PSIKOLOGI SOSIAL PERSUASI Novanti Ayu P. Fitria Nurliana Rahma Syahrullia Anna Sofia Shofiatus S.F A. DEFINISI PERSUASI Persuasi adalah seni dan teknik mengubah orang lain. Jika Anda menggali kembali pembicaraan kita mengenai akar status yang dimiliki seseorang, maka ada dua jenis pengaruh yang disebutkan, yakni rasa hormat terhadap seseorang atau sesuatu yang terjadi secara alamiah dan suatu “wahana instrumental” yang melibatkan kekuasaan. Apa yang disebut kekuasaan jelas sekali tidak berwujud fisik, melainkan suatu wahana pengaruh yang bersifat lebih halus dan mencakup persuasi. Persuasi adalah proses dimana sebuah pesan menyebabkan perubahan keyakinan, sikap atau perilaku. Ketika kita menerimanya, kita mungkin menyebutnya edukasi. Kekuatan persuasi juga digunakan dalam mempromosikan gaya hidup yang lebih sehat. Persuasi telah menjadi salah satu alternatif yang banyak dipergunakan dalam komunikasi. Istilah persuasi bersumber dari bahasa latin, persuasion yang kata kerjanya adalah persuadere yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Terdapat beberapa definisi tentang persuasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, di antaranya 1. Applbaum dan Anatol, (1974) mendefinisikan persuasi sebagai proses komunikasi yang kompleks ketika individu atau kelompok mengungkapkan pesan (sengaja atau tidak sengaja) melalui cara-cara verbal dan nonverbal untuk memperoleh respon tertentu dari individu atau kelompok lain. 2. Andersen, 1972, membatasi definisi persuasi sebagai suatu proses komunikasi interpersonal di mana komunikator berupaya dengan menggunakan lambang- lambang untuk mempengaruhi kognisi penerima. Jadi, secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang diinginkan oleh komunikator. 3. Brembeck and Howell, (1952) mendefinisikan persuasi sebagai usaha sadar untuk mengubah pikiran dan tindakan dengan memanipulasikan motif orang kearah tujuan yang sudah ditetapkan. 4. Hardo, (1981), mendefinisikan persuasi sebagai proses komunikatif untuk mengubah kepercayaan, sikap, perhatian atau perilaku baik secara sadar maupun tidak dengan menggunakan kata-kata dan pesan nonverbal. 5. Miller (dalam Malik, 1994: 188) mengatakan bahwa persuasi dapat dipandang sebagai segala upaya untuk mempengaruhi orang, kelompok orang atau mayarakat. 6. Sastropoetro (1988: 246) mengatakan bahwa kata persuasi berasal dari bahasa Inggris persuation yang berinduk kepada kata kerja to persuade yang berarti membujuk, merayu dan menghimbau. Kegiatan membujuk, merayu mengimbau atau sejenisnya adalah merangsang seseorang untuk melakukan sesuatu dengan spontan, dengan senang hati, dengan sukarela tanpa merasa dipaksa. 7. Rakhmat (2007) persuasif adalah proses komununikasi untuk mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. 8. R. Bostrom (1995: 5) persuasif adalah perilaku komunikasi yang bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima. Tujuan demikian hanya dapat dicapai manakala seorang guru mampu menyampaikan pesannya dengan pendekatan psikologis, dan pesan seperti itulah yang disebut persuasif. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan, kita dapat mengambil makna dari persuasi yaitu melakukan upaya untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang melalui cara-cara yang luwes, manusiawi, dan halus dengan akibat munculnya kesadaran, kerelaan dan perasaan senang serta adanya keinginan untuk bertindak sesuai yang dikatakan komunikator / persuader. (Soemirat, 2000: 1.20-1.22). Persuasi merupakan salah satu metode komunikasi sosial, yang dalam pelaksanaannya menggunakan teknik atau cara tertentu, sehingga menyebabkan orang bersedia melakukan sesuatu dengan senang hati, dengan suka rela dan tanpa merasa dipaksa oleh siapapun. Kesediaan itu timbul dari dalam