Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata pada Perkalian

advertisement
238 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249
Jurnal Pendidikan Sains
Vol.2, No.4, Desember 2014, Hal 238-249
Tersedia Online di http://journal.um.ac.id/index.php/jps/
ISSN: 2338-9117
Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata pada
Perkalian dan Pembagian untuk Meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar
Sri Lestari
SD Negeri Poncokusumo 01 Kab. Malang
E-mail: [email protected]
Abstract: The purpose of the study is to describe the implemtation of contextual learning real object
of media on multiplication and division to increase motivation and learning outcomes of students
fourth B grade at primary school Poncokusumo 01. The design of the study used action research.
Collected data through were interviews, observations, questionnaires, and tests. The results of the
study of 20 students, which was students’ motivation under the category of Good or Very Good in
cycle I was 73,75%, in cycle II was 97,5%, increased to 23,75%. The average pre-action study was 58,
student completed their 40%, in cycle I was 70%, in cycle II was 76,9, student completed 85%.
Key Words: contextual learning, real object of media, motivation, learning outcome
Abstrak: Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual bermedia
objek nyata pada perkalian dan pembagian untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVB SDN Poncokusumo 01. Rancangan penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, angket, dan tes. Hasil penelitian dari 20 siswa, pada
siklus I siswa yang bermotivasi pada kategori baik atau sangat baik 73,75%, siklus II 97,5% meningkat
23,75%. Rata-rata hasil belajar pra tindakan 58, ketuntasan 40%, siklus I 70%, siklus II 76,9% ketuntasan
85%.
Kata kunci: pembelajaran kontekstual, media objek nyata, motivasi, hasil belajar
M
atematika di dalam kehidupan sehari-hari
sangat bermanfaat. Oleh karena itu perlu
diberikan di sekolah-sekolah untuk membekali siswa agar berguna dalam kehidupannya. Hal
ini sesuai dengan Standar Isi Matematika SD/MI,
yaitu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006). Suherman (2001) matematika dalam kehidupan dimanfaatkan untuk memecahkan masalah,
misalnya berhitung, mengukur luas, berat dan isi. Matematika juga bermanfaat untuk mempelajari mata
pelajaran lain. Dalam pembelajaran matematika perlu
dikaitkan dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya, dalam pembelajaran guru kurang mengaitkan antara matematika dengan manfaatnya, siswa juga belum menyadari bahwa matematika
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya
selama pembelajaran matematika siswa kurang termotivasi belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 siswa,
diperoleh informasi bahwa mereka menganggap matematika pelajaran yang paling sulit terutama bila ada
soal perkalian dan pembagian. Hasil observasi saat
pembelajaran perkalian dan pembagian ditemukan
pembelajaran berpusat pada guru, pembelajaran dilakukan dengan cara menerangkan dan memberi contoh kemudian siswa mengerjakan soal-soal seperti
contoh. Siswa harus hafal perkalian dan pembagian
dasar. Soal yang diberikan tidak kontekstual dan dipilih soal dalam bentuk kalimat matematika dari pada
soal cerita. Dengan demikian penanaman untuk
238
238
Artikel diterima 19/02/2014; disetujui 10/08/2014


Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...239
mengonstruksi dalam pemecahan masalah belum ada.
Selama pembelajaran tidak digunakan alat peraga
untuk memperjelas konsep, juga jarang dilakukan
tanya jawab untuk mengetahui pemahaman siswa
dan tidak memberi kesempatan bertanya.
Pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, belum
ada kerja kelompok, akhirnya siswa kurang motivasi
ketika belajar. Hasil dari tes perkalian dan perkalian
dari 20 siswa terdapat nilai rata-rata kelas 58, yang
mendapat nilai  65; 8 siswa, nilai < 65; 12 siswa.
KKM yang ditentukan di kelas IVB adalah 65 dan
kriteria keberhasilan 75%. Dengan demikian siswa
yang tuntas hanya 8 (40%).
Upaya untuk mengatasi permasalahan di atas
diperlukan pembelajaran yang berpusat pada siswa
agar siswa aktif dan untuk memperjelas konsep diperlukan media yang dapat membantu siswa. Salah satu
pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran kontekstual (Supinah, 2008:3). Pembelajaran kontekstual sebagai proses yang membantu siswa
untuk memahami materi pelajaran dengan menghubungkan konteks kehidupan sehari-hari baik konteks
pribadi, sosial maupun budaya siswa (Johnson, 2009:
67). Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model
pembelajaran yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk belajar aktif melalui pengalaman konkret
yang berhubungan dengan kehidupan nyata (Rusman,
2010:190). Nur M menyatakan pembelajaran kontekstual menekankan pada konteks sebagai permulaan pembelajaran, untuk mengganti pengenalan konsep yang abstrak. Pembelajaran matematika yang
kontekstual dilakukan dengan cara mengenalkan konsep-konsep matematika diawali dari dunia nyata. Masalah nyata yang diberikan kepada siswa sungguhsungguh ada dalam kenyataan kehidupan siswa atau
dapat dibayangkan oleh siswa karena sesuai dengan
apa yang sudah dikenal dalam pengalamannya (dalam
Wardhani, 2004:6).
Karakteristik pembelajaran kontekstual menurut
Sanjaya (2011:256) ada 5, yaitu pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (avtiving knowledge), belajar untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowledge), pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk dipahami dan diyakini (understanding knowledge), pengetahuan yang diperoleh
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa (applying
knowledge), melakukan refleksi sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi (reflecting knowledge). Prinsip pembelajaran
menurut Jonhson (2007:68) ada tiga, yaitu kesaling-
bergantungan (interdependence), diferensiensi
(defferentation), pengaturan diri (self organisation). Strategi yang dilakukan dalam pembelajaran
kontekstual ada lima yaitu, Relating, Experiencing,
Appliying, Cooperating, Transferring (CORD,
1999:4), penerapannya dalam pembelajarannya melibatkan tujuh komponen, yaitu konstriktivis, penemuan,
bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi,
dan penilaian autentik.
Penelitian yang menggunakan pembelajaran
kontekstual adalah Kasmiati (2006) menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual menumbuhkan rasa senang, aktifitas meningkat,
dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Sri Mulyati
(2008) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran
pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh
yang lebih baik pada hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaraan konvensional. Azal (2007) menjelaskan penerapan pembelajaran kontekstual dengan
strategi belajar kooperatif teams games tournament
dapat meningkatkan hasil belajar.
