Komunikasi dan Perubahan Sosial

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Sosiologi
Komunikasi
Perubahan Sosial dan
Komunikasi
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
Tatap Muka
07
08
Kode MK
Disusun Oleh
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Abstract
Kompetensi
Modul membahas pengertian
perubahan sosial, teori-teori
mengenai perubahan sosial,
pemahaman modernisasi sebagai
bentuk perubahan sosial dan syaratsyarat modernisasi.
Mahasiswa mampu pengertian
perubahan sosial, teori-teori
mengenai perubahan sosial,
pemahaman modernisasi
sebagai bentuk perubahan sosial
dan syarat-syarat modernisasi.
Komunikasi dan Perubahan Sosial
Setiap masyarakat manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti
kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun
yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, ada pula perubahan
yang cepat sekali.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai, norma-norma sosial,
pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sabagainya. Karena
luasnya bidang dimana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebut maka bilamana
seseorang hendak membuat penelitian perlulah terlebih dahulu ditentukan secara tegas,
perubahan apa yang dimaksudkannya.
Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu. Namun
dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat, sehingga
membingungkan manusia yang menghadapinya. Perubahan-perubahan mana sering
berjalan secara konstan. Ia memang terikat waktu dan tempat. Namun karena sifatnya yang
berantai, maka perubahan-perubahan akan terlihat terus, walaupun diselingi reorganisasi
unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Auguste Comte, sosiologi statistika sosial dan
dinamika social. Hingga kini perhatian kita lebih tertuju pada segi statistika struktur sosial
dan pokok-pokok bahasan seperti kelompok-kelompok, institusi-institusi, startifikasi.
Meskipun pembahasan kita terpusat pada aspek statika masyarakat, namun disana sini kita
telah mulai menyentuh masalah perubahan. Dalam kenyataan statika social dan dinamika
sukar dipisahkan, meskipun secara analitik kita berusaha melakukannya. Kita telah melihat
bahwa satrtifikasi social dapat berubah melalui mobilitas social, seperti teori Marx mengenai
perubahan system feodal menjadi kapitalis dan kamudian sosialis, teori weber mengenai
munculnya kapitalisme dalam masyarakat feodal, teori Durkheim mengenai perubahan
solidaritas mekanik menjadi organic. Sekarang pusat perhatian kita akan beralih pada segi
dinamika masyarakat pada perubahan social.
PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL
Gillin dan Gillin mengungkapkan bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
‘13
2
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun
adanya difusi ataupun
penemuan-penemuan baru (inovasi) dalam masyarakat.
Samuel Koenig mengemukakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada
modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi
terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.
Selo Soemardjan mengungkapkan bahwa perubahan sosial segala- perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada
lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, perubahan-perubahan mana
kemudian mempengaruhi segi struktur masyarakat lainnya.
Pola Perubahan Sosial
Pola Linear
Etzioni-Haley dan Etzioni (1973:3-8) mengemukakan bahwa pemikiran para tokoh
sosiologi klasik mengenai perubahan social dapat digolongkan kedalam beberapa pola. Pola
pertama iadal pola linear; menurut pemikiran ini perkembangan masyarakat mengikuti suatu
pola yang pasti. Contoh yang diberikan Etzioni-Halevy dan Eztioni mengenai pemikiran
linear ini ialah karya Comte dan Spencer.
Pemikiran mengenai pola perkembangan linear kita temukan dalam karya Comte (
lihat Comte, 1877 dalam Etzioni-Halevy dan Etzioni, ed., 1973 : 14-19). Menurut Comte
kemajuan progresif peradaban manuasia mengikuti suatu jalam yang alami, pasti, sama dan
tak terelakkan. Dalam teorinya yang dikenal dengan nama “Hukum Tiga Tahap: Comte
mengemukakan bahwa sejarah memperlihatkan adanya tiga tahap yang dilalui peradaban.
Pada tahap pertama yang diberi nama tahap Teologis dan Militer, Comte melihat bahwa
semua hubungan social bersifat militer, masyarakat senantiasa bertujuan menundukkan
masyarakat lain. Semua konsepsi teoritik dilandaskan pada pemikiran mengenai kekuatankekuatan adikodrati. Pengamatan dituntun oleh imajinasi, penelitian tidak dibenarkan.
