2.2 Perilaku Konsumtif

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai harga diri, perilaku konsumtif, dan remaja
akhir.
2.1
Harga Diri
2.1.1 Definisi Harga Diri
Menurut Coopersmith (dalam Pohan, 2006) harga diri adalah penilaian yang dibuat
individu untuk menggambarkan penerimaan atau penolakan terhadap keadaan dirinya dan
keyakinan individu bahwa dirinya mampu, sukses dan berharga. Sedangkan menurut Baron dan
Byrne (2004) mengatakan bahwa harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh setiap orang dan
penilaian yang dibuat untuk mempertahankan dirinya. Sementara itu menurut Mussen (dalam
Yanuar, 2004) menyatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi individu terhadap kualitas
dirinya yaitu suatu penilaian yang bersifat positif atau negatif yang dibuat untuk menilai diri
mereka sendiri.
Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya.
Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya
sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian, evaluasi
individu mengenai penerimaan terhadap diri sendiri, perasaan berharga atau mampu terhadap
dirinya sendiri dan bagaimana individu percaya pada kemampuan dirinya.
2.1.2 Bentuk Harga Diri
Berdasarkan penelitian mengenai harga diri yang dilakukan beberapa ahli, Brown dan
Marshall (2006) membagi bentuk harga diri kedalam 3 kategori, yaitu:
1. Harga diri secara global/global self-esteem
Merupakan penilaian individu secara menyeluruh terhadap dirinya yang relatif menetap
dalam berbagai waktu dan kondisi. Harga diri secara global didefinisikan sebagai sikap
positif atau negatif individu terhadap diri secara keseluruhan dan merupakan variabel
kepribadian yang mewakili bagaimana perasaan individu terhadap dirinya. Dalam penelitian
ini menggunakan pengukuran harga diri secara global berdasarkan kepercayaan diri dan
penurunan kepercayaan diri individu.
2. Evaluasi diri/self-evaluation
Merupakan bagaimana cara individu mengevaluasi sesuatu yang terdapat dalam dirinya.
Misalnya seseorang yang merasa kurang yakin dengan kemampuannya di sekolah maka bisa
dikatakan bahwa individu memiliki harga diri yang rendah dalam bidang akademisnya
sedangkan orang yang menganggap dirinya memiliki penampilan yang menarik dan disukai
oleh banyak orang memiliki harga diri yang tinggi dalam bidang hubungan sosial.
3. Feeling of self-worth
Merupakan keadaan emosi yang muncul sesaat berupa perasaan positif maupun negatif.
Hal ini terjadi apabila individu melihat pengalaman yang terjadi pada dirinya dapat
meningkatkan harga diri atau menurunkan harga diri. Misalnya seseorang memiliki harga diri
tinggi karena berhasil masuk perguruan tinggi ternama atau seseorang memiliki harga diri
rendah setelah mengalami kegagalan dalam ujian.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi harga diri seorang individu yang dikemukakan
oleh para ahli (Rosenberg dan Simmons dalam Steinberg, 1999; Steinberg, 1999; Atweter &
Duffy, 1999; Rice, 1993; Clark & Brown dalam Rice, 1993; Luthfi, dkk, 2009) sebagai berikut:
a. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukan remaja putri memiliki harga diri yang rendah
dibandingkan dengan remaja putra. Harga diri remaja putri rendah sedangkan tingkat
kesadaran mereka tinggi dan citra diri mereka mudah terganggu dibandingkan dengan remaja
putra (Rosenberg & Simmons dalam Steinberg, 1999). Remaja putri lebih memperdulikan
harga dirinya agar dapat diterima oleh kelompoknya (Steinberg, 1999).
b. Kelas sosial
Kelas sosial merupakan faktor penentu harga diri, terutama bagi remaja. Secara umum
remaja kelas menengah memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja
dari kelas yang kurang mampu (Steinberg, 1999).
c. Orang tua
Orang tua juga dapat memberikan pengaruh terhadap harga diri individu. Orang tua
adalah sumber yang sangat mempengaruhi harga diri anak-anaknya (Luthfi, 2009). Pola asuh
orang tua mempengaruhi harga diri individu, sebagai contoh gaya pengasuhan autoritarian
dan kekerasan fisik untuk mendisiplinkan anak, anak akan memiliki harga diri yang rendah.
2.1.4 Ciri-Ciri Harga Diri yang Tinggi dan Rendah
Ciri-ciri individu yang memiliki tingkat harga diri yang tinggi atau rendah menurut Clemes
dan Bean (2001). Ciri-ciri seseorang yang memiliki harga diri yang rendah adalah:

