada pH 6.0, 7.0, 9.0. Barrow (1963) menyatakan bahwa
perubahan pH dapat menyebabkan perubahan aktivitas antimikroba hingga
menjadi tidak aktif. Dalam aplikasinya dilapang menunjukkan bahwa senyawa
antibakteri yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n dan 27n akan aktif bekerja pada
saluran ternak yang mempuntai pH alkali seperti usus besar. Dalam produksi
senyawa antibakteri ini, pH inkubasi dapat diatur hingga 8.0 sehingga bakteri
bakteri terpilih ini dapat menghasilkan senyawa aktif untuk menghambat EPEC
K1-1 dan E.coli.
Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric terjadi pada pH 4.0
dan pH 5.0 untuk semua isolat. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh isolat 25n,
pada pH 4.0 diikuti isolat 27n pada pH 4.0 dan isolat 7n dan 34n pada pH 5.0
50
(Gambar 18a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 oleh isolat
35
35
30
30
Z o n a b e n i n g (m m )
Z o n a b e n in g (m m )
27n pada pH 7.0 diikuti isolat 34n dan isolat 7n pada pH 9.0 (Gambar 18b).
25
20
15
10
5
0
25
20
15
10
5
0
3
4
5
6
7
8
9
3
4
5
pH
Gambar 18
6
7
8
9
pH
(a)
(b)
Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric
(b) Salmonella subsp.2. asal ayam
.
7n 25n 27n 34n
Isolat terbaik dalam menghambat Salmonella enteric adalah isolat 25n, 27n,
7n, diikuti 34n. Keempat isolat diatas mempunyai aktivitas penghambatan
terhadap Salmonella enteric pada pH 4 dan 5. Untuk penghambatan terhadap
Salmonella subsp.2. isolat yang paling baik pertumbuhannya adalah 34n pada pH
9.0 diikuti oleh isolat 27n pada pH 7.0, dan 7n, 25n. Pada pH 9.0. Ini
memberikan informasi bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh keempat isolat
untuk menghambat Salmonella enteric memerlukan kondisi yang asam. Dan
untuk menghambat Salmonella subsp.2 memerlukan kondisi alkali. Berdasarkan
data ini diperkirakan senyawa yang dihasilkan keempat isolat dalam menghambat
pertumbuhan kedua patogen adalah senyawa yang berbeda.
Dari hasil optimasi media, suhu dan pH terlihat bahwa aktifitas hambatan
terhadap EPEC K1-1 yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n (23mm), media
MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 500C, pH 7.0 dan diikuti oleh isolat 34n
(21.5mm), media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370C, pH 6.0. Aktivitas
hambatan terhadap E. coli asal ayam yang terbesar diperlihatkan isolat 7n
(13.5mm) media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370 dan pH 8.0 diikuti oleh
isolat 34n (12mm), media TGY modifikasi tanpa agitasi, suhu 500C, pH 8.0.
Pada Salmonella enteric aktivitas hambatan yang terbesar diperlihatkan
oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi (18.875mm), tanpa agitasi, suhu 500C,
51
pH 5.0 diikuti oleh isolat 25n (14.25mm) dan pada media MRS modifikasi. tanpa
0
agitasi, suhu 500C, pH4.0 dan 34n (14.25mm), tanpa agitasi,suhu 30 C pH 5.0.
Antagonis terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam aktifitas hambatan terbesar
pada isolat 34n pada media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370C, pH 9.0
diikuti oleh isolat 27n pada media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 300C,
pH 7.0. Keempat isolat merupakan bakteri potensial sebagai probiotik yang
diharapkan dapat digunakan dalam pakan ayam guna mengendalikan penyakit
seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Bakteri dari genus Bacillus dapat
memproduksi zat antimikrob berupa bakteriosin (Irina et al. 2001), antibiotik, dan
proteinase (Torkar & Matijasic 2003).
Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase
Untuk melihat kemampuan isolat terpilih dalam menghasilkan enzim
degradatif maka dilakukan uji kualitatif amilase, protease, lipase, selulase. Nilai
indeks uji enzim dapat dilihat dalam tabel 6.
Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n
Isolat
7n
Indeks
amilolitik
0.67
Indeks
proteolitik
1.50
Indeks
lipolitik
1.00
Indeks
selulolitik
2.00
25n
0.25
1.50
1.00
1.08
27n
0.50
1.50
-
1.25
34n
0.50
1.25
0.66
0.75
Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas amilolitik berdasarkan adanya zona
bening pada media yang berwarna biru (Gambar 19a). Degradasi yang terjadi
pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine, untuk
mendeteksi adanya enzim α amilase yang berfungsi menghidrolisis α-1,4-glikogen
dan poliglukosa lainnya. Pada awal perlakuan terjadi penurunan berat molekul
pati secara cepat akibat dari pewarnaan iodine. Produk akhir yang utama dari
degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah seperti
glukosa. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis secara
exolitik dan
mendegradasi pati dengan cara memecah maltosa dari ujung rantai pati. [
[
52
7n
25n
27n
34n
(a)
25n
7n
27n
34n
(b)
Gambar 19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim
(a) amilase (b) protease
Keempat isolat diduga menghasilkan enzim α amilase yang mempunyai
kemampuan dalam menghidrolisis ikatan α-1,4 glikogen. Kemampuan dalam
menghasilkan enzim amilase sangat ditentukan oleh gen penghasil enzim dan
lingkungan seperti sumber nitrogen, karbon sodium dan garam potassium, ion
metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan
mikroorganisme (Srivastava 2008).
Kemampuan isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghasilkan enzim amilase
tidak sama. Isolat 7n mempunyai kemampuan yang paling tinggi dengan indeks
amilasenya (0.67) diikuti isolat 27n, 34n, (0.5) sementara isolat 25n nilai
indeksnya 0.25 (tabel 6). Enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n, 27n
dan 34n ini tergolong eksoenzim sehingga dapat digunakan untuk membantu
mencerna pakan oleh inangnya, sehingga pakan dapat tercerna lebih sempurna.
Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul
lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim
untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black 2005)
Enzim α-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai
macam makanan, minuman dan industri tekstil. Sehingga Alfa amilase yang
dihasilkan oleh isolat terpilih ini diharapkan dapat diproduksi dalam skala besar
guna kepentingan diatas. Alfa amilase ekstra seluler telah dihasilkan dari beberapa
bakteri, diantaranya adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan
B.licheniformis (Biogen, 2008).
53
Aktivitas proteolitik dapat dilihat pada gambar (19b) mengindikasikan
kemampuan protease menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi asam
amino. Protease termasuk kedalam kelompok enzim hidrolase karena dalam
reaksinya melibatkan air pada ikatan substrat spesifik. Berdasarkan cara
hidrolisisnya, protease dibedakan menjadi proteinase dan peptidase. Proteinase
menghidrolisis molekul protein menjadi polipeptida, sedangkan peptidase
menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino.
Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas enzim proteolitik yang tinggi
dimana terlihat nilai indeks protease sangat tinggi dan hampir sama pada keempat
isolat. Isolat 7n, 25n, 27n nilai indeks protease 1.5 sedangkan indeks protease 34n
1.25 (tabel 6). Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup.
