BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan Kitin berasal dari

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kitin dan Kitosan
Kitin berasal dari bahasa Yunani chit̅ n yang berarti baju atau jubah. Seperti selulosa pada
tumbuhan, kitin berperan sebagai bahan penguat dinding sel hewan dan tumbuhan tingkat rendah
yang makanannya kaya akan protein. Kitin adalah salah satu polisakarida di dalam unit dasar
suatu gula amino. Polisakarida adalah suatu molekul unsur yang memberikan kekuatan mekanik
organisme.
Kitin pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh Henry Broconnot sebagai hasil isolasi
dari jamur, sedangkan kitin dari serangga diisolasi pertama kali pada tahun 1820-an. Kitosan
ditemukan oleh Rouget (1859) dengan merefluks kitin dengan alkali pada suhu 180° C, proses ini
disebut deasetilasi. Pada proses tersebut terjadi pergantian gugus asetamida (NHCOCH3) dengan
gugus amino (NH2). Dalam hal ini, proses deasetilasi kitin dapat berlaku tanpa pemutusan rantai
polimer (Meriatna, 2008). Kelarutan kitosan sangat dipengaruhi oleh proses deasetilasi. Gugus
amin yang mempunyai ion H+ bebas inilah yang berperan sebagai donor elektron dan
menyebabkan kitosan mampu larut dalam asam-asam organik.
Senyawa kitin banyak terdapat pada kulit luar hewan seperti Anthropoda, Molusca, Annelida
dan juga terdapat pada dinding sel tumbuhan tingkat rendah seperti Fungi (jamur). Senyawasenyawa yang terdapat dalam kulit luar tersebut adalah kitin (15 - 40%), protein (20 - 40%) dan
kalsium karbonat (20 – 50%). Setelah selulosa, kitin diperhitungkan sebagai polisakarida yang
terdapat melimpah di alam (Meriatna, 2008)
Pada Gambar 2.1 dan 2.2 terlihat bahwa kitin murni mengandung gugus asetamida (NHCOCH3) dan kitosan murni mengandung gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini akan
mempengaruhi sifat-sifat kimia senyawa tersebut. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah
berdasarkan kandungan nitrogennya, bila nitrogen kurang dari 7% maka polimer disebut kitin
dan apabila kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka disebut kitosan (Meriatna, 2008).
Rumus umum kitin adalah (C8H13NO5) atau disebut juga poli(1,4)-2-Asetamida-2-Deoksi--DGlukosa, dimana strukturnya seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Kitin (Meriatna, 2008)
Rumus umum kitosan adalah (C6H11NO4) atau disebut sebagai poli(1,4)-2-Amino-2-Deoksi--DGlukosa, dimana strukturnya seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur Kitosan (Meriatna, 2008)
2.1.1
Sifat-Sifat Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf berwarna putih yang tidak larut dalam: air, H2SO4 dan
asam yang mempunya pH lebih besar dari 6,5. Sedangkan dalam asam mineral pekat
seperti HCl dan HNO3 kitosan dapat larut pada konsentrasi 0,15 – 1,1%.
Menurut Robert (1992) sudah melaporkan bahwa, kitosan mudah mengalami
degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta
mudah membentuk membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolimer alam yang
bersifat reaktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan kimia. Oleh karenanya
banyak turunan kitosan dapat dibuat dengan mudah. Beberapa turunan kitosan yang telah
dihasilkan dan juga telah diketahui kegunaannya antara lain:
a. N-karboksialkil kitosan, digunakan sebagai pengumpul ion logam
b. Asetil kitosan, digunakan dalam industri tekstil dan membran
c. Kitosan glukan, digunakan sebagai pengkelat ion logam
Sandford dan Hutchins (1987) menyatakan sifat kationik, biologi, dan kelarutan
kitosan adalah:
1. Sifat kationik:
a. Jumlah muatan positifnya tinggi: satu muatan per unit gugus glukosamin, jika
terdapat banyak material bermuatan negatif (seperti protein) disekitarnya maka
muatan positifnya berinteraksi kuat dengan muatan negatif bahan.
b. Flokulan yang baik: gugus NH3+ berinteraksi dengan muatan negatif dari koloid.
c. Mengikat ion-ion logam (Fe, Cu, Hg, Pb, Cr, Ni, Pu, dan U).