Tahap kedua, tahap Metafisik dan Yuridis, merupakan tahap antara yang
menjembatani masyarakat militer dengan masyarakat industri. Pengamatan masih dikuasai
imajinasi tetapi lambat laun semakin merubahnya dan menjadi dasar bagi penelitian.
Pada tahap ketiga dan terakhir, tahap Ilmu Pengetahuan dan Industri, industri
mendominasi hubungan soail dan produksi menjadi tujuan utama masyarakat. Imajinasi
telah digeser oleh pengamatan dan konsepsi-konsepsi teoritik telah bersifat positif.
‘13
3
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari apa yang telah dikemukkan Comte tersebut-perubahan yang pasti, serupa tak
terelakkan, dapat kita lihat bahwa pandangannya mengenai perubahan social bersifat
unilinear
Pemikiran uniliear kita jumpai pula dalam karya Spencer (lihat Spencer, 1892 dalam
Etzioni Halevy dan Etzioni, ed, 1973 : 9-13). Spencer mengamukakan bahwa struktur sosial
berkembang secara evolusioner dari struktur yang homogen menjadi heterogen. Perubahan
struktur berlangsung dengan diikuti perubahan fungsi. Suku yang sederhana bergerak maju
secara evolusioner kea rah uikuran lebih besar, keterpaduan, kemajemukkan, dan kepastian
sehingga terjelma suatu bangsa yang beradab.
Comte dan Spencer berbicara mengenai perubahan yang senantiasa menuju kea
rah kemajuan. Namun ada pula pandangan unilinear yang cenderung mengagung-agungkan
masa lampau dan melihat bahwa masyarakat berkembang kea rah kemunduran suatu
pandangan yang oleh Wilbert E. Moore (1963) dinamakan “primitivisme.”
Pola Siklus
Menurut pola kedua, pola siklus, masyarakat berkembang laksana suatu roda :
kadang kala naik keatas, kadang kala turun ke bawah. Contoh yang dikemukakan EtzionHalevy dan Etzioni ialah karya Oswald Spengler dan Vilfredo Parento.
Dalam bukunya yang terkenal, The Decline of The West (Judul aslinya : Die
Untergang Des Abendiende, 1926, ikuti dalam Etzioni-Halevy dan Etzioni, ed 1973 : 20-25)
Oswald Spengler mengemukakan sebagai berikut :
................the great cultures accomplish their majestic wave cycle. The appear
suddenly, swell in splendid lines, flatten again, and vanish …. dan every culture
passes thourgh the age-phases of the individual man. Each hus its childhood, youth,
manhood, and old age.
Kutipan-kutipan diatas mencerminkan pandangan bahwa kebudayaan tumbuh,
berkembang dan pudar laksana perjalanan gelombang, yang muncul mendadak,
berkembang dan kamudian lenyap : ataupun laksana tahap perkembangan sorang manusia
melewati masa muda, masa dewasa, masa tua dan akhirnya punah. Sebagai contoh
Spengler mengacu paa kebudayaan-kebudayaan besar yang kini telah tiada, seperti
kebudayaan Yunani, Romawi, dan Mesir. Menurut Spengler kebudayaan Barat akan
mengalami hal serupa oleh karena itu bukunya diberinya judul The Decline of the West
(Pudarnya Barat).
‘13
4
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pandangan mengenai siklus kita jumpai pula dalam karya Valfredo Pareto ( l;ihat
Pareto, 1935 dalam Etzioni-Halevy dan Etzioni, ed. 1973 : 26-29). Dalam tulisannya
mengenai sirkulasi kaum elite (the circulation of elies) Pareto mengemukakan bahwa dalam
tiap masyarakat terdapat dua lapisan, lapisan bawah atau nonelite dan lapisan atas atau
elite, yang terdiri atas kaum aristocrat dan terbagi lagi dalam dua kelas : elite yang berkuasa
dan elite yang tidak berkuasa, bahwa aristokrasi hanya dapat bertahan untuk jangka waktu
tertentu saja dan akhirnya akan pudar untuk selanjutnyadiganti oleh suatu aristokrasi baru
yang berasal dari lapisan bawah. Sejarah menuru Pareto merupakan tempat pemakaman
bagi aristokrasi. Aristokrasi yang menempuh segala upaya untuk mempertahankan segala
kekuasaan akhirnya akan digulingkan melalui gerakan yang disertai kekerasan atau
revolusi. Sebagaimana halnya dengan Spengler, maka disini Pareto pun mengacu pada
pengalaman kaum arsitokrat di Yunani, Romasi, dan sebagainya.