Keempat isolat berpotensi digunakan sebagai feed additive untuk memacu
pertumbuhan menggantikan antibiotik, karena protease yang dihasilkan keempat
isolat ini tergolong ekstraseluler. Protease ekstraseluler yang dihasilkan keempat
isolat akan sangat menguntungkan kalau dikembangkan karena dapat membantu
memecahkan protein dalam saluran pencernaan ternak menjadi molekul peptida
yang sederhana. Hal ini akan meningkatkan absorpsi nutrisi dan konsumsi pakan
untuk pertumbuhan, serta
produksi dan reproduksi, dan akan memberikan
keuntungan bagi peternak karena terjadinya efisiensi pakan.
Bacillus spp. mempunyai kemampuan proteolitik yang tinggi dibanding
mikroba yang lain. Kelompok bakteri ini selain mempunyai kemampuan
membentuk spora, juga dapat menghasilkan enzim yang berguna dalam
pencernaan seperti amilase dan protease.
Aktivitas lipolitik dan selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat pada
gambar 20a. Dari hasil uji aktivitas lipolitik oleh isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat
bahwa tiga isolat (7n, 25n, 34n) mempunyai aktivitas lipolitik yang ditandai
adanya zona bening disekitar koloni sementara isolat 27n tidak ada aktivitas.
Didapatkannya isolat yang tidak dapat memecah lemak akan sangat baik sekali
dalam penerapannya bagi peternak yaitu untuk membuat ternak yang rendah
kandungan lemak dan tinggi kandungan protein dagingnya.
54
27n
25n
7n
25n
34n
27n
27n
34n
(a)
(b)
Gambar 20 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim
(a) lipase (b) selulase
Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa dengan molekul
kompleks yang berukuran besar. Lipase akan memecah ikatan trigliserida menjadi
molekul yang lebih sederhana seperti reaksi dibawah ini:
Enzim lipase ini spesifik akan memutus rantai fatty acid trigliserol pada posisi
sn-1 dan sn-3, sering disebut dengan lipase spesifik regio 1,3. Asam lemak dan
gliserol akan diserap oleh tubuh untuk digunakan dalam metabolisme tubuh.
Enzim ini juga digunakan dalam hidrolisis triasilgliserol (TAG) menghasilkan
diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (Winarno 1986). DAG adalah ester
gliserol dengan dua molekul asam lemak. DAG digunakan sebagai bahan
pengemulsi dan penstabil produk-produk makanan, kosmetika, dan farmaketika.
Lipase terbukti dapat digunakan sebagai biokatalis untuk meningkatkan kualitas
crude palm oil (CPO) yang lebih baik yaitu minyak sehat (healthy oil).
Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan
enzim lipase, karena bakteri memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan
yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks. Isolat 7n dan 25n
mempunyai nilai indeks lipolitiknya 1 dan isolat 34n nilai indeks lipolitiknya 0.66
( tabel 6). Isolat bakteri yang dapat menghasilkan lipase ini dapat digunakan
untuk mencerna lemak lebih efisien dan juga dapat digunakan dalam industri
sebagai biokatalis. Lipase
sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis,
esterifikasi, alkoholisis, asidolisis dan aminolisis. Selain itu isolat yang mampu
menghasilkan lipase ekstraseluler dapat juga digunakan sebagai starter untuk
55
biodegradasi
limbah
minyak.
penerapannya
sangat
ramah
lingkungan
(Suryadipura, 2001). Menurut Feliatra (1996) dalam Dharmawibawa (2004),
biodegradasi oleh mikroorganisme merupakan salah satu cara yang tepat, efektif
dan hampir tidak ada efek sampinganya pada lingkungan karena tidak
menghasilkan racun atau blooming karena mikroba ini akan mati seiring dengan
habisnya minyak.
Hasil uji selulolitik dari keempat isolat terpilih menunjukkan adanya enzim
selulase yang dihasilkan oleh keempat isolat, enzim ini mampu memecah senyawa
selulosa menjadi molekul sederhana seperti glukosa gambar (20b). Pada pengujian
selulolitik ternyata dari empat isolat, tiga isolat memiliki kemampuan selulolitik
yang tinggi yaitu isolat 7n dengan nilai indeksnya 2, isolat 25n nilai indeksnya
1.083 dan isolat 27n dengan nilai indeksnya 1.25. Untuk isolat 34n nilai
indeksnya rendah sebesar 0.75 (tabel 6). Carboxy methyl cellulose (CMC) adalah
substrat yang digunakan dalam deteksi awal untuk screening enzim selulase
khususnya endoglukanase. Enzim selulase merupakan kelompok enzim glikosil
hidrolase yang menghidrolisis oligosakarida dan polisakarida (Henrissat 1991).
Selulase digunakan oleh bakteri untuk pertahanan diri dari lingkungan serta untuk
kelangsungan hidupnya. Genus Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri
yang mampu mendegradasi selulosa (Lynd et al. 2002).
Secara umum terdapat tiga enzim selulose, yaitu endonuklease yang
memutuskan ikatan non kovalen pada struktur kristal selulosa, eksoselulose yang
menghidrolisis individu selulosa menjadi gula lebih sederhana, β-glukosidase
yang menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa (Criquet 2002).
Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa selanjutnya dimetabolisme
oleh mikroorganisme lain, dalam kondisi aerob glukosa dikonversi menjadi CO2 ,
sedangkan pada kondisi anaerob glukosa dikonversi menjadi asam organik dan
alkohol yang selanjutnya menjadi CH4 dan CO2 (Rao 1982).
Pada hasil uji enzim secara kualitatif ditemukan bakteri kelompok Bacillus
yang dapat memproduksi amilase dan protease, lipase dan sellulase sehingga
terdapat kemungkinan berperan dalam mencerna pakan lebih efisien. Beberapa
spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase,
56
amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan
(Wongsa dan Werukhamkul 2007).
Berdasarkan hasil indeks yang dihasilkan, keempat bakteri ini memiliki
kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan ( Growth promotant) terutama dalam
mendegradasi senyawa kompleks seperti amilum, protein, lipid dan selulosa.
Isolat 7n kemampuan degradasinya paling tinggi dengan nilai IA 0.67, IP 1.5,
IL 1, IS 2 diikuti isolat 25n IA 0.25, IP 1.5, IL 1, IS 1.083, Isolat 34n IA 0.5,
IP1.25, IL 0.66. Isolat 27n IA 0.5, IP 1.5, IS 1.25 dan kemampuan degradasi
lemak tidak ada.
Kemampuan bakteri asal saluran pencernaan (isolat 7n, 25n, 27n, 34n)
dalam menghasilkan enzim enzim ekastraseluler dapat dimanfaatkan oleh
inangnya untuk membantu mengkonversi pakan lebih efisien sehingga dapat
masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elektron donor
(Madigan et al. 2003). Keempat bakteri asal saluran pencernaan memiliki
potensi sebagai probiotik. Hasil identifikasi empat bakteri asal saluran pencernaa
ayam ini termasuk kelompok Bacillus yang dapat memproduksi amilase dan
protease lipase dan selulase.
Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pemberian Bacillus spp.
yang dicampurkan dalam pakan dapat meningkatkan produksi telur dan FCR.
