BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Celebrity Worship
2.1.1 Definisi Celebrity
Celebrity adalah seseorang atau sekelompok orang yang menarik perhatian
media karena memiliki suatu kelebihan atau daya tarik yang menonjol. Menurut
Young dan Pinsky (2006) celebrity adalah sekelompok individu yang berhasil
mencapai tingkat ketenaran dan membuat individu tersebut berhasil dikenal
dikalangan masyarakat. Istilah celebrity sering diidentikkan dengan kekayaan,
keberuntungan, ketenaran, serta kekuasaan. Individu yang dikategorikan celebrity
adalah orang yang kompeten serta memiliki kemampuan yang menonjol pada
bidangnya serta dapat berasal dari dunia olahraga maupun hiburan (Brockes,
2010)
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa celebrity
merupakan individu atau sekelompok individu yang memeliki ketenaran atau
dikenal oleh masyarakat luas atas kemampuan serta apa yang telah mereka
lakukan.
2.2.2 Definisi Celebrity Worship
Menurut Yue dan Cheung (Liu,2013) celebrity worship dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk pemujaan terhadap orang yang terkenal secara
luas dan menarik perhatian publik dan media. Sedangkan dalam Maltby, dkk
(2005) celebrity worship adalah sebuah gambaran perilaku obsesif individu
dimana mereka berusaha untuk selalu terlibat didalam kehidupan idola mereka
sehingga tak jarang ikut terbawa didalam kehidupan mereka sehari-hari.
Darfiyanti dan Putra (2012) menjelaskan bahwa jika intensitas keterlibatan
dengan selebriti meningkat, maka penggemar akan menganggap idolanya adalah
orang yang dekat serta memiliki hubungan langsung dengan dirinya dan
penggemar pun akan terus mengembangkan hubungan parasosial
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa celebrity worship adalah suatu
bentuk perilaku memuja atau mengidolakan celebrity yang melibatkan hubungan
7
8
parasosial antar penggemar dan idola mereka sebagai suatu hiburan ataupun
pemuasan diri.
2.2.2.1 Teori Celebrity Worship
Menurut Maltby dkk (2005), ada 3 tahapan didalam celebrity worship
berdasarkan intensitasnya, dimensi tersebut terdiri dari :
1.
Entertainment Social (sosial dan hiburan)
Dimensi ini terdiri dari sikap fans yang tertarik pada selebriti favorit mereka
karena mampu menghibur dan menjadi pusat fokus sosial. Pada aspek ini,
penggemar mencari informasi yang berhubungan dengan idola mereka serta
senang untuk membicarakan idola mereka dengan orang lain terutama dengan
orang yang memiliki idola yang sama.
2.
Intense Personal
Dimensi ini mencerminkan perasaan yang lebih intim dan kompulsif tentang
selebriti dan memperlihatkan rasa obsesif penggemar terhadap artis idolanya.
Pada aspek ini penggemar memiliki empati yang sangat tinggi terhadap idola
mereka sehingga mereka bahkan ikut merasakan apa yang terjadi pada idola
mereka tersebut. Misalnya, penggemar merasa sedih bila idola mereka mengalami
kegagalan atau penggemar ikut merasa bahagia bila idola mereka mendapatkan
suatu hal yang baik.
3.
Borderline Pathological
Dimensi ini memperlihatkan perilaku yang tidak terkendali dan mengembangkan
fantasi dengan keterlibatan idola mereka didalam skenario tersebut. Hal ini
ditambah dengan gambaran kesediaan mereka untuk melakukan apa saja demi
idola mereka walaupun hal tersebut melanggar hukum sekalipun. Penggemar pun
memiliki keyakinan bahwa idola mereka akan memberikan bantuan bila mereka
berada di dalam kesulitan.
2.2.3 Dampak-Dampak Celebrity Worship
2.2.3.1 Dampak Positif
1. Penggemar dengan celebrity worship pada tahap entertainment-social
cenderung lebih optimis, bahagia, dan memiliki kepribadian yang periang
9
(Maltby dkk,2005). Sebuah studi di Kanada yang dilakukan oleh Boon dan
Lomore ( dalam Sheridan dkk, 2006) melakukan survey kepada 75
mahasiswa. Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa lebih dari setengah
mahasiswa tersebut percaya bahwa idola mereka sedikit banyak telah
mempengaruhi mereka dalam hal sikap dan keyakinan dan mengilhami
mereka untuk mengejar kegiatan tertentu. Dengan kata lain celebrity
worship terhadap artis idola membuat penggemar memiliki motivasi untuk
mengejar suatu kegiatan.