2. Sifat biologi:
a. Polimer alami yang dapat mengalami degradasi secara alami
b. Tidak beracun
3. Sifat kimia:
a. Linear poliamin (poli D-glukosamin) yang memiliki gugus amino yang baik untuk
reaksi kimia dan pembentukan garam dengan asam.
b. Gugus amino yang reaktif
c. Gugus hidroksil yang reaktif (C3-OH, C6-OH) yang dapat membentuk senyawa
turunannya.
4. Sifat kelarutan kitosan (kationik amin, NH3+ ):
a. Berbentuk larutan kental
b. Berbentuk gel
Karakteristik kitosan seperti dituliskan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik Kitosan (Meriatna, 2008).
No.
Karakteristik
Ukuran
1
Bentuk partikel
serpihan
2
Kadar air
<10%
3
Kadar abu
<2%
4
Persen deasetilasi
>70%
5
Warna larutan
jernih
6
Viskositas:
7
Rendah
<200 Pa.s
Medium
200-799 Pa.s
Tinggi
800-2000 Pa.s
Ekstra tinggi
>2000 Pa.s
Berat molekul
<100 gram/mol
2.1.2
Kegunaan Kitosan
Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain: industri farmasi,
kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agro industri,
industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi
khusus berdasarkan sifat kationiknya adalah untuk pengolahan limbah cair yaitu bersifat
sebagai resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi
minyak atau lemak, mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam
produk industri pangan (Meriatna, 2008). Tabel 2.2 menunjukkan beberapa aplikasi dan
fungsi kitosan di berbagai bidang.
Tabel 2.2 Aplikasi dan fungsi kitosan di berbagai bidang (Meriatna, 2008).
No.
1.
Bidang aplikasi
Fungsi
Pengolahan limbah
-
bahan
koagulasi/flokuasi
untuk
limbah cair
-
menurunkan
kadar
logam
dari
limbah cair
2.
Pertanian
-
dapat menurunkan kadar asam dari
sayur dan buah
3.
-
dapat sebagai pupuk
-
serat tekstil
-
meningkatkan ketahanan warna
-
bahan-bahan immobilisasi enzim
- limbah industri pangan
-
koagulasi atau flokulasi
- industri buah
-
flokulan pektin/protein
Industri tekstil
4.
Bioteknologi
5.
Klarifikasi/penjernihan:
- pengolahan
minuman -
flokulan protein/mikroba
alkohol
6.
- penjernihan air minum
-
koagulasi
- penjernihan kolam renang
-
flokulan mikroba
- penjernihan zat warna
-
pembentuk komplek
- penjernihan tannin
-
pembentuk komplek
-
bahan dasar kosmetik untuk rambut
Kosmetik
dan kulit
7.
8.
2.2
Biomedis
Fotografi
-
mempercepat penyembuhan luka
-
menurunkan kadar kolesterol
-
melindungi film dari kerusakan
Membran
Kata membran berasal dari bahasa latin membrane yang berarti potongan kain. Membran
merupakan lapisan semipermeabel yang dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan
komponen lain berdasarkan perbedaan “ukuran” komponen yang akan dipisahkan (Hobbie,
1978). Membran dapat berfungsi sebagai penghalang (barrier) dalam bentuk lapisan tipis yang
sangat selektif antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan
komponen-komponen lain dari suatu fluida yang dilewatkan pada membran (Ackerman, 1988).