(Feed Convertion Ratio) (Komplang 2000). Bacillus spp. sebagai probiotik yang
berasal dari kultur campuran Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus
cereus yang dapat berfungsi sebagai growth promotor dalam pertumbuhan hewan
dapat
menggantikan
penggunaan
antibiotik
(Komplang
et
al.
2002;
Komplang 2000). Penggunaan Bacillus spp sebesar 0,2% dalam pakan ayam
broiler secara nyata dapat meningkatkan daya cerna serat kasar, peningkatan
bobot hidup, konsumsi dan konversi pakan menjadi efisien (Yuguchi et al. 1992).
Bacillus spp. dapat meningkatkan aktivitas berbagai enzim hidrolitik protease,
lipase dan amilase dalam usus ayam petelur (Sjofyan 2003). B. subtilis dicobakan
pada ayam pedaging dan memberikan hasil yang positif (Jin et al. 1996).
Keuntungan yang dihasilkan dari bakteri Bacillus ini ada kaitannya dengan
keseimbangan mikroflora di dalam saluran gastrointestinal, meningkatnya
kesehatan usus dan memberikan kesehatan menyeluruh dan pada akhirnya akan
57
memperbaiki performance. Probiotik terbukti mampu meningkatkan produksi
ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen.
Dari hasil penelitian, keempat isolat terpilih berpotensi sebagai probiotik
yang dapat menghambat pertumbuhan empat bakteri patogen penyebab penyakit
pada hewan dan manusia dan juga dapat digunakan sebagai makanan imbuhan
dengan
kemampuannya
menghasilkan
beberapa
enzim
ekstraseluler.
Penggunaanya kedepan mampu menggantikan antibiotik yang banyak digunakan
peternak untuk menghambat bakteri patogen dan mampu mengkonversi pakan
lebih efisien dengan enzim enzim yang dihasilkannya, tanpa menimbulkan efek
samping bagi ternak dan konsumen. Selain itu dapat menciptakan ternak yang
rendah kolesterol dan tinggi proteinnya dengan meberikan isolat isolat yang
mampu mendegradasi protein dan isolat yang tak mampu mendegradai lemak,
sehingga protein dapat diserapnya dalam bentuk asam amino semetara lemak
tidak dapat diserap karena tidak mampunya menguraikan lemak menjadi asam
lemak dan gliserol.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
-
Diperoleh 72 isolat hasil solasi bakteri asal saluran pencernaa ayam broiler
yang tidak diberi antibiotik, terdiri dari 38 isolat yang tumbuh pada pH 7.0
dan 34 isolat yang tumbuh pada pH 4.5.
-
Empat isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) memiliki aktivitas penghambatan
cukup bagus terhadap EPEC K1-1, E .coli, Salmonella enteric, Salmonella
subsp.2 asal ayam. Dimana Isolat 7n diperoleh pada bagian duodenum. isolat
25n, 27n, 34n pada bagian intestinum crassum.
-
Hasil identifikasi keempat isolat termasuk kelompok Bacillus.
-
Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh isolat 7n (9mm)
pada media MRS modifikasi dengan suhu dan pH inkubasi 500C dan pH 7.0.
-
Penghambatn tertinggi terhadap E. coli oleh isolat 25n (29 mm) pada media
MRS modifikasi,dengan suhu dan pH inkubasi 400C pada pH 8.0.
-
Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric oleh isolat 7n
pada media MRS modifikasi pada suhu dan pH ingkubasi 300C dan pH 5.0.
-
Penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam oleh isolat 34n
sebesar 19mm pada media MRS modifikasi suhu 370C dengan pH 9.0.
-
Isolat 7n, 25n, dan 34n menghasilkan enzim amilase, protease, lipase,
selulase ekstraseluler. Isolat 27n meghasilkan ketiga enzim kecuali lipase.
-
Isolat 7n mempunyai nilai indeks paling tinggi dengan indeks amilase 0.67,
indeks protease 1.5, indeks lipase 1,dan indeks selulase 2.
Saran
-
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas enzim
ekstraseluler secara kuantitatif dari keempat isolat dan karakterisasi senyawa
antibakteri yang dihasilkannya.
-
Penelitian lanjutan secara in vivo kemampuan isolat menghambat mikrob
patogen dan konversi pakan yang paling tepat untuk memperoleh efektivitas
penghambatan terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric,
Salmonella subsp.2 asal ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Alagaratnam R. 1977. Production of high fruktose syrup from starch. Di dalam
Tan K (ed.). Papers of first International Sagi Symp. Kualalumpur.
Alexander M. 1994 Biodegradation and Bioremediation. United States of
America : Academic Press, Inc.
Anderson A.K. 1958. Esentials of Phisiologi Chemistry. Jhon Wiley dan Sons,
New York.
Anonim. 2006. Bakteri Poteolitik. http://www.wikepedia.org.com . 25 juli 2008
Anonim. 2007. Pencernaan dan Penyerapan Protein http://www. chickaholic.
co.cc. 25 mei 2009.
Anonim. 2008. Soybean. http://www.wikepedia.org.com . 25 juli 2008
Anonim. 2008. Salmonellosis. http://www.unbc.ca/nlui/wildlife_
salmonellosis. htm, diakses pada tanggal 11 Maret 2008.
desease_bc/
Barnes HJ, Gross WB. 1997. Collibacillosis. In:Diseases of Poultry. 10th ed
Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, MC Dougald LR, Saif YM. (Eds.).
Ames. IA.: Iowa State University Press.pp. 131−141.
Barrow W J. 1963. Hot vs. cold extraction methods for making a pH .Barrow W J.
Research Laboratory Publications. no. 1. Richmond. Virginia.
Barrow PA 1992. Probiotics for Chickens. In: Probiotics the Scientific Basis. R
Fuller (Ed). Chapman & Hall, London. pp. 225-259.
Beauchemin KA, Colombatto D, Morgavi DP, Yang WZ. 2003. Use of exogenous
fibrolytic enzymes to improve feed utilization by ruminants. J. Anim. Sci.
81 (E. Suppl. 2): E37-E47.
Benoit V, Mathias R, Lefebure G. 1994. Characterization of Breviscin 27,
Bacteriocin Syinthetized by Lactobacillus brevis SB 27. Curr. Microbiol 28:
53-61.
Bergman, E. 1981. Starch Hydrolysate:Improved Sweetness. Obtained by the use
enzyme. Novo Industry A/s, Denmark.
Biogen. 2008. Amilase. http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/agrobio
/abstrak/agrobio_vol. 05 Mei 2008.
Black JG. 2005. Microbiology Principles And Explorations. John Wiley and Sons,
Inc. United States America.
Brander GM, Pugh DM Baywater RJ. 1991. Veterinary Apllied Pharmacology
and Terurapeutics. 5th Ed. Bailieve Tindal London.
Budiarti S, Triwahyudi A, Rachmania N. 1998. Telaah Faktor Adhesitas E. coli
Enteropatogenik Dalam penanggulangan Diare di Indonesia (laporan akhir
hibah bersaing III). Bogor: FMIPA, IPB.
60
Cai YJ, Chapman, Buswell JA, Chang ST. 1999. Production and distribution of
endoglucanase, cellobiohydrolase, and -glucosidase components of the
cellulolytic system of Bajpai Volvariella volvacea, the edible straw
mushroom. Appl. Environ. Microbiol. 65: 553-559.