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, guru perlu menyajikan pembelajaran dalam suasana
yang menyenangkan. Menurut Setiawan (2007) dalam pembelajaran guru sering mengalami hambatan.
Salah satu hambatannya adalah ketika guru menyampaikan suatu konsep yang abstrak, guru kesulitan
memvisualisasikan konsep tersebut, sedangkan siswa
juga kesulitan menerima penjelasan secara lisan untuk
memahami konsep itu. Diperlukan media sebagai alat
bantu pembelajaran agar antara guru dan siswa tidak
ada kesalahpahaman konsep, sedangkan di sekolah
tidak tersedia media untuk keperluan tersebut. Guru
dituntut memanfaatkan benda sederhana yang ada
di lingkungan sekitar siswa untuk dijadikan alat peraga.
Matematika adalah mata pelajaran yang memiliki kajian objek yang abstrak. Piaget menggolongkan
anak usia SD antara 7-11 tahun berada pada tahap
operasi konkret. Cara berpikirnya masih berhubungan
dengan situasi yang konkret, persoalan yang abstrak
belum dapat terselesaikan (Santrock,2009:55).
Karena matematika memiliki obyek abstrak dan sifat
perkembangan siswa yang tidak sama, maka guru
perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika sekolah, salah satunya adalah keabstrakan
hendaknya dikonkretkan (Fathani,2013). Dalam pembelajaran matematika menekankan adanya media
(peraga) untuk mengembangkan pemahaman siswa.
Benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan konsep matematika merupakan alat yang penting
240 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249
membantu siswa belajar metamatika (Subanji
2013:81).
Operasi perkalian dan pembagian termasuk salah satu konsep abstrak. Materi yang bersifat abstrak
biasanya sukar dipahami siswa. Untuk mengurangi
keabstrakan perlu digunakan media sebagai alat peraga agar materi yang dipelajari mudah dipahami siswa. Melalui pemilihan alat peraga yang tepat untuk
membantu mengkongkritkan/menvisualisasikan operasi perkalian dan pembagian diharapkan pemahaman
konsep perkalian dan pembagian tertanam dengan
baik. Dengan pemahaman yang baik, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar.
Alat peraga adalah media yang memiliki ciri dan
atau bentuk dari konsep materi ajar yang digunakan
untuk memperagakan materi tersebut sehingga materi
pembelajaran mudah dipahami oleh siswa (Asyhar,
2012:12). Suherman (2001:200) mengatakan bahwa
media yang berupa alat untuk menanamkan konsep
matematika disebut alat peraga. Jadi alat peraga dapat
diartikan sebagai alat bantu yang dapat digunakan
untuk memperagakan/menjelaskan suatu konsep. Di
tingkat SD perlu digunakan alat peraga untuk membantu mengkongkretkan objek-objek matematika
yang abstrak agar siswa lebih memahami.
Mukhlesy (2011) mengutarakan media bisa berupa benda kongkrit yang berfungsi sebagai perantara
untuk mengkongkritkan konsep agar mudah dipahami.
Setyosari & Sihkabudden menjelaskan objek nyata
adalah media pembelajaran tiga dimensi yang dapat
diamati dari arah mana saja, memiliki panjang, lebar,
dan tinggi/tebal. Kebanyakan media tiga dimensi merupakan objek sesungguhnya (real object). Gerlach
dan Ely menjelaskan bahwa obyek nyata (real object) adalah media dari benda sebenarnya. Sanaky
juga menjelaskan bahwa obyek sebenarnya (real object) merupakan alat peraga langsung yang dapat
dibawa ke kelas untuk menjelaskan materi dengan
memperagakan kepada siswa (Asyhar, 2012:13,4647). Seels & Glasgow menggolongkan media realia
(nyata) termasuk media tradisional (Arsyad, 2009:
34).
Untuk mengkongkritkan operasi perkalian dan
pembagian sangat penting digunakan media sebagai
alat peraga. Media yang dipilih adalah objek nyata
yang sederhana dan mudah ditemukan di lingkungan
siswa. Objek yang dipilih adalah gelas plastik dan biji kacang. Pemanfaatan gelas dan biji kacang dalam
pembelajaran, adalah: 1) pada perkalian yaitu, gelas
mewakili faktor perkalian yang pertama atau sebagai
himpunan pencacah, sedangkan biji kacang mewakili
faktor yang kedua atau sebagai pencacah dan hasil;
2) pada pembagian gelas berfungsi sebagai pembagi,
sedangkan biji kacang sebagai terbagi dan hasil (Van
de Walle,2007:161). Pemilihan gelas dan biji kacang
karena kelebihannya, yaitu mudah didapatkan di lingkungan siswa, siswa tidak asing dengan benda-benda
ini, murah, mudah digunakan, dan tidak berbahaya.
Selain itu media ini dipilih karena manfaatnya, yaitu
agar siswa lebih termotivasi belajar dan mudah memahami konsep yang dipelajari sangat diperlukan media yang sesuai dengan materi (Rosyadi:2010). Suherman (2001:203) mengutarakan siswa akan belajar
lebih meningkat bila ada motivasi.
Motivasi belajar sangat penting dalam pembelajaran, sebab merupakan pendorong yang dapat
mengarahkan perilaku seseorang sehingga menyebabkan siswa mau belajar (Schunk, 2012:475-476).
Suciati (2007:310) menjelaskan keberadaan motivasi
belajar pada siswa akan menentukan siswa itu aktif
atau pasif dalam pembelajaran. Munculnya motivasi
berasal dari dua sumber, yaitu karena kesadaran dan
pengaruh dari luar siswa. Keinginan yang muncul
karena kesadaran siswa sendiri untuk melakukan kegiatan belajar disebut motivasi intrinsik, bila muncul
karena pengaruh faktor dari luar dinamakan motivasi
ekstrinsik. Guru biasanya mengharapkan motivasi
yang ideal, yaitu motivasi intrinsik. Kenyataannya
motivasi tidak selalu muncul berdasar kesadaran. Maka penting bagi guru menggunakan strategi yang dapat membantu memunculkan motivasi belajar siswa.
Keller (dalam Suciati, 2007:317) mengidentifikasi ada
4 indikator pembelajaran yang berpengaruh terhadap
motivasi belajar, yaitu guru harus dapat menarik perhatian siswa, mengaitkan pelajaran dengan kebutuhan, minat dan motif belajar, menumbuhkan rasa percaya diri meningkatkan kepuasan siswa. Meningkatnya
motivasi belajar, siswa akan belajar lebih baik sehingga akan membantu mencapai tujuan pembelajaran.