Komponen aktif membran adalah suatu senyawa bermuatan atau netral yang mampu membentuk
senyawa kompleks dengan
ion-ion secara reversibel dan membawanya melalui membran
organik. Senyawa seperti ini disebut ionofor atau pembawa ion (ion carrier). Membran disebut
juga selaput yang bersifat semipermeabel yang memungkinkan lewatnya jenis partikel atau
molekul tertentu. Membran dapat berbentuk padatan atau liquid, serta berfungsi sebagai media
pemisah yang selektif berdasarkan perbedaan ukuran partikel, koefisien difusivitas, muatan
listrik maupun perbedaan kelarutan.
Membran banyak digunakan dalam proses pemisahan, pemurnian, dan pemekatan suatu
larutan. Keunggulan pemisahan dengan menggunakan membran antara lain hemat energi, serta
mampu memisahkan larutan-larutan yang peka terhadap suhu.
2.3
Klasifikasi Membran
Membran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan parameternya.
Misalnya membran berukuran tipis atau tebal, dari segi homogenitas strukturnya: membran
homogen atau heterogen, dari segi proses pembentukan dan bahan penyusunnya: membran alami
atau buatan, dan lain sebagainya. Secara makro, membran merupakan pembatas antara dua fasa
yang berlangsung secara selektif, sedangkan proses pemisahannya merupakan skala mikro yang
meliputi difusi, kelarutan, osmosis, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, dialisis, pertukaran ion, dan
elektrodialisa (Meriatna, 2008). Mulder (1996), mengelompokkan membran berdasarkan
beberapa hal yaitu:
1. Jenis membran berdasarkan bahan dasar pembuatannya, yaitu:
a. Membran biologis, yaitu membran yang terdapat dalam sel mahluk hidup
b. Membran sistesis, dapat dibedakan menjadi membran organik (bahan peyusun
utamanya adalah polimer atau cairan), membran anorganik (bahan penyusun
utamanya adalah logam atau non logam, kaca, atau campuran keduanya (keramik)).
2. Jenis membran berdasarkan fungsinya sebagai filtrasi, yaitu:
Membran dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan yang berhubungan dengan
ukuran diameter partikel yang akan dipisahkan, yaitu:
a. Membran
mikrofiltrasi,
memiliki
ketebalan
≈ 10 − 150
,
ukuran
pori
≈ 0,05 − 10
, gaya dorong (driving force) < 200 kPa. Membran ini terbuat dari
bahan polimer atau keramik, dan dapat digunakan dalam bidang aplikasi analitik,
sterilisasi
(makanan,
farmasi),
pemurnian
air,
bioreaktor
membran
dan
plasmapheresis (kesehatan).
b. Membran ultrafiltrasi, memiliki ketebalan ≈ 150
, ukuran pori ≈ 1 − 100,
driving force 100-1000 kPa. Membran ini terbuat dari bahan polimer atau keramik,
dan dapat digunakan dalam bidang pembuatan susu, makanan, pembuatan logam,
tekstil, dan dalam bidang farmasi.
c. Membran hiperfiltrasi (reseverse osmosis), memiliki ketebalan lapisan bawah
≈ 150
dan lapisan atas ≈ 1
, ukuran pori < 2 nm, driving force untuk air payau
1500-2500 kPa dan untuk air laut 4000-8000 kPa. Membran dari: selulosa asetat,
aromatik poliamida, dan dapat digunakan sebagai desalinasi air payau dan air laut,
digunakan untuk menghasilkan air murni (ultrapure water).
3. Jenis membran berdasarkan ukuran pori prinsip pemisahan yaitu:
Berdasarkan ukuran pori pada proses pemisahan, membran dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Membran berpori, dimana prinsip pemisahannya adalah berdasarkan ukuran partikel
zat yang akan dipisahkan terhadap ukuran pori membran. Membran jenis ini biasa
digunakan dalam proses pemisahan mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan osmosis.
b. Membran tak berpori, prinsip pemisahannya berdasarkan perbedaan kelarutan dan
kemampuan berdifusi suatu zat terhadap membran tersebut. Membran ini digunakan
untuk pemisahan gas.
c. Membran liquid (berbentuk emulsi), dimana membran bertindak sebagai zat
pembawa yang menentukan selektivitas terhadap komponen tertentu yang akan
dipisahkan. Pemisahan menggunakan membran liquid sering dilakukan dengan teknik
difusi dengan memilih jenis emulsi dan zat pembawa yang spesifik untuk zat tertentu.
