Dialog13 - Directory UMM

advertisement
Pertanian Masih jadi Primadona
Pemulihan ekonomi Indonesia masa depan, salah satu yang menjadi primadona adalah
sektor pertanian. Namun fakta yang ada menunjukkkan bahwa setiap upaya pemerintah
ingin mengentaskan para petani selalu mengalami kegagalan. Benarkah pengaruh
ekonomi global yang dikuasai oleh kelompok neoliberalis masih dominan? Untuk
menjawab sinyalemen tersebut, kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan Drs.
Revrisond Baswir, MBA. Staf pengajar Fakultas Ekonomi UGM, Penasehat Koalisi
Assosiasi utang (KAU), Direktur IDEA, sekarang sedang menyelelasikan Program
Doktor di Fakultas Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.
Selama ini petani Indonesia selalu dirundung malang, kenapa? Apakah hal itu disebabkan
oleh struktural atau kultural?
Saya kira nasib para petani itu terutama doisebabkan oleh rendahnya produktivitas
pertanian kita, rendahnya produktivitas itu disebabkan oleh banyak faktor. Yang pertama
adalah faktor penguasaan pasar dan produksi, jadi seperti yang kita ketahui bahwa para
petani kita rata-rata hanya memiliki lahan hanya seperempat hektar. Dengan lahan seluas
itu sangat sulit bagi petani untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Kemudia faktor
yang kedua adalah rendahnya dalam penggunaan teknologi dibidang pertanian, karena
penggarapan lahan yang masih terbatas dan teknologi yang juga rendah, maka
produktivitas itu juga menjadi semakin rendah. Faktor yang ketiga adalah masih
rendahnya angkatan kerja kita di sektor pertanian, karena masih memiliki kualitas yang
rendah pula. Seperti kita ketahui bahwa angkatan kerja kita hanya berpendidikan SLTP
kebawah, padahal sebagain besar ada di sektor pertanian. Dengan demikian secara
keseluruhan bisa kita lihat bahwa sektor pertanian kita itu ada perkebunan-perkebunan
besar dan mereka terperangkap dalam satu struktur yang ditandai oleh penguasaan lahan
terbatas dan penggunaan teknologi yang sangat rendah dan kualitas SDM nya juga
rendah, dengan perangkap struktur semacam itu, maka mestinya kalau pemerintah mau
memperkuat dalam sektor pertanian, nggak ada pilihan lain kecuali pemerintah memiliki
niata baik untuk memecahkan masalah ini. Maka kalau yang kita produksi hanya masalah
teknologi petani, maka hal itu hanya akan dinikmati oleh para cukong tani yang memiliki
lahan luas, karena petani yang memiliki lahan sempit tidak mungkin akan menggunakan
teknologi tersebut. Kemudian kalau ada kredit dan yang lainya, saya kira sama saja,
karena petani yang mempunyai lahan sempit akan tetap mengalami kesulitan untuk
meningkatkan penghasilannya, faktor lahan itu sudah sangat terbatas, akibatnya
teknologipun kalau memang mau dipaksakan juga itu malah bisa menjadi
kontraproduktif. Jadi misalnya lahan yang hanya seperempat hektar itu tidak layak untuk
memakai traktor, kecuali ada rombongan 5 atau 6 petani bisa memakai satu traktor. Jadi
itu yang menjadikan perangkap petani secara struktural.
Mengapa setiap upaya pemerintah untuk mengentaskan para petani di Indonesia selalu
mengalami kegagalan?
Karena pemerintah selama ini setiap mencoba meningkatkan kesejahteraan para petani
belum ada yang betul-betul secara langsung memecahkan akar masalahnya. Ya memang
ada upaya-upaya yang dilakukan misalnya dengan “ Revolisi Hijau” ternyata malah
menjadi kotraproduktif, karena Revolusi Hajau itu intinya adalah industri teknologi,
memang produksi bisa naik tetapi kesejahteraan petani sendiri justru malah melorot.
Karena terjadi penghematan tenaga kerja disektor pertanian dan revolusi hijau itu jatuh
ketangan petani-petani kaya. Akhirnya petani-petani miskin kita sebagaian harus keluar
dari sektor pertanian dan kemudian migrasi ke kota. Jadi saya kira akar masalahnya harus
dipecahkan dulu, yakni soal penguasaan lahan dan teknik mengolah pertanian.