Pencapaian tujuan pembelajaran yang baik merupakan salah satu indikator meningkatnya hasil belajar.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang
memiliki tujuan yang akan dicapai. Perjalanan proses
dalam rangka untuk mencapai tujuan. Pencapaian
tujuan pembeajaran yang diharapkan merupakan hasil
belajar. Pembelajaran merupakan kegiatan yang kompleks. Sudjana (2012:2) mengutarakan hasil belajar
adalah pencapaian tujuan intruksional yang telah
dicapai oleh siswa setelah ia menempuh pengalaman
belajar. Tujuan intruksional pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku siswa setelah pembelajaran.
Degeng (2013:185) mengutarakan hasil pembelajaran


Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...241
adalah semua efek yang menjadi indikator tentang
nilai setelah digunakannya suatu metode dengan kondisi yang berbeda.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan
tes. Tes adalah salah satu alat penilaian hasil belajar.
Sudjana (2011:2) menjelaskan penilaian hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan krteria tertentu. Penilaian mempunyai fungsi, yaitu sebagai alat untuk ketercapaian tujuan pembelajaran, umpan balik pembelajaran, laporan kemajuan belajar siswa kepada orang
tua. Keberhasilan dan kemajuan siswa merupakan
indikator keberhasilan guru dalam proses pembelajaran (Arifin, 2012:5). Dengan demikian hasil penilaian
dapat dijadikan dasar bagi guru untuk meningkatkan
kemampuannya dalam rangka membantu siswa berkembang secara optimal.
Berdasarkan permasalahan dan solusi yang akan
diambil maka dilakukan penelitian tindakan kelas melalui penerapan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan objek nyata yaitu gelas dan biji kacang
yang digunakan membantu mengkongkretkan operasi
perkalian dan pembagian untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
METODE
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah proses investigasi terkendali untuk menemukan dan memecahkan masalah
pembelajaran di kelas, proses pemecahan masalah
tersebut dilakukan secara bersiklus, dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil
pembelajaran di kelas tertentu. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk memecahkan masalah-masalah
di kelas yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan
model guru sebagai peneliti dengan acuan model siklus PTK yang dikembangkan Kemmis dan Taggart
modifikasi Akbar (Akbar, 2010:86). Prosedur penelitian pada setiap siklus dilakukan serangkaian kegiatan
yang diawali dengan perencanaan, dilanjutkan tindakan sekaligus dilakukan observasi, dan refleksi, dari
hasil refleksi dilakukan revisi untuk meningkatkan kekurangan.
Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif
dan kuantitatif, yang meliputi data hasil validasi perangkat pembelajaran, keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual, hasil kerja kelompok, motivasi belajar,
hasil belajar yang dikelompokkan ke dalam 3 macam.
Data-data adalah sebagai berikut. (1) Data keterlaksanaan pembelajaran kontekstual bermedia objek
nyata. (2) Data peningkatan motivasi belajar yang
diperoleh melalui observasi dan angket. (3) Data hasil
belajar diperoleh melalui tes setiap akhir pertemuan
sumber datanya adalah siswa kelas IVB.
Teknik pengumpulan data, dilakukan melalui 7
cara, yaitu validasi perangkat pembelajaran, observasi, dokumentasi, wawancara, angket, LKS, dan tes
tulis. Validasi difokuskan pada perangkat pembelajaran meliputi RPP, alat peraga, lembar observasi, dan
angket yang akan digunakan dalam penelitian. Observasi difokuskan pada kegiatan guru dan motivasi siswa. Kegiatan guru yang diobservasi adalah keterlaksanaan pembelajaran kontekstual bermedia objek
nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian
dan pembagian. Instrumen yang diperlukan adalah
lembar observasi. Lembar observasi kegiatan guru
dalam pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang mengacu pada 7 komponen
kontekstual dan diskriptor pada RPP. Instrumen yang
diperlukan untuk mengetahui motivasi belajar siswa
adalah lembar observasi dan angket. Lembar observasi dan angket berisi tentang aspek-aspek motivasi
mengenai perhatian, kesesuaian/minat dalam belajar,
percaya diri, kepuasan/rasa senang selama pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan
biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian
bilangan cacah. Observasi motivasi siswa dilakukan
setiap pertemuan, sedangkan angket diberikan kepada siswa setiap akhir siklus. Untuk mengetahui siswa
yang memiliki motivasi belajar dilakukan dengan cara
menjumlahkan hasil observasi sebanyak tiga kali di
tambah angket kemudian dibagi 4. Kriteria keberhasilan untuk menentukan siswa memiliki motivasi belajar adalah bila siswa di dalam kelas yang memiliki
kategori Baik atau Sangat Baik mencapai  75%.
Dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini
yaitu identitas siswa kelas IVB, nilai yang diperoleh
siswa pada saat studi pendahuluan, data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, data hasil observasi dan angket motivasi belajar siswa, nilai hasil kerja
kelompok, nilai tes akhir, dan foto kegiatan. Wawancara digunakan untuk mengungkapkan perasaan siswa selama mengikuti pembelajaran. Aspek-aspek
wawancara mengenai kesan siswa dalam pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata. Wawancara
dilakukan setiap selesai pembelajaran untuk melakukan refleksi dan pada waktu tertentu di luar kelas.
Sumber data wawancara siswa, instrumen yang digunakan pedoman wawancara.
242 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249
LKS digunakan untuk melakukan kerja kelompok pada setiap pertemuan. Instrumen yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa, sumber data siswa
kelas IVB. LKS pada siklus I berisi tentang operasi
perkalian dan pembagian dalam bentuk melakukan
kegiatan terbimbing, sedangkan LKS siklus II berisi
masalah dalam bentuk soal cerita. Melalui hasil kerja
kelompok dapat dilihat keefektifan dan kegunaan kerja kelompok untuk saling berbagi pengetahuan dan
membantu teman. Keberhasilan kerja kelompok merupakan salah satu keberhasilan penerapan komponen pembelajaran kontekstual masyarakat belajar.
Tes difokuskan untuk mengumpulkan data hasil belajar kognitif siswa pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah. Tes dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan. Sumber data tes adalah siswa kelas
IVB. Instrumen yang digunakan dalam tes adalah
soal tes subyektif. Hasil tes sebagai dasar untuk menentukan keberhasilan dan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan.