2.3.3.2 Dampak Negatif
1. Kecenderungan untuk menjadi narsistik
Celebrity worship juga dihubungkan dengan narsistik. Celebrity worship
contoh sempurna dari hubungan parasosial dimana penggemar mencari
sebanyak mungkin informasi tentang artis idolanya dan artis sama sekali
tidak mengetahui tentang penggemarnya (Horton & Wohl). Ashe, Maltby,
and McCutcheon (2005) mengadakan studi kepada 219 orang dari Inggris
dan 124 orang dari Amerika. Semua partisipan diberikan Celebrity
Attitude Scale, Narcisstic Personality Inventory, and Self-liking/Selfcompetence Harga diri Scale. Hasil menunjukkan bahwa diantara
partisipan Inggris dan Amerika menunjukkan hasil yang sama. Terdapat
hubungan positif antara celebrity worship pada dimensi intense personal
dan borderline pathological dengan kecenderungan menjadi narsistik.
Menurut Ashe, Maltby, dan McCutcheon (2005), hubungan terjadi antara
kedua varibel tersebut karena penggemar merasa mereka memiliki
kemampuan sosial yang luar biasa dan jika mereka benar-benar bertemu
dengan artis idola mereka, artis tersebut akan menyadari betapa luar
biasanya si penggemar. Lebih lanjut, studi oleh Ashe, Maltby, dan
McCutcheon (2005) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara
celebrity worship dengan kecenderungan menjadi narsistik.
2.
Memiliki harga diri dan kinerja yang rendah
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Cheung dan Yue (dalam
Sheridan dkk, 2007) terhadap 833 sampel di Cina yang memuja celebrity,
ditemukan hasil bahwa celebrity worship diperkirakan membuat sampel rendah
10
dalam kinerja kerja maupun kinerja belajar, memiliki harga diri yang rendah dan
kesulitan dalam menemukan identitas diri.
3.
Orang dengan Celebrity Worship memiliki Psychology well being yang
rendah.
Maltby mengindikasikan bahwa orang dengan celebrity worship memiliki
kesejahteraan psikologi yang lebih rendah daripada yang tidak (Maltby,
McCutcheon, Ashe & Houran, 2004). Tes yang mereka adakan pada 307
partisipan mengidentifikasi adanya variasi berbeda pada disfungsi sosial dan
gejala-gejala depresi serta kecemasan. Lebih lanjut, Maltby et al (2004)
mengungkapkan celebrity worship adalah bentuk perilaku dari rendahnya
kesejahteraan psikologis, hasil dari gagalnya individu untuk menyesuaikan diri
atau keluar dari tekanan dalam hidup mereka.
2.2 Harga diri
2.2.1 Pengertian Harga diri
Harga diri dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai harga diri, istilah
tersebut kemudian dijabarkan oleh beberapa ahli kedalam suatu definisi yang
lebih luas. Menurut Coopersmith (2002) harga diri adalah suatu penilaian yang
dibuat oleh individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak dengan
keadaan dirinya serta menjadi penanda seberapa jauh individu tersebut percaya
bahwa dirinya memiliki kemampuan, serta berharga. Sedangkan menurut Baron
dan Byme (dalam Geldard, 2010) menyatakan bahwa harga diri adalah bagaimana
individu menilai diri mereka sendiri serta dipengaruhi oleh karakteristik yang
dimiliki oleh orang lain sebagai perbandingan.Hal ini berbeda dengan pendapat
Brehm (dalam Riyanti, 2005), menurutnya harga diri memiliki hubungan dengan
cara pendekatan yang dilakukan individu terhadap hidupnya. Individu yang
memiliki penilaian atau pendekatan baik terhadap dirinya cenderung lebih
bahagia, sehat, berhasil serta mudah beradaptasi. Sebaliknya, individu yang
memiliki penilaian negatif terhadap dirinya cenderung cemas, takut, tidak sehat,
stres, serta pesimis dalam menghadapi masa depan serta lebih cenderung
melakukan kesalahan.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah suatu
bentuk penilaian individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan apa yang menjadi
11
patokan ideal mereka atau karakteristik orang lain sebagai pembanding baik
secara positif maupun negatif dan kemudian mempengaruhi individu tersebut
dalam menjalani kehidupan serta menghadapi masa depan mereka.
