perlindungan hukum terhadap pasien operasi caesar dalam

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PASIEN OPERASI
CAESAR DALAM
PERSETUJUAN TINDAKAN
MEDIS (INFORMED CONSENT)
DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PANDAN ARANG
BOYOLALI1
Oleh : Angelika Krisnawati2
ABSTRAKSI
Operasi Caesar sudah familiar dalam
kehidupan masyarakat. Salah satu jenis
intervensi medis ini muncul seiring dengan
majunya teknologi, khususnya teknologi di
bidang kedokteran. Dalam melakukan
tindakan medis apapun termasuk salah
satunya adalah Operasi Caesar, dokter
memerlukan ijin dari pasien atau
keluarganya (informed consent). Informed
Consent
adalah
suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya
medis yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap
dirinya,
setelah
pasien
mendapatkan
informasi
dari
dokter
mengenai upaya medis yang dapat dilakukan
untuk menolong dirinya, disertai informasi
mengenai segala resiko yang mungkin
terjadi. Dokter merupakan pihak yang pakar
dan pasien merupakan pihak awam yang
tidak mengetahui apa yang terjadi pada saat
tindakan medis dilakukan. Pasien yang
kemungkinan
besar
tidak
terlalu
memperhatikan pemahaman tentang isi dari
informed consent karena beban pikiran
tercurah pada permasalahan kesehatannya
membutuhkan perlindungan hukum.
Tujuan yang ingin dicapai dalam
skripsi ini mengetahui perlindungan hukum
terhadap pasien operasi Caesar dan
hambatan-hambatan apa saja yang muncul
dalam pelaksanaan Persetujuan Tindakan
Medis (Informed Consent) terhadap pasien
1
2
Artikel Skripsi
NPM.12100034
operasi Caesar di Rumah Sakit Umum
Daerah Pandan Arang Boyolali.
Metode penelitian berupa data
primer berupa hasil wawancara dengan
dokter dan pasien dan data sekunder berupa
peraturan perundang-undangan; buku-buku
tentang perlindungan konsumen, hukum
perjanjian, kesehatan. Jenis penelitian ini
adalah yuridis empiris yaitu penelitian
hukum mengenai pemberlakuan atau
implementasi ketentuan hukum normatif
(kodifikasi, undang-undang) secara in action
pada setiap peristiwa hukum tertentu yang
terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini akan
menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu
suatu metode penelitian yang ditujukan
untuk menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat
yang lampau.
Hasil penelitian ini adalah (1)
Perlindungan hukum pasien operasi Caesar
dalam
Persetujuan
Tindakan
Medis
(Informed Consent) di Rumah Sakit Umum
Daerah Pandan Arang Boyolali adalah
dengan adanya suatu tanggung jawab rumah
sakit dan tanggung jawab dokter/tenaga
kesehatan yaitu keharusan mengganti
kerugian yang diderita pasien seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
(2) Hambatan-hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan Informed Consent antara lain :
(a) Kurangnya jumlah dokter spesialis
sehingga pelaksanaan persetujuan tindakan
medis menjadi kurang optimal; (b) Tingkat
pemahaman
pasien,
informasi
yang
dikatakan oleh dokter atau tenaga kesehatan
susah untuk dimengerti oleh pasien karena
menurut pasien informasi yang diberikan
memakai bahasa kedokteran yang rumit; (c)
Kurangnya keterbukaan pasien sehingga
menyebabkan dokter kesulitan untuk
memutuskan tindakan kedokteran yang akan
dilakukan. Hal ini menjadi faktor yang
menghambat adanya perlindungan hukum
terhadap pasien.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sebuah urgensi
yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
manusia di dunia ini, kesehatan tidak kalah
penting dengan kebutuhan manusia akan
sandang, pangan maupun papan karena tidak
ada
satupun
manusia
yang
tidak
menginginkan hidup sehat. Hal tersebut juga
berlaku bagi seorang ibu yang sedang
mengandung, yang pasti menginginkan sang
buah hati terlahir dengan selamat dan sehat.
Menurut Saifuddin proses melahirkan
atau juga sering disebut dengan persalinan
adalah suatu proses fisiologi yang normal
dengan proses membuka dan menipisnya
serviks, dan janin turun ke dalam jalan
lahir.3
Namun adalakanya persalinan tidak bisa
dilakukan secara alamiah atau normal
karena disebabkan oleh suatu hal, persalinan
seperti ini membutuhkan tindakan medis
yaitu operasi Caesar.