Benarkah pengaruh ekonomi global yang dikuasai oleh kelompok neoliberalis itu sangat
mempengaruhi nasib para petani kita?
Kalau kita bicara kondisi, misalnya kalau sebagai perbandingan di Amerika Serikat. Di
Amerika Serikat itu jumlah petani juga banyak jumlah lahan pertanian juga banyak,
teknologi yang dipakai relatif tinggi sehingga mereka kelebihan produksi, sampai-sampai
melebihi kebutuhan nasional, akibatnya pemerintah Amerika Serikat mengambil
kebijakan mengurangi lahan pertanian, mengurungan tenaga kerja yang ada di sektor
pertanian supaya produksinya turun karena pemasarannya sangat susah. Nah, ternyata
kebijakan yang terapkan tidak bisa menolong, kenapa, karena teknologinya berkembang
cepat sekali. Jadi luas lahannya sudah berkurang hingga 50 persen, tenaga kerjanya juga
kurang 50 persen, tetapi dengan teknologi baru produksinya masih tetap tinggi sehingga
uapaya untuk mengurangi produksi tadi gagal. Nah kaitannya dengan pertanian di
Indonesia untuk belakangan negara-negara maju yang kelebihan produksi itu mendesak
agar diadakan perdagangan bebas supaya masuk ke sektor pertanian. Padahal para petani
kita tanpa perdagangan bebas pun sudah susah untuk memperbaiki keadannya. Nah
sekarang ada desakan lagi untuk melakukan perdagangan bebas di sektor pertanian
misalnya beras impor boleh nasuk, sudah bisa dipastikan petani kita babak belur.
Andaikata produksi dari luar sangat mahal tetapi dia disubsidi oleh negara, andaikata
subsidi oleh Amerika dicabut dan pasarnya dibuka, maka petani kita untuk
mengeksporpun sangat sulit apanya yang mau diekspor kalau lahannya hanya sempit.
Akhirnya para petani yang bisa menikmati adalah para petani yang mempunyai lahan
luas, sehingga tetap saja akan terjadi proses peminggiran terhadap mayoritas petani yang
pendidikannya rendah, lahanya sempit dan sulit untuk mengoperasikan dengan teknologi
tinggi.
Kenapa hampir semua infrastruktur usaha tani mulaidari pabrik gula dan lain-lain
cenderung rapuh dan mudah dihancurkan oleh pihak asing?
Kalau kita bicara tentang infrastruktur, infrastruktur itu kan memerlukan pembaharuan
dan membutuhkan perawatan, syaratnya adalah sektor pertanian sendiri harus maju dan
berkembang. Nah yang kita saksikan selama ini kan sektor pertanian kita selalu
mengalami kesulitan untuk berkembang dan nilai tukar dari hasil pertanian rata-rata
menurun, sehingga tidak ada kelebihannya yang di investasikan, bahkan tidak sedikit
para petani kita yang memakan kapital yang minim itu. Kenapa, karena sudah tidak bisa
dipakai lagi untuk hidup, sehingga sering mencari penghidupan dikota sehingga hasil
yang sedikit itu dijual. Akhirnya justru malah terjadi proses pemindahan petani untuk
yang lainnya, misalnya industri dan untuk perumahan, kalau terjadi seperti itu maka
petani kita semakin tidak punya apa-apa. Nah dengan keterbatasan kemampuan di sektor
pertanian untuk menghidupi keluarganya sendiri, lalu bagaimana kemudian dia bisa
melakukan investasi, untuk hidup saja sudah susah, mungkin terjual kapitalnya,
bagaimana dia bisa merawat unfrastruktur yang ada. Jadi saya kira karena faktor dasar
sektor pertanian yang tertinggal itu sehingga perawatan terhadap infrastruktur jadi sangat
minim.
Akibat dari “ Revolusi Hijau” dan penyeragaman pola tanam selalu menyebabkan
punahnya varietas tanaman pangan lokal, mungkinkah hal itu bisa dipulihkan kembali?