2.2.2 Aspek-aspek Harga diri
Menurut Tafarodi (2001) terdapat dua aspek dari harga diri :
1. Self competence
Self competence adalah bagaimana individu dalam meotivasi dirinya
dalam bersikap serta berperan dalam menyesuaikan diri. Self competence
ditandai dengan adanya ekspektasi individu untuk sukses.
2. Self Liking
Self liking adalah sebuah perasaan berharga individu akan dirinya sendiri
dalam lingkungan sosial dan hal ini bergantung dari nilai sosial yang
individu berikan pada dirinya.
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Harga diri
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang menurut
pendapat Monks (2004). Keempat faktor tersebut antara lain :
A.
Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah ruang lingkup sosialisasi pertama bagi individu.Sikap dan
perlakuan yang adil dan demokratis didapat pada individu yang memiliki harga
diri yang tinggi.
B.
Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sangat mempengaruhi dalam pembentukan harga diri individu.
Penghinaan, pelecehan dari teman sebaya akan menurunkan harga diri.
Sebaliknya, keberhasilan, persahabatan, dan pergaulan yang baik akan
meningkatkan harga diri.
C.
Faktor Psikologis
Bagaimana individu menerima dirinya akan mengarahkan individu tersebut untuk
mampu menentukan arah dirinya pada saat memasuki hidup yang bermasyarakat.
D.
Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin menyebabkan adanya perbedaan dalam pola pikir serta
cara bertindak antara laki-laki dan perempuan.
12
2.3 Remaja Akhir
2.3.1 Pengertian Remaja
Menurut Papalia,Olds, & Feldmasn (2007), masa remaja adalah masa
dimana seorang individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak (childhood)
ke dewasa (adulthood). Pada masa remaja terdapat perkembangan fisik, kognitif,
dan psikososial (Papalia,Olds, & Feldmasn, 2007). Hal serupa diungkapan oleh
Santrock (2003), dimana masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara
masa anak-anak dan masa dewasa dan mencakup perkembangn biologis, kognitif,
dan sosial emosional. Sementara Rumini dan Sundari (2004) berpendapat masa
remaja adalah masa dimana terjadi peralihan dari masa anak ke masa dewasa dan
mengalami perkembangan semua aspek hidupnya untuk memasuki masa dewasa.
Di dalam Santrock (2013) dijelaskan bahwa masa remaja juga merupakan masa
dimana individu mencari jati diri dan mengenal identitasnya serta meliputi
pertanyaan-pertanyaan tentang siapa diri saya sebenarnya, apa yang akan saya
lakukan selanjutnya, dan lain sebagainya. Salah satu fenomena yang terjadi dalam
karakteristik remaja adalah pemujaan terhadap idola (Lin & Lin, 2007). Pada
masa itulah mereka berusaha mencari-cari idola atau panutan yang dapat mereka
jadikan teladan dalam hidup mereka (Haryanto,2011).
2.3.2 Tahap- tahap Perkembangan Remaja Akhir
Tahapan remaja akhir menurut Monks (2002) berada pada tahapan usia 18
sampai 21 tahun. Di tahapan ini individu mengalami masa konsolidasi menuju ke
periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu :
A.
Memiliki minat yang kuat terhadap fungsi-fungsi intelek
B.
Menginginkan kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
mencari pengalaman-pengalaman baru.
C.
Terbentuk identitas seksual yang bersifat permanen atau tidak akan
berubah lagi.
D.
Rasa egosentrisme mulai diganti dengan keseimbangan antara kepentingan
sendiri dengan kepentingan orang lain.
E.
Mulai tumbuh pembatas yang memisahkan dirinya (private self) dan
masyarakat umum.
13
2.3.3 Tugas Perkembangan Remaja Akhir
Tugas perkembangan remaja akhir menurut Hurlock (1990) :
1.
Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik sejenis
maupun lawan jenis.
2.
Mencapai peran sosial pria dan wanita
3.
Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4.
Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
5.
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
6.
Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang
7.
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8.
Memperoleh nilai-nilai dan system etis sebagai pegangan untuk
berperilaku dan mengembangkan ideologi.
