238 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249 Jurnal Pendidikan Sains Vol.2, No.4, Desember 2014, Hal 238-249 Tersedia Online di http://journal.um.ac.id/index.php/jps/ ISSN: 2338-9117 Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata pada Perkalian dan Pembagian untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Sri Lestari SD Negeri Poncokusumo 01 Kab. Malang E-mail: [email protected] Abstract: The purpose of the study is to describe the implemtation of contextual learning real object of media on multiplication and division to increase motivation and learning outcomes of students fourth B grade at primary school Poncokusumo 01. The design of the study used action research. Collected data through were interviews, observations, questionnaires, and tests. The results of the study of 20 students, which was students’ motivation under the category of Good or Very Good in cycle I was 73,75%, in cycle II was 97,5%, increased to 23,75%. The average pre-action study was 58, student completed their 40%, in cycle I was 70%, in cycle II was 76,9, student completed 85%. Key Words: contextual learning, real object of media, motivation, learning outcome Abstrak: Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata pada perkalian dan pembagian untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVB SDN Poncokusumo 01. Rancangan penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, angket, dan tes. Hasil penelitian dari 20 siswa, pada siklus I siswa yang bermotivasi pada kategori baik atau sangat baik 73,75%, siklus II 97,5% meningkat 23,75%. Rata-rata hasil belajar pra tindakan 58, ketuntasan 40%, siklus I 70%, siklus II 76,9% ketuntasan 85%. Kata kunci: pembelajaran kontekstual, media objek nyata, motivasi, hasil belajar M atematika di dalam kehidupan sehari-hari sangat bermanfaat. Oleh karena itu perlu diberikan di sekolah-sekolah untuk membekali siswa agar berguna dalam kehidupannya. Hal ini sesuai dengan Standar Isi Matematika SD/MI, yaitu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006). Suherman (2001) matematika dalam kehidupan dimanfaatkan untuk memecahkan masalah, misalnya berhitung, mengukur luas, berat dan isi. Matematika juga bermanfaat untuk mempelajari mata pelajaran lain. Dalam pembelajaran matematika perlu dikaitkan dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya, dalam pembelajaran guru kurang mengaitkan antara matematika dengan manfaatnya, siswa juga belum menyadari bahwa matematika diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya selama pembelajaran matematika siswa kurang termotivasi belajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 siswa, diperoleh informasi bahwa mereka menganggap matematika pelajaran yang paling sulit terutama bila ada soal perkalian dan pembagian. Hasil observasi saat pembelajaran perkalian dan pembagian ditemukan pembelajaran berpusat pada guru, pembelajaran dilakukan dengan cara menerangkan dan memberi contoh kemudian siswa mengerjakan soal-soal seperti contoh. Siswa harus hafal perkalian dan pembagian dasar. Soal yang diberikan tidak kontekstual dan dipilih soal dalam bentuk kalimat matematika dari pada soal cerita. Dengan demikian penanaman untuk 238 238 Artikel diterima 19/02/2014; disetujui 10/08/2014 Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...239 mengonstruksi dalam pemecahan masalah belum ada. Selama pembelajaran tidak digunakan alat peraga untuk memperjelas konsep, juga jarang dilakukan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman siswa dan tidak memberi kesempatan bertanya. Pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, belum ada kerja kelompok, akhirnya siswa kurang motivasi ketika belajar. Hasil dari tes perkalian dan perkalian dari 20 siswa terdapat nilai rata-rata kelas 58, yang mendapat nilai 65; 8 siswa, nilai < 65; 12 siswa. KKM yang ditentukan di kelas IVB adalah 65 dan kriteria keberhasilan 75%. Dengan demikian siswa yang tuntas hanya 8 (40%). Upaya untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan pembelajaran yang berpusat pada siswa agar siswa aktif dan untuk memperjelas konsep diperlukan media yang dapat membantu siswa. Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran kontekstual (Supinah, 2008:3). Pembelajaran kontekstual sebagai proses yang membantu siswa untuk memahami materi pelajaran dengan menghubungkan konteks kehidupan sehari-hari baik konteks pribadi, sosial maupun budaya siswa (Johnson, 2009: 67). Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk belajar aktif melalui pengalaman konkret yang berhubungan dengan kehidupan nyata (Rusman, 2010:190). Nur M menyatakan pembelajaran kontekstual menekankan pada konteks sebagai permulaan pembelajaran, untuk mengganti pengenalan konsep yang abstrak. Pembelajaran matematika yang kontekstual dilakukan dengan cara mengenalkan konsep-konsep matematika diawali dari dunia nyata. Masalah nyata yang diberikan kepada siswa sungguhsungguh ada dalam kenyataan kehidupan siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa karena sesuai dengan apa yang sudah dikenal dalam pengalamannya (dalam Wardhani, 2004:6). Karakteristik pembelajaran kontekstual menurut Sanjaya (2011:256) ada 5, yaitu pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (avtiving knowledge), belajar untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge), pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk dipahami dan diyakini (understanding knowledge), pengetahuan yang diperoleh dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa (applying knowledge), melakukan refleksi sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi (reflecting knowledge). Prinsip pembelajaran menurut Jonhson (2007:68) ada tiga, yaitu kesaling- bergantungan (interdependence), diferensiensi (defferentation), pengaturan diri (self organisation). Strategi yang dilakukan dalam pembelajaran kontekstual ada lima yaitu, Relating, Experiencing, Appliying, Cooperating, Transferring (CORD, 1999:4), penerapannya dalam pembelajarannya melibatkan tujuh komponen, yaitu konstriktivis, penemuan, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian autentik. Penelitian yang menggunakan pembelajaran kontekstual adalah Kasmiati (2006) menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual menumbuhkan rasa senang, aktifitas meningkat, dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Sri Mulyati (2008) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh yang lebih baik pada hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaraan konvensional. Azal (2007) menjelaskan penerapan pembelajaran kontekstual dengan strategi belajar kooperatif teams games tournament dapat meningkatkan hasil belajar. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, guru perlu menyajikan pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan. Menurut Setiawan (2007) dalam pembelajaran guru sering mengalami hambatan. Salah satu hambatannya adalah ketika guru menyampaikan suatu konsep yang abstrak, guru kesulitan memvisualisasikan konsep tersebut, sedangkan siswa juga kesulitan menerima penjelasan secara lisan untuk memahami konsep itu. Diperlukan media sebagai alat bantu pembelajaran agar antara guru dan siswa tidak ada kesalahpahaman konsep, sedangkan di sekolah tidak tersedia media untuk keperluan tersebut. Guru dituntut memanfaatkan benda sederhana yang ada di lingkungan sekitar siswa untuk dijadikan alat peraga. Matematika adalah mata pelajaran yang memiliki kajian objek yang abstrak. Piaget menggolongkan anak usia SD antara 7-11 tahun berada pada tahap operasi konkret. Cara berpikirnya masih berhubungan dengan situasi yang konkret, persoalan yang abstrak belum dapat terselesaikan (Santrock,2009:55). Karena matematika memiliki obyek abstrak dan sifat perkembangan siswa yang tidak sama, maka guru perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika sekolah, salah satunya adalah keabstrakan hendaknya dikonkretkan (Fathani,2013). Dalam pembelajaran matematika menekankan adanya media (peraga) untuk mengembangkan pemahaman siswa. Benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan konsep matematika merupakan alat yang penting 240 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249 membantu siswa belajar metamatika (Subanji 2013:81). Operasi perkalian dan pembagian termasuk salah satu konsep abstrak. Materi yang bersifat abstrak biasanya sukar dipahami siswa. Untuk mengurangi keabstrakan perlu digunakan media sebagai alat peraga agar materi yang dipelajari mudah dipahami siswa. Melalui pemilihan alat peraga yang tepat untuk membantu mengkongkritkan/menvisualisasikan operasi perkalian dan pembagian diharapkan pemahaman konsep perkalian dan pembagian tertanam dengan baik. Dengan pemahaman yang baik, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar. Alat peraga adalah media yang memiliki ciri dan atau bentuk dari konsep materi ajar yang digunakan untuk memperagakan materi tersebut sehingga materi pembelajaran mudah dipahami oleh siswa (Asyhar, 2012:12). Suherman (2001:200) mengatakan bahwa media yang berupa alat untuk menanamkan konsep matematika disebut alat peraga. Jadi alat peraga dapat diartikan sebagai alat bantu yang dapat digunakan untuk memperagakan/menjelaskan suatu konsep. Di tingkat SD perlu digunakan alat peraga untuk membantu mengkongkretkan objek-objek matematika yang abstrak agar siswa lebih memahami. Mukhlesy (2011) mengutarakan media bisa berupa benda kongkrit yang berfungsi sebagai perantara untuk mengkongkritkan konsep agar mudah dipahami. Setyosari & Sihkabudden menjelaskan objek nyata adalah media pembelajaran tiga dimensi yang dapat diamati dari arah mana saja, memiliki panjang, lebar, dan tinggi/tebal. Kebanyakan media tiga dimensi merupakan objek sesungguhnya (real object). Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa obyek nyata (real object) adalah media dari benda sebenarnya. Sanaky juga menjelaskan bahwa obyek sebenarnya (real object) merupakan alat peraga langsung yang dapat dibawa ke kelas untuk menjelaskan materi dengan memperagakan kepada siswa (Asyhar, 2012:13,4647). Seels & Glasgow menggolongkan media realia (nyata) termasuk media tradisional (Arsyad, 2009: 34). Untuk mengkongkritkan operasi perkalian dan pembagian sangat penting digunakan media sebagai alat peraga. Media yang dipilih adalah objek nyata yang sederhana dan mudah ditemukan di lingkungan siswa. Objek yang dipilih adalah gelas plastik dan biji kacang. Pemanfaatan gelas dan biji kacang dalam pembelajaran, adalah: 1) pada perkalian yaitu, gelas mewakili faktor perkalian yang pertama atau sebagai himpunan pencacah, sedangkan biji kacang mewakili faktor yang kedua atau sebagai pencacah dan hasil; 2) pada pembagian gelas berfungsi sebagai pembagi, sedangkan biji kacang sebagai terbagi dan hasil (Van de Walle,2007:161). Pemilihan gelas dan biji kacang karena kelebihannya, yaitu mudah didapatkan di lingkungan siswa, siswa tidak asing dengan benda-benda ini, murah, mudah digunakan, dan tidak berbahaya. Selain itu media ini dipilih karena manfaatnya, yaitu agar siswa lebih termotivasi belajar dan mudah memahami konsep yang dipelajari sangat diperlukan media yang sesuai dengan materi (Rosyadi:2010). Suherman (2001:203) mengutarakan siswa akan belajar lebih meningkat bila ada motivasi. Motivasi belajar sangat penting dalam pembelajaran, sebab merupakan pendorong yang dapat mengarahkan perilaku seseorang sehingga menyebabkan siswa mau belajar (Schunk, 2012:475-476). Suciati (2007:310) menjelaskan keberadaan motivasi belajar pada siswa akan menentukan siswa itu aktif atau pasif dalam pembelajaran. Munculnya motivasi berasal dari dua sumber, yaitu karena kesadaran dan pengaruh dari luar siswa. Keinginan yang muncul karena kesadaran siswa sendiri untuk melakukan kegiatan belajar disebut motivasi intrinsik, bila muncul karena pengaruh faktor dari luar dinamakan motivasi ekstrinsik. Guru biasanya mengharapkan motivasi yang ideal, yaitu motivasi intrinsik. Kenyataannya motivasi tidak selalu muncul berdasar kesadaran. Maka penting bagi guru menggunakan strategi yang dapat membantu memunculkan motivasi belajar siswa. Keller (dalam Suciati, 2007:317) mengidentifikasi ada 4 indikator pembelajaran