Charlton BR, Bermudez AJ, Halvorson DA, Jeffrey JS, Newton LJ, Sander JE,
Wakkernell PS.2000. Avian Diseases Manual. Fifth Edition. American
Association of Avian Pathologist. Poultry Pathology Laboratory University
of Pennsylvania. New Bolton Center. USA.
Chen PJ, Wei TC, Chang YT, Lin LP. 2004. Purification and characterization of
carboxymethyl cellulase. Bot. Bull. Acad. Sin. 45: 111-118.
Cowan, Steel’s. 1973. Manual for the Identification of Medical Bacteri.
Cambridge University Press.
Criquet S. 2002. Measurement and characterization of cellulase activity in
sclerophyllus forest litter. J. Microbiol. Meth. 50: 165-173.
Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology A Textbook of Industrial
Microbiology. USA : Science Tech, Inc.
De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata.ITB.
Bandung.
Dharmawibawa ID. 2004. Isolasi Identifikasi dan Uji Kemampuan Bakteri
Pengurai Minyak Solar dari Perairan Pelabuhan Benoa Bali. Universitas
Udayana. Bali.
Ding SJ, Ge W, Buswell JA. 2001. Endoglucanase I from the edible straw
mushroom, Volvariella volvacea. Eur. J. Biochem. 268: 5687-5695.
Dirjen Peternakan. 1990 Ketentuan dan Tata Cara Usaha Peternakan Direktorat
Bina Usaha Petani dan Pengelolaan Hasil Peternakan. Direktorat Jendral
Peternakan Jakarta.
Drassar BS, Barrow PA. 1985. Intestinal Microbiology. Am Soc for Microbiol.
Duc LH, Hong HA, Barbosa TM, Henriques AO, Cutting SM. 2004.
Characterization of Bacillus Probiotics Available for Human Use. J Appl
Environ Microbiol 70(4): 2161–2171.
FAO/WHO.1992. Residues of Veterinary Drug in Foods. Report of a joint
FAO/WHO Experts Consultation. Rome.
Fardiaz S. 1985. Keamanan Pangan I
Pertanian . Institut Pertanian Bogor.
Mikrobiologi. Fakultas Tekhnologi
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Bogor.
Feliatra. 1996. Biodegradasi petroleum oleh bakteri di perairan Dumai selat
Malaka. Kumpulam Makalah Seminar Maritim Indonesia 1996. Konvensi
Nasional. Pembangunan Benua Maritim Indonesia dalam rangka
mengaktualisasikan Wawasan Nusantara BPPT dan Dewan Hankamnas
Makasar.
61
Fogarty WM. 1983. Microbial amylase. Di dalam WM Fogarty (ed). Microbial
Enzyme and Biotechnology. Applied Science Publishers, London.
Fuller R. 1989. Probiotic in man and animal. J.Appl Bacteriol 66:365-378.
Fuller R. 1991. Probiotic The Scientific Basis. Chapman and Hall. London .P:1-8.
Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In:Probiotic The Scientific
Basis R. Fuller (ed). Chapman and Hall, London. P:1-8
Fuller R. 1997. Probiotics 2. Aplication and Practical Aspects. 1st. Ed.. Chapman
and Hall, London.
Giannella RA. 1996. Salmonella. In: Baron's Medical Microbiology (Barron S
et al. eds.) 4th ed. Univ of Texas Medical Branch
Grisham, Charles M. Reginald H. Garrett .1999. Biochemistry. Philadelphia:
Saunders College Pub, 426–7.
Grizard D, Barthomeuf C.1999. Non–digestible oligosaccharides used as prebiotic
agents : mode of production and beneficial effects on animal and human
health. Reprod Nutr Dev 39 (5-6) 563-88.
Gsianturi. 2002. Probiotik dan Prebiotik untuk kesehatan. http//www.gizi
net/arsip/arc0-2002.html-26k
Gordon RE. 1989. The genus Bacillus. In LearyWO. Ed. Practical Handbook of
Microbiology. CRC Press. Boston. p. 109-126.
Gupte S. 1990, Mikrobiologi Dasar, Alih bahasa oleh Suryawidjaya, J.E.
Binarupa Aksara. Jakarta
Haddadin MSY, S M Abdulrahim, E A R Hashlamoun, and R K Robinson. 1996.
The effect of Lactobacillus acidophilus on the production and chemical
composition on hen’s eggs. Poult. Sci. 75: 491-494.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia Jakarta.
Hasono A. 2002. Mencari anti kanker dan anti kolesterol dari bakteri probiotik.
http//www.cybermed cbn,Net,Id/(15 oktober 2003).
Henrissat B. 1991. A classification of glycosyl hydrolases based on amino acid
aequence aimilarities. J. Biochem. 280 : 309-316.
Hobson P N. 1988. The Rumen Microbial Ecosystem.Elsevier Applied Science,
London.
[
Hurst A. 1981. Nisin. Adv. Appl. Microbiol., 27: 85–122.
Hyronimus B, Marrec CL, and Urdaci MC. 1998. Coagulin, a Bacteriocin-like
Inhibitory Substance Produced by Bacillus coagulans I4. J Appl Microbial
85: 42-50.
Irina VP, Philippe B, Bernard V, Bernard F. 2001. In Vitro Anti Helicobacter
pylori Activity of The Probiotic Strain B. Subtilis 3 is Due to Secretion of
Antibiotic. J Antimicrob Agent Chemother 45:3156-3161.
62
Jay JM. 1986. Modern Food Microbiology second Edition Van Norstand.
Reinhold Company. New York.
Jin LJ, Ho YW, AbdullahN, Ali MA, Jalaludi S. 1996. Effect of adderent
Lactobacillus spp. On in vitro adherence of Salmonella to the intestinal
epithelial cells chikens. J Appl Bacteriol 81:201-206.
Karyadi E. 2003. Prebiotik Memiliki Manfaat yang Sangat Besar . http//www.
Kompas.com/kesehatan/news/0308/26/084340.htm .15 oktober 2003.
Klein C, Kaletta C, Entian KD. 1993. Biosynthesis of The Lantibiotic subtilin is
Regulated by a Histidin Kinase/Response Regulator System. J Appl Environ
Microbiol 59: 296-303.
Komplang I P. 2000. Pengaruh suplementasi kultur Bacillus spp. melalui pakan
atau air minum terhadap kinerja ayam petelur. JITV. 5: 205-209.
Komplang I P, Zainuddin D, Supriyati. 2002. Pengaruh suplementasi Bacillus
appiarius atau Toluraspora delbrueckii
terhadap penampilan ayam
pedaging. Komplang, I. P. 2000. Pengaruh suplementasi kultur Bacillus spp.
melalui pakan atau air minum terhadap kinerja ayam petelur. JITV. 7:139143.
Kone K, Fung YC. 1992. Understanding Bacteriocins and Their Uses in Food.
J Food and Environ Sanit 12: 282-285.
Kosugi Y, Tanaka H, & Tomizuka N. 1990. Continuous hydrolysis of oil by
immobilized lipase in a countercurrent reactor. Biotechnol. & Bioengin.,
36 (6), 617-622.