Dalam melakukan tindakan medis apapun
termasuk salah satunya adalah Operasi
Caesar, dokter memerlukan ijin dari pasien
atau keluarganya (informed consent).
Informed
Consent
adalah
suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya
medis yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap
dirinya,
setelah
pasien
mendapatkan
informasi
dari
dokter
mengenai upaya medis yang dapat dilakukan
untuk menolong dirinya, disertai informasi
mengenai segala resiko yang mungkin
terjadi.4
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No. 290/Menkes/Per/III/2008 dan Undang3
Saifuddin, Abdul B. 2002. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwona Prawirohardjo.
4
Veronika Koemalawati. 1989. Hukum
dan Etika Dalam Praktek Dokter. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan. Hlm. 86
undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran Pasal 45 serta Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI
Tahun 2008, Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dalam
Lampiran
SKB
IDI
No.
319/P/BA./88
dan
Permenkes
No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat (2)
menyebutkan dalam memberikan informasi
kepada pasien atau keluarganya, kehadiran
seorang perawat atau paramedik lainnya
sebagai saksi adalah penting. Tujuan
Informed Consent menurut Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
290/Menkes/Per/III/2008
adalah
memberikan perlindungan kepada pasien
serta member perlindungan hukum kepada
dokter atau perawat terhadap suatu
kegagalan dan bersifat negatif.
Tata cara pelaksanaan tindakan
medis yang akan dilaksanakan oleh dokter
pada pasien, selanjutnya diatur dalam Pasal
45 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
yang menegaskan sebagai
berikut :
1. Setiap Tindakan Kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2. Persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah
pasien
diberikan
penjelasan lengkap.
Setelah diundangkan UU No. 29
Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas
peluang bagi pasien untuk mendapatkan
informasi medis yang sejelas-jelasnya
tentang
penyakitnya
dan
sekaligus
mempertegas kewajiban dokter untuk
memberikan informasi medis yang benar,
akurat dan berimbang tentang rencana
sebuah tindakan medik yang akan dilakukan,
pengobatan maupun perawatan yang akan di
terima oleh pasien karena pasien yang
paling berkepentingan terhadap apa yang
akan dilakukan terhadap dirinya dengan
segala resikonya, maka Informed Consent
merupakan syarat subjektif terjadinya
transaksi terapeutik dan merupakan hak
pasien yang harus dipenuhi sebelum dirinya
menjalani suatu upaya medis yang akan
dilakukan oleh dokter terhadap dirinya.
Dengan penjelasan tersebut di atas maka
Informed Consent bukan hanya sekedar
mendapatkan formulir persetujuan tindakan
yang ditanda tangani oleh pasien atau
keluarganya, tetapi persetujuan tindakan
medik adalah sebuah proses komunikasi
intensif untuk mencapai sebuah kesamaan
persepsi tentang dapat tidaknya dilakukan
suatu tindakan, pengobatan, perawatan
medis. Jika proses komunikasi intesif ini
telah dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu
antara dokter sebagai pemberi pelayanan
dan pasien sebagai penerima pelayanan
kesehatan maka hal tersebut dikukuhkan
dalam bentuk pernyataan tertulis yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Demikian halnya jika bahwa ternyata setelah
proses komunikasi ini terjadi dan ternyata
pasien menolak maka dokter wajib untuk
menghargai keputusan tersebut dan meminta
pasien
untuk
menandatangani
surat
pernyataan menolak tindakan medis.
Hal pokok yang harus di perhatikan
dalam proses mencapai kesamaan persepsi
antara dokter dan pasien agar terbangun
suatu persetujuan tindakan medik adalah
bahasa komunikasi yang digunakan. Jika
terdapat kesenjangan penggunaan bahasa
atau istilah-istilah yang sulit dimengerti oleh
pasien maka besar kemungkinan terjadinya
mispersepsi yang akan membuat gagalnya
persetujuan tindakan medis yang akan
dilakukan.
