KONFLIK AGRARIA NELAYAN DESA TABANIO: TINJAUAN EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA DAN DEMOGRAFI Adrias Mashuri, Rina Mustika dan Irma Febrianty Program Studi Sosial Ekonomi Fakultas Perikanan Unlam Penelitian ini bertujuan untuk: memperoleh informasi yang lengkap mengenai produksi dan penerimaan dari hasil tangkapan ikan nelayan Desa Tabanio pasca konflik agraria dengan nelayan dari Sumenep, memperoleh informasi yang lengkap mengenai faktor pendukung atau penyebab terjadinya konflik agraria antara nelayan Desa Tabanio dengan nelayan dari Sumenep dari teknis penangkapan dan memperoleh informasi yang lengkap mengenai faktor pendukung atau penyebab terjadinya konflik agraria antara nelayan Desa Tabanio dengan nelayan dari Sumenep ditinjau dari demografi, sosial dan budaya masyarakat Tabanio. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengetahui produksi dan penerimaan dari hasil tangkapan nelayan Desa Tabanio digunakan analisis keuntungan. Untuk mengetahui penyebab atau faktor pendukung terjadinya konflik agraria antara nelayan Desa Tabanio dengan nelayan dari Sumenep ditinjau dari teknis penangkapan, demografi, sosial dan budaya digunakan metode analisis deskriptif yang disajikan baik secara verbal, tabulasi maupun grafis. Pada saat terjadinya konflik nelayan Desa Tabanio mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena pendapatan mereka tidak dapat menutupi seluruh biaya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui terjadi penurunan pendapatan nelayan Desa Tabanio, maka dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi merupakan penyebab utama terjadinya konflik. Daerah penangkapan nelayan Tabanio dengan nelayan Sumenep sama yaitu daerah Tanjung Selatan. Nelayan Sumenep melakukan usaha penangkapan kerang dan teripang dengan menggunakan alat bantu kompressor, yang menyebabkan ikan-ikan tengiri menjauh dari lokasi ini. Disamping itu jangkar yang dipasang oleh nelayan Sumenep merusak alat tangkap yang dipasang oleh nelayan Tabanio. Teknis penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Sumenep ini sangat mengganggu kegiatan penangkapan nelayan Desa Tabanio dan mengakibatkan hasil tangkapan nelayan Desa Tabanio menurun, sehingga hal ini juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya konflik. Berdasarkan berbagai indikator demografi, sosial dan budaya masyarakat Desa Tabanio diantaranya indikator kependudukan, pendidikan masyarakat, kesehatan, agama, adat istiadat dan pranata sosial yang berlaku di masyarakat, tidak ditemukan hal yang dapat menyebabkan timbulnya konflik, karena pada dasarnya masyarakat Desa Tabanio sangat terbuka terhadap berbagai pengaruh dari luar termasuk kedatangan nelayan luar asalkan tidak bertentangan dengan budaya yang sudah ada dan tidak merugikan terhadap masyarakat Desa Tabanio. Kata kunci: budaya, demografi, ekonomi, konflik, sosial PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI ADAPTOR PERMODALAN DI PESISIR PRIGI KABUPATEN TRENGGALEK SOSIAL LEMBAGA AGUS TJAHJONO Tujuan penelitian ini: (1) Diperoleh model kelembagaan permodalan yang relevan dengan pembangunan/usaha masyarakat pesisir. (2) Mendiskripsikan perkembangan usaha kecil menengah sebagai dampak perubahan pembangunan perikanan di kawasan pesisir. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif yaitu mendiskripsikan hasil-hasil penelitian berdasarkan data yang telah dianalisis dengan teknik pendekatan pengambilan data melalui survei, observasi maupun dokumenter. Dari hasil penelitian diketahui bahwa : 1.) Model pengembangan kelembagaan permodalan didasarkan pada pemberdayaan lembaga ekonomi-keuangan mikro yang ada tetapi harus memperhatikan ketepatan waktu sesuai kebutuhan dan sasaran peminjam. 2.) Profil usaha yang ada di pesisir prigi relatif tidak mengalami perubahan walaupun diketahui adanya peluangpeluang usaha baru. Saran dari penelitian ini adalah (1) Perlu dikaji lebih lanjut model penyaluran kredit dari lembaga ekonomi - keuangan mikro lewat ibu rumah tangga yang membentuk lembaga arisan (2) Perlu dievaluasi dampak anjuran pencatatan keuangan terhadap usaha dan perencanaan usaha sehingga bisa diketahui dan disusun bagaimana model pelatihan yang sesuai untuk masyarakat pesisir. Kata kunci: pemberdayaan, masyarakat, adaptor sosial, lembaga permodalan ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA RUMPUT LAUT (ECHEUMA COTTONII ) DI KABUPATEN BONE PROPINSI SULAWESI SELATAN Amiluddin, Sutinah Made, Firman Staf Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin - Makassar Rumput laut merupakan salah satu hasil perikanan yang penting di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha rumput laut berdasarkan jumlah bentangan yang dimiliki para petani. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, Juli – Desember 2009. dengan lokasi di Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Selatan dengan sampel pada 3 (tiga) yaitu Kecamatan Awangpone, Kecamatan Sibulue, dan Kecamatan Tonra. Jenis penelitian ini adalah survey dengan jumlah sampel sebanyak 180 orang petani rumput laut jenis Euchema cottonii yang diambil secara acak berkelompok (cluster sampling) berdasarkan jumlah bentangan. Analisis yang digunakan adalah analisis kelayakan usaha : NPV, Net BC-ratio dan IRR. Hasil penelitian menyatakan : semakin banyak jumlah bentangan rumput laut maka semakin tinggi pula tingkat keuntungannya. Nilai kelayakan usaha E. Cottonii yang paling baik adalah pada jumlah bentangan 300 – 450 bentang, karena nilai Net BC-ratio dan IRR yang paling besar, hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi usaha pada jumlah bentang tersebut lebih baik dari jumlah bentangan lainnya. Kata kunci : finansial, kelayakan, usaha, rumput laut (Euchema cottonii). PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT MELALUI KONSEP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI KABUPATEN BONE (Studi Kasus di Kecamatan Tanete Riattang Timur) Andi Adri Arief Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Makassar Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran yang telah dan dapat dilakukan oleh perempuan pesisir dalam aktivitas pengelolaan dan pengolahan rumput laut di Kabupaaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan serta merancang strategi pemberdayaan perempuan yang tepat dalam meningkatkan kapasitas produksi rumput laut. Target khusus yang ingin dicapai adalah : a) Analisis peran perempuan pesisir yang terjadi selama ini baik dalam pengelolaan maupun dalam hal pengolahan hasil produksi rumput laut yang mendukung peningkatan kesejahteraan ekonomi rumah tangga, b) Tingkat aspirasi, pengetahuan dan presepsi perempuan pesisir dari serangkaian bantuan teknis yang diberikan melalui pelatihan, c) Identifikasi factor pendorong (drives), factor tekanan (pressure) serta kebijakan pemerintah untuk memberdayakan perempuan pesisir. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut adalah : menggunakan metode Kualitatif dengan Pendekatan Wawancara Mendalam (in-depth interview), Kegiatan pelatihan, FGD (focus group discussion) serta observasi. Hasil yang ditemukan bahwa dalam aktivitas budidaya rumput laut telah menjadikan tenaga perempuan dihargai secara ekonomi dan sosial, pembagian kerja antara kaum laki-laki dan perempuan telah terbagi secara merata ke semua anggota keluarga inti. Ini berarti: anak-anak, dewasa, atau orang tua, laki-laki dan perempuan telah terlibat dengan peran dan porsi yang berbeda. Resposibilitas perempuan pesisir dalam pengelolaan dan pengolahan hasil produksi rumput laut menujukkan tingkat kompetensi kogniitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan) yang masih rendah, sementara kompetensi afektif (sikap) cukup tinggi. Diperlukan peningkatan daya serap dan adopsi teknologi sebagai strategi pemberdayaan perempuan dalam peningkatan produksi rumput laut melalui pendidikan, pembinaan dan pelatihan keterampilan, teknologi tepat guna dan inovatif. Kata kunci: pemberdayaan, perempuan, rumput Laut ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (CHANOS-CHANOS) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM Zainal Abidin Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Penelitian ini dilakukan pada usaha budidaya ikan bandeng di tambak yang berlokasi di Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik survey, sedangkan penentuan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian analisis finansiil jangka pendek dan jangka panjang pada luas tambak 1 Ha diperoleh nilai RC Ratio sebesar 1,54; keuntungan sebesar Rp. Rp. 21.279.600,00; rentabilitas 53,59 per tahun; BEP sales sebesar Rp. 