2.4
Teknologi Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan suatu zat padat dari fluida (cair maupun gas) yang
dilakukan dengan menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat tersebut. Pada pengolahan air minum, filtrasi digunakan
untuk menyaring air hasil dari proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi sehingga dihasilkan
air minum dengan kandungan mineral tertentu dan dengan kualitas yang sesuai dengan yang
diinginkan.
Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan
komponen dari molekul yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan
melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Dalam hal tertentu pemisahan
dilakukan dengan melibatkan muatan pada membran. Larutan yang mengandung komponen
yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir melewati membran disebut permeat.
Filtrasi dengan menggunakan membran, selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga
berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada
membran tersebut. Beberapa pertimbangan atas berbagai penggunaannya menyangkut sifat-sifat
mekanik dan kimia, penggunaan secara komersial serta segi ekonomisnya. Keuntungan
penggunaan teknologi membran didalam berbagai proses tersebut meliputi: prosesnya yang
sederhana, berlangsung pada suhu kamar, sifatnya tidak merusak bahan yang dipisahkan atau
dimurnikan, biaya operasinya rendah karena tidak memerlukan bahan kimia.
Teknik pemisahan dengan membran umumnya berdasarkan ukuran partikel dan berat
molekul yang akan dipisahkan dengan gaya dorong berupa beda tekanan, medan listrik dan beda
konsentrasi. Proses pemisahan dengan membran yang memakai gaya dorong berupa beda
tekanan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF) dan
Hiperfiltrasi (HF) / reverse osmosis (RO), yang sudah dijelaskan pada sub bab 2.3.
Teknik pemisahan dengan membran yang menggunakan tekanan sebagai gaya dorong dapat
dipandang sebagai metode filtrasi yang baik untuk memisahkan partikel-partikel halus, molekul
dan ion dalam larutan. Penggunaan tekanan sebagai gaya dorong dapat dioperasikan pada model
aliran dead end dan model aliran cross flow.
A.
Filtrasi Dead end
Model aliran dead end diperlihatkan pada Gambar 2.3. Dalam model filtrasi dead end, aliran
sampel tegak lurus terhadap membran atau permukaan saringan sehingga hanya ada satu produk
filtrasi yaitu permeat saja. Semua larutan sampel melewati filter dan mengalami pemulihan. Pada
konfigurasi filtrasi model dead end, aliran berakhir pada permukaan membran sehingga terjadi
pengumpulan pada permukaaannya yang dapat menyebabkan penurunan tekanan secara drastis
dan menyebabkan terjadinya pengotoran (fouling) pada permukaan membran dan ini berdampak
pada penurunan fluks.
(permeat)
Gambar 2.3 Model aliran dead end (Anonim, 2004)
B.
Filtrasi Cross Flow
Filtrasi model cross flow merupakan sistem dimana larutan umpan dialirkan searah dengan
membran, yang memberikan dua produk filtrasi yaitu permeat (larutan yang melewati membran)
dan konsentrat (larutan yang mengandung komponen yang tertahan). Dengan konfigurasi pada
filtrasi cross flow hanya sebagian zat terlarut yang menumpuk pada membran dan akibatnya
penurunan fluks tidak terlalu besar. Filtrasi cross flow lebih banyak digunakan dilihat dari
keuntungannya, yaitu: penyumbatan zat terlarut pada membran menjadi berkurang dibandingkan
dengan filtrasi dead end. Model aliran cross flow ditunjukkan pada Gambar 2.4.