Dalam Persetujuan Tindakan Medis atau
Informed Consent terjadi hubungan hukum
yang akan melibatkan pelaksana dan
pengguna jasa tindakan medis (Dokter dan
Pasien) yang bertindak sebagai subyek
hukum dan jasa tindakan medis sebagai
obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai
dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek
hukum, baik yang dilakukan oleh satu pihak
saja maupun oleh dua pihak. Hubungan
hukum ini diatur dan diakui oleh hukum dan
didalamnya melekat hak dan kewajiban para
pihak sehingga jika terjadi pertentangan
terdapat akibat-akibat hukum dan prosedur
penyelesaian sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Dokter sebagai pelaksana jasa tindakan
medis terikat oleh KODEKI (Kode Etik
Kedokteran Indonesia), Standar Profesi,
Standar
Prosedur
Operasional
serta
ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi
(Surat Tanda Registrasi, Surat Ijin Praktek)
merupakan pihak yang pakar dan pasien
merupakan pihak awam yang tidak
mengetahui apa yang terjadi pada saat
tindakan medis dilakukan. Pasien yang
kemungkinan
besar
tidak
terlalu
memperhatikan pemahaman tentang isi dari
informed consent karena beban pikiran
tercurah pada permasalahan kesehatannya
membutuhkan perlindungan hukum, juga
dikarenakan pengetahuan tentang kesadaran
hukumnya masih kurang.
Perlindungan hukum menurut Philipus
M. Hadjon adalah sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah yang akan dapat
melindungi suatu hal dari hal lainnya.
Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum
memberikan perlindungan terhadap hak-hak
pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
Pertanyaan baru kemudian muncul jika
terjadi kerugian yang dialami pasien akibat
operasi Caesar tersebut, seperti gagalnya
operasi yang bisa mengakibatkan sang ibu
atau bayi mengalami luka, cacat, atau
bahkan kematian. Sedangkan dalam
tindakan medis tersebut telah menggunakan
Informed Consent sebagai bukti persetujuan
tindakan medis yang diberikan pasien
terhadap dokter yang akan menanganinya.
Masalah-masalah yang timbul dalam
pelaksanaan Informed Consent pada Operasi
Caesar inilah yang menarik untuk dikaji
lebih mendalam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perlindungan hukum
terhadap pasien operasi Caesar dalam
Persetujuan Tindakan Medis (Informed
Consent) di Rumah Sakit Umum
Daerah Pandan Arang Boyolali?
2. Hambatan-hambatan apa saja yang
muncul dalam pelaksanaan Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent)
terhadap pasien operasi Caesar di
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan
Arang Boyolali?
C. Metode Peneltian
Metode penelitian untuk penyusunan
skripsi ini adalah yuridis empiris yang
memberikan kerangka pembuktian atau
kerangka pengujian untuk memastikan suatu
kebenaran atau dengan kata lain yuridis
empiris adalah penelitian hukum mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan
hukum normatif (kodifikasi, undangundang) secara in action pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat.
Penelitian
ini
akan
menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu
suatu metode penelitian yang ditujukan
untuk menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat
yang lampau.
Sumber data yang digunakan adalah
data primer yang diperoleh dari hasil
wawancara dokter dan pasien dan data
sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan yaitu dengan membaca serta
mengkaji peraturan perundang-undangan,
dan buku-buku yang berhubungan dengan
Persetujuan Tindakan Medis.
PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Terhadap
Pasien Operasi Caesar dalam
Persetujuan
Tindakan
Medis
(Informed Consent) di Rumah Sakit
Umum Daerah Pandan Arang Kab.
Boyolali
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menegaskan bahwa perlindungan
hukum bagi konsumen adalah “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen”. Kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen
antara lain adalah dengan meningkatkan
harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang
dan/atau
jasa
baginya,
dan
menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha
yang jujur dan bertanggung jawab.
Dalam pemberian pelayanan medis
terhadap pasien, antara dokter dengan pasien
timbul suatu hubungan hukum yang
diakibatkan oleh pengikatan diri kedua
pihak dalam suatu perjanjian yang disebut
perjanjian terapeutik. Alasan diperlukannya
persetujuan tindakan medis yang selanjutnya
disebut informed consent dalam transaksi
terapeutik operasi Caesar adalah dokter
sebagai pihak yang melakukan tindakan
medis yang bekerja dirumah sakit harus
memberikan informasi mengenai tindakan
yang mengandung resiko tinggi yang akan
dilakukan yang menyangkut keselamatan
pasien dan bayi yang dikandungnya secara
tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang
menyatakan persetujuan, yaitu pasien yang
kompeten atau wali atau keluarga terdekat
(suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung atau saudara-saudara
kandung) atau pengampunya, hal tersebut
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Kesehatan
RI
No.290/Menkes/Per/III/
2008
tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
1. Pasien dianggap kompeten berdasarkan
usianya jika :
a. Pasien dewasa, yaitu telah berusia
21 (duapuluh satu) tahun atau
telah/pernah menikah
b. Pasien telah berusia 18 (delapan
belas) tahun, tidak termasuk anak
berdasarkan peraturan perundangundangan.