13.074.889,00 dan BEP unit 1.089,57; NPV sebesar Rp. 119.423.856,10; Net BC Ratio sebesar 31,84; IRR sebesar 550%; Payback Periode selama 1 tahun 3 bulan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya ikan bandeng di tambak di Sedati, Sidoarjo adalah layak secara finansial jangka pendek maupun jangka panjang, Kata kunci: budidaya, ikan bandeng, profitabilitas, tambak UPAYA PENGELOLAAN KABUPATEN LINGGA PERIKANAN KARANG BERBASIS MASYARAKAT DI Nurul Dhewani Mirah Sjafrie Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jl Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara Coral Reef Information and Training Center COREMAP II LIPI Informasi mengenai hasil tangkapan nelayan perlu diketahui secara terus menerus untuk mengetahui dinamika sumberdaya ikan, terutama ikan karang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Desember 2009 di tujuh desa di Kabupaten Lingga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil tangkapan, jenis tangkapan, CPUE serta trend tangkapan Enumerator adalah nelayan setempat yang terlatih. Metode pengambilan data dan analisa data mengikuti Pedoman Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan berkisar antara 233,5 – 2227 kg/bulan dengan rata-rata tangkapan sebesar 105,78 kg/bulan. Ratarata tangkapan nelayan adalah 9,01 kg/orang/hari. Jaring, pancing, bubu, rawai, dan jaring kepiting merupakan alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun oleh nelayan di ketujuh desa. Jenis ikan karang yang dominan tertangkap adalah: Lutjanus decussatus, Siganus argenteus, S. guttatus dan Decapterus tabl. Nilai rata-rata CPUE alat tangkap jaring 8,91 kg, pancing 9,81 kg, rawai 13,30 kg, bubu 9,01 kg dan jaring kepiting 4,97 kg. Dibandingkan dengan tahun 2008, nilai rata-rata CPUE bubu, pancing, rawai dan jaring mengalami penurunan sebesar 2,99 kg untuk bubu; 9,69 kg untuk jaring; 1,94 kg untuk pancing dan 6,36 kg untuk rawai, tetapi jaring ketam mengalami kenaikan sebesar 1,47 kg. Oleh karena itu, penggunaan alat tangkap pancing, jaring, rawai dan bubu harus dibatasi sedangkan penggunaan jaring kepiting masih dapat ditingkatkan lagi. Kata kunci: berbasis masyarakat, pengelolaan, perikanan karang, Kabupaten Lingga KAJIAN PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH (STUDI KASUS KABUPATEN BANGKA BARAT) Asep Agus Handaka Suryana, S.Pi, MT Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Bandung Kabupaten Bangka Barat merupakan kabupaten yang mempunyai potensi perikanan budidaya laut dan payau sangat potensial. Luas laut kabupaten seluas 201.868,15 ha, panjang pantai mencapai 278,75 km, dan jumlah pulau-pulau kecil sejumlah 23 pulau. Potensi besar tersebut belum diimbangi pemanfaatan yang optimal. Hal ini terlihat dari masih rendahnya pemanfaatan lahan budidaya dan rendahnya produksi budidaya. Dalam mengembangkan budidaya perikanan di Kabupaten Bangka Barat, selain diperlukan kajian-kajian teknis budidaya juga diperlukan diperlukan kajian tentang bentuk pengembangan budidaya yang mendukung ekonomi wilayah setempat. Hal ini diperlukan agar nilai tambah dari hasil perikanan yang diproduksi dinikmati oleh masyarakat setempat. Konsep pengembangan budidaya yang mendorong bukan saja bahan primer pangan namun bahan-bahan olahan atau industri perikanan dikenal dengan minapolitan. Hasil kajian dalam penelitian ini mendapatkan bahwa lokasi minapolitan berbasis budidaya budidaya laut terletak di Kecamatan Jebus dan Kelapa, dengan komoditas potensial untuk dikembangkan meliputi kakap, kerapu, teripang, rumput laut, kerang darah. Sedangkan lokasi minapolitan berbasis perikanan budidaya payau terletak di Kecamatan Jebus, Kelapa, Simpang Teritip, dan Tempilang. Komoditas potensial dikembangkan meliputi udang, bandeng, kepiting bakau dan nila. Penelitian ini juga mengkaji keterkaitan pengembangan minapolitan dengan pengembangan ekonomi wialyah. Selain itu penelitian ini juga mengkaji dukungan kebijakan pemerintah dalam bidang pembenihan, pakan, kelembagaan, sarana prasarana yang diperlukan dalam mengembangkan minapolitan di kabupaten bangka Barat. Kata kunci: budidaya perikanan, ekonomi wilayah, minapolitan, PERAN MASYARAKAT NELAYAN WURING DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT FLORES PEMANFAATAN DAN Bayu Vita Indah Yanti dan Zahri Nasution Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Peran masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan suatu sumberdaya merupakan sebuah hal yang amat penting. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan tersebut akan membuat masyarakat sebagai pemanfaat hasil dari sumberdaya perikanan tersebut akan menjadi pengelola utama yang memperhatikan keberlangsungan dari sumberdaya ini. Lokasi penelitian ini berada di wilayah nelayan wuring lama propinsi Nusa Tenggara Timur. Tulisan ini dibuat berdasarkan pada hasil pengamatan pada tahun 2009 saat menjadi pendamping bagi peneliti asing di wilayah wuring. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode pemahaman terhadap perilaku dari masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan tempat mereka mencari sumber penghidupan. Tujuan penulisan mengenai hal ini adalah menggambarkan pentingnya peran masyarakat selaku pemanfaat hasil dari suatu sumberdaya untuk diikutsertakan sebagai pengelola dari kawasan sumberdaya tersebut untuk keberlangsungan dari mata pencaharian masyarakat itu sendiri. Hasil dari penelitian terlihat jika terdapat sebuah program pemerintah yang bertujuan untuk melestarikan kawasan sumberdaya di sekitar tempat mereka menangkap ikan dan dalam pelaksanaan program tersebut pemerintah melibatkan masyarakat setempat namun tanpa mendampingi secara intensif mengingat kurangnya tingkat pendidikan dan kemampuan mereka memahami pentingnya faktor keberlanjutan ekosistem sumberdaya perikanan bagi keberlangsungan mata pencaharian mereka, maka program itu akan terlihat gagal meskipun pada kenyataannya masyarakat akhirnya melakukan pembentukan kelompok pengawas secara swadaya dengan bimbingan dari tokoh masyarakat yang mereka segani dan menjalankan program pemerintah tersebut. Kata kunci: pemanfaatan, pengelolaan, peran masyarakat, program pemerintah, sumberdaya perikanan TEORISASI ADAPTASI MANUSIA: KONSTRUKSI ULANG TIGA PROPOSISI UTAMA Edi Susilo Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Ilmu Kelautan, FPIK-UB Dosen pada Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK-UB. Proses teorisasi adaptasi manusia dengan subyek kajian masyarakat nelayan/pesisir yang pernah dilakukan (2003-2005) dan (2007), dalam tataran administrasi proyek sudah dianggap selesai. Namun secara substansial masih diperlukan rekonstruksi terhadap proposisi utama. Hal ini terutama pada variabel dalam proposisi ketiga yang secara logis seharusnya menghasilkan korelasi bernilai positif. Namun data lapang tidak memberikan dukungan terhadap hubungan kedua variabel, yaitu: antara tingkat keragaman pilihan dengan daya adaptasi manusia. Riset (2009) tentang dinamika struktur sosial dalam ekosistem pesisir, ditemukan bahwa kapasitas ruang struktur sosial yang tinggi tidak selalu bisa diakses oleh seluruh individu atau social group. Temuan ini secara tidak sengaja berpeluang besar untuk memberikan penjelasan pada hubungan kedua variabel dari proposisi ketiga di atas. Dengan demikian proses teorisasi adaptasi manusia yang dibangun memperoleh kemajuan, bahkan untuk sementara, pada tahap ini dapat dianggap telah menyajikan sebuah teori yang utuh. Kata kunci: aksesibilitas nelayan, ekosistem pesisir, kapasitas ruang struktur sosial, teorisasi adaptasi manusia PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN : KASUS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT Ernani Lubis*), Wawan Oktariza*) dan Hendri Dwiyanti *) Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Pelelangan ikan merupakan satu-satunya mekanisme pemasaran ikan yang bertujuan untuk mendapatkan harga yang layak bagi nelayan dan pedagang. Namun sayang sekali aktivitas lelang ini semakin tidak terlaksana di banyak pelabuhan perikanan Indonesia; sebagai contoh kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu yang pernah melaksanakan pelelangan ikan namun sejak tahun 2004 terhenti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tidak berjalannya lelang ikan, dampak mekanisme pemasaran tanpa lelang, serta menentukan besarnya selisih potensi penerimaan PAD dari retribusi lelang. Sejak pelelangan ikan dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mina tahun 2004 hingga sekarang, nelayan kurang bersemangat dan kurang berinisiatif untuk memasarkan ikan melalui tempat pelelangan ikan (TPI). Faktor