Gabungan Beberapa Pola
Sejumlah teori menampilkan penggabungan antara kedua pola tersebut diatas,
Halevy-Etzioni dan Etzionimemberikan dua contoh : salah satu diantaranya ialah teori
komplik Karl Marx. Pandangan Karl Marx bahwa sejarah manusia merupakan sejarah
perjuangan terus-menerus antara kelas-kelas dalam masyarakat sebenarnya mengandung
benih pandangan siklus karena setelah suatu kelas berhasil menguasai kelas lainnya
menurutnya siklus serupa akan berulang lagi. Ramalannya mengenai masyarakat komunis
yang di dambakan Marx merupakan masyarakat yang menurut Marx pernah ada sebelum
adanya feodalisme dan kapitalisme masyarkat yang tidak mengenal pembagian kerja, yang
didalamnya konflik diganti dengan kerjasama. Namun dalam pemikiran Marx kita pun
menjumpai pemikiran linear : menurut perkembangan pesat kapitalisme akan memicu konflik
antara kaum buruh dengan kaum borjuis. Yang akan dimenangkan oleh kaum buruh yang
kamudian akan membentuk masyarakat komunis. Pandangan Marx mengenai perkembanga
linear pun tercemin dari pandangannya bahwa negara jajahan Barat pun akan melalui
proses yang dialami masyarakat Barat.
Max Weber merupakan tokoh sosiologi klasik lain yang menurut Etzioni-Halevy dan
Etzioni menhasilkan teroi yang berpola siklus (lihat Weber 1958 dn 1947 dalam Etzioni
Havely dan Etzioni, ed. 1973 : 40-53) Pemikiran Weber dinilai mengandung pemikiran siklus
ialah perbedaan siklus ialah pembnedaanya antara tiga jenis wewenang : Kharisnmatik,
rasional – ilegal dan tradisonal. Weber melihat bahwa wewenang yang ada dalam
masyarakat akan beralih-alih tradisional atau nasional-ilegal, kemudian akan muncul lagi
wewenang yang diikuti dengan rutinisasi, dan seterusnya. Dipihak lain, Weber pun melihat
adanya perkembangan linear dalam masyarakat yaitu semakin meningkatnya rasionalitas.
‘13
5
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pandangan-pandangan para tokoh sosiologi klasik tersebut sudah banyak yang
ditinggalkan oleh para tokoh sosiologi modern. Meskipun banyak tokoh sosiologi modern
khususnya penganut fungsionalisme seperti talcott Parsons dan Neil J. Smelser menganut
pandangan mengenai perkembangan masyarakat secara evolusioner namun suatu
perkembangan linear laksana teori tiga tahap Conte tidak dianut lagi. Meskipun dikalangan
tokoh sosiologi modern pun terdapat penganut pendekatan konflik seperti misalnya Ralf
Danrendorf, namun mereka yang sudah meninggalkan banyak diantara pemikiran asli Marx.
Perubahan Sosial di Abad ke 20
Teori-teori yang dikemukakan para perintis awal sosiologi muncul sebagai reaksi
terhadap perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Barat, terutama di
Eropa Barat. Dikala itu proses-proses perubahan besar yang terjadi sejak abad ke 18 seperti
detradisionalisasi, defeodalisasi, urbanisasi, industrilisasi, perkembangan kapitalisme dan
sosialisme memang baru terbatas pada masyarakat Eropa Barat. Masyarakat-masyarakat
non-Barat diluarnya di Asia, Afrika, dan di Amerika latin bukannya idak tersentuh oleh
perubahan-perubahan yang terjadi di Barat. Praktik-praktik imperealisme dan kolonialisme
terhadap masyarakat-masyarakat non Barat yang mendahului dan menyertai perubahan
besar i Eropa Barat pun memicu perubahan pada masyarakat non Barat, meskioun
perubahan yang terjadi sangat berbeda dengan perubahan Eropa. Kontak dengan Belanda
dan negara Eropa lain yang dialami masyarakat kita sejak abad ke 17 berakibat hilangnya
kekauasaan politik dan ekonomi para penguasa pribumipada tingkat rgional yang diikuti
penjajanhan langsung maupun tidak langsung, sehingga eksploitasi hasil bumi skala besar
oleh pihak swasta maupun Pemerintah Belanda untuk keperluan pasar Eropa dimungkinkan.
