Laporan Kasus

advertisement
Laporan Kasus
IDENTIFIKASI MICROSPORUM CANIS SEBAGAI
PENYEBAB TINEA KORPORIS
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
!"#$%&'#(%)*
ABSTRAK
Microsporum canis+
,-,*
++
*
.%(+(/
++
sistematis mengenai infeksi tersebut. Tujuan pelaporan kasus ini untuk identifikasi M. canis
termasuk cara penularan sehingga dapat memutus rantai transmisi melalui hewan peliharaan.
Seorang perempuan, 24 tahun, mengeluh telah 5 hari muncul bercak kemerahan di sekitar
*%++(**
.
peliharaan. Pada dua minggu terakhir, rambut ekor kucing rontok dan koreng di telinga kiri. Pada
wajah, dada, lengan, dan paha pasien tampak erosi eritematosa, bulat multipel tersebar, sebagian
tertutup krusta hitam-kekuningan, sebagian dengan skuama. Pemeriksaan kerokan lesi dengan
larutan KOH dan Gram didapatkan hifa. Pada kultur, makroskopis ditemukan morfologi koloni
putih berbulu di permukaan atas, dan pigmentasi kuning-jingga di permukaan bawah, serta tepi
+6(.**++*
*macroconidia berbentuk
kumparan tebal kasar dan microconidia berbentuk clubbing berdinding halus. Semua hal tersebut
*
+*++*
M. canis. Terapi berupa antifungal
*
***
**+*(
Kata kunci: Microsporum canis, tinea korporis
ABSTRACT
Koresponsdensi:
Gedung Radioputro Lantai 3, Jl. Farmako
1, Sekip, Sleman, Yogyakarta
Telpon/Fax 0274-560700
Email: [email protected]
Microsporum canis .
-+.+.
(/+..
(/.
.+.+
/.
*++(//.
+.(
+.+,.M. canis
*.
+(!78
old, complained patches of redness around the nose, spread to the face, chest, arms, thighs since
9.
(:.+.(
.;
.
+.+(
&
+
..
+.+..*
.
..(<+"=<
>(=
.
>..+.
?
.
++
.6+
.
+(&..+..
..
.*+6+6.
6+..(,
++
that the cause of tinea corporis in the case is in accordance with M. canis(
+
...
..+(
Keywords@Microsporum canis, tinea corporis
105
MDVI
PENDAHULUAN
Dermatofita adalah jamur yang mampu menyerang
struktur keratin, yaitu lapisan permukaan kulit, rambut, dan
disebut dermatofitosis.1 Microsporum dan :.+
adalah spesies yang sering menyebabkan infeksi ini.2
Microsporum canis
yang bersifat zoofilik yang tersering hidup pada anjing
dan kucing. Kucing dianggap sebagai pejamu alami dan
utama M. canis, sekaligus sumber kontaminan
utama pada manusia. Spesies lain yang jarang dilaporkan
adalah &.+
+
, &.+
.,
dan :.++. 1-5
Patofisiologi dermatofitosis, termasuk infeksi M.
canis, belum diketahui pasti. Diduga faktor virulensi jamur,
aktivitas enzim protease berperan penting pada nutrisi
jamur dalam jaringan. Mekanisme pertahanan pejamu juga
berperan dalam infeksi ini.6
Transmisi dari hewan ke manusia diawali dari M.
canis yang menginfeksi rambut yang tumbuh atau stratum
korneum kulit hewan. Hifa menyebar di rambut dan keratin
kulit, yang akhirnya berkembang menjadi artrospora yang
infeksius. Artrospora ditularkan melalui kontak dengan
hewan yang sakit atau terinfeksi subklinis, terutama kucing,
tetapi dapat juga anjing dan spesies lain.6
Prevalensi infeksi M. canis pada manusia berbeda antar
negara. Di Italia, sering terjadi infeksi ini dan menyebabkan
tinea kapitis dan tinea korporis, karena banyak anjing
dan kucing yang dijadikan hewan peliharaan di negara
tersebut. Hewan sebagai pembawa M. canis merupakan
faktor penting dalam epidemiologi penyebaran penyakit ke
manusia, yaitu sebesar 50% pada kucing tanpa lesi dan 85%
pada kucing dengan lesi, serta 75% pada anjing dengan
lesi.7 Di Indonesia belum ada pelaporan dan pencatatan
yang sistematis mengenai prevalensi infeksi M. canis
ini karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan atau
jarang dilakukan biakan untuk mengetahui spesies jamur
penyebab.
