THE EFFECT OF VERMICOMPOST TO GROWTH OF COCOA SEEDLINGS IN RED YELLOW PODZOLIC SOIL Jamilah, 1) Tri Rahayuni and Rini Susana2) 1) 2) Student of the Faculty of Agriculture Untan Lecturers Of The Faculty of Agriculture Untan, Pontianak ABSTRACT This research was aimed to get the best dose of vermicompost on the growth of cocoa seedlings in the red-yellow podzolic soil. The research was conducted in Mempawah area of Pontianak regency during 4 months and 2 weeks, started from June 18th until October 22th, 2012. This research used Complete Randomized Design (CRD) which consisted of 4 replication and 5 treatments. Every experimental unit consisted of 6 plant samples, so the total were 120 plants. The treatments were 0.60 kg / polybag of vermicompost was equivalent to 4 parts of soil : 1 part of vermicompost, 0.75 kg / polybag of vermicompost was equivalent to 3 parts of soil: 1 part of vermicompost, 1.00 kg / polybag of vermicompost was equivalent to 2 parts of siol : 1 part of vermicompost, 1.50 kg / polybag of vermicompost was equivalent to 1 part of soil: 1 part of vermicompost. The observation variables in the research were the increase of plant height, numbers of leaf, leaf area, leaf area index, root volume, plant’s dry weight, relative growth rate. The result showed that the application of vermicompost on red-yellow podzolic soil was significantly differents to leaf area (in the 3rd month and 4th month), root volume and plant’s dry weight (in the 4th month) and relative growth rate (from 3th to 4th of month). The treatment of vermicompost was not significantly differents to plant height, numbers of leaf, leaf area (in the 1st month and 2nd month), leaf area index, plant’s dry weight (in the 1st month, 2nd month, 3rd month), relative growth rate (from 1st to 2nd of months and from 2nd to 3rd of month). The application of vermicompost with 1.50 kg dose/ polybag presented the best growth of the cocoa seedlings. Keywords : Vermicompost, Cocoa Seedlings, Red Yellow Podzolic PENGARUH PEMBERIAN KASCING TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO PADA TANAH PODSOLIK MERAH KUNING Jamilah, 1 Tri Rahayuni dan Rini Susana2 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Untan Dosen Fakultas Pertanian Untan, Pontianak 2) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis kascing yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao pada tanah podsolik merah kuning. Penelitian dilaksanakan di Mempawah Kabupaten Pontianak, lama penelitian 4 bulan 2 minggu, terhitung dari tanggal 18 Juni sampai 22 Oktober 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4 taraf perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap satuan percobaan terdiri dari 6 sampel tanaman, sehingga jumlah seluruhnya 120 tanaman. Perlakuan tersebut adalah 0,60 kg/polybag kascing atau setara dengan 4 bagian tanah : 1 bagian kascing, 0,75 kg/polybag kascing atau setara dengan 3 bagian tanah : 1 bagian kascing, 1,00 kg/polybag kascing atau setara dengan 2 bagian tanah : 1 bagian kascing, 1,50 kg/polybag kascing atau setara dengan 1 bagian tanah : 1 bagian kascing. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun, volume akar, berat kering tanaman, laju pertumbuhan relatif dan pengamatan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kascing pada tanah podsolik merah kuning berpengaruh nyata terhadap luas daun (bulan ke-3, bulan ke-4), volume akar, berat kering tanaman (bulan ke-4) dan laju pertumbuhan relatif (bulan ke 3 – 4). Pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun (bulan ke-1, bulan ke-2), indeks luas daun, berat kering tanaman (bulan ke1, bulan ke-2, bulan ke-3), laju pertumbuhan relatif (bulan ke 1-2, bulan ke 