dirinya sebagai akibat adanya dorongan atau rangsangan tertentu yang menyenangkan. Susanto (1993: 121) berpendapat bahwa komunikasi dikatakan berhasil apabila komunikasi itu mampu mengubah sikap dan tindakan seseorang secara sukarela, salah satu caranya dengan menggunakan komunikasi persuasif. Persuasi dapat dilakukan baik secara rasional maupun emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek-aspek yang dipengaruhi dapat berupa ide ataupun konsep, sehingga pada orang tadi terbentuk keyakinan (belief). Jadi kesimpulan menurut kelompok kami persuasi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat dinamis dan terus-menerus dengan tujuan mengubah perilaku orang lain sesuai baik yang nampak sebelum dan sesudah intevensi. Hal ini mengandung makna bahwa komunikasi persuasif itu merupakan salah satu cara bagi seseorang untuk membujuk orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dari pembujuk dan dengan senang hati tanpa merasa dipaksa. B. JALAN YANG MENGARAHKAN PADA PERSUASI Memerhatikan Pesan Memahaminya Memahaminya Berperilaku Mengingatnya Gambar 1. Rintangan dalam Proses Persuasi Sebagaimana ditunjukkan Gambar 1, persuasi perlu membersihkan beberapa rintangan yang menghalang. Beberapa faktor yang membantu orang membersihkan rintangan dalam proses persuasi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya persuasi. Misalnya, jika sebuah sumber yang atraktif meningkatkan perhatian Anda pada suatu pesan, maka pesan tersebut memiliki kesempatan lebih besar untuk mempersuasi Anda. a. Rute Sentral Richard Petty dan John Cacioppo (Cass – ee – Oh – poh) (1986; Petty & Brinol, 2008) dan Alice Eagly dan Shelly Chaiken (1993, 1998) mengambil satu langkah lebi maju. Mereka berteori bahwa persuasi sering kali terjadi melalui salah satu dari dua rute. Ketika orang termotivasi dan mampu berpikir mengenai sebuah isu, mereka kemungkinan besar akan mengambil rute sentral persuasi (central route to persuasion) yang berfokus pada argumen-argumen tersebut kuat dan memaksa, persuasi kemungkinan besar terjadi. Jika pesan tersebut hanya menawarkan argumen yang lemah, orang yang berpikir akan memperhatikan bahwa argumen-argumen tersebut tidak terlalu memaksa dan akan dapat dilawan. Jadi rute sentral persuasi itu terjadi ketika orang yang tertarik fokus pada argumen dan merespon dengan pemikiran yang memihak. b. Rute Periferal Kadang, kita tidak cukup termotivasi atau mampu berpikir dengan hati-hati. Jika kita terganggu, tidak terlibat atau hanya kesibukan biasa, kita mungkin tidak akan menghabiskan waktu untuk memikirkan isi pesan ketimbang memperhatikan apakah argumen tersebut memaksa, kita malah mengikuti rute periferal persuasi (peripheral route to persuasion) yang berfokus pada isyarat-isyarat yang memicu penerimaan otomatis tanpa banyak berpikir. Dlam situasi ini, memahami pendapat yang familiar dengan mudah lebih bersifat persuasif daripada pendapat baru dengan makna yang sama. Dua rute persuasi ini bersifat eksplisit dan reflektif yang lainnya lebih implisit dan otomatis adalah pelopor dalam moel “pemrosesan ganda” tentang pikiran manusia dewasa ini. Pemrosesan rute sentral sering kali dapat mengubah sikap eksplisit dengan cepar. Pemrosesan rute periferal lebih lambat dalam membentuk sikap implisit melalui pengulangan asosiasi antara suatu objek sikap dengan suatu emosi (Petty & Brinol, 2008). Kesimpulan dari C. TEORI-TEORI YANG MENJELASKAN TENTANG PERSUASI 1. Elaboration-Likelihood Model Teori ini dikembangkan oleh Petty dan Cacioppo pada tahun 1986 (communication Capstone, 2001). Dalam ELM, terdapat dua jalan persuasi, yakni jalan utama (central) dan jalan tambahan (periferal). Jalur central menggunakan eraborasi pesan yang dapat menghasilkan suatu perubahan besar sikap positif. Jalur kedua atau tambahan digunakan teknik enam pesan yang tidak relevan melalui isyarat atau petunjuk (clues) yang tidak relevan guna mendatangkan suatu respon cepat pada perubahan sikap yang tidak benar. Asumsi ontologis dari teknik periferal ini adalah bahwa manusia memiliki karakter yang reaktif terhadap rangsangan yang datang dari luar dirinya, sekecil apapun rangsangan yang ada. Dengan adanya stimulus atau rangsangan tersebut, maka seseorang sikapnya berubah, meskipun hanya sesaat. 