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui
bagaimana transmisi infeksi M. canis, gambaran
makroskopis dan mikroskopis M. canis pada biakan,
cara mendiagnosis, dan penatalaksaanannya sehingga
dapat memutus rantai transmisi penularan melalui hewan
peliharaan.
KASUS
Seorang perempuan, inisial RK, usia 24 tahun,
beralamat di Ngawi, Jawa Timur. Pasien datang ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
pada tanggal 16 September 2014 dengan keluhan bercakbercak kemerahan di wajah, dada, lengan, dan paha. Lima
106
A(8BC(B:
7EFJLFE96FEN
hari sebelumnya muncul bercak kemerahan di sekitar
hidung atas. Semakin lama, bercak menyebar ke beberapa
daerah wajah, dada, lengan, dan paha disertai rasa gatal,
perih, dan panas. Bercak kemerahan semakin melebar dan
menjadi merah kehitaman. Pasien hanya mengoleskan
gentamisin salep dua kali sehari, namun tidak ada
perbaikan.
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa dan
tidak ada riwayat alergi. Pasien memelihara kucing anggora
sejak 1 bulan yang lalu. Dalam 2 minggu terakhir, bulu
ekor kucing rontok dan di dekat telinga kiri kucing terdapat
koreng. Pasien sering berkontak dengan kucing tersebut
setiap hari. Pada keluarga tidak ditemukan keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
baik, kompos mentis, tanda vital dalam batas normal. Status
dermatologis pada wajah, dada, lengan, dan paha tampak
erosi multipel tersebar berbentuk bundar, ukuran bervariasi
dari 0,5 cm hingga 0,7 cm, sebagian tertutup krusta
kehitaman dan kekuningan, serta sebagian dengan skuama
di atasnya (Gambar 1, 2, dan 3).
Gambar 1. Erosi multipel pada wajah
Gambar 2.
Erosi multipel tersebar berbentuk bundar, ukuran bervariasi 0,5
cm hingga 0,7 cm
A. Purbananto, dkk.
/,*Microsporum canis +*+
Gambar 6.
Pada kultur, secara mikroskopis ditemukan macroconidia
kumparan berbentuk tebal dan kasar (A) dan microconidia yang
berbentuk clubbing dan berdinding halus (B)
Gambar 7.
Pada kultur, secara mikroskopis tampak klamidospora (A) dan
hifa kerzenhalter (B)
Gambar 3. Lesi erosi soliter berbentuk pada dada
Diagnosis banding kasus ini adalah tinea korporis,
dermatitis numularis, dan impetigo krustosa. Setelah
dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
30% didapatkan hifa (Gambar 4). Pada biakan, secara
makroskopis ditemukan morfologi koloni putih seperti bulu
di permukaan atas dengan pigmentasi kuning hingga jingga
di permukaan bawah, serta tepi yang menyerupai laba-laba
(Gambar 5). Secara mikroskopis ditemukan makrokonidia
berbentuk kumparan berbentuk tebal dan kasar, serta
mikrokonidia yang berbentuk clubbing dan berdinding halus
(Gambar 6). Ditemukan pula adanya klamidospora dan hifa
kerzenhalter (Gambar 7). Pada pemeriksaan gram tidak
ditemukan bakteri, namun didapatkan hifa (Gambar 4).
Gambar 4.
Pemeriksaan kerokan lesi dengan KOH 30% (A) dan dengan
pewarnaan Gram (B) didapatkan hifa
Gambar 5.
