View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
Ancaman Bahan Pencemar Plastik
Pada Keamanan Bahan Pangan di Laut
Oleh : Akbar Tahir
(Guru Besar Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin)
Bahan-bahan pencemar baru yang menyeruak di wilayah perairan laut telah menarik
perhatian dan menimbulkan kekhawatiran tinggi para pemerhati lingkungan lautan
dunia adalah limbah plastik beserta bahan-bahan kimia berasosiasi dengannya.
Akumulasi partikel plastik (plastic debris) pada habitat pelagis telah menjadi
fenomena global dan diketahui memberikan dampak negatif terhadap lingkungan
lautan beserta sumber daya hayati yang dikandungnya. Limbah plastik yang
melayang-layang dalam badan air dan terbawa oleh sistem arus lautan dunia
sebagai partikel renik juga diserta dengan berbagai dampak yang dapat
ditimbulkannya, baik pada lingkungan dan biota laut hingga pada konsekuensi
kesehatan bagi pemangsa puncak seperti manusia.
Harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan bahan-bahan konvensional
yang sering digunakan untuk kebutuhan ‘packaging’ membuat pilihan dijatuhkan
kepada plastik ketimbang bahan-bahan lain seperti gelas, logam ataupun kertas.
Diperkirakan lebih dari 1 miliar kantong plastik diberikan secara cuma-cuma setiap
hari di seluruh dunia, mulai dari kedai sederhana hingga supermarket besar, dan
pada tahun 2009 Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat melaporkan
bahwa terdapat sekira 102 milyar kantong plastik digunakan di Amerika Serikat
(Beans, 2013: EcoWatch.html). Sebagai konsekuensi penggunaan plastik yang
semakin meluas untuk berbagai kepentingan manusia, membuatnya menggantikan
bahan-bahan konvensional seperti kertas, gelas dan logam sebagai bahan kemasan
untuk berbagai bahan makanan, farmasi, minyak pelumas, dan sebagainya. Semua
ini tidak lain karena sifat-sifat plastik yang cocok untuk banyak kegunaan, ringan,
kuat, mampu menjadi barrier terhadap oksigen dan kelembaban, serta memiliki
potensi transparan membuatnya menjadi pilihan ideal untuk berbagai jenis aplikasi
dengan berbagai jenis disain.
Dengan penggunaan plastik yang semakin meluas dan terus berkembang ini maka
skala kontaminasi terhadap lingkungan laut menjadi sangat luas. Partikel plastik
ditemukan mengapung dan melayang di seluruh wilayah lautan dunia, mulai dari
daerah kutub hingga katulistiwa. Dalam laporan Greenpeace tahun 2006 “Plastic
Debris in the World’s Oceans” dan Thompson et al. (Phil Trans R. Soc. B 364: 19731976, 2009) terkuak fakta bahwa paling sedikit 267 spesies biota laut yang terkena
dampak, baik berupa tersangkut/terjerat maupun akibat menelan plastic debris,
termasuk burung laut, penyu, singa laut, lumba-lumba, paus, avertebrata dan
berbagai jenis ikan. Beberapa dampak yang masih sedikit diketahui adalah
perubahan habitat dan transportasi spesies asing ke habitat barunya. Salah satu
dampak sangat membahayakan yang ditemukan dalam beberapa tahun terakhir
adalah dampak dari bahan-bahan kimia toksik yang berasosiasi dengan partikel
plastik, misalnya: persistent organics pollutants (POPs) seperti polychlorinated
biphenyls (PCBs) dan DDT yang sudah lama diketahui memiliki kemampuan dalam
mengganggu sistem endokrin dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
biota, dengan potensi sebagai pemicu utama timbulnya penyakit kanker. Bahanbahan pencemar ini tersimpan dalam jaringan lemak dan organ hewan laut yang
diteruskan kepada pemangsa yang memakannya dan secara terus-menerus menjadi
lebih
terkonsentrasi
kedudukannya
lebih
dalam
jaringan
tinggi
dalam
tubuh
rantai
hewan-hewan
makanan
(food
pemangsa
chain).
yang
Sebagai
konsekuensinya, predator-predator puncak yang memiliki masa hidup panjang akan
mengakumulasi lebih banyak bahan toksik dalam sistem organnya, sepanjang waktu
hidupnya.
Saat ini, plastik merupakan bagian terbesar dari sampah di lautan di seluruh dunia.