2-3). Pemberian kascing dengan dosis 1,50 kg/polybag memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit kakao. Kata kunci : Kascing, Bibit Kakao, Podsolik Merah Kuning PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa Negara. Upaya peningkatan produktivitas tanaman kakao tidak bisa hanya menggantungkan pada hasil kakao yang ditanam di lahan subur, tetapi di lahan marginal seperti tanah Podsolik Merah Kuning. Menurut Badan Pusat Statistik Kalbar sebagian besar daerah di Kalbar didominasi oleh jenis tanah podsolik merah kuning yaitu mencapai 8.367.807 ha atau 69,98% dari luas daerah Kalimantan Barat (www.kalbar.bps.go.id, 2009). Tanah podsolik merah kuning memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian, akan tetapi dalam pemanfaatan tanah podsolik merah kuning ini dihadapkan pada berbagai kendala. Kendala yang sering dijumpai pada tanah podsolik merah kuning adalah struktur tanahnya lempung berpasir, permeabilitasnya rendah, aerasi tanah jelek, tanah bereaksi masam, kapasitas menahan airnya rendah, unsur hara dan kapasitas tukar kation juga sangat rendah. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian bahan organik pada tanah. Salah satu bahan organik yang dapat diberikan pada tanah adalah pupuk organik yang dihasilkan dari percampuran antara media cacing tanah dengan kotoran cacing tanah disebut dengan “bekas cacing atau kascing”. Kotoran cacing tanah sebagai bahan organik mengandung berbagai bahan atau komponen yang secara fisik maupun kimiawi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan hasil analisis, kotoran cacing mengandung unsur hara N, P, K, Na, Ca, dan Mg. Kotoran cacing dapat meningkatkan pH tanah, populasi mikroflora dalam tanah, kadar humus dan kandungan N, P, K dalam tanah serta unsur hara mikro lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman (Rismunandar, 1994). Ditambahkan oleh Palungkun (1999), Kascing dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti struktur tanah, daya mengikat air, tata udara tanah, ketahanan tanah terhadap erosi, memperbaiki aerasi tanah dan dapat menjaga kelembaban tanah. Keberhasilan tanaman kakao di lapangan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kualitas bibit yang dipergunakan. Pada garis besarnya pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh kesuburan tanah, struktur dan tekstur tanah serta faktor lingkungan yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan bibit kakao. Penggunaan tanah podsolik merah kuning sebagai media tanam dengan struktur dan tekstur tanah yang jelek, porositas rendah, kandungan unsur hara yang tersedia rendah dan juga bersifat asam, sehingga diperlukan penambahan bahan organik yang terdapat pada pupuk organik. Usaha pemberian bahan organik seperti kascing diharapkan dapat memperbaiki sifat – sifat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Rosniawaty (2005), mengenai respon pertumbuhan bibit kakao kultivar UAH akibat pemberian limbah kulit buah kakao sebagai kompos, yang dijadikan sebagai pembanding dari limbah kakao adalah kascing dan kotoran ayam menunjukkan bahwa pemberian kascing sebanyak 2,50 kg/polybag (1 bagian tanah : 1 bagian kascing) pada tanah alluvial mampu memberikan nilai rata-rata tertinggi dan nyata mempengaruhi jumlah daun, bobot kering akar dan bobot kering total pada tanaman kakao. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis kascing yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit tanaman kakao pada tanah podsolik merah kuning. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Rubini, Perumahan Korpri, blok G.24, Mempawah, Kabupaten Pontianak. Penelitian berlangsung selama 4 bulan 2 minggu, dimulai dari tanggal 18 Juni sampai 22 Oktober 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao yang di peroleh dari BLPP Anjungan, tanah yang digunakan sebagai media tanaman adalah tanah podsolik merah kuning, pupuk organik yang digunakan adalah kascing, polybag ukuran 25x30cm (3kg), kapur dolomit (CaMg(CO3)2). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tebas, cangkul, pisau, ayakan, penggaris, timbangan digital, gembor, pelepah daun kelapa, alat tulis menulis, kamera digital, termometer, higrometer, leaf area meter, meteran, gelas ukur dan rumah plastik. Tanah podsolik merah kuning dibersihkan dari kotoran, kemudian diayak. Tanah ditimbang sesuai perlakuan, setelah itu pengapuran dengan dosis 0,3 gr/polybag, dicampur secara merata kemudian dimasukkan ke dalam polybag dan ditutup dengan karung goni atau plastik selama dua minggu. Kascing ditimbang sesuai dosis yang diberikan. Kascing diberikan 1 minggu setelah pengapuran dengan cara mencampurkan kascing pada media tanah podsolik merah kuning secara merata kemudian dimasukkan kembali ke dalam polybag dan ditutup dengan karung goni atau plastik. Selama masa inkubasi dilakukan penyiraman media jika perlu. Setelah itu dibuat kotak persemaian diisi pasir setinggi ±15 cm. Pengecambahan benih kakao dilakukan dengan cara meletakkan bagian benih dengan ujung besar atau di tempat keluarnya akar (radikula) di bagian bawah. Benih kemudian disusun dengan kerapatan tanam berjarak alur sekitar 3 cm dan jarak antar benih sekitar 1 cm. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore, dilakukan setiap hari selama penelitian. Setelah berumur 2 minggu, dipilih bibit yang baik dan kemudian dipindahkan bibit ke dalam polybag yang sudah disiapkan (media tumbuh). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun, volume akar, berat kering tanaman dan laju pertumbuhan relatif. Variabel pendukung meliputi pengamatan temperatur udara (oC), kelembaban udara (%) dan pH tanah. Rancangan penelitian menggunakan metode eksperimen lapangan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat taraf perlakuan dengan lima ulangan dan enam tanaman sampel sehingga tanaman seluruhnya berjumlah 120 tanaman. Dosis pupuk organik kascing (k), terdiri dari k1 = 0,60 kg/polybag, k2 = 0,75 kg/polybag, k3 = 1,00 kg/polybag dan k4 = 1,50 kg/polybag. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan kascing dapat dilihat pada Gambar 1. Tinggi Tanaman (cm) 30.00 24.87 25.79 27.36 27.70 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0,60 0,75 1,00 1,50 Dosis Kascing (kg/polybag) Gambar 1. Pertambahan Tinggi Tanaman Bibit Kakao Pada Berbagai Perlakuan Kascing Gambar 1, menunjukkan bahwa pertambahan tinggi tanaman setiap bulan pada berbagai perlakuan kascing tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. 2. Jumlah Daun (helai) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai perlakuan kascing disajikan pada Gambar 2. Jumlah Daun (helai) 25.00 21.40 22.00 18.50 20.00 15.60 15.00 10.00 5.00 0.00 0,60 0,75 1,00 1,50 Dosis Kascing (kg/polybag) Gambar 2. Jumlah Daun Bibit Kakao Pada Berbagai Perlakuan Kascing Gambar 2, menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kascing yang diberikan semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan. 3. Luas Daun (cm2) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun bibit kakao pada bulan ke-1, bulan ke2, dan berpengaruh nyata terhadap luas daun pada bulan ke-3, dan bulan ke-4. Luas daun bibit kakao pada bulan ke-3 dan bulan ke-4 dapat dilihat pada Uji BNJ pada Tabel 2. Tabel 2. Uji BNJ Pengaruh Pemberian Kascing Terhadap Luas Daun Rerata (cm2) Dosis Kascing (kg/polybag) 3 bulan 4 bulan 0,60 752,80 a 898,20 a 0,75 1073,80 ab 1277,20 ab 1,00 1191,00 ab 1239,40 ab 1,50 1274,60 b 1384,00 b BNJ 5% 453,21 382,38 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ taraf 5% Hasil uji BNJ pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas daun bibit kakao pada umur 3 dan 4 bulan dengan pemberian 1,50 kg/polybag kascing berbeda nyata dengan pemberian 0,60 kg/polybag kascing tetapi berbeda tidak nyata dengan pemberian 0,75 kg/polybag kascing dan 1,00 kg/polybag kascing. Hubungan antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao pada umur 3 dan 4 bulan ditampilkan pada Gambar 3. 