PENGARUH TERAPI PSIKOSPIRITUAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG MELATI III RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Endang Sawitri* Abstract Background: Treatment preoperasi is an early stage of preoperasi care. The success of the surgery starts this phase. Preoperasi treatment includes preoperasi integral assessment of the patient's functions include physical function, biological and psychological. Patients who will have surgery experience anxiety due to surgery is a potential or actual threat to the integrity of someone who can evoke physiological and psychological stress. To overcome the patient's anxiety experienced so that patients will undergo surgery psycho spiritual therapy can be given before surgery. Objectives: This study generally aims to find out whether there is influence of psycho spiritual therapy with the anxiety level of preoperasi patient in Ruang Melati III RSUP Dr, Soeradji Tirtonegoro Klaten. Method : This research is an experimental research with comparative research design approach statistical group (Pre-test - Post test With the Control Group), which aims to know the effect psycho spiritual therapy with anxiety levels at preoperasi's patient in Bangsal Bedah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. The population in this research is patients admitted in Bangsal Bedah and will undergo moderate to major surgery. Sample in this study were 30 people divided into two groups namely the treatment group and control group respectively - the groups consisting of 15 people. Result : The results showed that patients experienced stress when he knew would be operated and stress experienced by the patient cause anxiety in patients. In the treatment group after getting the psycho spiritual therapy, patients had decreased anxiety when will the surgery while the control group who did not get psycho spiritual therapy most patients have increased anxiety. Conclusion : There is the influence of psycho spiritual therapy with anxiety levels of patients preoperasi, in this study anxiety influenced by several factors namely sex, age, education and employment. Keywords: level of anxiety, psycho spiritual therapy and preoperasi. *Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten A. Latar Belakang Keperawatan preoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan karena fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis (Long,1989) Masalah psikososial khususnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih (Carpernito,2000). Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung atau support sistem (Long,1989). Menurut Pooter and Perry (2005) ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain adalah takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image), takut akan keganasan bila diagnosa yang ditegakan belum pasti, takut mempunyai kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, takut mati pada saat dibius atau tidak akan sadar lagi, takut operasi akan gagal. Salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan cara mempersiapkan mental dari pasien. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi (Maramis, 2004). Keperawatan spiritual merupakan suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas dengan menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya dan rasa saling percaya diperkuat ketika pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien (Potter and Perry, 2005). Perawat sebagai orang yang pertama yang secara konsisten selama 24 jam menjalin kontak dengan pasien, berperan dalam memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual bagi pasien. Salah satu implementasi atau pelaksanaan dari perawatan spiritual adalah dengan mengusahakan kemudahan seperti mendatangkan pemuka agama sesuai dengan yang diyakini klien, memberi privasi untuk berdoa, ataupun memberi kelonggaran bagi klien untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman (Hamid, 2000). Ada gambaran penelitian yang dilakukan oleh Larson (1992) terhadap pasienpasien yang akan dilakukan operasi, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pasien-pasien lanjut usia dan