Berakhirnya perang dunia ke II diikuti perubahan-perubahan besar di kawasan Asia,
Afrika, dan Amerika selatan baik di negara-negara yang telah ada maupun di negara-negara
yang baru yang telah bebas dari penjajahan. Perhatian sejumlah ilmuan sosila mulai
dipusatkan pada proses perubahan dikawasan dimana mayoritas masyarakat hidup, dan
sebagai akibat muncul berbagi teori mengenai perubahan-perubahan di negara-negara
dikawasan ini. Pusat-pusat studi yang mengkhususkan diri pada masyarakat non Barat ini
mulai berkembang di negara Barat. Negara-negara non Barat ini mulai diberi berbagai
julukan seperti : ”Masyarakat duni ke tiga” (Third World Societes), ”Negara-Negara
Terbelakang” (Underdeveloped Countries atau Less Developed Countries), ”Negara-negara
sedang berkembang” (Developing Countries), atau ”Negara-Negara Seltan” (South
Countries).
Istlah masyarakat dunia ketiga mengacu pada mayoritas masyarakat dunia yang
pernah diajajah negara-negara Barat dan yang masyarakat yang kebudayaan hidup dari
pertanian : Istilah masyarakat dunia pertama (First World Society) mengacu pada negara‘13
6
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
negara yang industri maju di Eropa Barat, Amerika, Australia, dan jepang dan istilah
masyarakat dunia ke dua ( Second World Societies) mengacu pada negara-negara industri
di Eropa Timur (lihat Giddens : 58-52). Negara-negara ”Sedang Berkembang” tersebut
sering pula dijuluki Negara-Negara Selatan (South Countries), karena negara-negara
tersebut kebanyakan terletak di belahan Selatan Bumi.
Giddens (1968) mengemukakan bahwa kesalingtergantungan masyarakat dunia
semakin meningkat. Proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia ini
dinamakan globalisasi (globalization) dan ditandai kesenjangan besar anatar kekayaan dan
tingkat hidup masyarakat-masyarakat industri dan masyarakat-masyarakat Dunia Ketiga,.
Menurutnya tiap tahun jutaan penduduk mati kelaparan meskipun produksi makanan
diseluruh dunia cukup untuk memberi makan semua orang,
sedangkan sejumlah besar
bahan makanan tersimpan atau dimusanakan di negara-negara Eropa Barat. Gejala-gejala
perubahan sosial lainnya yang dicatat Giddens tumbuh dan berkembangnya negara-negara
industri baru (newly industrialiazed countries, atau NIC) dan semakin meningkatnya
komunikasi antar negara sebagai dampak teknologi komunikasi yang semakin canggih.
Masalah globalisasi di ulas pula oleh Waters, yang mendefinisikannya sebagai ”A
social process in which the constraints of geography on social and cultural arrangement
recede and in which people become increasingly aware that they are recording” (1996:3).
Waters berpandangan bahwa globalisasi berlangsung ditiga bidang kehidupan, yaitu
pereonomian, politik dan budaya. Menurutnya globalisasi ekonomi berlangsung dibidang
perdagangan, prouksi, investasi, ideologi, organisasi, pasar modal dan pasar kerja.
Globalisasi politik terjadi dibidang kedaulatan negara, focus kegiatan pemecahan masalah,
organisasi internasional, hubungan internsional, budaya dan plitik, dan globalisasi budaya
terjadi dalam bidang apa yang dinamakan sacriscape (ide kegamaan), ethnoscape
(etnisitas), econoscape ( pola pertuaran benda berharda), mediscape (produksi dan disribusi
gambaran sana ke seluruh dunia) dan leisurescape (pariwisata)
Teori-Teori Modern Mengenai Perubahan Sosial
Teori-teori yang terkenal ialah antara lain teori-teori modernisasi para penganut
pendekatan fungsioalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles, teor ketergantungan
Andre Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik dan teori mengenai sistem dunia
dari Wallerstein.