penyebab tidak terlaksananya aktivitas pelelangan ikan antara lain aspek sosial, fasilitas, dan peraturan. Dampak mekanisme pemasaran tanpa lelang menyebabkan bakul/tengkulak menekan harga ikan dari nelayan menjadi tidak layak. Nelayan hanya berperan sebagai penerima harga (price taker) karena posisi tawar yang lemah, sehingga berpengaruh terhadap menurunnya pendapatan nelayan. Nilai riil retribusi pelelangan ikan (NRR) yang diterima Pemda lebih kecil dibandingkan dengan nilai retribusi yang seharusnya (NRS) diterima. Selisih potensi penerimaan PAD dari mekanisme pemasaran tanpa lelang, rata-rata Rp 945.990.679,00 per tahun. Kata kunci: pelelangan ikan, pengelolaan, PPN Palabuhanratu KAJIAN PENDAHULUAN MODEL AIDS DAN MODEL QUAIDS PADA PENDUGAAN FUNGSI PERMINTAAN PRODUK IKAN DI INDONESIA Fitria Virgantari1), Arief Daryanto2), Harianto2), Sri Utami Kuntjoro2) 1)Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 2)Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor Salah satu model sistem persamaan yang sering digunakan dalam analisis permintaan adalah model AIDS (Almost Ideal Demand System) yang pertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Model AIDS adalah model permintaan yang diturunkan dari fungsi utilitas tak langsung yang linear dalam logaritma total pendapatan. Akan tetapi, model AIDS sulit menangkap pengaruh ketidaklinearan kurva Engel seperti yang sering ditemukan dalam studi permintaan empiris. Selain itu, model AIDS (dan model lain seperti translog dan linear expenditure system) belum dapat menangkap informasi mengenai perbedaan kelas pendapatan dan perbedaan wilayah. Untuk menjaga sifat-sifat positif model AIDS serta memelihara kekonsistenan dengan kurva Engel dan pengaruh harga relatif dalam maksimisasi utilitas, bentuk kuadrat dari logaritma pendapatan ditambahkan dalam model AIDS sehingga modelnya menjadi Quadratic AIDS (QUAIDS). Tulisan ini bertujuan mengkaji penggunaan model AIDS dan model QUAIDS pada pendugaan fungsi permintaan produk ikan di Indonesia. Data yang digunakan adalah data Susenas 2008 modul konsumsi untuk wilayah Indonesia, yaitu Sumatra, Kepulauan Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sedangkan kelompok ikan yang dianalisis adalah kelompok ikan segar, ikan awetan, udang/hewan lain yang segar dan udang/hewan air lain yang diawetkan. Selain itu ditambahkan pula variabel daerah perdesaan/perkotaan, golongan pendapatan, serta jumlah anggota rumah tangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan model QUAIDS dapat memperbaiki model AIDS, antara lain nilai koefisien determinasi sistem yang meningkat dari 55% menjadi 70%. Selain itu, model QUAIDS juga memberikan jumlah variabel signifikan yang lebih banyak dibandingkan model AIDS. Kata kunci: fungsi permintaan, model AIDS, model QUAIDS, produk ikan KAJIAN PELUANG USAHA BUDIDAYA KAKAP PUTIH (LATES CALCARIFER) DI MUARA SUNGAI CIPATUJAH KAB. TASIKMALAYA, JAWA BARAT Ine Maulina, Asep Agus Handaka dan Ichsan Darmawan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai November 2008. Tempat penelitian dilakukan di muara sungai Cipatujah dan daerah pesisir pantai Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peluang usaha budidaya ikan kakap putih (Lates calcarifer ) di muara sungai Cipatujah , Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian lahan antara perairan muara sungai Cipatujah dengan kebutuhan hidup ikan kakap putih. Kapasitas produksi kakap putih dalam keramba jaring apung ukuran 3 x 3 x3 m 3 di muara sungai Cipatujah sebesar 223,9 ton per tahun. Kelembagaan dalam masyarakat nelayan Cipatujah menunjang terhadap pelaksanaan budidaya ikan kakap putih di muara sungai. Kata kunci: kakap putih, keramba jaring apung, Muara Sungai Cipatujah PENINGKATAN NILAI EKONOMI LIMBAH KULIT IKAN PARI TERSAMAK Latif Sahubawa *, Ambar Pertiwiningrum**, Iwan Yusuf *, & Meilynda Dwi Purwanti * (*: Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, **: Fakultas Peternakan UGM) Tanned ray’s leather waste from main product processed can be reused as a high valuable derivative product. The objective of research has to find out the production process, economic value of tanned leather waste, and know the consumer acceptance level of derivative product. The test parameters are: economic value and consumer