yang berpengaruh terhadap motivasi belajar, yaitu guru harus dapat menarik perhatian siswa, mengaitkan pelajaran dengan kebutuhan, minat dan motif belajar, menumbuhkan rasa percaya diri meningkatkan kepuasan siswa. Meningkatnya motivasi belajar, siswa akan belajar lebih baik sehingga akan membantu mencapai tujuan pembelajaran. Pencapaian tujuan pembelajaran yang baik merupakan salah satu indikator meningkatnya hasil belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses yang memiliki tujuan yang akan dicapai. Perjalanan proses dalam rangka untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan pembeajaran yang diharapkan merupakan hasil belajar. Pembelajaran merupakan kegiatan yang kompleks. Sudjana (2012:2) mengutarakan hasil belajar adalah pencapaian tujuan intruksional yang telah dicapai oleh siswa setelah ia menempuh pengalaman belajar. Tujuan intruksional pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku siswa setelah pembelajaran. Degeng (2013:185) mengutarakan hasil pembelajaran Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...241 adalah semua efek yang menjadi indikator tentang nilai setelah digunakannya suatu metode dengan kondisi yang berbeda. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan tes. Tes adalah salah satu alat penilaian hasil belajar. Sudjana (2011:2) menjelaskan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan krteria tertentu. Penilaian mempunyai fungsi, yaitu sebagai alat untuk ketercapaian tujuan pembelajaran, umpan balik pembelajaran, laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tua. Keberhasilan dan kemajuan siswa merupakan indikator keberhasilan guru dalam proses pembelajaran (Arifin, 2012:5). Dengan demikian hasil penilaian dapat dijadikan dasar bagi guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka membantu siswa berkembang secara optimal. Berdasarkan permasalahan dan solusi yang akan diambil maka dilakukan penelitian tindakan kelas melalui penerapan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan objek nyata yaitu gelas dan biji kacang yang digunakan membantu mengkongkretkan operasi perkalian dan pembagian untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. METODE Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah proses investigasi terkendali untuk menemukan dan memecahkan masalah pembelajaran di kelas, proses pemecahan masalah tersebut dilakukan secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil pembelajaran di kelas tertentu. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk memecahkan masalah-masalah di kelas yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan model guru sebagai peneliti dengan acuan model siklus PTK yang dikembangkan Kemmis dan Taggart modifikasi Akbar (Akbar, 2010:86). Prosedur penelitian pada setiap siklus dilakukan serangkaian kegiatan yang diawali dengan perencanaan, dilanjutkan tindakan sekaligus dilakukan observasi, dan refleksi, dari hasil refleksi dilakukan revisi untuk meningkatkan kekurangan. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif, yang meliputi data hasil validasi perangkat pembelajaran, keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, hasil kerja kelompok, motivasi belajar, hasil belajar yang dikelompokkan ke dalam 3 macam. Data-data adalah sebagai berikut. (1) Data keterlaksanaan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata. (2) Data peningkatan motivasi belajar yang diperoleh melalui observasi dan angket. (3) Data hasil belajar diperoleh melalui tes setiap akhir pertemuan sumber datanya adalah siswa kelas IVB. Teknik pengumpulan data, dilakukan melalui 7 cara, yaitu validasi perangkat pembelajaran, observasi, dokumentasi, wawancara, angket, LKS, dan tes tulis. Validasi difokuskan pada perangkat pembelajaran meliputi RPP, alat peraga, lembar observasi, dan angket yang akan digunakan dalam penelitian. Observasi difokuskan pada kegiatan guru dan motivasi siswa. Kegiatan guru yang diobservasi adalah keterlaksanaan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian. Instrumen yang diperlukan adalah lembar observasi. Lembar observasi kegiatan guru dalam pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang mengacu pada 7 komponen kontekstual dan diskriptor pada RPP. Instrumen yang diperlukan untuk mengetahui motivasi belajar siswa adalah lembar observasi dan angket. Lembar observasi dan angket berisi tentang aspek-aspek motivasi mengenai perhatian, kesesuaian/minat dalam belajar, percaya diri, kepuasan/rasa senang selama pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah. Observasi motivasi siswa dilakukan setiap pertemuan, sedangkan angket diberikan kepada siswa setiap akhir siklus. Untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi belajar dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil observasi sebanyak tiga kali di tambah angket kemudian dibagi 4. Kriteria keberhasilan untuk menentukan siswa memiliki motivasi belajar adalah bila siswa di dalam kelas yang memiliki kategori Baik atau Sangat Baik mencapai 75%. Dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu identitas siswa kelas IVB, nilai yang diperoleh siswa pada saat studi pendahuluan, data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, data hasil observasi dan angket motivasi belajar siswa, nilai hasil kerja kelompok, nilai tes akhir, dan foto kegiatan. Wawancara digunakan untuk mengungkapkan perasaan siswa selama mengikuti pembelajaran. Aspek-aspek wawancara mengenai kesan siswa dalam pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata. Wawancara dilakukan setiap selesai pembelajaran untuk melakukan refleksi dan pada waktu tertentu di luar kelas. Sumber data wawancara siswa, instrumen yang digunakan pedoman wawancara. 