[
Krieg NR. Holt JG. 1984. Bergey's manual of systematic bacteriology. Williams
& Wilkins, Baltimore and London.
Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Edisi Pertama. Rajawali Pers. Jakarta.
Lee MD, Lawrence HA. 1998. Colibacillosis. In A Laboratory Manual For the
isolation an identification of avian pathogen. American Association of Avian
Pathologist. Fourth Ed. Pennsylvania: pp: 14−16.
Legowo AM 2003. Yoghurt untuk Kesehatan. [email protected]
[15 januari 2008]
Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques JAP, Brandelli A. 2006.
Characterization of a bacteriosin-like substance produced by Bacillus
amyloliquefaciens isolated from the Brazillian Atlantic forest. Intern
Microbiol 9: 111-118.
Lilley D M , Stilwell R H. 1965. Probiotics growth promoting factor produced by
Microorganism animal. J. Dairy Sci. 147:747-748.
Lozano JCN, Meyer JN, Sletten K, Relaz C, Nes IF. 1992. Purification and
Amino Acid Sequence of a Bacteriocin Produced by Pediococcus acidilatic.
J Gen Mikrobiol 138: 1986-1990.
63
Lumyong S, Norkaew N, Ponputhachart D, Lumyong P, dan Tomita F, 2001.
Isolation, Optimitation and Characterization of Xylanase from Endophytic
fungi. Biotechnology for Sustainable Utilization of Biological Resources.
The Tropic, 15.
Lynd LR, Weimer P J, Van Zyl WH van Zyl, Pretorius IS. 2002. Microbial
Cellulose Utilization : Fundamentals and Biotechnology. Microbiol and
Mol Biol Rev. 66(3) : 506-577.
Macrae AR. 1983, Extracelullar microbial lipases. In “Microbial Enzymes and
Biotecknology’, ed. Fogarty, W.M., Applied Science Publiser Ltd, England,
p.225-250.
Madigan MT, Martiko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganism.
(10th ed). New Jersey. Prenticel-Hall.
Martin RG. 1995. Using yeast culture and lactic acid bacteria in broiler breeder
diets. In: Biotechnology in The feed industry. TP. Lyons & KA Jacques
(Eds). Proc. Alltech’s Eleventh Annual Symp. pp. 371-378.
Mc Cracken VJ, Gaskin HR, 1999; Probiotics and the immune system. Horizon
Scientific press. http://horizonpress.com/hsp/pro.html 16 Nov 1999.
Mc Donald P, Edwardr RA r, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal
Nutrition. 6th ed. Ashford Colour Press, Gosport.
Mc farlane GT, Cummings JH. 1999; Probiotics and Prebiotics : can regulating
the activities of intestinal bacteria benefit health? Br. Med.J, 318: 999-1003.
[
Meyer LH. 1978 Food Chemistry. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut.
Mujiasih. 2001. Performan ayam broiler yang diberi antibiotik zinc bacitracin,
probiotic Bacillus sp. Dan berbagai level Saccharomyces cerevisiae dalam
ransumnya (Skripsi). Fakultas peternakan – Institut Pertanian Bogor.
Naim R. 2007. Pilih Sidal atau Statik Pahami Cara Kerja Antibiotik. Infovet
Edisi 155.
Natalia L, Priadi A. 2005. Penggunaan probiotik untuk pengendalian clostridial
necrotic enteritis pada ayam pedaging. JITV 10(1): 71 – 78.
Nataro JP, Kaper JB, 1998. Diarheagenic Escherichia coli, Clinical Microbiol Rev,
11(1):142-201.
Nakazawa Y. 1992. Function of fermented milk: Challenges for the health
sciences. Hasono A (eds.). Elsevier Science Publisher Ltd., University Press,
Cambridge.
Novita E. 2001. Optimasi proses koagulasi flokulasi pada limbah cair yang
mengandung melanoidin. J. Ilmu Dasar 2(1):61-67.
Oliveira. 2004. Rhizobia Amylase Production Using Various Starchy Substances
as Carbon Substrates. http://www.scielo.br/pdf/bjm/v31n4/a11v31n4.pdf.
tanggal akses 05 Mei 2008.
64
Oscariz JC, Pisabarro AG. 2000. Characterization and Mechanism of Action of
Cerein 7, a Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Bc 7. J Appl Microbiol
89: 361-369.
Paik HD, Bae SS, Park SH. 1997. Identification and Partial Characterization of
Tochicin a Bacterion Produced by Bacillus thuringiensis subsp.
tochingiensis. J Indust Microbiol Biotechnol 19: 294-298.
Panigraphy B, Ling Y. 1990. Differentiation of pathogenic and nonpathogenic
Escherichia coli isolated from poultry. Avian Dis. 34: 941– 943.
Paturau JM. 1982. By-Pruducts of the cane Sugar Industry. Amsterdam: Elsevier
Scientivic Publishing Company.
Pelzar M.J and Chan ECS. 1986. Elements of Microbiolosgy. McGraw-Hill
Company.
Prangdimurti E. 2001. Probiotik dan efek perlindungannya terhadap kanker kolon.
Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Bogor. Sekolah Pascasarjana, Instititut
Pertanian Bogor.
Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2000. Microbiology. Ed ke-5. USA: McgrawHill Companies.
Pridmore D, Rekhif N, Pitet AC, Suri B, Mollet B. 1996. Variacin, a New
Lanthyonine-Containing Bacteriocin Produced by Micrococcus varians:
Comparison to Lactin 481 of Lactococcus lactis. J Appl Environ Microbiol
62(5): 799-802.
Rao S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford & IBH Published. New Delhi.
Reddy BS. 1998. Prevention of colon cancer by pro-and prebiotics “: evidence
from laboratory studies. Br J Nutr 80 (4): S219-23.
Reddy BS. 1999. Possible mechanism by which pro-and prebiotics influence
colon carcinogenesis and tumor growth. Br J Nutr 129 (7 Suppl):1478s-82S.
[
Robson, LM, Chambliss G H. 1989. Enzymes Microb. Technol. 11 : 626-644.
Rose A.H. 1980. Microbial enzymes and bioconversion. Academic Press, London,
New York, San Fransisco.
Rusiana, Iswanti DN. 2008 . Mengerikan sebanyak 85% daging ayam broiler
mengandung antibiotik. Pada Seminar SEAMO (Southeast Asian Ministers
of Education Organization) dan Tromed RCCN (Tripical Medicine
Regional Center of Cummunity Nutrition). Universitas Indonesia . Jakarta.
www.poultryindinesia.com 12:35 25 juli 2009.
[
Salminen S, Ouwehand A, Benno Y, lee YK. 1999. Probiotic: how should they be
defined. Trends food Sci techol 10:107-110.
Sartika TT, Rahayu C, Dwiyanto K. 1994. Penggunaan probiotik dalam ransum
dengan tingkat protein yang berbeda terhadap performan ayam broiler
[Laporan Penelitian]. Balitnak Ciawi Bogor.
65
Saxena IM, Brown RM. 2005. Cellulose Biosynthesis: Current Views and
Evolving Concepts. Ann of Bot 96: 9-21.
Seifert HSH, Gessler F. 1997. Continous oral application of probiotic B.cereus an
alternative to prevention of enteroxamia? Anim Res and Dev. 46:30-38.
