dermatophytosis pada kucing sebagai penyakit zoonosis

advertisement
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
DERMATOPHYTOSIS PADA KUCING SEBAGAI PENYAKIT
ZOONOSIS: MONITORING DAN PENCEGAHAN REINFEKSI
CUCU KARTINI SAJUTHI
PDHB – Nirwana Sunter Asri Thp III ruko blok J ½
Ruko Green Garden blok 19/35
PENDAHULUAN
Dermatophytosis, secara awam dikatakan
sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur, tanpa harus mengetahui spesies jamur
kulit tersebut. Dermatophytosis pada kucing
umumnya zoonotik dan sangat tinggi
penularannya. Penanganan penyakit ini cukup
sulit karena sering terjadi reinfeksi disamping
membutuhkan waktu dan biaya tinggi. Para
dokter hewan kadangkala terkecoh dalam
mendiagnosa penyakit kulit jamur ini,
seringkali terditeksi hanya sebagai penyakit
kulit biasa.
Sporan jamur akan menetap dalam periode
yang lama dalam lingkungannya, melalui spora
penyakit dapat menular tidak saja lewat kontak
terhadap hewan yang terinfeksi juga dapat
melalui kandang yang pernah digunakan
hewan terinfeksi, lewat sisir grooming, collar,
dan bulu kucing. Makalah ini terfokus
membahas pada epidemiologi, tanda-tanda
klinis dan pencegahan terjadi infeksi ulang
pada kucing yang terkena dermatophytosis,
meskipun penyakit ini bersifat zoonotik,
namun dapat diobati dan disembuhkan,
makalah ini kiranya dapat membantu para
catteries dan pencinta kucing khususnya dalam
menambah ilmu pengetahuan.
Epidemiologi
Pada umumnya kasus dermatophytosis
pada kucing disebabkan oleh jamur
Microsporum canis, microsporum gypseum
dan Trichophyton. Sebaiknya untuk kucingkucing yang diduga terinfeksi jamur, dilakukan
pengujian laboratorium kerokan untuk diisolasi
jenis jamurnya.
Penyakit FIV (Feline Immune deficiency
Virus) dapat timbul bersamaan dengan
dermatophytosis. Beberapa kejadian tersebut
diatas diperkirakan faktor kerentanan penyakit
294
ini juga ada kaitannya dengan pengaruh
genetik, baik pada manusia maupun kucing.
Dari beberapa penelitian para ahli kucing di
luar negeri, tanggapan kekebalan secara alam
terhadap dermatophytosis, ditemukan sejumlah
kasus dermatophytosis chronis dari keturunan
kucing-kucing dalam satu genetik yang sama
disejumlah catteries.
Dalam keturunan kucing-kucing yang
mempunyai masalah dermatophytosis secara
genetik (walaupun tidak terlihat secara klinis)
selalu memiliki titer antibodi tinggi terhadap
antigen microsporum demikian pula adanya
perbedaan
respon
lymphocyte
blastogenesisnya, jika dibandingkan dengan
kucing-kucing di catteries yang tidak
bermasalah dermatophytosis, ataupun jika
dibandingkan dengan kucing-kucing yang
sudah sembuh dari infeksi dermatophytosis.
Oleh karena itu pembiak sebaiknya juga perlu
mewaspadai dalam memilih kucing-kucing
yang rentan, baik dilihat dari warna bulu
ataupun karakter fisik, disamping kerentanan
untuk terinfeksi dermatophytosis tersebut.
Faktor-faktor predisposisi kucing yang
mudah terkena infeksi jamur ini adalah:
1. Iklim yang lembab dan hangat
2. Kesehatan yang memburuk
3. rendahnya
nilai
kesadaran
akan
pentingnya
kesehatan
hewan
kesayangannya untuk tingkat sosial
tertentu
4. Buruk sanitasi kandang per grup, kucing
liar yang tidak terkontrol karena
dibebaskan keluar rumah
5. Berhubungan atau berdekatan dengan
sejumlah kucing liar atau kelompok
kucing yang berjumlah besar (misalnya
ditempat penitipan)
6. Kucing dari segala umur, namun di
tempat klinik sering ditemukan pada
usia mudan dan kucing tua
7. Kucing dengan bulu panjang
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Gejala klinis yang umum dan tidak umum
terlihat
c.
Gejala
klinis
dari
dermatophytosis
berhubungan
dengan
pathogenesisnya,
dermatophytosis memnginvasi rambut dan
epitel tanduk. Jamur akan merusak rambut, dan
mengganggu keratinisasi kulit normal, secara
klinis bulu rontok, timbul kerak, sehingga
dapat juga terinfeksi dengan kuman lain.
1. Gatal
2. Bulu rontok dan pitak bisa sebagian
kecil simetris ataupun asimetris
dengan peradangan maunpun tanpa
peradangan
3. Kerak-kerak, kemerahan, sampai lecet
dapat berkembang di daerah muka,
pipi, telinga, kuku, kaki depan, ekor
dan sebagian badan
4. Komedo sering ditandai dengan
kerak-kerak tipis dibawah dagu untuk
kucing muda
5. Hyperpigmemtasi walaupun jarang
terjadi
6. Kucing dengan dermatophytosis yang
parah dan sistemik kadang disertai
dengan muntah, konstipasi atau
hairball
Pertimbangan zoonosis
Berhubung dermatophytosis kucing sangat
menular pada manusia, maka orang-oramg
yang terlibat didalamnya harus lebih hati-hati
dalam menjaga kesehatan terutama bagi anak
yang sangat kecil (bayi), orang tua, orangorang
yang
mendapat
pengobatan
chemotheraphy dan orang yang mempunyai
penyakit imunnodeffisiensi.