(konsentrat)
(permeat)
Gambar 2.4 Model aliran cross flow (Anonim, 2004)
2.5
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) adalah suatu teknik analisis untuk menetapkan
konsentrasi suatu unsur (logam) dalam suatu sampel. AAS pertama kali dikembangkan oleh Sir
Alan Walsh pada tahun 1950. Prinsip kerja AAS adalah absorbansi cahaya oleh atom pada
sampel. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber
cahaya (hollow cathode lamp). Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang
tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut untuk bereksitasi dari keadaan
dasar ke keadaan yang lebih tinggi. Dengan menyerap energi, atom dalam keadaan dasar dapat
mengalami eksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak berlangsung lama, sehingga
atom akan kembali ke tingkat energi dasar dan memancarkan energi dalam bentuk radiasi
gelombang elektromagnetik.
Gambar 2.5 Skema alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) (Bennaogest, 2011)
Gambar 2.5 menunjukkan skema AAS dimana sumber cahaya yang dihasilkan dari lampu
katoda yang dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudian
radiasi tersebut di teruskan ke detektor melalui monokromator. Detektor dipakai untuk mengukur
intensitas radiasi yang diteruskan, dimana akan dikuatkan oleh penguat AC. Dari detektor
menuju sistem penguat yang dipakai untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi
dan radiasi yang berasal dari nyala api setelah radiasi tersebut keluar dari detektor. Selanjutnya
sinar masuk menuju pembacaan yang merupakan alat pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
2.6
Metode Permeabilitas
Dalam proses filtrasi, ukuran dan distribusi pori dari membran adalah merupakan faktor
yang menentukan partikel atau molekul yang akan tertahan dan yang akan melewati membran.
Kemampuan atau efisiensi membran dalam proses filtrasi tersebut dapat dinyatakan dalam
selektivitas dan fluks atau laju permeatnya. Fluks didefinisikan sebagai volume fluida yang
mengalir melalui membran per satuan luas per satuan waktu. Dalam proses filtrasi, fluks yang
melewati membran akan menurun seiring dengan waktu dikarenakan akumulasi dari zat terlarut
pada permukaan membran. Proses ini disebut pengotoran (fouling) membran yang sangat
berpengaruh terhadap kemampuan membran pada proses filtrasi.
Fluks dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=
(2.1)
Dimana: J = fluks yang melewati membran (
∙
)
= volume permeat ()
= waktu pengukuran (jam)
A = luas membran (m2)
2.7
Limbah Fixer Film Roentgent
Cairan pencuci film yang telah terpakai banyak mengandung perak yang mana apabila
dibuang ke perairan akan membahayakan kehidupan di perairan tersebut. Cairan pencuci film
tersebut umumnya terdiri dari 2 jenis cairan yaitu fixer dan developer. Larutan fixer mengandung
natrium tiosulfat, natrium sulfit dan natrium bisulfit, kalium aluminium sulfat, dan asam asetat
sebagai buffer. Larutan fixer secara lambat menimbulkan gas sulfur dioksida. Gas ini bersifat
toksik dan sangat sensitif bagi pengidap asma. Zat-zat tersebut dapat mencapai betuk
kestabilannya melalui proses penguraian sebagai berikut:
Natrium Sulfit terurai menjadi sulfur dioksida ketika dibiarkan di dalam suatu larutan
asam atau air.
2Na2SO3 + 2H2O
2SO2 + 4NaOH
Natrium tiosulfat dalam suatu larutan akan terurai menjadi zat sulfur dioksida yang
sangat beracun. Banyak pengidap asma yang sensitif terhadap sulfur dioksida.
Na2S2O3 + H2O
2SO2 + 2NaOH
Natrium bisulfit terurai ke dalam bentuk sulfur dioksida apabila kontak dengan asam
asetat atau asam borat (Marta, 2007).
NaHSO3 + CH3COOH
SO2 + CH3COONa + H2O
Proses terjadinya limbah fixer terdiri dari tiga tahap yaitu: Tahap I: proses pemotretan atau
penangkapan gambar; Tahap II: proses develoving dan Tahap III: proses pencucian fixer.