menghindari situasi yang dapat menciptakan kecemasan,

merendahkan bakat dirinya,

merasa tak ada seorangpun yang menghargainya,

menyalahkan orang lain atas kelemahannya sendiri,

mudah dipengaruhi oleh orang lain,

merasa tidak berdaya,

menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang sempit.
Sedangkan ciri-ciri seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah:

bangga dengan hasil kerjanya,

bertindak mandiri,

mudah menerima tanggung jawab,

mengatasi prestasi dengan baik,

menanggapi tantangan baru dengan antusiasme,

merasa sanggup mempengaruhi orang lain,

menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas.
2.1.5 Sumber harga diri
Harga diri menurut Eipstein (dalam Mruk, 2006) bersumber dari:
1. Acceptance vs Rejection
Penerimaan atau penolakan dalam hubungan interpersonal seorang individu dengan
orang tua, saudara, teman, pasangan dan lingkungan dapat mempengaruhi perasaan
individu atas dirinya.
2. Virtue vs Guilt
Virtue adalah kepatuhan terhadap standar moral dan etika yang berlaku, sedangkan
guilt merujuk pada kegagalan untuk mematuhi standar moral yang berlaku. Saat
individu bertindak sesuai dengan nilai moral dan etika yang berlaku maka mereka
akan merasa sebagai individu yang layak dan akan mempengaruhi harga diri mereka
secara positif, sebaliknya apabila individu tidak dapat mematuhi standar moral maka
akan mempengaruhi harga dirinya secara negatif.
3. Power vs Powerlessness
Power sebagai kemampuan untuk mengatur atau mengontrol lingkungannya. Dengan
kata lain mampu memberi pengaruh kepada seseorang. Kemampuan individu untuk
berinteraksi dengan lingkungan dan individu sekitarnya dapat menceminkan
kemampuan dalam menghadapi tantangan dan akan mempengaruhi nilai positif.
4. Achievment vs failure
Achievment dapat mempengaruhi harga diri seseorang ketika individu dapat
mencapai kesuksesanpada dimensi tertentu yang berhubungan dengan identitas diri
mereka.
2.2
Perilaku Konsumtif
2.2.1 Definisi Perilaku Konsumtif
Menurut Tambunan (2001) perilaku konsumtif adalah memanfaatkan nilai uang lebih
besar dari produksinya dan melakukan pembelian barang ataupun jasa yang bukan merupakan
kebutuhan pokok. Neufeldt (Zebua & Nurdjayadi, 2001) mengatakan bahwa perilaku konsumtif
adalah seseorang yang melakukan pembelian barang atau jasa bukan lagi berdasarkan kebutuhan
dan melakukan pembelian secara tidak rasional. Engel (dalam Mangkunegara, 2005)
mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-
barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
menentukan tindakan-tindakan tersebut.
Fromm (1995) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang
modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan
yang sesungguhnya. Perilaku konsumtif seringkali dilakukan secara berlebihan sebagai usaha
seseorang untuk memperoleh kesenangan, meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh
hanya bersifat semu. Sedangkan Paraswati (1997) menyatakan bahwa perilaku konsumtif
merupakan perbuatan secara sadar tanpa diikuti adanya perencanaan pembelian dan tidak adanya
pertimbangan tingkat urgensinya atau mendasar tidaknya pembelian tersebut sebagai pemenuhan
keinginan semata yang didorong oleh interaksi sosial individu tersebut.
2.2.2 Indikator Perilaku Konsumtif
Dalam penelitian ini menggunakan indikator perilaku konsumtif berdasarkan ciri perilaku
konsumtif menurut Erich Fromm (1995), yaitu:
1. Pemenuhan keinginan (wants)
Rasa puas pada manusia tidak berhenti pada satu titik saja, melainkan selalu meningkat.
Oleh karena itu dalam pengkonsumsian suatu hal manusia selalu ingin lebih untuk memenuhi
rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut.
2. Barang diluar jangkauan
Jika individu menjadi konsumtif, tindakan konsumsinya menjadi kompulsif dan tidak
rasional. Individu akan selalu merasa “belum puas” dan mencari-cari kepuasan akhir dengan