Anjuran bagi pemilik kucing untuk
mengatasi lingkungan yang terkontaminasi.
Desinfeksi awal
a.
b.
Waktu melakukan vakum
Bersihkan dan gosok permukaan
lantai/kandang dengan menggunakan
detergen, keringkan, idealnya berikan
vakum yang sudah berisi bleach
pengenceran 1:10 dan dibiarkan 10
menit baru dibilias dengan air biasa
atau obat anti jamur dengan
pengenceran 1:10 (miconazol 2%)
Usahakan kelembaban diturunkan
dengan
menggunakan
portable
humidifier
Desinfeksi harian dan mingguan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tiap hari vakum seluruh permukaan
lantai, cuci dan pel dengan detergen
Satu minggu sekali pel dengan
desinfektan
Untuk mencegah penyebaran pada
catteries, gunakan kantong plastik
untuk menempatkan segala kotoran
dan bulu sehingga diharapkan
terisolasi
Selalu cuci tangan atau gunakan
sarung tangan jika kita bekerja dengan
hewan yang diduga kena infeksi
dermatophytosis
Ganti selalu sepatu atau sandal saat
masuk dan keluar ruang kandang
Jangan menggunakan AC yang jadi
satu
untuk
kebutuhan
rumah.
Sebaiknya khusus untuk AC kandang
saja
Monitoring pengobatan dan pencegahan
reinfeksi
Monitoring pengobatan
Monitoring
pengobatan
kasus
dermatophytosis 1 bulan sesudah pemberian
obat jamur, ulangi pemeriksaan kerokan tiap 2
- 4 minggu sampai kultur jamur dinyatakan
negatip. Pengobatan masih harus diberikan
hingga hasil laboratorium selama 3 kali
dinyatakan negatip, demi mencegah sporanya
aktif kembali.
Pencegahan terinfeksi
Jangan biarkan kucing bermain diluar
rumah, buat kerokan kulit jika dilihat ada tanda
penyakit kulit dengan menggunakan sikat gigi
atau scalpel khusus dan kirim ke dokter hewan
atau laboratorium untuk dilakukan biakan
jamur. Gunakan obat anti jamur topical sampai
diketahui hasil biakan.
295
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Obati topical dan anti fungus secara
sistemik untuk kucing-kucing yang positif
dan pengobatan baru dihentikan setelah
hasil biakan dinyatakan negatip untuk 3
kali pengecekan dalam interval 2 minggu
sekali
Petunjuk praktis pengobatan
dermatophytosis pada kucing
1.
2.
3.
296
Untuk kucing terinfeksi hanya seekor saja
di dalam rumah:
Jika kucing berbulu pendek dan lesionya
kurang dari 4 titik, hanya dicukur daerah
yang bermasalah saja
Berikan pengobatan secara topical dan
sistematik, sampai hasil biakan negatip
untuk pemeriksaan 3 kali interval 1 - 2
minggu
Untuk kucing yang lebih dari 4 ekor
dipelihara di dalam rumah:
Pengobatan sama dengan di atas
Disamping
itu
perlu
dilakukan
pemeriksaan kerokan kulit pada semua
kucing dan lekukan pencukuran untuk
kucing yang positip jamur
Pengobatan
baru
dihentikan
jika
dinyatakan berturut-turut 3 kali negatip
dengan interval pemeriksaan tiap 1 - 2
minggu
Untuk kucing yang terinfeksi di cattery
atau kucing Cat Show:
Kucing ini termasuk berisiko tinggi
menular ke kucing lain atau tertular dari
kucing lain, untuk itu pengobatan harus
lebih agresif.
Lakukan pemeriksaan kultur pada semua
kucing di peternakannya
Berikan
pencegahan
dengan
cara
seminggu atau 2 minggu sekali dilakukan
mandi khusus dengan anti jamur
Gunting semua bulu jika dari hasil biakan
ditemukan jamur
Keuntungan pencukuran bulu yang
menderita dermatophytosis
1.
2.
3.
4.
Menghentikan penyebaran spora sehingga
penularan dapat dibatasi
mempermudah pengobatan dan penetrasi
obat ke dalam kulit secara topical
Memperpendek masa pengobatan sehingga
pengeluaran biaya dapat ditekan
Gunakan gunting dengan ujung tumpul
dan agak lengkung untuk mencukur
bulunya, dan hati-hati waktu mencukur
usahakan tidak melukai kulit, agar tidak
timbul infeksi oleh kuman lain
DAFTAR PUSTAKA
KAREN A. MORIELLO, DVM, DACVD. 2003.
Symposium on feline Dermatology, Oct. 2003.
Veterinary
Medicine,
pp.
884-890.
Department of Medical Science School of
Veterinary Medicine University of WisconsinMadison.
GEORGE T. WILKINSON and RICHARD G HARVEY.
1994. Small animal dermatology a guide to
diagnosis, pp. 283-292, 1994.
Download