242 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249 LKS digunakan untuk melakukan kerja kelompok pada setiap pertemuan. Instrumen yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa, sumber data siswa kelas IVB. LKS pada siklus I berisi tentang operasi perkalian dan pembagian dalam bentuk melakukan kegiatan terbimbing, sedangkan LKS siklus II berisi masalah dalam bentuk soal cerita. Melalui hasil kerja kelompok dapat dilihat keefektifan dan kegunaan kerja kelompok untuk saling berbagi pengetahuan dan membantu teman. Keberhasilan kerja kelompok merupakan salah satu keberhasilan penerapan komponen pembelajaran kontekstual masyarakat belajar. Tes difokuskan untuk mengumpulkan data hasil belajar kognitif siswa pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah. Tes dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan. Sumber data tes adalah siswa kelas IVB. Instrumen yang digunakan dalam tes adalah soal tes subyektif. Hasil tes sebagai dasar untuk menentukan keberhasilan dan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan. Analisis data menggunakan langkah-langkah Model Miles dan Huberman yang meliputi: (1) reduksi data; (2) peyajikan data; (3) menyimpulkan data. Pengecekan keabsahan data dilakukan melalui ketekunan pengamat dan triangulasi sumber dan teknik (Sugiyono:2012). Patokan keberhasilan pencapaian hasil belajar siswa digunakan KKM yaitu 65. Kriteria keberhasilan untuk semua data yang dianalisis adalah 75%. HASIL Setelah penyusunan perangkat pembelajaran dilakukan validasi. Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh 2 validator ahli dari Universitas Negeri Malang. Persentase rata-rata hasil penilaian perangkat pembelajaran 80,47%. Berdasarkan kriteria kevalidan, perangkat pembelajaran yang disusun memiliki skor rata-rata 70% s.d. 85% dan memenuhi kriteria kevalidan maka dapat digunakan dalam penelitian. Perangkat pembelajaran yang sudah divalidasi direvisi sesuai saran validator, kemudian digunakan sabagai pedoman penelitian tindakan kelas. Pelaksanaan tindakan siklus I direncanakan tiga kali pertemuan. Materi pembelajaran pada siklus I, yaitu (1) pertemuan 1 perkalian dua angka dengan dua angka, dan perkalian tiga angka dengan satu angka; (2) pertemuan 2 pembagian tanpa sisa secara susun dua angka dengan satu angka, tiga angka dengan dua angka.; (3) pertemuan 3 tentang pembagian ada sisa secara susun dua angka dengan satu angka, tiga angka dengan dua angka. Secara umum penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata memiliki 3 tahap, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal dibuka dengan salam, doa bersama, dan presensi. Apersepsi menggunakan strategi relating, yaitu bertanya jawab objek kontekstual yang berhubungan dengan perkalian dan pembagian. Untuk memperjelas apersepsi tentang perkalian dan pembagian tersebut dengan strategi cooperating, yaitu siswa memperagakan ke depan secara kelompok. Siswa diarahkan pada materi yang akan dipelajari, dijelaskan tujuan pembelajaran dan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam belajar diharapkan memanfaatkan media gelas dan biji kacang untuk mengkongkretkan perkalian dan perkalian. Selanjutnya siswa dianjurkan mengatur posisi duduk sesuai dengan kelompoknya dan dibagikan gelas, biji kacang dan LKS. Pembelajaran pada kegiatan inti menggunakan strategi experiencing, cooperating, dan appliying. Kegiatan inti pertama siswa melakukan kegiatan terbimbing pada LKS 1 dengan waktu kurang lebih 10 menit. Pengerjaaan LKS1 awalnya tidak dijelaskan guru. Secara berkelompok siswa mengonstruksi konsep perkalian dan pembagian dengan mengeksplorasi gelas dan biji kacang sesuai dengan kemampuannya. Selama berdiskusi, setiap kelompok diamati, dimotivasi, dan dibimbing. Selesai diskusi siswa diberi kesempatan mempresentasikan hasil diskusinya. Gambar 1 menunjukkan soal dan hasil kerja yang benar, yang diwakili oleh kelompok IV LKS 1 nomor 2 pada pertemuan 1 tentang perkalian. Hasil kerja kelompok IV yaitu dalam peragaan ke depan mereka membawa 10 gelas dan sejumlah biji kacang. Tiap-tiap gelas diisi 28 biji kacang. Untuk menghitungnya dilakukan oleh salah satu anggota kelompok dengan menulis di papan dengan menjumlahkan secara berulang bilangan 28 sampai 10 kali dengan hasil akhir 280. Siswa juga menjawab dalam bentuk perkalian secara susun dan ditulis simpulan semua biji kacang ada 280. Jawaban seperti yang disampaikan kelompok IV, walaupun mereka mengawali dengan peragaan kemudian menghitung secara susun, ternyata mereka dapat menjelaskan prosesnya dan hasilnya juga betul. Dalam pembelajaran kontekstual cara apapun yang digunakan siswa diperbolehkan asalkan dapat memberikan alasan dan dapat menjelaskannya. Selanjutnya disajikan hasil kerja kelompok yang kurang tepat pada pertemuan 2 tentang pembagian tanpa sisa, yang diwakili oleh kelompok III. Kelompok Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...243 Gambar 1. Soal dan Hasil Kerja Kelompok IV LKS I Nomor 2 Gambar 2. Hasil Kerja Kelompok II III mempresentasikan LKS 1nomor 2. Dalam peragaan ke depan Kelompok III langsung membawa 75 biji kacang dan 6 buah gelas. Dalam peragaan, biji kacang 75 itu diambil satu persatu dimasukkan ke gelas. Setelah mengambil sebanyak 12 kali ternyata biji kacang biji kacangnya tidak habis dan masih ada sisa 3, akhinya mereka berhenti dan menyatakan sudah selesai. Ketika ditanya, “Mengapa masih ada sisa?” Jawaban mereka adalah pada soal, isi kacang di dalam gelas banyaknya harus sama, kalau 3 kacang ini diisikan ke dalam gelas nanti isi gelas banyaknya tidak sama. Dari jawaban kelompok III terlihat jawabannya ada sisa. Walaupun jawaban kelompok III tidak sesuai dengan pembelajaran saat itu adalah pembagian tanpa sisa dan pada LKS sudah dijelaskan kacang merahnya harus sampai habis ternyata jawaban mereka ada sisa. Karena kelompok III dapat memberikan alasan yang tepat maka jawaban mereka tidak disalahkan. Hal ini membuktikan bahwa mereka memahami maksud pembagian. Dengan jawaban itu menunjukkan mereka sudah mampu mengonstruksi pengetahuannya dalam hal pembagian. Jawaban Kelompok III disajikan dalam Gambar 2. Berdasarkan jawaban dari tap-tiap kelompok, dilakukan tanya jawab dan membimbing mengalikan dan membagi dua bilangan secara formal, yaitu secara susun dengan bantuan media gelas dan biji kacang. Setelah itu siswa berdiskusi lagi membahas LKS 2 yang diharapkan diselesaikan dengan cara susun. Bentuk permasalahan LKS 2 adalah soal cerita yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian hasil dikusi dibahas secara nersama-sama. Kegiatan akhir menggunakan strategi appliying dan tranferring. Kegiatan yang dilakukan tanya jawab untuk menyimpulkan hasil pembelajaran. Kemudian mengadakan refleksi untuk mengetahui kesan siswa selama pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang. Selanjutnya dilakukan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa. Data-data pada siklus I setelah dianalisis didapatkan informasi bahwa persentase keterlaksanaan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang memiliki rata-rata 88,59% dengan kategori Sangat Baik. Rata-rata hasil observasi motivasi siswa dengan angket motivasi memiliki kategori Baik, 73,3%. Nilai rata-rata tes hasil belajar 70 memiliki kategori Baik siswa yang tuntas atau sudah mencapai KKM ada 14 (70%). Hasilnya refleksi terhadap penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang ada yang belum terlaksana maksimal, yaitu (1) tujuan dan langkah-langkah pembelajaran disampaikan terburu-buru serta arahan sebelum kerja kelompok kurang dipahami oleh sebagian siswa; (2) pengelolaan waktu kurang efisien; (3) ketika pengaturan tempat duduk untuk kerja kelompok siswa ramai; (4) sebagan siswa bermain-main dengan media ketika kerja kelompok sedang berlangsung; (5) sebagian siswa kurang merespon ketika diberi pertanyaan dan kesempatan bertanya. Kondisi ini menyebabkan penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah belum dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara optimal. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar kategori Baik atau Sangat Baik secara kuantitas yaitu 73,3%, sehingga belum mencapai kreteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%, akan tetapi secara kualitas sudah ada perkembangan motivasi, di mana pada pra tindakan saat pembelajaran siswa ramai, banyak yang ijin keluar sedangkan pada siklus I siswa yang ramai sudah berkurang dan tidak ada siswa yang ijin keluar karena 244 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249 mereka semua sibuk dengan mengeksplorasi media. Begitu juga pada hasil belajar, siswa yang mencapai KKM pada akhir siklus hanya 70% sehingga belum mencapai kreteria yang ditentukan yaitu 75%. Materi yang diberikan pada siklus I yang belum dipahami oleh siswa sebagian besar adalah pembagian dan sebagian kecil tentang perkalian. Karena motivasi belajar siswa dan ketuntasan belum mencapai kriteria keberhasilan, maka perlu dilaksanakan siklus ke II. Dengan pertimbangan hasil refleksi, maka dilakukan penyempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ditemukan dan meningkatkan hal-hal yang sudah baik. Pada siklus II, direncanakan perkalian tetap diberikan tetapi porsi paling banyak diutamakan pada pembagian. Berdasarkan hasil refleksi terhadap pembelajaran siklus I dilakukan perencanaan tindakan siklus II. Pelaksanaan tindakan direncanakan tiga petemuan. Pada pertemuan 1 materi yang diberikan adalah perkalian dan pembagian. Hasil refleksi pertemuan 1 dibuat perencanaan tindakan dan dilaksanakan pada pertemuan 2. Berdasarkan hasil refleksi pertemuan 2 dibuat perencanaan tindakan dan dilaksanakan pada pertemuan 3. Secara umum tahapan dan langkahlangkah pembelajaran sama dengan tahapan siklus I, yaitu terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada siklus II yaitu, pada kegiatan awal dibuka dengan salam, doa bersama dan presensi. Apersepsi dilakukan dengan tanya jawab tentang perkalian dan pembagian yang ada hubungannya dengan siswa. Untuk memperjelas apersepsi siswa memperagakan ke depan, kemudian disampaikan tujuan pembelajaran dan cara untuk mencapai tujuan. Pada kegiatan inti pembelajaran tetap dilaksanakan secara kelompok, siswa mengonstruksi cara menyelesaikan masalah perkalian dan pembagian dengan mengeksplorasi gelas dan biji kacang sesuai dengan kemampuannya. Bentuk permasalahan LKS I pada siklus II sudah bukan kegiatan terbimbing tetapi langsung berupa soal cerita. Hal ini dilakukan karena siswa sudah dapat memahami makna tentang perkalian dan pembagian. Penyelesaian masalah difokuskan pada proses perkalian dan pembagiannya. Materi yang diberikan pada siklus II, yaitu (1) pertemuan 1 perkalian dua angka dengan dua angka, pembagian tiga angka dengan satu angka; (2) pertemuan 2 perkalian secara susun dua angka dengan dua angka, pembagian dua angka dengan satu angka tanpa sisa secara susun, pembagian tiga angka dengan satu ang- ka ada sisa; (3) pertemuan 3 pembagian ada sisa secara susun dua angka dengan satu angka, tiga angka dengan satu angka, tiga angka dengan dua angka. Ketika kegiatan diskusi setiap kelompok diamati, dimotivasi, dibimbing, dan diberikan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman mereka. Selesai berdiskusi siswa mempresentasikan hasil diskusinya. Setelah salah satu kelompok presentasi, kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi hasil pekerjaan temannya. Seperti halnya pada siklus I kegiatan setelah siswa presentasi dilakukan penjelasan menyelesaikan masalah perkalian dan pembagian secara formal. Pada kegiatan akhir dilakukan kegiatan menyimpulkan hasil pembelajaran. Kemudian dilakukan refleksi dengan cara tanya jawab untuk mengetahui kesan siswa selama pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang. Selanjutnya dilakukan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis data siklus II, yaitu persentase rata-rata keterlaksanaan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah adalah 93,25 termasuk kategori Sangat Baik. Hasil observasi motivasi dan penjaringan lewat angket didapat informasi jumlah siswa pada kategori Baik atau Sangat Baik adalah 97,5 kategori Sangat Baik. Nilai rata-rata tes hasil belajar diperoleh nilai 76,9 dengan kategori Baik siswa yang tuntas ada 17 (85%). Hasil refleksi didapatkan informasi bahwa penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang terlaksana sangat baik dan telah memenuhi kreteria keberhasilan yaitu 75%, dan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari jumlah siswa yang kategori Baik atau Sangat Baik secara kuantitas