Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 Strain Leptospira Yang Ditemukan Pada Tikus dan Suncus di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Bina Ikawati, Sunaryo Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, Jl Selamanik No. 16 A Banjarnegara Contact e_mail : [email protected] Abstrak Leptospirosis merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis), dapat ditularkan oleh hewan domestik (anjing, kucing, babi, sapi) dan binatang pengerat, terutama tikus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kepadatan relatif tikus serta peran tikus dan suncus dalam penularan leptospirosis di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan desain potong lintang. Penangkapan tikus dilakukan di Dusun Jogorejo, Sendangsari, Minggir, Kabupaten Sleman pada bulan April 2011. Sebanyak 200 perangkap dipasang pada lokasi penelitian, di dalam rumah 2 perangkap dan di luar rumah 2 perangkap, serta lahan di sekitar lingkungan tersebut selama 3 malam berturut-turut dan pengamatan kondisi lingkungan. Tikus yang tertangkap diidentifikasi, dihitung kepadatannya dan diambil darahnya untuk diperiksa keberadaan bakteri leptospira secara MAT (Microscopic Aglutination Test). Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar Lokasi survei adalah rumah di lingkungan pertanian, saat survei padi telah dipanen. Keberhasilan penangkapan umum sebesar 21,50 %, keberhasilan penangkapan di dalam rumah 15,07% dan di luar rumah 17,53%. Species tikus yang ditemukan R. tanezumi 83,72%, Suncus murinus 15,50% dan R. argentiventer 0,78%, ditemukan bakteri Leptospira pada 7 dari 105 sampel yang diperiksa dengan strain rachmati, pomona, icterohaemorhagiae dan hardjo pada pengenceran 1:100-1:400. Species yang positif leptospira Sp adalah R. tanezumi dan S. murinus. Kata kunci: leptospirosis, Sleman, tikus 1 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 Abstract Leptospirosis is one of zoonotic diseases, transmitted by domestic animal (dogs, cats, pigs and cows) and rodent specially rat. The aimed of this research were to know relative density (trap success) and the role of Rat and Suncus in leptospirosis transmission. This study was observational with cross sectional design was done in Jogorejo, Sendangsari, Minggir, Sleman district on April 2011. As much 200 trap had been used in this survey. There were 2 trapped indoor and 2 trapped outdoor that put in each houses in survey location, several trap put in yard, garden, rice field, etc during 3 days and environment observation. Rats had been trapped identified, counted trap success, and serra taken from blood of rat cardiac to identification of Leptospira strain by using Microscopic Aglutination Test (MAT). Data analyzed descriptively in table and picture. Survey location was houses in agriculture area. At the time of research was rice harvest season. Trap success was high, totally as much 21,50% with trap success indoor as much 15,07% and outdoor as much 17,53%. Rat species had been found were R. tanezumi83,72%, Suncus murinus 15,50% and R. argentiventer 0,78%. Rat and suncus sera that have been examinated showed 7 from 105 sample were positive reaction with Leptospira Sp strain rachmati, pomona, icterohaemorhagiae and hardjo with titre 1:100 until 1: 400. Species that showed positife Leptospira Sp were R. tanezumi and S. murinus. Keywords: leptospirosis, Sleman, tikus PENDAHULUAN Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Leptospira interogans, golongan spirochaeta yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia (Soedarto, 2007). Leptospirosis merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis) yang dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi ketika darah atau cairan