AR_0136

advertisement
PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI SUMBER OBAT
Oleh : Sudiono
Tumbuhan merupakan komponen yang penting bagi manusia. Mulai dari pada zaman
purbakala tumbuhan telah digunakan untuk kebutuhan manusia, misalnya sebagai kayu bakar,
bahan bangunan dan lain-lainnya. Dengan kemajuan teknologi kebutuhan itu semakin hari
semakin meningkat, terutama untuk industri kayu log, pulp dan kertas, kayu lapis, dan material
bangunan. Pemanfaatan hasil hutan yang berlebihan ini telah mengurangi jumlah tumbuhan.
Pembukaan lahan baru untuk lahan perkebunan dan pertanian telah pula mengurangi jumlah
tempat hidup tumbuhan yang dalam hal ini dapat dikatakan hutan.
Hasil hutan Indonesia khususnya di Riau yang berlimpah sebenarnya dapat pula
dikembang untuk industri yang lebih luas, antara lain: obat tradisional, agrokimia, bahan obat,
bahan dasar industri dan lain lain. Pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber obat telah kembali
berkembang sejak tahun 1980-an setelah sebelumnya menurun karena adanya obat sintesis.
Perkembangan ini disebabkan senyawa kimia yang disari dari tumbuhan lebih berpotensi untuk
memiliki aktivitas. Dua senyawa kimia yang yang berasal dari tumbuhan yang saat ini digunakan
untuk obat antikanker adalah paclitaxel dan camptothecine. Keampuhan senyawa ini melebihi
dari keampuhan obat sintesis, selain efek samping yang ditimbulkannya juga minimum.
Pendekatan untuk mencari sumber obat baru dari tumbuhan ini pada dasarnya ada beberapa
cara, yaitu skrining fitokimia, skrining bioaktifitas dan etnobotani/etnofarmakologi. Skrining
fitokimia adalah pendekatan pencarian sumber obat baru dengan melakukan survei ke lapangan
untuk koleksi sampel dan sampel tersebut kemudian diuji kandungan kimianya di laboratorium
untuk melihat jenis atau golongan senyawa kimia yang dikandungnya. Skrining bioaktifitas juga
hampir sama dengan cara skrining fitokimia tapi yang dilihat adalah aktifitas biologis atau efek
farmakologis apabila sari tumbuhan tersebut diberikan pada hewan percobaan, sel hidup ataupun
DNA.
Pendekatan etnobotani atau etnofarmakologi adalah cara untuk memperoleh senyawa dari
tumbuhan dengan melihat penggunaan tumbuhan oleh masyarakat atau suku tertentu. Tumbuhan
yang digunakan disebut dengan obat tradisional. Oleh karena umumnya masyarakat perkotaan
sudah banyak menggunakan obat modern, maka informasi penggunaan tumbuhan diambil dari
masyarakat desa.
Di Indonesia selain masyarakat desa kita juga memiliki masyarakat terasing. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Universitas Riau, masyarakat terasing ini sangat banyak
menyimpan pengetahuan penggunaan tumbuhan sebagai obat. Disamping itu itu pengetahuan
tentang tumbuhan itu sendiri mereka lebih baik. Maka oleh sebab itu sejak tahun 1990-an
penelitian yang dilakukan oleh Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau selalu melalui
pendekatan etnobotani/etnofarmakologi ini. Namun usaha yang telah dilakukan ini tidaklah
sebanding dengan lajunya pengrusakan biodiversitas hutan di Provinsi Riau. Tingginya tingkat
konversi hutan di Provinsi ini karena daerah ini menjadi pusat industri kertas dan pulp, kayu
lapis, perkebunan karet, perkebunan kelapa hibrida dan kelapa sawit serta berbagai jenis
pertambangan.
Jadi, pemanfaatan sumber daya alam hutan Indonesia ini, terutama di Provinsi Riau masih
sangat terbatas dan tidak berwawasan lingkungan. Akibatnya pemanfaatan hutan selalu diikuti
dengan kerusakan hutan. Bila mau kita bisa pula memanfaatkan hutan untuk industri obat
tradisional, agrokimia, bahan obat, bahan dasar industri dan lain lain. Indonesia khususnya Riau
memiliki beberapa suku yang masih banyak tergantung kepada alam atau yang dikenal dengan
masyarakat suku terasing yang masih menggunakan obat tradisional yang umumnya berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Pengetahuan dalam mengolah tumbuhan untuk dijadikan obat mereka
peroleh secara turun-temurun. Mereka yang menerima pengetahuan pengobatan ini biasanya
dinamakan dukun atau pawang.
Setiap suku memiliki keterampilan sendiri-sendiri dalam
mengolah tumbuhan untuk dijadikan obat. Masyarakat suku terasing yang ada di Provinsi Riau
yang cukup besar populasinya antara lain suku Talang Mamak di Kecamatan Batang Gangsal,
Kabupaten Indragiri Hulu; suku Sakai di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dan di Bukit
Kapur, Kotamadya Dumai; suku Akit di Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis; dan suku
Bonai di Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu.
Masing-masing suku ini
memiliki cara unik dalam mengolah dan memanfaatkan tumbuhan sebagai obat.
Melihat potensi tersebut maka besar kemungkinan kita dapat mengembangkan industri
obat-obat tradisional yang berasal dari suku-suku yang ada di Riau. Kesempatan ini mesti
diambil sebelum punahnya ilmu yang dimiliki mereka bersama hilangnya keanekaragaman
hayatinya. Oleh karena Indonesia sangat besar dan pemerintah pusat tidak mungkin memantau
potensi masing-masing daerah, maka sebaiknya kebijakan ini mesti menjadi kewajiban
pemerintah daerah. Cara yang paling efektif dalam penelitian dan pengembangan tumbuhan obat
di Riau ini adalah dengan melibatkan perguruan tinggi yang ada di provinsi ini. (Oy).
Sumber :
Eryanti, Y., Zamri, A., Teruna, H.Y., Syafril, D., Yuharmen, Balatif, N. and Zulisman, 2000,
“Penelitian kandungan kimia tumbuhan hutan tropis yang digunakan oleh masyarakat
suku terasing sebagai obat tradisional di daerah Riau”. Pusat Pengkajian Sumber Daya
Alam Universitas Riau, Pekanbaru.
Balitbang Provinsi Riau, Pokok-Pokok Pikiran Dewan Riset Daerah Provinsi Riau. 2012.
Pekanbaru.
Download