2. Pasien dianggap kompeten berdasarkan
kesadarannya jika :
a. Pasien dianggap kompeten jika
pasien tersebut tidak terganggu
kesadaran fisiknya, sehingga
mampu berkomunikasi secara
wajar dan mampu membuat
keputusan secara bebas.
b. Pasien
dapat
kehilangan
kompetensinya untuk sementara
waktu jika ia mengalami syok,
nyeri yang sangat, atau kelemahan
lain akibat sakitnya.
3. Pasien dianggap kompeten berdasarkan
kesehatan mentalnya :
a. Pasien dianggap kompeten jika
pasien tersebut tidak mengalami
kemunduran
perkembangan
(retardasi mental) dan tidak
mengalami penyakit mental yang
membuatnya
tidak
mampu
membuat keputusan secara bebas.
b. Pasien dengan gangguan jiwa
(mental)
dapat
dianngap
kompeten, jika pasien masih
mampu memahami informasi,
mempercayainya,
mempertahankannya,
untuk
kemudian
menggunakannya
dalam membuat keputusan yang
bebas.
Formulir Informed Consent yang ada
di kamar bersalin Rumah Sakit Pandan
Arang Boyolali berbentuk perjanjian
baku yang dipersiapkan terlebih dahulu
secara massal yang bentuk serta isinya
telah ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit.
Hal
tersebut
dilakukan
untuk
mengantisipasi
kebutuhan
dan
kepentingan untuk bertindak cepat dari
dokter/rumah sakit dan tetap melindungi
para pihak serta untuk mempermudah
pengisian informed consent, sehingga
dapat menjadi alat bukti yang kuat jika
timbul sengketa. Formulir informed
consent yang ada di kamar bersalin
Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali
berisi :
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien
b. Tanggal Lahir
c. Jenis Kelamin
d. No. Rekam Medik
e. Alamat
f. Bukti diri (KTP/SIM)
g. Ruang dimana pasien
dirawat
h. Tanggal
i. Jam
2. Pemberian Informasi
a. Nama Dokter Pelaksana
Tindakan
b. Nama Pemberi Informasi
c. Nama
Penerima
Informasi/
Pemberi
Persetujuan ( Bila pasien
tidak kompeten atau tidak
mau menerima informasi
maka penerima informasi
adalah wali atau keluarga
terdekat)
3. Isi Informasi
a. Diagnosis (WD & DD)
b. Dasar Diagnosis
c. Tindakan Kedokteran
d. Indikasi Tindakan
e. Tata Cara
f. Tujuan
g. Risiko
h. Komplikasi
i. Prognosis
j. Alternatif & Risiko
k. Lain-lain
4. Keterangan yang menyatakan
bahwa :
a. Pihak pemberi informasi
menyatakan bahwa telah
menerangkan
hal-hal
yang tercantum dalam
informed consent secara
benar,
jelas
dan
memberikan kesempatan
untuk bertanya dan/ atau
berdiskusi.
b. Pihak
penandatangan
persetujuan menyatakan
bahwa telah menerima
informasi,
dan
telah
memahaminya;
dan
informed consent dibuat
dengan kesadaran penuh
dan
tidak
dibawah
paksaan.
5. Nama terang dan tanda
tangan
dokter
yang
memberikan
penjelasan
informed consent;
6. Nama terang dan tanda
tangan pihak pasien yang
melakukan
persetujuan
tindakan medis;
1. Perlindungan Hukum Terhadap
Dokter
Dokter yang telah melaksanakan
praktek kedokterannya sesuai dengan
standar
yang
berlaku
dalam
kenyataannya masih saja dituntut secara
hukum, dan bahkan dipenjarakan.
Fenomena tersebut terjadi pada kasus
dokter Ayu dan dokter Setyaningrum
yang dituntut karena diduga melakukan
malpraktek padahal Pasal 50 huruf (a)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran mengatur
bahwa dokter saat melaksanakan
praktek kedokteran mempunyai hak
memperoleh
perlindungan
hukum
sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional.
Tindakan malpraktek medis oleh
dokter memang mungkin saja terjadi,
baik karena kesengajaan ataupun karena
kelalaian. Dokter sebagai manusia biasa
yang penuh dengan kekurangan, tidak
bisa lepas dari kemungkinan untuk
melakukan kekeliruan dan kesalahan
karena merupakan sifat kodrat manusia.
Profesi kedokteran menurut Hipocrates
merupakan gabungan atau perpaduan
antara pengetahuan dan seni (science
and art) jadi profesi kedokteran
bukanlah bidang ilmu yang semuanya
pasti dapat diukur.