3 bulan 1400.00 1073.80 1600.00 4 bulan 1384.00 1400.00 1239.40 1227.20 Luas Daun (cm2) 1200.00 1274.60 1191.00 1200.00 Luas Daun (cm2) 1000.00 1000.00 752.80 800.00 898.20 800.00 600.00 y = 168,2x + 484,1 R² = 0,901 400.00 200.00 600.00 y = 146,9x + 672,8 R² = 0,853 400.00 200.00 0.00 0.00 0.60 0.75 1.00 Dosis Kascing (kg/polybag) 1.50 0.60 0.75 1.00 1.50 Dosis Kascing (kg/polybag) Gambar 3. Grafik hubungan antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao pada umur 3 dan 4 bulan Gambar 3, menunjukkan bahwa hubungan antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao pada umur 3 bulan sesuai dengan regresi linear dengan persamaan y = 168,2x + 484,1. Koefesien determinasi menyatakan R2 = 0,901. Hal ini menunjukkan hubungan sangat kuat antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao dengan R² = 0,901 yang berarti 90,10% luas daun besarnya ditentukan oleh dosis kascing, sedangkan 9,90% lagi ditentukan oleh faktor lain. Hubungan antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao pada umur 4 bulan sesuai dengan regresi linear dengan persamaan y = 146,9x + 672,8. Koefesien determinasi menyatakan R2 = 0,853. Hal ini menunjukkan hubungan kuat antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao dengan R² = 0,853 yang berarti 85,30% luas daun besarnya ditentukan oleh dosis kacing dan 14,70% lagi ditentukan oleh faktor lain. 0.75 0.98 0.89 0.38 0.35 0.52 0.48 0.47 0.87 0.60 0.26 0.42 0.25 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0.25 Indeks Luas Daun 4. Indeks Luas Daun Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap indeks luas daun pada bulan ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 dan untuk melihat rerata indeks luas daun pada berbagai perlakuan kascing dapat dilihat pada Gambar 4. bulan 1 - 2 bulan 2 - 3 bulan 3 - 4 1.00 1.50 Dosis Kascing (kg/polybag) Gambar 4. Indeks Luas Daun Bibit Kakao Pada Berbagai Perlakuan Kascing Gambar 4, menunjukkan bahwa indeks luas daun bibit kakao pada bulan ke 3- 4 terdapat kecendrungan peningkatan dengan semakin tinggi dosis kascing yang diberikan. 5. Volume Akar (cm3) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh nyata terhadap volume akar bibit kakao. Uji BNJ terhadap volume akar dapat dilihat pada (Tabel 4). Tabel 4. Uji BNJ Pengaruh Pemberian Kascing Terhadap Volume Akar Dosis Kascing Rerata (kg/polybag) 0,60 11,60 a 0,75 12,00 a 1,00 14,70 ab 1,50 17,90 b BNJ 5% = 5,14 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ taraf 5% Hasil uji BNJ pada Tabel 4 menunjukkan bahwa volume akar bibit kakao dengan perlakuan 1,00 kg/polybag kascing berbeda tidak nyata terhadap perlakuan 0,60 kg/polybag, 0,75 kg/polybag dan 1,50 kg/polybag kascing. Akan tetapi perlakuan 0,60 kg/polybag dan perlakuan 0,75 kg/polybag kascing berbeda nyata terhadap perlakuan 1,50 kg/polybag kascing. Hubungan antara dosis kascing dengan volume akar bibit kakao ditampilkan pada Gambar 5. 