Peran PBB Semakin Tidak Signifikan Banyak pihak menyayangkan semakin tidak signifikannya peran lembaga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam upaya menciptakan perdamaian dunia. Termasuk dalam golongan ini adalah para peraih nobel dunia yang juga tidak senang dan tidak puas dengan kinerja PBB selama ini. Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) UNESCO, Sedjari Ali menyampaikan hal ini dalam kuliah tamu bertajuk “Peran PBB dalam Menciptakan Perdamaian Dunia”. Kegiatan yang diikuti dosen dan mahasiswa ini diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) pada Rabu (16/11). Menghadapi hal tersebut, pria asal Maroko ini berpendapat perlunya meningkatkan strategi khusus dalam mengupayakan hubungan internasional dengan aktor baru seperti China, Brazil, India, Afrika Selatan dan Turki. Terlebih lagi ia menggarisbawahi kompleksitas permasalahan yang dihadapi dunia saat ini seperti iklim, kemiskinan, lingkungan, korupsi, konflik, ketidakadilan, krisis kemanusiaan, pertahanan dan kemajuan dunia. Universalitas masalah tersebut membutuhkan kreasi sebuah performa sistem kelembagaan yang mampu mempersatukan dunia dan menyelamatkan makhluk di muka bumi. “Masalah-masalah ini telah ada sejak 20-50 tahun silam tetapi mengapa PBB tidak mampu menyelesaikan?”, Tanya Ali. Keprihatinan senada disampaikan Yves Berthelot yang juga menjadi pembicara dalam kesempatan tersebut. Fakta tersebut diperkuat dengan reputasi buruk PBB dalam turut menciptakan perdamaian dunia di Eropa dan Asia. Perang Sipil yang sempat dialami Eropa di abad 16 dan Asia di abad 19, ketika ditangani PBB justru malah menghabiskan waktu dan tidak efektif. Dihadapan peserta, dalam kesempatan tersebut ia mengangkat perlunya reformasi di tubuh Dewan Keamanan PBB yang hingga saat ini masih alot. Dua negara yang menurutnya penting dipertimbangkan dalam keanggotaan Dewan Keamanan adalah Jerman dan Jepang. Tidak efektif dan efisiennya PBB dalam menangani permasalahan, menurutnya disebabkan karena keberagaman negara anggotanya yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda-beda meskipun permasalahan yang dihadapi sama. Dalam menghadapi sebuah isu, biasanya PBB akan memberdayakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM ini kemudian akan memberi tekanan kepada negara “bermasalah” dalam penyelesaiannya. Meskipun hak veto menurutnya hanya dipegang oleh negara-negara besar yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan China, ia menandaskan bahwa negara kecil pun berkesempatan untuk unjuk gigi. Pengalaman sejarah telah dibuktikan oleh Malta, sebuah negara pulau kecil di Laut Mediterania. Negara ini dinilainya berhasil dalam melakukan pressure terhadap dunia internasional tentang masalah laut. “Pengalaman Malta layak ditiru oleh negara lainnya di dunia”, kata Berthelot. [nok]