Diantara teori-teori klasik teori-teorui modern kita dapata menjumpai benang merah.
Sebagaimana halnya dengan pandangan mengenai perkembangan masyarakat secara
linear yang dikemukan oleh tokoh-tokoh klasik seperti Comte dan Spencer, maka teori-teori
meodernisasi pun cenderung melihat bahwa perkembangan masyarkat dunia ketiga
berlangsung secara evolusioner dan linear dan bahwa masyarakat bergerak kearah
‘13
7
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kemajuan dari tradisi ke modernitas. Para penganut teori konflik, dipihak lain melihat bahwa
perkembangan yang terjadi di Dunia Ketiga justru menuju keterbelakangan dan
ketergantungan pada negara – negara industri maju di Barat.

Teori modernisasi. Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara
terbelakangakan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat
sehingga kamudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses
modernisasi (lihat Light, Keller and Calhoun, 1989) teori ini berpandangan
bahwa masyarakat-masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi
berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga
dapat mencapai tahap
”tinggal landas” (take off) ke arah perkembangan ekonomi. Menurut EtzioniHalevy dan Etzioni transisi dari keadaan tradisional ke modernitas melibatkan
revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka kematian dan angka
kelahiran, menurunya ukuran dan pengaruh keluarga terbukanya sistem
startifikasi peralihan dari struktur feodal atau kesukuan ke suatu birokrai,
menurunya pengaruh agama, beralihnya fungsi pendidikan dan keluarga dan
komunitas ke sistem pendidikan formal, munculnya kebudayaan massa dan
munculnya perekonomian pasar dan industrilisasi (lihat Etzioni Halevy dan
Etzioni 1973 : 177)

Teori ketergantungan, menurut teori ketergantungan (depencia ) yang
didasarkan pada pengalaman negara-negara Amerika Latin ini (lihat antara
lain : Giddens 1989, dan Light Keller and Callhoun 1989) perkembangan
dunia tidak merata, negara-negara industri menduduki posisi dominan
sedangkan negara-negara dunia ketiga secara ekonomis tergantung
padanya. Perkembangan negara-negara industri dan keterbelakangan
negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini berjalan bersamaan : di kala
negara-negara industri mengalami perkembangan, maka negar-negara dunia
ketiga yang mengalami kolonialism dan non kolonialisme khususnya di
Amerika Latin tidak mengalami ”tinggal landas” tetapi justru menjadi semakin
terbelakang.

Teori sistem dunia. Menurut teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein ini
(lihat Giddens 1989, dan Light, Keller and Calhoun, 1989) perekonomian
kapitalis dunia kini periferi. Negara-negara ini terdiri atas negara-negara
‘13
8
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Eropa Barat yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi dan
berkembang pesat, sedangkan negara-negara semi periferi merupakan
negara-negara di bagia Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang
dengan negara-negara Asia dan Afrika yang semula merupakan kawasan
ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan negara-negara inti tetapi
kamudia melalui kolonisasi ditarik kedalam sistem dunia. Kini negara-negara
inti
(kemudian
yang
mencakup
pula
Amerika
Serikatdan
Jepang)
mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sunber daya
negara lain untuk kepentingan mereka sendiri , sedangkan kesenjangan yang
berkembang antara negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah
sedemikian lebarnya tidak mengikuti tersusul lagi.
Perubahan Sosial di Asia Tenggara
Kontra antara masyarakat pribumi yang telah mengakibatkan perubahan sosial pada
masyarakat Asia tenggara pun telah menarik perhatian para ilmuan sosial. Kemajemukan
masyarakat-masyarakat di Asia Tenggara telah memungkinkan munculnya berbagai knsep
dan teori yang dilandaskan pada pengalaman khas berbagai masyaraklat Asia Tenggara.
Dalam bukunya Sociology of South East Asia : Readings on Social Change and
Development, Hans-Dieter Evers menyunting sejumlah tulisan ilmuan social yang mencakup
beberapa konsep dan teori yang diangkat dari pengalaman masyarakat Indonesia seperti
konsep dual societes, plural societes dan involution (lihat Evers 1980).