acceptance level. The research use economic value analysis of the product and consumer acceptance level of its. The derivative product was processed in the CV. Fanri Collection, Kaliurang Street Km 13.5 Sleman Yogyakarta. There steps of product processing are selecting the quality of raw material, forming the pattern, grenda processing, softening, coloring, cutting according to the pattern, designing product interior, forming the product, and the last is finishing. The research shows that the derivative product has quiet high economic value (168%) higher than main product value. According to the result of consumer acceptance level test in three market consumer (college student, worker, and businessman), summarized that a form of product influences the consumer acceptance levet, but the need and color are not influence its. Keywords: economic value, waste, sringray leather, consumer acceptance PERKEMBANGAN DAN DIVERSIFIKASI EKSPOR PERIKANAN INDONESIA, 2000.12008.4 Tajerin Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jl. K.S. Tubun, Petamburan VI, Slipi – Jakarta. 10260. E-mail: [email protected] Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perkembangan ekspor produk perikanan Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi diversifikasi produk ekspor perikanan Indonesia periode 2000.1-2008.4. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder runut waktu triwulan-an periode 2000.1-2008.4 yang dianalisis secara deskriptif dan melalui pengujian model ekonometrika menggunakan pendekatan model kointegrasi dan model koreksi kesalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika dilihat dari komposisi produk yang diekspor, sampai batas tertentu telah terjadi perubahan pola ekspor produk perikanan Indonesia. Namun dari sudut pasar, komposisi tiga negara tujuan ekspor terbesar (Jepang, USA dan Uni Eropa) dalam periode analisis tidak mengalami perubahan. Terjadi hubungan jangka panjang antara diversifkkasi produk perikanan Indonesia dengan modal fisik sektor perikanan, modal sumberdaya manusia sektor perikanan, libveralisasi keuangan, liberalisasi perdagangan dan tarif impor. Sedangkan dalam jangka pendek, first difference perubahan diversifikasi produk tersebut dipengaruhi first difference perubahan investasi fisik dan variabel koreksi kesalahannya. Oleh karena itu, dari perspektif jangka panjang maupun jangka pendek, dengan hanya mengandalkan investasi fisik dan investasi sumberdaya manusia sebagai faktor penting pengembangan produk ekspor, belumlah memadai untuk memperluas diversifikasi ekspor produk perikanan Indonesia. Faktor ini perlu diiringi faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan daya saingnya di era liberalisasi keuangan dan perdagangan serta memperbaiki efisiensi dan berbagai kendala internal melalui implementasi kebijakan secara efektif. Kata Kunci: Diversifikasi Produk dan Pasar Ekspor, Kinerja Ekspor, Perikanan, Model Kointergrasi, Model Koreksi Kesalahan , DAMPAK PENINGKATAN BIAYA OPERASI MELAUT DAN HARGA BAHAN POKOK TERHADAP EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA NELAYAN SKALA KECIL DI JAWA TIMUR Pudji Purwanti Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM akan menyebabkan meningkatnya biaya operasi melaut nelayan, serta meningkatkan harga kebutuhan pokok pangan. Penelitian ini mencoba untuk melakukan simulasi terhadap perubahan ekonomi rumahtangga dan ketahanan pangan akibat kenaikan harga BBM. Pendugaan model dilakukan dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Pengolahan data dilakukan dengan program SAS (Statistical System). Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan biaya operasional melaut 30% menyebabkan penurunan ketahanan pangan rumahtangga nelayan. Demikian juga kenaikan harga bahan pokok pangan 30 % menyebabkan penurunan ketahanan pangan rumahtangga nelayan. Kata kunci: biaya operasional, ekonomi rumah tangga, harga bahan pokok, ketahanan pangan ANALISIS RANTAI PASOK INDUSTRI UDANG STUDI KASUS DI PROPINSI JAWA TIMUR Risna Yusuf dan Rikrik Rahadian Saat ini permintaan udang yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan peningkatan permintaan tersebut diiringin dengan perkembangan teknologi pangan, menyebabkan semakin ketatnya aturan mengenai mutu komoditi udang yang masuk ke pasar internasional khusunya negara-negara Uni Eropa. Selain itu, dampak krisis finansial global yang masih berlangsung hingga saat ini sehingga diduga akan mempengaruhi kondisi industri udang di banyak negara produsen termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut cenderung akan merubah keragaan industri udang tersebut, terutama yang berkaitan dengan bagaimana produk udang tersebut dipasok oleh level produsen hingga ke level pemasaran akhir (ekspor). Dengan mengambil kasus di Jawa Timur, pada bulan Juli - Oktober 2009 telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keragaan rantai pasok industri udang pada saat ini. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pelaku industri udang. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan bantuan matriks dan chart rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang yang dihasilkan dari level produsen (nelayan dan petambak) didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan luar negeri (ekspor). Rantai distribusi untuk pasar ekspor terjadi melalui para pengumpul, suplier, unit pengolah ikan (UPI), yang kemudian didistribusikan lebih lanjut melalui eksportir dan trading company. Sedangkan rantai distribusi untuk pasar domestik terjadi melalui pengumpul, supplier dan UPI dengan tidak melalui eksportir dan trading company. Kata kunci: rantai pasok, industri udang ANALISIS LABA RUGI FINANSIAL DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DI KABUPATEN SAMBAS GILLNET, PLASTIK (MINI PURSE-SEINE), RAWAI DAN LAMPARA DASAR Sastrawidjaja Perikanan laut ikut menggerakkan ekonomi masyarakat nelayan mulai dari sector hulu ke hilir, yaitu usaha penangkapan, pengolahan, dan pemasaran. Usaha penangkapan mampu menopang kegiatan social ekonomi untuk menjamin pendapatan kehidupan keluarga, karena itu alat tangkap gillnet, plastik, rawai dan lamdas telah dapat menjadi bagian sarana penghidupan di dalam masyarakat. Tujuan penelitian adalah pengkajian aspek analisis rugi laba, finansial dan keuntungan usaha penangkapan oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Metode penelitian menggunakan studi kasus, dan responden ditentukan dengan purposip untuk masing-masing alat tangkap 5 orang, informasi dan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha penangkapan yang dilakukan nelayan berfluktuasi baik menurut musim maupun dilihat dari rata-rata per-musim dan per-tahun tangkapan. Dari analisis finansial, R/C ratarata yang dicapai 1,70, Arus Kas sebesar Rp. 141.152.641,46,- Rentabilitas Ekonomi sebesar 399,26,% periode pengembalian antara 2 tahun hingga 5 tahun dan titik impas tercapai pada Rp. 6.748.041,96 dengan tingkat keuntungan dari modal kerja Rp. 53,40, investasi Rp. 7,84, biaya operasonal Rp. 1,00 dan penjualan Rp. 0,37 yang berarti semuanya mengindikasikan keuntungan. Usaha penangkapan di wilayah Kabupaten Sambas masih dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan. Kata kunci: keuntungan, nelayan, perikanan VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA PESISIR: KASUS TAMAN WISATA ALAM LAUT GILI MATRA, NUSA TENGGARATA BARAT Sonny Koeshendrajana, Fatriyandi Nur Priyatna, Cornelia Mirwantini Witomo dan Rizki Aprilian Wijaya Peneliti pada Balai besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Riset bertujuan untuk nilai ekonomi total sumber daya pesisir dilakukan di lokasi taman Wisata Alam Laut (TWAL) Gili Matra, Nusa Tenggara Barat pada tahun 2009. Metode perhitungan nilai ekonomi total (Total Economic Value, TEV) digunakan dalam penelitian ini. Data primer dan sekunder digunakan dalam analisis perhitungan nilai ekonomi. Hasil identifikasi dan karakterisasi pola pemanfaatan menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan dan pariwisata merupakan kegiatan utama yang berkembang pada kawasan tersebut. Hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai manfaat langsung untuk perikanan tangkap dan pariwisata adalah sebesar Rp. 1.969.374.000 per tahun. Nilai manfaat tidak langsung adalah sebesar Rp. 1.433.504.000 per tahun. Nilai pilihan adalah sebesar Rp. 866.766.000 per tahun. Nilai bukan manfaat untuk nilai keberadaaan sumberdaya dan nilai pelestarian sumberdaya adalah sebesar Rp. 991.226.000 per tahun dan 816.897.000 per tahun. Total nilai ekonomi sumberdaya perairan di Gili Matra adalah sebesar Rp. 6.077.767.000 