Pada kultur, secara makroskopis ditemukan morfologi koloni
putih seperti bulu di permukaan atas (A) dengan pigmentasi
kuning hingga jingga di permukaan bawah (B) serta tepi yang
menyerupai laba-laba
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
laboratoris, pasien didiagnosis sebagai tinea korporis
yang disebabkan Microsporum canis. Pasien mendapat
terapi dengan griseofulvin tablet 1 x 500 mg selama dua
minggu, hidroksizin tablet 1 x 1 malam hari, dan terapi
topikal berupa krim ketokonazol 2% yang dioles dua
kali sehari hingga 2 cm di luar kelainan kulit. Pada lesi
yang erosi, dikompres dahulu dengan NaCl 0,9% dua
kali sehari selama 15 menit, sesudah itu dioleskan krim
ketokonazol.
Pasien disarankan kontrol 2 minggu kemudian. Pada
tanggal 7 Oktober 2014, pasien datang kembali dengan
perbaikan lesi. Status dermatologis pada area wajah,
dada, lengan, dan paha tampak patch hiperpigmentasi
serotik multipel tersebar (Gambar 8, 9). Pada pemeriksaan
mikroskopis dan kultur jamur tidak ditemukan elemen
jamur.
107
MDVI
A(8BC(B:
7EFJLFE96FEN
Gambar 8.
Dua minggu setelah terapi tidak ditemukan lesi pada wajah
Gambar 9.
Dua minggu setelah terapi hanya ditemukan adanya plak
hiperpigmentasi serotik pada dada
PEMBAHASAN
Tinea korporis adalah infeksi jamur pada kulit halus
(glabrous skin) di daerah wajah, leher, badan, lengan,
tungkai yang disebabkan jamur dermatofita spesies
:.+ &.+
R++(8,9 Tinea
korporis yang terlokalisir di wajah sering disebut tinea
fasialis.10 Jamur penyebab tinea korporis dapat bersifat
antropofilik, geofilik, dan zoofilik.8,9,11 Jamur zoofilik
merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat
menularkan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik
penyebab tinea korporis antara lain adalah Microsporum
canis, terutama berasal dari kucing.8,9
Pada kasus ini, kucing anggora yang dipelihara
mengalami kerontokan bulu dalam 2 minggu terakhir. Pada
ekor terdapat bagian yang gundul dan di dekat telinga kiri
terdapat koreng. Hal ini menunjukkan bahan ujung bulu
terinfeksi dan mengandung banyak artrospora sehingga
sangat rapuh, dan akhirnya menyebabkan beberapa bagian
gundul. Lesi di telinga kucing ini pun menunjukan lesi
infeksi M. canis berupa krusta yang biasanya terdapat di
bagian tengah lesi.
108
Diagnosis tinea korporis ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang. Gambaran
klinis berupa makula atau plak eritematosa yang berbentuk
bulat atau lonjong dan berbatas tegas. Pada tepi lesi terdapat
skuama halus, vesikel, dan papul yang aktif, sedangkan
di bagian tengah lebih tenang (central healing). Lesi yang
berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik.9
Pada beberapa kasus yang disebabkan oleh infeksi M. canis,
lesi dapat berupa papula berkrusta.12 Pada kasus, terdapat
lesi berupa erosi yang tertutup krusta yang dapat diduga
disebabkan oleh M. canis.
Pemeriksaan penunjang menggunakan sediaan dari
bahan kerokan (kulit dan rambut) dengan larutan KOH
10-30%. Pada pemeriksaan mikroskopis akan terlihat
elemen jamur dalam bentuk hifa panjang, spora, dan
artrospora (spora berderet).9,13 Pemeriksaan kultur pada
agar Sabouroud Dekstrose bertujuan untuk mengetahui
spesies jamur penyebab.9,14 Pada kultur, secara makroskopis
akan tumbuh morfologi yang sesuai dengan Microsporum
canis dan akan tampak koloni putih seperti bulu pada
bidang dengan pigmentasi kuning hingga oranye pada sisi
sebaliknya serta tepi yang menyerupai laba-laba, sedangkan
secara mikroskopis akan ditemukan macroconidia
berbentuk kumparan tebal dan kasar, serta microconidia
yang berbentuk clubbing dan berdinding halus.15 Pada
kasus, hasil pemeriksaan penunjang yang didapatkan sesuai
dengan deskripsi tersebut.