tubuh yang mengandung Leptospira menular secara langsung dari binatang yang terinfeksi. Yang termasuk penularan langsung misalnya secara transplasental dari induk kepada anaknya, kontak secara sexual, dan dari air susu pada anaknya. Penularan secara tidak langsung terjadi melalui lingkungan yang 2 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 terkontaminasi bakteri Leptospira Sp (air , tanah, makanan, minuman, tanaman). Masa inkubasi leptospirosis dapat berlangsung pendek 2 hari dan terlama 30 hari (rata-rata 5-14 hari) (S. Faine, B. Adler, C. Bolin, P,2000). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan kasus leptospirosis di Kabupaten Sleman ditemukan pertamakali pada tahun 2007, meningkat sampai tahun 2009 dan cenderung menurun sampai Maret 2011. Angka kematian karena leptospirosis cenderung menurun dari tahun ke tahun, berturut-turut dari tahun 2007 sampaai dengan Maret 2011 Case Fatality Rate (CFR) : 0%; 6,06%, 6,25%, 4,69% dan 0%. Kasus leptospirosis di Kecamatan Minggir pada tahun 2008 tercatat sebanyak 5 penderita, meningkat menjadi 22 pada tahun 2009 dan menurun sampai awal 2011. Peningkatan kasus leptospirosis pada tahun 2009 karena adanya survei screening leptospirosis dari BTKL Yogyakarta (dari 22 kasus 21 mrupakan hasil screening). Tahun 2010 sebanyak 7 penderita dengan satu orang meninggal (CFR 14,29%). Tahun 2011 sampai dengan Maret tercatat 8 penderita leptospirosis (7 dikonfirmasi laboratorium dengan leptotek lateral flow dan 1 kasus klinis), satu orang meninggal (CFR 12,5%). Tikus merupakan penular utama leptosirosis karena kedekatannya dengan kehidupan manusia. Bagaimana kepadatan relatif tikus serta peran tikus dan suncus dalam penularan leptospirosis di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman belum banyak dikaji. Hal tersebut merupakan tujuan yang akan dikaji pada penelitian ini. Data hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya focus pengendalian tikus dan cecurut. METODE Penelitian dilakukan secara observasional dengan desain potong lintang. Penangkapan tikus dilakukan pada satu lokasi ditemukannya kasus leptospirosis terdekat dengan pelaksanaan survei yaitu di Dusun Jogorejo, Desa Sendangsari, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Penderita leptospirosis yang mendekati saat survei di Dusun Jogorejo tercatat mulai sakit pada 24 Maret dan mendapat pengobatan pada 30 Maret 2011. Penelitian dilakukan pada bulan April 2011. Sebanyak 200 perangkap dipasang pada lokasi penelitian, yaitu di dalam rumah 2 perangkap dan di luar rumah 2 perangkap, serta lahan di sekitar lingkungan tersebut selama 3 malam berturut-turut, pengamatan kondisi lingkungan dan pengambilan titik GPS (Global Positioning System) di lokasi survei. Tikus yang tertangkap diidentifikasi, dihitung kepadatannya dan diambil darahnya untuk 3 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 diperiksa keberadaan bakteri leptospira secara MAT (Microscopic Aglutination Test). Populasi pada penelitian ini adalah semua jenis tikus dan suncus yang berada di wilayah penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah semua tikus yang berhasil ditangkap pada kegiatan penangkapan tikus dan cecurut. Sebanyak 200 perangkap diletakkan pada lokasi penelitian selama tiga malam berturut-turut. Tikus dan cecurut yang berhasil ditangkap dibius atropin dosis 0,02 – 0,05 mg/kg berat badan tikus dilanjutkan ketamin HCL dosis 50 – 100 mg/kg berat badan tikus dengan cara menyuntikkan pada otot tebal bagian paha tikus (Donald C Plumb,Pham 2002). Selanjutnya dilakukan pengambilan darah dari jantung tikus dengan cara mengoleskan kapas beralkohol 70% di bagian dada, jarum suntik ditusukkan di bawah tulang pedang-pedangan (tulang rusuk) sampai