2.3.4 Teori Perkembangan Remaja Akhir
Erikson berpendapat bahwa remaja akhir berada pda tahap Identitas versus
kekacauan identitas (identity versus identity confusion). Pada masa ini individu
diharapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan
kemana mereka menuju dalam kehidupannya. Pada masa inilah mulai
berkembang identitas sosial, yaitu status dan peran yang diberikan orang lain
kepada indiividu di tengah masyarakat. Sedangkan identitas pribadi, yaitu
peleburan berbagai peran diri, yang merupakan identifikasi masa lampau, masa
kini, dan watak pribadi. Identitas sosial dan identitas pribadi dilebur dan
diintegrasikan menajdi suatu konstruksi global yang disebut identitas ego
(Santrock, 2012). Menurut Erikson (dalam Papalia et al, 2001) remaja tidak
membentuk identitas diri mereka dengan hanya memodel atau mencontohnya dari
orang lain tetapi juga memodifikasi dan menyatukan hasil identifikasi awal di atas
menjadi suatu struktur psikologis yang baru, dan lebih besar dan penjumlahan
bagian-bagiannya. Di dalam membentuk identitas dirinya, remaja harus dapat
memastikan dan mengorganisasikan kemampuan, kebutuhan, minat, keinginan
mereka agar dapat diterima dan diekspresikan dalam konteks sosial
2.4 Kerangka Berpikir
Penelitian ini mengembangkan sebuah kerangka berpikir berdasarkan
fenomena banyaknya remaja, terutama di Jakarta yang memiliki celebrity
14
worship. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara celebrity worship dengan harga diri pada remaja. Berikut ini merupakan
kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Fenomena
Perilaku celebrity worship banyak ditemukan pada remaja, dalam
perkembangannya remaja berada pada tahap bertanya tentang
siapa mereka dan apa yang akan mereka lakukan kedepannya,
dan hal ini sangat berhubungan dengan bagaimana mereka
menilai atau menghargai dirimereka.
Variabel 1
Variabel 2
Celebrity Worship
Self-Esteem
Pada masa remaja akhir, dalam tahap perkembangan menurut Erikson,
remaja menjawab pertanyaan “siapa diriku” dalam hubungannya dengan keluarga
dan masyarakat. Pada masa itulah mereka berusaha mencari-cari idola atau
panutan yang dapat mereka jadikan teladan dalam hidup mereka (Haryanto,2011).
Menurut Hansen (Skirvin, 2003) beberapa remaja mengagumi seorang
idola karena beberapa aspek dari idolanya tersebut merefleksikan persepsi mereka
mengenai realitas sosial. Lebih lanjut, Skirvin (2003) mengungkapkan bahwa
beberapa remaja tertentu memiliki ikatan yang kuat dengan idolanya karena
merasa memiliki masalah mental yang sama. Mereka juga menempatkan idolanya
di tempat pertama karena mereka membagi karakteristik tertentu, yang mereka
lihat sebagai seorang model peran yang sesuai dengan mereka dan menarik bagi
nilai serta apsirasi mereka.
Namun terkadang pemujaaan terhadap idola ini menjadi suatu hal yang
berlebihan dan hanya menjadi hubungan yang searah atau hubungan parasosial. .
Hubungan parasosial sendiri adalah hubungan yang searah karena perilaku idola
15
dapat mereka amati melalui media, sedangkan perilaku penggemar tidak diamati.
Akibatnya, penggemar merasa dirinya dekat dengan tokoh idola meskipun mereka
tidak pernah bertemu secara langsung (Baranews, 2013). Hubungan parasosial
antar penggemar dan idolanya ini merupakan salah satu perilaku dari Celebrity
Worship (Maltby,dkk 2005). Celebrity Worship adalah perilaku obsesi individu
untuk selalu terlibat di setiap kehidupan selebriti yang digemari sehingga terbawa
kedalam kehidupan sehari-hari individu tersebut (Maltby,dkk 2005).
Celebrity worship memiliki tiga dimensi, yaitu entertaiment-social,
intense-personal, dan borderline - pathological (Maltby, Day, McCutcheon,
Houran, & Ashe dalam Liu, 2013). Di tahap entertaiment-social, penggemar
masih berada pada tahap yang normal dalam mengetahui kehidupan orang yang
digemari, seperti membaca berita mengenai orang yang digemari, melakukan
pembicaraan yang menyangkut dengan orang yang digemari, dan orang tersebut
merasa bahwa mereka tertarik dengan orang yang dikenal seperti selebriti, karena
mereka meyakini bahwa selebriti tersebut dapat memberikan sebuah hiburan.