Diagnosis banding kasus ini ialah dermatitis numularis.
Dermatitis numularis dapat disingkirkan karena lesi pada
pasien ini berukuran lentikular, bukan numular atau plakat.16
Disamping itu, beberapa lesi di wajah dan dada bukan
merupakan tempat predileksi untuk dermatitis numularis.
Sifat dermatitis numularis yang kronis dan rekuren juga
tidak terdapat pada kasus ini. Diagnosis banding lain adalah
impetigo krustosa. Impetigo krustosa dapat kita singkirkan
oleh karena pada pemeriksaan Gram tidak ditemukan
bakteri dan prevalensi tersering biasanya pada anak-anak.
Terapi tinea korporis yang disebabkan oleh M. canis
dibagi menjadi dua, yaitu terapi umum dan khusus.17
Terapi umum bertujuan untuk menghilangkan faktor
predisposisi yaitu menjaga kebersihan binatang piaraan
dan lingkungan, pemeriksaan rutin ke dokter hewan, dan
vaksinasi hewan piaraan.18 Pada kasus, diberikan edukasi
supaya menjauhkan kontak dengan kucing piaraan dan
memeriksakan kucing yang dipelihara tersebut ke dokter
hewan.
Terapi khusus tinea korporis berupa medikamentosa
yang terdiri atas obat topikal dan sistemik.17 Terapi
topikal yang sering digunakan berupa golongan imidazol,
allilamin, siklopirosolamin.17,19 Golongan imidazol terdiri
atas ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol, namun
A. Purbananto, dkk.
/,*Microsporum canis +*+
hanya ketokonazol yang paling banyak digunakan. Obat DAFTAR PUSTAKA
1. Brouta F, Descamps F, Monod M, Vermot S, Losson B, Mignon B.
Secreted metalloprotease gene family of microsporum canis. Infect Immun.
pada pembentukan ergosterol membran jamur. Dosis
2002; 70(10): 5676
dan lama pengobatan disesuaikan dengan kondisi pasien, 2. Cafarchia C, Romito D, Capelli G, Guillot J, Otranto D. Isolation of
biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 1-2
microsporum canis from the hair coat of pet dogs and cats belonging
to owners diagnosed with m. canis tinea corporis. J Comp Eur Soc Vet
kali sehari.17,19 Pada kasus, obat antifungi topikal yang
Dermatol. 2006; 17: 327–331
diberikan berupa krim ketokonazol 2% yang digunakan 3. Mancianti F, Nardoni S, Corazza M, Achille P, Ponticelli C. Environmental
2 kali sehari dan untuk lesi erosi multipel dengan krusta
detection of microsporum canis arthrospores in the households of infected
cats and dogs. J Fel Med Surg. 2003; 5: 323
kehitaman diberikan kompres NaCl 0.9% terlebih dahulu,
4. Lee KH, Park KK, Park SH, Lee JB. Isolation, purification, and
lalu dioleskan krim ketokonazol 2%.
characterization of keratinolytic proteinase from microsporum canis.
Terapi sistemik pada tinea korporis digunakan bila
Yonsei Med J. 1987; 2:28
terdapat lesi yang luas, lesi mencakup beberapa tempat, 5. Vermout S, Baldo A, Tabart J, Losson B, Mignon B. Secreted dipeptidyl
peptidases as potential virulence factors for microsporum canis. FEMS
atau lesi yang sukar dijangkau pada pemberian obat
Immunol Med Microbiol. 2008; 54: 299–308
topikal. Salah satu obat sistemik yang paling banyak 6. Descamps F, Brouta F, Monod M, Zaugg C, Baar D, Losson B, dkk.