Dual societies. Pada wal abad ini JH. Boeke, seorang ahli ekonomi Belanda yang
pernah bekerja di Indonesia mempertanyakan mengapa dalam masyarakat Barat kekuatan
kapitalisme telah membawa peningkatan taraf hidup dan persatuan masyarakat. Sedangkan
dalam masyarakat timur kapitalisme justru bersifat merusak. Dengan datanya kapitalisme di
masyarakat Timur ikatan-ikatan komunitas melemah, dan taraf hidup masyarakat menurun.
Di Asia Tenggara sediri lapisan atas masyarakat mengalami Westernisasi dan urbanisasi.
Sedangkan lapisan bawah menjadi semain miskin (lihat Boeke, dalam Evers 1980 : 26-37
dan Evers 1980 : 2-3)
Menurut Boeke gejala ini disebabkan karena kapitalisme telah mengakibatkan
terjadinya apa yang dinamakannya ekonomi dualistis (dual economy). Dalam suatu
masyarakat dualistis, menurut Boeke, kita telah menjumpai sejumlah antitesis, yaitu:
pertentangan antara:
(1)
faktor produksi pada masyarakat Barat yang bersifat dinamis dan pada
masyarakat prbumi di pedesaa yang bersifat statis,
‘13
9
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(2)
Masyarakat perkotaan (yang terdiri atas masyarakat Barat) dengan
masyarakat pedesaan (orang timur),
(3)
ekonomi uang dan ekonomi barang
(4)
sentralisasi andministrasi dan lokalisasi
(5)
kehidupan yang didominasi mesin (pada msyarakat Barat) dan yang
didominasi kekuatan alam (pada masyarakat timur)
(6)
perkonomian produsen dan perekonomian konsumen.
Menurut Evers ciri dualistis pada perekonomian masyarakat kolonial mapun pasca
kolonial yang disebut Boeke, yaitu adanya masyarakat yang terbelakang yang hidup
berdampingan dengan masyarakat dengan masyarakat maju memperoleh berbagai
tanggpan. Sejumlah ilmuan sosial mencoba mengembangkan pemikiran Boeke ini,
sedangkan ilmuan lain menolaknya. Evers sendiri mengecam Boeke karane cenderung
mempersalahkan masyarakat pribumi sendiri atas keterbelakangan mereka.
Plural societies.
Konsep masyarakat manajemuk (pural societies) dipopulerkan oleh JS. Furnivall.
Menurut Furnivall (dalam Evers 1980 : 86-96) Indonesia (Hindia Belanda) mrupaka contoh
suatu masyarakat manajemuk, yaitu : ” ......... a society, that is, comprising two or more
elements or social orders which live side by side, yet without mingling, in one political unit.”
Dalam gambarannya masyarakat Indonesia terdiri atas sejumlah tatanan social yang
hidup berdampingan tetapi tidak berbaur, namun menurutnya kelompok Eropa, Cina dan
pribumi salin melekat laksana kembar siam dan akan hancur bilamana dipisahkan,
sebagaimana nampak dari kutipan berikut :
……. in Netherlands India, the European, Chinese and native are linked as vitally as
Siamese twins and, if rent asunder, every element must dissolve in anarcy.
Menurut Evers konsep ini pun telah mendorong sejumlah ilmuan social untuk
mengunakan, mengembangkannya, dan menguji pada masyarakat lain. Evers sendiri
menilai bahwa baik Boeke maupun Furnivall menganut gambaran yang selalu sederhana
mengenai masyarakat Asia Tenggara.
‘13
10
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Involution
Dampak pengaruh kapitalisme terdapat masyarakat pribumi dibahas Clifford Geertz
dalam bukunya Agricultural Involution (Involusi Pertanian : lihat Geertz 1966). Menurut
Geertz kontak dengan kapitalisme Barat tidak menghasilkan perubahan secara evolusioner
pada masyarakat pedesaan di Jawa, melainkan suatu proses yang dinamakan involusi.
Menurut Geertz penetrasi kapitalisme Barat terhadap system sawah di Jawa membawa
kemakmuran di Barat tetapi mengakibatkan sustu proses “tinggal landas” berupa
peningkatan jumlah penduduk pedesaan. Ternyata kelebhan penduduk ini dapat diserap
sawah melalui proses involusi., yaitu suatu kerumitan berlebihan yang semakin rinci yang
memungkinkan tiap orang tetap menerima bagian dari panen meskipun bagiannya menjadi
semakin mengecil.