masuk lebih kurang 50 – 75 % panjang jarum. Posisi jarum membentuk sudut 450 terhadap badan tikus yang dipegang tegak lurus. Setelah posisi jarum tepat mengenai jantung, secara hati-hati darah dihisap diusahakan alat suntik terisi penuh. Pengambilan darah dari jantung tikus dapat diulang maksimal 2 kali, karena apabila lebih dari 2 kali besar kemungkinan darah mengalami hemolisis. Darah diambil serumnya untuk diperiksa keberadaan bakteri leptospira dengan metode MAT. Setelah itu dilakukan identifikasi serta penghitungan keberhasilan penangkapan (Ristiyanto, 2007). Analisis deskriptif dengan tabel dan gambar dilakukan untuk menyajikan gambaran lingkungan, kepadatan tikus, dan rekomendasi pengendaliannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Dusun Jogorejo, Desa Sendangsari, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta merupakan daerah pemukiman yang dikitari lahan pertanian (sawah). Ketinggian lokasi Kecamatan Minggir berkisar 101-200 m dpl. 4 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 Gambar 1. Lokasi Penelitian dengan titik lokasi survei tikus Perumahan di Dusun Jogorejo seperti umumnya pedesaan di Jawa mempunyai pekarangan yang luas, banyak yang mempunyai binatang peliharaan sapi maupun unggas (itik, ayam). Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani, baik petani pemilik lahan maupun petani penggarap (buruh tani). Penduduk menggunakan air untuk kebutuhan sehari-hari dari air sumur. Keberadaan aliran air di sekitar penduduk adalah air untuk irigasi sawah. Survei dilakukan bersamaan dengan musim panen padi, sehingga banyak ditemui masyarakat menjemur padi dan banyak karung-karung berisi gabah. Daerah lokasi penelitian bukan merupakan daerah banjir. Leptospirosis merupakan penyakit yang bersifat neglected disease dan under diagnostic. Kasus leptospirosis di Kecamatan Minggir ditemukan pertamakali pada tahun 2008. Adanya satu kasus leptospirosis diestimasikan paling tidak ada 10 kasus leptospirosis anikterik atau dengan gejala ringan (Depkes, 2008). Kasus leptospirosis di kecamatan Minggir yang tercatat ditemukan pertamakali pada tahun 2008 sebanyak 5 penderita. Kasus meningkat pada tahun 2009 menjadi 22 dan menurun setelahnya. Peningkatan kasus leptospirosis pada tahun 2009 dipengaruhi oleh adanya survei dari BTKL 5 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 Yogyakarta yang melakukan screening leptospirosis (dari 22 kasus 21 mrupakan hasil screening). Tahun 2010 sebanyak 7 penderita dengan satu orang meninggal (CFR 14,29%). Tahun 2011 sampai dengan Maret tercatat 8 penderita leptospirosis (7 dikonfirmasi laboratorium dengan leptoteklateralflow dan 1 kasus klinis) dengan satu orang meninggal (CFR 12,5%). Pemilihan lokasi di Dusun Jogorejo didasari bahwa pada daerah ini terdapat penderita leptospirosis yang dekat dengan pelaksanaan survei, yaitu penderita yang sakit leptospirosis sejak 24 Maret 2011. Penderita adalah laki-laki, seorang petani dan berumur 68 tahun. Keberhasilan penangkapan (trap success) secara umum sebesar 21,50 %, keberhasilan penangkapan di dalam rumah 15,07% dan di luar rumah 17,53%. Keberhasilan penangkapan di dalam rumah diatas 7% dan di luar rumah diatas 2% dapat dinyatakan bahwa keberhasilan penangkapan tinggi (Hadi, dkk, 1991). Species tikus yang ditemukan dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini: Tabel 1. Species tikus dan Suncus yang ditemukan di lokasi penelitian berdasarkan jenis kelamin, umpan dan lokasi peletakan perangkap Spesies R. tanezumi Sex Umpan Lokasi Umpan Jml jantan betina Kelapa Ikan Outdoor Indoor Kumulatif Persen 49 59 68 40 60 48 108 83,72 R. argentiventer 0 1 0 1 0 1 1 0,78 S. murinus 9 11 10 10 10 10 20 15,50 58 71 78 51 70 59 129 100 Total Tabel 1 di atas