Analisis data menggunakan langkah-langkah
Model Miles dan Huberman yang meliputi: (1) reduksi
data; (2) peyajikan data; (3) menyimpulkan data.
Pengecekan keabsahan data dilakukan melalui
ketekunan pengamat dan triangulasi sumber dan teknik (Sugiyono:2012). Patokan keberhasilan pencapaian hasil belajar siswa digunakan KKM yaitu 65. Kriteria keberhasilan untuk semua data yang dianalisis
adalah 75%.
HASIL
Setelah penyusunan perangkat pembelajaran dilakukan validasi. Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh 2 validator ahli dari Universitas Negeri
Malang. Persentase rata-rata hasil penilaian perangkat pembelajaran 80,47%. Berdasarkan kriteria kevalidan, perangkat pembelajaran yang disusun memiliki
skor rata-rata 70% s.d. 85% dan memenuhi kriteria
kevalidan maka dapat digunakan dalam penelitian.
Perangkat pembelajaran yang sudah divalidasi direvisi sesuai saran validator, kemudian digunakan sabagai
pedoman penelitian tindakan kelas.
Pelaksanaan tindakan siklus I direncanakan tiga
kali pertemuan. Materi pembelajaran pada siklus I,
yaitu (1) pertemuan 1 perkalian dua angka dengan
dua angka, dan perkalian tiga angka dengan satu angka; (2) pertemuan 2 pembagian tanpa sisa secara
susun dua angka dengan satu angka, tiga angka dengan dua angka.; (3) pertemuan 3 tentang pembagian
ada sisa secara susun dua angka dengan satu angka,
tiga angka dengan dua angka. Secara umum penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata
memiliki 3 tahap, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti,
dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal dibuka dengan
salam, doa bersama, dan presensi. Apersepsi menggunakan strategi relating, yaitu bertanya jawab objek
kontekstual yang berhubungan dengan perkalian dan
pembagian. Untuk memperjelas apersepsi tentang
perkalian dan pembagian tersebut dengan strategi
cooperating, yaitu siswa memperagakan ke depan
secara kelompok. Siswa diarahkan pada materi yang
akan dipelajari, dijelaskan tujuan pembelajaran dan
cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam belajar
diharapkan memanfaatkan media gelas dan biji kacang untuk mengkongkretkan perkalian dan perkalian. Selanjutnya siswa dianjurkan mengatur posisi duduk sesuai dengan kelompoknya dan dibagikan gelas,
biji kacang dan LKS.
Pembelajaran pada kegiatan inti menggunakan
strategi experiencing, cooperating, dan appliying.
Kegiatan inti pertama siswa melakukan kegiatan terbimbing pada LKS 1 dengan waktu kurang lebih 10
menit. Pengerjaaan LKS1 awalnya tidak dijelaskan
guru. Secara berkelompok siswa mengonstruksi konsep perkalian dan pembagian dengan mengeksplorasi
gelas dan biji kacang sesuai dengan kemampuannya.
Selama berdiskusi, setiap kelompok diamati, dimotivasi, dan dibimbing. Selesai diskusi siswa diberi kesempatan mempresentasikan hasil diskusinya. Gambar
1 menunjukkan soal dan hasil kerja yang benar, yang
diwakili oleh kelompok IV LKS 1 nomor 2 pada pertemuan 1 tentang perkalian.
Hasil kerja kelompok IV yaitu dalam peragaan
ke depan mereka membawa 10 gelas dan sejumlah
biji kacang. Tiap-tiap gelas diisi 28 biji kacang. Untuk
menghitungnya dilakukan oleh salah satu anggota kelompok dengan menulis di papan dengan menjumlahkan secara berulang bilangan 28 sampai 10 kali dengan hasil akhir 280. Siswa juga menjawab dalam
bentuk perkalian secara susun dan ditulis simpulan
semua biji kacang ada 280.
Jawaban seperti yang disampaikan kelompok
IV, walaupun mereka mengawali dengan peragaan
kemudian menghitung secara susun, ternyata mereka
dapat menjelaskan prosesnya dan hasilnya juga betul.
Dalam pembelajaran kontekstual cara apapun yang
digunakan siswa diperbolehkan asalkan dapat memberikan alasan dan dapat menjelaskannya.
Selanjutnya disajikan hasil kerja kelompok yang
kurang tepat pada pertemuan 2 tentang pembagian
tanpa sisa, yang diwakili oleh kelompok III. Kelompok
Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...243
Gambar 1. Soal dan Hasil Kerja Kelompok IV
LKS I Nomor 2
Gambar 2. Hasil Kerja Kelompok II
III mempresentasikan LKS 1nomor 2. Dalam peragaan ke depan Kelompok III langsung membawa 75
biji kacang dan 6 buah gelas. Dalam peragaan, biji
kacang 75 itu diambil satu persatu dimasukkan ke
gelas. Setelah mengambil sebanyak 12 kali ternyata
biji kacang biji kacangnya tidak habis dan masih ada
sisa 3, akhinya mereka berhenti dan menyatakan sudah selesai. Ketika ditanya, “Mengapa masih ada
sisa?” Jawaban mereka adalah pada soal, isi kacang
di dalam gelas banyaknya harus sama, kalau 3 kacang ini diisikan ke dalam gelas nanti isi gelas banyaknya tidak sama.
Dari jawaban kelompok III terlihat jawabannya
ada sisa. Walaupun jawaban kelompok III tidak sesuai
dengan pembelajaran saat itu adalah pembagian tanpa
sisa dan pada LKS sudah dijelaskan kacang merahnya harus sampai habis ternyata jawaban mereka
ada sisa. Karena kelompok III dapat memberikan
alasan yang tepat maka jawaban mereka tidak disalahkan. Hal ini membuktikan bahwa mereka memahami maksud pembagian. Dengan jawaban itu menunjukkan mereka sudah mampu mengonstruksi pengetahuannya dalam hal pembagian. Jawaban Kelompok III disajikan dalam Gambar 2.
Berdasarkan jawaban dari tap-tiap kelompok,
dilakukan tanya jawab dan membimbing mengalikan
dan membagi dua bilangan secara formal, yaitu secara susun dengan bantuan media gelas dan biji kacang.
Setelah itu siswa berdiskusi lagi membahas LKS 2
yang diharapkan diselesaikan dengan cara susun.
Bentuk permasalahan LKS 2 adalah soal cerita yang
ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian hasil dikusi dibahas secara nersama-sama.