[[
Shewfelt, Kirsten, Lee H, Richard, Zytner G. 2005. Optimization of nitrogen for
bioventing of gasoline contaminated soil. J. Environ. Eng. Sci. 4: 29–42.
NRC Canada.
Simarmata R, Lekatompessy S, Sukiman H. 2007. Isolasi mikroba endofitik dari
tanaman obat sambung nyawa (Gynura procambens) dan analisis
potensinya sebagai antimikroba. Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan, LIPI, Cibinong Bogor.
Siswono.
2002.
Probiotik,
bakteri
pencegah
http://www.mediando.co.id/. (10 oktober 2008).
ragam
penyakit.
Sjofyan O. 2003. Kajian probiotik AB (Aspergillus niger dan Bacillus spp.)
sebagai imbuhan ransum dan implikasi effeknya terhadap mikroflora usus
serta penampilan produksi ayam petelur. (Disertasi). Universitas Pajajaran
Bandung.
Sjofjan O. 2009. Aspek Keamanan Pakan untuk Menghasilakan Kualitas Produk
Peternakan yang Aman. Jurusan Nutrisi Dan Manakan Ternak, Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang
Soebiyanto T. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu. Gramedia.
Srivastava 2008. Culture Conditions for Production of Thermostable Amylase by
Bacillus
stearothermophilus.
http://www.bio-link.org/sharing_day
/fungalamylase.pdf. tanggal akses 05 Mei 2008.
[
Stanier RY, Adelberg EA, Ingraham J. 1976. The Microbial World. 4th ed.
Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Sukmadi B. 1996. Pemamfaatan sumber karbon dan nitrogen lokal sebagai
substrat untuk produksibahan aktif bioinsektisida Bacillus thuringiensis
subsp.aizawai. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudirman LMI. 1997. Potensi keragaman hayati mikroorganisme dalam
menghasilkan senyawa antimikroba. Kumpulan Abstrak Konas 7
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia; Denpasar, 8-10 Desember 1997.
Sudirman LMI. 1994. Antibiotik. Kursus Singkat Biologi Cendawan. FMIPA.IPB.
Bogor.
Suryadipura P. 2001. Lingkungan Hidup Permasalahan dan Pengelolaannya.
Universitas Udayana. Denpasar
Suryanti H. 1998. Pengaruh tepung jagung dalam medium molase tepung-tepung
kedelai terhadap kinerja Bacillus thuriensis susb sp. Aizawai (skripsi).Bogor.
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
66
Suzuki T, Mushiga Y, Yamane T, dan Shimizu S. 1988. Mass production of
lipase by fedbatch culture of Pseudomonas fluorescens. Appl.
Microbiol.Technol., 27, 417-422.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya.Vol. I. Kanisius.
Yogyakarta.
Tagg JR, Dajani A S, and Wannamaker L W. 1976. Bacteriocin of Gram Positif
Pacteria. Bacteriol Rev 40: 722-756.
Tannock GW. 1999. Introduction. In: Probiotics: A Critical Review (Tannock,
GW ed.) pp. 1–4. Horizon Scientific Press, Norfolk, England.
Todar K. 2005. The Genus Bacillus. Todar’s Online Textbook of Bacteriology.
University of Wisconsin-Medison.
Torkar KG, Matijasic BB. 2003. Partial Characterization of Bacteriocin Produced
by Bacillus cereus Isolated from Milk and Milk Products. Food Technol 41
(2): 121-129.
Turnbull PCB. 1996. Bacillus: Barron's Medical Microbiology. Univ of Texas
Medical Branch. ISBN 0-9631172-1-1.
[
Utomo D. 2002 Apakah probiotik itu?. Infovet, Ed ke 94:38-39.
[
Wahyuni WT, 2006. Isolasi, pemurnian dan identifikasi senyawa anti
β-laktamase dari Streptomyces sp. IVNF1-1 (Penghambat pertumbuhan
bakteri penyebab diare, EPEC K1-1) [Skripsi], Bogor: FMIPA, IPB.
Ward OP.1983. Proteinases. In microbial Enzymes and Biotechnology.Ed WM
Forgaty. Applied Science Publication. New York. Pp 251-317.
[
Winarno FG. 1983. Enzim Pangan .Jakarta, PT. Gramedia.
Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta, PT. Gramedia. 253 p.
Wongsa P, Werukhamkul P. 2007. Product Development and Technical Service,
BioSolution International. Thailand: Bangkadi Industrial Park 134/4.
Wiryosuharto SD.1990. Tinjauan Pcnggunaan Antibiotika di Indonesia Saat ini
dan yang Akan Datang. Bull of Anim Sci.
Yughuchi H, Goto T, Okonogi S. 1992. Fermented milk, lactic drinks and
intestinal microfloral. In: Function of Fermented Milk: Challenges for the
Health Science. Y. and A. Hosono (eds). Elsevier Appl.Sci. Publishers Ltd.
London.
Zanella G, Alboralli AG, Bardotti P, Candotti F, Guadagnini, Martino PA,
Stonfer M. 2000.Severe E. coli O111 septichemia and polyserositis in hens
at the start of lay. Avian Pathol. 29: 311−317.
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Komposisi kimia molase
No
Komponen
Kisaran %)
Rata-ata
1
Air
17 – 25
20
2
Sukrosa
30 – 40
35
3
Glukosa
4 – 9
7
4
Fruktosa
5
– 12
9
5
Gula pereduksi
1 – 5
3
6
Karbohidrat lain
2 – 5
4
7
Abu
7
– 15
12
8
Komponen nitrogen
2 – 6
4.5
9
Asam bukan nitrogen
2 – 6
5
10
Lilin, steroid dan fosfolipid
0.1 – 1
0.4
Lampiran 2 Komposisi kimia tepung kedelai
No
Komponen
Kadar komponen(%)
1
Protein
42.59
2
Nitrogen
6.81
3
Air
4.64
4
Lemak
5
Magnesium
0.15
6
Mangan
0.16
7
Besi
0.05
8
Seng
0.15
9
Fosfor
1.48
10
Kalsium
0.45
19.74
69
Lampiran 3 Komposisi media peremajaan, produksi, serta uji daya hambat isolat
asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap EPEC K1-1, E. coli
asal ayam, Salmonella enteric, Salmonella sp. asal ayam
No
1
2
3
4
Nama media
Nutrient agar (NA)
Nutrient agar (NA) 50% semipadat
Nutrent Broth (NB)
Trypticase Soy Agar (TSA)
Komposisi
Trypticase Soy Broth (TSB)
3
Bacto peptone
5
Bacto agar
15
Beef extract
3
Bacto peptone
5
Bacto agar
9
Beef extract
3
Bacto peptone
5
Pangkreatic digest of
casein
Enzymatic digest os
soybean meal
Dextrosa
17
3
2.5
5
Dipotasium phosphate
2.5
Bacto agar
10
Pangkreatic digest of
casein
Enzymatic digest of
soybean meal
Dextrosa
17
Sodium chlorida
Dipotasium phosphate
6
(g/l)
Beef extract
Sodium chlorida
5
Jumlah
Tripton Glucosa Yeas ekstract
Pangkreatic digest of
(TGY)
casein
3
2.5
5
2.5
5
2.5
70
Yeast ekstract
Dekstrose
7
De Mann Rogosa Sharpe (MRS)
1
Glukose
20
Pepton casein
10
Beef ekstract
8
Natrium acetate 3H2O
5
Yeast ekstract
4
K2 HPO4
2
Triamonium sitrat
0.2
MgSO47H2O
0.2
MnSO44H2O
0.05
Sorbitan monooleat /
1
Tween 80
8
9
TGY modifikasi
MRS modifikasi
Soybean meal
5
Yeast ekstract
2.5
Molase
1
Molase
20
Soy bean meal
10
Beef ekstract
8
Natrium acetate 3H2O
5
Yeast ekstract
4
TSP
2
Urea
0.2
MgSO47H2O
0.2
MnSO44H2O
0.05
71
Lampiran 4 Komposisi Pereaksi Pewarnaan
No.