Selanjutnya, di tahap intense-personal, penggemar yakin bahwa mereka memiliki
hubungan pribadi yang kuat dengan idola mereka dan menganggap idola mereka
sebagai belahan jiwanya.Tahap yang terakhir adalah bordeline – pathological
dimana penggemar seperti terobsesi dengan idola, mencari detail dari idola
mereka dan seakan percaya bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan idola
mereka (Maltby, Day, McCutcheon, Houran, & Ashe dalam Liu, 2013).
Hasil penelitian North et al (2007) menyatakan bahwa dimensi
entertainment social tidak memiliki hubungan dengan harga diri karena
karakteristik individu dan hal yang dilakukan adalah hal yang terlalu sehari-hari
dan biasa untuk dapat memiliki implikasi dengan harga diri. Sementara, Cheung
dan Yue (dalam Sheridan dkk, 2007) melakukan penelitian terhadap 833 sampel
di Cina yang memuja celebrity, dan ditemukan hasil bahwa celebrity worship
pada tahapan intense personal diperkirakan membuat sampel rendah dalam
kinerja kerja maupun kinerja belajar, memiliki harga diri yang rendah dan
kesulitan dalam menemukan identitas diri.
Pencarian jati diri dan identitas pada remaja akhir memiliki kaitan erat
dengan bagaimana mereka mengevaluasi dan menilai diri mereka sendiri
16
(Santrock, 2007). Menurut Coopersmith (dalam Susanti, 2012) bentuk evaluasi
atau penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan yang dimiliki
disebut harga diri. Hal ini senada dengan pendapat Stuart dan Sundeen (1991),
yang mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya.
Harga diri merupakan salah satu komponen penting dalam tahap perkembangan
remaja akhir karena harga diri pada seorang remaja akan menentukan
keberhasilan atau kegagalan individu di masa mendatang (Santrock, 2007).
Ashe, Maltby, and McCutcheon (2005) mengadakan studi kepada 219 orang
dari Inggris dan 124 orang dari Amerika. Semua partisipan diberikan Celebrity
Attitude Scale, Narcisstic Personality Inventory, and Self-liking/Self-competence
Self esteem Scale. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
celebrity worship pada dimensi intense personal dan borderline pathological
dengan kecenderungan menjadi narsistik. Sementara menurut Kernis (2001) harga
diri yang rapuh merupakan komponen terpenting yang ada didalam diri individu
narsistik.
Sementara, penelitian Maltby et al, (2004), menunjukan bahwa dalam hal
kesehatan mental dari perilaku celebrity worship hanya salah satu aspek dari
celebrity worship yang secara signifikan berhubungan dengan kesehatan mental,
yaitu dimensi intense-personal. Kesehatan mental yang diidentifikasi dalam
penelitian ini adalah depresi, kecemasan, gejala somatik, disfungsi sosial, stres
dan kepuasan hidup. Sementara Tzeniewski et al (dalam Erol & Orth 2011)
menyatakan bahwa harga diri yang rendah pada remaja dapat memprediksikan
kesehatan mental.
Hal ini membuat peneliti ingin meneliti, adakah hubungan yang signifikan
antara celebrity worship dan harga diri.
2.5 Asumsi Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan
antara celebrity worship dan harga diri pada remaja akhir, secara spesifik bila
ditinjau dari aspek celebrity worship, hipotesis pertama adalah tidak ada
hubungan antara celebrity worship pada aspek entertainment social dengan harga
diri pada remaja akhir di DKI Jakarta. Pada aspek intense personal, terdapat
17
hubungan antara celebrity worship dengan harga diri pada remaja di Jakarta.
Hipotesis terakhir adalah terdapat hubungan antara celebrity worship pada aspek
boderline pathological dengan harga diri. Pada aspek terakhir, yaitu boderline
pathological, peneliti memiliki asumsi bahwa dengan sikap obsesi yang dimiliki
individu terhadap selebriti idola, maka tidak menutup kemungkinan boderline
pathological memiliki hubungan dengan harga diri pada remaja akhir di Jakarta.
18
Download