Berdasarkan hal tersebut, ada hal-hal
yang harus dilakukan dokter untuk
menghindarkan diri dari tuntutan hukum
yaitu :
a. Informed Consent
Dalam menjalankankan profesinya
Informed
Consent
merupakan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh
seorang dokter.
Menurut Veronika Koemalawati,
informed
consent
merupakan
toestemming
(kesepakatan/persetujuan).
Jadi
informed consent adalah suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas
upaya medis yang akan dilakukan
dokter terhadap dirinya, setelah
pasien mendapast informasi dari
dokter mengenai upaya medis yang
dapat menolong dirinya disertai
informasi mengenai segala resiko
yang mungkin terjadi.5
Tujuan informed consent bagi pihak
dokter adalah memberi perlindungan
hukum kepada dokter terhadap
akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif, misalnya terhadap
5
Ibid. hal.85
risk of treatment yang tidak mungkin
dihindarkan walaupun dokter sudah
mengusahakan
dengan
cara
semaksimal mungkin dan bertindak
dengan sangat hati-hati dan teliti.
b. Rekam Medis
Selain informed consent, dokter juga
berkewajiban membuat rekam medis
dakam setiap kegiatan pelayanan
kesehatan
terhadap
pasiennya.
Pengaturan rekam medis terdapat dalam
Pasal 46 ayat (1) Undang-undang No. 29
Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran.
Rekam medis merupakan berkas yang
berisi catatan dan dokumen tentang
identitas
pasien,
pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan yang
diberikan kepada pasien.
2. Perlindungan Hukum Pasien
Setiap pasien yang akan melahirkan
dengan operasi Caesar di kamar bersalin
Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali
diberikan informed consent oleh dokter
yang berbentuk formulir baku dengan
format secara garis besar sebagai berikut
:
Penulisan identitas pasien secara
lengkap menjadi prasyarat mutlak
persetujuan tindakan medik. Hal ini
untuk menghindari kesalahan yang
mungkin dapat terjadi jika identitas
pasien tidak ditulis dengan lengkap.
Identitas pihak yang melakukan
penandatanganan persetujuan tindakan
medis harus lengkap, mengingat jika
terjadi sengketa dibelakang hari maka
jelas siapa yang bertanggungjawab
terhadap persetujuan tindakan medis
tersebut. Identitas yang telah diisi oleh
pihak pasien pada formulir Informed
Consent di kamar bersalin Rumah Sakit
Pandan Arang Boyolali sudah cukup
lengkap.
Penjelasan
tentang
tindakan
kedokteran harus diberikan langsung
kepada pasien dan/atau keluarga terdekat
baik diminta maupun tidak diminta.
Penjelasan tindakan kedokteran tersebut
mencakup :
1. Diagnosis dan tata cara
tindakan
kedokteran
(contemplated
medical
procedure) ;
2. Tujuan tindakan kedokteran
yang dilakukan (purpose of
medical procedure);
3. Alternatif tindakan lain, dan
risikonya (alternative medical
procedure in risk);
4. Risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi (risk inherent
in such medical procedure) ;
5. Prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan (prognoses
with and without medical
procedure) ; dan
6. Perkiraan pembiayaan
Penjelasan tersebut dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam
medis oleh dokter yang memberikan
penjelasan
dengan
mencantumkan
tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan
dokter pemberi penjelasan dan pasien
atau
keluarga
selaku
penerima
penjelasan.
Berdasarkan
Permenkes
No.
290/Menkes/Per/III/2008
tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran Pasal 7
ayat (3) menyebutkan bahwa Informed
Consent sekurang-kurangnya mencakup :
a.
diagnosis dan tatacara
tindakan medis;
b.
tujuan tindakan medis
yang dilakukan;
c.
alternatif tindakan lain
dan resikonya;
d.
risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi;
dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan.
Pernyataan persetujuan dari pasien
atau keluarganya atas tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap dirinya
didasarkan Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu :
a. Sepakat bagi mereka yang
mengikatkan dirinya
Bahwa
penandatanganan
informed consent
merupakan
pengukuhan dari persetujuan
lisan yang telah dilakukan
sebelumnya, yakni setelah pasien
dan/atau
keluarganya
mendapatkan informasi yang
lengkap dari pihak dokter
mengenai penyakit pasien serta
tindakan medis yang akan
dilakukan. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat kesepakatan
diantara para pihak yang
menandatangani
informed
consent.
b. Cakap untuk membuat suatu
perjanjian;
Secara yuridis, yang dimaksud
dengan cakap untuk membuat
perjanjian adalah kewenangan
seseorang untuk mengikatkan diri
karena tidak dilarang oleh
undang-undang.