yaitu 93,25%, dan telah mencapai di atas kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Secara kualitas peningkatan motivasi semakin baik, yaitu, (1) kualitas kerja kelompok semakin meningkat dan efektif, saat diskusi siswa aktif, ada pembagian tugas sesama anggota sehingga tidak ada siswa yang bermain-main; (2) siswa sudah memanfaatkan gelas dan biji kacang secara sungguhsungguh untuk membantu menyelesaikan perkalian dan pembagian, sehingga pemahaman terhadap konsep operasi perkalian dan pembagian semakin baik; (3) tiap kelompok antusias ingin presentasi. Dari hasil wawancara sebagai refleksi secara umum siswa menyatakan dengan belajar secara kelompok dan menggunakan media lebih memahami maksud soal cerita Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...245 dan cara menyelesaikan dibadingkan dengan siklus I. Hasil belajar siswa juga menunjukkan peningkatan nilai rata dan jumlah siswa yang tuntas pada akhir siklus II menjadi 85% dan telah mencapai di atas kriteria yang ditentukan yaitu 75%. Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang dikatakan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena telah mencapai di atas kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. PEMBAHASAN Motivasi Belajar Siswa Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil siswa belajar kelas IV SDN Poncokusumo 01 dirasakan masih asing dan sedikit mengalami hambatan, siswa belum terbiasa dan harus menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa sebab sebelumnya pembelajaran berpusat pada guru. Hal ini tidak selaras dengan pendapat Supinah (2008:3) yaitu salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran kontekstual. Diperlukan bimbingan agar siswa terbiasa belajar dengan model baru tersebut. Secara umum pembelajaran kontekstual ada tiga tahap yaitu, kegiatan awal, inti, dan akhir. Strategi pembelajaran yang digunakan ada lima, yaitu: relating, experiencing, appliying, cooperating, dan transferring (CORD). Penerapannya tahap demi tahap melibatkan 7 komponen pembelajaran kontekstual, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), mengajukan pertanyaan (questioning), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sesungguhnya (Authentic Assesment). Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran guru hendaknya mampu menciptakan suasana pembelajaran agar siswa belajar dengan senang, mudah memahami apa yang dipelajari sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Paradigma pembelajaran sekarang adalah student centered bukan teacher centered, dalam pembelajaran siswa aktif mengonstruksi dan melakukan inquiri menemukan konsep operasi perkalian dan pembagian. Hal ini sejalan dengan Johnson (2002) pendidikan tradisional menekankan penguasaan dan manipulasi isi, menghafalkan fakta, mempelajari mata pelajaran tidak dihubungkan dengan kegunaannya dalam kehidupan se- hari-hari, serta berlatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan berhitung. Piaget juga mengutarakan siswa akan belajar dengan baik bila melakukan penemuan, melakukan refleksi, dan mendiskusikan dengan temannya (Santrock, 2009). Upaya untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu menggunakan tema-tema tentang peristiwa yang sering dijumpai siswa di lingkungan pada permasalahan perkalian dan pembagian. Hal ini didukung oleh pendapat Nur M (dalam Wardhani, 2004) bahwa masalah nyata yang diberikan betul-betul ada dalam kenyataan kehidupan siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa karena sesuai dengan apa yang sudah dikenal siswa. Permasalahan dalam LKS dan tes dalam bentuk soal cerita. Supinah (2004:32) mengutarakan bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa dan pembelajaran hendaknya dimulai dengan pengenalan atau pengajuan masalah yang sesuai dengan dengan situasi. Selain itu juga digunakan media objek nyata gelas dan biji kacang untuk membantu siswa mengkonkritkan operasi perkalian dan pembagian. Penggunaan alat peraga didukung pendapat Dienes yaitu tiap konsep atau prinsip dalam matematika bila disajikan dalam bentuk konkret akan mudah dipahami (Suherman, 2001). Subanji (2013) juga mengutarakan dalam pembelajaran matematika menekankan media (peraga) untuk mengembangkan pemahaman siswa. Benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan konsep matematika merupakan alat yang penting membantu siswa belajar metamatika. Selama pembelajaran pengamatan, tanya jawab, dan memotivasi siswa untuk bekerja sama dan percaya diri. Pada siklus I suasana kelas pada awal pembelajaran agak ramai dan bingung, karena belum diterangkan cara mengerjakan mereka harus melakukan kegiatan pada LKS secara kelompok. Siswa belum terbiasa belajar secara kelompok, sehingga ketika kerja kelompok banyak waktu yang digunakan untuk berbicara dan bermain yang kurang berhubungan dengan materi saat itu. Pada awal pertemuan komunikasi dan kegiatan kelompok didominasi oleh siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang, siswa yang berkemampuan rendah cenderung diam dan minder, duduknya agak menjauh dengan temannya. Suasana seperti ini masih terulang pada pertemuan 2. Ternyata setelah diamati siswa yang berkemampuan rendah betul-betul tidak percaya diri bila berada satu kelompok dengan siswa yang pandai. Melalui nasihat dan bimbingan akhirnya siswa yang berkemampuan rendah mulai muncul rasa percaya dirinya. Melalui kerja kelompok, 246 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249 kesulitan itu sedikit teratasi. Hal ini sesuai dengan Lie (2008) bahwa pengelompokan secara heterogen bermanfaat untuk memberikan kesempatan untuk saling mengajar, meningkatkan relasi, mudah dalam mengelola kelas karena bila satu kelompok ada satu siswa yang berkemampuan tinggi, dia bisa mengajari teman dalam kelompok. Vygosky juga mendukung belajar secara kelompok memberikan pengaruh sosial yang baik pada pembelajaran karena saat siswa mengalami kesulitan menyelesaikan tugas sendiri, diperlukan bimbingan dari orang yang lebih tua atau temannya yang lebih terampil (Santrock, 2009). Dalam mengkonstruksi pengetahuaan dengan mengeksplorasi media