Konsep Geertz ini pun digunakan sejumlah ilmuan social lainnya antara lain di
bidang perkotaan sehingga kita mengenal pula konsep urban involutionyang dipopulerkan
oleh WR. Armstrong dan Terry McGee (lihat Armstrong dan McGee dalam Evers 1980 : 220234) Armstrong dan McGee mengaitkan konsep inovolusi dengan system pasa di daerah
perkotaan dunia ketiga, yang senantiasa mampu menyerap tenaga kerja. Evers (1974) lebih
mengaitkan konsep involusi dengan perubahan structural di daerah perkotaan, meskipun
penduduknya bertambah, namun kurang terjadi diferensiasi social.
Pemahaman Modernisasi Sebagai Bentuk Perubahan Sosial
Proses modernisasi mencakup proses yang sangat luas. Kadang-kadang batasnya
tak dapat ditetapkan secara mutlak. Mungkin di suatu daerah tertentu, modernisasi
mencakup pemberantasan buta huruf, di lain tempat proses tadi mencakup usaha-usaha
penyemprotan rawa-rawa dengan DDT untuk mengurangi sumber-sumber penyakit malaria
mungkin diartikan sebagai usaha membangun pusat-pusat tenaga listrik.
Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu transformasi total
kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi
sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang
stabil.
Karakteristik umum modernisisasi yang menyangkut aspek- aspek sosio-demografis
digambarkan dengan istilah gerak sosial. (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur
‘13
11
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukan peluang-peluang ke arah pola-pola baru
melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan
modern seperti misalnya mekanisasi , mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan
pendapatan perkapita dan sebagainya.
Aspek-aspek struktural organisasi sosial diartikan sebagai unsur-unsur dan normanorma kemasyarakatan yang terwujud apabila manusia mengadakan hubungan dengan
sesamanya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan
perubahan yang terarah (directed change) yang didasarkan pada perencanaan yang biasa
dinamakan social planning. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi
masyarakat yang bersangkutan, oleh karena prosesnya meliputi bidang-bidang yang sangat
luas, menyangkut proses disorganisasi, problema-problema sosial, konflik antar kelompok,
hambatan-hambatan terhadap perubahan dan sebagainya.
SYARAT-SYARAT MODERNISASI
Syarat-syarat modernisasi yaitu:
1. Cara berfikir yang ilmiah (scientific thinking) yang melembaga dalam kelas penguasa
maupun masyarakat. Hal ini menghendaki suatu sistem pendidikan dan pengajaran
yang terencana dan baik.
2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat. Hal ini
memerlukan penelitian agar data tidak tertinggal.
4. Penciptaan iklim yang favourable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan
cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
5. Tingkat organisasi yang tinggi, disatu fihak berarti disiplin, difihak lain berarti
pengurangan kemerdekaan.
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIAL
Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam proses perubahan sosial.
Kita sama-sama paham, secara sederhana komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan
dikirimkan dari sumber kepada penerima, baik secara langsung maupun melalui media
tertentu. Dalam proses perubahan sosial, pesan-pesan yang terkandung dan dikirimkan oleh
sumber kepada penerima itu berupa ide-ide pembaruan atau inovasi. Oleh karena itu,
‘13
12
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
komunikasi yang digunakan untuk menciptakan perubahan sosial dikenal dengan istilah
komunikasi
sosial
atau
komunikasi
pembangunan.Salah
satu
tipe
komunikasi
sosial/komonikasi pembangunan yang paling menonjol adalah difusi. Difusi merupakan
proses dimana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial.