Kegiatan akhir menggunakan strategi appliying
dan tranferring. Kegiatan yang dilakukan tanya jawab untuk menyimpulkan hasil pembelajaran. Kemudian mengadakan refleksi untuk mengetahui kesan
siswa selama pembelajaran kontekstual bermedia
objek nyata gelas dan biji kacang. Selanjutnya dilakukan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Data-data pada siklus I setelah dianalisis didapatkan informasi bahwa persentase keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas
dan biji kacang memiliki rata-rata 88,59% dengan
kategori Sangat Baik. Rata-rata hasil observasi motivasi siswa dengan angket motivasi memiliki kategori
Baik, 73,3%. Nilai rata-rata tes hasil belajar 70 memiliki kategori Baik siswa yang tuntas atau sudah mencapai KKM ada 14 (70%).
Hasilnya refleksi terhadap penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan
biji kacang ada yang belum terlaksana maksimal,
yaitu (1) tujuan dan langkah-langkah pembelajaran
disampaikan terburu-buru serta arahan sebelum kerja
kelompok kurang dipahami oleh sebagian siswa; (2)
pengelolaan waktu kurang efisien; (3) ketika pengaturan tempat duduk untuk kerja kelompok siswa ramai; (4) sebagan siswa bermain-main dengan media
ketika kerja kelompok sedang berlangsung; (5) sebagian siswa kurang merespon ketika diberi pertanyaan
dan kesempatan bertanya. Kondisi ini menyebabkan
penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek
nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian
dan pembagian bilangan cacah belum dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara optimal. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata jumlah siswa
yang memiliki motivasi belajar kategori Baik atau Sangat Baik secara kuantitas yaitu 73,3%, sehingga belum mencapai kreteria keberhasilan yang ditentukan
yaitu 75%, akan tetapi secara kualitas sudah ada perkembangan motivasi, di mana pada pra tindakan saat
pembelajaran siswa ramai, banyak yang ijin keluar
sedangkan pada siklus I siswa yang ramai sudah berkurang dan tidak ada siswa yang ijin keluar karena
244 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249
mereka semua sibuk dengan mengeksplorasi media.
Begitu juga pada hasil belajar, siswa yang mencapai
KKM pada akhir siklus hanya 70% sehingga belum
mencapai kreteria yang ditentukan yaitu 75%. Materi
yang diberikan pada siklus I yang belum dipahami
oleh siswa sebagian besar adalah pembagian dan sebagian kecil tentang perkalian. Karena motivasi belajar siswa dan ketuntasan belum mencapai kriteria
keberhasilan, maka perlu dilaksanakan siklus ke II.
Dengan pertimbangan hasil refleksi, maka dilakukan
penyempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang
ditemukan dan meningkatkan hal-hal yang sudah baik.
Pada siklus II, direncanakan perkalian tetap diberikan
tetapi porsi paling banyak diutamakan pada pembagian.
Berdasarkan hasil refleksi terhadap pembelajaran siklus I dilakukan perencanaan tindakan siklus II.
Pelaksanaan tindakan direncanakan tiga petemuan.
Pada pertemuan 1 materi yang diberikan adalah perkalian dan pembagian. Hasil refleksi pertemuan 1
dibuat perencanaan tindakan dan dilaksanakan pada
pertemuan 2. Berdasarkan hasil refleksi pertemuan
2 dibuat perencanaan tindakan dan dilaksanakan pada
pertemuan 3. Secara umum tahapan dan langkahlangkah pembelajaran sama dengan tahapan siklus
I, yaitu terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan
kegiatan akhir.
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada siklus
II yaitu, pada kegiatan awal dibuka dengan salam,
doa bersama dan presensi. Apersepsi dilakukan dengan tanya jawab tentang perkalian dan pembagian
yang ada hubungannya dengan siswa. Untuk memperjelas apersepsi siswa memperagakan ke depan,
kemudian disampaikan tujuan pembelajaran dan cara
untuk mencapai tujuan.
Pada kegiatan inti pembelajaran tetap dilaksanakan secara kelompok, siswa mengonstruksi cara menyelesaikan masalah perkalian dan pembagian dengan
mengeksplorasi gelas dan biji kacang sesuai dengan
kemampuannya. Bentuk permasalahan LKS I pada
siklus II sudah bukan kegiatan terbimbing tetapi langsung berupa soal cerita. Hal ini dilakukan karena siswa sudah dapat memahami makna tentang perkalian
dan pembagian. Penyelesaian masalah difokuskan
pada proses perkalian dan pembagiannya. Materi
yang diberikan pada siklus II, yaitu (1) pertemuan 1
perkalian dua angka dengan dua angka, pembagian
tiga angka dengan satu angka; (2) pertemuan 2 perkalian secara susun dua angka dengan dua angka,
pembagian dua angka dengan satu angka tanpa sisa
secara susun, pembagian tiga angka dengan satu ang-
ka ada sisa; (3) pertemuan 3 pembagian ada sisa secara susun dua angka dengan satu angka, tiga angka
dengan satu angka, tiga angka dengan dua angka.
Ketika kegiatan diskusi setiap kelompok diamati, dimotivasi, dibimbing, dan diberikan pertanyaan untuk
mengetahui pemahaman mereka. Selesai berdiskusi
siswa mempresentasikan hasil diskusinya. Setelah
salah satu kelompok presentasi, kelompok lain diberi
kesempatan untuk menanggapi hasil pekerjaan temannya.
Seperti halnya pada siklus I kegiatan setelah siswa presentasi dilakukan penjelasan menyelesaikan
masalah perkalian dan pembagian secara formal. Pada kegiatan akhir dilakukan kegiatan menyimpulkan
hasil pembelajaran. Kemudian dilakukan refleksi dengan cara tanya jawab untuk mengetahui kesan siswa
selama pembelajaran kontekstual bermedia objek
nyata gelas dan biji kacang. Selanjutnya dilakukan
tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Informasi yang diperoleh dari hasil analisis data
siklus II, yaitu persentase rata-rata keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas
dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian
bilangan cacah adalah 93,25 termasuk kategori Sangat Baik. Hasil observasi motivasi dan penjaringan
lewat angket didapat informasi jumlah siswa pada
kategori Baik atau Sangat Baik adalah 97,5 kategori
Sangat Baik. Nilai rata-rata tes hasil belajar diperoleh
nilai 76,9 dengan kategori Baik siswa yang tuntas
ada 17 (85%).