per tahun. Hasil studi memberikan petunjuk bahwa meskipun kedua aktivitas utama tersebut dapat berlangsung dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat; tetapi, terungkap indikasi potensi konflik pemanfaatan di kemudian hari. Implikasi kebijakan yang perlu dikembangkan adalah melakukan pengendalian aktivitas usaha yang dapat dilakukan sehingga keberadaan TWAL Gili Matra dapat terjamin seiring dengan pola pemanfaatan sumber daya pesisir yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Kata kunci: pariwisata, perikanan tangkap, TWAL Gili Matra, valuasi ekonomi OPTIMALISASI KOMBINASI FAKTOR PRODUKSI USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA PUNAGA KAB. TAKALAR Sri Suro Adhawati dan Hadi Purnomo Sosial Ekonomi Perikanan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Penelitian ini dilaksanakan di Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar pada bulan Juni – Agustus 2009. Penelitian bertujuan untuk; mengetahui kombinasi faktor produksi optimal usaha budidaya rumput laut dan mengetahui tingkat pendapatan optimal pengunaaan faktor produksi bibit, tenaga kerja dan modal pada usaha budidaya rumput laut. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian adalah kelompok tani rumput laut yang bermukim di Desa Punaga sebanyak 270 orang. Jumlah sampel sebanyak 27 orang yaitu 10 % dari jumlah populasi. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data skunder. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah Linier Programing (LP) dan Analisis Pendapatan Optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; jumlah penggunaan faktor produksi bibit oleh petani rumput didesa punanga kecamatan mangarabombang kabupaten takalar sampai pada bentangan 350 adalah dibawah atau sama dengan jumlah faktor kendala, sedangkan untuk faktor produksi tenaga kerja dan modal, sampai pada bentangan 150 untuk tenaga kerja dan bentangan 250 untuk modal adalah dibawah atau sama dengan faktor kendala. Kombinasi penggunaan faktor produksi optimal terdapat pada bentangan 500. Dengan jumlah produksi sebanyak 6000 kg untuk kappa coklat dan 5000 kg untuk maumere hijau. Dengan harga jual sebesar Rp 8.000 per kg untuk kappa coklat dan Rp 3.000 untuk maumere hijau diperoleh nilai total produksi optimal adalah sebesar Rp 63.000.000. Kata kunci: faktor produksi, kombinasi, optimalisasi ANALISIS DISTRIBUSI DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Syafrul Yunardy dan Nur Arifatul Ulya Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bidang kelautan. Oleh karena itu sangat logis jika sektor perikanan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional. Peran sektor perikanan Indonesia dapat diukur melalui distribusi dan dampaknya terhadap output ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi penciptaan output (barang dan jasa) sektor perikanan terhadap faktor produksi, institusi, dan sektor produksi dan mengetahui dampak sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (Model SNSE). Distribusi penciptaan output sektor perikanan diketahui melalui analisis nilai pengganda SNSE (SNSE Multiplier). Dampak sektor perikanan terhadap peningkatan output perekonomian diukur melalui skenario perubahan permintaan akhir sektor perikanan (konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah). Penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi penciptaan output sektor perikanan pada tenaga kerja (54,57%) lebih besar daripada modal pemerintah dan swasta (45,43%). Tenaga kerja yang paling besar menciptakan output barang dan jasa adalah tenaga kerja perikanan di desa. Untuk institusi, distribusi output sektor perikanan pada rumah tangga (60,70%) lebih besar daripada perusahaan (27,37%) dan pemerintah (11,93%). Rumah tangga bukan perikanan di kota merupakan rumah tangga yang paling besar distribusi outputnya. Pada sektor produksi, distribusi penciptaan output sektor tersier lebih besar daripada sektor primer maupun sekunder. Adapun peningkatan konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah terhadap sektor perikanan akan memberikan dampak peningkatan PDB Indonesia terhadap faktor produksi sebesar 1,8 kali, pada institusi sebesar 2,2 kali, dan pada sektor produksi sebesar 3,9 kali. Kata kunci: faktor produksi, institusi, model SNSE, nilai pengganda, sektor produksi