religius (banyak berdoa dan berzikir) kurang mengalami rasa ketakutan dan kecemasan terhadap operasi yang dijalaninya. Mereka tidak merasa takut mati serta tidak menunda-nunda jadwal operasi. Temuan ini berbeda dengan pasien-pasien usia muda dan tidak religius dalam menghadapi operasi, mereka mengalami ketakutan, kecemasan, dan takut mati serta seringkali menuda-nunda operasi. Penelitian lainnya berjudul ”Religious Commitment and Health” (APA,1992) menyimpulkan bahwa komitmen beragama amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak jatuh sakit, meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit, serta mempercepat proses penyembuhan selain terapi medis yang diberikan (Hawari,2002). Dalam studi pendahuluan di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten dari wawancara yang dilakukan peneliti dari 10 orang pasien yang akan dilakukan operasi, ternyata didapatkan kurang lebih 60% mengalami kecemasan dari tingkat yang ringan sampai berat, dengan rincian cemas ringan sebanyak 3 orang, cemas sedang 2 orang, cemas berat 1 orang, dan 10% diantaranya ada yang sampai mengalami penundaan operasi karena mengalami kecemasan yang berat dan kurang lebih 30% tidak mengalami kecemasan. Ternyata penyebab utama kecemasan yang dialami pasien adalah ketakutan pasien terhadap proses pelaksanaan operasi dan proses sesudahnya. Beberapa pasien masih merasa kurang diperhatikan masalah psikososial kecemasan karena orang yang paling dekat dengan pasien yaitu perawat, kurang memberikan pemenuhan kebutuhan mental spiritual terutama menjelang operasi yang sering diperhatikan hanya masalah fisik saja. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui “ Adakah Pengaruh Terapi Psikospiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten B. Metode Penelitian tentang pengaruh terapi psikospiritual terhadap tingkat kecemasan ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan rancangan penelitian perbandingan kelompok statis (Pre test-Post test with Control Group). Bentuk rancangan ini sebagai berikut Perlakuan Kontrol O O X ― O O Keterangan : O : Pengukuran Tingkat Kecemasan X : Perlakuan (Terapi Psikospiritual) ― : Tidak Mendapat Perlakuan Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang akan menjalani operasi sedang sampai besar di Bangsal Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Sampel dari penelitian ini diambil 30 responden. Teknik pengambilan sampel ini menggunakan sistem sampling insidental yaitu pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan (Sugiyono, 2009). Dimana setiap pasien preoperasi yang ada mempunyai kesempatan untuk terpilih sebagai sampel dari penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi : pasien berumur lebih dari 15 tahun, jenis kelamin laki-laki / perempuan, pasien dapat membaca dan menulis, bersedia menjadi responden secara tertulis, pasien yang akan menjalani operasi sedang sampai besar dan dirawat dibangsal bedah di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten, pasien yang beragama islam. Kriteria Eksklusi penelitian : klien pre operasi cito atau segera, klien pre operasi dengan komplikasi (diabetes, hipertensi, IHD/HHD. Adapun terapi psikospiritual yang dilakukan bagian kerohanian atau orang yang ahli dalam bidangnya berupa terapi psikospiritual dengan relaksasi dalam rangka pencerahan dan pengarahan yang meliputi bimbingan berdoa dan berzikir kepada Allah SWT, konsep sehat dan sakit menurut Islam, diajarkan oleh terapis 1 kali selama kurang lebih 20 menit dan dilakukan satu hari sebelum pasien menjalankan operasi. Alat atau intrumen yang digunakan untuk terapi psikospiritual berupa buku yang berisi terapi psikospiritual sebanyak 1 buah dan sudah teruji validitasnya. Buku ini digunakan di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagai buku panduan berdoa bagi pasien yang di rawat di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten dan akan disebarkan lifleat yang merupakan ringkasan dari buku bimbingan doa. Pada penelitian ini untuk kecemasan pada pasien preoperasi sebelum dan sesudah terapi psikospiritual akan dilakukan pengukuran kecemasan. Diukur menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan Model Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang merupakan alat untuk mengukur tingkat kecemasan yang isinya terdiri dari lembaran yang berisi identitas subyek penelitian, petunjuk dan butir pertanyaan yang terdiri dari 13 jenis pertanyaan dan dilakukan observasi. Semua jawaban dari responden ditulis dengan tanda check list (√) pada jawaban yang telah tersedia. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Tingkat Kecemasan Berdasarkan Karekteristik Pasien Tingkat kecemasan responden dapat distratifikasikan berdasarkan karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan Tabel 1 Distribusi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Umur No 1 2 3 4 41-65 Tingkat 15-21 22-40 kecemasan (remaja) (dewasa awal) 0 3 6 9 3 7 8 18 1 2 0 3 0 0 0 0 4 12 14 30 0-58 (ringan) 59-116 (sedang) 117-174 (berat) 175-232 (panik) Total (dewasa Total tengah) Dari 30 responden yang diteliti ada sebanyak 8 responden yang mengalami kecemasan sedang dengan persentase 26,7 % dari 100 % Tabel 2 Distribusi Tingkat Kecemasan Responden Berdasarkan Jenis kelamin No Tingkat Kecemasan Laki-laki Perempuan Total 1 0-58 (Ringan) 3 6 9 2 59-116 (Sedang) 7 11 18 3 117-174 (Berat) 2 1 3 4 175-232 (Panik) 0 0 0 12 18 30 Total Dari 30 responden yang diteliti ada 11 pasien yang mengalami kecemasan sedang dengan presentasi 37,7% dari 100%. Responden yang mengalami kecemasan sedang dengan jenis kelamin perempuan. Tabel 3 Distribusi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Tidak Kecemasan Sekolah SD SMP SMA Total 1 0-58 0 5 2 2 9 5 8 4 1 18 0 3 0 0 3 0 0 0 0 0 5 16 6 3 30 (Ringan) 2 59-116 (Sedang) 3 117-174 (Berat) 4 175-232 (Panik) Total Dari 30 responden yang diteliti ada 8 responden yang mengalami kecemasan sedang dan 3 responden kecemasan berat dengan tingkat pendidikan SD dengan presentase 26,7% dan 10% dari 100%. Tabel 4 Distribusi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Pekerjaan No 1 Tingkat Tidak Tani Swasta Dagang Total kecemasan Bekerja 0-58 (Ringan) 2 3 2 2 9 3 8 5 2 18 1 0 2 0 3 0 0 0 0 0 6 11 9 4 30 59-116 2 (Sedang) 117-174 3 (Berat) 175-232 4 (Panik) Total Dari 30 responden yang diteliti yang mengalami cemas sedang ada 8 orang dengan pekerjaan sebagai petani dengan persentase 26,7% dari 100%. Responden yang mengalami kecemasan berat ada 2 orang dengan pekerjaan swasta dengan persentase 6,7% dari 100%. b. Tingkat Kecemasan Pasien dari Hasil Uji Statistik Parametrik Paired Sampel t Tabel 5 Hasil Uji Statistik Paired Sampel t Kelompok Perlakuan T P Keterangan 6,205 0,000 Signifikan Berdasarkan hasil uji statistik terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pada responden yang diberi terapi psikospiritual yang ditunjukkan dengan t hitung (6,205) > t tabel (2,045) dengan p = 0,000 (p < 0,05) sehingga menolak Ho dan menerima Hα. Tabel 6 Hasil Uji Statistik Paired Sampel t kelompok Kontrol T P Keterangan -5,292 0,000 Signifikan Berdasarkan hasil uji statistik terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pada responden yang tidak diberi terapi psikospiritual yang ditunjukkan dengan t hitung (-5,292) < t tabel (2,045) dengan p = 0,000 (p < 0,05) sehingga menolak Hα dan menerima Ho Tabel 7 Tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan tidak perlakuan ANOVA Kecemasan Sum of Squares Between df Mean Square 6.533 1 Within Groups 10.267 28 Total 16.800 29 Groups F 6.533 17.818 Sig. .000 .367 Berdasarkan hasil uji statistik F hitung (17,818) > F tabel (4,1830) dengan p = 0,000 (p < 0,05) sehingga rata-rata kecemasan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda. D. Pembahasan Hasil penelitian terhadap 30 responden pasien preoperasi diperoleh melalui kuesioner dengan pertanyaan tertutup menggunakan instrument penelitian HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety) untuk menilai tingkat kecemasan pasien. Berdasarkan karakteristik responden, untuk tingkat pendidikan terbanyak adalah SD. Dengan dominasi tingkat pendidikan responden pada tingkat rendah maka diperlukan seni atau strategi tersendiri dalam menyampaikan informasi agar yang bersangkutan mampu memahami informasi yang diterima. Menurut