MAKALAH EKONOMI MAKRO DI INDONESIA DI ERA REFORMASI BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan ekonomi pun semakin berkembang.Dulu kegiatan ekonomi dilakukan dengan sangat sederhana. Seperti contohnyaadanya sistem barter yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Akan tetapidengan berkembangnya kegiatan ekonomi, tujuan kegiatan ekonomi pun berubah, yang semuladiliakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari, kini kegiatan ekonomidilakukan untuk memperoleh keuntungan (profit).Perkembangan ekonomi yang semakin majumenjadikan masalah- masalah dalam perekonomian pun menjadi semakin kompleks.Sehinggateori- teori sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menjelaskan beberapa masalah perekonomianyang terjadi.Hal ini akhirnya mengakibatkan banyak para ahli ekonomi yang mencoba untuk menjawab pertanyaan dari beberapa masalah perekonomian yang belum bisa dijelaskan olehteori sebelumnya. Oleh karena itu dalam makalah ini, kami akan membahas tentang perkembangan teori ekonomi mikro-makro. Bagaimana teori ekonomi klasik (Adam Smith) danteori ekonomi makro (John Maynard Keynes) menjelaskan tentang beberapa masalah yangterjadi dalam perekonomian serta kami akan membandingkan kedua teori tersebut dalammenjelaskan beberapa masalah dalam perekonomian. 1. 2 Identifikasi Dan Batasan Masalah Melihat semua hal yang melatarbelakangi pembahasan materi saya, saya menarik beberapa masalah dengan berdasarkan kepada : 1. Kurangnya pengetahuan Mahasiswa tentang apa yang dimaksud dengan Makro Ekonomi 2. Kurangnya ketersediaan informasi pelengkap dari materi “Makro Ekonomi”. 3. Minimnya kesadaran Mahasiswa untuk mengetahui segala yang menyangkut tentang Materi “Makro Ekonomi”. 1. 3 Rumusan Masalah Berdasarkan topik analisa makalah tentang Makro Ekonomi pada era Globalisasi di Indonesia. Maka, saya mendapati beberapa hal yang saya anggap perlu untuk diungkapkan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Ekonomi Makro ? 2. Bagaimana Kerangka Analisa Makro dalam teori Makro Ekonomi ? 3. Bagaimana penerapan teori Ekonomi Makro pada era Reformasi ? 4. Apa saja permasalahan yang umumnya timbul dalam Ekonomi Makro di Indonesia ? 5. Bagaimana kebijaksanaan dalam Ekonomi Makro ? 6. Bagaimana Implementasi pikir Indonesia pada era reformasi ? 7. Bagaimana Perkembangan Ekonomi Makro pada Masa Reformasi (1998-sekarang) ? 1. 4 Manfaat Penelitian Menambah pengetahuan mahasiswa terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia.Dengan melihat perkembangan ekonomi di Indonesia selama periode pemerintahan Orde lama hingga Orde Baru khususnya di Era reformasi.Mengetahui hal-hal yang menyebabkan melemahnya perekonomian di Indonesia di era reformasi dan penyebab terjadinya hutang piutang dengan megara asing. 1. 5 Tujuan Penelitian Bertujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang ekonomi makro.Dan juga untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia di era reformassi sampai dengan sekarang. BAB II TINJAUAN TEORI Makro Ekonomi 1. Pengertian Ekonomi Makro Ekonomi makro adalah suatu cabang ilmu ekonomi yang mengkhususkan, membahas mekanisme perekonomian secara keseluruhan.Makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk mempengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan. Berikut ini merupakan variabel-variabel yang dipelajari dalam ilmu ekonomi makro yaitu: 10 Variabel agregatif ekonomi makro yaitu : 1. Pendapatan Nasional, 2. Konsumsi rumah tangga, 3. Saving / tabungan, 4. Investasi, 5. Harga-harga secara umum, 6. Belanja pemerintah, 7. Jumlah uang yang beredar, 8. Tingkat bunga, 9. Kesempatan kerja dan 10. Neraca pembayaran ( ekspor-impor). 2. Kerangka Analisa makro Terdapat dua aspek utama dan kerangka analisa ini.Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan.Yang kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya. a. Empat pasar Makro Dalam analisa ekonomi makro kita melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih menyeluruh dibanding dengan apa yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita tidak lagi melihat pasar beras, pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar Honda secana sendiri-sendiri. mi sesuai dengan pengertian mengenai “pengendalian umum” di alas. Di sini kita melihat pasar-pasar tersebut dan pasar-pasar barang/jasa lainnya sebagai satu pasar besar, yang kita ben nama “pasar barang”. Tetapi dalam ekonomi makro kita tidak hanya mempelajani satu pasar ini saja. Perekonomian nasional kita lihat sebagai suatu sistem yang terdiri dan empat pasar besar yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu: (a) Pasar Barang (b) Pasar Uang (c) Pasar Tenaga Kerja (d) Pasar Luar Negeri Di pasar luar negeri permintaan akan barang ekspor kita he. sama dengan penawaran akan barang tersebut menentukan harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau volume ekspor, Harga – harga dikalikan volume ekspor memberikan penerimaan devisa ekspor. Di pasar yang sama permintaan masyarakat kita akan barang-barang impor dan menentukan harga rata-rata impor dan ‘ volume impor. Juga di sini, harga rata-rata dikalikan volume import memberikan pengeluaran devisa kita untuk impor barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri, seringkali menggabungkan pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang terjadi dengan: (a) Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang aliran keluar-masuknya modal (b) Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita dibagi dengan harga rata-rata impor kita. (c) Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus saldo neraca pembayaran. Dalam teori ekonomi makro mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di masingmasing pasar. Karena P dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau perpotongan) antara kurva permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti bahwa teori ekonomi makro pada pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi kurva permintaan dan penawaran di masingmasing pasar. Selanjutnya dengan diketahuinya faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva permintaan dan penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor mana di antara semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya.Dengan demikian kita bisa mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar.Inilah tujuan akhir dan mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi pemilihan atau perumusan kebijaksanaan. b. Lima Pelaku Makro Dalam teori makro kita menggolongkan orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi menjadi limo kelompok besar, yaitu: (a) Rumah Tangga, (b) Produsen, (c) Pemerintah, (d) Lembaga-lembaga Keuangan, (e) Negara-negara Lain. Kegiatan dan kelima kelompok pelaku ini serta kaitannya dengan keempat pasar di atas dimana : >Permintaan : 1. Pengeluaran konsumsi oleh Rumah Tangga 2. Belanja barang oleh Pemerintah 3. Investasi oleh Perusahaan 4. Ekspor ke luar negeri 5. Kebutuhan tenaga kerja oleh Pemerintah 6. Kebutuhan tenaga kerja oleh Perusahaan 7. Kebutuhan uang tunai dan kredit 8. Kebutuhan Rumah Tangga akan uang tunai 9. Kebutuhan Perusahaan-perusahaan Asing akan rupiah > Penawaran 1. Hasil produksi dalam negeri 2. Impor dan luar negeri 3. Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga 4. Suplai uang kartal 5. Tabungan Rumah Tangga 6. Suplai uang giral 7. Suplai dana luar negeri. * Kelompok Rumah Tangga melakukan kegiatan-kegiatan pokok seperti: (a) menerima penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka (upah), deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka. (b) menerima penghasilan dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan mereka; (c) membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen); (d) menyisihkan sisa dan penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga keuangan; (e) membayar pajak kepada pemerintah; (f) masuk dalam pasar uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka akan uang tunal untuk misalnya transaksi sehari-hari. **Kelompok Produsen melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa: (a) memproduksikan dan menjual barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di pasar barang); (b) Menyewa/menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah tangga untuk proses produksi; (c) menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku investor masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander); (d) meminta kredit dan lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai demander di pasar uang); (e) membayar pajak. ***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup semua bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank Indonesia), Kegiatan mereka berupa: (a) menerima simpanan/deposito dan rumah tangga; (b) menyediakan kredit dan uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang). (c) Pemerintah (termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa: - menarik pajak langsung dan tak langsung; - membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan pernerintah (sebagai demander di pasar barang), - meminjam uang dan luar negeri; - menyewa tenaga kerja (sebagai demander di pasar tenaga kerja); - menyediakan kebutuhan uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar uang). Negara-negara lain: (a) menyediakan kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang); (b) membeli hasil-hasil ekspor kita (sebagai demander di pasar barang); (c) menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri; (d) membeli dan pasar barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia (sebagai investor); (e) masuk ke dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar negeri (sebagai supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal rupiah untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander akan dana). (Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan pasar uang luar negeri). 3. Teori-teori Makro Ekonomi Dasar filsafat teori Keynes Makro Ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan.Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang memengaruhi banyak masyakarakat,perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaikuntuk memengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitasharga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.Pendekatan AnalitikPembedaan tradisional adalah antara dua pendekatan berbeda ke ekonomi .EkonomiKeynesian, memusatkan pada permintaan dan ekonomi sisi-penyediaan (atau neoklasik)yang memusatkan pada persediaan. Keduanya tidak bisa berjalan sendiri, namun ini hanyapermasalahan penekanan.Permasalahan dalam Ekonomi Makro : 1. kemiskinanan dan pemerataan 2. krisis nilai tukar 3. hutang luar negeri 4. perbankan, kredit macet 5. inflasi 6. pertumbuhan ekonomi 7. pengangguran Teori Ekonomi Makro menurut KeynesSebelum terjadinya kelesuan perekonomian dunia tahun 19291933 yang dikenal sebagaiDepresi Besar (Great Depression), ilmu ekonomi tidak mengenal dikotomi Mikro-Makro.Fokus pembahasan ilmu ekonomi pada masa Sebelum Depresi Besar adalah perilakuindividu dalam rangka mencapai keseimbangan. Untuk analisis keseimbangan umum(Senoal equilibrium), digunakan model Walras (Walrasian economics). Dengan model-modeltersebut, para ekonom berkeyakinan bahwa masa depan perekonomian akan gemilang. Dalamjangka panjang setiap pelaku ekonomi yang terlibat dalam proses pertukaran lewatmekanisme pasar akan memperoleh keuntungan. Posisi keseimbangan masing-masingindividu makin membaik yang mengakibatkan masyarakat dalam perekonomian makin makmur dan adil. Pasar Barang Kemungkinan Kelebihan Produksi. Keynes menolak Hukum Say.Menurut Keynes kelebihan produksi secara umum bisa terjadi.elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan masyarakat akan barangbarang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak cukup untuk menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada asasnya Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi mempunyai akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan demikian pada suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang cukup di masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya beli yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya beli yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan efektif di pasar barang.Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif. Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi secara menyeluruh. Untuk menerangkan pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua sektor: sektor rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa sebagian dari penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga (yaitu yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan permintaan efektif. Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan oleh lembaga keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi” mereka, maka daya beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar barang. (Kita ingat bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian barang-barang oleh para produsen untuk keperluan penambahan stok di gudang mereka dan untuk keperluan perluasan kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian mesin-mesin, pembangunan gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada suatu waktu tidak ada jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung kepada apakah para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada Iembag lembaga keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi). Kalau misalnya para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan tersebut, maka ini berarti bahwa permintaan efektif di pasar barang berjumlah kurang dan nilai dan seluruh out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan lain kata, tida semua barang yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha produksi umum). Apa yang terjadi kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu periode (misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi. Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka untuk periode berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun. Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama tersebut, harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan permintaan biasa, bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga cenderung untuk turun. Sampai berapa jauh kekurangan perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP (dalam periode berikutnya) dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat tergantung khususnya pada apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah (yaitu bisa turun). Dalam kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk turun, meskipun ada kelebihan produksi.( yang harga jualnya ditentukan atas dasar biaya pro duksi biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro duksi barang-barang tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan permintaan efektif tersebut akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi (GDP) dalam periode beri kutnya. Apabila seandainya harga-harga cukup fleksibel ke bawah.maka harga-harga akan turun cukup jauh, sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali. (Ingat hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang turun maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP (dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis. Mengenai keputusan pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan tersebut cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan rumah-tangga berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang sulit diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh sebab itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan gejolak GDP (dan kesempatan kerja). Seandainya pengeluaran investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih besar daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti bahwa permintaan efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam kasus kele bihan permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan efektif dalam periode sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar akan mengakibatkan kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas produksi (pabrik pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan permintaan efektif tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada periode berikutnya tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik sedikit sekali). Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja secara penuh, maka kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi dengan kenaikan produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan diterjemahkan seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini kita akan melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan Keynes. Pasar Uang Teori makro Klasik mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada sistem bebasberusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis.OIeh sebab itu pemerintah tidak perlu campurtangan. Di pasar barang sifat self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang otomatis membawa kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila karena sesuatu hal perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan keyakinan ini adalah (a) berlakunya Hukum Say yang menyatakan bahwa: “Supply creates its own demand,” dan (b) anggapan bahwa semua harga fleksibel. Dalam sistem standar kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat harga. Di sini kaum Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu mengendalikan jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat. Di dalam sistem standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan harga.Di sini peranan pemeriniah tidak dianggap perlu.Karena jumlah uang (emas) yang beredar otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Di pasar luar negeri, mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan melalui: (a) mekanisme Hume, dalam sistem standar emas, atau (b) mekanisme kurs devisa mengambang, dalam sistem standar kertas. Sementara itu Campur tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang dapt dijelaskan sebagai berikut : 1. Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan uang adalali kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh pemerintah dan bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan uang giral yang beredar. 2. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan kebutuhan ini disebut 3 alasan mengapa orang memerlukan uang. 3. Permintaan akan uang untuk transaksi ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP nil) dan (b) tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan kaum Klasik, Pasar uang untuk berjaga-jaga relatif kecil. 4. Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai un tuk tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, mak orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya han in un berarti uang tunai yang saat mi ia ingin pegang (untuk tujual spekulasi) berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diha rapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini bertambah lebih senang menjual obligasi yang ia pegang memperoleh atau memegang uang tunai sekarang. 5. Hubungan antara harga obligasi dan tingkat bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artiny dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat bunga naik. 6. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dengan harga tertinggi. APBN Dan Kebijakan Fiskal Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu: (a) Bagaimana suatu kebijaksanaan uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan (b) Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian. Dalam bagian mi kita akan mengaji tahap (a). Khususnya kita akan membahas makna dan suatu kebijaksanaan fiskal dilihat dari struktur pos-pos APBN. APBN mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan.Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk pelaknaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah dalam programnya. Untuk tujuan pembahasan Dibagian lain terdiri dan pos utama, yaitu: 1. Pengeluaran pernerintah untuk pembelian barang/jasa, 2. pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya, 3. pengeluaran pemerintah untuk transfer payments yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan Iangsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Semua pos pada sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi penerimaan menunjukkan darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu: (a) pajak (berbagai macam), (b) pinjaman dan bank sentral, (c) pinjaman dan masyarakat dalam negeri, (d) pinjaman dan luar negeri. Dahulu pajak adalah satu-satunya sumber untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan.Tidak ada pajak tidak ada kegiatan pemerintahan.Sekarang, pajak masih merupakan sumber keuangan negara yang paling penting bagi semua negara di dunia. Namun bagi pemerintah di negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh dana tambahan. Yang pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank sentralnya, seperti halnva seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada satu perbedaan penting antara kredit bank sentral kepada pemerintah dengan kredit bank kepada seseorang atau perusahaan.Perbedaan ini adalah bahwa bank sentral hanya bisa memberikan kredit dengan jalan menciptakan uang inti (reserve money).Bank sentral tidak bisa menciptakan uang giral seperti bank-bank umum biasa, sebab “uang giral” bank sentral. Dan penambahan uang inti (L berarti (lewat money multiplier) penambahan jumlah uang beredar (L OIeh sebab itu dalam ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit bank sentral kepada pemerintah adalah identik dengan pencetakan uang baru.(Yang lebih tepat sebenarnya adalah penciptaan uang inti baru). Ada beberapa pengertian yang berbeda mengenai apa yang di maksud suatu APBN defisit, surplus atau seimbang. Masing-masing pengertian mempunyai arti ekonomis (dan implikasi makro) yang berbeda satu sama lain. Kita harus memilih pengertian yang sesuai dengan tujuan analisa kita atau dengan problema yang kita soroti. Contoh di atas (dengan kriteria manapun) menunjukkan situasi APBN defisit. Pengertian yang “paling ketat” mengatakan bahwa defisit APBN terjadi apabila seluruh pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh sumber keuangan negara yang paling utama, yaitu pajak. Dalam contoh di atas, pengeluaran total adalah 2.300 sedang penerimaan pajak hanya 1.200, jadi terjadi defisit (dalam pengertian ini) sebesar 1.100. Pengertian defisit yang kedua dan yang “kurang ketat” mengatakan bahwa APBN defisit apabila penerimaan pajak plus pinjaman pemerintah dan masyarakat dalam negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah.Dalam contoh di atas, pajak plus pinjaman mi berjumlah 1.400, sehingga terjadi defisit (dalam pengertian ini) sebesar 900. Mengapa pinjaman dan masyarakat dalam negeni dianggap sebagai sumber dana yang “wajar”? Pertama, karena ini adalah pinjaman pemerintah terhadap warganya sendiri, sehingga ada perasaan bahwa pinjaman ini “wajar”. Alasan kedua, yang secara ekonomis lebih penting, adalah bahwa pinjaman semacam ini tidak menambah jumlah uang beredar di dalam negeri, karena dana yang diperoleh pemerintah adalah dana yang sebelumnya ada di ta ngan masyarakat (yaitu, hanya terjadi pengalihan hak penggunaan dana yang tersedia). Ciri ini mempunyai implikasi penting bagi pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian (seperti yang akan kita bahas nanti). Pengertian yang paling “lunak” mengenai defisit APBN mengatakan bahwa defisit APBN hanya terjadi apabila pajak + pinjaman dan masyarakat dalam negeri + pinjaman dan luar negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dengan