Masalah tersebut bisa saja dipulihkan, asal ada keleluasaan untuk menanam varietas
tanpa ada kontrol dari negara, mungkin ada problem serius disini. Kalau kita bicara
mengenai kebutuhan pangan disinilah munculnya ide revolusi hijau itu untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan untuk meningkatkan kebutuhan nasional. Nah
kalau kita beri kebebasan lagi lalu persoalannya sejauh mana kita mampu untuk
memenuhi kebutuhan para petani kita. Nah disini nanti ada dorongan petani untuk
mengimpor, nah saya kira tidak bisa sebagian-sebagaian untuk mengatasi masalah itu.
Makanya harus ada kebijakan nasional untuk tidak memecahkan masalah itu sepotongsepotong. Jadi harus ada perluasan lahan pertanian dengan membuka lahan-lahan
pertanian baru, ada pembagian lahan yang cukup bagi para petani. Berarti disini harus
ada prioritas pembangunan pada sektor pertanian, mulai dari perluasan lahan dan
pembagian lahan yang cukup bagi masing-masing petani, penguasaan teknologi, kapital
termasuk juga SDM di sektor pertanian. Jadi pertanian disini memang harus menjadi “
Primadona”.
Menurut anda bisakah upaya untuk mengangkat nasib petani itu dilakukan oleh LSM
atau oleh asosiasi petani?
Peluang itua ada, apalagi ada penggabungan antara LSM dan asosiasi petani. Tatapi
agenda yang harus mereka perjuangkan itu tidak bisa hanya bersifat mikro petani,
perjuangan LSM dan asosiasi petani untuk memperjuangkan nasib petani harus digeser
kewilayah politik, kenapa, mereka harus menjadi kekuatan sebagai kelompok penekan
dan mendesak pada negara untuk mengalokasikan anggaran yang cukup pada sektor
pertanian. Jadi disini ada kebutuhan mendesak yang pertama bahwa pengembangan di
sektor pertanian membutuhakan uluran dari negara, supaya negara mau mengeluarkan
anggaran dan skala prioritas untuk sektor pertanian. Makanya dibutuhkan LSM dan
asosiasi petani sebagai kekuatan untuk alat menekan.
Dimasa depan, sesungguhnya bagian ekonomi Indonesia yang ideal itu menempatkan
posisi petani dimana? Posisi dominan atau hanya embel-embel?
Kalau kita melihat dari mayoritas penduduk Indonesia, yang 60 persen adalah masuk
dalam sektor pertanian dan sektor ketenagakerjaan dan sektor pertanian masih menjadi “
Primadona” . Karena nggak lucu kalau kita mendesak para petani keluar dan tidak juga
masuk dalam sektor formal yang kleleran jadi kaki lima di kota-kota besar, saya kira itu
nggak bener. Jadi kita harus menedesak pada rakyat yang berpendidikan rendah tadi
untuk bisa kembali hidup menggarap di sektor pertanian. Dan saya kira untuk menyerap
tenaga kerja secara besar-besaran harus pada sektor pertanian. Cuma problemnya adalah
bahwa proses mendesak itu hanya mungkin kalau mereka sendiri bisa hidup di sektor
pertanian, jadi memang harus ada kebijakan struktural yang mendasar. Kalau petanipetani bisa hidup dari sektor pertanian secara layak, maka produktivitas sektor pertanian
terus akan meningkat, sehingga sumbangan sektor pertanian tetap akan menjado penting
dan dominan dan posisi sektor pertanian dalam PDB akan meningkat.
Harapan anda untuk pencerahan ekonomi Indonesia yang berkaitan dengan nasib petani?
Yang pertama pemerintah harus menyadari bahwa dia mengemban amanah dalam
konstitusi, dan harus memajukan kesejahteraan umum dalam kehidupan bangsa. Yang
kedua harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya dan bisa memberikan
kehidupan secara layak. Karena itu pemerintah harus mengambil peran, tidak bisa
melepas tangan untuk menyerahkan semua ke pasar. Dan mengupayakan dana secukup
mungkin untuk mengembangkan sektor pertanian dan termasuk membangun infrastruktur
pertanian dengan sungguh-sungguh. Kalau itu terjadi akan mengurangi kejahatan korupsi,
beban hutang negara dan meningkatkan hidup layak bagi masyarakat khususnya para
petani.Ton.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 07-2002
Download