20.00 17.90 18.00 14.70 Volume Akar (cm3) 16.00 14.00 12.00 12.00 11.60 y = 2.16x + 6.49 R² = 0.9166 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 0.60 0.75 1.00 1.50 Dosis kascing (kg/polybag) Gambar 5. Grafik hubungan antara dosis kascing dengan volume akar bibit kakao Gambar 5, menyatakan hubungan antara dosis kascing dengan volume akar bibit kakao sesuai dengan regresi linear dengan persamaan y = 2,16x + 6,49. Koefesien determinasi menyatakan R2 = 0,916. Hal ini menunjukkan hubungan sangat kuat antara dosis kascing dengan volume akar bibit kakao dengan R² = 0,916 yang berarti 91,60% volume akar besarnya ditentukan oleh dosis kascing sedangkan 8,40% ditentukan oleh faktor lain. 6. Berat Kering Tanaman (g) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering tanaman pada bulan ke-1. ke-2, ke3 dan berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman pada bulan ke-4. Uji BNJ terhadap berat kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Beda Nyata Jujur Pengaruh Pemberian Kascing Terhadap Berat Kering Tanaman Dosis Kascing Rerata (kg/polybag) 0,60 12,99 a 0,75 15,88 a 1,00 14,64 a 1,50 21,97 b BNJ 5% = 7,69 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ taraf 5% Hasil uji BNJ pada Tabel 6 menunjukkan bahwa berat kering tanaman bibit kakao pada umur 4 bulan dengan dosis 1,50 kg/polybag kascing berbeda nyata dengan dosis 1,00 kg/polybag, 0,75 kg/polybag dan 0,60 kg/polybag kascing, sedangkan pemberian kascing dengan dosis 0,60 kg/polybag, 0,75 kg/polybag dan 1,00 kg/polybag kascing berbeda tidak nyata antara satu dengan yang lainnya. Hubungan antara dosis kascing dengan berat kering tanaman bibit kakao pada umur 4 bulan ditampilkan pada Gambar 6. 25.00 Berat Kering Tanaman (g) 21.97 20.00 15.88 14.64 12.99 15.00 y = 2.5694x + 7.3806 R² = 0.7177 10.00 5.00 0.00 0.60 0.75 1.00 1.50 Dosis Kascing (kg/polybag) Gambar 6. Grafik hubungan antara dosis kascing dengan berat kering tanaman bibit kakao Gambar 6, menyatakan hubungan antara dosis kascing dengan berat kering tanaman bibit kakao sesuai dengan regresi linear dengan persamaan y = 2,569x + 7,380. Koefesien determinasi menyatakan R2 = 0,717. Hal ini menunjukkan hubungan kuat antara dosis kascing dengan berat kering tanaman bibit kakao dengan R² = 0,717 yang berarti 71,70% berat kering tanaman besarnya ditentukan oleh dosis kascing yang diberikan dan 28,30% lagi ditentukan oleh faktor lain. 7. Laju Pertumbuhan Relatif (g/bulan) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh tidak nyata terhadap laju pertumbuhan relatif pada bulan ke-1, ke-2, ke-3 dan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan relatif pada bulan ke-4. Uji BNJ laju pertumbuhan relatif pada bulan ke 3-4 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Uji Beda Nyata Jujur Pengaruh Pemberian Kascing Terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Dosis Kascing Rerata (kg/polybag) 0,60 0,40 a 0,75 0,40 a 1,00 0,34 a 1,50 0,82 b BNJ 5% = 0,40 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ taraf 5% Hasil uji BNJ pada Tabel 7 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan relatif bibit kakao pada umur 3 - 4 bulan dengan dosis 1,50 kg/polybag kascing berbeda nyata dengan dosis 1,00 kg/polybag, 0,75 kg/polybag dan 0,60 kg/polybag kascing, sedangkan pemberian kascing dengan dosis 0,60 kg/polybag, 0,75 kg/polybag dan 1,00 kg/polybag kascing berbeda tidak nyata antara satu dengan yang lainnya. Laju Pertumbuhan Relatif (g/bln) Hubungan antara dosis kascing dengan laju pertumbuhan relatif bibit kakao pada umur 4 bulan ditampilkan pada Gambar 7. 