lain perkataan, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam dan bank sentral atau, secara populer, harus men cetak uang baru untuk membiayai pengeluarannya. Dalam contoh di atas, defisit menurut pengertian ini adalah 300. Berbagai pengertian mengenai APBN surplus dan seimbang juga bisa digolongkan sejalan dengan pengertian mengenai defisit di atas. Kesimpulan umum mengenai uraian kita sampai saat mi adah bahwa kita harus berhati-hati dan mempunyai konsepsi jelas mengu nai pengertian mana yang kita maksud apabila kita mengatakan te jadi defisit atau surplus APBN. Selain itu jelas pula dan uraian di atas bahwa cara membiayai pengeluaran pemerintah menentukan sekali akibat APBN terhadap perekonomian. Bermacam-macam pengeluaran sangat menentukan pula pengaruh APBN terhadap perekonomian Hanya melihat angka “total”nya saja, kita tidak bisa menilai konsekuensi APBN bagi perekonomian. INFLASI “inflasi” semata-mata suatu gejala ekonomi, dimana kecenderungan harga-harga untuk naik secara bersamaan. Sebab-sebab timbulnya inflasi khusus dari segi ekonomi; dan penentuan sebab-sebab “ekonomis obyektif” ini mungkin bukanlah tugas yang paling sukar.Biasanya kita harus melampaui batasbatas ilmu ekonomi dan memasuki bidang ilmu sosiologi dan ilmu politik. Definisi inflasi : Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Indikator Inflasi : Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. Didasarkan kepada sumber penyebabnya, menurut Soediyono R. : inflasi dapat digolong-golongkan sebagai berikut: (a) Inflasi permintaan. Istilah untuk inflasi semacam ini antara lain ialah demand-pull inflation. inflasi tarikan permintaan dan demand inflation. (b) inflasi penawaran. lstilah lain yang hanyak dipakai untuk inflasi sernacam mi ialah cost-push inflation dan supply inflation. (c) Inflasi campuran, yaitu inflasi yang mempunyai baik unsur demand pull maupun cost push. Inflasi semacam ini sering disebut mixed inflation. Inflasi Permintaan Sebagai langkah pertama macam inflasi yang merupakan pusat perhatian kita ialah inflasi permintaan, yang ini terkenal dengan sebutan demand full inflation.Seperti tersirat dalam namanya, inflasi permintaan timbul sebagai akibat dan meningkatnya permintaan agregatif.Ada beberapa Icon atau model analisis ekonomi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori inflasi permintaan. Beberapa di antaranya yang uraian singkatnya disajikan di bawah mi ialah: (a) pendekatan teori kuantitas uang, (b) pendekatan celah inflasi, (c) pendekatan IS-LM, dan (d) pendekatan permintaan -penawaran agregatif Disagregasi Inflasi : 1. Inflasi Inti >Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental: Interaksi permintaan-penawaran - Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang - Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen 2. Inflasi non Inti >Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari : 1. Inflasi Volatile Food. Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, angguan alam, gangguan penyakit. 2. Inflasi Administered Prices Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll Determinan Inflasi Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price)1 , dan terjadi negative supply shocks2 akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking.Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). 4. Permasalahan Ekonomi Makro Secara garis besar, permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok: a. Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana “menyetir” perekonomian nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke triwulan atau dan tahun ke tahun, agar terhindar dan tiga “penyakit makro” utama yaitu: 1) inflasi, 2) pengangguran dan 3) ketimpangan dalam neraca pembayaran. b. Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita “menyetir” perekonomian kita agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada asasnya masalahnya juga berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit makro di atas, hanya perpektif waktunya adalah lebih panjang (lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun). Dalam analisa jangka pendek faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau tidak bisa kita ubah: (a) Kapasitas total dan perekonomian kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek, masih mungkin dilakukan, tetapi ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai pengeluaran investasi berupa penambahan stok barang jadi, setengah jadi atau pun barang mentah di dalam gudang para pengusaha, dan pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan untuk pembelian barang-barang modal (mesin-mesin, konstruksi gedunggedung dan sebagainya). Tetapi yang perlu diingat, “jangka pendek” yang kita maksud di sini adalah begitu pendek sehingga pengeluaran (pembelian) barang-barang modal tersebut beleum bias menambah kapasitas produksi dalam periodesasi tersebut. (Yaitu mesin-mesin sudah dibeli tapi belum dipasang). (b) Jumlah penduduk dan jurnlah angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya, jumlah-jumlah mi praktis bisa dianggap tidak berubah. (c) Lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi yang ada. Selanjutnya dari segi teori, apabila kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka pendek, kita harus melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek pula, misalnya dengan jalan 1. 2. 3. 4. 5. 6. menambah jumlah uang yang beredar, menurunkan bunga kredit bank, mengenakan pajak import, menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan, menambah pengeluaran pemerintah, mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya. Kebijaksanaan-kebinksanaan semacam ini mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus mengubah ketiga factor tersebut di atas. Jadi seandainya kita menginginkan kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa melakukannya dengan, misalnya: 1. memperlancar distribusi bahan-bahan mentah kepada para produsen, 2. mendorong pcngusaha untuk mempergunakan pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift), 3. memberikan kerja lembur kepada para karyawan dan sebagainya. Kehijaksanaan-kebijaksanaan semacam mi bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga faktor di atas.Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka pendek.Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan untuk tujuan stabilisasi. Meskipun demikian perlu kita catat di sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara masalah jangka pendek dan masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama bagi negara-negara sedang berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak bisa mengkotakkan secara jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka panjang. Di banyak negara-negara sedang berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan stabilisasi yang terlepas dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka panjang).Seringkali kebijaksanaakebijaksanaan jangka pendek yang kita sebutkan di atas, meskipun kita Iaksanakan secara setepattepatnyapun, tidak bisa menghilangkan secara tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan pengangguran yang diderita oleh masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah bahwa di negara-negara tersebut seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran tersebut berakar pada sebab-sebab “sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang hanya bisa berubah atau diubah dalam jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan ekonomi dan social. 5. Kebijakan Ekonomi Makro Untuk mencapai tujuan dari ekonomi makro diperlukan beberapa bentuk kebijakan yang harus dijalankan oleh suatu negara, di antaranya sebagai berikut. a. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal meliputi langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan dalam pendapatan dan pengeluaran negara dengan maksud untuk memengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian atau memengaruhi jalannya perekonomian. Melalui kebijakan fiskal, pemerintah dapat memengaruhi tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, tinggi rendahnya investasi nasional, distribusi pendapatan nasional, dan sebagainya. b. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah pemerintah yang dijalankan oleh bank sentral (Bank Indonesia) untuk memengaruhi atau mengubah penawaran uang dalam masyarakat atau mengubah tingkat bunga (memengaruhi jumlah uang yang beredar), dengan maksud untuk memengaruhi pengeluaran agregat. Salah satu cara untuk melakukan kebijakan moneter adalah dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku. Jika tingkat suku bunga rendah, maka pengusaha akan menambah modalnya (investasinya). Sebaliknya jika tingkat bunga tinggi, maka pengusaha akan mengurangi modalnya (investasinya) dan cenderung untuk memperbanyak tabungan. c. Kebijakan Segi Penawaran Kebijakan fiskal dan moneter dapat dipandang sebagai kebijakan yang memengaruhi pengeluaran agregat. Dengan demikian kebijakan fiskal dan moneter merupakan kebijakan dari segi permintaan. Di samping melalui permintaan, kegiatan perekonomian juga dapat dipengaruhi dari segi penawaran.Kebijakan segi penawaran bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan sehingga dapat menawarkan barang dengan harga yang lebih murah atau dengan mutu yang lebih baik.Kebijakan segi penawaran lebih menekankan pada peningkatan kegairahan tenaga kerja untuk bekerja (dengan mengurangi pajak pendapatan rumah tangga) dan peningkatan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.Cara ini dilakukan pemerintah dengan memberi insentif kepada perusahaan yang melakukan inovasi, menggunakan teknologi yang canggih, dan pengembangan mutu barang yang diproduksikan. 6. Implementasi Pikir Indonesia Pada Era Reformasi 1. Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Indonesia Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara yang dijunjung tinggi, maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut. Pergulatan pemikiran tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang sistim ekonomi pancasila SEP. Menurut Sri-Edi Suwasono (1985), pergulatan pemikiran tentang ESP pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945. 2. Pasal Ekonomi dalam UUD 1945 Pasal 33 UUD 1945, yang dimaksud dengan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah barang dan jasa yang vital bagi kehidupan manusia, dan tersedia dalam jumlah yang terbatas.Tinjauan terhadap vital tidaknya suatu barang tertentu terus mengalami perubahan sesuai dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup dan peningkatan permintaan. Dengan demikian penafsiran pasal-pasal di ataslah yang banyak mendominasi pemikiran SEP. Pemikiran tentang ESP, sudah banyak, namun ada beberapa yang perlu dibahas secara rinci karena mereka merupakan faunding father dan juga tokoh-tokoh ekonomi yang ikut mewarnai sistem ekonomi kita, diantaranya : a. Pemikiran Mohammad Hatta (Bung Hatta) Bung Hatta selain sebagai tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus berasakan kekeluargaan b. Pemikiran Wipolo Pemikiran Wipolo disampaikan pada perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955.menurut Wilopo, pasal 33 memiliki arti SEP sangat menolak sistem liberal, karena itu SEP juga menolak sector swasta yang merupakan penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalistik c. Pemikiran Wijoyo Nitisastro Pemikiran Wijoyo Nitisastro ini merupakan tanggapan terhadap pemikiran Wilopo. Menurut Wijoyo Nitisastro, pasal 33 UUD 1945 sangat ditafsirkan sebagai penolakan terhadap sector swasta. d. Pemikiran Mubyarto Menurut Mubyarto, SEP adalah sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan SEP dengan kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja. e. Pemikiran Emil Salim Konsep Emil Salim tentang SEP sangat sederhana, yaitu sistem ekonomi pasar dengan perencanaan. Menurut Emil Salim, di dalam sistem tersebutlah tercapai keseimbangan antara sistem komando dengan sistem pasar. “lazimnya suatu sistem ekonomi bergantung erat dengan paham-ideologi yang dianut suatu negara Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of Advanced International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha swasta. 