Informed
consent di kamar bersalin Rumah
Sakit Umum Daerah Pandan
Arang Boyolali ditandatangani
oleh
pihak
pasien
yang
keseluruhannya cakap sesuai
dengan yang ditentukan dalam
Permenkes
No.
290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran.
c. Suatu hal tertentu;
Obyek
perjanjian
berupa
tindakan medis operasi Caesar.
Dalam hal ini pihak dokter
memberikan prestasi berupa
upaya melakukan tindakan medis
guna mencapai kesembuhan
pasien
secara
maksimal.
Sedangkan pihak pasien sendiri
memberikan prestasi berupa
pembayaran dan
pemberian
informasi mengenai penyakitnya
kepada pihak dokter.
d. Suatu sebab yang halal
Kesepakatan dokter dan pasien
untuk dilakukan suatu tindakan
medis terhadap pasien guna
mencapai kesembuhan bukan
suatu hal yang bertentangan
dengan
Undang-Undang,
ketertiban umum dan kesusilaan.
Informed consent merupakan suatu
rangkaian kegiatan dalam pelayanan
medis yang pelaksanaannya menjadi
penting karena informed consent menjadi
dasar dokter untuk melakukan tindakan
medis. Hal tersebut di atur dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata yaitu semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Meskipun demikian
pengambil keputusan suatu tindakan
medis akan dilakukan atau tidak kepada
pasien merupakan hak penuh dari pihak
pasien atau keluarganya sehingga segala
keputusan
tersebut
merupakan
kesepakatan antara dokter dengan pihak
pasien dilakukan dalam keadaan sukarela
dan tanpa paksaan.
Berdasarkan uraian di atas, secara
teori formulir informed consent yang
terdapat di kamar bersalin Rumah Sakit
Umum Daerah Pandan Arang Boyolali
telah memenuhi unsur pokok yang harus
terkandung dalam sebuah informed
consent yang diatur dalam UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, UU Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, Pemenkes
No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, Pasal
1320 dan Pasal 1321 KUHPerdata yang
menerangkan bahwa pihak pasien dalam
memberikan persetujuan dalam keadaan
sadar penuh dan tidak dibawah paksaan,
sehingga jika terdapat sengketa antara
pihak pasien dengan Rumah Sakit atau
dokter yang bersangkutan tidak akan
terjadi kesalahan putusan pengadilan.
Salah satu faktor yang paling penting
dalam perlindungan hukum di suatu
rumah sakit adalah terpenuhinya hak-hak
pasien, salah satunya adalah hak untuk
mendapatkan informasi. Inti dari hak atas
informasi ini adalah hak pasien untuk
mendapatkan informasi dari dokter,
tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kesehatannya seperti diagnosis, tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis
alternatif tindakan, resiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi.
Penulis menanyakan hal tersebut
kepada pasien mengenai informasi
tersebut, dan dari hasil wawancara
kepada pasien bernama Nyonya “M”
pada hari Minggu tanggal 25 Oktober
2015 yang diwakili oleh suaminya yakni
“S” memang menyatakan bahwa pasien
telah mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Hal tersebut dapat dilihat
dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4
huruf c yang berbunyi “hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa”.
Perlindungan hukum pasien juga
diatur didalam UU No. 36 Tahun 2009
yang didalamnya diatur secara jelas
mengenai hak-hak pasien dan kewajiban
pasien, hak-hak tenaga kesehatan dan
kewajiban dari tenaga kesehatan itu
sendiri sehingga didalamnya terdapat
suatu pola hubungan antara pasien
sebagai konsumen dan tenaga kesehatan
sebagai pemberi jasa kepada konsumen
yang akhirnya akan menimbulkan suatu
perlindungan hukum terhadap pasien itu
sendiri.
Pasien berhak untuk mendapatkan
ganti
rugi
jika
dirugikan
oleh
dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit.