Nama media
1
Pewarnaan Gram
Komposisi
Jumlah (g/l)
A. Ungu kristal (Hucker’s))
Larutan A
Ungu kristal (90%)
Etil alkohol (95%)
Larutan B
Amonium oksalat
Aquades
B. Iodium Gram
80.0 ml
Kalium iodida ( KI)
2.0 g
Etil alkohol 100%
300.0 ml
95.0 ml
5.0 ml
Safranin O
0.25ml
Etil alkohol 95%
10.0 ml
Aquades
2
0.8 g
1.0 g
Aquades
D. Safranin
20.0 ml
Iodium
Aquades
C. Etil alkohol 95%
2.0 g
100.0 ml
Pewarnaan spora
A. Malakit Hijau
B. Safranin
Malakit hijau
50.0 g
Aquades
100.0 ml
Safranin O
0.25ml
Etil alkohol 95%
10.0 ml
Aquades
100.0 ml
72
Lampiran 5 Hasil isolasi dan identifikasi bakteri asal saluran pencernaan ayam
broiler pada media NA pH 7
Kode
Isolat
Warna
koloni
Karakteristik
koloni
Pewarnaan
Gram
Bentuk sel
dan
penataan
b, lc, d
tu
Bakteri target
E.
coli
S.
enteric
Ephec
K1-1
tu
0
0
0
tu
0
0
0
tu
0
0
0
tu
0
0
0
0
0
Endo
spora
pH 7
PN.I.3.6 (1)
PN.I.3.2 (2)
PN.I.3.4 (3)
PN.I.3.3 (4)
putih
putih
putih
putih
b, ld, c
b, lc, d
b, ld, c
tu
tu
tu
PN.I.3.1 (5)
putih
b, ld, c
tu
tu
0
PN.II.2.1 (6)
putih
b, lc, c
tu
tu
0
0
0
steptobasil
1
0
0
basil
1
0
0
tu
1
0
0
0
0
PN.II.3.1 (7)
PN.II.2.2 (8)
PN.II.3.3 (9)
putih
putih
putih
b, ld, c
b, lc, d
tb, lc, d
positif
positif
tu
PN.II.3.2 (10)
putih
b, ld, c
tu
tu
1
PN.I.3.5 (11)
putih
b, d, lc
tu
tu
0
0
0
tu
1
0
0
tu
1
0
0
tu
0
0
0
bacilus
1
1
0
1
0
PN.III.3.1 (12)
PN.III.2.3 (13)
PN.III.3.3 (14)
PN.III.3.4 (15)
putih
putih
putih
putih
b, lc, c
b, lc, c
b, lc, d
b, lc, c
tu
tu
tu
negatif
PN.I.2.4 (16)
bening
tb, lc, c
tu
tu
0
PN.III (17)
krem
b, lc, c
negatif
cocus
1
1
1
tu
0
0
1
tu
1
0
1
tu
1
0
1
1
1
PN.III.3.1 (18)
PN.III (19)
AN.I.2.2 (20)
Krem
putih
putih
sk, lc, bt
t, tb, tb
b, lc, c
tu
tu
tu
PN.III.3.5 (21)
putih
t, lc, b
tu
tu
1
PN.III (22)
putih
t, lc, b
tu
tu
1
0
0
tu
0
0
1
tu
1
0
1
bacilus
1
1
1
0
1
PN.III (23)
PN.III (24)
PN.III.2.2 (25)
putih
putih
putih
st, lc, b
t, lc, b
c, lc, b
tu
tu
positif
PN.III (26)
putih
st, lc, b
tu
tu
1
PN.III (27)
putih
sk, bo, bt
positif
basil kecil
1
1
1
cocus
0
0
1
tu
0
0
1
tu
0
0
1
tu
0
0
1
0
0
PN.III (28)
AN.II.3.3 (29)
AN.III.3.3 (30)
AN.III.3.1 (31)
putih
putih
putih
putih
t, lc, b
t, lc, b
d, bo, tb
d, bo, d
negatif
tu
tu
tu
AN.III.2.3 (32)
putih
d, lk, tb
tu
tu
0
AN.III.1.1(33)a
putih
c, lc, b
tu
tu
0
0
1
bacilus
0
0
1
tu
0
0
1
tu
0
0
0
1
0
0
0
AN.III.2.2 (34)
AN.III.3.1(35)
PN.III (36)
putih
krem tua
putih
c, lc, b
c, lc, b
c, lc, b
positif
tu
tu
PN.III (37)
putih
c, lc, b
tu
tu
0
PN.III (38)
krem
t, lc, b
tu
tu
1
*PN=pengenceran menambahkan pepton pH 7, AA=pengenceran tanpa penambahan pepton, pH 7,
I=duodenum, II=ileum, III=intestinum crasum b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld =
berlendir; d = datar; c = cembung; bk = berbukit; sk = seperti kawah; t = timbul; st = seperti tombol; bo =
berombak; bl = bentuk L; bt = bundar dengan tepian timbul; k = keriput, tu=tidak diuji/tidak diamati 0=tidak
ada aktivitas penghambatan, 1=ada aktivitas penghambatan
73
Lampiran 6 Hasil isolasi dan karakterisasi bakteri asal saluran pencernaan ayam
broiler yang ditumbuhkan pada pH 4.5
Kode
Isolat
Warna
koloni
Karakteristik
Koloni
Pewarnaan
Gram
Bentuk sel
dan
penataan
b, lk, bk
tu
Endo
spora
Bakteri target
E.
coli
S.