gelas dan biji kacang gelas untuk menemukan konsep operasi perkalian dan pembagian, setiap kelompok menujukkan cara yang berbeda. Hal ini sesuai Van deWalle (2007) siswa dibebaskan menyelesaikan soal menggunakan teknik dan caranya sendiri yang mereka suka dan paham, yang terpenting adalah bisa menjelaskan. Rasa kurangpercayaan diri siswa juga terlihat ketika tiap kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasilnya, awalnya mereka takut, malu, dan ragu-ragu. Salah satu jalan untuk mengawali adalah menunjuk salah satu kelompok untuk presentasi. Mereka dimotivasi, harus berani maju, tidak perlu takut salah, kalau salah akan dibimbing. Pada pertemuan 3 suasana pembelajaran semakin baik. Secara bertahap siswa berani mempresentasikan hasil kerjanya. Suasana kelas pembelajaran siklus II sudah tidak seramai siklus I. Siswa aktif berdiskusi memecahkan masalah pada LKS. Kualitas kerja kelompok berjalan semakin baik. Komunikasi dalam kelompok antara siswa berkemampuan tinggi, rendah, dan sedang lebih baik. Siswa yang kurang percaya diri sudah mulai berani menjawab pertanyaan dan mulai ada siswa yang berani mengajukan pertanyaan. Memunculkan kemauan siswa untuk bertanya ini masih sulit. Setiap selesai presentasi guru selalu memberi pertanyaan untuk memantau pemahaman siswa. Pada waktu presentasi kemampuan memperagakan langkah-langkah perkalian dan pembagian menggunakan media gelas dan biji kacang juga semakin jelas dan lancar. Berdasarkan kondisi pra tindakan dibandingkan dengan hasil observasi dan angket serta kondisi setelah tindakan penerapan pembelajaran kontekstual bermedia media gelas dan biji kacang secara keseluruhan menunjukkan memenuhi harapan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, (1) pembelajaran diawali cerita me- ngenai peristiwa kontekstual; (2) pembelajaran dilakukan secara kelompok, untuk mengonstruksi dan menemukan konsep operasi perkalian dan pembagian; (3) dipergunakan LKS sesuai dengan materi yang dipelajari saat itu; (4) digunakan media untuk mengkonkretkan perkalian dan pembagian; (5) hasil kerja dapat segera diketahui siswa. Gambaran peningkatan motivasi belajar siswa pada pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang dapat dapat dilihat pada penilaian hasil observasi motivasi belajar siswa tiap pertemuan dan angket yang diberikan setiap akhir siklus. Pada siklus I jumlah siswa pada kategori Baik atau Sangat Baik mencapai 73,75%, maka jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Peningkatan terlihat bertahap yaitu pada siklus II jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar pada kategori Baik atau Sangat Baik mencapai 97,5%. Maka jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar pada siklus II sudah mencapai di atas kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Peningkatan motivasi terjadi secara bertahap, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang sebagai alat peraga untuk membantu mengkongkretkan konsep operasi perkalian dan pembagian yang abstrak dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil observasi dan angket motivasi belajar siswa (Tabel 1). Hasil Belajar Siswa Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah bertujuan untuk meningkatkan hasil siswa belajar kelas IV SDN Poncokusumo 01. Setelah dilakukan tes pada akhir tiap pertemuan dapat diketahui hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan Sudjana (2011) bahwa penggunaan tes adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa, tes adalah salah satu alat penilaian. Degeng (2013) juga mengutarakan bahwa hasil pembelajaran adalah semua efek yang menjadi indikator setelah digunakannya suatu metode dengan kondisi yang berbeda. Hasil tes yang diperoleh pada siklus I awalnya hanya dapat meningkatkan rata-rata kelas tetapi ketuntasan siswa secara klasikal belum memenuhi kreteria keberhasilan yang ditentukan yaitu 75%. Hasil tes yang diperoleh selain untuk mengetahui hasil belajar juga digunakan sebagai umpan balik guru, yaitu sebagai dasar Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...247 untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar pada pertemuan berikutnya dapat membantu siswa secara optimal. Berdasarkan hasil refleksi terhadap hasil belajar siklus I dilakukan perbaikan terhadap hal-hal yang menjadi hambatan dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang ini secara bertahap sehingga pada akhir siklus II dapat meningkatkan hasil belajar dan jumlah siswa yang tuntas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan paparan data di atas didapatkan informasi bahwa pada pra tindakan dari 20 siswa di kelas IVB nilai rata-rata operasi perkalian dan pembagian 58, siswa yang tuntas 8 (40%). Setelah dilakukan tindakan, hasil tes diperoleh siswa pada siklus I adalah nilai rata-rata kelas 70 dengan jumlah siswa yang tuntas atau telah mencapaai KKM 14(70%). Pada siklus II nilai rata-rata lebih baik dari siklus I, yaitu nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 76,9 dan siswa yang tuntas atau mencapai KKM adalah 17 (85%). Dari 20 siswa di kelas IVB ada 1 siswa belum mampu membaca dengan lancar tetapi ia dapat memanfaatkan media gelas dan biji kacang untuk membantunya belajar perkalian dan pembagian. Ada 3 siswa yang belum tuntas, hal ini disebabkan karena mereka sulit menyelesaikan soal tanpa bantuan media sehingga waktu yang diperlukan agak lama, akhirnya tidak dapat menjawab dengan proses yang benar dan tidak dapat menyelesaikan soal tes hasil belajar. Sebanyak 16 siswa yang lain sudah dapat menyelesaikan masalah operasi perkalian dan pembagian dengan penjumlahan berulang dan atau dengan cara susun. Faktor penyebab perbedaan waktu yang diperlukan dan hasil belajar siswa adalah antara siswa satu dengan yang lain memiliki karakteristik tidak sama. Hal ini didukung oleh Winkel yang diungkapkan Asy- har (2013) bahwa karakteristik siswa itu dipengaruhi oleh, (1) fungsi kognitif, yang mencakup tingkat intelegensia dan daya kreativitas, keterampilan komunikasi, daya fantasi, dan lain-lain; ( 2) fungsi konatif-dinamik mencakup karakter, hasrat, berkehendak, motivasi belajar, atensi, konsentrasi; ( 3) fungsi afektif, mencakup temperamen, perasaan, sikap, minat; (4) fungsi sensorik motorik; (5) fungsi lain, seperti individualitas, kondisi mental, vitalitas psikis, dan perkembangan kepribadian. Piget juga mengutarakan setiap anak walaupun dalam umur yang sama memiliki tahap-tahap perkembangan kognitif yang tidak sama (Santrock: 2009). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga terdapat kenaikan nilai pada siswa dan jumlah siswa yang tuntas. Hal ini sejalan dengan Kasmiati (2006) menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual menumbuhkan rasa senang, aktifitas meningkat, dan meningkatkan prestasi belajar siswa. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penerapan pembelajaran kontekstual pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah pada siswa kelas IVB SDN Poncokusumo 01 menggunakan strategi relating, experiencing, appliying, cooperating, dan tranferring dalam pelaksanaannya melibatkan 7 komponen pembelajaran kontekstual dipadu dengan media objek nyata gelas dan biji kacang berjalan lancar sesuai dengan skenario dalam RPP. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Observasi dan Angket Motivasi Belajar Siswa Siklus I II Interpretasi 81 ≤ NR ≤100 26,25 57,5 Bangat Baik 61≤ NR ≤ 80 47,5 40 Baik Jumlah Siswa (%) 41≤ NR ≤ 60 21≤ NR ≤ 40 16,25 2,5 2,5 0 Cukup Kurang 0 NR≤ 20 0 Sangat Kurang Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Tes Hasil Belajar Pra Tindakan dan Tindakan I, II Siklus Pra Tindakan Siklus I Peningkatan Siklus II Peningkatan NR Tiap Siklus 58 70 11,4 76,9 18,9 ∑ Siswa Tuntas (%) 8 (40%) 14 (70%) ∑ Siswa Tidak Tuntas(%) 12 (40%) 6 (30%) 17 (85%) 15(%) 248 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 2, Nomor 4, Desember 2014, Halaman 238-249 Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang dapat meningkatkan motivasi siswa dibuktikan dengan hasil siklus I jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar pada interpretasi Baik atau Sangat Baik 73,75% dan siklus II 97,5%, dan sudah tidak ada siswa yang bermain-main, lebih perhatian, dan percaya diri selama pembelajaran berlangsung. Penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dibuktikan dengan hasil pra tindakan 58% siswa tuntas 8 (40%), siklus I 70%, siklus II 76,9% siswa tuntas 17 (85), sehingga dari pra tindakan sampai siklus II terjadi peningkatan sebesar nilai rata-rata 18,9%, siswa tuntas naik 45%. Saran Melalui keberhasilan penelitian penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata gelas dan biji kacang pada operasi perkalian dan pembagian bilangan cacah ini, diharapkan guru dapat meningkatkan lebih lanjut kemampuannya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa agar dapat membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya secara optimal. DAFTAR RUJUKAN Akbar, S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: Cipta Media. Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Cetakan keempat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Asyhar, R. 2012. Kreatif mengembangkan Media Pembelajaran. Cetakan pertama. Jakarta: Referensi. Azal, A.Q. 2007. Penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi Belajar Kooperatif Teams Games Tournament untuk Meningkatkan Ketrampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. CORD. 1999. Teaching Mathematics Contextually. Texas: CORD Communcations Inc. Degeng, N.S. 2013. Ilmu Pembelajaran, Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan Teori dan Penelitian. Cetakan pertama. Bandung: Aras Media. Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD dan MI. Jakarta: Depdiknas. Fathani, H.A. 2012. Hakikat Matematika dan Logika (Abdul Qodir Shaleh. Ed). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Lie, A. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widasarana Indonesia. Johnson, B, E. 2007. Contextual Teaching & Learning. Terjemahan Ibnu Setiawan. Bandung: MLC. Muhklesi, Y.E. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Kosep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V SD. Jurnal Pendidikan. (Online), Vol.1:6372, (http://jurnal.upi.edu, diakses tanggal 5 Oktober 2012). Mulyati, S. 2008. Pengaruh Pendekatan Kontekstual dalam Proses Belajar Matematika terhadap Sikap, Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMP. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran mengembangkan Profesionalisme Guru. Cetakan keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rosyadi, A.A.P. 2010. Meningkatkan Pemahaman tentang Faktorisasi Suku Aljabar dengan Menggunakan Bahan manipulatif Potongan Kertas Bufalo. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Santrock, W.J. 2009. Psikologi Pendidikan. Terjemahan Diana Angelina. Jakarta: Salemba Humanika. Schunk, H. D. 2012. Learning Theories. Terjemahan Eva Hamidah, Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Setiawan, D. 2007. Komputer dan Media Pembelajaran. Ce-takan ketujuh. Jakarta: Universitas Terbuka. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Cetakan kesatu. Malang: Universitas Negeri Malang. Suciati. 2007. Belajar & Pembelajaran 2. Jakarta: Universitas Terbuka. Sudjana, N. 2011. Penilaian Hasil Proses dan Belajar Mengajar. Cetakan keenambelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D. 2001. Strategi Pembelajaran Matemetika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan Lestari, Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata...249 KTSP. Modul Matematika SD Program Bermutu.Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika. (Online), (http://www.p4tkmatematika. org., diakses tanggal 3 Juni 2013). Van de Walle, J. Elementary and Middle School Mathematics.(Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran). Sixth Edition. Terjemahan Suyono. 2006. Jakarta: Erlangga. Wardhani, S. 2004. Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. Makalah Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar Tingkat Nasional. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika. (Online), (www.p4tkmatematika.org, diakses tanggal 10 Agustus 2013).