Laporan Kasus Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,** Arif Abdillah,** Aseanne Femelia Ramadora** *Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. **Dokter Muda FKUI, KDK Kiara Maret 2006. Abstrak: Studi kasus ini menyajikan penatalaksanaan skabies pada seorang pasien usia pra sekolah dengan pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Didapatkan perbaikan masalah klinis pasien. Dilaksanakan pula pemutusan rantai penyebaran dengan perbaikan perilaku kesehatan pasien, keluarga, dan komunitas sekitar, serta perbaikan lingkungan. Kata kunci: sarcoptes scabiei, kedokteran keluarga, anak pra-sekolah. Family Medicine Approach on Scabies in Pre-School Children Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,** Arif Abdillah,** Aseanne Femelia Ramadora** *Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia **Assistant Doctor FMUI, KDK Kiara, March 2006 Abstract: The case study presents management of scabies on pre-school toddler with holistic, comprehensive, integrated, and continuous family medicine approach. The symptoms of scabies are clinically recovered. Infection chain was stopped by improving health behavior of the patient, his family, and environmental condition. Keywords. Sarcoptes scabiei, family medicine, pre-school children. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 63 Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah Pendahuluan Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Perkembangan penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah, tingkat higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan .1,2 Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar bahkan di Jakarta. Kondisi kota Jakarta yang padat merupakan faktor pendukung perkembangan skabies. Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, jumlah penderita skabies terbanyak didapatkan Jakarta yaitu 335 kasus di 3 rumah sakit.1,2 Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat berlangsung melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama. 1,2,3 Kasus adalah seorang anak laki laki berusia 5 tahun yang datang dengan keluhan gatal selama satu tahun, telah berulang kali berobat di Puskesmas untuk keluhannya, tetapi tidak mengalami penyembuhan. Penatalaksanaan kasus dilakukan di Klinik Dokter Keluarga (KDK) FKUI, Kiara, Jakarta oleh dokter muda FKUI dengan bimbingan dokter staf pengajar, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. Masalah kesehatan yang terkait dengan faktor yang berpengaruh diidentifikasi dengan memperhatikan konsep Mandala of Health, dan diselesaikan dengan pendekatan individual untuk penatalaksanaan klinisnya dan pendekatan keluarga dan komunitas untuk penyelesaian faktor yang berpengaruh. Pendekatan tersebut diterapkan secara menyeluruh, paripurna, terintegrasi dan berkesinambungan sesuai konsep dokter keluarga. Penatalaksanaan kasus bertujuan mengidentifikasi masalah klinis pada pasien dan keluarga serta faktor-faktor yang berpengaruh, menyelesaikan masalah klinis pada pasien dan keluarga, dan mengubah perilaku kesehatan pasien dan keluarga serta partisipasi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. 64 Ilustrasi Kasus Anak D datang ke KDK Kiara dibawa oleh ibunya dengan keluhan gatal-gatal hampir di seluruh tubuh sejak satu tahun yang lalu. Gatal dirasakan terutama pada malam hari di daerah sela-sela jari, lipatan bokong, leher, punggung dan perut. Gatal sudah pernah diobati di Puskesmas beberapa kali dengan krim antibiotik dan puyer namun keluhan tidak pernah hilang. Selain pasien, anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah juga memiliki keluhan yang serupa begitu juga para tetangga. Pasien sering menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga timbul koreng dan bekas luka. Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci. Pasien menggunakan handuk bergantian dengan ibunya yang juga memiliki keluhan gatal serupa. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tampak sakit ringan, status generalis dalam batas normal. Status gizi pasien baik: berat badan 23 kg, tinggi badan 112 cm. Status dermatologik: di seluruh tubuh terutama di daerah lipatan paha dan bokong, sela jari tangan dan kaki terdapat papul multipel berukuran milier sewarna kulit sebagian eritematosa. Juga terdapat pustul, erosi dan ekskoriasi yang ditutupi krusta merah kehitaman. Tampak bekas garukan (scratch mark). Dari pemeriksaan parasitologi yang telah dilakukan pada pasien, nenek pasien, dan seorang tetangga dengan gejala gatal serupa, ditemukan tungau dan telur Sarcoptes scabiei dari kerokan kulit. Pasien adalah anak tunggal dari pasangan usia subur yang tinggal di rumah tidak layak huni, hanya berupa satu kamar kontrakan di lantai dua berukuran 2 m x 1.5 m. Sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah, penerangan tergantung pada satu lampu pijar 25 watt. Ventilasi kurang, rumah terasa lembab, hanya ada jendela kecil 30 cm x 50 cm. Kebersihan dan kerapian rumah kurang. Kamar mandi dan jamban menggunakan fasilitas umum. Fasilitas dapur digunakan bersama-sama dengan penghuni kontrakan lain. Air minum dan masak didapat dengan membeli air mineral dalam galon, dan air untuk mandi-cuci-kakus dari pompa tangan. Saluran air dialirkan ke got di depan rumah yang mengalir. Tidak ada tempat sampah baik di dalam maupun di luar rumah sehingga banyak terlihat sampah berserakan baik di dalam maupun di luar rumah. Kegiatan di rumah hanya terbatas untuk tidur, makan, dan mandi. Sepanjang harinya pasien dan ibunya lebih sering beraktivitas di rumah nenek pasien yang berjarak 25 m dari rumah. Rumah nenek berukuran 4 m x 12 m terdiri dari dua lantai, pada siang hari penghuni mencapai 15 orang. Kebersihan rumah kurang, lantai kotor, keadaan rumah lembab, banyak pakaian tergantung di dinding dan berserakan di lantai dan kasur. Sprei, sarung bantal, sarung kursi serta tirai jarang dicuci. Tidak ada tempat sampah baik di dalam maupun di luar rumah sehingga banyak terlihat sampah berserakan baik di dalam maupun di luar rumah. Gaji kepala keluarga (KK) ± Rp 500.000 / bulan dengan biaya mengontrak rumah Rp 150.000 / bulan. Keluarga pasien Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah tidak mempunyai sumber dana kesehatan khusus, seperti tabu-ngan kesehatan. Selama ini keluarga berobat ke layanan kesehatan jika keluhan sudah benar-benar mengganggu dan tidak teratasi dengan obat warung. Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan konsep Mandala of Health (Gambar 1). Diagnosis holistik yang ditegakkan pada pasien adalah sebagai berikut. Pada poin I, alasan kedatangan: gatal-gatal di seluruh tubuh sejak satu tahun yang lalu dengan harapan gatal-gatal bisa hilang dan tidak timbul lagi, keluarga memiliki kekhawatiran penyakit gatal ini sulit disembuhkan. Pada poin II, diagnosis kerja yang ditegakkan adalah skabies. Pada poin III didapatkan masalah perilaku berupa higiene pasien dan keluarga kurang serta perilaku berobat yang buruk. Pada poin IV didapatkan masalah pendapatan keluarga yang kurang dan tidak adanya tabungan kesehatan. Pada poin V ditetapkan skala fungsional pasien derajat 3 yang sesuai dengan usia pasien. Tindakan yang dilakukan meliputi tindakan terhadap pasien, keluarga, dan lingkungannya. Pada pasien dan keluarga diberikan krim permetrin 5% yang dioleskan pada seluruh tubuh (dari leher hingga ke ujung jari kaki), dan dilakukan edukasi terhadap keluarga mengenai skabies (penyebab, gejala, cara penularan, terapi), dan mengenai higiene pribadi serta lingkungan. Keluarga diberikan motivasi untuk mencuci, menjemur, dan menyeterika pakaian dan seprai yang digunakan dalam 1 minggu terakhir. Tindakan untuk mengatasi masalah lingkungan antara lain dengan melakukan penyuluhan mengenai skabies yang dihadiri oleh kader, wakil dari Puskesmas, dan para warga. Pada kesempatan tersebut juga disampaikan pentingnya menjaga higiene lingkungan dan perilaku berobat yang baik. Hasil pembinaan yang telah dilakukan dievaluasi dengan menggunakan indeks koping, dengan hasil peningkatan skor dari 2,2 menjadi 3. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 1. GAYA HIDUP Pemenuhan kebutuhan primer prioritas utama Alokasi khusus untuk kesehatan - PERILAKU KESEHATAN Higiene pribadi lingkungan kurang Berobat hanya jika keluhan FAMILY dan ada LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI Pendapatan keluarga rendah Kehidupan sosial dengan lingkungan baik PASIEN - Gatalgatal seluruh tubuh sejak 1 th Pemuatan Fiak Status generalis dalam batas normal Status dermatologik Papul muilti-pel milier sebagian eritematosa, seluruh tubuh terutama lipatan paha dan bokong serta sela jari tangan. Pustul, erosi, ekskoriasi, scratch mark (+) Lab: ditemukan telur dan PELAYANAN KESEHATAN Jarak rumah– KDK dekat LINGK. KERJA Tidak ada hubungan - FAKTOR BIOLOGI Pasangan KK dan seluruh keluarga di rumah kakek pasien menderita skabies - LINGK. FISIK Ventilasi dan penerangan di dalam rumah kurang Banyak pakaian ditumpuk dan digantung di sembarang tempat Komunitas: pemukiman padat dengan sanitasi buruk - warga sekitar juga menderita skabies Gambar 1. Mandala of Health Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 65 Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah Tabel 1. Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga No. Masalah Fungsi biologis − Pasangan KK dan anggota keluarga yang tinggal di rumah kakek pasien menderita skabies Skor Awal Upaya Penyelesaian Resume Hasil Akhir Perbaikan Skor Akhir 2 − Edukasi mengenai penyakit dan pencegahannya melalui penyuluhan− Pengobatan − Pemeriksaan tungau dan terowongan − Terselenggara penyuluhan − Keluhan berkurang − Ditemukannya tungau, terowongan dan telur 4 Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan − Pendapatan keluarga yang rendah 2 − Motivasi untuk menambah penghasilan dengan memanfaatkan waktu luang 3 − Keluarga tidak memiliki tabungan 3 − Motivasi mengenai perlunya memiliki tabungan − Istri KK berniat memanfaatkan waktu luang untuk memperoleh penghasilan tambahan − Keluarga berniat menyisihkan pendapatan untuk tabungan 4 − Keluarga mencuci baju setelah dipakai, rumah masih kotor − Keluarga sudah berkeinginan untuk memeriksakan kesehatan berkala 3 − Memperbaiki ventilasi dan penerangan − Pintu rumah belum dibuka dan dengan membuka pintu rumah pada kipas angin belum dibersihkan, siang hari dan menggunakan kipas angin ventilasi dan penerangan di yang selalu dibersihkan dalam rumah masih kurang − Edukasi untuk mencuci dan menyeterika baju yang menumpuk. · Pakaian masih ditumpuk dan digantung di sembarang tempat 2 Faktor perilaku kesehatan keluarga − Higiene pribadi dan lingkungan kurang − Berobat jika hanya ada keluhan Lingkungan rumah − Ventilasi dan penerangan di dalam rumah kurang − Banyak pakaian ditumpuk dan digantung di sembarang tempat Total Skor : Rata-rata Skor : 3 3 2 2 − Edukasi mengenai higiene − Edukasi dan motivasi untuk memeriksakan kesehatan berkala karena adanya risiko untuk terjadi kekambuhan 17 2,2 3 2 21 3 Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah Skor 1 Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi. Skor 2 Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider. Skor 3 Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh provider Skor 4 Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider Skor 5 Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga 99 Not Applicable Pembahasan Studi kasus dilakukan pada pasien An. D, usia 5 tahun 2 bulan, dengan keluhan gatal di seluruh tubuh sejak 1 tahun yang lalu. Pasien merupakan anak tunggal dari pasangan usia subur. Penyebab keadaan ini adalah lingkungan rumah yang padat, higiene lingkungan dan higiene perorangan yang kurang yang dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes scabiei. Diagnosis skabies pada pasien ditegakkan atas dasar keluhan gatal pada seluruh tubuh terutama pada daerah lipatan yang dirasakan terutama pada malam hari dan ditemukannya gejala gatal serupa pada anggota keluarga yang tinggal serumah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi berupa papul-papul milier sewarna kulit sebagian eritematosa tersebar di seluruh tubuh terutama di daerah lipatan paha dan bokong, sela jari tangan dan kaki, sebagian 66 berupa pustul dan erosi dan tampak bekas garukan/scratch mark. Ditemukannya tungau pada pemeriksaan kerokan kulit memastikan diagnosis skabies. Penegakkan diagnosis skabies dilakukan atas dasar terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal, yaitu pruritus nokturna, menyerang manusia secara berkelompok, ditemukannya terowongan, dan ditemukannya tungau. 