Hasil refleksi didapatkan informasi bahwa penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata
gelas dan biji kacang terlaksana sangat baik dan telah
memenuhi kreteria keberhasilan yaitu 75%, dan dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Hal
ini dibuktikan dari jumlah siswa yang kategori Baik
atau Sangat Baik secara kuantitas yaitu 93,25%, dan
telah mencapai di atas kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Secara kualitas peningkatan motivasi semakin baik, yaitu, (1) kualitas kerja kelompok
semakin meningkat dan efektif, saat diskusi siswa
aktif, ada pembagian tugas sesama anggota sehingga
tidak ada siswa yang bermain-main; (2) siswa sudah
memanfaatkan gelas dan biji kacang secara sungguhsungguh untuk membantu menyelesaikan perkalian
dan pembagian, sehingga pemahaman terhadap konsep operasi perkalian dan pembagian semakin baik;
(3) tiap kelompok antusias ingin presentasi. Dari hasil
wawancara sebagai refleksi secara umum siswa menyatakan dengan belajar secara kelompok dan menggunakan media lebih memahami maksud soal cerita
Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...245
dan cara menyelesaikan dibadingkan dengan siklus
I. Hasil belajar siswa juga menunjukkan peningkatan
nilai rata dan jumlah siswa yang tuntas pada akhir
siklus II menjadi 85% dan telah mencapai di atas
kriteria yang ditentukan yaitu 75%. Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan
biji kacang dikatakan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa karena telah mencapai di atas kriteria
keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%.
PEMBAHASAN
Motivasi Belajar Siswa
Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia
objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah bertujuan untuk
meningkatkan motivasi dan hasil siswa belajar kelas
IV SDN Poncokusumo 01 dirasakan masih asing dan
sedikit mengalami hambatan, siswa belum terbiasa
dan harus menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa sebab sebelumnya
pembelajaran berpusat pada guru. Hal ini tidak selaras dengan pendapat Supinah (2008:3) yaitu salah
satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah
pembelajaran kontekstual. Diperlukan bimbingan
agar siswa terbiasa belajar dengan model baru
tersebut. Secara umum pembelajaran kontekstual ada
tiga tahap yaitu, kegiatan awal, inti, dan akhir. Strategi
pembelajaran yang digunakan ada lima, yaitu: relating, experiencing, appliying, cooperating, dan
transferring (CORD). Penerapannya tahap demi
tahap melibatkan 7 komponen pembelajaran kontekstual, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), mengajukan pertanyaan (questioning), masyarakat belajar (Learning Community),
permodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan
penilaian sesungguhnya (Authentic Assesment).
Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran guru hendaknya mampu menciptakan suasana
pembelajaran agar siswa belajar dengan senang, mudah memahami apa yang dipelajari sehingga dapat
mencapai hasil belajar yang optimal. Paradigma pembelajaran sekarang adalah student centered bukan
teacher centered, dalam pembelajaran siswa aktif
mengonstruksi dan melakukan inquiri menemukan
konsep operasi perkalian dan pembagian. Hal ini sejalan dengan Johnson (2002) pendidikan tradisional
menekankan penguasaan dan manipulasi isi, menghafalkan fakta, mempelajari mata pelajaran tidak dihubungkan dengan kegunaannya dalam kehidupan se-
hari-hari, serta berlatih dengan cara yang sama untuk
memperoleh kemampuan berhitung. Piaget juga
mengutarakan siswa akan belajar dengan baik bila
melakukan penemuan, melakukan refleksi, dan mendiskusikan dengan temannya (Santrock, 2009).
Upaya untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu
menggunakan tema-tema tentang peristiwa yang sering dijumpai siswa di lingkungan pada permasalahan
perkalian dan pembagian. Hal ini didukung oleh pendapat Nur M (dalam Wardhani, 2004) bahwa masalah
nyata yang diberikan betul-betul ada dalam kenyataan kehidupan siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa karena sesuai dengan apa yang sudah dikenal
siswa. Permasalahan dalam LKS dan tes dalam bentuk soal cerita. Supinah (2004:32) mengutarakan bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa dan pembelajaran
hendaknya dimulai dengan pengenalan atau pengajuan masalah yang sesuai dengan dengan situasi. Selain
itu juga digunakan media objek nyata gelas dan biji
kacang untuk membantu siswa mengkonkritkan operasi perkalian dan pembagian. Penggunaan alat peraga didukung pendapat Dienes yaitu tiap konsep atau
prinsip dalam matematika bila disajikan dalam bentuk
konkret akan mudah dipahami (Suherman, 2001). Subanji (2013) juga mengutarakan dalam pembelajaran
matematika menekankan media (peraga) untuk mengembangkan pemahaman siswa. Benda-benda fisik
atau manipulatif untuk memodelkan konsep matematika merupakan alat yang penting membantu siswa
belajar metamatika. Selama pembelajaran pengamatan, tanya jawab, dan memotivasi siswa untuk bekerja
sama dan percaya diri.
Pada siklus I suasana kelas pada awal pembelajaran agak ramai dan bingung, karena belum diterangkan cara mengerjakan mereka harus melakukan kegiatan pada LKS secara kelompok. Siswa belum terbiasa belajar secara kelompok, sehingga ketika kerja
kelompok banyak waktu yang digunakan untuk berbicara dan bermain yang kurang berhubungan dengan
materi saat itu. Pada awal pertemuan komunikasi
dan kegiatan kelompok didominasi oleh siswa yang
berkemampuan tinggi dan sedang, siswa yang berkemampuan rendah cenderung diam dan minder, duduknya agak menjauh dengan temannya. Suasana seperti
ini masih terulang pada pertemuan 2. Ternyata setelah
diamati siswa yang berkemampuan rendah betul-betul
tidak percaya diri bila berada satu kelompok dengan
siswa yang pandai. Melalui nasihat dan bimbingan
akhirnya siswa yang berkemampuan rendah mulai
muncul rasa percaya dirinya. Melalui kerja kelompok,
246 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249
kesulitan itu sedikit teratasi. Hal ini sesuai dengan
Lie (2008) bahwa pengelompokan secara heterogen
bermanfaat untuk memberikan kesempatan untuk saling mengajar, meningkatkan relasi, mudah dalam mengelola kelas karena bila satu kelompok ada satu siswa yang berkemampuan tinggi, dia bisa mengajari
teman dalam kelompok. Vygosky juga mendukung
belajar secara kelompok memberikan pengaruh sosial
yang baik pada pembelajaran karena saat siswa
mengalami kesulitan menyelesaikan tugas sendiri, diperlukan bimbingan dari orang yang lebih tua atau
temannya yang lebih terampil (Santrock, 2009). Dalam mengkonstruksi pengetahuaan dengan mengeksplorasi media gelas dan biji kacang gelas untuk menemukan konsep operasi perkalian dan pembagian, setiap kelompok menujukkan cara yang berbeda. Hal
ini sesuai Van deWalle (2007) siswa dibebaskan menyelesaikan soal menggunakan teknik dan caranya
sendiri yang mereka suka dan paham, yang terpenting
adalah bisa menjelaskan. Rasa kurangpercayaan diri
siswa juga terlihat ketika tiap kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasilnya, awalnya mereka takut, malu, dan ragu-ragu. Salah satu jalan untuk mengawali adalah menunjuk salah satu kelompok
untuk presentasi. Mereka dimotivasi, harus berani
maju, tidak perlu takut salah, kalau salah akan dibimbing. Pada pertemuan 3 suasana pembelajaran semakin baik. Secara bertahap siswa berani mempresentasikan hasil kerjanya.