Oleh karen itu, difusi dipandang sebagai kajian komunikasi tersendiri yang
memokuskan telaahan tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Unsur-unsur Difusi
Difusi sebagai sebuah proses penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2)
dikomunikasikan melalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4)
anggota suatu sitem sosial. Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap
abru oleh seseorang di mana kebaruannya itu bersifat relatif. Suatu gagasan dapat
dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat
dianggap bukan inovasi oleh anggota sistem sosial lainnya. Saluran komunikasi dalam
proses difusi dapat berupa media massa atau media interpersonal. Jangka waktu adalah
banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses penyebaran inovasi dan proses
pengambilan keputusan adopsi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan adopsi oleh anggota
sistem sosial tergantung pada tingkat keinovatifan anggota sistem sosial serta ciri
karakteristik inovasi yang ditawarkan dalam pandangan anggota sistem sosial.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi
Karakteristik Inovasi
Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: 1) keunggulan
relatif (relative advantage), 2) kompatibilitas (compatibility), 3) kerumitan (complexity), 4)
kemampuan diuji cobakan (trialability) dan 5) kemampuan diamati (observability).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif
dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan
nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh,
jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku,
maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi
yang sesuai (compatible).
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk
dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat
dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah
‘13
13
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat
diadopsi.
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diujicoba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya
umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi
sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat
oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar
kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan
bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji
cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin
cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
Saluran Komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual
understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam
hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya
suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh: 1) partisipan komunikasi dan 2) saluran
komunikasi.
Dari sisi partisipan komunikasi, Rogers mengungkapkan bahwa derajat kesamaan
atribut (seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lain-lain) antara individu yang
berinteraksi (partisipan) berpengaruh terhadap proses difusi. Semakin besar derajat
kesamaan atribut partisipan komunikasi (homophily), semakin efektif komuniksi terjadi.
Begitu pula sebaliknya. Semakin besar derajat perbedaan atribut partisipan (heterophily),
semakin tidak efektif komunikasi terjadi. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi,
penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil
“heterophily”.
Sementara itu, saluran komunikasi juga perlu diperhatikan. Dalam tahap-tahap
tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi tertentu
memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Hasil
penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai
berikut: 1) saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan
saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi; 2) saluran
kosmopolit lebih penting pada tahap penetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada
tahap persuasi.3) saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran
antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late
adopter); dan 4) saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran local
bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
‘13
14
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Karakteristik Sistem Sosial
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan
dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi
proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: 1) struktur sosial (social
structure); 2) norma sistem (system norms); 3) pemimpin opini (opinion leaders); dan 4)
agen perubah (change agent).
Struktur social adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur
ini memberikan suatu keteraturan dan stabilitas prilaku setiap individu (unit) dalam suatu
sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem
sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan
atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers
menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur
sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian
yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu
inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem social dimana
individu tersebut berada.
Norma adalah suatu pola prilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem
social yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem social.
Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini
sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau
kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu
inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok
masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi
tersebut.
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yaitu orangorang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu
sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung
inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana
prilakunya (baik mendukung atau menentan) diikuti oleh para penikutnya. Jadi, jelas disini
bahwa orang berpengaruh (opinion leaders) memainkan peran dalam proses keputusan
inovasi.
Agen perubah, adalah bentuk lain dari orang berpengaruh. Mereka sama-sama
orang yang mampu mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima suatu inovasi. Tapi,
‘13
15
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
agen perubah lebih bersifat formal yang ditugaskan oleh suatu agen tertentu untuk
mempengaruhi kliennya. Agen perubah adalah orang-orang professional yang telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Dengan
demikian, kemampuan dan keterampilan agen perubah berperan besar terhadap diterima
atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang
karakteristik strukstur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem social (misal: suatu
institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah
inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat
itu.
‘13
16
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Prenada Media. Jakarta. 2006
Depari, Eduard & MacAndrews, Colin. Peran Komunikasi dalam Pembangunan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. 1978.
Nasution, Zulkarimein. Komunikasi Pembangunan. PT. RajaGrafindo. Jakarta. 1987
Sutaryo. Sosiologi Komunikasi-Perspektif Teoritik. ArtiBumi Intaran, Yogyakarta, 2005.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990.
Severin & Tankard. Teori Komunikasi:sejarah, metode, dan terapan di
dalam media massa. Prenada Media. Jakarta. 2005
Rogers, E.M. dam F.F. Shoemaker, Communication of Innovations: A Cross Cultural
Approach, The Frre Press, New York, 1987.
Rogers, Everett, M., Diffussion of Innovation, Canada: The Free Press of MacMillan
Publishing Co., 1983.
‘13
17
Sosiologi Komunikasi
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download