0.90 0.82 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.40 0.34 0.40 y = 0.1188x + 0.0739 R² = 0.4785 0.30 0.20 0.10 0.00 0.60 0.75 1.00 1.50 Dosis Kascing (kg/polybag) Gambar 7. Grafik hubungan antara dosis kascing dengan laju pertumbuhan relatif bibit kakao Gambar 7, menyatakan hubungan antara dosis kascing dengan laju pertumbuhan relatif bibit kakao sesuai dengan regresi linear dengan persamaan y = 0,118x + 0,073. Koefesien determinasi menyatakan R2 = 0,478. Hal ini menunjukkan hubungan sedang antara dosis kascing dengan laju pertumbuhan relatif bibit kakao dengan R² = 0,478 yang berarti 47,80% laju pertumbuhan relatif besarnya ditentukan oleh dosis kacing yang diberikan sedangkan 52,20% lagi ditentukan oleh faktor lain. B. Pembahasan Hasil penelitian pemberian kascing terhadap pertumbuhan bibit kakao menunjukkan bahwa berbagai dosis kascing yang diberikan berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun bulan ke-1, bulan ke2, indeks luas daun, berat kering tanaman bulan ke-1, bulan ke-2, bulan ke-3, laju pertumbuhan relatif bulan ke 1-2, bulan ke 2-3 dan berpengaruh nyata terhadap luas daun bulan ke-3, bulan ke-4, volume akar, berat kering tanaman bulan ke-4, dan laju pertumbuhan relatif bulan ke 3-4. Dari hasil Uji BNJ dengan taraf 5%, pemberian kascing pada tanah PMK sebagai media pembibitan menunjukkan bahwa pemberian kascing berpengaruh nyata terhadap luas daun, volume akar, berat kering tanaman, dan laju pertumbuhan relatif. Dosis kascing 1,50 kg/polybag menghasilkan pertumbuhan terbaik yang ditunjukkan dengan rerata tertinggi untuk variabel luas daun 1274,60 cm2 (3 bulan) dan 1384,00 cm2 (4 bulan), untuk variabel volume akar 17,90 cm3, untuk variabel berat kering tanaman 21,97 g dan untuk variabel laju pertumbuhan relatif 0,82 g/bln. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan akar tidak terhambat, maka kemampuan akar dalam menyerap air dan unsur-unsur hara menjadi lebih optimal sehingga unsur hara dapat dibawa menuju daun untuk proses fotosintesis. Volume akar memberikan korelasi yang cukup besar terhadap berat kering tanaman. Semakin besar volume akar yang terbentuk maka semakin besar pula nilai berat kering tanaman. Pertumbuhan suatu tanaman ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung di dalam sel dan jaringan tanaman. Berat kering tanaman adalah penumpukan fotosintat pada sel dan jaringan (Eddi, 2009). Begitu juga dengan laju pertumbuhan relatif yang ditentukan oleh nilai berat kering tanaman dan volume akar. Laju pertumbuhan relatif menunjukkan peningkatan berat kering dalam satu interval waktu, dalam hubungannya dengan berat asal. Laju pertumbuhan relatif tidak menyiratkan adanya laju pertumbuhan yang konstan selama jangka waktu tertentu, karena hal itu dapat bervariasi dari nilai laju pertumbuhan relatif yang seketika (Gardner dkk, 1991). Dari hasil penelitian, variabel pengamatan laju pertumbuhan relatif selama jangka waktu 1 sampai 4 bulan menunjukkan laju pertumbuhan yang tidak konstan, ini ditunjukkan dari hasil rerata laju pertumbuhan relatif bulan ke-1 sampai bulan ke-4 yang naik turun. Menurut Gardner dkk (1991), ini terjadi karena pada awal pertumbuhan mulai dengan lambat, sesudah perkecambahan pertumbuhan memuncak secara cepat, kemudian menurun. Pertumbuhan tanaman dapat ditunjukkan oleh bertambahnya ukuran dan berat kering tanaman yang tidak dapat balik. Bahan tanaman yang telah dikeringkan akan menghasilkan bahan kering terutama zat-zat organik, karena air yang ada pada umumnya berkisar 70% dari tanaman hidup telah menguap. Pertumbuhan ukuran dan berat kering dari suatu organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma yang dapat terjadi karena ukuran sel maupun jumlahnya bertambah. Semakin meningkatnya pertumbuhan tanaman, maka berat kering tanaman juga akan meningkat (Hardjadi, 1986). Berat kering mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik terutama air dan karbondioksida. Unsur hara yang telah diserap oleh akar baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang tetap dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman akan memberikan kontribusi terhadap pertambahan berat kering tanaman. Berat kering tanaman berhubungan dengan peningkatan penyerapan berbagai unsur hara yang menunjang proses fotosintesis. Hasil fotosintesis tersebut akan digunakan tanaman untuk membentuk struktur tubuh, cadangan makanan, senyawa sel aktif dan sebagai energi metabolisme (Gardner dkk, 1991). Bahan organik merupakan granulator yang dapat memperbaiki struktur tanah dan menambah kemampuan tanah untuk menyerap unsur-unsur hara (Hardjowigeno,2003). Salah satu fungsi bahan organik dalam tanah adalah memberikan struktur tanah yang gembur, remah, dan mudah diolah sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Suhardjo dkk, 1993). Pada penelitian ini, pemberian kascing 1,50 kg/polybag ternyata dapat merubah struktur tanah menjadi gembur. Perubahan struktur tanah menjadi gembur dapat menyebabkan perkembangan akar menjadi cepat dan normal sehingga pertumbuhan tanaman akan cepat dan normal juga. Cukup tingginya kandungan hara dalam kascing terutama unsur Nitrogen (N) menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman akan berjalan baik. Karena fungsi N yang utama menurut Lingga (2000) adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun yang berfungsi dalam proses fotosintesis. Menurut Marzuki (1994), bahwa unsur N dan Mg sangat diperlukan untuk pembentukan klorofil, memberikan tenaga pada proses fotosintesis, mendorong pertumbuhan daun, batang dan akar. Sedangkan Mg berfungsi dalam mengaktifkan enzim yang berhubungan metabolisme karbohidrat dimana karbohidrat dalam jumlah yang cukup berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel dalam menyusun organ tanaman sehingga merangsang pertumbuhan jumlah daun. Pemberian kascing berpengaruh nyata terhadap luas daun. Hal ini diduga kascing yang diberikan menyumbang cukup banyak unsur hara terutama Nitrogen. Menurut Lingga (2000), bahwa N diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan daun, sehingga menjadi lebih lebar dan berwarna hijau. Dari hasil koefisien determinasi, menunjukkan hubungan kuat antara dosis kascing dengan luas daun bibit kakao pada umur 3 dan 4 bulan, volume akar, dan berat kering tanaman, dengan nilai R diatas 70%. Hal ini diduga karena penambahan kascing ke dalam media tanam dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman, sehingga mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti pertambahan berat kering tanaman, volume akar, dan luas daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musnawar (2006) yang menyatakan bahwa kascing mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penambahan kascing pada media tanaman akan mempercepat pertumbuhan dan berat tanaman. Hubungan antara dosis kascing dengan laju pertumbuhan relatif bibit kakao pada umur 4 bulan menunjukkan hubungan sedang dengan nilai R dibawah 50%. Hal ini diduga cadangan unsur hara pada kascing tidak cukup untuk pertumbuhan tanaman sampai bulan ke-4 dan meningkatnya pertumbuhan tajuk tanaman mengakibatkan sinar matahari yang didapat sedikit sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Sifat kimia tanah PMK pada penelitian ini memiliki pH tanah awal sebesar 4,39. Dari hasil analisis tersebut, menunjukkan pH tanah masih rendah dari pH tanah optimum yang diinginkan oleh kakao untuk pertumbuhannya yaitu 6,0 – 7,5. Rendahnya pH tanah tersebut dapat menyebabkan unsur-unsur hara di dalam tanah menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pemberian kascing juga dapat meningkatkan pH pada tanah asam (Nick, 2008). Hasil analisis pH tanah setelah dilakukan pengapuran dan penambahan kascing ke dalam media tanam dan