menunjukkan species tikus dan cecurut yang ditemukan adalah R. tanezumi atau tikus rumah, R argentiventer atau tikus sawah dan S. murinus atau cecurut . Rattus tanezumi dan R. argentiventer termasuk dalam klas mammalia, ordo rodentia, family muridae, Sub family murine, Genus Rattus (Ronald M. Nowak,1999a). Sedangkan Suncus murinus atau cecurut termasuk dalam klas mamalia, ordo insektivora, family Soricidae (Ronald M. Nowak, 1999 b). Rattus tanezumi dan Suncus murinus merupakan hewan yang bersifat domestik karena keberadaannya yang dekat dengan manusia, dimana manusia tinggal kedua jenis ini besar kemungkinan akan ditemukan. Sedangkan R. argentiventer bersifat peridomestik Aktivitas hidup tikus jenis ini sebagian besar dilakukan di luar rumah dan sekitarnya , hanya kadang-kadang binatang ini ditemukan di dalam 6 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 rumah. Jenis peridomestik ini sering dijumpai di lahan pertanian, perkebunan, sawah dan pekarangan rumah (Ristiyanto, 2009) Persentase tertinggi tikus dan cecurut yang tertangkap adalah Rattus tanezumi (83,72%). Tikus betina lebih banyak ditemukan dibandingkan tikus jantan. Umpan yang lebih banyak memperoleh tikus dan cecurut adalah kelapa bakar, lokasi ditemukan tikus dan cecurut lebih banyak di luar rumah. Sebanyak 106 dari 129 (82,17%) tikus dan cecurut yang mencukupi serum darah jantung untuk pemeriksaan keberadaan bakteri leptospira dilakukan pemeriksaan keberadaa leptospira Sp dengan teknik MAT. Hasil pemeriksaan MAT dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini: Tabel 2. Distribusi species tikus dan Suncus berdasarkan kepositifan Leptospira Sp berdasarkan jenis kelamin dan lokasi peletakan perangkap Jantan Betina Outdoor Indoor + - + - + - + - 94 3 35 3 53 4 48 2 40 rachmati,pomona, R. argentiventer 1 0 1 0 0 0 1 0 0 icterohaemorhagie S. murinus 11 0 5 1 5 0 6 1 4 dan Total 106 3 41 4 58 4 55 3 44 1:100- 1:400 Species Total R. tanezumi Jenis strain hardjo Hasil pemeriksaan dengan cara MAT menunjukkan adanya 7 sampel serum darah tikus dan suncus yang menunjukkan reaksi positif dengan strain rachmati, pomona, icterohaemorhagiae dan hardjo pada pengenceran 100 sampai 400 kali. Species yang serum darahnya menunjukkan positif leptospira Sp adalah R. tanezumi dan Suncus murinus. Tabel 3 berikut ini menunjukkan distribusi species tikus yang positif leptospirosis dan strainnya Tabel 3. Distribusi Species Tikus dan Suncus Berdasarkan Titer Antibodi Terhadap Antigen yang Digunakan Titer antibodi terhadap antigen yang digunakan Species Rachmati pomona icterohaemorhagiae hardjo R. ekor) tanezumi (6 1:100- 1:100- 1:400 1:400 S. murinus (1 ekor) 1:100 - 1:100-1:400 - 1:100 - 7 titer Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 Pada tabel 3 menunjukkan bahwa pada R. tanezumi variasi strain cukup banyak yaitu : rachmati, pomona, icterohaemorhagiae pada pengenceran 100-400 kali dan strain hardjo pada pengenceran 100 kali. Strain icterohaemorhagie merupakan jenis strain yang umum ditemukan pada tikus dan merupakan strain yang menimbulkan keparahan leptospirosis yang lebih tinggi. Strain hardjo selain pada rodent banyak ditemukan pada sapi. Strain yang ditemukan pada S. murinus pada penelitian ini adalah rachmati. Namun demikian pemeriksaan secara MAT tidak menunjukkan bahwa ketika sampel darah dari tikus diperiksa tikus tersebut dalam badannya terdapat Leptospira Sp. Hal ini karena pemeriksaan dengan teknik MAT merupakan reaksi antigen antibody. Positif secara MAT pada suatu strain tertentu dan titer tertentu menunjukkan adanya antibody yang dibentuk tikus atau suncus terhadap keberadaan strain Leptospira tertentu tersebut dalam tubuhnya. Meskipun strain Leptospira sudah hilang dari tubuhnya antibodi