Suasana kelas pembelajaran siklus II sudah tidak
seramai siklus I. Siswa aktif berdiskusi memecahkan
masalah pada LKS. Kualitas kerja kelompok berjalan semakin baik. Komunikasi dalam kelompok antara
siswa berkemampuan tinggi, rendah, dan sedang lebih
baik. Siswa yang kurang percaya diri sudah mulai
berani menjawab pertanyaan dan mulai ada siswa
yang berani mengajukan pertanyaan. Memunculkan
kemauan siswa untuk bertanya ini masih sulit. Setiap
selesai presentasi guru selalu memberi pertanyaan
untuk memantau pemahaman siswa. Pada waktu
presentasi kemampuan memperagakan langkah-langkah perkalian dan pembagian menggunakan media
gelas dan biji kacang juga semakin jelas dan lancar.
Berdasarkan kondisi pra tindakan dibandingkan
dengan hasil observasi dan angket serta kondisi setelah tindakan penerapan pembelajaran kontekstual
bermedia media gelas dan biji kacang secara keseluruhan menunjukkan memenuhi harapan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan motivasi
belajar siswa. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, (1) pembelajaran diawali cerita me-
ngenai peristiwa kontekstual; (2) pembelajaran dilakukan secara kelompok, untuk mengonstruksi dan menemukan konsep operasi perkalian dan pembagian;
(3) dipergunakan LKS sesuai dengan materi yang
dipelajari saat itu; (4) digunakan media untuk mengkonkretkan perkalian dan pembagian; (5) hasil kerja
dapat segera diketahui siswa.
Gambaran peningkatan motivasi belajar siswa
pada pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata
gelas dan biji kacang dapat dapat dilihat pada penilaian hasil observasi motivasi belajar siswa tiap pertemuan dan angket yang diberikan setiap akhir siklus.
Pada siklus I jumlah siswa pada kategori Baik atau
Sangat Baik mencapai 73,75%, maka jumlah siswa
yang memiliki motivasi belajar belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Peningkatan terlihat bertahap yaitu pada siklus II jumlah
siswa yang memiliki motivasi belajar pada kategori
Baik atau Sangat Baik mencapai 97,5%. Maka jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar pada siklus
II sudah mencapai di atas kriteria keberhasilan yang
ditentukan yaitu 75%. Peningkatan motivasi terjadi
secara bertahap, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan
biji kacang sebagai alat peraga untuk membantu
mengkongkretkan konsep operasi perkalian dan pembagian yang abstrak dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil
observasi dan angket motivasi belajar siswa (Tabel
1).
Hasil Belajar Siswa
Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia
objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah bertujuan untuk
meningkatkan hasil siswa belajar kelas IV SDN Poncokusumo 01. Setelah dilakukan tes pada akhir tiap
pertemuan dapat diketahui hasil belajar siswa. Hal
ini sesuai dengan Sudjana (2011) bahwa penggunaan
tes adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa, tes
adalah salah satu alat penilaian. Degeng (2013) juga
mengutarakan bahwa hasil pembelajaran adalah semua efek yang menjadi indikator setelah digunakannya suatu metode dengan kondisi yang berbeda. Hasil
tes yang diperoleh pada siklus I awalnya hanya dapat
meningkatkan rata-rata kelas tetapi ketuntasan siswa
secara klasikal belum memenuhi kreteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Hasil tes yang diperoleh selain untuk mengetahui hasil belajar juga digunakan sebagai umpan balik guru, yaitu sebagai dasar
Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...247
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar pada
pertemuan berikutnya dapat membantu siswa secara
optimal. Berdasarkan hasil refleksi terhadap hasil belajar siklus I dilakukan perbaikan terhadap hal-hal yang
menjadi hambatan dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang ini secara bertahap sehingga pada akhir siklus II dapat meningkatkan
hasil belajar dan jumlah siswa yang tuntas. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan paparan data di atas didapatkan
informasi bahwa pada pra tindakan dari 20 siswa di
kelas IVB nilai rata-rata operasi perkalian dan pembagian 58, siswa yang tuntas 8 (40%). Setelah dilakukan tindakan, hasil tes diperoleh siswa pada siklus I
adalah nilai rata-rata kelas 70 dengan jumlah siswa
yang tuntas atau telah mencapaai KKM 14(70%).
Pada siklus II nilai rata-rata lebih baik dari siklus I,
yaitu nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 76,9
dan siswa yang tuntas atau mencapai KKM adalah
17 (85%). Dari 20 siswa di kelas IVB ada 1 siswa
belum mampu membaca dengan lancar tetapi ia dapat
memanfaatkan media gelas dan biji kacang untuk
membantunya belajar perkalian dan pembagian. Ada
3 siswa yang belum tuntas, hal ini disebabkan karena
mereka sulit menyelesaikan soal tanpa bantuan media sehingga waktu yang diperlukan agak lama, akhirnya tidak dapat menjawab dengan proses yang benar
dan tidak dapat menyelesaikan soal tes hasil belajar.
Sebanyak 16 siswa yang lain sudah dapat menyelesaikan masalah operasi perkalian dan pembagian dengan penjumlahan berulang dan atau dengan cara
susun.
Faktor penyebab perbedaan waktu yang diperlukan dan hasil belajar siswa adalah antara siswa satu
dengan yang lain memiliki karakteristik tidak sama.