1. Tahap I: Proses pemotretan atau penangkapan gambar
-
Setelah lembaran film fotografi kontak dengan cahaya, secara visual pada lembaran film
tersebut sama sekali tidak terlihat ada perubahan. Gambar akan muncul setelah lembaran
film dicelupkan ke dalam larutan developer.
-
Pada saat proses fotografi, terjadi kontak antara film dengan energi cahaya yang
menyebabkan terlepasnya elektron dari Br- dari bentuk kristal AgBr. Persamaan
reaksinya ditulis sebagai berikut:
Energi cahaya + AgBr
-
Br + e-
Elektron akan terperangkap di dalam daerah sensitif kristal yang disebut sensivity speck
(SS)
SS + e-
-
SS-
Ion bebas Ag+ akan tertarik ke sensitivity specks dan berubah menjadi atom perak netral:
Ag+ + SS-
-
SSAg0
Proses tersebut akan berlangsung terus-menerus secara berulang hingga cahaya
menyerang semua lapisan kristal AgBr, dengan reaksi:
e- + SSAg
SS Ag- + Ag+
-
SS Ag2
Proses berlanjut:
SS Ag-n-1 + Ag+
-
SS Ag-
SSAgn
Reaksi terakhir SSAgn membentuk kluster-kluster atom perak yang berisi n atom dimana
n>4. Dengan demikian semua kristal AgBr akan berisi atom perak netral sangat kecil.
Kluster-kluster kecil tersebut membentuk suatu “gambar tidak terlihat“ pada film. Bagian
kristal yang tidak terkena cahaya tidak terjadi kluster-kluster.
2. Tahap II: Proses developing
Ketika lapisan film diproses di dalam larutan developer, hanya kristal yang mengandung
kluster-kluster logam perak yang berubah menjadi hitam. Sedangkan bagian yang lain
berubah menjadi tidak berwarna. Lapisan Kristal yang bewarna hitam membentuk suatu
bentuk gambar yang difoto, yaitu sebagai akibat reduksi dari ion perak menjadi logam perak
oleh larutan developer. Untuk lembaran film foto Rontgent proses di dalam developer ini
berlangsung selama 10 detik. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
developer + Ag+ (pada kristal yang berisi kluster atom perak)
Ag0
developer + Ag+ (pada kristal yang tidak berisi cluster atom perak)
tidak ada
reaksi. Gambar yang muncul belum stabil sehingga perlu proses selanjutnya yaitu
pencucian dengan pelarut fixer yang disebut proses fixing.
3.
Tahap III: Proses Pencucian fixer (fixing)
Setelah proses developing di dalam larutan developer berhenti, pada lapisan film masih
berisi kristal AgBr yang tidak kontak dengan cahaya. Bagian lapisan tersebut masih bersifat
sensitif terhadap cahaya sehingga harus disisihkan. Jika tidak, bagian tersebut akan berubah
menjadi hitam apabila kontak dengan cahaya. Akibatnya semua bagian gambar menjadi
hitam. Kristal-kristal AgBr tidak larut di dalam air sehingga harus dicuci dengan fixer. Fixer
mengandung natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang terlarut di dalam air menjadi ion tiosulfat.
Dengan demikian AgBr dapat dibersihkan dan lembaran film tidak lagi sensitif terhadap
cahaya. Adapun hasil dari pencucian lembaran film tersebut menghasilkan limbah fixer yang
didalamnya terdapat senyawa AgBr.
2.8
Perak
Perak adalah logam lunak, berwarna putih dan padat. Logam perak banyak digunakan
sebagai bahan fotografi, konduktor, produk-produk elektronik, baterai, cermin dan sebagainya.
Nama latin perak adalah argentum (Ag) dan pada tabel sistem berkala terletak pada golongan IB.
Kerapatan logam perak relatif tinggi yaitu 10,5 g/ml dan dapat melebur pada temperatur
960,5 °C. Perak tidak larut dalam asam klorida, asam sulfat encer (1 M) atau asam nitrat encer (2
M). Perak melarut dalam larutan asam nitrat yang lebih pekat (8 M) atau dalam asam pekat
panas.