7. Perkembangan Ekonomi Makro pada Masa Reformasi (1998-sekarang) Pada masa reformasi ini perekonomian indoensia ditandai dengan krisis monoter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda kea rah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi sudah duperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sector mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berebeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999. Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia.Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 Reformasi sistem politik di Indonesia baik yang bersifat kelembagaan maupun perundangan memunculkan model perencanaan dan kebijakan pembangunan nasional yang baru mengantikan model perencanaan dan kebijakan lama.Muara dari reformasi ini adalah keinginan untuk melakukan perbaikanperbaikan atas kelemahan-kelemahan yang timbul dari praktik perencanaan pembangunan maupun kebijakan pembangunan yang sebelumnya pernah diterapkan demi pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat sebagaimana di amanatkan oleh konstitusi. Dalam konteks ini, Pemerintah dan DPR menyepakati pengundangan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai landasan bagi proses perumusan program pembangunan baik dalam jangka panjang, menengah maupun tahunan. Berkaitan dengan program pembangunan jangka menengah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009 sebagai pedoman bagi penyusunan rencana kerja tahunan pemerintah. Secara singkat, model dan alur perencanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam dijelaskan dalam diagram berikut ini. Sejalan dengan amandemen UUD 1945 ketiga tahun 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi memegang kedaulatan negara tertinggi.Selain itu, MPR juga tidak lagi memiliki kewajiban untuk menetapkan GBHN. Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hingga amandemen keempat, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu: Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemilihan presiden secara langsung sebagai hasil perubahan UUD 45 dan ditiadakannya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana pembangunan serta pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2004, sebagai amandemen UU Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang memungkinkan penyelenggaraan otonomi daerah dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah menjadi landasan perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah juga membawa konsekuensi diperlukannya langkah koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan diatas, pada tanggal 5 Oktober 2004 Pemerintah dengan persetujuan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Melalui UU Nomor 25 tahun 2004, bangsa Indonesia memasuki era baru dalam sejarah pembangunan nasional untuk menjamin kegiatan pembangunan yang berjalan secara efektif, efisien, dan bersasaran dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanahkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk.Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun laju pertumbuhannya dapat dikendalikan sehingga semakin menurun. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah penduduk Indonesia 179,4 juta jiwa dan 206,3 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun pada periode 1990-2000, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode 1980-1990 (1,97 persen). Meskipun telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk karena menurunnya angka kelahiran, namun secara absolut pertambahan penduduk Indonesia masih:akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan belum terkendalinya angka kelahiran pada tahun 1970- an, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum kependudukan. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk.Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih 50 persen menjadi 2,6 anak per wanita (Survei Demografl dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2002-2003). Penurunan TFR antara lain karena meningkatnya penggunaan alat dan obat kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur pada tahun 1980-an. Pada tahun 1971, angka prevalensi penggunaan kontrasepsi kurang dari 5 persen, tahun 1980 meningkat menjadi 26 persen, tahun 1987 menjadi 48 persen, tahun 1997 menjadi 57 persen, dan tahun 2002 sebesar 60 persen (SDKI 2002-2003). BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian makalah ini berlangsung pada waktu yang lenggang selama setengah semester ini (Februari s/d Maret 2013) yang dilakukan di rumah saya, dikantor,serta tempat-tempat yang memberikan saya inspirasi dalam menulis makalah ini seperti di perpustakaan Universitas Esa Unggul atau perpustakaan di luar Universitas Esa Unggul. B. Pop & Sample Populasi :Wilayah generalisasi berupa subyek dan obyek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan nya. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh artikel dan buku mengenai ekonomi makro.Dari populasi tersebut saya mengambil dan menggunakan beberapa artikel, buku serta media web browser untuk menyusun makalah ini. Sampel :Sebagian dari populasi yang diteliti. Sampel dari penelitian ini adalah beberapa artikel, buku serta hasil searching melalui media web browser mengenai makro ekonomi pada era globalisasi di Indonesia serta segala yang menyangkut tentang Makro ekonomi. C. Metode Analisis Data Didalam penulisan makalah ini, saya hanya menggunakan data primair yang terdiri dari bahan-bahan Pengetahuan lapangan yaitu data-data kepustakan berupa Perundang-undangan, serta bahan Pengetahuan Hukum primair yaitu produk-produk hukum, undang-undang dan UUD 1945, yang terkait dengan Ekonomi Makro serta artikel di internet : www.google.com, www.yahoo.com dan media cetak lainya yang berkaitan dengan judul makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini saya juga mengunakan metode penelitian literatur, dan metode penelitian internet.Adapun metode penelitian literatur adalah metode penelitian berdasarkan media cetak yang dalam kasus pembuatan makalah ini adalah buku.Metode penelitian internet adalah penelitan berdasarkan media internet.Semua metode dan teknik yang saya pilih dalam membuat makalah ini berfungsi untuk menunjang makalah saya ini dan untuk membuktikan hipotesa yang saya miliki yang digunakan sebagai dasar pembuatan makalah ini. D. Definisi Operasional Operasional merupakan salah satu instrumen dari riset karena merupakan salah satu tahapan dalam proses pengumpulan data. Definisi dari operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut.Sebuah definisi operasional juga bisa dijadikan sebagai batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan penelitian. Dalam makalah ini saya menggunakan data operasional yang mencakup variable materi yang berhubungan dengan Makro Ekonomi pada era Globalisasi di Indonesia serta cakupan luas tentang Ekonomi Makro sebagai landasan saya dalam meneliti dan menulis makalah ini. BAB IV HASIL PEMBAHASAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada apa yang telah dijelaskan dalam makalah ini maka saya mengambil kesimpulan agar makalah saya ini lebih mudah untuk dipahami. Makalah ini menjelaskan bagaimana Perkembangan ekonomi makro pada era Globalisasi di Indonesia. Pengertian Ekonomi dari istilah kata ialah “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga. Dalam kerangka analisa Makro Terdapat dua aspek utama.Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan.Yang kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya. Ekonomi makro adalah suatu cabang ilmu ekonomi yang mengkhususkan, membahas mekanisme perekonomian secara keseluruhan.Makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Teori-teori Ekonomi menurut dasar filsafat teori Keynes adalah Selama kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada para rodusen swasta yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka pribadi, maka depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu. Dalam penerapan teori Ekonomi Makro Masalah ekonomi yang ditangani oleh ekonomi makro pada dasarnya bisa dibagi menjadi 2 garis besar permasalahan, yaitu permasalahn jangka panjang dan permasalahan jangka pendek. Permasalahan ekonomi jangka pendek biasanya membahas tentang bagaimana mengurus dan mengatur kondisi ekonomi untuk jangka waktu atau rentan bulan hingga tahun. Sedangkan permasalahan ekonomi jangka panjang umumnya mengurusi atau membahas permasalahan ekonomi untuk jangka waktu lebih panjang, 5 tahun, 20 tahun atau lebih Pada permasalahan Ekonomi Makro yang timbul Secara garis besar, permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok yaitu masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi serta masalah panjang atau masalah pertumbuhan. Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi deficit anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri. Perkembangan pemikiran sistem ekonomi Indonesia menjadi Pergulatan pemikiran tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang sistim ekonomi pancasila SEP. Menurut Sri-Edi Suwasono (1985), pergulatan pemikiran tentang ESP pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945. Pasal Ekonomi dalam UUD 1945 salah satunya ialah Pasal 33 UUD 1945, yang dimaksud dengan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah barang dan jasa yang vital bagi kehidupan manusia, dan tersedia dalam jumlah yang terbatas. Perkembangan Ekonomi Makro pada Masa Reformasi (1998-sekarang) ini perekonomian indoensia ditandai dengan krisis monoter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda kea rah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi sudah duperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sector mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berebeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999. SDM Indonesia dalam Persaingan Global merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang. B. Saran Dalam makalah ini, saya selaku penulis ingin memeberikan saran bagi para pembaca makalah penelitian saya ini. Dalam makalah saya ini saya melakukan penelitian dengan topik tentang Makro Ekonomi yang tentu saja bertujuan untuk mengenalkan ekonomi makro pada para pembaca, maka saya berasumsi bahwa mereka yang membaca ini selain dosen ekonomi makro yang akan menilai makalah ini adalah mereka yang kurang mengenal ekonomi makro. Saran saya adalah : 1. Belajarlah lebih banyak mengenai ekonomi makro dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Pelajari dan amati dengan baik tentang bagaimana perkembangan Makro Ekonomi di era Globalisasi khususnya di Indonesia. 3. Kenalilah dengan baik setiap orang yang berperan dalam perkembangan Makro Ekonomi, karena dengan mengenalnya selain kita dapat lebih banyak pengetahuan juga akan mempermudah kita dalam mempelajari hal baru yang di dalam materinya terdapat tokoh yang sudah kita kenal sebelumnya. Sekian saran dari saya selaku penulis makalah ini, saya harap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya, jika terdapat kesalahan dalam pengetikan mohon di maafkan, terima kasih. BAB V DAFTAR PUSTAKA http://www.slideshare.net/AchmadZain/teori-ekonomi-makro-menurut-keynes http://www.plengdut.com/2013/01/kebijakan-ekonomi-makro.html http://www.slideshare.net/TjahBoLang/populasi-dan-sampel-dalam-penelitian-15544070 http://buanakonsultama.wordpress.com/2012/05/16/macam-macam-metode-analisis-data-dankegunaannya/ http://berlianjuandanabella.student.esaunggul.ac.id/2012/11/16/makro-ekonomi-pada-eraglobalisasi-di-indonesia/ http://www.google.com http://www.yahoo.com DISUSUN OLEH : LINDA DWI SUSANTI NIM : 2012-11-339 JURUSAN : MANAJEMEN