diinkubasi selama 2 minggu menunjukkan bahwa penambahan kascing ke dalam media tanam yaitu podsolik merah kuning meningkat dari 4,39 menjadi 6,36 – 6,95. Hasil penelitian pemberian kascing terhadap pertumbuhan bibit kakao pada semua variabel jika dibandingkan dengan standar pertumbuhan bibit kakao, menunjukkan hasil penelitian dibawah standar pertumbuhan bibit kakao. Hasil penelitian tinggi tanaman yang tertinggi pada umur 4 bulan adalah 57 cm dan jumlah daun terbanyak pada umur 4 bulan adalah 25 helai, sedangkan standar pertumbuhan bibit kakao, tinggi tanaman pada umur 4 bulan adalah 84,8 cm dan jumlah daun 37 helai. Hal ini diduga, kascing kurang efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit kakao, karena cadangan kascing itu sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman. Menurut Mulat (2003), bahwa kascing merupakan pupuk organik yang berfungsi menyuburkan tanah, memperbaiki sifat fisik tanah, menekan penyakit tanaman, menambah mikroba yang berguna bagi akar tanaman sehingga tanah sehat dan hasil tanaman meningkat. Ditambahkan oleh Nick (2008), kascing dapat memperbaiki kimia tanah seperti meningkatkan kemampuan untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro, meningkatkan pH pada tanah asam, sehingga pemberian kascing ke dalam media tanam yaitu podsolik merah kuning memberikan hasil yang baik pada setiap variabel pengamatan. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian kascing terhadap pertumbuhan bibit kakao pada tanah podsolik merah kuning dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian kascing dengan dosis 1,50 kg/polybag memberikan pertumbuhan bibit kakao yang terbaik. 2. Semakin tinggi dosis kascing yang diberikan semakin baik pula pertumbuhan bibit kakao. 3. Pemberian kascing untuk pembibitan kakao perlu ditambah dengan pupuk dasar N, P, K untuk pertumbuhan bibit yang optimal. B. Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka disarankan agar dilakukan penelitian pemberian kascing pada tanah PMK dengan penambahan pupuk dasar, memperhatikan syarat tumbuh dan teknik budidayanya. 2. Pembibitan kakao dapat diarahkan pada tanah podsolik merah kuning dengan menggunakan kascing dan penambahan pupuk dasar. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Geografi. http://kalbar.bps.go.id/data/geografi.htm/diakses tanggal 11 Januari 2012. Eddi, D. 2009. Pengaruh Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao pada Tanah Podsolik Merah Kuning. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak. (tidak dipublikasikan) Gardner, Pearce, dan Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta Hardjadi.S.S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Lingga, P. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta. Marzuki, A. 1994. Pertanian dan Masalahnya. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Mulat, T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas. Agromedia Pustaka. Depok. Nick. 2008. Pupuk Kascing Mencegah Pencemaran. http://keset.wordpress..com/2008/08/22/pupuk-kascing-mencegahpencemaran/. diakses tanggal 27 Oktober 2011. Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Penebar Swadaya. Jakarta. Rismunandar. 1994. Tanah dan Seluk Beluknya Bagi Pertanian. Sinar baru. Bandung. Rosniawaty, S. 2005. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Kompos pada Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L) Kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH). http://pustaka.unpad.ac.id/archives/11624. diakses tanggal 27 Oktober 2011. Suhardjo, H., Soepartini, dan Kurnia. 1993. Bahan Organik Tanah dalam Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk, dan Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.