Perak membentuk ion monovalen yaitu Ag+ dalam larutan tak berwarna. Perak nitrat mudah
larut di dalam air; perak asetat, perak nitrit dan perak sulfat kurang larut; sedangkan semua
senyawa perak lainnya tidak larut di dalam air. Halida-halida perak peka terhadap cahaya.
Cahaya matahari atau sinar ultraviolet dapat menguraikan endapan perak halida dan butiran
perak menjadi abu-abu hitam karena terbentuknya logam perak. Ciri-ciri khas ini dipakai secara
luas dalam bidang fotografi. Logam perak memiliki karakteristik fisika dan kimia seperti terlihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Karakterisrik logam perak (Anonim, 2011)
Karakteristik
Keterangan
Nomor Atom
47
Simbol Atom
Ag
Berat Atom
107,868
Warna
Putih
Bentuk
Padat
Berat jenis
10,49 ". $%&
Hambatan listrik
'20℃*15,87 Ωm
Rasio beracun
0,37
Konfigurasi Elektron
./0142 53
Diameter Atom
144 pm,
Titik leleh
961,78 °6
Titik didih
2162 °6
Bilangan Oksidasi
1
Susunan magnetik
Diamagnetik
Struktur kristal
Face centered cubic (Fcc)
Elektronegatif
1,93 (skala pauling)
Energi ionisasi
1st: 731,0 kJ/mol, 2nd: 2070
kJ/mol, dan 3rd: 3361 kJ/mol
Radius kovalen
153 pm
Radius gaya van der waal
172 pm
2.8.1
Pemanfaatan Perak
Perak murni mempunyai suatu kilau metalik putih yang tajam. Material perak lebih
keras dibandingkan emas dan mudah untuk dilelehkan. Perak yang murni mempunyai
sifat kelistrikan yang tinggi dan daya hantar termal yang baik dibandingkan logam lain
pada umumnya, stabil di dalam air, tetapi memudar ketika kontak dengan ozon, sulfida
hidrogen, atau air yang berisi belerang. Bentuk garamnya adalah perak nitrat (AgNO3)
dan perak halida (AgX dengan X adalah golongan VIIA di dalam tabel periodik yaitu F,
Cl, Br, I, At) yang secara luas digunakan di dalam teknik fotografi. Berikut adalah
beberapa kegunaan perak:
1. Produk elektronik. Contohnya print sirkuit keyboard komputer yang menggunakan
kontak listrik perak.
2. Produk cermin yang membutuhkan superior refleksifitas utuk pencahayaan yang
jelas. Dewasa ini pembuatan cermin memakai aluminium karena lebih murah.
3. Perak klorida secara luas digunakan dalam pemeriksaan pH dan pengukuran
potensiometrik.
2.8.2
Toksisitas Perak
Pada dasarnya perak murni tidak bercun, namun perak menjadi berbahaya dalam
bentuk senyawa garam. Campuran perak dapat terbawa pada sistem peredaran tubuh
mahkluk hidup dan tersimpan pada sistem jaringan tubuh seperti di mata, kulit dan organ
internal. Penyakit karena terpapar perak adalah Argyria dimana pada tubuh terlihat
adanya warna abu-abu pada kulit dan pada selaput lendir. Nilai oral LD50 (lethal dose 50)
pada hewan untuk perak koloid adalah 100 mg/kg dan perak nitrat adalah 129 mg/kg.
Sedangkan untuk perak sianida adalah 125 mg/kg (Marta, 2007). Dimana LD50 adalah
dosis dari bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian sampai 50% dari jumlah
hewan yang diuji. Yang dimaksud dengan nilai oral LD50 sebesar 100 mg/kg adalah
jumlah dosis perak koloid yang diberikan untuk setiap 1 kg berat badan sebesar 100 mg.
Download