Hal ini sesuai dengan Pasal 4 huruf e dan
h Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen :
e) hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang
diterima
tidak
sesuai
dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;”.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 58 ayat (1)
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya”.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit Pasal 32 huruf q
dan r yang berbunyi :
q) menggugat dan/atau menuntut Rumah
Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana; dan
r) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit
yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan
elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian di atas penulis
berpendapat perlindungan hukum bagi
pasien operasi Caesar dalam Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent)
di RSUD Pandan Arang Kab. Boyolali
yaitu dengan adanya suatu tanggung
jawab rumah sakit dan tanggung jawab
dokter/tenaga kesehatan berupa tanggung
jawab secara langsung dan tanggung
jawab secara tidak langsung.
a. Tanggung jawab secara langsung
Jika dokter melakukan kesalahan
dalam tindakan medisnya sehingga
menimbulkan kerugikan bagi pasien
maka dokter harus bertanggung
jawab atas kesalahan yang telah
dilakukannya itu, hal ini berarti
dokter dapat dikenai Pasal 1365
KUHPerdata dan Pasal 1366
KUHPerdata.
b. Tanggung jawab secara tidak
langsung
Jika dokter dalam melakukan
tindakan medis terjadi kesalahan dan
mengakibatkan kerugian terhadap
pasien, maka tanggung jawab secara
tidak langsung kepada pihak rumah
sakit sesuai Pasal 1367 ayat (3)
KUHPerdata dan dokter sebagai
pelaksana tindakan medis dapat
dikenakan sanksi.
B. Hambatan-hambatan yang Muncul
dalam
Pelaksanaan
Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent)
Terhadap Pasien Operasi Caesar di
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan
Arang Boyolali
Hasil penelitian di RSUD Pandan Arang
Kab. Boyolali, maka dapat diketahui bahwa
terdapat hambatan-hambatan yang muncul
dalam pelaksanaan Persetujuan Tindakan
Medis pada pasien operasi Caesar. Adapun
hambatan-hambatan yang muncul antara lain
:
1. Kurangnya jumlah dokter spesialis
Hal ini diketahui dari keterangan Ibu
“SA” Kepala Sub bagian kepegawaian
dan diklat Rumah Sakit Umum Daerah
Pandan Arang Boyolali pada wawancara
tanggal 7 November 2015 yang
mengatakan bahwa, “Jumlah dokter
spesialis
masih
kurang
sehingga
pelaksanaan persetujuan tindakan medis
menjadi kurang optimal.”
2. Tingkat pemahaman pasien
Pada pelaksanaan informed consent
dokter dituntut untuk memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur
tetapi pada kenyataannya memang sulit
untuk dilaksanakan dikarenakan masih
ada pasien yang mengatakan bahwa
”dokter menjelaskan dengan bahasa
kedokteran yang rumit sedangkan kita
adalah orang awam yang sudah pasti
tidak mengerti mengenai materi yang
dijelaskan oleh dokter tersebut” . Hal ini
dapat menyebabkan perbedaan persepsi
antara dokter dan pasien sebagai pihak
yang awam tentang tindakan medis yang
akan dilakukan. Meskipun dokter atau
tenaga kesehatan merasa telah melakukan
hal tersebut, namun belum tentu hal
tersebut telah dirasakan oleh pasien,
karena informasi yang menurut dokter
atau tenaga kesehatan telah cukup tidak
berarti cukup juga untuk pasien.
3. Kurangnya keterbukaan pasien
Berdasarkan hasil wawancara dengan dr.
“HS” diketahui bahwa sikap yang kurang
terbuka dari pasien menyebabkan dokter
kesulitan untuk memutuskan tindakan
kedokteran yang akan dilakukan. Hal ini
menjadi faktor yang menghambat adanya
perlindungan hukum terhadap pasien.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlindungan hukum pasien operasi
Caesar dalam Persetujuan Tindakan
Medis (Informed Consent) di Rumah
Sakit Umum Daerah Pandan Arang
Boyolali adalah dengan adanya suatu
tanggung jawab rumah sakit dan
tanggung jawab dokter/tenaga kesehatan
yaitu keharusan mengganti kerugian yang
diderita pasien seperti yang dimaksud
dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
2. Hambatan-hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan Informed Consent antara lain
: (a) Kurangnya jumlah dokter spesialis
sehingga
pelaksanaan
persetujuan
tindakan medis menjadi kurang optimal;
(b) Tingkat pemahaman pasien, informasi
yang dikatakan oleh dokter atau tenaga
kesehatan susah untuk dimengerti oleh
pasien karena menurut pasien informasi
yang
diberikan
memakai
bahasa
kedokteran yang rumit sedangkan pasien
adalah orang awam yang sudah pasti
tidak mengerti mengenai materi yang
dijelaskan oleh dokter tersebut; (c)
Kurangnya keterbukaan pasien sehingga
menyebabkan dokter kesulitan untuk
memutuskan tindakan kedokteran yang
akan dilakukan. Hal ini menjadi faktor
yang menghambat adanya perlindungan
hukum terhadap pasien.