enteric
Ephec
K1-1
tu
0
0
0
diplococus
0
1
0
tu
0
0
0
1
0
Media pH4.5
PA.III.1.1 (1a)
PA.III.3.1 (2a))
PA.II.3.3(3a)2
putih
putih
putih
t, bo, bt
t, lc, b
negatif
tu
PA.III.4 (4a))
putih
t, lc, b
negatif
cocus
0
PA.III.1.1 (5a)
krem
t, lc, b
negatif
cocus
1
1
0
tu
1
0
0
cocus
1
1
0
tu
1
0
0
0
0
PA.II.3.2(6a)
PA.III.1.2 (7a)
PA.III.3.4(8a)
krem
putih
putih
d, bo, bl
d, bo, bl
d, bo, bl
tu
negatif
tu
PA.III.1.5 (9a)
krem
c, lc, b
tu
tu
0
PA.IIII.1.5(10a)
putih
t, lc, b
tu
tu
0
1
0
cocus
0
1
0
tu
0
0
0
tu
0
1
0
0
0
PA.III.1.3 (11a)
PA.III (12a)
PA.III.1.4 (13a)
putih
putih
putih
t, lc, b
t, bo, b
c, lc, b
positif
tu
tu
PA.III.1.3 (14a)
putih
c, lc, b
tu
tu
0
PA.I.2 .1(15a)
putih
t, lc, b
tu
tu
0
1
0
cocus
0
1
0
cocus
1
1
0
streptobasil
0
1
0
tu
0
0
0
0
0
PA.I.2.3 (16a)
PA.III.1.3.4(17a)
PA.II.2.7 (18a)
PA.I.3.5 (19a)
putih
putih
putih
putih
t, lc, bt
t, lc, b
c, lc, b
st, lc, b
negatif
negatif
positif
tu
PA.III.1.6 (20a)
putih
b, lk, bk
tu
tu
1
PA.I.3.3 (21a)
putih
b, lc, bk
tu
tu
1
0
0
cocus
1
1
0
tu
0
0
0
tu
0
0
0
0
0
PA.II.2.8 (22a)
PA.II (23a)
PA.II (24a)
putih
putih
putih
b, lc, bk
b, ld, c
b, d, lc
negatif
tu
tu
PA.III.2.2 (25a)
putih
b, lc, c
tu
tu
1
PA.III(26a)
putih
b, lc, c
tu
tu
1
0
0
tu
1
1
0
tu
1
0
1
tu
1
1
1
1
1
PA.III (27a)
PA.III (28a)
AA.II.3.3 (29a)
putih
putih
putih
b, lc, d
b, lc, c
b, lk, bk
tu
tu
tu
AA.III.3.3 (30a)
putih
b, lc, bk
negatif
cocus
1
AA.II.3.1 (31a)
putih
b, lc, c
tu
tu
0
1
0
bacilus
0
1
0
tu
0
0
1
tu
0
0
1
AA.II.2.3 (32a)
AA.III.1.1(33a)
AA.III.2.2 (34a)
putih
putih
putih
c, lc, b
st, lc, b
b, lc, c
negatif
tu
tu
*PA=pengenceran menambahkan pepton pH 4.5, AA=pengenceran tanpa penambahan pepton, pH 4.5,
I=duodenum, II=ileum, III=intestinum crasum b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld =
berlendir; d = datar; c = cembung; bk = berbukit; sk = seperti kawah; t = timbul; st = seperti tombol; bo =
berombak; bl = bentuk L; bt = bundar dengan tepian timbul; k = keriput, tu=tidak diuji/tidak diamati 0=tidak
ada aktivitas penghambatan, 1=ada aktivitas penghambatan
74
Lampiran 7 Kurva Standar Isolat 7n
Pengenceran
OD
Cfu/ml
Log
1:1
0.282
1.07 x 10 6
6.029384
1:2
0.22
0.535 x 10 6
5.728354
1:4
0.18
0.2675 x 10 6
5.427324
1:8
0.129
0.103375 x 10
6
5.126294
1:16
0.076
0.066875 x 10 6
4.825264
1:32
0.035
0.034375 x 10 6
4.536243
1:64
0.01
0.016718 x 10 6
4.223204
Kerapatan sel ( OD)
Kurva standar Isolat 7n pada m edia NB
0.3
y = 0.1534x - 0.6537
0.25
R2 = 0.9905
0.2
0.15
0.1
0.05
0
4
4.5
5
5.5
log jumlah sel
6
6.5
75
Lampiran 8 Kurva standar isolat 25n
Pengenceran
1:1
OD
1:2
1:4
1:8
1:16
1:32
1:64
Cfu/ml
Log
0.394
3.57 x 10 8
8.552668
0.31
1.785 x 10 8
8.251638
0.251
0.8925 x 10 8
7.950608
0.164
0.44625 x 10 8
7.649578
0.11
0.223125x 10 8
7.348548
0.032
0.1115625 x 10 8
7.047518
0.003
8
6.746488
0.05578125 x 10
Kurva standar isolat 25n pada media
NB
y = 0.2219x - 1.5165
R2 = 0.9902
Kerapatan sel (OD)
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
6.5
7
7.5
Log jum lah sel
8
8.5
76
Lampiran 9 Kurva standar isolat 27n
Pengenceran
1:1
OD
1:2
1:4
1:8
1:16
1:32
Cfu/ml
Log
0.291
0.5 x 10 8
7.69897
0.217
0.25 x 10 8
7.39794
0.154
0.125 x 10 8
7.09691
0.11
0.0625 x 10 8
6.79588
0.034
0.03125 x 10 8
6.49485
0.002
0.015625 x 10 8
6.19382
Kurva standar isolat 27n pada m edia NB
0.3
y = 0.1934x - 1.209
R2 = 0.99
0.25
OD
0.2
0.15
0.1
0.05
0
6
6.5
7
Log jum lah sel
7.5
8
77
Lampiran 10 Kurva standar isolat 34n
Pengenceran
1:1
OD
1:2
1:4
1:8
1:16
1:32
1:64
Cfu/ml
Log
0.318
2.1 x 10 8
8.322219
0.264
1.05 x 10 8
8.021189
0.185
0.525 x 10 8
7.720159
0.131
0.2625 x 10 8
7.419129
0.097
0.133125 x 10
8
7.12426
0.036
0.0684375 x 10 8
6.835294
0.007
0.03421875 x 10 8
6.534264
Kurva standar Isolat 34n pada m edia NB
y = 0.1773x - 1.1686
R2 = 0.9866
0.3
0.25
OD
0.2
0.15
0.1
0.05
0
6
6.5
7
Log jum lah sel
7.5
8
8.5
78
Lampiran 11 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang diantagonis
dengan EPEC K1-1diinkubasi pada berbagai tingkatan suhu
Isolat
7n
25n
27n
34n
25
o
C
30
o
C
0
0
0
0
37
0
0
0
0
o
C
40
o
14.25
0
0
14.5
C
50
o
14
14.25
0
14
C
23
14.25
14
21.5
Lampiran12 Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang
diantagonis dengan E. coli diinkubasi pada berbagai tingkatan
suhu
Isolat
7n
25n
27n
34n
25
o
o
C
25
o
0
0
0
0
o
C
30
0
0
0
0
25
37
C
40
o
13.5
0
10
0
C
50
o
C
0
11.75
0
0
0
0
0
12
Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang
diantagonis dengan Salmonella enteric diinkubasi pada berbagai
tingkatan suhu
Lampiran 14
Isolat
7n
25n
27n
34n
30
0
0
0
0
Lampiran 13
Isolat
7n
25n
27n
34n
C
o
C
37
o
C
18.5
0
0
14.25
40
o
C
0
0
0
4
50
0
0
0
0
o
C
18.875
14.25
9.5
14
Diameter (Ф) zona bening Isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang
diantagonis dengan Salmonella sp. diinkubasi pada berbagai
tingkatan suhu
o
C
30
0
0
0
0
o
C
0
0
4
8.5
37
o
C
0
0
0
13.5
40
o
C
50
0
0
0
8
o
C
0
0
2
0
Download