Isolation of a microsporum canis gene family encoding three subtilisin-like
digunakan yaitu griseofulvin yang bersifat fungistatik.
proteases expressed in vivo. Soc Invest Dermatol. 2002; 4: 119
Griseofulvin berinteraksi dengan mikrotubulus dalam
7. Cano J, Rezusta A, Sole´ M, Gil J, Rubio MC, Revillo MJ, dkk. Inter
jamur yang merusak serat mitotik dan menghambat mitosis.
single sequence repeat PCR typing as a new tool for identification of
Terapi harus dilanjutkan sampai timbul jaringan normal
microsporum canis strains. J Dermatol Sci. 2005; 39: 17-21
menggantikan jaringan yang terinfeksi dan biasanya 8. Baligni K, Vardi VL, Barzegar MR. Extensive tinea corporis with
photosensivity. Ind Case Rep. 2009: 54-9
membutuhkan beberapa minggu sampai bulan. Efek 9. New Zealand dermatological society incorporated. Tinea corporis. New
samping, obat ini berupa hepatotoksisitas.17,20 Pada kasus,
Zealand: The international league of dermatological societies. 2012: 1-11
obat antifungi sistemik yang diberikan berupa griseofulvin 10. Starova A, Stefanova MB, Skerlev M. Tinea faciei – hypo diagnosed facial
dermatoses. Macedo J Med Sci. 2010; 3(1): 27-31
500 mg per hari yang digunakan selama 2 minggu 11. Mahmoudabadi AZ. A Study of dermatophytosis in south west of Iran
dikarenakan terdapat lesi di beberapa tempat. Selain itu,
(ahwaz). Mycopathol. 2005; 160: 21–4
pada pasien ini diberikan antihistamin berupa hidroksizin 12. European dermatological society. Dermatophytosis guideline. England:
European dermatological societies; 2012.h. 1-13
tablet untuk mengurangi keluhan gatal pada kulit.
13. The center for food security and public health. Dermatophytosis. Iowa:
Setelah 2 minggu menggunakan ketokonazol topikal
Iowa State University; 2013.h. 1-13
dan tablet griseofulvin, pasien tidak mengeluh gatal lagi 14. Maoz M, Neeman I. Antimikrobial effects of aqueous plant extract on the
fungi of microsporum canis and trichopiton rubrum and three bacterial
dan pada wajah, dada, lengan, dan paha tidak ditemukan
spesies. Lett Apllied Microbiol. 1998; 26:61-3
plak eritematosa, erosi, maupun krusta kehitaman pada 15. Pohan A. Mikologi. Surabaya: Universitas Airlangga, 2010: 1-19
kulit. Pada pemeriksaan penunjang tidak ditemukan elemen 16. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2004: 45-7
jamur, sehingga dapat disimpulkan respons terapi pada 17. Ermawati Y. Penggunaan ketokonazol pada pasien tinea corporis. Medula
Unila. 2013; 1(3): 82-91
kasus ini adalah baik.
18. Anonym. Superficial Mycoses in Dogs and Cats. Worcestershire:
KESIMPULAN
Dilaporkan satu kasus tinea korporis yang disebabkan
Microsporum canis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan mikroskopis, serta
kultur. Terapi berupa anti jamur sistemik dan topikal serta
edukasi untuk menghindari kontak dengan sumber infeksi.
Respon terapi pada minggu kedua cukup baik.
ESCCAP; 2011.h 1-20
19. Bossche HV, Ausma J, Bohets H, Vermuyten K, Willemsens G, Marichal
P, dkk. The Novel Azole R126638 Is a selective inhibitor of ergosterol
synthesis in candida albicans, trichophyton spp., and microsporum canis.
Antimicrob Agent Chemother. 2004; 48(9): 3272–8
20. Mycek MJ, Harvei RA, Champe PC. Farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta:
Widya Medika; 2001.h. 341-7
109
Download