Dahlan (1999) informasi perlu disampaikan dengan memperhatikan tingkat pendidikan dari orang yang berhak menerimanya. Data lain didapatkan sebagian besar responden belum pernah menjalani operasi sebelimnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sahabuddin cit Mulyanti (2002) yang mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh pengalaman, usia dan latar belakang pendidikan. Pasien yang akan menjalani operasi dapat mengalami kecemasan sehubungan dengan kondisi penyakit dan tindakan atau terapi yang mereka terima. Kecemasan ini merupakan respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dianggap pasien sebagai ancaman terhadap peran dalam kehidupan, integritas tubuh bahkan kehidupannya, sehingga bisa memunculkan berbagai respon yaitu respon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan efektif. Respon ini akan timbul bervariasi tergantung derajat dari kecemasan yang dialami. Hasil pengukuran responden pasien terhadap kecemasan yang dialami seperti ditunjukkan pada tabel 5.5, dari 30 responden , sebanyak 21 orang (70%) mengalami kecemasan sedang sampai berat. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Nurhidayat (2005) yang menyatakan bahwa 87 % pasien preoperasi mengalami kecemasan. Bervariasinya tingkat kecemasan responden bisa disebabkan persepsi yang berbeda terhadap stressor yang menimpa antara individu satu dengan individu lainnya. Sedangkan Maramis (1994) juga memperkuat dengan pendapat bahwa kecemasan yang ditimbulkan oleh adanya stressor pada orang belum tentu sama karena tergantung pada somatopsikososial orang tersebut. Kaplan & saddock (1995) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, perubahan dan pengalaman terhadap sesuatu yang baru dan belum dicoba. Perubahan dalam kehidupan seseorang merupakan stres yang bagi individu tertentu mengakibatkan timbulnya kecemasan (Hawari, 1983). Kecemasan atau ansietas adalah perasaan yang dialami manusia sepanjang hidupnya, yang dapat muncul sebagai gejala normal tetapi dapat juga sebagai gejala gangguan jiwa (Prawirohusodo, 1998). Adanya responden yang mengalami kecemasan berat tetapi masih dapat mengisi kuesioner tidak sesuai dengan pendapat Peplau (1996) yang menyatakan bahwa orang yang mengalami kecemasan berat akan cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran. Teori tentang respon kecemasan pada aspek kognitif pada kecemasan berat adalah lapangan persepsi yang sangat, menyangkut sulitnya memecahkan masalah, perhatian selektif (berfokus hanya pada satu hal), tidak perhatian selektif (menghambat stimulus yang mengancam), distorsi waktu (sesuatu nampak lebih lambat atau lebih cepat dari kenyataan) dan disosiasi tendensi, vigilambulism (perilaku otomatis). Kemungkinan masalah ini terjadi karena adanya beberapa kelemahan atau kekurangan dari alat ukur tingkat kecemasan yang menggunakan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A), responden yang mempunyai intelegensi kurang atau rendah karena tidak atau kurang mampu memahami isi dari pertanyaan yang ada sehingga dampaknya responden akan cenderung melebih-lebihka gejala yang dirasakan dan akibatnya jawaban yang diberikan tidak cocok atau kurang sesuai dengan teori yang ada. Menurut Soewadi (1988) bahwa tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain potensi stressor, maturitas, status pendidikan dan sosial ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, sosial budaya, lingkungan atau situasi, umur dan jenis kelamin. Tingkat kecemasan berdasarkan Umur menunjukkan bahwa sebagian responden yang mengalami rentang respon cemas ringan sampai cemas berat berusia 41-65 tahun sebanyak 14 orang (46,7 %). Pada usia tersebut merupakan tahap seseorang mengalami maturitas, kedewasaan dan kematangan kepribadian. Hal ini didukung oleh kriteria inklusi penelitian ini bahwa syarat untuk bisa diteliti adalah pasien berusia 15 tahun keatas. Tingkat kecemasan berdasarkan Jenis kelamin menunjukkan bahwa kebanyakan responden yang mengalami kecemasan ringan sampai berat adalah perempuan dengan jumlah 18 orang (60 %) dan dari jumlah tersebut ada 11 perempuan yang mengalami kecemasan sedang dengan persentase 