4,5 Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan tungau atau telur, namun tungau sulit ditemukan. Dari 900 pasien skabies rata-rata hanya terdapat 11 tungau per penderita dan pada sebagian besar penderita hanya terdapat 1-5 tungau per penderita.6 Selain itu, skabies juga dapat menyerupai berbagai macam penyakit sehingga disebut juga the great imitator.6 Pada kunjungan ke KDK Kiara pertama kali terapi medikamentosa yang diberikan adalah Permetrin krim 5% yang dioleskan pada seluruh tubuh kecuali bagian wajah. Hal ini Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Skabies Anak Usia Pra-Sekolah sesuai dengan tatalaksana skabies. Pasien juga diberikan antihistamin klasik sedatif ringan untuk mengurangi rasa gatal yaitu klortrimeton sekali sehari pada malam hari. Permetrin sebagai anti skabies lebih poten jika dibandingkan dengan lindan (gameksan) atau krotamiton, juga lebih poten dan aman pada bayi dan anak. Obat ini efektif untuk kasus skabies yang gagal dengan pengobatan skabies lain khususnya lindan. Penularan skabies terutama melalui kontak langsung yang erat, maka untuk keberhasilan terapi seluruh keluarga yang tinggal dalam 1 rumah harus diobati dengan anti skabies secara serentak. 4-8 Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan penting, maka dilakukan edukasi kepada keluarga pasien untuk mencuci pakaian, sprei, gorden dan menjemur sofa dan tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk mematikan semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi kekambuhan.6 Dalam menatalaksana pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya. Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah lainnya seperti fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan lingkungan.9 Masalah ekonomi yang dialami adalah tidak adanya tabungan keluarga. Hal ini karena rendahnya pendapatan keluarga sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sandang. Keluarga dimotivasi untuk menambah sumber pendapatan tambahan melalui pemanfaatan waktu luang, seperti berdagang atau menjadi pramuwisma paruh waktu. Masalah lingkungan rumah pada keluarga adalah ventilasi dan penerangan di dalam rumah yang masih kurang serta banyaknya pakaian ditumpuk dan digantung di sembarang tempat, yang merupakan lingkungan yang baik untuk berkembang biaknya parasit seperti skabies. Keluarga dimotivasi untuk memperbaiki ventilasi dan penerangan dengan membuka pintu rumah pada siang hari dan menggunakan kipas angin yang selalu dibersihkan, serta selalu mencuci dan menyeterika pakaian setelah digunakan dan Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 menyimpannya dalam lemari. Intervensi yang dilakukan terhadap lingkungan adalah memberi penyuluhan mengenai skabies (gejala, penatalaksanaan, penyebaran penyakit, dan pencegahannya) terhadap warga masyarakat dalam satu RW. Selain itu, penemuan kasus skabies pada lingkungan telah dilaporkan kepada Puskesmas setempat. Setelah dilakukan pelaporan ke pihak Puskesmas, mereka hanya dapat menyediakan Salep 2-4 untuk pengobatan skabies. Salep 2-4 yang mengandung belerang endap (sulfur presipitatum) dengan konsentrasi 420% tidak efektif terhadap stadium telur, oleh karena itu penggunaannya tidak boleh kurang dari tiga hari. Kekurangan lain dari obat ini yaitu berbau, lengket, mengotori pakaian, dan kadang mengiritasi kulit.4,6 Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79. Meinking T, Taplin D. Scabies, infestation. Dalam: Schachner LA, Hansen RC, editor. Pediatric Dermatology, edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone Inc., 1995.1347-89. Kramer WL, Mock DE. Scabies. Insect and pests. Available at: http://www.Ianr.uw.edu/pubs/g_1295.htm. Diunduh pada 10 Maret 2006. Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002. Bagian Kulit dan Kelamin. Pedoman pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Perjan RSCM. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2005. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1995. Amer M, El-Gharib I. Clinical trials permethrin versus crotamiton and lindane in the treatment of scabies. International Journal of Dermatology 1992;31:357-8. Schultz MW, Gomez M, Hansen RC, et al. Comparative study of 5% permethrin cream and 1% lindane lotion for the treatment of Scabies. Archives of Dematology 1990;126:167-70. Gan GL, Azwar A, Wonodirekso S. A primer on family medicine practice. Singapore: Singapore International Foundation, 2004. HQ 67