Dengan berat jenisnya yang khas, plastik merupakan penyusun sampah di lautan
hingga 90% dari total sampah secara keseluruhan, dengan rincian: pantai (32-90%),
air muka laut (86%), dan dasar laut (47-85%). Plastik ditemukan di garis pantai,
mengapung di permukaan laut dan samudera, melayang dalam kolom air serta
menjadi limbah yang mendiami dasar lautan. Laju peningkatan jumlah limbah plastik
pada lingkungan perairan cukup terdokumentasi dengan baik, dengan indikasi kuat
bahwa sekitar 100.000 partikel per m2 pada beberapa lingkungan pantai dan hingga
350.000 macam limbah plastik per km2 ditemukan di permukaan laut dunia. Saat
plastik menjadi partikel berukuran mikro dan nano, mereka bahkan memiliki potensi
ancaman tambahan pada biota yang hidup di perairan bebas. Ancaman langsung
adalah ingesti seperti yang ditemukan pada ikan dan organisme filter feeder yang
selain mengancam organisme-organisme tersebut juga memberikan gambaran
bahwa sesungguhnya partikel plastik sudah memasuki sistem jejaring makanan/food
web.
Terdapat 5 (lima) jenis utama plastik yang paling banyak digunakan dan diproduksi
secara massal, yaitu polyethylene terephthalate (PET), high-density polyethylene
(HDPE),
polyvinyl
chloride
(PVC),
low-density
polyethylene
(LDPE),
dan
polypropylene (PP) (Association of European Plastics Manufacturers, 2011). Oleh
karena penggunaan masif untuk kemasan, sekira sepertiga dari produksi plastik
resin dikonversi menjadi bahan kemasan untuk konsumen, termasuk bahan-bahan
kemasan untuk sekali pakai yang sangat sering ditemukan berserakan di pantai
sebagai limbah plastik (beach debris) dengan berbagai bentuk dan ukuran. Limbah
plastik diklasifikasi menurut ukurannya. Microplastics adalah plastik yang memiliki
ukuran partikel 1 - 5 mm, Nanoplastics memiliki ukuran yang bahkan lebih kecil
< 0.330 mm dan banyak digunakan dalam bahan-bahan perawatan/kosmetik seperti
pasta gigi dan sabun pencuci muka (facial scrub) yang mengandung plastik dalam
bentuk polyethylene glycol disingkat PEG (NOAA’s Marine Debri Program).
Diketahui bahwa terdapat beberapa jenis bahan kimia seperti: Bisphenol A (BPA),
phthalates, polyaromatic hydrocarbons dan bahan anti/pemadam api (flame
retardants) yang ditambahkan ke dalam plastik agar memiliki beberapa sifat-sifat
yang umumnya diperuntukkan agar plastik dapat bertahan lama. Bahan-bahan kimia
penyusun produk plastik tersebut telah diketahui memiliki dampak negatif pada
kesehatan hewan laut dan manusia, khususnya pada sistem endokrin. Beberapa
bahan kimia ini berupa monomer-monomer toksik (misalnya: styrene dan vinyl
chloride) yang sangat erat terkait terhadap timbulnya masalah kanker dan gangguan
reproduksi. Partikel plastik di lingkungan perairan dapat berasal dari: (1)
penghancuran alami sampah-sampah plastik baik oleh aksi mekanis gelombang dan
foto-oksidasi dari sinar matahari, (2) pembuangan langsung produk industri (preproduction nurdles), (3) serabut dari kain sintetik (fleece fabrics), (4) ban kendaraan
mobil dan motor yang aus, serta (5) peluruhan bahan-bahan yang digunakan dalam
produk-produk pembersih/kosmetik.
Masuknya bahan-bahan toksik ini dapat menimbulkan dampak buruk terhadap
hewan laut dan diduga kuat melalui proses ingesti dari partikel-partikel renik yang
diikuti dengan proses bioakumulasi merunut alur rantai makanan yang lebih tinggi
(higher level food chain) yang berarti bahwa biota yang berada pada posisi yang
lebih tinggi dalam rantai makanan ini akan lebih terpapar pada konsentrasi bahan
toksik yang lebih tinggi. Laporan tentang akumulasi limbah plastik yang melayanglayang di sistem arus lautan (gyres) sangat melimpah. Hal ini semakin meningkatkan
kekhawatiran yang kemudian memicu timbulnya kesadaran akan bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh pencemaran partikel plastik di lautan (Rochman et al., Scie. Total
Environ. 476–477: 622–633, 2014). Keberadaan partikel plastik serta pemahaman
tentang dampak toksiknya baik pada lingkungan maupun biota laut merupakan
prasyarat penting sebelum kita mengajukan rekomendasi tentang pengurangan
jumlah produksi dan sifat-sifat bahan penyusun plastik yang relatif aman bagi
lingkungan dan biota laut secara keseluruhan. Saat ini sumber informasi tentang
limbah plastik masih sangat kurang, karena studi tentang limbah mikroplastik belum
begitu banyak dilakukan, disebabkan oleh karena masih merupakan bidang yang
relatif baru mendapatkan perhatian dari komunitas ilmiah. Mari bijak menggunakan
dan membuang plastik yang saat ini mendominasi rumah tangga kita, reuse, reduce
and recycle.
Akbar Tahir, PhD.
Guru Besar Toksikologi dan Pencemaran Laut
Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
Hp. 0811441807
Email : [email protected]
Download