Hal ini didukung oleh Winkel yang diungkapkan Asy-
har (2013) bahwa karakteristik siswa itu dipengaruhi
oleh, (1) fungsi kognitif, yang mencakup tingkat intelegensia dan daya kreativitas, keterampilan komunikasi,
daya fantasi, dan lain-lain; ( 2) fungsi konatif-dinamik
mencakup karakter, hasrat, berkehendak, motivasi
belajar, atensi, konsentrasi; ( 3) fungsi afektif, mencakup temperamen, perasaan, sikap, minat; (4) fungsi
sensorik motorik; (5) fungsi lain, seperti individualitas,
kondisi mental, vitalitas psikis, dan perkembangan kepribadian. Piget juga mengutarakan setiap anak walaupun dalam umur yang sama memiliki tahap-tahap
perkembangan kognitif yang tidak sama (Santrock:
2009).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata
gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal
ini dibuktikan dengan tercapainya tujuan pembelajaran
sehingga terdapat kenaikan nilai pada siswa dan jumlah siswa yang tuntas. Hal ini sejalan dengan Kasmiati
(2006) menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual menumbuhkan rasa senang, aktifitas meningkat, dan meningkatkan prestasi
belajar siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penerapan pembelajaran kontekstual pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah pada
siswa kelas IVB SDN Poncokusumo 01 menggunakan strategi relating, experiencing, appliying, cooperating, dan tranferring dalam pelaksanaannya
melibatkan 7 komponen pembelajaran kontekstual dipadu dengan media objek nyata gelas dan biji kacang
berjalan lancar sesuai dengan skenario dalam RPP.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Observasi dan Angket Motivasi Belajar Siswa
Siklus
I
II
Interpretasi
81 ≤ NR ≤100
26,25
57,5
Bangat Baik
61≤ NR ≤ 80
47,5
40
Baik
Jumlah Siswa (%)
41≤ NR ≤ 60 21≤ NR ≤ 40
16,25
2,5
2,5
0
Cukup
Kurang
0 NR≤ 20
0
Sangat Kurang
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Tes Hasil Belajar Pra Tindakan dan Tindakan I, II
Siklus
Pra Tindakan
Siklus I
Peningkatan
Siklus II
Peningkatan
NR Tiap Siklus
58
70
11,4
76,9
18,9
∑ Siswa Tuntas (%)
8 (40%)
14 (70%)
∑ Siswa Tidak Tuntas(%)
12 (40%)
6 (30%)
17 (85%)
15(%)
248 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249
Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia
objek nyata gelas dan biji kacang dapat meningkatkan
motivasi siswa dibuktikan dengan hasil siklus I jumlah
siswa yang memiliki motivasi belajar pada interpretasi
Baik atau Sangat Baik 73,75% dan siklus II 97,5%,
dan sudah tidak ada siswa yang bermain-main, lebih
perhatian, dan percaya diri selama pembelajaran berlangsung.
Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia
objek nyata gelas dan biji kacang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa yang dibuktikan dengan hasil pra
tindakan 58% siswa tuntas 8 (40%), siklus I 70%,
siklus II 76,9% siswa tuntas 17 (85), sehingga dari
pra tindakan sampai siklus II terjadi peningkatan sebesar nilai rata-rata 18,9%, siswa tuntas naik 45%.
Saran
Melalui keberhasilan penelitian penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan
biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian
bilangan cacah ini, diharapkan guru dapat meningkatkan lebih lanjut kemampuannya untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa agar dapat membantu siswa
meningkatkan hasil belajarnya secara optimal.
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta:
Cipta Media.
Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Cetakan keempat.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asyhar, R. 2012. Kreatif mengembangkan Media Pembelajaran. Cetakan pertama. Jakarta: Referensi.
Azal, A.Q. 2007. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
dengan Strategi Belajar Kooperatif Teams Games
Tournament untuk Meningkatkan Ketrampilan
Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
CORD. 1999. Teaching Mathematics Contextually. Texas:
CORD Communcations Inc.
Degeng, N.S. 2013. Ilmu Pembelajaran, Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan Teori dan Penelitian.
Cetakan pertama. Bandung: Aras Media.
Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD dan MI. Jakarta: Depdiknas.
Fathani, H.A. 2012. Hakikat Matematika dan Logika (Abdul Qodir Shaleh. Ed). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Lie, A. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia
Widasarana Indonesia.
Johnson, B, E. 2007. Contextual Teaching & Learning.
Terjemahan Ibnu Setiawan. Bandung: MLC.
Muhklesi, Y.E. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Kosep
Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa
Kelas V SD. Jurnal Pendidikan. (Online), Vol.1:6372, (http://jurnal.upi.edu, diakses tanggal 5 Oktober 2012).
Mulyati, S. 2008. Pengaruh Pendekatan Kontekstual dalam Proses Belajar Matematika terhadap Sikap,
Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMP. Disertasi
tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas
Negeri Malang.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran mengembangkan Profesionalisme Guru. Cetakan keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rosyadi, A.A.P. 2010. Meningkatkan Pemahaman tentang Faktorisasi Suku Aljabar dengan Menggunakan Bahan manipulatif Potongan Kertas Bufalo. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana
Universitas Negeri Malang.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Santrock, W.J. 2009. Psikologi Pendidikan. Terjemahan
Diana Angelina. Jakarta: Salemba Humanika.
Schunk, H. D. 2012. Learning Theories. Terjemahan Eva
Hamidah, Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, D. 2007. Komputer dan Media Pembelajaran.
Ce-takan ketujuh. Jakarta: Universitas Terbuka.
Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan
Inovatif. Cetakan kesatu. Malang: Universitas Negeri Malang.
Suciati. 2007. Belajar & Pembelajaran 2. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sudjana, N. 2011. Penilaian Hasil Proses dan Belajar
Mengajar. Cetakan keenambelas. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D. 2001. Strategi Pembelajaran Matemetika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan
Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan
Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...249
KTSP. Modul Matematika SD Program Bermutu.Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK)
Matematika. (Online), (http://www.p4tkmatematika.
org., diakses tanggal 3 Juni 2013).
Van de Walle, J. Elementary and Middle School Mathematics.(Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran). Sixth Edition.
Terjemahan Suyono. 2006. Jakarta: Erlangga.
Wardhani, S. 2004. Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. Makalah Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar Tingkat Nasional. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG)
Matematika. (Online), (www.p4tkmatematika.org,
diakses tanggal 10 Agustus 2013).
Download