37,7% dari 100%. Hal ini bisa disebabkan Karena wanita dalam menghadapi segala masalah cenderung mengutamakan perasaan dibandingkan rasionya. Pendapat ini didukung oleh Abraham (1997) yang menyatakan bahwa karekteristik feminim yang dimiliki perempuan cenderung sensitife dalam hubungan formal, sedangkan karekteristik maskulin pada laki-laki cenderung untuk dominan, aktif dan bebas seperti percaya diri, terus terang, asertif dan penuh keyakinan. Perempuan sering mengalami kecemasan bisa disebabkan karena pengaruh hormon tiroid, berdasarkan pendapat Brunner & Sudarth (2000) perempuan lima kali lebih banyak mengalami hipertiroid dari pada laki-laki dan ini menyebabkan perempuan sering mengalami kecemasan, panik, dan gangguan konsentrasi. Tingkat kecemasan berdasarkan Tingkat Pendidikan menunjukkan bahwa kebanyakan responden yang mengalami cemas ringan sampai berat adalah pendidikan SD yaitu sebanyak 16 orang (53,3 %). Menurut Soewardi (1998), tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami stres dibanding dengan mereka dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah terdapat ketidaktahuan akan penyakitnya sehingga bisa menimbulkan kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat pendidikan diatasnya. Sebab semakin tinggi tingkat pendidikan dimungkinkan semakin banyak dan lebih mudah menerima serta memahami informasi dan pengetahuan yang didapat sehingga dapat mempengaruhi pola pikir yang realistis dan konstrutif dalam menghadapi kecemasan sehingga akan lebih mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Prawirohusodo (1998) menyatakan bahwa berbagai faktor dapat mempengaruhi kecemasan diantaranya stres psikososial termasuk didalamnya tingkat pendidikan. Tingkat kecemasan berdasarkan Pekerjaan menunjukkan bahwa responden yang mengalami cemas berat terbanyak adalah swasta sebanyak 2 orang (6,7 %). Hal ini bisa disebabkan karena adanya persaingan yang ketat diantaranya pekerja swasta sehingga bisa meningkatkan ketegangan pikiran. Disamping itu mungkin adanya ketidakpastian penghasilan dan resiko tergeser oleh orang lain dampak berhenti bekerja akibat sakit yang diderita juga bisa menambah kecemasan pasien. Namun secara umum responden yang cemas ringan sampai berat dalam menghadapi operasi berhubungan dengan pekerjaan terdistribusi merata. Artinya pekerjaan responden tidak berpengaruh atau hanya punya pengaruh yang kecil terhadap tingkat kecemasan. Hal ini bisa dilihat dari responden yang bekerja sebagai petani tidak menjamin tingkat kecemasannya akan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan sebelum dan sesudah terapi ada perbedaan p = 0,000 (p<0,05). Sedangkan perbedaan sebelum dan sesudah terapi adalah 0,733. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mendapat terapi, mempengaruhi tingkat kecemasan responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Shihara et al (1995) yang menyatakan bahwa dukungan dari orang yang berarti bagi pasien HIV / AIDS yaitu dari keluarga, teman, dan staf medis, berkorelasi positif dengan status kesehatan mentalnya. Menurut Mcfarland & Mcfarlane (1993), menyatakan bahwa teknik relaksasi dan metode lainnya yang sejenis dapat mengurangi keluhan somatik seseorang. Selain itu juga menyatakan bahwa memberi kesempatan untuk mengungkapkan secara verbal perasaannya tentang kejadian-kajadian dalam kehidupanya berhubungan dengan kepercayaan spiritualnya dapat menumbuhkan kepercayaan terhadap dirinya akan kemampuannya menghadapi krisis dengan kekuatannya. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi psikospiritual efektif dilakukan pada pasien preoperasi untuk mengurangi kecemasan responden. E. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa: a. Terdapat pengaruh antara terapi psikospiritual dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten. Dengan signifikan p = 0,000 (p< 0,05) 2. Saran 1) Bagi Profesi Keperawatan Peningkatan support system kepada pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi berupa pemberian informasi berkenaan dengan segala hal yang berkaitan dengan operasi, terutama tentang persiapan fisik maupun psikologis pasien. Persiapan psikologis pasien dapat dilakukan dengan membantu pasien untuk mendekatkan pasien dengan Tuhan selama sakit dan membantu pasien untuk memanfaatkan fasilitas spiritual yang disediakan untuk pasien. 