mendapatkan barang-barang baru. Individu tidak lagi melihat pada kebutuhan dirinya dan
kegunaan barang itu bagi dirinya.
3. Barang tidak produktif
Jika pengkonsumsian barang menjadi berlebihan maka kegunaan konsumsi menjadi tidak
jelas dan barang menjadi tidak produktif.
4. Status
Perilaku individu bisa digolongkan sebagai konsumtif jika individu memiliki barangbarang lebih karena pertimbangan status. Tindakan konsumsi itu sendiri tidak lagi merupakan
pengalaman yang berarti, manusiawi dan produktif karena hanya merupakan pengalaman
“pemuasan angan-angan” untuk mencapai sesuatu (status) melalui barang atau kegiatan yang
bukan merupakan bagian dari kebutuhan dirinya.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Swastha dan Handoko (1987) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumtif seseorang yaitu terdiri dari faktor internal dan eksternal.
A. Faktor internal tersebut adalah:
1. Faktor psikologis
Faktor ini mempengaruhi individu dalam perilaku konsumtif menurut Kotler (2000),
diantaranya:
a. Motivasi
Motivasi dapat mendorong pembelian karena dengan motivasi tinggi untuk melakukan
suatu pembelian produk, barang atau jasa maka individu akan cenderung membeli tanpa
menggunakan faktor rasionalnya.
b. Persepsi
Persepsi berhubungan erat dengan motivasi. Persepsi yang baik maka mendorong
motivasi untuk bertindak akan tinggi, dan menyebabkan individu tersebut bertindak tidak
rasional.
c. Sikap pendirian dan kepercayaan
Melalui bertindak dan belajar individu akan memperoleh kepercayaan dan pendirian.
Dengan kepercayaan yang berlebihan kepada penjual dan pendirian individu yang tidak stabil
maka dapat menyebabkan terjadinya perilaku konsumtif.
2. Faktor pribadi
Menurut Kotlerr (2000) keputusan untuk melakukan pembelian sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi yaitu:
a. Usia
Pada usia remaja individu akan lebih cenderung untuk berperilaku konsumtif
dibandingkan dengan dewasa. Zebua dan Nurdjayadi (2001) remaja putri merupakan
kelompok konsumen yang lebih mudah tertarik untuk melakukan pembelian dan mudah
terbujuk iklan atau rayuan penjual.
b. Pekerjaan
Mempengaruhi individu dalam pola konsumsinya. Seseorang dengan pekerjaan yang
berbeda maka kebutuhannya akan berbeda juga. Hal ini dapat menyebabkan individu
berperilaku konsumtif dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
c. Keadaan ekonomi
Individu yang memiliki uang yang cukup akan cenderung lebih senang membelanjakan
uangnya untuk membeli barang-barang, sedangkan individu dengan ekonomi rendah akan
cenderung hemat untuk membelanjakan uangnya.
d. Kepribadian
Kepribadian juga dapat menentukan pola hidup seseorang, demikian juga perilaku
konsumtif dapat ditentukan dari tipe kepribadian individu tersebut.
e. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempengaruhi perilaku pembelian, remaja putri cenderung lebih konsumtif
dibandingkan dengan pria. Kefgen dan Sprecht (dalam Lina dan Rosyid, 1997) mengatakan
bahwa remaja putri membelanjakan uangnya hampir dua kali lebih banyak daripada remaja
putra.
B. Faktor eksternal tersebut adalah:
1. Kebudayaan
Perilaku manusia sangat ditentukan oleh kebudayaan individu. Pengaruh kebudayaan
akan berubah sesuai dengan perkembangan jaman dan perilaku individu cenderung untuk
menyerap suatu kebudayaan.
2. Kelas sosial
Kelas sosial di dalam masyarakat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu golongan atas
yang meliputi pengusaha kaya, pejabat tinggi, golongan menengah yang meliputi karyawan
instansi pemerintah dan pengusaha menengah dan golongan bawah meliputi pabrik buruh.
Pengelompokan di atas berdasarkan kriteria kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu
pengetahuan.
3. Kelompok sosial dan referensi
Kelompok sosial dan referensi sering disebut kelompok acuan yang mempunyai pengaruh
langsung ataupun tidak langsung terhadap perilaku individu (Kotler, 1995). Mangkunegara
