Sistem dan Pembiayaan HIV-AIDS Sektor Lembaga Swadaya

advertisement
Esthi Susanti Hudiono
 Pionir di pencegahan di kalangan populasi kunci
(penjaja seks komersial perempuan, waria, gay,
IDU, pelanggan). Memunculkan profesi baru
yakni pekerja lapangan kesehatan dari populasi
kunci sendiri atau non populasi kunci.
 Pionir di pendampingan ODHA
 Yang melakukan advokasi kebijakan yang berjasa
terkait dengan ARV gratis, merehabilitasi korban
narkoba, dan lain-lain
Jawabannya adalah TIDAK BISA DIGANTI.
MENGAPA?
 LMS memiliki kepemimpinan, pengetahuan dan
ketrampilan berhubungan dengan populasi
kunci. Populasi kunci tidak mudah dijangkau.
Selain itu pendekatan LSM banyak yang berbasis
hak asasi manusia. Pemerintah memerlukan
waktu lama untuk mengembangkan perspektif
hak asasi manusia yang berbasis keadilan dan
kesetaraan.
Problem yang dihadapi LSM adalah
keberlangsungan dalam kaitan dengan
pembiayaan. Selama ini program
sebagian besar dibiayai oleh lembaga
internasional. Secara perlahan lembaga
internasional tidak lagi membantu LSM
karena terkait dengan status Indonesia
sebagai negara middle income country.
Dana hibah dan bantuan sosial yang
diberikan ke LSM selama ini bukan jalan
keluar. Kedua pos dana ini mendapat
sorotan tajam karena digunakan korupsi
oleh eksekutif. Selain itu dana juga tidak
bisa diberikan secara rutin dan pos
pembiayaannya bukan pembiayaan paket
program profesional.
 BPJS
 LSM mengembangkan usaha sendiri yang
keuntungannya untuk program
 Dukungan privat sektor dan organisasi
masyarakat sipil yang fokus pada pelayanan sosial
Problem fundamental yang harus
diselesaikan di tingkat pusat adalah
merumuskan peran LSM dalam sektor
kesehatan sebagai partner pemerintah.
Lalu memasukkan konsep MEMBELI
SERVICE dari LSM. Ide ini telah
dilaksanakan di luar negeri. Pemerintah
menggunakan LSM untuk menjalankan
program-program yang memerlukan
keahlian khusus.
BPJS memberi peluang untuk perumusan
buying service karena sistem quota ke
puskesmas. Karena itu puskesmas sekarang
bisa bebas merancang sistem pencegahan
yang dilakukan bagian promosi kesehatan.
Ketidaksiapan puskesmas dalam
menjalankan program komprehensif HIV
bisa diatasi dengan membuat kontrak
dengan LSM untuk melaksanakan program
yang biasa dilakukan.
Sistem kontrak dengan memilih LSM
berkualitas dengan berpegang pada
capaian sebelum dan sesudah proyek
berjalan. LSM siap menerima kontrak ini
karena sistem managemennya telah
dibangun berdasarkan sistem standar
oleh lembaga internasional yang
mendukung sebelumnya.
Ide buying service ini dilontarkan ketika
diberitakan adanya kenaikan 7 kali lipat
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dua kali
lipat Dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) dari kemenkes yang
disampaikan oleh sekjen.
LSM mengembangkan unit usaha yang
terpisah managemennya dengan program
HIV-AIDS. Modal dan bagaimana
berusaha dibantu oleh pemerintah atau
lembaga internasional. Keuntungan dari
usaha ini digunakan untuk membiayai
program HIV.
Privat sektor selama ini belum digali dan
diadvokasi mendukung pembiayaan
program LSM untuk HIV-AIDS yang
bergerak di lapangan. Harusnya Organisasi
Masyarakat Sipil yang didukung beberapa
privat sektor yang telah berjalan tidak
menjalankan programnya sendiri.
Organisasi ini idealnya menjadi organisasi
payung yang mendukung LSM yang bekerja
di lapangan.
Download