2) Bagi Pasien Bahwa ketegangan yang dirasakan sebelum operasi sangat perlu untuk diidentifikasi oleh pasien kemudian bisa diutarakan dan disampaikan kepada orang lain terutama keluarga ataupun petugas kesehatan (perawat). Hal ini akan terbina hubungan yang terapeutik dan harmonis, memperoleh solusi, masukan dan dukungan yang kontruktif dalam menghadapi ketegangan atau kecemasan yang dirasakannya 3) Bagi peneliti lain a. Penelitian yang akan datang bisa menggunakan variable-variabel lain yang mempengaruhi kondisi psikologis dari pasien yang akan menjalani operasi, antara lain : riwayat operasi sebelumnya, status sosial ekonomi ataupun tentang kepribadian. b. Perlunya penelitian serupa dengan jumlah responden yang lebih besar, area penelitian lebih luas dengan alokasi waktu yang lebih panjang. c. Perlunya penelitian yang mengupas peran perawat dalam mempersiapkan pasien preoperasi terkait dengan masalah psikologis yang bisa terjadi, seperti kecemasan atau depresi Daftar Pustaka Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik VI (rev.ed.). Jakarta : Rineka Arikunto,S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik V (rev.ed.). Jakarta : Rineka Arini (2003). Peran Perawat dalam Komunikasi, Informasi dan Edukasi pada Klien Pre Operasi di Ruang Bedah RSUP Dr.Soewondo Kendal, Karya Tulis Ilmiah, Tidak diterbitkan. Brunner, Suddarth, and Smeltzer (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Terjemahan dari Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing, 8th edition, diterjemahkan oleh agung waluyo…[et.al.]. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC. Depkes RI. (1989). Perawatan Pasien yang Merupakan Kasus-kasus Bedah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, pusdiknakes. Hamid, A. (2000). Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Jakarta : Widya Medika. Hawari, D. (2002). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta : F K UI. Hawari. (1996). Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Hidayah. A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Jong Wim De. (1997) Buku Ajar Ilmu Bedah (rev.ed.) Jakarta : EGC Kozier, Barbara . (1995). Fundamental of Nursing : Concepts, Process and Practice. United States of America : Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Long, Barbara C. (1989) Perawatan Medikal Bedah (Suatu Proses dan Pendekatan). Terjemahan dari Essential of Nursing Process Approach. USA : The C.V. Mosby Company St. Lois. Di terjemahkan oleh Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung (1996) Maramis, W. F. (1995). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi ke enam. Surabaya : Airlangga University Press. Mcfarland & Mcfarlane. (1993). Nursing Diagnosis & Intervention Planning for Patient Care. St.Louis Missouri : Mosby-yearbook.Inc. Munjirin. (2008). Gambaran Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Pre Operasi di Rumah Sakit Umum Banyumas. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Skripsi : Tidak Dipublikasikan. Nurhidayat. S. (2005). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Rumah Sakit Umum Aisyiyah Ponorogo. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Skripsi : Tidak Dipublikasaikan. Nurinto. H. (2007). Gambaran Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien di Bangsal Penyakit Dalam IRNA I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Skripsi : Tidak Dipublikasikan. Potter & perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Penyakit edisi IV. Jakarta : EGC. Sjamsuhidajat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta : EGC. Solomon, P., Patch, V. D. (1974). Handbook Of Psychiatry, Lange Medical Publication. California : Los Atos. Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suhartono, R., dan Evelyn. (2007). Buku Panduan Penelitian Basic Perioperative Course. Jakarta : Departemen Bedah RSCM. Taylor, Lillis, dan LeMone. (1997). Fundamentals of Nursing, The Art and Science of Nursing Care, 3rd ed. Philadelphia : Lippincott.