(dalam Kiliwatisia, 2003) mendefinisikan kelompok acuan sebagai kelompok teman yang
mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku individu. Kelompok acuan dapat berupa
kelompok teman atau organisasi tertentu.
4. Keluarga
Keluarga menjadi hal yang sangat penting dalam perilaku konsumtif, karena keluarga adalah
unit pemakaian dan konsumsi untuk banyak produk. Selain itu keluarga juga merupakan tempat
terciptanya sikap perilaku individu.
2.3
Remaja akhir
Menurut Papalia (2004), remaja adalah masa transisi perkembangan dari masa anak-anak
ke masa dewasa yang didalamnya terjadi perubahan fisik, kognitif dan psikososial. Santrock
(2010) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa
dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Remaja merupakan
tahap perkembangan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja terjadi perubahanperubahan dalam diri invidu yang mencakup perubahan fisik, kognitif dan sosial. Perubahan fisik
terjadi perbedaan jelas antara individu, perubahan kognitif perubahan dalam pikiran dan
kemampuan dan perubahan sosial dimana individu mulai mengenal lingkungan diluar keluarga
dan lingkungan sekolah. Remaja adalah individu yang berada pada peralihan antara masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja dituntut untuk dapat menemukan tempat dalam
masyarakat (Monks, 2000).
Havighurst (Yusuf & Sugandhi, 2011) mengemukakan bahwa tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu dimana apabila
tugas-tugas perkembangan pada periode tertentu berhasil dituntaskan, maka akan menimbulkan
kebahagiaan dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan
berikutnya, dan apabila gagal melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada periode tertentu,
maka akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan mengalami kesulitan dalam menghadapi tugastugas berikutnya.
Hurlock (1978) mengatakan bahwa pada masa remaja akhir, remaja akan belajar
menyesuaikan diri terhadap pola-pola hidup baru, belajar untuk memiliki cita-cita yang tinggi,
mencari identitas diri dan pada usia kematangannya mulai belajar memantapkan identitas diri.
Menurut Monks, Knoers & Haditomo (2002) mengatakan bahwa dalam masa remaja akhir
memiliki ciri antara lain: pengungkapan identitas diri, lebih selektif dalam mencari teman
sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berpikir abstrak.
2.3.1 Batasan usia remaja
Batasan usia remaja menurut Monk (2000) adalah antara 12 sampai 21 tahun dan terbagi
atas tiga fase, yaitu:
1. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru,
cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan berlebihan ini
ditambah dengan kurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit
mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
2. Remaja tengah (15-18 tahun)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecendrungan narsistik, yaitu
mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat
yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan. Teman
sebaya memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri
sendiri (self direct). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku.
3. Remaja akhir (18-21 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.
Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan dan mengembangkan sense of personal
identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya
dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini. Saat remaja tidak bisa diterima oleh
kelompok teman sebayanya, maka remaja akhir akan memiliki harga diri yang rendah.
2.4
Kerangka Berpikir
Remaja Akhir
Perilaku Konsumtif
Harga Diri
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Remaja akhir sebagai fokus peneliti menjadi sampel dalam penelitian ini, pada masa
remaja akhir, para remaja ingin memiliki yang lebih tinggi (Kling, Hyde, Showers, dan Buswell
dalam (dalam Papalia, et al., 2004). Akibatnya remaja akhir akan mudah terbujuk dengan hal-hal