B. Saran
Pada bagian ini penulis memberikan
beberapa saran dengan harapan bahwa saran
ini dapat menjadi pertimbangan bagi pihak
terkait dalam menetapkan kebijakan
sehingga dapat menjadi lebih baik untuk
kedepannya. Adapun saran tersebut antara
lain :
1. Pasien hendaknya ikut berperan aktif
dalam pelaksanaan informed consent
dengan cara mengetahui hak dan
kewajibanya sehingga pasien sebagai
konsumen bisa memperoleh layanan
yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik
dan materi.
2. Sikap kurang terbukanya pasien dapat
di atasi dengan cara dokter sebagai
sebagai pihak yang berusaha dengan
segala daya untuk mengupayakan
kesembuhan pasien, sebaiknya lebih
melakukan
pendekatan
secara
interpersonal agar tindakan medis yang
disarankannya
dapat
terlaksana
sehingga kesembuhan pasien dapat
dicapai secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Achmad Mucshin. Perlindungan Hukum
Terhadap
Pasien
Sebagai
Konsumen
Jasa
Pelayanan
Kesehatan
Dalam
Transaksi
Terapeutik. Jurnal. Diakses pada
tanggal 9 September 2015
Amri, Amir, 1997.Bunga Rampai Hukum
Kedokteran, Jakarta : Widya
Medika.
Az. Nasution, Hukum Perlindungan
Konsumen, Diadit Media, Jakarta.
Danny Wiradharma.1996. Penuntun Kuliah
Hukum Kedokteran. Jakarta. Binarupa
Aksara.
DR. Wila Chandrawila Supriadi, 2001.
Hukum Kedokteran. Bandung : Mandar
Maju.
Endang, Kusuma Astuti, 2009, Transaksi
Teurapetik
Dalam
Upaya
Pelayanan Medis Di Rumah Sakit,
Bandung : Citra Aditya Bhakti.
Guwandi, J, 2003.Dokter, Pasien, dan
Hukum, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
H.Malayu,S.P.
Hasibuan,
2001,
Pelayananan Terhadap Konsumen
Jasa, Jakarta, PT. Bumi Aksara.
Hendro Punto Adji, 2003.Tindakan Operasi
Oleh Dokter Tanpa Informed
Consent Dalam Kasus Emergency,
FH Univ. Jenderal Sudirman.
Hermien Hadiati Koeswadji. Makalah
Simposium Hukum Kedokteran
(Medical Law), Jakarta : Badan
Pembinaan Hukum Nasional.
Kerbala, Husein, 1993.Segi Etis dan Yuridis
Informed Consent, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
M.T Indiarti, 2007.Caesar, Kenapa tidak?
(Cara Aman Menyambut Buah
Hati Anda), Yogyakarta :
elMATERA.
Marzuki, Mahmud, Peter. 2013.Penelitian
Hukum (Edisi Revisi). Prenada Media
Group.
Nana Syaodih Sukmadinata, 2006.Metode
Penelitian Pendidikan, Bandung : Rosda
Karya.
Philipus M Hadjon, 1988.Perlindungan
Hukum Bagi Rakyat, Surabaya : Bina Ilmu.
Ronny Hanitjo Soemitro, 1990.Metodologi
Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Safitri Hariyani, 2005.Sengketa Medik,
Alternatif
Penyelesaian
Perselisihan
Antara
Dokter
Dengan Pasien, Jakarta : Media.
Saifuddin, Abdul B. 2002. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwona
Prawirohardjo.
Salim, HS. 2013.Pengantar Hukum Perdata
Tertulis (BW). Cetakan ke-8. Sinar Grafika.
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan
Konsumen Indonesia, Jakarta,
PT.Gramedia
Widiasarana
Indonesia.
Soerjono
Soekamto.
2007.Pengantar
Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press.
Soeroso, R. 1993.Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta : Sinar Grafika.
Subekti, 1991.Hukum Perjanjian Cetakan
XIII, Jakarta : PT. Intermassa.
Sunarto Ady Wibowo. 2009. Hukum
Kontrak Terapeutik di Indonesia.
Medan : Pustaka Bangsa Press.
Syahrul
Machmud,
2012.Penegakan
Hukum
dan
Perlindungan Hukum
Bagi Dokter Yang
Diduga
Melakukan
Medikal
Malpraktek,
KDP, Bandung.
Veronika Koemalawati. 1989. Hukum dan
Etika Dalam Praktek Dokter.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Veronika Koemalawati. 2002. Peranan
Informed
Consent
Dalam
Perjanjian Terapeutik. Bandung :
Citra Aditya.
Peraturan perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No.
290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Download