dapat terus terbentuk sampai pada tahap tertentu. Intisari dari kepositifan Leptospira pada tikus dan Suncus menunjukkan adanya strain Leptosira tersebut yang terpelihara di alam dalam siklus enzootiknya. Berbeda pada manusia keberadaan leptospira Sp pada tikus tidak menimbulkan sakit, oleh karena itu pada kejadian leptospirosis, tikus merupakan reservoar selain hewan penular yang lain. Sekali rodent terinfeksi dengan leptospirosis, rodent tersebut berperan sebagai carrier dan menyebarkan leptospirosis seumur hidupnya. (Vinodkumar,G; Rajeshwari, Y.B; Shivaraj,U.Krishnamoorthy, et all, 2011) Rattus tanezumi dan Suncus murinus yang ditemukan positif leptospirosis pernah pula ditemukan di wilayah Gresik, namun bukan merupakan species yang mendominasi untuk kepositifan Leptospira Sp (masing-masing sebesar 7,69% dari tikus dan suncus ditemukan yang positif Leptospira Sp (Bina Ikawati, 2010). Penelitian di Kota Semarang menemukan dari 11,11% Rattus tanezumi positif dari tikus positif yang ditemukan. (Bambang Yunianto, 2009) SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa kepadatan tikus di lokasi penelitian baik di dalam maupun di luar rumah tinggi. Tikus rumah (R. tanezumi) dan cecurut (S. murinus) mempunyai peranan dalam penularan leptospirosis dapat dibuktikan dengan 7 sampel yang positif Leptospira Sp dengan pemeriksaan secara MAT. Pada pemegang program kesehatan (petugas Puskesmas utamanya) dan masyarakat agar tidak hanya memfokuskan kemungkinan penularan leptospirosis dari lingkungan sawah saja (hubungan dengan pekerjaan sebagai petani), namun perlu upaya pengendalian tikus di lingkungan rumah dan memperbaiki kondisi rumah serta lingkungannya. Kondisi rumah bertahap perlu berproses menuju rumah yang rat proof, membuat dinding dan pintu yang rapat pemisah rumah dan tempat menyimpan padi. 8 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 Daftar Pustaka 1. Bambang Yunianto (2009). Studi Epidemiologi Leptospirosis di Kota Semarang Tahap II. Laporan Penelitian. Loka Litbang P2B2 Banjarnegara 2. Bina Ikawati, Bambang Yunianto (2010). Identification of Leptospira Strain in Rat at Leptospirosis Area in Gresik District, East Java Province. Buletin Penelitian Kesehatan Edisi Suplemen 3. Depkes (2008). Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Sub Direktorat Zoonosis, Ditjen PPM & PL, Jakarta 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman (2011). Data Kasus Leptospirosis di Kabupaten Sleman 2007- Maret 2011 5. Donald C Plumb,Pham, D (2002). Veterinary Drug Handbook 4th Edition, Lowa State Press Page 461-467 6. Hadi, dkk (1991) . Jenis-Jenis Ektoparasit pada Tikus di pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Proceeding Seminar Biologi VII, Pandaan Jawa Timur.B2P2VRP Salatiga. 7. Puskesmas Minggir (2011). Data Leptospirosis diWilayah Kerja Puskesmas Minggir Tahun 2008-Maret 2011 8. Ristiyanto (2007). Modul Pelatihan Teknis Tingkat Dasar Survei Reservoir Penyakit Bidang Minat Rodensia. B2P2VRP Salatiga. 9. Ronald M Nowak. (1999a) Walker’s Mammals of the World Volume II, 6th Edition, The John Hopkins University Press, Baltimore Maryland. 10. Ronald M Nowak.. (1999b) Walker’s Mammals of the World Volume I, 6th Edition, The John Hopkins University Press, Baltimore Maryland. 11. S. Faine, B. Adler, C. Bolin, P (2000) Melbourne, MediSci; p. 180-181 Leptospira and leptospirosis. 12. Soedarto (2007). Sinopsis Kedokteran Tropis. Airlangga University Press. Surabaya. 13. Vinodkumar,G; Rajeshwari, Y.B; Shivaraj,U.Krishnamoorthy, et all. (2011) Leptospirosis in Field Rats in and Around The Laboratory Animal Facilities of Banglore, India. Veterinary World,2011. Vol.4(9):410-412 9 Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31 Maret 2012 10