yang menyenangkan, ikut-ikutan teman, dan cenderung boros dalam menggunakan uang karena
pada masa ini remaja ingin diterima oleh lingkungannya dengan cara mengikuti mode dan trend
untuk menunjang penampilannya (Mappiare, 1982). Hal ini terjadi karena remaja ingin diterima
oleh lingkungannya dan membuat remaja akhir melakukan sebuah pembelian bukan lagi
berdasarkan kebutuhan dan berperilaku konsumtif.
Remaja sering kali membelanjakan uangnya secara berlebihan dan membeli sebuah
barang yang bukan merupakan kebutuhan mereka dengan tujuan terlihat bernilai maka remaja
mencoba untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu dengan menggunakan simbol status
dalam bentuk mobil, pakaian dan kepemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat (Hurlock,
1996). Hal tersebut didasari oleh reputasi maupun gengsi yang menggambarkan sebuah
keinginan untuk memperoleh kekuatan, pencapaian atau keberhasilan. Tambunan (2001) yang
mengatakan bahwa remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi
bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain
menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang berkembang dan
menjadi tren. Penelitian yang dilakukan oleh Suhadi dan Wandebori (2012) mengatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan dalam pembelian adalah harga diri. Individu
akan membeli dan memakai produk yang dapat membuat mereka merasa bangga, mendapat
kehormatan dan perhatian dari orang lain. Harga diri merupakan faktor yang mempengaruhi
perilaku membeli, semakin remaja memiliki produk-produk yang dianggap sebagai symbol
remaja akan merasa lebih diterima lingkungannya dan harga diri yang dimiliki remaja akan
meningkat (Assauri, 2011)
Maslow (dalam Widodo & Pratitis, 2013) kebutuhan harga diri pada remaja merupakan
kebutuhan yang sangat penting. Dalam kebutuhan harga diri terkandung harga diri dan
penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan prestasi, keunggulan dan
kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan; sedangkan penghargaan dari orang
lain meliputi gengsi, kedudukan, kemasyuran dan nama baik, kekuasaan, pengakuan, perhatian,
penerimaan, martabat dan penghargaan. Remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sangat membutuhkan harga diri, karena harga diri mencapai puncaknya pada
masa remaja (Goebel & Brown, dalam Widodo & Pratitis, 2013). Harga diri remaja berkembang
dan terbentuk dari interaksinya dengan orang lain, melalui penghargaan, penerimaan dan respon
sikap yang baik dari orang lain secara terus menerus.
Hawkins (Hidayati 2001) menyatakan bahwa perilaku konsumtif dapat membuat harga
diri remaja meningkat, hal ini terjadi karena produk-produk yang dimiliki mempunyai arti
simbolik untuk meningkatkan harga diri semakin remaja memiliki produk yang dianggap dapat
meningkatkan status mereka maka harga diri yang dimiliki remaja akan meningkat. Menurut
Monks, Knoers & Haditomo (2002) bahwa dalam masa remaja akhir pengungkapan identitas diri
akan terjadi. Atribut yang baik merupakan sesuatu yang membanggakan bagi remaja dan akan
menaikkan harga dirinya, sebaliknya atribut buruk yang melekat pada dirinya akan dianggap
memalukan dan dinilai merendahkan harga dirinya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan remaja
akan harga diri yang didapat dari lingkungannya. Purnomo (dalam Ramadhan 2012) yang
mengatakan bahwa banyak remaja yang membeli pakaian baru dan ber-merk, membeli produk
untuk menjaga gengsi, membeli barang-barang mahal agar terlihat tampil menarik, membeli
produk agar dipandang hebat hanya untuk meningkatkan harga dirinya. Hal ini membuat remaja
berperilaku konsumtif untuk dapat menunjang penampilannya agar harga diri yang dimiliki
meningkat.
2.6
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
harga diri dan perilaku konsumtif pada remaja akhir di Jakarta.
Download