2. Probabilogical Model pertama kali dikemukakan oleh William MacGuire, kemudian dilanjutkan oleh Robert Wyer (dalam Eagly & Chaiken, 1993). MacGuire (1960) sebagaimana juga Fishbein & Ajzen (1975) meyakini bahwa sikap individu ditentukan oleh keyakinan (beliefs) yang sudah dimilikinya. Mengenai model probabilogical ini, Eagly mengemukakan bahwa sikap akan terbentuk jika individu mempunyai keyakinan logis berkaitan dengan objek sikap tertentu. Keyakinan adalah penilaian subjektif yang mungkin dimiliki individu atau subjective probability judgements. Model probabilogical ini pada awalnya dikemukakan oleh McGuire (1960) dan kemudian diikuti oleh Robert Wyer (1970), dan Wyer & Carlston (1979). Wyer mengemukakan hubungan matematis antara penerapan hukuman mati bagi penyelundupan obat dengan menurunnya penyalah gunaan obat di Amerika Serikat dalam 10 tahun terakhir. Dalam model probabilogical dikenal rumusan matematis untuk keyakinan terhadap kesimpulan,adalah sebagai berikut: P(C) = p(AC) + p(A’C) dimana p(AC) adalah kemungkinan bahwa C terjadi bila A dilakukan dan p(A’C) adalah kemungkinan bahwa C terjadi bila A tidak dilakukan. Ada 2 prinsip yang perlu dijadikan pertimbangan dalam membahas mengenai model probabilogical ini, yaitu Bayes’s Theorem dan Socratic Effect. Bayes’s Theorem menyatakan bahwa sikap akan terbentuk tidak hanya ditentukan oleh logika matematika mengenai suatu pola hubungan antara premis dan konklusi sebagaimana dalam rumus tersebut, tetapi dipengaruhi juga oleh cara atau presentasi dari premis tersebut. Sedangkan Socratic Effect berkaitan dengan urut-urutan penyajian informasi. McGuire (1960) menyatakan bahwa keyakinan individu terhadap suatu objek sikap akan lebih kuat pada saat ditanya kedua kalinya mengenai objek yang sama. Untuk membuktikan hal ini, McGuire melakukan riset dengan cara menyajikan kuesioner tes dan re-test terhadap respondennya. Penelitian ini menunjukkan bahwa respon individu akan semakin konsisten apabila responden mengisi kuesioner yang mengungkap keyakinan terhadap premis terlebih dahulu sebelum ditanyakan mengenai keyakinannya terhadap konklusi. Dengan demikian teori ini memberikan implikasi yang besar terhadap metode komunikasi persuasi. 3. Expectancy-Value Model adalah model yang sangat populer untuk menjelaskan bagaimana sekumpulan keyakinan mengenai suatu objek, perilaku, dan peristiwa dapat digunakan untuk membentuk dan mengubah sikap. Model ini dikemukakan oleh beberapa ahli dalam menjelaskan hubungan keyakinan dengan sikap, diantaranya oleh Tolman, Rotter, dan Atkinson (dalam Fishbein & Ajzen, 2005). Konstruksi model ini sebetulnya serupa dengan cognitive-affective dikemukakan oleh Rosenberg (dalam Fishbein & Ajzen, 1975). D. CONTOH KASUS PERSUASI consistency yang Judul Kasus : Anda Kandidat Gubernur, Bupati, Walikota,Legislatif atau DPD ? Kami Siap Membantu Anda Meraih Kesuksesan KONSULTAN POLITIK GLOBAL VICTORY adalah lembaga konsultan politik yang memberikan garansi menang kepada kandidat pilkada yang menjadi kliennya. Bentuk garansinya adalah : Bayar bila menang, kalah tidak usah bayar. Artinya KONSULTAN POLITIK GLOBALVICTORY tidak akan meminta bayaran kepada kandidat bila kalah dalam pilkada. Dan KONSULTAN POLITIK GLOBAL VICTORY hanya meminta bayaran bila kandidat berhasil memenangkan pilkada saja. Salah satu faktor utama mengapa seorang kandidat kalah dalam Pilkada adalah karena tidak menerapkan strategi yang sudah terbukti jitu. Kebanyakan kandidat dan tim suksesnya bertindak atas dasar ASUMSI belaka. Ditambah, kandidat hanya mengandalkan jaringan partai politik sebagai mesin suara. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa mesin partai politik tidakberjalan efektif dalam mengalang suara di Pilkada. Lebih parah lagi, tim sukses yang diharapkan bisa memberikan nasihat dan analisis justru selalu memberikan laporan yang selalu manis atau ABS. Disisi lain, lembaga survei atau konsultan politik memasang tarif setinggi langit walalupun kerja mereka belum terbukti selama ini. Lembaga survei dan konsultan politik semacam ini justru terkesan cenderung hanya mencari untung. Akibatnya kandidat buntung, tetapi lembaga survey semacam ini justru untung. Kami hadir dengan membawa konsep yang berbeda. Kami anggap kandidat adalah partner atau mitra untuk meraih kemenangan dalam Pilkada. Bila kandidat menang kami ikut senang, tetapi bila kandidat kalah kami ikut bersalah. Kami memberikan GARANSI MENANG kepada kandidat. Artinya, kami hanya meminta fee bila hanya menang, bila kandidat kalah kami tidak perlu diberi fee. Format kerja sama ini adalah fair untuk kedua belah pihak. Tidak hanya kandidat, kami juga berinvestasi pikiran, tenaga dan waktu untuk meraih kemenangan. Format kerja sama ini juga menunjukan bahwa kami serius, tidak main-main untuk meraih kemenangan. Analisa Kasus : Menurut teori Elaboration Likelihood Model yang di kembangkan oleh Petty dan Cacioppo pada tahun 1986 (communication Capstone, 2001) menyatakan bahwa terdapat dua jalan persuasi, yakni jalan utama (central) dan jalan tambahan (periferal). Jalur central menggunakan eraborasi pesan yang dapat menghasilkan suatu perubahan besar sikap positif. Jalur kedua atau tambahan digunakan teknik enam pesan yang tidak relevan melalui isyarat atau petunjuk (clues) yang tidak relevan guna mendatangkan suatu respon cepat pada perubahan sikap yang tidak benar. Asumsi ontologis dari teknik periferal ini adalah bahwa manusia memiliki karakter yang reaktif terhadap rangsangan yang datang dari luar dirinya, sekecil apapun rangsangan yang ada. Dengan adanya stimulus atau rangsangan tersebut, maka seseorang sikapnya berubah, meskipun hanya sesaat. Dari teori ini terkait dengan kasus di atas bahwa lembaga tersebut bermaksud mengajak para kandidat gubernur, bupati maupun calon legislatif untuk bergabung dengan lembaga tersebut. Lembaga tersebut bermaksud memberi arahan dan berperan sebagai konsultan untuk para kandidat tersebut untuk meraih kemenangan dalam pemilu/pilkada. Mereka memberi tawaran seperti jika mereka memenangkan pemilu maka mereka memberi vee, jika kalah mereka tidak meminta bayaran kepada para kandidat tersebut. Hal tersebut untuk mempengaruhi dan mengajak pada kandidat untuk bergabung, sesuai dengan teori Elaboration Likelihood Model bahwa manusia memiliki karakter yang reaktif terhadap rangsangan yang datang dari luar, dengan adanya stimulus atau rangsangan maka seseorang sikapnya berubah meskipun hanya sesaat. Maksudnya jika mendengar tawaran dan ajakan seperti itu manusia pada umumnya akan tertarik untuk mengetahui informasi tentang lembaga tersebut, lalu memutuskan orang tersebut akan memilih bergabung atau tidak. E. CONTOH JURNAL PENELITIAN PSIKOLOGI SOSIAL TENTANG PERSUASI Contoh 1: INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik apakah ada pengaruh persuasi melalui penggunaan buku “Hidup Sehat Tanpa Rokok” terhadap penurunan intensi merokok pada remaja. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan penurunan intensi merokok pada subjek yang tidak menggunakan buku “Hidup Sehat Tanpa Rokok” dengan subjek yang menggunakan buku tersebut, subjek yang menggunakan buku “Hidup Sehat Tanpa Rokok” akan mengalami penurunan intensi merokok sedangkan subjek yang tidak menggunakan buku tidak mengalami penurunan intensi merokok. Dugaan awal lainnya adalah ada perbedaan intensi merokok sebelum menggunakan buku “Hidup Sehat Tanpa Rokok” dengan intensi merokok setelah menggunakan buku tersebut pada kelompok eksperimen. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMU Negeri I Karanganom serta siswa SMU Muhammadiyah I Klaten, berjenis kelamin laki-laki dan merokok. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah Skala Intensi Merokok yang disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada konsep Theory of Planned Behavior dari Ajzen (2006) yang berjumlah 23 aitem sebelum uji coba. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen pretest-postest control group design. Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan fasilitas program SPSS versi 13.0. Nilai probabilitas dalam analisis independent sample test yang menguji perbedaan penurunan intensi merokok pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah p=0,1685 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan penurunan intensi merokok pada subjek yang menggunakan buku dengan subjek yang tidak menggunakan buku “Hidup Sehat Tanpa Rokok”. Sementara itu, analisis paired sample test yang menguji perbedaan intensi merokok subjek kelompok eksperimen pada saat sebelum menggunakan buku dengan setelah menggunakan buku mengahsilkan nilai p=0,044 (p<0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan intensi merokok subjek kelompok eksperimen dengan intensi merokok setelah menggunakan buku. Jadi, hipotesis penelitian ditolak. Kata Kunci: Persuasi, Buku “Hidup Sehat Tanpa Rokok”, Intensi Merokok Contoh 2 : Dakwah dengan Pendekatan Komunikasi Persuasif Realitas paradoks antara kemegahan khotbah Islam baru-baru ini dan penyebaran kejahatan menunjukkan bahwa pelaksanaan khotbah syariah dipisahkan dari realitas sosial. Diantara upaya untuk mengatasi masalah ini adalah "membaca ulang" ajaran Alquran Berkhotbah Islam (dakwah), dan mengintegrasikan mereka dengan ilmu-ilmu sosial, terutama ilmu komunikasi. Di antara hasil bahwa menggabungkan adalah "persuasif khotbah", yaitu dakwah dengan pendekatan komunikasi persuasif. Khotbah persuasif sedang berkhotbah berdasarkan pada prinsip-prinsip komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang didasarkan pada khalayak '(mad'u) kebutuhan dan gratifikasi yang bingkai referensi dan bidang pengalaman yang berbeda. Kata kunci: Hikmah, Dakwah, Komunikasi persuasif. Contoh 3 : Pengaruh Persuasi Atas Preferensi Klien dan Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor dalam Mengevaluasi Bukti Audit Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah persuasi preferensi klien dan pengalaman audit yang berpengaruh terhadap pertimbangan auditor dalam mengevaluasi bukti audit yang baik secara parsial maupun simultan. Survey dalam penelitian ini diterapkan pada 62 auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di Bandung dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persuasi preferensi klien dan pengalaman audit yang memiliki efek positif yang signifikan terhadap pertimbangan auditor dalam mengevaluasi bukti audit yang baik secara parsial maupun simultan. Penelitian mendatang disarankan untuk memeriksa variabel lain, seperti: kompleksitas tugas, jenis kelamin, dan bertentangan dengan biaya subyek penelitian diperpanjang. Selain itu, penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangkan metode eksperimen sehingga perbedaan perilaku responden untuk setiap tugas dapat muncul dengan jelas.